i
PENGARUH LAMA PERENDAMAN AIR TERHADAP
PERKECAMBAHAN BIJI KEMIRI (Aleurites moluccana)
DENGAN METODE PERENDAMAN ASAM SULFAT (H2SO4)
DI CV.AGRI TECH INDONESIA
KELURAHAN BERUA
KECAMATAN BIRINGKANAYA KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
MIRANDA RIFDAYANTI 105950059615
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
ii
PENGARUH LAMA PERENDAMAN AIR TERHADAP
PERKECAMBAHANBIJI KEMIRI (Aleurites moluccana) DENGAN
METODE PERENDAMAN ASAM SULFAT (H2SO4) DI
CV.AGRI TECH INDONESIA
KELURAHAN BERUA
KECAMATAN BIRINGKANAYA KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Kehutanan
MIRANDA RIFDAYANTI 105950059615
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
v PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya meyatakan bahwa skripsi “Pengaruh Lama Perendaman Air Terhadap Perkecambahan Biji Kemiri (Aleurites moluccana) dengan Metode Perendaman Asam Sulfat (H2SO4) adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun karya yang tidak diterbitkan telah disebutkan dalam teks yang di cantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Makassar, Februari 2020
vi Hak Cipta milik Universitas Muhammadiyah Makassar 2019
@Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Unismuh Makassar.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Unismuh Makassar.
vii ABSTRAK
MIRANDA RIFDAYANTI (105950059615). Pengaruh Lama Perendaman Air Terhadap Perkecambahan Biji Kemiri (Aleurites moluccana) Dengan Metode Perendaman Asam Sulfat (H2SO4) Di CV.AGRI TECH INDONESIA Kelurahan Berua Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar Di bawah bimbingan Andi Azis Abdullah, S.Hut.,M.P. dan Ir. Muhammad Tahnur, S.Hut., M.Hut., IPM
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama perendaman air terhadap perkecambahan biji kemiri (Aleurites moluccana) dengan menggunakan metode perendaman asam Sulfat (H2SO4). Jenis data yang dikumpulkan yakni data primer dengan percobaan langsung dilapangan, percobaan meliputi jumlah kecambah setiap perlakauan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pengaruh lama perendaman air terhadap perkecambhan biji dengan metode perendaman Asam Sulfat (H2SO4) pada perlakuan perendaman 3 hari, 4 hari, 5 hari dan kontrol. Memberikan pengaruh sangat nyata terhadap perkecambahan biji kemiri, sedangkan perlakuan perendaman 4 hari yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainya.
viii KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Pengaruh lama perendaman Air terhadap Perkecambahan Biji Kemiri (Aleurites Moluccana) Dengan Metode Perendaman Asam Sulfat (H2SO4) di CV.AGRITECH INDONESIA Kelurahan Berua Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar, Sebagai salah satu syarat mendapat Gelar Sarjana Kehutanan. Salam dan salawat semoga senantiasa dilimpahkan oleh Allah SWT kapada junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai suritauladan kepada kita semua. Penulis berharap apa yang dipaparkan dalam skripsi ini dapat memberikan informasi baru bagi kita semua.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan masukan sangat Penulis hargai.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Orang tua saya tercinta Ayahanda Rifai dan Ibunda Nurida yang selalu
memberikan kasih sayang, doa serta dorongan moril maupun materil yang tak terhingga.
2. Bapak Dr. H. Burhanuddin,S.Pi.,MP. Selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ibunda Dr. Husnah Latifah ,S.Hut.,M.Si. Selaku Wakil Dekan I Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Dr. Hikmah,S.Hut.,M.Si.,IPM Selaku Ketua Program Studi Kehutanan Universitas Muhammadiyah Makassar.
ix 5. Andi Azis Abdullah , S.Hut., M.P. Selaku pembimbing I dan Ir. Muhammad Tahnur S.Hut., M. Hut.,IPM. Selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi, pengetahuan dan motivasi.
6. Dr.Irma Sribianti, S.Hut., M.P. selaku penguji I dan Dr.Ir. Hasanuddin Molo, S.Hut, M,P,IPM. selaku penguji II yang tak hentinya memberi arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kehutanan serta staf tata usaha Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan ilmu selama di bangku perkuliahan.
8. Ichmal, Faisal Basri, Riskawati Marsyam, Asmaun serta teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberikan doa dan dukungan serta partisipasi yang sangat besar dalam penyusunan Skripsi ini sehingga dapat terselesaikan.
Pada penyusunan Skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu Penulis hargai keritik dan saran yang bersifat konstruktif sehingga dapat mendorong kesempurnaan Skripsi ini. Akhirnya semoga Allah SWT memberikan rahmat dan kemanfaatan yang banyak atas penulisan Skripsi ini dan menjadikan kita hamba-Nya yang pandai mensyukuri nikmat-Nya Amin YaRabbal’Alamin.
Makassar, februari 2020
x DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PENGESAHAN.. ... iii
HALAMAN KOMISI PENGUJI ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... v
HAK CIPTA ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR. ... .viii
DAFTAR ISI ... ..x
DAFTAR TABEL ... .xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
I. PEDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ... 5
2.2. Kemiri (Aleurites moluccana) ... 8
2.2.1.Pengertian Kemiri ... 8
xi
2.3. Perkecambahan ... 10
2.4. Asam Sulfat (H2SO4) ... 12
2.5. Air ... 13
2.6. Kerangka Pikir ... 14
III. METODE PENELITIAN ... 15
3.1. Waktu dan Tempat ... 15
3.2. Alat dan Bahan ... 15
3.3. Prosedur Penelitian ... 15 3.3.1. Pengumpulan Data ... 15 3.3.2. Pelaksanaan Penelitian ... 15 3.3.3. Analisis Data ... 16 3.3.4. Persentase Perkecambahan ... 17 3.3.5. Devinisi Oprasimal ... 18
IV. KEADAAN UMUM LOKASI 4.1. Gambaran Umum Lokasi Persemaian CV. Agritech Indonesia ... 19
4.2. Gambaran Umum Kecamatan Biringkanaya ... 19
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Rata-rata Biji Berkecambah Dengan pengaruh lama Perendaman Air ... 23
5.2. Persentase Biji Berkecambah Dengan pengaruh lama Perendaman Air ... 28
VI.PENUTUP
6.1. Kesimpulan ... 316.2. Saran ... 31 DAFTAR PUSTAKA
xii LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Jumlah rata-rata berkecambah pada pengaruh lama perendaman air ... 23
2.Jumlah Kecambah Pada Pengaruh lama perendaman air ... 25
3.Analisis Sidik Ragam Perlakuan pengaruh lama perendaman air ... 25
4.Uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) 5% ... 26
5.Uji lanjut beda nyata jujur (BNj) 1% ... 27
6.Jumlah Persentase rata-rata berkecambah pada perlakuan lama perendaman air……… ... 28
xiii DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman 1. Kerangka Pikir ... 14 2. Rata-Rata Perkecambahan pada pengaruh lama perendaman air ... 23 3. Rata-rata persentase perkecambahan pada pengaruh lama perendaman air ... 29
xiv DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1.Data Primer ... 34
2.Olah Data Statistik ... 36
3.Analisis Sidik Ragam ... 38
4.Uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) ... 39
5.Surat izin penelitian... 41
6.Dokumentasi Penelitian ... 42
7.F.Tabel 5% dan F.Tabel 1%. ... 48
8.Tabel HSD/Tukey 5% ... 50
1
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Hutan menurut Undang – Undang tentang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahklan dan dibagi beberapa jenis hutan. Hutan sebagai sistem sumber daya alam memiliki potensi untuk memberi manfaat multiguna, di samping hasil kayu, hutan dapat memberi manfaat berupa hasil hutan bukan kayu dan lingkungan. Hasil riset menunjukkan bahwa hasil hutan kayu dari ekosistem hutan hanya sebesar 10 % sedangkan sebagian besar (90%) hasil lain berupa hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang selama ini belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
HHBK dari ekosistem hutan sangat beragam jenis sumber penghasil maupun produk serta produk turunan yang dihasilkannya. Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu, maka dalam rangka pengembangan budidaya maupun pemanfaatannya HHBK dibedakan dalam HHBK nabati dan HHBK hewani. HHBK nabati meliputi semua hasil non kayu dan turunannya yang berasal dari tumbuhan dan tanaman salah satunya adalah adalah kemiri .
Tanaman kemiri ( Aleurites moluccana) tersebar luas didaerah tropis dan sub tropis, ada sebelah timur asia hingga Fiji di kepulauan fasifik. Tanaman kemiri adalah tanaman berpohon besar dengan ketinggian dapat mencapai 25-40
2 meter, tumbuh dipergunungan pada ketinggian 1.200 meter dari permukaan laut. (Paimin, F.R., 1994).
kemiri banyak sekali kegunaannya terutama untuk bumbu masak, bahan baku kosmetik, bahan dasar cat atau sebagai bahan pengawet kayu dan perabot rumah tangga bahakan akhir-akhir ini diketahui bahwa kayu kemiri mempunyai potensi untuk pembuatan batang korek api dan pembuatan kertas. Dilihat dari segi bercocok tanam, tanaman kemiri berguna sebagai tanaman industry, reboisasi, dan tanaman utama pada lahan kristis. Karena mampu menekan pertumbuhan alang- alang. (Khadijah, N., 1996)
Budidaya tanaman kemiri ini dihalangi oleh sifat dormansi benih tumbuhan kemiri. Tebalnya lapisan kulit biji dan sifat benih yang impermeabel terhadap air dan gas, mengahalangi imbisisi air dan masuknya oksigen ke dalam biji. Kulit biji yang keras menyebabkan biji menjadi dorman (istirahat), sehingga sulit mendapatkan bibit yang tumbuh serempak dan dalam jumlah yang banyak. Pemecahan dormansi kulit biji yang tebal dapat dilakukan dengan skarifikasi menggunakan larutan kimia. Menurut (Nurfiana 2017), larutan asam sulfat pekat (H2SO4) dapat melunakan kulit benih dan dapat diterapkan baik pada legume
maupun non legume.
Kulit kemiri mempunyai cangkang yang keras sehingga cangkang kemiri susah untuk pecah, hal inilah yang membuat biji kemiri susah untuk di kecambahkan. Salah satu metode untuk menghasilkan kecambah kemiri adalah dengan menggunakan metode perendaman kemiri menggunkan bahan kimia. Tujuan perendaman menggunakan bahan kimia ini yaitu untuk memecahkan
3 dormansi biji sehingga air mudah masuk kedalam biji dan benih cepat berkecambah, Pemecahan dormansi secara kimia dilakukan dengan perendaman
dalam asam kuat encer (Skarifikasi kimia). Menurut Gardner, dkk (1991) bahwa
asam kuat sangat efektif untuk mematahkan dormansi pada biji yang memiliki struktur kulit keras, asam sulfat (H2SO4)termasuk kuat yang dapat melunakan kulit biji sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.
Larutan asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4) sering digunakan dengan konsentrasi yang bervariasi sampai pekat tergantung jenis benih yang diperlukan. Menurut Sutopo (2004) larutan H2SO4 jika digunakan secara berlebihan maka akan menembus kulit biji dan merusak embrio sehingga dapat memperlambat proses perkecambahan. membuat biji tidak dapat berkecambah. Menurut Harjadi (1979) perendaman benih dalam asam sulfat pekat selama 20 menit berpengaruh pada pelunakan kulit benih bagian luar dan menurut hasil penelitian Mali’ah (2014) yang menyatakan bahwa Perendaman dengan menggunakan asam sulfat
pekat (H2SO4) kurang dari 1-10 menit tidak akan mampu mematahkan dormansi
biji sedangkan perendaman dengan 60 menit atau lebih akan membuat kerusakan pada biji.
1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Berapa rata-rata Pengaruh lama perendaman Air terhadap perkecambahan biji
kemiri dengan menggunakan metode perendaman asam sulfat (H2SO4)?
2. Berapa persentase pengaruh lama perendaman air terhadap perkecambahan
4
1.3.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui rata-rata lama perendaman air terhadap perkecambahan
biji kemiri dengan menggunakan metode perendaman asam sulfat (H2SO4)
2. Untuk mengeahui persentase lama perendaman air terhadap perkecambahan
biji kemiri dengan menggunakan metode perendaman asam sulfat (H2SO4)
1.4.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai pengaruh lama waktu perendaman air terhadap perkecambahan biji kemiri dalam larutan
asam sulfat (H2SO4) untuk memecahkan dormansi benih tumbuhan kemiri
sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan dalam kegiatan pembibitan tumbuhan kemiri.
5
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Menurut Peraturan Menteri No. P35/ Menhut-II/ 2007, Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu (Menhut,
2007). Dalam upaya mengubah haluan pengelolaan hutan dari timber extraction
menuju sustainable forest management, Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) atau
Non Timber Forest Products (NTFP) memiliki nilai yang sangat strategis.Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan.Sehingga, tidak dipungkiri lagi bahwa masyarakat di dalam maupun di sekitar kawasan hutan berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan hasil hutan bukan kayu (Sihombing, 2011).
Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) yang tertuang pada Pasal 1 (13) dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2008 yang merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2007, adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran (Kemenhut, 2007).
6 Sumberdaya hutan juga bersifat multi guna dan memuat multi kepentingan
serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil Hutan Kayu yang hanya memberikan sumbangan 20%, melainkan juga manfaat Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan jasa lingkungan, yang memberikan sumbangan terbesar yakni 80 %, namun hingga saat ini potensi HHBK tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk HHBK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa Negara (Kemenhut, 2009).
Pemanfaatan hutan selama ini masih cenderung berorientasi pada pengelolaan hutan sebagai penghasil kayu dalam kontek ekonomi. Kondisi ini mendorong eksploitasi kayu secara intensif untuk memenuhi pasar dunia maupun industri domestik tanpa memperhatikan nilai manfaat lain yang dapat diperoleh dari hutan dan kelestarian ekosistem hutan. Oleh karena itu, paradigma tersebut telah menyebabkan terjadinya penurunan luas, manfaat dan kualitas ekosistem hutan. Padahal, di sisi lain, sumberdaya hutan (SDH) mempunyai potensi multi fungsi yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial bagi kesejahteraan ummat manusia.Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil Hutan Kayu (HHK) seperti yang terjadi saat ini, melainkan juga manfaat hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan jasa lingkungan (Kemenhut, 2009).
7 Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan
serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk HHBK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara. Ke depan pembangunan kehutanan diharapkan tidak lagi hanya berorientasi pada hasil hutan kayu, tetapi sudah selayaknya menggali potensi HHBK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil hutan kayu dari ekosistem hutan hanya sebesar 10% sedangkan sebagian besar (90%) hasil lain berupa hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang selama ini belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Kemenhut, 2009).
Kawasan hutan Indonesia mencapai luas 125,956,142.71 ha (KLHK, 2017) memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi 30 sampai dengan 40 ribu jenis tumbuhan tersebar di hampir seluruh pulau yang berpotensi menghasilkan HHBK yang cukup besar (Kemenhut, 2009). Beberapa jenis HHBK memiliki nilai cukup tinggi baik di pasar domestik maupun di pasar global antara lain rotan, bambu, gaharu, atsiri, dan jenis lain. Secara ekonomis HHBK memiliki nilai ekonomi tinggi dan berpeluang untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta meningkatkan pendapatan negara. Walaupun memiliki nilai ekonomi tinggi namun pengembangan usaha dan pemanfaatan
8 HHBK selama ini belum dilakukan secara intensif sehingga belum dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat dan peningkatan devisa Negara (Kemenhut, 2009).
2.2.Kemiri (Aleurites moluccana)
2.2.1. Pengertian kemiri
Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu pohon serbaguna
yang sudah dibudidayakan secara luas di dunia. Jenis ini merupakan jenis asli Indo-Malaysia dan sudah diintroduksikan ke Kepulauan Pasifik sejak jaman dahulu. Di Indonesia, kemiri telah lama ditanam, baik untuk tujuan komersial maupun subsisten untuk menunjang kehidupan masyarakat sehari-hari, terutama bagi masyarakat Indonesia bagian timur. Jenis ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan. bijinya dapat digunakan sebagai bahan media penerangan, masakan dan obat-obatan, sedangkan batangnya dapat digunakan untuk kayu. (Krisnawati.H, 2011).
Di Indonesia, kemiri dapat di jumpai pada ketinggian 0-800 m pada areal yang berkonfigurasi datar hingga bergelombang (Direktur Hutan Tanaman Industri 1990). Kemiri juga dikenal dapat beradaptasi dengan baik didaerah lereng, bahkan dilembah yang curam.
Pohon kemiri tumbuh di daerah dengan curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 640 sampai dengan 4290 mm atau rata 1940 mm. Suhu rata-rata tahunan untuk pertumbuhan kemiri berkisar antara 18 sampai 28oC. Suhu
maksimum pada bulan terpanas sekitar 26-30oC, sedangkan suhu minimum pada
9 daerah yang kering dengan curah hujan tahunan hanya 200 mm seperti di Sulawesi selatan dan Nusa Tenggara Timur dan bahkan di tempat yang basah seperti di Jawa Barat (Ginoga dkk. 1989).
Pohon kemiri dapat tumbuh diberbagai jenis tanah, lempung merah, liat berbatu, pasir dan batu kapur. Jenis ini bisa tumbuh pada tanah yang agak asam dan sedikit basa dengan pH 5-8. Kemiri mampu berkembang dilingkungan yang lembap, jenis ini juga dapat tumbuh dibawah naungan sampai dengan tingkat penutupan 25% (Elevitch dan Manner 2006).
Pohon tinggi mencapai 40 m dan gemang hingga 1,5 m. Daun muda, ranting, dan karangan bunga dihiasi dengan rambut bintang yang rapat, pendek, dan berwarna perak mentega; seolah bertabur tepung. Daun tunggal, berseling, hijau tua, bertangkai panjang hingga 30 cm, dengan sepasang kelenjar di ujung tangkai. Helai daun hampir bundar, bundar telur, bundar telur lonjong ,berdiameter hingga 30 cm, dengan pangkal bentuk jantung, bertulang daun menjari hanya pada awalnya, bertaju 3-5 bentuk segitiga di ujungnya. Bunga berkelamin tunggal, putih, bertangkai pendek. Bunga betina berada di ujung malai payung tambahan; bunga jantan lebih kecil dan mekar lebih dahulu berada di sekelilingnya, berjumlah lebih banyak. Kelopak bertaju 2-3; mahkota bentuk lanset, bertaju-5, panjang 6-7 mm pada bunga jantan, dan 9-10 mm pada bunga betina. Buah batu agak bulat telur gepeng, 5-6 cm x 4-7 cm, hijau, berdaging keputihan, tidak memecah, berbiji-2 atau 1. Biji bertempurung keras dan tebal, agak gepeng, hingga 3 cm x 3 cm (Steenis, 1981).
10 Hampir semua bagian dari pohon kemiri seperti daun, buah, kulit kayu, batang, akar, getah dan bunganya dapat dimanfaatkan. Pemanfaatannya untuk obat-obatan tradisional, penerangan, bahan bangunan, bahan pewarna, bahan makanan, dekorasi maupun berbagai kegunaan lain (Heyne 1987).
2.2.2 Klasifikasi Kemiri (Aleurites moluccana)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Aleurites
Spesies : Aleurites moluccana
2.3.Perkecambahan
Perkecambahan benih sangat dipengaruhi oleh viabilitas benih dan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan bibit. Benih yang sedang berkecambahan sangat peka terhadap penyakit tanaman dan gangguan fisik sehingga selama proses ini sangat memerlukan perlindungan.
Perlindungan kecambah atau bibit muda sebaiknya dilakukan dengan memasang pelindung berupa naungan dari plastik atau paranet. Naungan
11 berfungsi sebagai pelindung kecambah dan bibit muda dari sengatan sinar mata-hari, dan organisme pengganggu tanaman.
Biji dari berbagai spesies tumbuhan akan berkecambah apabila, suhu menguntungkan, persediaan oksigen memadai dan kelembaban media tumbuh cukup dan kontak secara langsung dengan biji. Pada beberapa spesies walaupun kondisi di atas terpenuhi tetapi biji tidak dapat berkecambah. Hal tersebut disebabkan oleh belum tuntasnya masa dormansi (istirahat) biji tersebut. Biji-biji kelompok ini umumnya beasal dari daerah beriklim sub tropis. Periode dormansi yang telah dilewati akan menyebabkan perkecambahan biji pada kondisi suhu yang optimal, adanya persediaan oksigen dan air.
Perkecambahan dapat terjadi walaupun tanah atau media semai tidak mengandung unsur hara karena di dalam biji sudah mengandung cukup persediaan makanan agar lembaga dapat tumbuh selama masa persemaian. Benih akan berkecambah, setelah keluar kotiledon harus ditambahkan air dan beberapa unsur hara pada media tanamnya. Suhu yang paling optimal untuk perkecambahan biji adalah 15-38°C. Oksigen bebas sangat diperlukan untuk respirasi yang akan menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Ketidak tersediaan oksigen akan memperlambat atau mencegah perkecambahan benih. Kelembaban media tanam yang terlalu berlebihan akan menghambat proses perkecambahan. Kondisi inipun akan mempertinggi kemungkinan benih terserang oleh organisme pengganggu tanaman, terutama dari golongan bakteri dan akan mengakibatkan benih mati atau tumbuh tidak normal. Benih harus mendapatkan jumlah air yang tepat untuk berkecambah, kondisi kelebihan air akan
12 menyebabkan oksigen keluar dari dalam sel dan benih tidak dapat berkecambah. Sebaliknya jika kelembaban media kurang optimal benih tidak akan dapat menguraikan cadangan makanan dalam biji (jaringan endosperma) sehingga epikotil dan hipokotil tidak akan tumbuh dan berkembang.( Nurwardani, P., 2008)
2.4.Asam Sulfat (H2SO4)
Asam sulfat (H2SO4)merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat
ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat merupakan senyawa kimia yang paling banyak diproduksi dibandingkan dengan senyawa kimia lain. Kegunaan utamanya antara lain : pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak. Asam sulfat juga biasa dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan pupuk, bahan peledak, detergen, zat warna, insektisida, obat-obatan, plastik, baja, dan baterai. ( Khoirul, A., 2015)
Larutan asam sulfat pekat (H2SO4) dapat menyebabkan kerusakan pada
kulit biji, Lamanya perlakuan larutan asam harus benar-benar sesuai karena akan membuat biji tidak dapat berkecambah.Sesuai dengan hasil penelitian Mali’ah (2014) yang menyatakan bahwa Perendaman dengan menggunakan asam sulfat
pekat (H2SO4) kurang dari 1- 10 menit tidak akan mampu mematahkan dormansi
biji sedangkan perendaman dengan 60 menit atau lebih akan membuat kerusakan pada biji.
Menurut (Kusmintardjo dkk 1986), lama perendaman asam sulfat tergantung jenis benihnya biasanya antara 20 sampai 60 menit. Copeland dan Mcdonald (1995) menambahkan biasanya asam sulfat yang digunakan untuk skarifikasi dalam bentuk pekat dan penggunaanya dengan cara direndam
13 maksimal selama 1 jam. Lama perendaman dalam asam sulfat tergantung pada ketebalan kulit, suhu, konsentrasi asam, pengadukan dan volume asam. Selain itu lamanya perlakuan asam harus memperhatikan 2 hal yaitu kulit benih atau
pericarp dapat diretakan untuk memungkinkan imbibisi dan larutan asam tidak mengenai embrio.
Purwarni (2006) menjelaskan perlakuan perendaman dengan larutan
(H2SO4) 40% selama 20 menit berpengaruh paling baik terhadap perkecambahan
dengan angka persentase kecambah 90%, daya berkecambah 83,33% dan rata-rata hari berkecambah adalah 16 hari. Hasil dari penelitian tersebut dijadikan dasar dalam pengambilan hipotesis pada penelitian ini, yaitu lama waktu yang paling efektif dalam pemecahan dormansi kemiri adalah 30 menit.
2.5.Air
Air merupakan salah satu syarat penting bagi berlangsungnya proses perkecambahan benih. Faktor yang mempengaruhi proses penyerapan air oleh benih adalah sifat dari benih itu sendiri terutama lapisan kulit yang melapisinya dan jumlah air yang tersedia pada medium disekitarnya. Banyaknya air yang diperlukan tergantung pada jenis benih.
Beberapa jenis benih dapat juga diberi perlakuan perendaman dengan air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih.Prosedur yang umum digunakan adalah dengan memasukan benih kedalam air panas 180 derajat sampai 200 derajat fharenheit, dan direndam hingga air menjadi dingin sampai beberapa waktu sebelum benih dikecambahkan.
14
2.6.Kerangka Fikir
Gambar 1. Kerangka Pikir Pembibitan Kemiri
Bedeng Tabur Metode perendaman
Perendaman Menggunakan Air
Lama Perendaman 3hari
Asam Sulfat (H2SO4) 20% 30 menit
Persentase Perkecambahan Biji Kemiri (Aleurites
moluccana)
Lama Perendaman 5 hari Lama Perendaman
15
III. METODE PENELITIAN
3.1Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di PT AGRI TECH INDONESIA selama kurang lebih 2 bulan yakni dari bulan Oktober –November 2019.
3.2 Alat dan Bahan penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Biji kemiri
larutan asam sulfat (H2SO4) dengan kadar konsentrasi 20%, air aquades. Alat-alat
yang digunakan berupa ember, sarung tangan timbangan digital, cangkul, alat tulis, kamera, stopwatch, tali rafiah, label, dan Pita meter.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh peneliti langsung dari subjek atau objek penelitian. Data yang dikumpulkan berupa hasil pengamatan perkecambahan kemiri yang dilakukan setiap hari selama 1 bulan.
3.3.2 Pelaksanaan penelitian
Penelitian ini melalui beberapa tahap yaitu :
1. Pembuatan media tabur
Pembuatan media tabur ini dilakukan dengan cara membuat bedengan dengan lebar 1 meter dan panjang 2,5 meter.
16
2. Persiapan biji kemri
Biji kemiri direndam terlebih dahulu untuk mengetahui Biji kemiri yang sudah tidak layak untuk dikecambahkan, yaitu dengan cara membuang biji kemiri yang terapung.
3. Perendaman dengan asam sulfat (H2SO4)20%.
Biji kemiri yang sudah dipilih kemudian direndam menggunakan asam sulfat (H2SO4)20% selama 30 menit.
4. Perendaman dengan Air
Biji Kemiri yang sudah dipilih direndam menggunakan Air Selama 3 hari, 4 hari, dan 5 hari.
5. Penaburan biji kemiri
Biji kemiri yang sudah di rendam kemudian di tabur di bedengan yang sebelumnya sudah dibuat.
6. Perawatan
Perawatan yang dilakukan dengan menyiram setiap hari untuk menjaga kelembaban tanah.
7. Pengecekan
Pengecekan dilakukan setiap hari untuk mengetahui persentase perkecambahan selama 1 bulan.
3.3.3 Analisis data
Data penelitian ini dianalisis dengan sidik ragam sesuai dengan metode penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) sebagai berikut:
17
Yij = μ + t
I+ e
ijDimana: i=1, 2, …, t dan j=1, 2, …,r
Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ = Nilai tengah umum tI = Pengaruh perlakuan ke-i
eij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j Analisis Sidik Ragam
Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F.Hitung F.Tabel 5% 1% Perlakuam t-1 JKP KTP KTP/KTG Galat (t-1)(r-1) JKG KTG Total Tr-1 JKT Keterangan :
Hipotesis untuk perlakuan yang diajukan adalah:
H0 : τ1 = τ2 = τ3 =... = τt = 0 ( Berarti tidak ada pengaruh perlakuan terhadap respon )
H1 : τ1 ≠ τ2 ≠ τ3 ≠...≠ τt ≠ 0 (Berarti ada pengaruh perlakuan terhadap respon)
3.3.4 Persentase Perkecambahan
18
3.3.5 Devinisi Operasiomal
1. Kontrol
Kontrol yaitu melakukan perendaman biji kemiri selama 30 menit dengan menggunakan bahan kimia asam sulfat (H2SO4) 20% Tanpa melakukan perendaman Air.
2. Perendaman 3 Hari
Perendaman yang dilakukan menggunakan bahan kimia asam sulfat (H2SO4) 20% yang direndam selama 30 menit kemudian direndam dengan air selama 3 hari.
3. Perendaman 4 hari
Perendaman yang dilakukan menggunakan bahan kimia asam sulfat
(H2SO4) 20% yang direndam selama 30 menit kemudian direndam
dengan air selama 4 hari.
4. Perendaman 5 Hari
Perendaman yang dilakukan menggunakan bahan kimia asam sulfat
(H2SO4) 20% yang direndam selama 30 menit kemudian direndam
19
IV KEADAAN UMUM LOKASI
4.1Gambaran Umum Lokasi Persemaian CV. Agritech Indonesia
Lokasi persemaian CV. Agritech Indonesia terletak di Kelurahan Berua, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, dengan luas persemaian Kurang lebih 1 Ha. Kegiatan persemaian dilakukan sejak tahun 2018. Adapun bibit yang
mendominasi lokasi persemaian yakni Kemiri (Aleurites Moluccana) .
4.2Gambaran Umum Kecamatan Biringkanaya
4.2.1 Keadaan Wilayah
Kecamatan Biringkanaya merupakan salah satu dari 14 Kecamatan di kota Makassar dengan luas wilayah 48,22 km2 , kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Ujung Tanah di sebelah utara, Kecamatan Tallo di sebelah timur, Kecamatan Makassar di sebelah selatan dan di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ujung Pandang. Kecamtan Biringkanaya merupakan daerah bukan pantai dengan topografi ketinggian antara permukaan laut. Kecamatan Biringkanaya terdiri dari 7 kelurahan yaitu Kelurahan Paccerakkang, Kelurahan Daya, Kelurahan Pai, Kelurahan Sudiang Raya, Kelurahan Sudiang, Kelurahan Bulurokeng dan Kelurahan Untia. Menurut jaraknya, letak masing-masing kelurahahan ke ibukota kecamatan berkisar 1-2 km.
4.2.2 Keadaan Penduduk
Keadaan Penduduk Menurut data kependudukan pada tahun 2009, jumlah penduduk di Kecamatan Biringkanaya adalah sekitar 130.651 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sekitar 62.660 jiwa dan jumlah
20 penduduk perempuan sekitar 67.991 jiwa. Denga rasio jenis kelamin adalah sekitar 92,16 persen yang berarti setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat sekitar 92 orang penduduk laki-laki.
4.2.3 Sarana dan Prasarana
1. Pendidikan
Pendidikan Pada tahun ajaran 2008 / 2009 jumlah TK di Kecamatan Biringkanaya adalah 74 sekolah dengan 3.552 orang murid dan 285 orang guru. Pada tingkat SD, baik negeri maupun swasta berjumlah sebanyak 48 sekolah dengan 19.765 orang murid dan 634 orang guru. Untuk tingkat SMP sebanyak 25 sekolah dengan 13.890 orang murid dan 509 orang guru. Sedangkan untuk tingkat SMA tedapat 9 sekolah dengan 3.378 orang murid dan 212 guru. selain itu terdapat juga sekolah yang berada dibawah naungan Departemen Agama yaitu Madrasah Ibtidayah terdapat 4 sekolah dengan 723 orang murid dan 29 orang guru.
2. Kesehatan
Jumlah sarana kesehatan tahun 2009 di Kecamatan Biringkanaya tercatat 2 rumah sakit umum / khusus, 2 pusksmas, 8 pustu, 1 BKIA, 7 rumah bersalin dan 88 posyandu. Untuk tenaga medis tercatat 59 orang Dokter Umum, 9 Dokter Gigi dan 73 orang Paramedis yang terdiri dari 30 orang Bidan, 31 orang Perawat / Mantri, dan 12 orang Dukun bayi.
21
3. Agama
Mayoritas penduduk Kecamatan Biringkanaya adalah beragama Islam, menyusul agama Protestan dan Katolik. Jumlah tempat ibadah di Kecamatan Biringkanaya cukup memadai, terdapat 133 buah Mesjid, 7 buah Langgar / surau dan 8 buah Gereja.
4.2.4 Struktur Organisasi
Sebelum, dikemukakan struktur organisasi Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar, terlebih dahulu harus dipahami pengertian struktur organisasi secara teoritis agar memudahkan dalam meneelah pembahasan selanjutnya. Struktur oraganisasi menurut The Leang Gie (1976) adalah sebagai berikut “ Struktur organisasi adalah yang menunjukkan segenap tugas pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi, hubungan antara fungsi-fungsi tersebut serta wewenang dan tanggung jawab anggota organisasi yang memikul tiap-tiap tugas pekerjaan itu”. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka jelaslah kiranya betapa besar peranan organisasi secara keseluruhan di dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Ditinjau dari sudut organisasi, maka pemerintah Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar merupakan salah satu wujud organiasi di dalam lembaga pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi dalam proses pencapaian tujuan nasional.
Adapun susunan atau struktur organisasi kantor Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar dapat dijelaskan sebagai berikut :
22 1. Camat adalah Kepala Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar 2. Sekretariat Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar memimpin
unit kerja yang terdiri dari : a. Urusan perencanaan b. Urusan Umum 3. Seksi Pemerintahan
a. Sub Seksi Pemerintahan Umum dan Kelurahan b. Sub Seksi Kependudukan
c. Sub Seksi Ketentraman dan Ketertiban
4. Seksi Pembangunan Masyarakat Kelurahan, terdiri dari : a. Sub Seksi Sarana, Prasarana dan Pelayanan Umum b. Sub Seksi Perekonomian, Produksi dan Distribusi; c. Sub Seksi Kesejahteraan Sosial dan Lingkungan Hidup;
23
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Rata-rata Biji Berkecambah dengan Pengaruh Lama Perendaman Air
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rata-rata perkecambahan biji kemiri terhadap pengaruh lama perendaman air yang dilakukan selama 1 bulan,
dengan perlakuan perendaman Asam Sulfat (H2SO4) selama 30 menit tanpa
perendaman Air (Kontrol) menunjukan nilai rata-rata 0,17 biji berkecambah dari
150 biji kemiri yang disemaikan, perendaman menggunakan Asam Sulfat (H2SO4)
dengan perlakuan perendaman Air selama 3 hari menunjukan nilai rata-rata 2,67 biji berkecambah dari 150 biji kemiri yang disemaikan, perendaman
menggunakan Asam Sulfat (H2SO4) dengan perlakuan perendaman air selama 4
hari menunjukan nilai rata-rata 6,22 biji berkecambah dari 150 biji kemiri yang
disemaikan, perendaman menggunakan Asam Sulfat (H2SO4) dengan perlakuan
perendaman air selama 5 hari menunjukan nilai rata-rata 4,17 biji berkecambah dari 150 biji kemiri yang disemaikan . Jumlah rata-rata dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah rata-rata berkecambah pada pengaruh lama perendaman Air
Perlakuan Total berkecambah
(Biji)
Rata-rata (biji per 6 minggu)
Kontrol 3 0,17
3 hari 48 2,67
4 hari 112 6,22
5 hari 75 4,17
24 Gambar 1. Rata-rata perkecambahan pada pengaruh lama perendaman Air
Pada Gambar 1. Menunjukkan bahwa jumlah rata-rata terendah yaitu 0,17 kecambah kemiri pada perlakuan perendaman Asam Sulfat selama 30 menit tanpa perendaman air dan jumlah rata-rata tertinggi yaitu 6,22 kecambah kemiri pada
perlakuan perendaman menggunakan Asam Sulfat (H2SO4) dengan lama
perendaman Air selama 4 hari. Hasil ini diakibatkan pengaruh Asam Sulfat yang membuat cangkang pada kemiri melunak sehinggga air mudah masuk kedalam embrio biji sehingga terjadi proses perkecambahan, perendaman dengan waktu yang kurang lama belum mampu memecahkan dormansi biji kemiri.
Hal ini pun sesuai dengan pernyataan Mali’ah (2014), menyatakan
bahwa perendaman melakukan asam sulfat (H2SO4) selama 1 sampai 10 menit
tidak berpengaruh terhadap permatahan dormansi beinih, sedangkan perendaman selama 60 menit atau lebih dapat menyebabkan kerusakan pada benih secara umum. 0.17 2.67 6.22 4.17 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Kontrol 3 hari 4 hari 5 hari
Ju m la h k e c a m b a h Lama Perendaman
Rata-rata perkecambahan pada pengaruh lama perendaman Air
25 Namun jumlah kemiri yang berkecambah belum terlalu banyak jika dengan lama persemain hanya 1 bulan hal itu dapat dilihat dari jumlah
perkecambahan menggunakan Asam Sulfat (H2SO4) pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Kecambah pada pengaruh lama perendaman air
Perlakuan Ulangan Total 1 2 3 Kontrol 0,33 0,17 0,00 0,50 3 Hari 2,50 3,33 2,17 8,00 4 Hari 6,17 4,67 7,83 18,67 5 Hari 4,50 4,17 3,83 12,50 Total 13,50 12,33 13,83 39,67
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2019
Hasil perhitungan disajikan kedalam analisis sidik ragam untuk mengetahui adanya pengaruh nyata atau tidak nyata, pada Tabel 3:
Tabel 3. Analisis Sidik Ragam Perlakuan pengaruh lama perendaman air
SK D b JK KT F hit F tabel 5% 1% Perlakuan 3 58,52 19,50 25,93 ** 4,07 7,59 Galat 8 6,01 0,75 Total 11 64,54
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2019
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata
Berdasarkan Tabel 3. Analisis sidik ragam untuk mengetahui adanya pengaruh nyata atau tidak nyata perlakuan terhadap kecambah kemiri, dapat dilihat dari derajat bebas perlakuan 3, dan derajat bebas galat 8, maka diperoleh
26 F.Tabel 5 % dengan nilai 4,07 dan F.Tabel 1 % dengan nilai 7,59 dan F.Hitung 25,93 sehingga sumber keragaman perlakuan menunjukkan adanya pengaruh sangat nyata terhadap jumlah kecambah Kemiri (F.Hit perlakuan > F.Tabel 5% dan 1%).
Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah kecambah tetapi penggunaan asam sulfat sudah mampu memecahkan dormansi walaupun membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk disemaikan.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam tabel Anova diketahui bahwa nilai F. hitung lebih besar dari F. tabel sehingga perlu dilakukan uji lanjut beda nyata jujur (BNJ).
Tabel 4. Uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) 5%
Perlakuan Rata-rata BNJ 5% Rata-rata+BNJ Simbol Kontrol 0,17 2,265 2,435 a 3 hari 2,67 2,265 4,935 b 4 hari 6,22 2,265 8,485 b 5 hari 4,17 2,265 6,435 b
Sumber: data primer, setelah diolah 2019
Berdasarkan Tabel.4 hasil uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) 5% Dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya. Dari hasil pengujian diatas, perlakuan perendaman 3 hari, 4 hari, 5 hari memiliki symbol yang sama yang artinya tidak berbeda nyata pengaruhnya, sedangkan perlakuan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan lainya.
27 Untuk menentukan perlakuan mana yang terbaik, dilihat dari perlakuan mana yang nilai ratanya tertinggi. dalam hal ini perlakuan yang nilai rata-ratanya tertinggi adalah perendaman 4 hari dengan nilai rata-rata 6,22.
Tabel 5. Uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) 1%
Perlakuan Rata-rata BNJ 1% Rata-rata+BNJ Simbol
Kontrol 0,17 3,1 3,27 a
3 hari 2,67 3,1 5,77 ab
4 hari 6,22 3,1 9,32 c
5 hari 4,17 3,1 7,27 bc
Sumber: data primer, setelah diolah 2019
Berdasarkan Tabel.5 hasil uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) 1% dapat disimpulkan bahwa perlakuan Kontrol dan perendaman 3 hari berbeda nyata karena memiliki symbol yang beda, sedangkan perendaman ,4 hari, dan 5 hari diikuti dengan simbol yang sama yaitu “c” dinyatakan tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 1%.
Maka untuk menentukan perlakuan mana yang terbaik dapat dilihat dari perlakuan mana yang nilai rata-ratanya tertinggi. dalam hal ini perlakuan yang nilai rata-ratanya tertinggi adalah perendaman 4 hari dengan nilai rata-rata 6,22.
5.2.Persentase Biji Berkecambah Dengan pengaruh lama perendaman Air
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan persentase perkecambahan biji kemiri yang dilakukan selama 1 bulan, perendaman menggunakan Asam Sulfat
(H2SO4) selama 30 menit tanpa perendaman Air (Kontrol) dengan perendaman
28
Asam Sulfat (H2SO4) dengan perlakuan perendaman Air selama 3 hari
mempunyai rata-rata persentase berkecambah 32%, perendaman menggunakan
Asam Sulfat (H2SO4) dengan perlakuan perendaman Air selama 4 hari
mempunyai rata-rata persentase berkecambah 74,66%, perendaman menggunakan
Asam Sulfat (H2SO4) dengan perlakuan perendaman Air selama 5 hari
mempunyai rata-rata persentase berkecambah 50% Jumlah rata-rata persentase dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Jumlah persentase Rata-rata berkecambah pada perlakuan lama perendaman Air
Perlakuan Total Biji
Total Berkecambah (Biji) Persentase Perkecambahan Kontrol 150 3 2,66% 3 hari 150 48 32% 4 hari 150 112 74% 5 hari 150 75 50%
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2019
Gambar 2. Rata-rata persentase perkecambahan pada pengaruh lama perendaman Air 2,66% 32% 74,66% 50% 0 2 4 6 8 10 12 14
Kontrol 3HARI 4HARI 5HARI
Lama Perendaman
Rata-rata persentase perkecambahan pada pengaruh lama perendaman Air
29 Pada Gambar 2. Dapat dilihat jumlah persentase perkecambahan menggunakan metode perendaman Asam Sulfat terendah yaitu 2,66% kecambah kemiri pada perlakuan perendaman menggunakan Asam Sulfat selama 30 tanpa perendaman air (Kontrol) sedangkan jumlah rata-rata tertinggi yaitu 74,66% kecambah kemiri dengan lama perendaman 4 hari.
Berdasarkan Gambar diatas menujukkan bahwa persentase kecambah masih rendah hal ini bisa jadi diakibatkan oleh lingkungan tempat persemaian biji kemiri. Menurut Nurwardani (2008) perkecambahan akan terjadi Jika suatu biji tanaman di tempatkan pada lingkungan yang menunjang dan memadai. Perkecambahan diawali dengan penyerapan air dari lingkungan sekitar biji, baik tanah, udara, maupun media lainnya. Waktu persemaian juga bisa mengakibatkan persentase perkecambahan lebih rendah.
Jika biji kemiri langsung ditanam tanpa disemaikan terlebih dahulu maka biji kemiri baru akan berkecambah sekitar 4-6 bulan dengan maksimal persentase kecambah 50% sedangkan biji kemiri yang disemaikan terlebih dahulu akan berkecambah sekitar 1-2 bulan dengan persentase kecambah 75%. Selain itu faktor utama yang menyebabkan rendahnya kecambah adalah ketebalan kulit kemiri semakin tebal kulit kemiri maka akan semakin lama pula proses kecambah terjadi.
30
VI.
PENUTUP
6.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Rata-rata perkecembahan biji kemiri dengan pengaruh lama perendaman
air menggunakan metode perendaman asam sulfat (H2SO4) dapat
menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi pada perlakuan lama perendaman air selama 4 hari dengan nilai 6,22 biji berkecambah sedangkan nilai rata-rata terendah pada perlakuan perendaman asam sulfat (H2SO4) selama 30 menit tanpa perendaman air (Kontrol) dengan nilai 0.17 biji berkecambah.
2. Persentase perkecambahan biji kemiri dengan pengaruh lama perendaman
air menggunakan perendaman asam sulfat (H2SO4) menunjukan bahwa
nilai persentase perkecambahan teringgi pada perlakuan perendaman asam sulfat dan air selama 4 hari dengan nilai 74,66% biji berkecambah dan
nilai persentase terendah pada perlakuan perendaman asam sulfat (H2SO4)
selama 30 menit tanpa perendaman air (Kontrol) dengan nilai 2,66% biji berkecambah.
6.2.Saran
Metode perendaman diatas belum mampu menghasilkan jumlah kecambah kemiri dengan persentase yang tinggi untuk itu diperlukan penelitian yang lebih lanjut terkait lama perendaman atau kadar bahan kimia.
31
DAFTAR PUSTAKA
Copeland, L.O. dan McDonald, M.B. 1995. Principles of Seed Science and
Technology 3Rd Edition. Buku. Chapman and Hall. New York. 480 hlm.
Direktur Hutan Tanaman Industri 1990 Teknik pembuatan Hutan Tanaman
Kemiri. Departemen Kehutanan, Jakarta, Indonesia
Ginoga, B., Ginting, A.N. dan Santoso, B. 1989 Hutan Tanaman Kemiri
(Aleurites Moluccana Willd.): Syarat Tempat Tumbuh dan Aspek Ekonominya.
Hyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Buku. Yayasan
SaranaWana Jaya. Jakarta. 2521 hlm.
Kementrian Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.21/Menhut-Ii/2009 Tentang Kriteria dan Indikator Penetapan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan . Kementrian Kehutanan. Jakarta.
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Khadijah, N., 1996, Bercocok Tanam Kemiri, CV Telaga Zamzan, Ujung
Pandang, 67 Hlm.
Khoirul, A., 2015, Kimia Dasar II Asam Sulfat, bali.
Krisnawati, H.Dkk., 2011 Aleurites moluccana (L.) Willd.: Ekologi, Silvikultur Dan Produktivitas. Cifor, Bogor, Indonesia. Hlm 12.
Mali’ah, S. 2014. Pengaruh konsentrasi dan Lama Perendaman Dalam Asam
Sulfat (H2SO4) Terhadap Perkecambahan Benih Saga Pohon (Adenanthera Pavonina L.).Skripsi.Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim.
Nurfiana, R. 2017. Pengaruh Lama Waktu Skarifikasi terhadap Perkecambahan
Biji Lamtoro Sebagai Pakan Ternak. Skripsi. Universitas Islam Negeri Alauddin. Makassar. 69 hlm
Nurwardani, P., 2008, Teknik Pembibitan Tanaman Dan Produksi Benih,
32
Paimin. 1994. Kemiri Budidaya dan Prospek Bisnis. PT. Penebar Swadaya
Anggota IKAPI. Jakarta
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.35/Menhut-II/2007.
Sihombing. 2011. Hasil Hutan Bukan Kayu . Bumi Aksara. Bandung.
Stenis. 1981. Flora, Untuk Sekolah di Indonesia. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
34
LAMPIRAN
1. Data primer
Data biji kemiri yang berkecambah menggunakan metode pada pengaruh lama perendaman Air a. Kontrol Minggu Total ulangan K1 K2 K3 K4 K5 K6 1 0 2 0 0 0 0 2 2 0 0 0 1 0 0 1 3 0 0 0 0 0 0 0 Total 0 2 0 1 0 0 3 b. Perendaman 3 hari Minggu Total ulangan P11 P12 P13 P14 P15 P16 1 0 2 0 5 4 4 15 2 0 3 2 3 5 7 20 3 0 2 0 3 4 4 13 Total 0 7 2 11 13 15 48
35 c. Perendaman 4 hari Minggu Total ulangan P21 P22 P23 P24 P25 P26 1 2 4 6 8 10 7 37 2 3 4 4 6 6 5 28 3 3 5 7 15 8 9 47 Total 8 13 17 29 24 21 112 d. Perendaman 5 hari Minggu Total ulangan P31 P32 P33 P34 P35 P36 1 0 4 3 7 6 7 27 2 0 3 2 5 8 7 25 3 0 3 3 7 7 3 23 Total 0 10 8 19 21 17 75
36
2. Olah Data Statistik
a. Kontrol
Minggu Total
Rata-rata ulangan K1 K2 K3 K4 K5 K6 1 0 2 0 0 0 0 2 0,33 2 0 0 0 1 0 0 1 0,17 3 0 0 0 0 0 0 0 0,00 Total 0 2 0 1 0 0 3 b. Perendaman 3 Hari c.
Minggu Total
Rata-rata ulangan P11 P12 P13 P14 P15 P16 1 0 2 0 5 4 4 15 2,50 2 0 3 2 3 5 7 20 3,33 3 0 2 0 3 4 4 13 2,17 Total 0 7 2 11 13 15 48
37
d. Perendaman 4 hari
Minggu Total
Rata-rata ulangan P21 P22 P23 P24 P25 P26 1 2 4 6 8 10 7 37 6,17 2 3 4 4 6 6 5 28 4,67 3 3 5 7 15 8 9 47 7,83 Total 8 13 17 29 24 21 112 e. Perendaman 5 hari
Minggu Total
Rata-rata ulangan P31 P32 P33 P34 P35 P36 1 0 4 3 7 6 7 27 4,50 2 0 3 2 5 8 7 25 4,17 3 0 3 3 7 7 3 23 3,83 Total 0 10 8 19 21 17 75
38
3. Analisis sidik ragam
a. Pengaruh lama perendaman Air terhadap perkecambahan biji kemiri dengan metode
perendaman asam sulfat (H2SO4.
Perlakuan Ulangan total rata
1 2 3 Kontrol 0,50 0,17 0,00 0,50 3 hari 2,50 3,33 2,17 8,00 4 hari 6,17 4,67 7,83 18,67 5 hari 4,50 4,17 3,83 12,50 Total 13,50 12,33 13,83 39,67 Derajat bebas (dB) dBt = N-1 = 11 dBp = t-1 = 3 dBg = t(r-1) = 8 Faktor Koreksi (FK) FK = Yij^2/rt 131,12 Jumlah Kuadrat (JK)
Jumlah Kuadrat Total (JKT)
JKT = Ʃ(Yij)²-FK 64,55
Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) JKP =
39 Jumlah Kuadrat Galat (JKG)
JKG = JKT-JKG 6,01 D. Kuadrat Tengah (KT) KTP = JKP/dbp 19,50 KTG = JKG/dpg 0,75 E. F Hitung Fhit = KTP/KTG 25,93
4. Uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) 5% dan 1%
a. Uji lanjut BNJ 5% Perlakuan Rata-rata Bnj 5% Rata-rata+BNJ Simbol Kontrol 0,17 2,265 2,435 a 3 hari 2,67 2,265 4,935 b 4 hari 6,22 2,265 8,485 b 5 hari 4,17 2,265 6,435 b
40
b. Uji Lanjut BNJ 1%
Perlakuan Rata-rata Bnt 1% Rata-rata+BNJ Simbol
Kontrol 0,17 3,1 3,27 a
3 hari 2,67 3,1 5,77 ab
4 hari 6,22 3,1 9,32 c
41
42
6. Dokumentasi penelitian
Bahan untuk perendaman Biji kemiri asam sulfat dan Aquades
43 Penyortiran Biji kemiri
44 Proses Perendaman Air
45 Penimbunan biji kemiri asam sulfat (Kontrol)
46 Penimbunan Biji kemiri
47 Kemiri berkecambah
48
7. Table Distribusi Frekuensi
49
50
51
RIWAYAT HIDUP
Miranda Rifdayanti (105950059615), dengan judul Skripsi
“Pengaruh Lama Perendaman Air Terhadap
Perkecambahan biji Kemiri (Aleurites moluccana) dengan Metode Perendaman Asam Sulfat (H2SO4) di CV. Agritech Indonesia, Kelurahan Berua Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar” yang di bimbing oleh Bapak Azis dan Bapak Tahnur. Penulis Lahir pada tanggal 26 juli 1997 di Dusun Sambote, Desa Bawalipu, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis merupakan anak ke dua dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak Rifai dan Ibu Nurida. Penulis pertama kali menyelesaikan pendidikan formal di SDN 133 Banalara pada Tahun 2004 dan tamat pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Wotu dan tamat pada tahun 2012, Penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Wotu dan tamat pada tahun 2015 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan.