• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Di era globalisasi saat ini asuransi merupakan hal yang penting untuk meminimalisasi risiko yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang. Dengan adanya asuransi, banyak manfaat yang dapat diterima oleh masyarakat, yaitu sebagai ganti rugi, mengurangi kecemasan dan ketakutan, sumber dana untuk investasi, mencegah kerugian yang lebih besar, dan yang terakhir adalah meningkatkan kredibilitas. Adapun pengertian asuransi seperti yang tertera pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 menyebutkan bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua belah pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Di wilayah Republik Indonesia sudah terdapat banyak perusahaan asuransi yang berdiri, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Perusahaan asuransi merupakan lembaga yang menyediakan berbagai polis asuransi untuk melindungi seseorang atau nasabahnya dari berbagai macam risiko kerugian dengan cara membayar premi secara teratur, perusahaan asuransi bekerja dengan cara menyatukan risiko dari sejumlah pemegang polis asuransi. Bahkan di Indonesia

(2)

2 sudah ada perusahaan yang go public atau sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Perusahaan asuransi dapat dibagi kedalam beberapa golongan sebagai berikut: 1. Perusahaan Asuransi Kerugian

Merupakan perusahaan yang memberikan jasa dalampenanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.

2. Perusahaan Asuransi Jiwa

Merupakan perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang.

3. Perusahaan Reasuransi

Merupakan perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi jiwa.

Sebagai lembaga penanggung risiko, perusahaan asuransi juga rentan terhadap risiko. Risiko yang rawan terhadap perusahaan asuransi adalah risiko asuransi. Sesuai laporan asuransi Ernst and Young (EY) tahun 2013-2015 Exploring dual perspective on the top ten risks and opportunities in 2013 and beyond insurance report yaitu macroeconomic trends, regulation, Eurozone debt crisis, reputational risk, corporate governance failures, cyber-risk and data security, talent recruiting skills, impact of tax and accounting changes, operational risk, dan availability and cost of capital. Selain itu risiko yang juga dihadapi oleh perusahaan asuransi adalah risiko tata kelola yaitu risiko yang muncul karena adanya potensi kegagalan dalam pelaksanaan tata kelola yang baik (good governance), ketidaktepatan gaya manajemen, lingkungan pengendalian, dan perilaku dari setiap pihak yang terlibat langsung atau tidak langsung.

Dengan adanya risiko-risiko pada perusahaan asuransi dan reasuransi maka diperlukan adanya manajemen risiko untuk dapat menjalankan serangkaian prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari perusahaan asuransi dan reasuransi. Risiko

(3)

3 berpotensi menghambat bahkan juga menggagalkan pencapaian tujuan pada perusahaan. Sehingga dari pada itu risiko perlu dikelola dengan benar atau tepat.

Enterprise Risk Management (ERM) merupakan salah satu cara yang dapat diterapkan untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengelola risiko agar berada pada level yang dapat diterima. Dengan banyaknya risiko-risiko yang dapat terjadi maka sangat diperlukan manajemen risiko pada suatu perusahaan atau diperlukannya penerapan enterprise risk management. Untuk itu, peneliti memilih perusahaan asuransi sebegai objek penelitian karena perusahaan asuransi rawan dengan risiko walaupun perusahaan asuransi merupakan lembaga penanggung risiko dan untuk mengetahui bagaimana penerapan enterprise risk management pada perusahaan asuransi serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan enterprise risk management pada perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Terdapat daftar sub-sektor jasa non-keuangan yaitu perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2016, sebagai berikut:

Tabel 1.1 Daftar Perusahaan Asuransi di Bursa Efek Indonesia tahun 2016

No Kode Nama Perusahaan

1 ABDA Asuransi Bina Dana Arta, Tbk 2 AHAP Asuransi Harta Aman Pratama, Tbk 3 AMAG Asuransi Multi Artha Guna, Tbk 4 ASBI Asuransi Bintang, Tbk

5 ASDM Asuransi Dayin Mitra, Tbk 6 ASJT Asuransi Jaya Tania, Tbk 7 ASMI Asuransi Mitra Maparya, Tbk 8 ASRM Asuransi Ramayana, Tbk 9 LPGI Lippo General Insurance, Tbk 10 MREI Maskapai Reasuransi Indonesia, Tbk 11 PNIN Paninvest, Tbk d h Panin Insurance, Tbk 12 VINS Victoria Insurance, Tbk

(4)

4 Sumber: www.sahamok.com

1.2 Latar Belakang Penelitian

Semua kegiatan usaha pada dasarnya akan selalu diliputi dengan ketidakpastian yang dipenuhi dengan berbagai risiko yang saling berkaitan. Dari pada itu, penting untuk menerapkan sebuah konsep penanganan risiko secara menyeluruh dan terintegrasi satu sama lain. Konsep itu kita kenal dengan istilah Enterprise Risk Management. Manfaat dari penerapan enterprise risk management adalah meningkatkan kemampuan sebuah perusahaan untuk dapat menjelaskan risk appetite dengan strategi dan arah kebijakan perusahaan sehingga dapat meningkatkan kualitas keputusan yang diambil oleh manajemen perusahaan dalam merespon risiko. Enterprise risk management juga dapat mengidentifikasi dan mengelola risiko secara menyeluruh dan karenannya dapat mememinimalisir kejutan dan kerugian operasional.

Saat ini perkembangan industri di bidang asuransi semakin pesat. Tidak hanya perusahaan asuransi lokal, tetapi juga perusahaan asuransi dari luar negara Indonesia seperti Prudential dari Inggris, Manulife dari Kanada, AXA dari Prancis, Allianz dari Jerman dan yang lainnya. Perusahaan asuransi merupakan lembaga penjamin risiko atau lembaga yang menyediakan berbagai polis asuransi untuk melindungi seseorang atau nasabahnya dari berbagai macam risiko kerugian dengan cara membayar premi secara teratur, perusahaan asuransi bekerja dengan cara menyatukan risiko dari sejumlah pemegang polis asuransi. Perusahaan asuransi memiliki potensi risiko yang tinggi, dikarenakan perusahaan asuransi gagal dalam memenuhi kewajiban kepada tertanggung yang menggunakan jasa asuransi untuk memindahkan risiko yang mungkin akan terjadi.

Meskipun perusahaan asuransi merupakan lembaga penjamin risiko, tetap diperlukan pengelolaan dan pengendalian risiko sebagai salah satu cara untuk memitigasi risiko yang mungkin terjadi bagi keberlangsungan hidup perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang telah menyadari bahwa risiko yang mungkin terjadi mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberlangsungan hidupnya, mulai

(5)

5 menggunakan manajemen risiko sebagai langkah mitigasi atas risiko yang mungkin terjadi pada perusahaan.

Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 2008 berdampak terhadap kinerja dan pencapaian tujuan perusahaan asuransi baik di internasional maupun di Indonesia. American International Group (AIG) termasuk salah satu perusahaan asuransi terbesar yang berada di Amerika serikat. Pada tahun 2008 AIG mengalami masalah dalam menangani risiko perusahaan mereka. American International Group (AIG) mengalami keadaan hampir bangkrut dimana keadaan itu dapat terjadi dikarenakan lemahnya penegakan aturan dan ketiadaan pengawasan terhadap transaksi yang terjadi. Terdapat banyak transaksi polis asuransi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh AIG sehingga akhirnya mengalami kerugian yang sangat besar. Ini merupakan keadaan dimana AIG tidak dapat mengelola risiko asuransi yang dimana risiko asuransi merupakan risiko kegagalan perusahaan asuransi dalam memenuhi kewajiban terhadap pemenuhan kewajiban kepada tertanggung dan pemegang polis sebagai akibat dari ketidakcukupan proses seleksi risiko (underwriting), penetapan premi (pricing), penggunaan reasuransi dan penanganan klaim. Hal itu terjadi karena kesediaan AIG menjamin obligasi lewat produk bernama credit default swaps (CDS), dimana AIG memberikan jaminan kepada pembeli obligasi yang diterbitkan sejumlah perusahaan, termasuk perusahaan Lehman Brothers.

PT Asuransi Jiwa Bakrie (Bakrie Life) merupakan salah satu anak perusahaan dari perusahaan Bakrie yang bergerak di bidang asuransi jiwa. Kasus yang menimpa Bakrie Life pada Oktober 2008 dikarenakan Bakrie Life gagal dalam membayar dana nasabah. Bakrie Life yang gagal bayar produk asuransi berbasis investasi, Diamond Investa. Sebanyak 250 nasabah Diamond Investa tidak menerima uang pengembalian sejak produk asuransi berbaasis investasi dari anak usaha Bakrie Group ini menderita gagal investasi. Kejatuhan harga saham ketika itu menelan total dana nasabah senilai Rp 360 Milyar. Sejak tahun 2008, Bakrie Life telah diingatkan oleh Biro Perasuransian Bapepam-LK untuk mengurangi agresivitasnya dalam memasarkan produk tertentu dalam berinvestasi

(6)

6 di saham dan repurchase aggrement (repo) saham untuk dapat memenuhi janjinya kepada nasabah, yaitu memberikan imbal hasil yang tinggi. Kegagalan ini didukung dengan terjadinya krisis ekonomi pada tahun 2008 dan pihak manajemen Bakrie Life tidak dapat mengantisipasinya dengan baik (Kompas, 2009). Dari kasus Bakrie life dapat diketahui bahwa penerapan enterprise risk management sangat diperlukan untuk dapat mengelola risiko-risiko yang dapat mengganggu kelangsungan hidup perusahaan supaya tidak terjadi lagi kejadian yang serupa dengan kasus Bakrie Life.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), triwulan IV/2015, dari total pengaduan untuk industri keuangan non bank sebanyak 25 pengaduan pada 3 bulan terakhir tahun 2015, 80% diantaranya atau sekitar 20 pengaduan terkait dengan asuransi. Dan berdasarkan data dari Badan Mediasi dan Arbitrasi Asuransi Indonesia (BMAI) tercatat jumlah rekapitulasi sengketa sepanjang tahun 2015 sebanyak 30 kasus asuransi umum dan tidak jauh beda dengan tahun 2014 sebanyak 31 kasus asuransi umum (Bisnis Indonesia, 2016). Hal ini dikarenakan terjadinya miskomunikasi antara nasabah dan agen yang tidak di perhatikan pihak asuransi hanya dikarenakan untuk mencapai target nasabah asuransi, dan ini merupakan risiko strategi yang dihadapi perusahaan asuransi.

Risiko dapat terjadi pada berbagai sektor industri. Tak terkecuali sektor jasa keuangan non perbankan seperti perusahaan asuransi. Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/ POJK.05/ 2015 Perusahaan asuransi memiliki berbagai risiko. Berikut risiko-risiko yang dapat terjadi pada perusahaan asuransi.

1. Risiko strategi

Merupakan risiko yang muncul akibat kegagalan penetapan strategi yang tepat dalam rangka pencapaian sasaran dan target utama lembaga jasa keuangan non bank (LJKNB)

(7)

7 Merupakan risiko yang muncul sebagai akibat ketidaklayakan atau kegagalan proses internal, manusia, sistem teknologi informasi dan/ atau adanya kejadian yang berasal dari luar lingkungan lembaga jasa keuangan non bank (LJKNB).

3. Risiko tata kelola

Merupakan risiko yang muncul karena adanya potensi kegagalan dalam pelaksanaan tata kelola yang baik (good governance) LJKNB, ketidaktepatan gaya manajemen, lingkungan pengendalian, dan perilaku dari setiap pihak yang terlibat langsung atau tidak langsung dengan LJKNB.

4. Risiko asuransi

Merupakan risiko kegagalan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi untuk memenuhi kewajiban kepada tertanggung dan pemegan polis sebagai akibat dari ketidakcukupan proses seleksi risiko (underwriting), penetapan premi (pricing), penggunaan reasuransi, dan/ atau penanganan klaim.

5. Risiko dukungan dana

Merupakan risiko yang muncul akibat ketidakcukupan dana atau modal yang ada pada LJKNB, termasuk kurangnya akses tambahan dana atau modal dalam menghadapi kerugian atau kebutuhan dana atau modal yang tidak terduga.

6. Risiko aset dan liabilitas

Merupakan risiko yang muncul akibat kegagalan pengelolaan aset dan liabilitas LJKNB.

7. Risiko kepengurusan

Merupakan risiko yang muncul sebagai akibat kegagalan LJKNB dalam memelihara komposisi terbaik pengurusnya, yaitu direksi dan dewan komisaris, atau yang setara, yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi.

(8)

8 Risiko yang dimiliki oleh perusahaan harus dapat dikelola dengan baik, supaya kewajiban kepada pihak pemegang polis asuransi atau pihak tertanggung dapat dipenuhi.

Manajemen risiko perusahaan atau enterprise risk management (ERM) merupakan proses yang digunakan untuk meminimalisir risiko yang mungkin terjadi atau dialami perusahaan. Pentingnya penerapan enterprise risk management pada perusahaan ditunjang dengan kemempuan untuk mempelajari dan memahami penyebab terjadinya dan bagaimana mencegah risiko tersebut.

Dengan banyaknya peristiwa-peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu seperti krisis keuangan 2008 yang berdampak pada AIG perusahaan Asuransi terbesar di AS, dan Bakrie Life yang merupakan perusahaan asuransi di Indonesia dikarenakan dengan penilaian risiko yang kurang tepat dan penerapan manajemen risiko terintegrasi (enterprise risk management) yang belum baik pada perusahaan maka dari pada itu diperlukan pengelolaan terhadap manajemen risiko yang terstruktur yang berperan penting dalam mencegah dan mendeteksi kesalahan penilaian risiko dan mendeteksi kecurangan serta melindungi sumber daya organisasi.

Enterprise Risk Management (ERM) Menurut COSO-Enterprise Risk

Management Understanding the New Integrated ERM Framework (2004:50) “Enterprise risk management is a process, effected by an entity’s board of director, management and other personnel, applied in a strategy setting and across the enterprise, designed to identify potential events that may effect the entity, and manage risk to be within its risk appetite, to provide reasonable assurance regarding the achievementof entity objectives. " Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen risiko pada perusahaan (enterprise risk management). Telah dilakukan beberapa penelitian untuk mengetahui pengeruh faktor-faktor tersebut terhadap penerapan enterprise risk management (ERM), di Malaysia penelitian ini dilakukan oleh Saudah Ahmad (2014), Sarah dan Siti (2014), Ishaya John Dabari (2014), dari Indonesia ada Fuji Juwita Sari (2013), La Ode Muhammad Ardiansyah (2014),

(9)

9 Nila, Ria, dan Edfan (2015), Riswan Miftakhurahman (2015), dengan variabel bebas yang digunakan adalah komposisi dewan komisaris independen, ukuran perusahaan, ukuran komite audit, good corporate governance, karakteristik dewan komisaris, karakteristik perusahaan, risk management committee (RMC), struktur kepemilikan publik, frekuensi rapat komite manajemen risiko, dan reputasi auditor. Pada penelitian terdahulu terdapat banyak variabel bebas yang mempengaruhi penerapan enterprise risk management (ERM), namun pada penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah komposisi dewan komisaris independen, risk management committee (RMC), dan ukuran perusahaan dikarenakan adanya inkonsistensi pada penelitian-penelitian terdahulu.

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/ POJK.05/ 2014 tentang Tata kelola yang baik bagi perusahaan pereasuransian menyatakan bahwa Komisaris Independen adalah Dewan Komisaris yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham, anggota Direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan/ atau anggota dewan pengawas syariah, yaitu tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan pemegang saham, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris lainnya dan/ atau anggota dewan pengawas syariah atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. Dalam sebuah perusahaan asuransi dan reasuransi wajib memiliki anggota dewan paling sedikit 3 (tiga) orang, dan paling sedikit separuh dari jumlah anggota dewan komisaris perusahaan asuransi merupakan komisaris independen.

Faktor yang pertama yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah komposisi dewan komisaris independen dikarenakan terjadinya inkonsisten pada penelitian terdahulu. Penelitian tentang dewan komisaris independen yang dilakukan oleh Beasley (2005) menunjukkan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh terhadap implementasi enterprise risk management, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2013) dan Maulani (2015) menunjukkan bahwa dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap enterprise risk management.

(10)

10 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/ POJK.05/ 2014 Bab IV pasal 27 tentang Tata kelola yang baik bagi perusahaan pereasuransian menyatakan bahwa dalam rangka mendukung efektifitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, dewan komisaris perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi wajib membentuk Komite pemantau risiko. Komite pemantau risiko bertugas membantu dewan komisaris dalam memantau pelaksanaan manajemen risiko yang disusun oleh direksi serta menilai toleransi risiko yang dapat diambil oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi. Penelitian tentang risk

management committe (RMC) yang dilakukan oleh Miftakurahman (2015)

menunjukkan bahwa risk management committe (RMC) berpengaruh terhadap enterprise risk management (ERM). Ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardiansyah (2014) bahwa risk management committee tidak berpengaruh terhadap penerapan enterprise risk management. Maka dari pada itu penulis memiliki dorongan untuk meneliti apakah risk management committee juga berpengaruh pada penerapan enterprise risk management pada perusahaan sektor asuransi yang pada tahun 2014 baru disahkan peraturan supaya perusahaan membentuk komite pemantau risiko.

Faktor yang ketiga yaitu ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan dalam Ratnawati (2012) merupakan suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil suatu perusahaan. Besar (ukuran) perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar. Ukuran perusahaan dalam Ardiansyah (2014) menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko. perusahaan besar akan lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan kecil. Pada penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Ardiansyah (2014) pada perusahaan manufaktur menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap pengungkapan enterprise risk management. Hasil penelitian yang sama pada perusahaan manufaktur yang dilakukan oleh Sari (2013) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh pada implementasi enterprise risk management. Ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Golshan dan Rasid (2012) yang melakukan penelitian

(11)

11 implementasi enterprise risk management di Malaysia, menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh positif terhadap implementasi enterprise risk management. Peneliti menggunakan faktor ukuran perusahaan dikarenakan peneliti memiliki dorongan untuk membuktikan apakah faktor ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerapan enterprise risk management juga berlaku pada perusahaan sektor asuransi.

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti paparkan diatas dan dengan adanya inkonsistensi yang dihasilkan dari penelitian-penelitian sebelumnya dan dorongan untuk mengetahui , peneliti mengambil judul “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Enterprise Risk Management (Studi Empiris pada Perusahaan Sektor Asuransi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015)”.

1.3 Perumusan Masalah

Enterprise risk management (ERM) dalam penanganan risiko perusahaan telah mampu memberikan solusi terbaik dalam pengendalian dan mitigasi risiko perusahaan untuk menghindari risiko-risiko yang mungkin terjadi. Penerapan manajemen risiko di Indonesia telah ada sejak 2004. Namun saat ini penerapan manajemen risiko di Indonesia terbilang masih rendah dibanding dengan negara lain terutama di bidang industri non perbankan.

Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan perusahaan dalam penerapan enterprise risk management (ERM) pada perusahaan di Indonesia belum dipahami secara baik dan kurangnya kesadaran oleh perusahaan-perusahaan untuk menerapkan manajemen risiko. Kurangnya kesadaran perusahaan dikarenakan dari pihak manajemen perusahaan sendiri lebih mementingkan keuntungan pribadi sehingga mengesampingkan kepentingan perusahaan dalam mengatasi risiko yang mungkin dapat terjadi di perusahaan.

(12)

12 1.4 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian dan perumusan masalah yang telah dijabarkan tersebut, maka peneliti merumuskan pertanyaan dalam penelitian ini, meliputi:

1. Bagaimana komposisi dewan komisaris independen, risk management committe (RMC), dan ukuran perusahaan pada industri sektor asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Idonesia tahun 2011-2015?

2. Apakah terdapat pengaruh secara simultan komposisi dewan komisaris independen, risk management committe (RMC), dan ukuran perusahaan terhadap penerapan enterprise risk management (ERM) pada industri sektor asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Idonesia tahun 2011-2015? 3. Apakah terdapat pengaruh secara parsial:

a. Komposisi dewan komisaris independen terhadap penerapan enterprise risk management (ERM) pada industri sektor asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2015?

b. Risk management committe (RMC) terhadap penerapan enterprise risk

management (ERM) pada industri sektor asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2015?

c. Ukuran perusahaan terhadap penerapan enterprise risk management (ERM) pada industri sektor asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2015?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui komposisi dewan komisaris independen, risk management committe (RMC), dan ukuran perusahaan pada industri sektor asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Idonesia tahun 2011-2015?

2. Untuk mengetahui Apakah terdapat pengaruh secara simultan komposisi dewan komisaris independen, risk management committe (RMC), dan ukuran perusahaan terhadap penerapan enterprise risk management (ERM)

(13)

13 pada industri sektor asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Idonesia tahun 2011-2015?

3. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh secara parsial:

a. Komposisi dewan komisaris independen terhadap penerapan enterprise risk management (ERM) pada industri sektor asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2015?

b. Risk management committe (RMC) terhadap penerapan enterprise risk

management (ERM) pada industri sektor asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2015?

c. Ukuran perusahaan terhadap penerapan enterprise risk management (ERM) pada industri sektor asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2015?

1.6 Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Manfaat ini dikelompokkan kedalam dua aspek yaitu:

1.6.1 Aspek Teoritis

Kegunaan teoritis berhubungan dengan pengembangan ilmu pengetahuan oleh karena itu manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini, antara lain:

1. Penelitian ini sangat diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan literature akuntansi yang berkaitan dengan komposisi dewan komisaris independen, risk management committe (RMC), ukuran perusahaan, dan enterprise risk management (ERM).

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk acuan dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan komposisi dewan komisaris independen, risk management committe (RMC), ukuran perusahaan, dan enterprise risk management (ERM).

1.6.2 Aspek Praktis

Kegunaan praktis berhubungan dengan praktik didalam penerapan suatu teori oleh karena itu manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini, antara lain:

(14)

14 1. Bagi perusahaan sektor industri asuransi, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan mengenai pentingnya pengaruh komposisi dewan komisaris independen, risk management committe (RMC), dan ukuran perusahaan dalam penerapan enterprise risk management (ERM) untuk membantu perusahaan dalam mengelola dan memitigasi risiko yang mungkin dapat terjadi.

2. Bagi pemegang polis asuransi, diharapkan penelitian ini dapat memberikan wawasan mengenai kemungkinan risiko perusahaan dan bagaimana pengelolaan risiko tersebut, sehingga pemegang polis asuransi dapat menggunakan asuransi tanpa perlu khawatir akan kemungkinan risiko yang terjadi.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

1.7.1 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan tiga variabel independen dan satu variabel dependen. Variabel dependen pada penelitian ini adalah penerapan enterprise risk management (ERM). Dengan variabel independen yang mempengaruhi adalah komposisi dewan komisaris independen, risk management committe (RMC), dan ukuran perusahaan. Penelitian ini akan pengaruh baik secara simultan maupun parsial yang kemungkinan akan mempengaruhi penerapan enterprise risk management (ERM)

1.7.2 Lokasi dan Objek Penelitian

Lokasi yang dipilih adalah Bursa Efek Indonesia dan objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan pada sektor industri asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011-2015. Data yang digunakan adalah laporan tahunan yang diterbitkan dalam website resmi Bursa Efek Indonesia.

1.7.3 Waktu dan Periode Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan September 2016 sampai bulan Januari 2017. Periode penelitian ini menggunakan data laporan tahunan dan laporan keuangan dari tahun 2011-2015.

(15)

15 1.8 Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Untuk dapat memperoleh mengenai gambaran mengenai skripsi ini, maka skripsi ini dibagi menjadi lima bab yang terdiri dari sub-bab. Dengan rincian atau sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum penelitian, latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai rangkuman teori, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian dan ruang lingkup penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai karakteristik penelitian, alat pengumpulan data, tahapan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data dan sumber data, validitas dan realibilitas, teknik analisis data dan pengujian hipotesis.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan deskriptif mengenai karakteristik responden, hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran yang akan diberikan sesuai dengan hasil akhir penelitian.

(16)

16 [Halaman ini sengaja dikosongkan]

Gambar

Tabel 1.1 Daftar Perusahaan Asuransi di Bursa Efek Indonesia tahun 2016

Referensi

Dokumen terkait

Nilai raw accelerometer yang dihasilkan dimana pada dasarnya memiliki (noise) difilter dengan menggunakan low-pass filter dan nilai raw gyroscope yang dihasilkan memiliki

Pelayanan publik adalah urusan baru pada Pemerintah Kota Ambon yang dibentuk berdasarkan Perda Kota Ambon No.10 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga

dibantu perencana Comprehensive Planning Perencana dibantu aspirasi masyarakat Strategic Planning Stakeholders di- bantu perencana Participatory Planning Masyarakat

Persetujuan tertulis dibuat dalm bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir persetujuan tindakan kedokteran sebelum ditandatangani atau dibubuhkan cap ibu

Cooper, (1982:38) latihan aerobik adalah kerja tubuh yang memerlukan oksigen untuk kelangsungan proses metabolisme energi selama latihan. Sehingga latihan aerobik

Dalam melakukan perilaku menggosok gigi adalah dengan memecah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam sebuah task analysis. Berikut ini merupakan task analysis

Terdapat implementasi pengelolaan fauna tetapi tidak mencakup kegiatan pengelolaan secara keseluruhan sesuai dengan ketentuan terhadap jenis-jenis yang

(2) Menjelaskan penerapan model kooperatif tipe Contextual Teaching and Learning Pada Tema 4 Berbagai Pekerjaan Muatan IPS dan Bahasa Indonesia untuk Meningkatkan Hasil Belajar