• Tidak ada hasil yang ditemukan

VITA 080 JURNAL BAB IMBIBISI PADA BENIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "VITA 080 JURNAL BAB IMBIBISI PADA BENIH"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

IMBIBISI PADA BENIH HIDUP DAN BENIH MATI

(

Imbibition on the Live Seed and Dead Seeds

)

Oleh/

By

:

Vita Tri Handayani

201410200311080

Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian – Peternakan, Universitas Muhammadiyah Malang (University of Muhammadiyah Malang) Jl. Raya Tlogomas No. 246, Malang, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRAK

Pada awal fase perkecambahan, biji membutuhkan air untuk mulai berkecambah, hal ini dicukupi dengan menyerap air secara imbibisi. Imbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya serta memicu perubahan metabolik pada embrio sehingga dapat melanjutkan pertumbuhannya. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses imbibisi terhadap benih hidup dan benih mati yakni pada benih jagung dan benih kacang tanah. Bahan yang digunakan adalah air, benih jagung dan benih kacang tanah. Alat yang digunakan adalah oven pengering temperature 170oC, cawan petri, timbangan analitik, kamera, bolpoin, kertas. Langkah pertama yang

dilakukan menyiapkan alat dan bahan. Menimbang 5 biji jagung dan 5 biji kacang tanah (sebagai berat awal), mencatat hasil sebagai kelompok II. Mengoven kedua biji tersebut pada suhu 170oC 24 jam, hal ini sebagai

kelompok I (sehari sebelum pelaksanaan praktikum). Merendam kedua benih dalam aquades 1 jam. Mengeringkan dan menimbang. Menentukan presentasi peningkatan bobot benih. Hasil pada proses imbibisi terhadap benih hidup dan benih mati yakni pada benih jagung dan benih kacang tanah terjadi imbibisi baik pada benih hidup dan benih mati. Seharusnya pada benih mati tidak terjadi proses imbibisi karena sel-sel dan bakal embrio cacat atau tidak dapat melakukan proses penyerapan air. Benih mati terjadi imbibisi diduga karena terjadinya pengaktifan enzim akibat adanya air.

Kata Kunci : Imbibisi, Benih hidup, Benih mati.

PENDAHULUAN

Pada awal fase perkecambahan, biji

membutuhkan air untuk mulai berkecambah, hal

ini dicukupi dengan menyerap air secara imbibisi

dari lingkungan sekitar biji [1]. Proses penyerapan

air pada benih atau imbibisi terjadi melalui

mikropil. Air yang masuk kedalam kotiledon

menyebabkan volumenya bertambah, sehingga

kotiledon membengkak (Sudjadi, 2006).

Imbibisi menyebabkan biji mengembang

dan memecahkan kulit pembungkusnya serta

memicu perubahan metabolik pada embrio

sehingga dapat melanjutkan pertumbuhannya

(Surya, 2010). Setelah biji menyerap air maka kulit

biji akan melunak dan terjadilah hidrasi

protoplasma, kemudian enzim-enzim mulai aktif,

terutama enzim yang berfungsi mengubah lemak

menjadi energi melalui proses respirasi (Sutopo,

2002). Enzim-enzim akan menghidrolisis

bahan-bahan yang disimpan dalam kotiledon dan

nutrient-nutrien di dalamnya. Enzim α-amilase mampu

memecah pati menjadi dekstrin dan maltosa yang

diperlukan untuk pertumbuhan atau

perkecambahan biji. Aktivitas enzim α-amilase

dapat ditingkatkan dengan proses perendaman

selama pengecambahan (Abidin et al., 2000).

Tanaman yang kekurangan air akan menjadi layu,

dan apabila tidak diberikan air secepatnya akan

terjadi layu permanen yang dapat menyebabkan

kematian (Rioardi, 2009).

Menurut Putra (2011), menyebutkan

(2)

kecepatan penyerapannya lebih lambat dari pada

benih yang lembab karena gerakan air dalam

jaringan kering mengalami lambatan fisik.

Air memegang peranan terpenting dalam

proses perkecambahan maupun proses imbibisi

pada benih, dimana fungsi air adalah sebagai

pengaktifan sel-sel yang bersifat embrionik di

dalam benih, air yang diserap oleh benih berguna

untuk melunakkan kulit benih dan menyebabkan

mengembangnya embrio dan endosperm, air

memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen

kedalam benih Ai dan Maria, (2010).

Imbibisi berfungsi sebagai laju

perkecambahan pada benih. Jika benih tidak dapat

melakukan imbibisi maka laju perkecambahan

benih akan terhambat. Salah satu faktor yang dapat

mempercepat laju perkecambahan benih adalah

terjadinya imbibisi pada benih, karena dengan

adanya imbibisi laju metabolisme pada benih akan

berjalan dengan lancar. Biji yang kering atau biji

yang mati masih dapat melakukan imbibisi namun

tidak dapat memperlancar laju metabolisme pada

benih, sehingga biji hanya akan menggelembung

Ai dan Maria, (2010).

Oleh karena itu tujuan dari praktikum ini

adalah untuk mengetahui proses imbibisi terhadap

benih hidup dan benih mati yakni pada benih

jagung (Zea mays) dan benih kacang tanah

(Arachis hypogaea).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Praktikum ini dilakukan di Lab.

Agro-tenologi A, pada hari Rabu, 08 November 2017

Pukul 18.15 WIB.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini

adalah air, benih jagung (Zea mays), dan benih

kacang tanah (Arachis hypogeae). Adapun alat

yang digunakan pada praktikum ini adalah oven

pengering temperature 170oC, cawan petri,

timbangan analitik, kamera, bolpoin, dan kertas.

Prosedur Praktikum

Tahapan Kegiatan

Langkah pertama yang lebih dahulu

dilakukan yakni menyiapkan alat dan bahan.

Menimbang 5 biji jagung dan 5 biji kacang tanah

(sebagai berat awal), kemudian mencatat hasil

sebagai kelompok II. Mengoven kedua biji tersebut

pada suhu 170 oC selama 24 jam, hal ini sebagai

kelompok I (sehari sebelum pelaksanaan

praktikum). Setelah itu, merendam kedua benih

dalam aquades 1 jam. Mengeringkan dan

melakukan penimbangan. Menentukan presentasi

peningkatan bobot benih, yang disebabkan oleh

tambahan air, terdapat perlakuan benih dan benih

hidup dengan mengetahui berat awal, bobot setelah

perendaman, % peningkatan.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Perlakuan yang diuji yakni dilakukan pada

benih kacang tanah (Arachis hypogeae) dan benih

(3)

setelah perendaman pada benih mati dan benih

hidup.

Parameter yang diamati adalah laju

imbibisi pada 2 tipe benih yaitu kacang tanah dan

jagung yang masing-masing perlakuan benih mati

dan benih hidup, yang dilihat dari bobot awal dan

bobot sesudah direndam, serta % peningkatan,

dimana untuk setiap perlakuan masing-masing

benih diulang hingga ulangan 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju imbibisi dua tipe benih yaitu benih

kacang tanah (Arachis hypogeae) dan benih jagung

(Zea mays) terhadap perbedaan respon setelah

perendaman pada benih mati dan benih hidup

dapat dilihat pada tabel (1) berikut :

Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Imbibisi Benih Jagung dan Benih Kacang Tanah (Benih Hidup dan Benih Mati)

Ulangan Perlakuan

Bobot Awal (g) Bobot Setelah Dioven (g) % Peningkatan

Jagung Kacang

Tanah Jagung

Kacang

Tanah Jagung

Kacang Tanah

U1 Benih Mati 2,58 3,285 3,253 3,673 14,1 11,8 Benih Hidup 2,87 3,837 3,110 4,246 8,3 12,6

U2 Benih Mati 3,11 3,285 3,46 3,673 35 11,8 Benih Hidup 3,38 3,10 3,58 3,522 47 42,2

U3 Benih Mati 3,13 3,285 3,60 3,673 15,61 11,8 Benih Hidup 3,557 2,96 3,67 3,322 3,18 12,2

U4 Benih Mati 3,051 3,285 3,192 3,673 4,4 11,8 Benih Hidup 2,89 3,825 3,124 4,513 2,09 18,04

U5 Benih Mati 2,798 3,285 2,920 4,422 4,5 0,97 Benih Hidup 4,021 3,809 3,253 4,617 9,9 21,2 Keterangan: U1 (Ulangan 1), U2 (Ulangan 2), U3 (Ulangan 3), U4 (Ulangan 4), U5 (Ulangan 5)

Berdasarkan hasil pengamatan dilakukan

perendaman 2 perlakuan yakni benih kacang tanah

dan benih jagung (masing-masing dalam keadaan

hidup dan mati). Dari hasil pengamatan pada Tabel

1 dapat diketahui bahwa terjadi penambahan berat

yang bervariasi pada kacang tanah dan jagung

yang mengalami proses imbibisi, yakni terlihat

pada % Peningkatan baik pada benih jagung

maupun benih kacang tanah. Hal ini ditandai

dengan adanya penambahan berat kacang tanah

dan jagung setelah dilakukan perlakuan.

Berdasarkan data hasil pengamatan

imbibisi benih jagung dan benih kacang tanah

(benih hidup dan benih mati) menunjukkan bahwa

proses imbibisi terjadi pada kedua benih baik pada

benih hidup maupun benih mati yakni pada U1

hingga U5. Hal ini dapat terjadi, diduga karena

baik pada kacang hidup maupun jagung yang

hidup sel-selnya masih aktif. Sesuai dengan

pendapat Shephard (1996), dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa pada sel kacang tanah dan sel

jagung yang hidup memiliki sel-sel yang aktif

dalam melakukan perembesan dan penyerapan

molekul-molekul air melewati dinding-dinding sel

yang mempunyai membran sel yang bersifat

(4)

dipengaruhi oleh komposisi kimia biji kacang,

permeabilitas biji, jumlah air yang tersedia (Afifah,

1990).

Ehara, (2001) menambahkan bahwa benih

kacang tanah dan jagung dalam keadaan mati

mengalami proses imbibisi karena terjadi

penambahan berat setelah perlakuan yang ditandai

adanya penyerapan air akibat keadaan morfologi

pada kacang mati nampak struktur kulit terlihat

mengkerut. Seharusnya pada benih mati tidak

terjadi proses imbibisi karena sel-sel dalam kacang

sudah mati dan bakal embrio cacat atau tidak dapat

melakukan proses penyerapan air. Lain halnya

dengan pendapat Ai dan Maria (2010)

menyebutkan bahwa pada biji yang kering atau biji

yang mati masih dapat melakukan imbibisi namun

tidak dapat memperlancar laju metabolisme pada

benih, sehingga biji hanya akan menggelembung.

Berdasarkan tabel 1. data hasil pengamatan

imbibisi benih jagung khususnya pada benih mati

perlakuan U1, U3 dan U4 terlihat bahwa memiliki

nilai % Peningkatan lebih besar dibandingkan

benih jagung (benih hidup). Untuk U1 benih

jagung mati > benih jagung hidup (14,1% > 8,3%),

U3 benih jagung mati > benih jagung hidup

(15,61% > 3,18%). Sedangkan U4 benih jagung

mati > benih jagung hidup (4,4% > 2,09%). Hal ini

dapat terjadi hal yang demikian menurut

Purnobasuki (2011) berpendapat bahwa pada benih

mati terjadi imbibisi karena terjadinya pengaktifan

enzim akibat adanya air. Dalam benih mati terjadi

aktivitas enzim yang meningkat atau berfungsi.

Hal ini disebabkan terjadinya perombakan atau

penguraian enzim akibat perendaman yang dapat

menyebabkan benih memiliki kemampuan untuk

hidup kembali.

Ai dan Maria (2010), menambahkan

bahwa pada biji yang mati masih dapat melakukan

imbibisi namun tidak dapat memperlancar laju metabolisme pada benih, sehingga biji hanya akan menggelembung.

Penggunaan benih mati dan benih hidup,

benih jagung dan benih kacang tanah pada saat

praktikum bertujuan untuk membedakan benih

murni dan benih tidak murni atau benih yang tidak

atau layak untuk digunakan, karena benih akan

menentukan kualitas dan hasil produksi pertanian.

Selain itu kita dapat membedakan mana benih

yang memiliki daya penyerapan air yang kuat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pada proses imbibisi terhadap benih hidup

dan benih mati yakni pada benih jagung (Zea

mays) dan benih kacang tanah (Arachis hypogeae)

dapat disimpulkan bahwa imbibisi terjadi pada

kedua benih baik pada benih hidup dan benih mati.

Seharusnya pada benih mati tidak terjadi proses

imbibisi karena sel-sel dan bakal embrio cacat atau

tidak dapat melakukan proses penyerapan air.

Benih mati terjadi imbibisi diduga karena

terjadinya pengaktifan enzim akibat adanya air.

Saran

Hasil pengukuran untuk bobot awal

maupun bobot setelah dioven sebaiknya dilakukan

dengan metode yang baik dan benar serta

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin R.L.A. Bruno, P.D. Fernandes, W.E.

Pereira, L.H.G.M. Lima, M.M.A. Lima,

And M.S. Vidal. 2000.

Germination Of Cotton Cultivar Seeds Under Water Stress Induced By Polyethyleneglycol-6000

. Crop Science. 68(2):131-138.

Ai, Song, Nio., Maria B., 2010. Peranan Air

Dalam Perkecambahan Biji.

Jurnal Ilmiah Sains

. Vol (10) No (2) Hal :

(190=195).

Afifah, Siti. 1990.

Pengaruh Kondisi Kulit Benih terhadap Viabilitas Benih pada berbagai varietas Kedelai.

Laporan

Karya Ilmiah IPB: FP Bogor.

Ehara, H., G. Morita., C. Komada., M. Goto.

2001.

Effect of Physical Treatment and Presnce of the Pericarp and Sarcostesta on seed germinations in Sago Palm

(

Meroxylom sagu

R.)

Seed

SCI,

Technol. 29:33-90.

Purnobasuki, Hery. 2011.

Pengaruh Cekaman Kekeringan Terhadap Pertumbuhan dan

Beberapa Karakter Morfo-fisiologis Tanaman Nilam

. Buletin Littro. Vol 21,

No. 1 : 8-17

Putra, Ahmad, S. 2011.

Evaluasi Varietas Kacang Hijau (Vigna radiata) Untuk Kecambah. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian

.

Universitas

Sumatera Utara.

Rioardi.

2009.

Perlindungan Tanaman Terpadu

. Yogyakarta: Kanisius.

Shephard, H. L., R.E.L. Naylor. 1996. Effect

of seed sorgum (

Sorghum bicolor

L.)

seed. Ann. Appl. Biological.

129:125-136.

Sudjadi, B. 2006.

Fisologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada

. University

Press. Yogyakarta.

Surya, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell.

2010.

Physiology of Crop Plants

(Terjemahan Susilo, H dan Subiyanto).

Universitas Indonesia Press Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Imbibisi Benih Jagung dan Benih Kacang Tanah (Benih Hidup dan Benih Mati) Bobot Awal (g) Bobot Setelah Dioven (g) % Peningkatan

Referensi

Dokumen terkait

cinerea pada benih cabai memberikan pengaruh nyata terhadap peubah bibit muncul di lapangan dan bibit terserang, namun memberikan pengaruh tidak nyata pada peubah

cinerea pada benih cabai memberikan pengaruh nyata terhadap peubah bibit muncul di lapangan dan bibit terserang, namun memberikan pengaruh tidak nyata pada peubah

Lapisan ini merupakan lapisan yang paling atas, terdiri dari beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan

Biosorbsi adalah proses penyerapan logam yang terjadi tidak tergantung pada metabolisme, terutama terjadi pada permukaan dinding sel dan permukaan eksternal lainnya

Pada penelitian ini akan membahas pengaruh pelapisan pada benih tanaman jagung dengan membran kitosan terhadap daya penyerapan air (water adsorption) dan proses

Sel tersebut memanjang dengan tidak teratur. Proses ini disebabkan karena pembelahan sel tidak dapat terjadi dengan sempurna akibat perlakuan dengan minyak atsiri temu kunci.

energi dalam proses pertumbuhan benih selanjutnya, telah dirombak sehingga terjadinya pengurangan cadangan makanan sebaliknya terjadi pembentukan asam lemak bebas

Merupakan cacat akustik yang disebabkan oleh perubahan kualitas bunyi musik yang tidak dikehendaki dan terjadi karena ketidak-seimbangan atau penyerapan bunyi yang