• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan 25/09/2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pendekatan 25/09/2020"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

70 BAB III

Berbagai Pendekatan Dalam Ilmu Politik.

Pengantar. ……… 32.

Pendekatan ……… 33.

Pendekatan Legal Institusional. ……… 33.

Pendekatan perilaku. ……….. 34.

Kritik ……….. 37.

Pendekatan Neo Marxis ……….. 39.

Teori Ketergantungan (Dependency Theory) ………. 41.

Pendekatan pilihan rasioal ……… 42.

Pendekatan institusioonal Baru ……… 43.

Kesimpulan ……….. 45.

• Pendekatan

• Ilmu Politik mengalami perkembangan yang pesat dengan munculnya berbagai pendekatan(approaches). Pendekatan Legal (yudiris) dan Institusional telah disusul dengan PendekatanPerilaku, Pasca-Perilaku, dan Pendekatan Neo-Marxis. Selanjutnya, muncul dan berkembang pendekatan-pendekatan lainnya seperti Pilihan Rasional (Rational Choice),Teori Ketergantungan (Dependency Theory), dan Institusionalisme Baru (New Institutionalism).

• Berkat interaksi dengan konsep serta metode tertentu dari ilmu-ilmu lainnya, seperti sosiologi, antropologi, hukum, dan ekonomi, maka ilmu politik telah berkembang menjadi ilmu yang lebih komprehensif karena melibatkan banyak aspek yang tadinya tidak dihiraukan. Ilmu politik saat ini lebih dinamis dan lebih mendekati realitas

(2)

1. Pendekatan Legal/Institusional,

• Pendekatan tradisional, mulai berkembang abad 19 pada masa sebelum Perang Dunia II. Dalam pendekatan ini negara menjadi fokus pokok, terutama segi konstitusional dan yuridisnya. Bahasan tradisional

menyangkut antara lain sifat dari undang-undang dasar, masalah kedaulatan, kedudukan dan kekuasaan formal serta yuridis dari lembaga-lembaga

kenegaraan seperti parlemen, badaneksekutif, dan badan yudikatif. Dengan demikian pendekatan tradisional ini mencakup baik unsur legal maupun unsur institusional.

• Seandainya kita ingin mempelajari parlemen dengan pendekatan ini maka yang dibahas adalah kekuasaan serta wewenang yang dimilikinya seperti tertuang dalam naskah-naskah resmi (undang-undang dasar, undangundang atau peraturan tata tertib); hubungan formal dengan badan eksekutif;

struktur organisasi (pembagian dalam komisi, jenjang-jenjang pembicaraan) atau hasil kerjanya (berapa undang-undang telah dihasilkan).

72

• Para peneliti tradisional tidak mengkaji apakah lembaga itu memang terbentuk dan berfungsi seperti yang seharusnya, yang dirumuskan dalam naskah-naskah resmi, tidak bertanya mengapa ada perbedaan antara struktur formal dan gejala-gejala yang dapat diamati dalam praktik.

• Pada saat bersamaan, pendekatan tradisional tidak menghiraukan

organisasi-organisasi informal, seperti kelompok kepentingan dan kelompok lainnya, dan juga media komunikasi. Bahasan ini lebih bersifat statis dan deskriptif daripada analitis, dan banyak memakai ulasan sejarah. Lagi pula dalam proses pembahasan, ”fakta” (sesuatu yang dapat dibuktikan melalui pengalaman atau pengamatan) kurang dibedakan dengan norma (ideal atau standar yang harus menjadi

(3)

Pendekatan ini tidak menganggap lembaga-lembaga formal sebagai titik sentral atau sebagai aktor yang independen, tetapi hanya sebagai

kerangka bagi kegiatan manusia. Jika penganut Pendekatan Perilaku mempelajari parlemen, maka yang dibahas antara lain perilaku anggota parlemen seperti pola pemberian suaranya (voting behavior) terhadap rancangan undangundang tertentu. Yang terjadi, pendekatan tradisional lebih sering bersifat normatif (yaitu sesuai dengan ideal atau standar tertentu) dengan mengasumsikan norma-norma demokrasi Barat. Menurut penglihatan ini, negara ditafsirkan sebagai suatu badan dari norma-norma konstitusional yang formal (a body of formal

constitutional norms).

74

2. Pendekatan Perilaku.

• Pendekatan ini timbul dan mulai berkembang di Amerika pada tahun 1950-an seusai Perang Dunia II. Adapun sebab-sebab kemunculannya adalah sebagai berikut. Pertama, sifat deskriptif dari ilmu politik dianggap tidak memuaskan, karena tidak realistis dan sangat berbeda dengan kenyataan sehari-hari. Kedua, ada kekhawatiran bahwa, jika ilmu politik tidak maju dengan pesat, ia akan ketinggalan dibanding dengan ilmu-ilmu lainnya, seperti sosiologi dengan tokohnya Max

Weber (18 4-1920) dan Talcott Parsons (1902-1979), antropologi,

dan psikologi. Ketiga, di kalangan pemerintah Amerika telah muncul keraguan mengenai kemampuan para sarjana ilmu politik untuk menerangkan fenomena politik.

(4)

Pendekatan Perilaku.

• Pemikiran pokok dari Pendekatan Perilaku ialah bahwa tidak ada gunanya membahas lembaga-lembaga formal, karena tidak banyak memberi informasi mengenai proses politik yang sebenarnya. Sebaliknya, lebih bermanfaat untuk

mempelajari perilaku (behavior) manusia karena merupakan gejala yang benar-benar dapat diamati. Pembahasan mengenai perilaku bisa saja terbatas pada perilaku perorangan saja, tetapi dapat juga mencakup kesatuan-kesatuan yang lebih besar seperti organisasi kemasyarakatan, kelompok elite, gerakan nasional, atau suatu masyarakat politik (polity).

• Pendekatan ini, tidak hanya meneliti perilaku dan kegiatan manusia, melainkan juga orientasinya terhadap kegiatan tertentu seperti sikap, motivasi, persepsi, evaluasi, tuntutan, harapan, dan sebagainya. Berdasarkan anggapan bahwa perilaku politik hanya salah satu darikeseluruhan perilaku, maka pendekatan ini cenderung untuk bersifat interdisipliner. Ia tidak saja mempelajari faktor pribadi, tetapi juga faktor-faktor lainnya seperti budaya, sosiologis, dan psikologis.

76

• Di samping itu, pendekatan perilaku menampilkan suatu ciri khas yang revolusioner yaitu suatu orientasi kuat untuk lebih mengilmiahkan ilmu politik. Orientasi ini mencakup beberapa konsep pokok, yang oleh David Easton dan Albert Somit, diuraikan sebagai berikut: 1. Perilaku politik menampilkan keteraturan (regularities) yang perlu

dirumuskan sebagaigeneralisasi-generalisasi yang kemudian dibuktikan atau diverivikasi kebenarannya. Proses verivikasi ini dilakukan melalui pengumpulan dan analisis data yang dapat diukur atau dikuantiikasikan antara lain melalui statistik dan matematika. 2. Harus ada usaha membedakan secara jelas antara norma (ideal atau

standar sebagai pedoman untuk perilaku) dan fakta (sesuatu yang dapat dibuktikan berdasarkan pengamatan dan pengalaman).

(5)

3. Analisis politik tidak boleh dipengaruhi olehnilai-nilai pribadi si peneliti; setiap analisis harus bebas-nilai (valuefree), sebab benar/tidaknya nilai nilai seperti misalnya demokrasi, persamaan, kebebasan, tidak dapat diukur secara ilmiah. Penelitian harus sistematis dan menuju pembentukan teori (theory building).

4. Ilmu politik harus bersifat murni (pure science); kajian terapan untuk mencari penyelesaian masalah (problem solving) dan menyusun rencana

5. Ilmu politik harus bersifat murni (pure science); kajian terapan untuk mencari penyelesaian masalah (problem solving) dan menyusun rencana perbaikan perlu dihindarkan. Akan tetapi ilmu politik harus terbuka bagi dan terintegrasi dengan ilmu ilmu lainnya.

78

• Salah satu ciri khas Pendekatan Perilaku ini ialah pandangan bahwa

masyarakat dapat dilihat sebagai suatu sistem sosial, dan negara

sebagai suatu sistem politik yang menjadi subsistem dari sistem sosial.

• Dalam suatu sistem, bagian-bagiannya salingberinteraksi, saling

bergantungan, dan semua bagian bekerja sama untuk menunjang

terselenggaranya sistem itu. Sistem mengalami stress dari lingkungan, tetapi berusaha mengatasinya dengan memelihara keseimbangan. Dengan demikian sistem dapat bertahan (persist)

(6)

80

• Salah satu pelopor Pendekatan Perilaku ini ialah Gabriel Abraham

Almond, David Easton, Karl Deutsch, Robert Dahl, dan David

Apter. Mereka melihat bahhwa semua sistem mempunyai struktur

(institusi atau lembaga), dan unsur-unsur dari struktur ini menjalankan fungsi. Fungsi ini bergantung pada sistem dan fungsi-fungsi lain nya. Konsep ini sering disebut pandangan structural functional.

Almond mengubah istilahnya menjadi tiga fungsi, yaknifungsi

kapasitas (capacity function), fungsi konversi dan fungsi

pemeliharaan (conversion and main tenance function), dan fungsi adaptasi (adaptation function). Sementara itu, komunikasi dianggap sebagai cara untuk fungsi-fungsi itu berjalan. Selain itu ada tiga fungsi output, yaitu membuat peraturan (rulemaking), mengaplikasikan

peraturan (rule application), dan memutuskan (secara hukum peraturan (rule adjudication).

(7)

82

3. Kritik kepada Pendekatan Perilaku.

• Pendekatan Perilaku tidak luput dari kritik, dari kalangan tradisionalis, kemudian dari kalangan penganut Pendekatan Perilaku sendiri, dan juga dari para Neo-Marxis.

• Kalangan tradisionalis yang tadinya menjadi sasaran utama dari

kecaman kaum perilaku (behavioralis) kelihatannya tidak tinggal diam dan mempertahankan diri dengan sengit. Para sarjana tradisionalis seperti Eric Voegelin, Leo Strauss, dan John Hallowell menyerang dengan argumentasi bahwa pendekatan itu terlalu steril karena menolak masuknya nilai-nilai (value-free) dan norma norma dalam penelitian politik. Menurut kalangan tradisionalis, mereka yang berada di balik Pendekatan Perilaku tidak mengusahakan mencari jawaban atas pertanyaan yang mengandung nilai, seperti apakah sistem politik demokrasi yang baik, atau bagaimana membangun masyarakat yang adil, dan sebagainya.

(8)

• Kritik bahwa Pendekatan Perilaku tidak mempunyai relevansi dengan realitas politik dan terlalu banyak memusatkan perhatian pada hal tidak penting. Seperti perilaku pemilih, sikap politik, dan pendapat umum.

• Pendekatan ini tidak peduli atau buta terhadap masalah-masalah sosial

yang gawat seperti konflik dan pertentangan-pertentangan pada saat itu yang mengguncangkan masyarakat. Sindiran para sarjana perilaku atau behavioralis ini bermain biola pada saat Roma dibakar. Dengan demikian mereka telah mengorbankan relevansi untuk tercapainya kecermatan yang steril.

84

Para structural-functionalists berpendapat bahwa, sekalipun

berbagai sistem politik berbeda satu sama lain dalam cara mengatur

institusi, tetapi ada fungsi-fungsi tertentu yang diselenggarakan

dalam setiap sistem politik.

• Hal ini memudahkan para peneliti untuk juga mempelajari kegiatan dan kehidupan politik di negara-negara berkembang yang masing-masing berbeda sejarah perkembangan, latar belakang kebudayaan,

dan ideologinya.

• Pengamatan dilakukan terhadap bermacam-macam struktur yang menjalankan fungsi-fungsi yang sama, sekalipun nama struktur itu mungkin berbeda. Kecenderungan ini telah mempertajam penelitian mengenai politik di negara-negara baru dan dengan demikian telah memajukan bidang studi Perbandingan Politik (Comparative Politics).

(9)

David Easton, pelopor Pendekatan Perilaku yang kemudian mendukung Pendekatan Pasca-Perilaku, merumuskan pokok-pokoknya dalam suatu

Credo of Relevance sebagai berikut :

1. Dalam usaha mengadakan penelitian empiris dan kuantitatif, ilmu politik menjadi terlaluabstrak dan tidak relevan dengan masalah sosial yang dihadapi. Padahal menangani masalah sosial lebih mendesak ketimbang mengejar kecermatan dalam penelitian.

2. Pendekatan Perilaku secara terselubung bersifat konservatif, sebab terlalu menekankankeseimbangan dan stabilitas dalam suatu sistem dan kurang memerhatikan gejala perubahan (change) yang terjadi dalam masyarakat. 3. Dalam penelitian, nilai-nilai tidak boleh dihilangkan; ilmu tidak boleh

bebas nilai (valuefree) dalam evaluasinya, peneliti mengemban tugas untuk melibatkan diri dalam usaha mengatasi masalah-masalah sosial dan

mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan.

86

• 4. Mereka harus merasa committed untuk aktif mengubah masyarakat agar menjadi lebih baik. Sarjana harus berorientasi pada tindakan (action-oriented).

• Perbedaannya ialah bahwa para tradisionalis ingin mempertahankan hal-hal yang lama, sedangkan kalangan pasca-perilaku melihat ke masa depan (future-oriented). Selain dari itu, para penganut

Pendekatan Pasca-Perilaku juga dipengaruhi oleh pemikiran tokoh-tokoh Marxis, seperti Herbert Marcuse (1898-1979) dan Jean-Paul

Sartre (1905-1980). Mereka sendiri tetap berorientasi non-Marxis,

sekalipun di antara mereka ada beberapa sarjana yang kemudian dikenal karena mengembangkan suatu orientasi sosialis di kalangan non-Marxis.

(10)

4. Pendekatan Neo Marxis.

• Sementara para penganut Pendekatan Perilaku sibuk menangkis serangan dari para sarjana Pasca-Perilaku, muncullah kritik dari kubu lain, yaitu dari kalangan Marxis. Para Marxis ini, yang sering

dinamakan Neo-Marxis untuk membedakan mereka dari orang

Marxis klasik yang lebih dekat dengan komunisme, bukan

merupakan kelompok yang ketat organisasinya atau mempunyai pokok pemikiran yang sama.

• Lebih tepat mereka digambarkan sebagai kelompok-kelompok kecil yang mendapat inspirasi dari tulisan-tulisan Marx, terutama yang dikarang dalam masa mudanya. Cikal bakal orientasi ini adalah tulisan-tulisan sarjana Hongaria, George Lukacs (1885-1971), terutama dalam karyanya yang berjudulHistory and Class Consciousness

88

• Kebanyakan kalangan Neo-Marxis adalah cendekiawan yang berasal dari kalangan ”borjuis” dan enggan menggabungkan diri dalam organisasi besar seperti partai politik atau terjun aktif dalam kegiatan politik praktis. Hanya ada satu atau dua kelompok yang militan, antara lain golongan Kiri Baru (New Left).

• Para Neo-Marxis ini, menolak komunisme dari Uni Soviet karena sifatnya yang represif, tapi di pihak lain mereka juga tidak setuju dengan banyak aspek dari masyarakat kapitalis di mana mereka berada. Juga mereka kecewa dengan kalangan sosial-demokrat. Meskipun kalangan sosial-demokrat berhasil melaksanakan konsep Negara Kesejahteraan (Welfare State) di negara di Eropa Barat dan Utara dan meningkatkan keadilan socialuntuk warganya, tetapi mereka dianggap gagal menghapuskan kesenjangan sosial. Lagi pula mereka juga gagal mempertahankan nilai-nilai demokrasi.

(11)

Karena pentingnya peran kalangan Neo-Marxis ini, ada baiknya kita

menelusuri asal usul mereka. Pada awal dasawarsa 1900-an, di Eropa Barat telah timbul perhatian baru terhadap tulisan Marx. Mengapa justru pada waktu itu? Sebelumnya, suasana di dunia Barat tidak menguntungkan bagi usaha mengkaji tulisan-tulisan Marx. Selama tiga puluh tahun berkuasanya Stalin (1924-1953), tafsiran Lenin mengenai pemikiran Marx oleh Stalin dibakukan dan dinamakan Marxisme-Leninisme atau Komunisme. Doktrin ini menjadi dominan, karena berhasil mendirikan suatu tatanan sosial dan ekonomi baru di Uni Soviet. Mereka juga tidak mengalami—dan karena itu tidak dapat menanggapi—timbulnya fasisme dan teror yang diselenggarakan oleh Stalin atas nama Komunisme. Selain dari itu karya Marx dan Engels sering ditulis dalam keadaan terdesak waktu sehingga tidak tersusun secara sistematis, sering bersifat fragmentaris dan terpisah-pisah. Dengan demikian banyak masalah yang oleh golongan Neo-Marxis dianggap masalah pokok, hanya disinggung sepintas lalu atau tidak disinggung sama sekali.

90

• Bangkitnya kembali perhatian pada tulisan-tulisan Marx ini berbarengan dengan beberapa kejadian di berbagai belahan dunia. Pertama, perubahan yang mendasar di dunia komunis internasional sesudah Stalin meninggal pada tahun 1953. Dalam Kongres Partai Komunis Uni Soviet ke-20 tahun 1950 , untuk pertama kali dilontarkan kritik terhadap Stalin oleh Nikita Khrushchev (1894-1971). Kejadian ini berlanjut dengan dilancarkannya proses destalinisasi di Uni Soviet serta negara-negara Eropa Timur lainnya, yang berakibat timbulnya pergolakan di seluruh kubu komunis.

Kedua, munculnya China (Republik Rakyat China) sebagai penantang terhadap

dominasi Uni Soviet dalam dunia komunis. Mao Zedong (1893- 1975) menolak mentah-mentah gerakan destalinisasi yang sedang giat diselenggarakan oleh kelompok

Khrushchev. Keretakan ini, yang terjadi pada awal tahun 1950-an, mendorong Mao Zedong untuk lebih mengembangkan ciri-ciri khas China dalam ideologi Komunisme dan menjauhkan diri dari apa yang olehnya disebut Neo-Revisionisme Khrushchev. • Ketiga, terjadinya proses dekolonisasi di belahan-belahan dunia yang selama ini dijajah.

Negara-negara merdeka yang muncul selanjutnya dikenal dengan sebutan Dunia Ketiga. Keempat, muncul berbagai gerakan sosial, seperti gerakan perempuan, gerakan

lingkungan, gerakan mahasiswa, dan gerakan antirasialisme.

(12)

• Pemikiran Marx yang menarik. Pertama, ramalannya tentang runtuhnya kapitalisme yang tidak terelakkan. Kedua, etika humanis yang meyakini bahwa manusia pada hakikatnya baik, dan dalam keadaan tertentu yang menguntungkan akan dapat membebaskan diri dari lembaga-lembaga yang menindas, menghina, dan menyesatkan

• Kelemahan yang melekat pada golongan Neo-Marxis adalah bahwa mereka mempelajari Marx dalam keadaan dunia yang sudah banyak berubah. Marx dan Engels meninggal pada tahun 1883 dan 1895. Kedua tokoh ini tidak mengalami bagaimana pemikiran mereka dijabarkan dan diberi tafsiran khusus oleh Lenin. Tafsiran ini yang kemudian dibakukan oleh Stalin dan diberi nama Marxisme-Leninisme atau Komunisme. Mereka juga tidak mengalami—dan karena itu tidak dapat menanggapi—timbulnya fasisme dan teror yang diselenggarakan oleh Stalin atas nama Komunisme.

• Selain dari itu karya Marx dan Engels sering ditulis dalam keadaan terdesak waktu sehingga tidak tersusun secara sistematis, sering bersifat fragmentaris dan terpisah-pisah. Dengan demikian banyak masalah yang oleh golongan Neo-Marxis dianggap masalah pokok, hanya disinggung sepintas lalu atau tidak disinggung sama sekali.

92

5. Pendekatan dengan Teori Kebergantungan

Kalangan lain dari teori kiri, dikenal sebagai Teori Ketergantungan, adalah kelompok yang mengkhususkan penelitiannya pada hubungan antara negara Dunia Pertama dan Dunia Ketiga. Pada tahun 1970-an dan tahun 1980-an, sudah mulai dirintis, antara lain oleh Paul Baran, yang bertolak dari konsep Lenin mengenai imperialisme, kelompok ini

berpendapat bahwa imperialisme masih hidup, tetapi dalam bentuk lain yaitu dominasi ekonomi dari negara-negara kaya terhadap negara-negara yang kurang maju

(underdeveloped). Negara-negara maju memang telah melepaskan tanah jajahannya, tetapi tetap mengendalikan (mengontrol) ekonominya.

Pembangunan yang dilakukan negara-negara yang kurang maju, atau Dunia Ketiga, hamper selalu berkaitan erat dengan kepentingan pihak Barat. Pertama, negara bekas jajahan dapat menyediakan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Investasi negara-negara maju diuntungkan karena negara-negara kurang maju dapat memberlakukan gaji atau upah yang kecil bagi tenaga kerjanya, sewa tanah yang rendah dan bahan baku yang murah kemudian disusul oleh Andre Gunder Frank.

(13)

Kedua, negara kurang maju dapat menjadi pasar untuk hasil produksi negara maju, sedangkan produksi untuk ekspor sering ditentukan oleh negara maju. Eksploitasi ini menyebabkan negara kurang maju mengalami kemiskinan terus-menerus karena pengaruh strategi ekonomi dan politik dari negara maju, dan kemiskinan mencerminkan ketergantungan itu Yang paling ekstrem adalah pemikiran pelopor Teori Ketergantungan, Andre Gunder Frank (tahun 1950-an) yang berpendapat bahwa penyelesaian masalah itu hanyalah melalui revolusi sosial secara global. Sementara penulis lain seperti Henrique Cardoso (1979) menganggap bahwa pembangunan yang independen ada kemungkinan terjadi, sehingga revolusi sosial tidak mutlak harus terjadi.

• Sekalipun pendapat dari kalangan Teori Ketergantungan itu sendiri ada perbedaan satu sama lain, tapi dapat disebut beberapa variasi dalam istilah yang dipakai untuk menunjuk pada perbedaan antara negara kaya dan negara miskin, seperti

patronclient, centreperiphery, coreperiphery, atau centre-hinterland, metropolitan-satellite. Istilah world systemsmodel biasanya dihubungkan dengan nama

Immanuel Wallerstein. Mereka berpendapat bahwa gejala ini sudah menjadi gejala seluruh dunia; mereka melihat adanya suatu rantai hubungan metropolitan-satelit (chain of metropolitan-satellite) dalam struktur sistem dunia yang melampaui batas-batas negara.

94

6. Pendekatan Pilihan Rasional (Rational Choice).

• Pendekatan ini muncul dan berkembang belakangan sesudah pertentangan antara pendekatan-pendekatan yang dibicarakan di atas mencapai semacam konsensus yang menunjukkan adanya pluralitas dalam bermacam-macam pandangan. • Ia juga lahir dalam dunia yang bebas dari peperangan besar selama hampir empat

dekade, di mana seluruh dunia berlomba-lomba membangun ekonomi negaranya. Berbagai negara baru menyusun rencana-rencana pembangunan, sedangkan beberapa negara kaya turut membantu melalui bermacam-macam organisasi internasional atau secara bilateral.

• Tidak heran jika ekonomi pada akhir tahun 1980-an menjadi sangat penting dan juga memengaruhi ilmu-ilmu sosial lainnya. Oleh beberapa ekonom gejala ini dijelaskan sebagai Ekspansi imperialistik ekonomi ke dalam wilayah-wilayah tradisional sosiologi, ilmu politik,antropologi, hukum, dan biologi sosial

(Imperialistic expansion of economics into the traditional domains of sociology, political science, anthropology, law, and social biology).

(14)

• Dalam ilmu politik pada umumnya, dikenal nama Pendekatan Pilihan Rasional (Rational Choice Approach), sementara itu juga ada beberapa nama lain seperti Public Choice dan Collective Choice.

• Akhir-akhir ini berbagai variasi analisis ini telah mengembangkan satu bidang ilmu politik tersendiri, yaitu Ekonomi Politik (Political Economy). Tokoh-tokoh analisisnya antara lain James Buchannan, Anthony Downs, Gordon Tullock, dan Manchur Olsen.Mazhab ini terkenal sebagai Virginia School (Mazhab Virginia), Amerika Serikat. Perlu juga disebut William Raker sebagai pelopor aliran ini.Pengikut pendekatan ini menimbulkan kejutan karena mencanangkan bahwa mereka telah

meningkatkan ilmu politik menjadi suatu ilmu yang benar-benar science. • Dikatakan bahwaManusia Politik (Homo Politicus) sudah menuju ke arah

Manusia Ekonomi (Homo Economicus) karena melihat adanya kaitan erat antara faktor politik dan ekonomi, terutama dalam penentuan kebijakan publik. Mereka percaya bahwa kita dapat meramalkan perilaku manusia dengan mengetahui kepentingan-kepentingan dari aktor yang bersangkutan (involved). Para penganut membuat simpliikasi yang radikal dan memakai model matematika untuk menjelaskan dan menafsirkan

96

• Pelaku Rational Action ini, terutama politisi, birokrat, pemilih (dalam berbagai acara pemilihan), dan aktor ekonomi, pada dasarnya egois dan segala tindakannya berdasarkan kecenderungan ini. Mereka selalu mencari cara yang efisien untuk mencapai tujuannya. Optimalisasi kepentingan dan eisiensi merupakan inti dari teori Rational Choice. Sekalipun berbagai penganut Rational Choice mempunyai penjelasan yang berbeda-beda, substansi dasar dari doktrin ini telah dirumuskan oleh James B. Rule, sebagai berikut :

• 1. Tindakan manusia (human action) pada dasarnya adalah ”instrumen” (dalam arti: alat bantu), agar perilaku manusia dapat dijelaskan sebagai usaha untuk mencapai suatu tujuan yang sedikit banyak jarak jauh. Untuk manusia, atau untuk kesatuan yang lebih besar, tujuan atau nilai tersusun secara hierarkis yang

mencerminkan preferensinya mengenai apa yang diinginkan atau diperlukannya. Hierarki preferensi ini relatif stabil

• 2. Para aktor merumuskan perilakunya melalui perhitungan rasional me ngenai aksi mana yang akan memaksimalkan keuntungannya. Informasi relevan yang dimiliki oleh aktor sangat memengaruhi hasil dari perhitungannya.

(15)

• 3. Proses-proses sosial berskala besar termasuk hal-hal seperti ratings, institusi dan praktik-praktik merupakan hasil dari kalkulasi seperti itu. Mungkin akibat dari pilihan kedua, pilihan ketiga, atau pilihan N perlu dilacak.

• Bagaimanapun juga Pendekatan Rational Choice sangat berjasa untuk mendorong usaha kuantivikasi dalam ilmu politik dan mengembangkan sifat empiris yang dapat dibuktikan kebenarannya. Ia merupakan suatu studi empiris, ketimbang

abstrak dan spekulatif. Salah satu reaksi terhadap pendekatan Rational Choice

adalah timbulnya perhatian kembali pada karyaJohn Rawls, A Theory of Justice

(1971) yang mengargumentasikan bahwa nilai-nilai sepertikeadilan, persamaan hak, dan moralitas merupakan sifat manusia yang perlu diperhitungkan dan dikembangkan. Ia memperjuangkan suatu keadilan yang dapat dinikmati oleh semua warga, termasuk mereka yang rentan dan miskin. Ini yang dinamakan

equity atau distributive justice. Ia mendambakan suatu masyarakat yang

mempunyai konsensus kuat mengenai asas-asas keadilan yang harus dilaksanakan oleh insitusi-institusi politik

98

7. Pendekatan Insitusionalisme Baru (New Institutionalism)

• Berbeda dengan pendekatan-pendekatan yang diuraikan sebelumnya. Ia lebih merupakan suatu visi yang meliputi beberapa pendekatan lain, bahkan beberapa bidang ilmu pengetahuan lain seperti sosiologi dan ekonomi. Institusionalisme Baru mempunyai banyak aspek dan variasi. Sebut saja misalnya, Institusionalisme Baru sosiologi, Institusionalisme Baru ekonomi, dan sebagainya. Mengapa disebut Institusionalisme Baru? Oleh karena ia merupakan penyimpangan dari

Institusionalisme Lama. Seperti telah diuraikan di atas, Institusionalisme Lama mengupas lembaga-lembaga kenegaraan (aparatur negara) seperti apa adanya secara statis. Berbeda dengan itu, Institusionalisme Baru melihat institusi negara sebagai hal yang dapat diperbaiki ke arah suatu tujuan tertentu, seperti misalnya membangun masyarakat yang lebih makmur. Usaha itu perlu ada semacam rencana atau design yang secara praktis menentukan langkah-langkah untuk tercapainya tujuan itu

(16)

• Pendekatan ini muncul dan berkembang sesudah pertentangan antara pendekatan-pendekatan yang dibicarakan di atas mencapai semacam konsensus yang menunjukkan adanya pluralitas dalam bermacam-macam pandangan. Ia juga lahir dalam dunia yang bebas dari peperangan besar selama hampir empat dekade, di mana seluruh dunia berlomba-lomba membangun ekonomi negaranya. Berbagai negara baru menyusun rencana-rencana pembangunan, sedangkan beberapa negara kaya turut membantu melalui bermacam-macam organisasi internasional atau secara bilateral. • Tidak heran jika ekonomi pada akhir tahun 1980-an menjadi sangat penting

dan juga memengaruhi ilmu-ilmu sosial lainnya. Oleh beberapa ekonom gejala ini dijelaskan sebagai Ekspansi imperialistik ekonomi ke dalam wilayah-wilayah tradisional sosiologi, ilmu politik, antropologi, hukum, dan biologi sosial(Imperialistic expansion of economics into the traditional domains of sociology, political science, anthropology, law, and social biology).

100

• Dalam ilmu politik pada umumnya, dikenal nama Pendekatan Pilihan Rasional (Rational Choice Approach), sementara itu juga ada beberapa nama lain seperti Public Choice dan Collective Choice. Akhir-akhir ini berbagai variasi analisis ini telah mengembangkan satu bidang ilmu politik tersendiri, yaitu Ekonomi Politik (Political Economy). Tokoh-tokoh analisisnya antara lain James Buchannan, Anthony Downs, Gordon Tullock, dan Manchur Olsen. Mazhab ini terkenal sebagai Virginia School (Mazhab Virginia), Amerika Serikat. Perlu juga disebut William Raker sebagai pelopor aliran ini.

• Inti dari Institusionalisme Baru dirumuskan oleh Robert E. Goodin sebagai berikut:

• 1. Aktor dan kelompok melaksanakan proyeknya dalam suatu konteks yang dibatasi secara kolektif.

• 2. Pembatasan-pembatasan itu terdiri dari institusi-institusi, yaitu a) pola norma dan pola peran yang telah berkembang dalam kehidupan sosial, dan b) perilaku dari mereka yang memegang peran itu. Peran itu telah ditentukan secara sosial dan mengalami perubahan terus-menerus.

• 3. Sekalipun demikian, pembatasan-pembatasan ini dalam banyak hal juga memberi keuntungan bagi individu atau kelompok dalam mengejar proyek mereka masing-masing

(17)

4. Hal ini disebabkan karena faktor-faktor yang membatasi kegiatan individu dan kelompok, juga memengaruhi pembentukan preferensi dan motivasi dari aktor dan kelompokkelompok.

5. Pembatasan-pembatasan ini mempunyai akar historis, sebagai peninggalan dari tindakan dan pilihan-pilihan masa lalu.

6. Pembatasan-pembatasan ini mewujudkan, memelihara, dan memberi peluang serta kekuatan yang berbeda kepada individu dan kelompok masing-masing

102

Institusionalisme Baru menjadi sangat penting bagi negara-negara yang baru membebaskan diri dari cengkeraman suatu rezim yang otoriter serta represif. Dalam proses ini nilai Kembali memainkan peran penting.

• Dalam diri para aktor dan pemikir terutama dari negara yang berada dalam transisi ke demokrasi, timbul pertanyaan seperti apakah rezim demokrasi lebih baik dari rezim

otoriter ?. Apakah yang dinamakan negara demokratis ?. Apakah sistem pemerintahan yang ideal? Tipe konstitusi apa yang dapat mencapai demokrasi. Sistem pemerintahan yang mana yang lebih baik, parlementer atau presidensial. Sistem pemilu mana yang lebih demokratis, sistem distrik atau proporsional. Bagaimana mengajak civil society untuk berpartisipasi dalam proses membuat keputusan. Semua pertanyaan itu bertujuan untuk menyesuaikan lembaga-lembaga agar lebih efektif untuk mencapai masyarakat • Bagi penganut Institusionalisme Baru, pokok masalah ialah bagaimana membentuk

institusi yang dapat menghimpun secara efektif sebanyak mungkin preferensi dari para aktor untuk menentukan kepentingan kolektif. Dalam usaha menentukan institusi yang terbaik terjadi wacana dalam masyarakat mengenai cara bagaimana mengubah institusi yang ada agar menjadi lebih demokratis. Proses ini dapat disebut institutional

engineering (rekayasa institusional) melalui suatu institutional design (rancangan

(18)

• Suatu design adalah ciptaan dari suatu rencana aksi untuk meraih hasil-hasil yang bernilai dalam konteks tertentu (Design is a creation of an actionable form to promote valued outcomes in a particular context). Untuk negara-negara yang sedang dalam transisi ke

demokrasi, Institusionalisme Baru menjadi alat analisis yang sangat penting.

• Perbedaannya dengan Institusionalisme yang lama ialah perhatian Institusional Baru lebih tertuju pada analisis ekonomi, kebijakan isikal dan moneter, pasar dan globalisasi ketimbang pada masalah konstitusi yuridis. Dapat dikatakan bahwa ilmu politik, dengan mengembalikan focus atas negara termasuk aspek legal/institusionalnya, telah

mengalami suatu lingkaran penuh (full circle).

104

Kesimpulan .

• Akibat dari perkembangan berbagai pendekatan terhadap gejala-gejala politik yang diuraikan di atas adalah terakumulasinya pengetahuan.

Analisis dan polemicantara para sarjana yang kadang-kadang sengit sifatnya telah memperkaya khazanah analisis.

• Mempertajam alat analisis (tools of analysis) masing-masing dan meneliti kembali rangka, metode, dan tujuan dari ilmu politik. Interaksi dengan ilmu-ilmu sosial lainnya juga telah memperluas cakrawala. Hasil dari dialog ini sangat mendorong berkembangnya ilmu politik itu sendiri, baik di bidang pembinaan teori (theory building), maupun di bidang penelitian perbandingan antara negara-negara maju dengan negara-negara-negara-negara berkembang.

• Dewasa ini telah terbentuk suatu kesadaran bahwa setiap pendekatan hanya menyingkap sebagian saja dari tabir kehidupan politik dan bahwa tidak ada satu pun pendekatan yang secara

Referensi

Dokumen terkait

pemograman, di maana setiap aspek terdapat indikator-indikator. Pada bagian akhir multimedia interaktif pendidikan seks, siswa dapat mengetahui sejauh mana pemahaman

E- learning kini banyak dikembangkan dengan menggunakan LMS ( Learning Management System ).Moodle merupakan salah satu LMS open source yang sangat populer diantara

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas dengan makna hedonisme merupakan aktivitas yang paling menonjol dilakukan oleh penghuni perumahan pada kelompok

Proses produksi pembuatan supplement makanan dari ekstrak umbi bawang dayak terjadi pada suhu ruang sehingga tidak terjadi perubahan panas yang signifikan.

Globalisasi adalah fenomena ekonomi, politik, budaya, yang bukan hanya menjadikan bentuk bisnis yang baru, tetapi juga menyusun tatanan hidup yang baru bagi manusia,

Analisis keandalan terhadap suatu sistem atau produk merupakan prosedur yang harus dilakukan untuk memenuhi kaidah-kaidah perancangan dan produksi. Salah satu konsep

Raya Kaliasan Tromol Pos 1 Jati Sari, Karaw ang.. URAI

Total Biaya Variabel (Biaya Benih, Pupuk Organik, Pupuk Organik Cair dan Tenaga Kerja) Usahatani Padi