• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYC"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E TERHADAP PEMAHAMAN MATERI ATMOSFER

PADA SISWA SMA

Wakhidatus Sholikhah, Sugeng Utaya, Budijanto Pascasarjana Universitas Negeri Malang

E-mail: wakhidatuss@gmail.com

Abstract: This research aims to examine the effect of learning cycle 7E model of

learning toward atmosphere subject understanding on high school student. The design of this research is quasi-experimental research with non-equivalent control group design. The subject in this research is students from class X SMA Negeri 1 Kesamben even second semester of school year 2014/2015. The class X IIS 4 is treated as the experimental class, while class X IIS 2 is treated as the control class. The research data is gain score which is the difference between posttest and pretest value and then analyzed by using T-test for independent sample with the help of SPSS 20.0 program for Windows. Gain score experimental group showed better achievement (39,26) than the control group (14,4). The result of T-test indicates the significant value which is the p-level by 0.000 and less than 0.05 (p<0.05). Based on the research result data analysis can be concluded that leaning cycle 7E learning model gives significant positive impact toward the atmosphere subject understanding on high school students’. This result is influenced by the characteristic of the learning cycle 7E learning model which teaches students to understanding subject gradually. The learning starts from eliciting students’ prior understanding, engage them, gives them chance to explore information or data, explain the information, apply the knowledge in the new context, therefore extend the students’ understanding and evaluate it.

Key words: learning cycle 7E model of learning, students’ understanding

Learning cycle adalah salah satu model pembelajaran yang berbasis konstruktivisme. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat ditransfer langsung dari guru ke siswa, melainkan dibangun secara aktif oleh siswa (Jia, 2010). Menurut teori ini belajar diartikan sebagai proses sosial yang dinamis dimana siswa atau peserta didik secara aktif membangun makna dari pengalaman dan pengetahuan mereka sebelumnya (Driver, 1994). Dengan menggunakan learning cycle

siswa dibimbing secara bertahap untuk menemukan sendiri konsep yang dipelajari dan bagaimana mengaplikasikannya ke dalam situasi baru. Pada awalnya model ini

dikembangkan guna memfasilitasi guru dalam membelajarkan konsep konkret di level sekolah dasar, namun model ini juga efektif digunakan pada siswa tingkat menengah untuk memperkenalkan konsep-konsep formal (Shoemacker dalam Karplus, 1977). Lawson (2001) juga mengatakan bahwa ”learning cycle terbukti efektif dalam membelajarkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan keterampilan penalaran umum pada siswa mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi”.

(2)

dimungkinkan pembangunan konsep oleh siswa akan berbeda dengan apa yang guru maksudkan.

Eisenkraft (2003) juga menekankan pentingnya fase extend sebagai bagian dari

transfer learning. Pada fase extend siswa diminta untuk memberi contoh lain aplikasi

konsep dalam kehidupan sehari-hari dan memperlihatkan hubungan antara konsep yang telah dipelajari dengan konsep lain. Konsep lain tersebut dapat berupa konsep yang telah dipelajari maupun yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya.

Model pembelajaran LC 7E memiliki beberapa kelebihan. Menurut Eisenkraft (2003) kelebihan learning cycle 7E yaitu dapat merangsang siswa untuk memunculkan pemahaman awal, memberikan motivasi kepada siswa untuk menjadi lebih aktif dan menambah rasa ingin tahu, melatih siswa belajar menemukan dan menyampaikan konsep, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, mencari,

menemukan, dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang dipelajari. Lawson (1989) menambahkan kelebihan dari learning cycle ini yakni dapat diterapkan dalam

pembelajaran dengan metode yang berbeda-beda. Sejalan dengan Lawson dan Eisenkraft, Brown dan Abell (2013) juga mengungkapkan kelebihan dari LC yaitu membantu siswa memunculkan ide-ide ilmiah, meningkatkan kemampuan

mengungkapkan alasan yang ilmiah, meningkatkan keterlibatan siswa dalam kelas sains, informasi baru dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, serta orientasi pembelajaran adalah investigasi, penemuan, dan atau pemecahan masalah. Oleh karena itu dengan menggunakan LC dalam pembelajaran menjadikan pembelajaran lebih bermakna karena siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri, selain itu siswa juga lebih tertarik untuk mengikuti pembelajaran karena terjadi komunikasi timbal balik antara guru dan siswa.

Learning cycle diciptakan untuk mempelajari konsep-konsep ilmiah secara terstruktur atau bertahap. Mulai dari eksplorasi data, pengenalan, dan aplikasi konsep. Model ini sesuai untuk digunakan pada materi yang banyak melibatkan konsep, prinsip, aturan, ataupun perhitungan secara matematis. Salah satu materi dalam geografi yang memiliki karakteristik ini adalah materi atmosfer. Berkaitan dengan materi atmosfer, kompetensi dasar yang harus dicapai siswa setelah pembelajaran adalah mampu memahami hubungan dinamika atmosfer dengan kehidupan manusia.

Untuk mampu memahami hubungan dinamika atmosfer dengan kehidupan manusia, siswa terlebih dahulu perlu memahami dinamika atau perubahan apa saja yang terjadi di atmosfer dan mengapa perubahan tersebut terjadi. Setelah itu baru siswa menghubungkan pengaruh dinamika tersebut dalam kehidupan manusia. Salah satu fenomena atmosfer yang saat ini membawa pengaruh besar bagi manusia adalah anomali iklim secara global atau perubahan iklim global. Untuk memahami konsep perubahan iklim global, siswa harus menguasai konsep iklim terlebih dahulu. Konsep iklim terkait dengan cuaca dan unsur-unsur cuaca (sinar matahari, suhu, tekanan udara, angin, awan, dan hujan). Selain itu siswa juga perlu terlebih dahulu menguasai konsep pemanasan global (global warming) dan efek rumah kaca (green house effect). Setelah memahami beberapa konsep tersebut, siswa dapat mengaplikasikan pemahamannya untuk menjelaskan fenomena penyebab anomali iklim yang lain yakni el nino dan la nina di lautan Pasifik. Pada akhirnya dengan memahami perubahan-perubahan yang terjadi di atmosfer dan penyebabnya, siswa dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia serta apa yang perlu dilakukan untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut. Pemahaman konsep secara bertahap ini dapat dilakukan melalui

(3)

Konsep-konsep ilmiah perlu dibelajarkan secara terstruktur dan bertahap guna menghindari terjadinya miskonsepsi pada siswa. Miskonsepsi dapat disebabkan oleh kesalahan dalam memahami kosa kata (istilah) dan atau kesalahan dalam penggabungan ide/konsep menjadi satu (Turkmen & Usta, 2007). Salah satu contoh miskonsepsi siswa yang sering terjadi adalah kesalahan dalam memahami konsep efek rumah kaca (green house effect).Siswa mengetahui konsep rumah kaca seperti yang rumah kaca yang digunakan dalam pertanian, bukan gas rumah kaca yang menyelubungi bumi sehingga menyebabkan efek rumah kaca. Hal ini menyebabkan mereka tidak memahami

hubungan antara efek rumah kaca dengan pemanasan global. Contoh miskonsepsi lain terjadi pada konsep perubahan iklim global. Mayoritas siswa menganggap perubahan iklim global sebagai ”perubahan iklim”, bukan perubahan dari unsur-unsur iklim (suhu, tekanan udara, hujan, awan, dan angin) secara gobal terhadap normalnya.

Dalam penelitian ini digunakan learning cycle 7E karena kelebihannya

dibandingkan learning cycle yang lain, yakni terdapat fase penggalian pengetahuan awal siswa dan adanya transfer belajar atau perluasan pemahaman siswa. Selain itu learning cycle 7E juga merupakan pengembangan dari learning cycle yang sebelumnya yakni

learning cycle 5E. Oleh karena itu learning cycle 7E diduga lebih baik dari learning cycle yang sebelumnya. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya juga menunjukkan adanya pengaruh learning cycle 7E terhadap pemahaman siswa (Bulbul, 2010; Maulana, 2014)

Pemahaman siswa digunakan sebagai variabel terikat didasarkan pada salah satu tujuan mata pelajaran geografi di kurikulum 2013 yakni ”memahami pola spasial, lingkungan dan kewilayahan, serta proses yang berkaitan dengan gejala geosfer dalam konteks nasional dan global” (Permendikbud, 2013). Dalam proses kognitif, memahami

merupakan landasan untuk dapat mencapai proses-proses selanjutnya yaitu mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Selain itu dengan

memahami materi pelajaran siswa tidak akan terjebak pada pembelajaran yang bersifat menghafal (rote learning), sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.

Aspek yang dikaji dalam geografi tidak hanya pada case (kasus) tetapi sudah sampai pada cause (hubungan sebab akibat) (Astina, 2004). Hal ini berarti siswa diharapkan tidak hanya mampu menyebutkan dan menjelaskan contoh kasus ataupun konsep, tetapi juga mampu menjelaskan hubungan antar konsep. Misalnya siswa tidak hanya dapat menjelaskan konsep suhu, tekanan udara, dan angin tetapi juga mampu menjelaskan hubungan antara ketiganya. Kemampuan menjelaskan tersebut termasuk dalam ranah kognitif pemahaman (understanding). Berdasarkan kelebihan learning cycle 7E dan pentingnya membangun pemahaman siswa tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh model pembelajaran learning cycle 7E terhadap

pemahaman siswa. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dinamika atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia.

METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu (quasi experiment) dengan nonequivalent control group design. Perlakuan yang diberikan adalah dengan memberikan pembelajaran menggunakan model learning cycle 7E pada kelas

(4)

menjelaskan), elaborate (elaborasi), evaluation (evaluasi), dan extend (memperluas pemahaman).

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Kesamben tahun ajaran 2014/2015. Populasi penelitian adalah seluruh kelas X IIS( iIlmu ilmu sosial) yang berjumlah 4 kelas dan 2 kelas X MIA (matematika dan ilmu alam) yang

merupakan kelas lintas minat. Sampel yang diambil adalah 2 kelas dengan ketentuan rata-rata hasil belajar yang hampir sama. Hal ini dilihat dari nilai UAS semester gasal. Kelas X IIS 2 mempunyai nilai rata 77,7 sedangkan kelas X IIS 4 mempunyai rata-rata 77,1. Berdasarkan nilai tersebut kelas X IIS 4 ditetapkan sebagai kelas eksperimen dan kelas X IIS 2 sebagai kelas kontrol. Untuk uji coba instrumen penelitian

menggunkaan kelas XII IPS 3 dengan asumsi telah mendapatkan pembelajaran materi atmosfer.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan pemahaman. Soal yang digunakan dalam bentuk esai berjumlah 6 butir yang

sebelumnya telah dilakukan uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda tiap item soal. Enam soal ini mewakili lima indikator pemahaman yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu kemampuan menginterpretasi, memberi contoh,

mengklasifikasi, membandingkan, dan menjelaskan. Masing-maisng soal mewakili satu indikator kecuali indikator menjelaskan yang diwakili oleh dua soal. Hal ini dilakukan karena menyesuaikan dengan tujuan pembelajaran.

Tes kemampuan pemahaman diberikan kepada kelas eksperimen dan kontrol pada sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. Tiap soal memiliki skor berbeda

bergantung pada tingkat kesulitan soal atau banyaknya jawaban benar yang dibutuhkan. Skor dari masing-masing soal dijumlahkan sehingga diperoleh skor total. Untuk

penilaian skor total tersebut dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan seratus. Kemampuan pemahaman siswa yang berupa gain score diperoleh dari selisih nilai postes dan pretes. Gain score ini untuk selanjutnya diuji dengan menggunakan uji t ( t-test) tidak berpasangan dengan bantuan program SPSS 20.0 for Windows.

HASIL

Kemampuan pemahaman siswa dalam penelitian ini diperoleh dari selisih nilai postes dan pretes yang disebut gain score. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat perbedaan rata-rata skor pretes, postes, dan gain score antara kelas eksperimen dan kontrol. Saat dilakukan pretes kelas eksperimen mempunyai rata-rata nilai yang lebih kecil dibandingkan kelas kontrol. Setelah diberi perlakuan dan dilakukan postes, hal yang terjadi adalah sebaliknya, rata-rata nilai kelas eksperimen menjadi lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Begitu juga untuk gain score kelas eksperimen yang lebih tinggi dari kelas kontrol. Rata-rata nilai pretes, postes, dan gain score antara kelas eksperimen dan kontrol disajikan dalam tabel berikut.

Tabel Nilai Rata-rata Postes, Pretes, dan Gain score Kelas Eksperimen dan Kontrol

Kelas Nilai rata-rata pretes

Nilai rata-rata postes

Rata-rata gain score

Eksperimen 40,21 79,47 39,26

Kontrol 51,53 66,47 14,4

(5)

learning cycle 7E, nilai rata-rata postes kelas eksperimen mengalami kenaikan dan melebihi nilai rata-rata kelas kontrol, yaitu 79,47>66,47. Berdasarkan selisih nilai postes dan pretes diperoleh gain score kelas eksperimen lebih tinggi dari kontrol yakni

39,26>14,4. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa dengan model learning cycle 7E lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (metode ceramah, tanya jawab, diskusi, dan presentasi).

Indikator kemampuan pemahaman yang digunakan dalam penelitian ini

didasarkan pada revisi taksonomi Bloom yang dilakukan oleh Anderson dan Krathwohl (2001). Terdapat lima indikator pemahaman yang dipakai, yaitu kemampuan

menginterpretasi, memberi contoh, mengklasifikasi, membandingkan, dan menjelaskan. Kelima indikator ini mengalami peningkatan baik pada kelas kontrol maupun

eksperimen. Pada tabel di bawah ini disajikan data rata-rata skor pemahaman siswa kelas eksperimen dan kontrol pada tiap indikator.

Tabel Skor Rata-rata Indikator Pemahaman Siswa Pretes dan Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol

Indikator Pemahaman

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Pretes Postes Pretes Postes

Menginterpretasi 3.16 4.39 3.41 4.12 Memberi contoh 1.71 2.66 2.24 2.76 Mengklasifikasi 1.05 3.95 1.44 2.24 Membandingkan 1.21 3.13 1.68 2.35 Menjelaskan 1.46 2.87 2.06 2.57

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan skor pada

masing-masing indikator pemahaman di kelas eksperimen. Kenaikan yang paling tinggi terjadi pada indikator mengklasifikasi, yakni dari 1,05 menjadi 3,95 atau dengan kata lain terdapat peningkatan skor sebesar 2,89. Kenaikan yang tidak begitu besar terjadi pada indikator memberi contoh, yakni dari 1,71 menjadi 2,66 atau terdapat peningkatan skor sebesar 0,95.

Kelas kontrol juga mengalami peningkatan skor pada tiap indikator pemahaman setelah terjadi pembelajaran secara konvensional. Hal ini dapat dilihat pada diagram 4.3 di atas. Pada kelas kontrol kenaikan terbesar juga terjadi pada indikator mengklasifikasi yakni dari 1,44 menjadi 2,24. Namun untuk kenaikan terendah terjadi pada indikator menjelaskan, bukan pada indikator memberi contoh seperti yang terjadi pada kelas eksperimen.

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji-t dengan Independent Samples Test. Namun sebelum dilakukan uji -t, dilakukan uji normalitas dan

homogenitas data sebagai uji prasyarat. Berdasarkan hasil uji t-test, diketahui nilai Sig. (2-tailed) yaitu 0,000. Taraf kepercayaan yang digunakan adalah 95%, jika nilai Sig.

0,000 kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan model learning cycle 7E terhadap pemahaman materi atmosfer pada siswa SMA.

PEMBAHASAN

(6)

positif yang signifikan dari model pembelajaran learning cycle 7E pada penelitian ini juga dapat dilihat dari hasil pengujian gain score dengan uji t. Hasil dari uji t dengan

independent samples test dan taraf kepercayaan 95% juga menunjukkan bahwa nilai signifikansi yakni 0,000 kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05). Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara gain score kelas eksperimen dan kontrol. Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa model Learning cycle

7E berpengaruh terhadap pemahaman siswa (Kanli, 2008; Sornsakda, 2009; Polyiem, 2011; dan Gok, 2014).

Penyebab model pembelajaran learning cycle 7E berpengaruh terhadap

pemahaman siswa antara lain: pertama, menggunakan model learning cycle 7E dalam pembelajaran memungkinkan siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model learning cycle 7E (Hartono, 2013; Kulsum, 2011; dan Siribunnam, 2009). Hal tersebut disebabkan oleh karakteristik LC yang menggunakan berbagai macam metode pembelajaran dan sumber belajar yang dalam pelaksanaannya melibatkan siswa secara langsung.

Dalam pembelajaran dengan model LC 7E siswa tidak hanya memperoleh penjelasan dari guru, tetapi juga dibimbing untuk menggunakan berbagai sumber belajar guna menemukan konsep, mempelajarinya, dan memahaminya. Sumber belajar yang digunakan siswa antara lain adalah lingkungan sekitar mereka, Lembar Kerja Siswa, buku geografi untuk SMA kelas X semester genap, serta materi pengayakan yang disediakan oleh guru. Sedangkan beberapa metode pembelajaran yang dilakukan dalam

learning cycle 7E antara lain yaitu tanya jawab, ceramah, kuis, brainstorming, percobaan di luar kelas, presentasi, dan mereview artikel.

Kedua, pada tahap elicit siswa mendapatkan kuis dan pertanyaan guna melihat sejauh mana pengetahuan awal mereka terhadap materi yang akan dipelajari serta bagaimana pemahaman mereka terhadap konsep-konsep awal yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya. ”The elicit phase focuses on making learners retrieve existing experience that is associated with the new knowledge” (Bulbul, 2010). Hal ini penting dilakukan dalam pembelajaran, karena pada dasarnya siswa membangun

pengetahuannya berdasarkan apa yang telah diketahui sebelumnya.

Dalam penelitian ini, fase elicit dilakukan dengan memberikan kuis dengan jawaban benar atau salah kepada siswa. Kuis ini terkait dengan materi unsur-unsur cuaca dan iklim yang telah dipelajari siswa pada pertemuan sebelumnya. Dari kuis ini guru dapat melihat bahwa masih banyak siswa yang kurang paham mengenai hubungan antara konsep suhu, tekanan udara, dan angin. Memahami hubungan antar konsep ini penting untuk menjelaskan fenomena pergantian musim di Indonesia, perubahan iklim akibat global warming, serta el nino dan la nina yang akan dipelajari siswa selanjutnya, oleh karena itu guru perlu memberikan penjelasan kembali terkait konsep tersebut. Selain itu fase elicit juga dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada siswa mengenai apa yang mereka ketahui terkait fenomena global warming.

Ketiga, pada fase engage siswa diberikan pertanyaan terkait masalah efek rumah kaca yang menambah rasa ingin tahunya serta dilibatkan dalam perencanaan ujicoba. Dengan adanya tahap engage ini siswa menjadi termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Hal ini disebabkan munculnya rasa keingintahuan pada diri siswa terhadap materi yang akan di pelajari. Bybee (2006) juga berpendapat bahwa,

(7)

terkait unsur-unsur cuaca dan iklim seperti grafik dan tabel maupun gambar contoh-contoh fenomena yang terjadi di atmosfer yang mempengaruhi kehidupan manusia.

Keempat, siswa mengumpulkan informasi terkait konsep yang dipelajari pada tahap explore. Selama eksplorasi, siswa memperoleh pengalaman belajar dan

pengetahuan melalui interaksi langsung dengan lingkungan atau sumber belajar. Pada tahap ini guru dapat memakai berbagai macam metode agar siswa dapat belajar dan mengumpulkan informasi secara mandiri. Namun bukan berarti siswa dibiarkan tanpa bimbingan, guru masih tetap harus memberikan bimbingan kepada siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini juga diungkapkan oleh Karplus (1977) ”In this phase, they explore new materials and new ideas with minimal guidance or expectation of specific accomplishment”. Metode yang dapat dilakukan dalam tahap ini antara lain adalah membaca berbagai literatur terkait materi (studi literatur), diskusi atau kerja sama dengan teman sebangku atau kelompok, serta melakukan pengamatan dan kegiatan eksperimen.

Kegiatan explore merupakan salah satu ciri dari pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran. Teori konstruktivistik ini mengemukakan bahwa manusia membangun pengetahuan dan pemahamannya melalui pengalaman-pengalamannya (Dean, 2014). Pengalaman belajar ini membuat siswa mampu mengingat konsep-konsep yang dipelajarinya lebih lama. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Marek (1991) (dalam Turkmen, 2007), ”Student learn their own concept from their experiences and this way

of learning keep knowledge longer in student’s minds than other learning ways”.

Kegiatan explore yang dilakukan siswa dalam penelitian ini adalah melakukan pengamatan (eksperimen) dan studi literatur. Kegiatan eksperimen yang dilakukan berkaitan dengan konsep efek rumah kaca. Penggunaan metode eksperimen ini dapat membantu siswa mempelajari konsep atau materi dengan lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Emerson (2012), ”Classroom experiments do this as part of a class to help students learn more about the material they are studying”.

Tahap explore ini memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan

kemampuan menginterpretasi dan mengklasifikasi siswa. Kedua indikator pemahaman ini terkait dengan data-data. Kemampuan menginterpretasi atau menafsirkan terjadi ketika siswa dapat mengubah informasi dari satu bentuk ke bentuk lain, misalnya

mengubah angka menjadi kata-kata atau sebaliknya serta gambar menjadi kata-kata atau sebaliknya. Kemampuan menginterpretasi siswa dalam penelitian ini ditunjukkan dengan menjawab pertanyaan berdasarkan grafik atau diagram yang tersedia. Dalam penelitian ini kemampuan menginterpretasi siswa kelas eksperimen setelah

mendapatkan perlakuan lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata gain skor kelas eksperimen dan kelas kontrol berurutan yakni 1,24 dan 0,71.

Di awal pembelajaran siswa sudah memiliki pengetahuan dasar mengenai cara membaca diagram atau grafik. Hal ini menyebabkan nilai mereka cukup tinggi saat pretes. Kesulitan yang mereka hadapi dalam indikator ini adalah mereka kurang cermat dalam membandingkan ketiga garis yang mewakili tahun, sehingga mereka kesulitan dalam melihat tren atau perkembangan suhu dari tahun ke tahun. hal ini juga

(8)

Berbeda dengan kemampuan menginterpretasi yang menekankan pada

penafsiran data, mengklasifikasi lebih menekankan pada proses mendeteksi ciri-ciri atau pola-pola yang ada pada contoh atau data dan disesuaikan dengan konsep yang

dipelajari (Anderson, 2001). Untuk melihat kemampuan siswa dalam mengklasifikasi, dalam penelitian ini siswa diberikan data curah hujan bulanan selama satu tahun di empat kota di Indonesia. Berdasarkan data tersebut siswa diminta untuk

mengklasifikasikan kota mana saja yang mempunyai pola hujan monsunal dan ekuatorial.

Dalam penelitian ini siswa kelas eksperimen mempunyai rata-rata gain skor yang lebih besar dibandingkan kelas kontrol dalam hal kemampuan mengklasifikasi, yakni 2,89 untuk kelas eksperimen dan 0,79 untuk kelas kontrol. Peningkatan skor ini adalah yang paling besar dibandingkan dengan indikator lainnya. Pada saat pretes skor indikator ini adalah yang paling rendah, karena siswa belum mengetahui dan memahami konsep yang berkaitan dengan indikator mengklasifikasi. Selain itu mereka belum bisa melihat pola dari data yang diberikan (data curah hujan). Setelah mendapat

pembelajaran dengan learning cycle 7E, skor siswa saat postes jauh lebih baik dari pretes. Hal ini membuktikan bahwa tahapan dari learning cycle 7E berpengaruh dan dapat membantu membangun pemahaman siswa.

Kelima, pada tahap explain siswa mengkomunikasikan hasil temuannya selama tahap explore. Tujuan dari tahap ini adalah siswa dapat menjelaskan konsep yang diperolehnya dari eksperimen sederhana yang telah dilakukan dengan

menggunakan bahasa mereka sendiri. Melalui tahap explain ini guru dapat

mengevaluasi dan melihat sejauh mana pemahaman siswa terhadap konsep ataupun materi yang dipelajari. Pada tahap ini guru dapat memberikan klarifikasi atau penjelasan langsung mengenai konsep ataupun materi yang belum dipahami oleh siswa. Selain itu guru juga mengarahkan diskusi kelas serta membantu siswa menyelesaikan perbedaan dalam temuan mereka (Bentley, 2007).

Tahap explain memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan pemahaman siswa terutama pada indikator menjelaskan. Peningkatan ini dapat dilihat dari rata-rata gain skor kemampuan menjelaskan siswa kelas eksperimen yang lebih tinggi dari kelas control yakni secara berurutan 1,41 dan 0,51. Kemampuan menjelaskan terjadi ketika siswa mampu membuat dan menggunakan model sebab akibat dalam menjelaskan hubungan dua atau lebih peristiwa yang terkait (Anderson, 2001). Model ini dapat diturunkan dari teori atau prinsip (biasanya dilakukan pada bidang sains) atau

didasarkan pada hasil penelitian atau pengalaman (biasanya terjadi pada bidang sosial dan humaniora). Dalam penelitian ini materi yang digunakan termasuk dalam kategori sains, sehingga siswa dapat menggunakan teori atau prinsip-prinsip dari konsep yang telah dipelajari guna menjelaskan masalah yang diberikan.

Keenam, dalam pembelajaran learning cycle 7E terdapat fase elaborate dan

extend yang merupakan bagian dari transfer learning. Transfer learning merupakan penggunaan pengetahuan ke dalam tugas baru yang terkait dengan apa yang sudah dipelajari (Torrey, 2009). Transfer belajar ini dapat dilakukan baik dari satu konsep ke konsep lain dalam satu mata pelajaran, dari satu mata pelajaran ke pelajaran lain, dan bahkan dari aktivitas di sekolah ke aktivitas luar sekolah (Eisenkraft, 2003). Pada fase

(9)

Transfer belajar ini penting untuk dilakukan dalam pembelajaran, karena kegiatan ini dapat membantu siswa memahami hubungan antara materi yang satu dengan materi yang lain dan juga dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah didapatnya ke dalam konteks baru. Adanya transfer belajar ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa dapat diaplikasikan di kehidupan sehari-hari atau dapat digunakan untuk memahami konsep lain yang terkait. Sehingga dengan adanya transfer belajar ini pengetahuan yang diperoleh siswa dan pembelajaran yang dilakukan siswa akan lebih bermakna.

Fase elaborate dalam LC 7E berkontribusi besar dalam meningkatkan pemahaman siswa terutama pada indikator membandingkan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan rata-rata skor indikator membandingkan dari 1,21 saat pretes menjadi 3,13 saat postes, atau mengalami peningkatan sebesar 1,92. Kemampuan membandingkan terjadi ketika siswa dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih objek, peristiwa, ide, masalah, atau situasi (Anderson, 2001). Membandingkan meliputi pencarian korespondensi satu-satu antara elemen-elemen objek yang dibandingkan. Dalam penelitian ini siswa diminta membandingkan kondisi normal, saat el nino, dan la nina di Samudra Pasifik, untuk itu paling tidak siswa akan membandingkan suhu muka air laut (terutama di Pasifik timur), terjadinya upwelling, berhembusnya angin pasat timur, serta persebaran hujan di sekitar pasifik, disaat kondisi normal, el nino, dan la nina.

Fase extend memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan kemampuan memberikan contoh. Hal ini dapat dilihat dari skor saat pretes dan postes kelas

eksperimen yang mengalami peningkatan yakni secara berurutan adalah 1,71 dan 2,66 dengan gain score sebesar 0,95. Kemampuan memberi contoh terjadi ketika siswa dapat memberikan contoh tentang suatu konsep atau prinsip umum. Mencontohkan

melibatkan proses identifikasi ciri-ciri pokok dari konsep atau prinsip umum, dan menggunakan ciri-ciri tersebut untuk memilih atau membuat contoh (Anderson, 2001). Untuk dapat memberikan contoh siswa juga harus memiliki pengalaman atau

pengetahuan tentang kejadian disekitarnya yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari.

Ketujuh, dengan adanya tahap evaluate guru dapat melihat sejauh mana pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang telah dipelajari. Evaluasi ini dapat dilakukan baik secara formatif maupun sumatif. Evaluasi sumatif biasanya dilakukan pada ahir pembelajaran satu kompetensi dasar. Sedangkan evaluasi formatif dapat dilakukan pada setiap fase pembelajaran. Eisenkraft (2003) mengungkapkan, ”Formative evaluation must take place during all interactions with students”.

Pertanyaan yang diberikan pada tahap elicit serta penjelasan siswa pada tahap explain

dapat menjadi evaluasi formatif.

(10)

Learning cycle 7E merupakan salah saru dari pembelajaran yang berbasis konstruktivistik. Inti dari pembelajaran berbasis konstruktivistik tidak lain adalah kegiatan belajar siswa. Dalam model pembelajaran ini siswa dibimbing untuk menggunakan alat, bahan, sumber belajar, dan kemampuan belajarnya baik secara mandiri maupun kelompok pada fase explore. Oleh karena itu fase explore memiliki peran penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Namun begitu tetap saja fase-fase lain dalam learning cycle 7E tidak boleh diabaikan, karena ketujuh fase tersebut saling mendukung dan melengkapi agar siswa dapat memahami konsep-konsep yang dipelajari dengan baik.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran learning cycle 7E memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap pemahaman materi atmosfer pada siswa. Hal tersebut dipengaruhi oleh karakteristik model learning cycle 7E yang membelajarkan siswa untuk memahami materi secara bertahap, mulai dari menggali pengetahuan awal siswa, memotivasi, memberi kesempatan untuk mengumpulkan informasi,

mengkomunikasikan, mengaplikasikan pengetahuan pada konteks baru, mengevaluasi, hingga memperluas pemahaman siswa.

Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian ini maka diajukan beberapa saran sebagai berikut: (1) Model ini membutuhkan alokasi waktu yang lebih lama dibanding pembelajaran konvensional, oleh karena itu sebelum menerapkan model learning cycle

7E sebaiknya terlebih dahulu membuat rencana pembelajaran yang matang agar semua fase dapat terlaksana dengan baik (2) Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk memilih topik-topik inti dari KD yang digunakan, serta memilih KD yang banyak melibatkan konsep, teori, prinsip, atau perhitungan matematis.

DAFTAR RUJUKAN

Anderson, L. W. dan Krathwohl, D. R. 2001. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom. Terjemahan Agung Prihantoro. 2010. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Astina, I. Komang. 2004. Pengantar Geografi. Malang: Universitas Negeri Malang. Bentley, M.L., dkk. 2007. Teaching Constuctivist Science: Nurturing Natural

Investigators in the Standards-Based Classroom. California: Corwin Press. Brown, Patrick L. & Abell, Sandra K. 2013. Examining the Learning cycle. Dalam

Deborah Hanuscin dan Meredith P. Roger (Eds). Perspectives: Research & Tips to Support Science Education, K-6 (hlm. 21-24). USA: NSTA press. Bulbul, Yeter. 2010. Effects of 7E Learning cycle Model Accompanied With Computer

Animations on Understanding of Diffusion and Osmosis Concepts. Disertasi tidak diterbitkan. Turki: Middle East Technical University.

Bybee, R.W. dkk. 2006. The BSCS 5E Instruction Model: Origin and Effectiveness. Makalah disajikan untuk office of science education National Institute of Health, Colorado, 12 Juni 2006. (Online),

(11)

Bybee, R.W. 2009. The BSCS 5E Instructional Model and 21st Century Skills. (Online), (http://itsisu.concord.orgshareBybee_21st_Century_Paper.pdf), diakses 18 Juni 2015.

Dean. 2014. Constructivism. (Online),

(http://sydney.edu.au/education_social_work/learning_teaching/ict/theory/cons tructivism.shtml), diakses 19 Juni 2015.

Driver, R., dkk. 1994. Constructing Scientific Knowledge in the Classroom.

Educational Research, 23 (7): 5-12.

Emerson, T. dkk. 2012. Classroom Experiments. (Online),

(http://serc.carleton.edu/sp/library/experiments/index.html), diakses 19 Juni 2015.

Eisenkraft, A. 2003. Expanding the 5E Model. The Science Teacher. A journal for high school science educators. National Science Teachers Association. 70 (6): 56-59.

Gok, G., Vural, SS., & Oztekin, C. 2014. The Effect of 7E- Learning cycle Instruction on Middle School Students Conceptual Understanding of Respiratory. Makalah disajikan pada Emerging Researchers Conference dengan tema The Past, the Present, and Future of Educational Research, Ankara, 2 September 2014. (Online),

(http://www.eera-ecer.deecer-programmespdfconference19contribution31253), diakses 18 Juni 2015. Hartono. 2013. Learning cycle-7E Model to Increase Student’s Critical Thinking on

Science. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, (Online), 9 (2013): 58-66, (http://www.portalgaruda.org/download_article.php?article=135460&val=564 8), diakses 20 Agustus 2014.

Iskandar, Srini, M. 2011. Pendekatan Pembelajaran Sains Berbasis Konstruktivis (Ibnu, Effendy, dan Dasna, Eds). Malang: Bayumedia Publishing.

Jia, Qiong. 2010. A Brief Study on the Implication of Constructivism Teaching Theory on Classroom Teaching Reform in Basic Education. International Education Studies, (Online), 3 (2): 197-199, (www.ccsenet.org/journal/index.php), diakses 20 November 2015.

Karplus, Robert. 1977. Science Teaching and the Development of Reasoning. Journal of Research in Science Teaching, (Online), 14 (2): 169-175,

(http://www.onlinelibrary.wiley.comdoi10.1002tea.3660140212.pdf), diakses 21 Juli 2014.

Kali, H.D. 2005. First-Year University Biology Students’ Difficulties with Graphing Skills. Tesis tidak diterbitkan. Johannesburg: University of Witwatersrand. Kanli, U. & Yagbasan, R. 2008. The Effects of a Laboratory Approaches on the

Development of University Students’ Science Process Skills and Conceptual Achievement. Essays in Education, (Online), Special Edition (2008): 143-153, (http://www.usca.eduessaysspecialeditionUKanl%C3%ACandRYagbasan.pdf) , diakses 18 Juni 2015.

Kulsum, U. & Hindarto, N. 2011. Penerapan Model Learning cycle Pada Sub Pokok Bahasan Kalor Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. (Online), 7 (2011): 128-133, (http://journal.unness.ac.id), diakses 18 Juni 2015.

(12)

One. National Association for Research in Science Teaching. (Online), (http://www.files.eric.ed.govfulltextED324204.pdf), diakses 2 Oktober 2014. Lawson, Anton, E. 2001. Using the Learning Cycle to Teach Biology Concepts and

Reasoning Patterns. Journal of Biological Education, (Online), 35 (4): 165-169,

(http://www.dartmouth.edu~physteachArticleArchiveLawson_JBE35_4.pdf), diakses 13 Agustus 2014.

Maulana, Yasir A. 2014. Penerapan Model Learning cycle 7E untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa dan Menentukan Profil Keterampilan Generik Sains Siswa Madrasah Aliyah pada Materi Listrik Dinamis. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. (Online), (http://bsnp-indonesia.org/id/?p=1239), diakses 25 Agustus 2014.

Polyiem, T., Nuangchalerm, P., & Wongchantra, P. 2011. Learning Achievement, Science Process Skills, and Moral Reasoning of Ninth Grade Students Learned by 7e Learning cycle and Socioscientific Issue-based Learning. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 5 (10): 257-263.

Roschelle, Jeremy. 1995. Learning in Interactive Environment: Prior Knowledge and New Experience. (Online),

(http://www.exploratorium.edu/ifi/resources/museumeducation/priorknowledg e.html), diakses 4 Juli 2015.

Siribunnam R. & Tayraukham S. 2009. Effects of 7-E, KWL, and Conventional Instruction on Analytical Thinking, Learning Achievement, and Attitudes toward Chemistry Learning. Journal of Social Sciences, (Online), 5 (4): 279-282, (http://thescipub.com/PDF/jssp.2009.279.282.pdf), diakses 8 Oktober 2014.

Sornsakda, S., Suksringarm, P., & Singseewo, A. 2009. Effects of Learning

Environment Education Using the 7E-Learning cycle with Metacognitive Techniques and the Teacher’s Handbook Approaches on Learning

Achievement, Integrated Science Skills and Critical Thinking of

Mathayomsuksa 5 Students with Different Learning Achievement. Pakistan Journal of Social Sciences. (Online), 6 (5): 297-303.

(http://docsdrive.compdfsmedwelljournalspjssci2009297-303.pdf), diakses 18 Juni 2015.

Torrey, L. & Shavlik, J. 2009. Transfer Learning. (Online),

(ftp://ftp.cs.wisc.edumachine-learningshavlik-grouptorrey.handbook09.pdf), diakses 20 Juni 2015.

Gambar

Tabel Nilai Rata-rata Postes, Pretes, dan Gain score Kelas Eksperimen dan Kontrol
Tabel Skor Rata-rata Indikator Pemahaman Siswa Pretes dan Postes Kelas Eksperimen dan  Kontrol

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian pada tesis ini menunjukkan bahwa: (1) Perencanaan pengembangan kurikulum MTs.N 1 Blitar/SMPN 1 Srengat memuat: latar belakang penyusunan

Gambar dibawah ini menu r dibawah ini menunjukan njukan variasi lend variasi lendutan tiang dan dist utan tiang dan distribusi momen da ribusi momen dan n gaya geser sepanjang

lemak, kekerasan cokelat, dan uji organoleptik kesukaan terhadap tekstur dan tingkat penerimaan produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi stearin dalam sistem

Banyaknya permasalahan yang ditemukan pada review aplikasi pada Google PlayStore yang dilakukan dengan menggunakan dan bersesuaian dengan aspek errors menyebabkan

Mereka menggunakan konsep ini untuk membangun sudut siku-siku dan merancang segitiga siku-siku dengan membagi panjang tali ke dalam 12 bagian yang sama, seperti sisi pertama

Hasil uji menunjukkan bahwa layar pendar dapat menghasilkan citra sinar-X dari objek walaupun masih belum sebagus jika menggunakan film konvensional, Oiharapkan hasil ini

Hasil validasi media slide interaktif berbasis program aplikasi lectora inspire untuk memahami konsep pada materi sistem sirkulasi manusia masuk dalam kategori

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis univariat dan analisa bivariat dengan menggunakan uji Spearmen Rank dengan derajat