• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kesiapsiagaan Petugas dalam Menghadapi Bencana Banjir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kesiapsiagaan Petugas dalam Menghadapi Bencana Banjir"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesiapsiagaan Petugas dalam Menghadapi Bencana Banjir

Menurut Sutton (2006) penilaian kemampuan kesiapsiagaan bencana secara umum yaitu Capabality Assesment of Readiness yang berisikan eleman sebagai berikut: (a) Hukum dan wewenang, (b) Identifikasi bahaya dan penilaian risiko, (c) Mitigasi bencana, (d) Manajemen sumber daya, (e) Arah, kontrol dan koordinasi, (f) Komunikasi dan peringatan, (g) Operasi dan prosedur, (h) Logistik dan fasilitas, (i) Pelatihan, evaluasi dan tindakan korektif, (j) Krisis komunikasi, pendidikan umum dan informasi serta (k) Keuangan dan administrasi.

Menurut LIPI–UNESCO/ISDR (2006), bahwa salah satu stakeholders utama dalam penanggulangan bencana adalah pemerintah yang secara struktural pada tingkat kabupaten/kota merupakan tugas dan fungsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten/Kota. Dengan demikian kajian tentang kesiapsiagaan dalam penelitian ini difokuskan pada kesiapsiagaan petugas pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam menghadapi bencana banjir.

2.1.1 Pengertian Kesiapsiagaan

Kamus Besar Bahasa Indonesia, mendefinisikan kesiapsiagaan sebagai ‘keadaan siap siaga’. Berasal dari kata dasar ‘siap siaga’, yang berarti ‘siap untuk digunakan atau untuk bertindak’. Dalam Bahasa Inggris, padanan kata ‘kesiapsiagaan’ adalah preparedness. Sementara definisi yang diberikan

(2)

Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007, kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Konsep kesiapsiagaan memiliki berbagai dimensi yang didukung oleh sejumlah aktivitas. Dimensi dari kesiapsiagaan mencakup berbagai tujuan atau pernyataan akhir bahwa kesiapsiagaan berusaha untuk dicapai. Kegiatan-kegiatan adalah tindakan-tindakan nyata yang perlu untuk diambil dalam rangka menemukan tujuan-tujuan tersebut. Sumber-sumber bervariasi dalam hal bagaimana dimensi-dimensi tersebut dan aktivitas-aktivitas yang didefinisikan (Sutton dan Tierney, 2006)

Kesiapsiagaan (preparedness) menghadapi banjir adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi bencana banjir sehingga tindakan yang dilakukan pada saat dan setelah terjadi banjir dilakukan secara tepat dan efektif, yang dilakukan tenaga ahli dan personil atau tenaga lapangan. Tenaga ahli yang diperlukan adalah tenaga ahli yang memenuhi kualifikasi di bidang sumberdaya air antara lain bidang hidrologi, klimatologi, hidrolika, sipil, elektro mekanis, hidrogeologi, geologi teknik, dan tenaga ahli lainnya yang berhubungan dengan masalah banjir. Kelompok tenaga lapangan dalam pelaksanaan pengendalian banjir dibutuhkan petugas lapangan dalam jumlah cukup utamanya untuk kegiatan pemantauan dan tindakan turun tangan (Colombo, 2002).

(3)

2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesiapsiagaan

Menurut Sutton (2006) dimensi kesiapsiagaan bencana meliputi : penilaian bencana, manajemen arahan dan koordinasi, respons perencanaan dan kesepakatan secara formal dan informal, dukungan sumebr daya, fasilitas proteksi, penanggulangan kegawatdaruratan dan fungsi perbaikan serta inisiatif untuk pemulihan. Masing-masing dimensi memiliki jenis kegiatan yang disesuaikan dengan dimensi yang di maksud.

Menurut LIPI–UNESCO/ISDR (2006) terdapat 5 faktor kritis kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam, seperti bencana banjir, yaitu: (a) pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana, (b) Kebijakan dan Panduan, (c) Rencana untuk Keadaan Darurat Bencana, (d) Sistim Peringatan Bencana dan (e) Kemampuan untuk Memobilisasi Sumber Daya. Ke lima faktor kritis ini kemudian disepakati menjadi parameter dalam assessment framework, yaitu : (LIPI–UNESCO/ISDR, 2006).

a. Parameter pertama adalah pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana. Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah pesisir yang rentan terhadap bencana alam.

(4)

b. Parameter ke dua adalah kebijakan dan panduan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam. Kebijakan kesiapsiagaan bencana alam sangat penting dan merupakan upaya konkrit untuk melaksanakan kegiatan siaga bencana. Kebijakan yang signifikan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan meliputi: pendidikan publik, emergency planning, sistim peringatan bencana dan mobilisasi sumber daya, termasuk pendanaan, organisasi pengelola, SDM dan fasilitas-fasilitas penting untuk kondisi darurat bencana. Kebijakan-kebijakan dituangkan dalam berbagai bentuk, tetapi akan lebih bermakna apabila dicantumkan secara konkrit dalam peraturan-peraturan, seperti: SK atau Perda yang disertai dengan job description yang jelas. Agar kebijakan dapat diimplementasikan dengan optimal, maka dibutuhkan panduanpanduan operasionalnya.

c. Parameter ke tiga adalah rencana untuk keadaan darurat bencana alam. Rencana ini menjadi bagian yang penting dalam kesiapsiagaan, terutama berkaitan dengan evakuasi, pertolongan dan penyelamatan, agar korban bencana dapat diminimalkan. Upaya ini sangat krusial, terutama ada saat terjadi bencana dan hari-hari pertama setelah bencana sebelum bantuan dari pemerintah dan dari pihak luar datang.

d. Parameter ke empat berkaitan dengan sistim peringatan bencana. Sistim ini meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi akan terjadinya bencana. Dengan peringatan bencana ini, masyarakat dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan. Untuk itu

(5)

diperlukan latihan dan simulasi, apa yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimana harus menyelamatkan diri dalam waktu tertentu, sesuai dengan lokasi dimana masyarakat sedang berada saat terjadinya peringatan.

e. Parameter ke lima yaitu: mobilisasi sumber daya. Sumber daya yang tersedia, baik sumber daya manusia (SDM), maupun pendanaan dan sarana – prasarana penting untuk keadaan darurat merupakan potensi yang dapat mendukung atau sebaliknya menjadi kendala dalam kesiapsiagaan bencana alam. Karena itu, mobilisasi sumber daya menjadi faktor yang krusial.

2.1.3 Upaya Dilakukan Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain (BNPB, 2008):

1. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.

2. Pelatihan siaga/simulasi/gladi/teknis bagi setiap sektor penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).

3. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan

4. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.

5. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan.

(6)

6. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning) 7. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)

8. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan) 2.1.4 Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir

Ada beberapa tahapan kesiapsiagaan petugas dalam menghadapi bencana banjir yaitu sebagai berikut

a. Tahap Sebelum Terjadi Banjir

Kegiatan yang dilakukan adalah meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi ancaman bahaya banjir meliputi: (a) penyebarluasan peraturan perundang-undangan/informasi-informasi baik dari Pemerintah Pusat maupun dari Pemerintah Daerah berkaitan dengan masalah banjir, (b) pemantauan lokasi-lokasi rawan (kritis) secara terus menerus, (c) optimasi pengoperasian prasaranan dan sarana (d) penyebarluasan informasi daerah rawan banjir, ancaman bahaya dan tindakan yang harus diambil oleh masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana, (e) peningkatan kesiapsiagaan organisasi dan menejemen pengendalian banjir dengan menyiapkan dukungan sumberdaya yang diperlukan dan berorientasi kepada pemotivasian individu dalam masyarakat setempat agar selalu siap sedia mengendalikan ancaman bahaya, (f) persiapan evakuasi ke lokasi yang lebih aman. (g) penyediaan bahan-bahan banjiran untuk keadaan darurat seperti karung plastik, bronjong kawat, dan material-material pengisinya seperti pasir, batu dan disediakan pada lokasi yang diperkirakan rawan/kritis. (h) penyediaan peralatan berat (backhoe/excarator, truk, buldozer, dan lain-lain) dan

(7)

1 Bahaya I Siaga I Merah Ditetapkan sesuai dengan kondisi sungai Terus Menerus Maks 1 jam Sirene, Kentongan, atau yang sejenis 2 Bahaya II Siaga II (Kuning) Ditetapkan sesuai dengan kondisi sungai I jam Maks 3 jam Sirene, Kentongan, atau yang sejenis 3 Bahaya III Siaga III (Hijau) Ditetapkan sesuai dengan kondisi sungai 2 jam Maks 6 jam Sirene, Kentongan, atau yang sejenis Sumber : SDC (2009.

Tabel 2.1 Tingkat Siaga dan Pemberitaan Banjir

Selang Waktu Pengamatan Gawar/Pemberitaan Selang Waktu Isyarat No Tingkat Bahaya Tingkat Siaga Tinggi Jagaan Air Sungai

disiapsiagakan pada lokasi yang strategis, sehingga sewaktu-waktu mudah dimobilisasi (SDC, 2009).

b. Saat Terjadi Banjir

Kegiatan yang dilakukan dititik beratkan pada : 1. Penyelenggaraan piket banjir disetiap POSKO

2. Pengoperasian Flood Warning System: (a) pemantauan tinggi muka air dan debit air pada setiap titik pantau, (b) melaporkan hasil pemantauan pada saat mencapai tingkat siaga kepada Dinas/Instasi terkait, untuk diinformasikan pada masyarakat sesuai dengan Prosedur Operasi Standar Banjir, selengkapnya tingkat siaga dan pemberitaan bencana banjir dapat diperiksa pada Tabel 2.1 sebagai berikut.

(8)

c. Peramalan

Peramalan banjir dapat dilakukan dengan cara : (a) analisis hubungan hujan dengan banjir (rainfall–runoff relationship), (b) metode perambatan banjir (flood

routing).

d. Komunikasi

Sistim komunikasi digunakan untuk kelancaran penyampaian informasi dan pelaporan, dapat menggunakan radio komunikasi, telepon, faximile dan sarana lainnya.

e. Pemberitaan Banjir

Pemberitaan banjir dilakukan dengan sirine, kentongan atau sarana sejenis lainnya dari masing-masing pos pengamatan berdasarkan informasi dari Posko Banjir.

2.2 Bencana Banjir

2.2.1 Pengertian Bencana Banjir

Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) dalam kamusnya, mendefinisikan bencana adalah suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, serta melampaui kemampuan dan sumberdaya masyarakat untuk menanggulanginya (MPBI, 2009).

(9)

Banjir adalah bencana musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi (IDEP, 2007). Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Bakornas PB, 2008).

Bencana banjir merupakan kejadian alam yang dapat terjadi setiap saat dan sering mengakibatkan kerugian jiwa, harta dan benda. Kejadian banjir tidak dapat dicegah, namun hanya dapat dikendalikan dan dikurangi dampak kerugian yang diakibatkannya (BPBD Kab. Aceh Timur, 2011).

2.2.2 Faktor-faktor Penyebab Bencana Banjir

Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi kapasitas pembuangan air di suatu wilayah dan menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi.Sumber-sumber banjir adalah (Colombo, 2002) :

a. Curah hujan tinggi, baik di suatu kawasan maupun di hulu sungai b. Luapan air sungai akibat tingginya curah hujan di hulu sungai c. Runtuhnya bendungan

d. Naiknya air laut (pasang/rob) e. Tsunami

(10)

Faktor kerentanan di suatu daerah juga akan mempengaruhi terjadinya banjir. Faktor kerentanan tersebut adalah sebagai berikut (Promise Indonesia, 2009):

a. Prediksi yang kurang akurat mengenai volume banjir. b. Rendahnya kemampuan sistem pembuangan air.

c. Turunnya kapasitas sistem pembuangan air akibat rendahnya kemampuan pemeliharaan dan operasional.

d. Deforestasi, perusakan lapisan atas hutan dengan cara merubah penggunaan lahan secara permanen.

e. Turunnya permukaan tanah akibat turunnya muka air tanah (pasang/rob). f. Perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanasan global.

UNESCO (2007), dari berbagai kajian yang telah dilakukan, banjir yang melanda daerah-daerah rawan, pada dasarnya disebabkan tiga hal, yaitu:

a. Kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan berdampak pada perubahan alam.

b. Peristiwa alam seperti curah hujan sangat tinggi, kenaikan permukaan air laut, badai, dan sebagainya.

c. Degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada catchment

area, pendangkalan sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur sungai dan

sebagainya.

Banjir bukan hanya menyebabkan sawah tergenang sehingga tidak dapat dipanen dan meluluhlantakkan perumahan dan permukiman, tetapi juga merusak fasilitas pelayanan sosial ekonomi masyarakat dan prasarana publik, bahkan menelan

(11)

korban jiwa. Kerugian semakin besar jika kegiatan ekonomi dan pemerintahan terganggunya, bahkan terhentinya. Meskipun partisipasi masyarakat dalam rangka penanggulangan banjir sangat nyata. terutama pada aktivitas tanggap darurat, namun banjir menyebabkan tambahan beban keuangan negara, terutama untuk merehabilitasi dan memulihkan fungsi parasana publik yang rusak.

2.2.3 Upaya Penanggulangan Bencana Banjir

Penanggulangan bencana banjir adalah berbagai upaya yang dapat dilakukan baik oleh pemerintah, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya (stakeholders) dalam rangka menanggulangi bencana banjir baik yang dilakukan sebelum terjadinya banjir, pada saat terjadi maupun setelah terjadi banjir. Upaya-upaya penanggulangan banjir yang meliputi pengurangan risiko bencana sebelum terjadi bencana banjir, peringatan dini banjir, tanggap darurat saat banjir dan upaya pemulihan setelah terjadi banjir, dan pengenalan rencana kontinjensi (UNESCO, 2007).

1. Pengurangan Risiko Bencana Sebelum Terjadi Banjir

Upaya pengurangan risiko bencana melalui upaya mitigasi dan kesiapan/kesiapsiagaan (preparedness) terhadap bencana banjir baik upaya yang dilakukan oleh pemerintah sebagai berikut:

Mitigasi banjir adalah semua tindakan/upaya untuk mengurangi dampak dari suatu bencana banjir. Upaya mitigasi ini biasanya ditujukan untuk jangka waktu yang panjang. Secara umum jenis-jenis mitigasi dapat dikelompokkan kedalam mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Yang dimaksud dengan mitigasi struktural

(12)

adalah upaya-upaya pengurangan risiko bencana yang lebih bersifat fisik. Upaya-upaya mitigasi struktural banjir yang dilakukan oleh pemerintah antara lain adalah : a. Perbaikan dan peningkatan sistem drainase.

b. Normalisasi fungsi sungai yang dapat berupa: pengerukan, sudetan. c. Relokasi pemukiman di bantaran sungai.

d. Pengembangan bangunan pengontrol tinggi muka air/hidrograf banjir berupa: tanggul, pintu, pompa, waduk dan sistem polder.

e. Perbaikan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS).

Mitigasi non-struktural, merupakan kebalikan dari mitigasi struktural, mitigasi non struktural adalah segala upaya pengurangan risiko bencana yang dilakukan yang bersifat non fisik, organisasional dan sosial kemasyarakatan. Upaya-upaya mitigasi non struktural banjir yang dilakukan pemerintah antara lain:

a. Membuat master plan pembangunan yang berbasis pengurangan risiko bencana. b. Membuat Perda mengenai penanganan risiko bencana banjir yang berkelanjutan. c. Mengembangkan peta zonasi banjir.

d. Mengembangkan sistem asuransi banjir.

e. Membangun/memberdayakan Sistem Peringatan Dini Banjir.

f. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai bencana banjir melalui pendidikan dan pelatihan.

(13)

2. Peringatan Dini Banjir

Peringatan dini dikeluarkan sesaat sebelum terjadinya bencana banjir. Selama ini, sistem peringatan dini banjir di Indonesia disampaikan berdasarkan tahapan kondisi siaga yang didasarkan tinggi muka air di beberapa pos pengamatan dan pintu air.

Pengembangan dan penyempurnaan Sistem Peringatan Dini Banjir yang Terintegrasi dengan memanfaatkan potensi cuaca ekstrim yang dikeluarkan oleh BMKG sebagai informasi dini dalam sistem peringatan dini banjir (dengan memberikan informasi 36 jam lebih awal).

Sumber informasi peringatan dini berasal dari dua instansi yaitu BMKG yang mengeluarkan potensi cuaca ekstrim dan Dinas PU yang mengeluarkan data tinggi muka air. Seluruh informasi tersebut disampaikan kepada Crisis Center dan beberapa institusi seperti BPBD dan lain-lain. Agar peringatan dini ini sampai di masyarakat maka Crisis Center memiliki kewajiban untuk meneruskan informasi peringatan dini kepada Posko Kelurahan.

3. Tanggap Darurat Saat Terjadi Banjir

Tanggap darurat adalah kegiatan yang dilakukan segera setelah terjadi dampak banjir, bila diperlukan tindakan-tindakan luar biasa untuk memenuhi kebutuhan dasar korban bencana yang selamat. Pada saat banjir, upaya upaya yang dilakukan pemerintah berupa :

a. Pengerahan Tim Reaksi Cepat.

(14)

c. Pemberian layanan air bersih, jamban dan sanitasi di tempat pengungsi/penampungan sementara.

d. Pemberian layanan kesehatan, perawatan dan rujukan di tempat pengungsi/ penampungan sementara.

e. Pengerahan sarana transportasi untuk menjangkau daerah pengungsi. f. Menggunakan air bersih dengan efisien

4. Upaya Pemulihan Setelah Terjadi Banjir

Setelah terjadi bencana, kita melakukan upaya pemulihan yaitu segala upaya yang dilakukan agar kondisi kembali kepada keadaan sebelum terjadi bencana atau kondisi yang lebih baik. Dalam rangka memulihkan kondisi, upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah:

a. Evaluasi penanganan darurat dan pernyataan tanggap darurat selesai.

b. Inventarisasi dan dokumentasi kerusakan sarana dan prasarana. sumberdaya air, kerusakan lingkungan, korban jiwa dan perkiraan kerugian yang ditimbulkan. c. Merencanakan dan melaksanakan program pemulihan berupa: rehabilitasi,

rekonstruksi atau pembangunan baru sarana dan prasarana sumberdaya air.

d. Penataan kembali kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terkena bencana banjir.

(15)

2.2.3 Kategori Jenis Bencana Banjir

Kategori jenis banjir terbagi berdasarkan lokasi sumber aliran permukaannya dan berdasarkan mekanisme terjadinya banjir (UNESCO, 2007).

Berdasarkan lokasi sumber aliran permukaannya:

1. Banjir kiriman (banjir bandang): banjir yang diakibatkan oleh tingginya curah hujan di daerah hulu sungai.

2. Banjir lokal: banjir yang terjadi karena volume hujan setempat yang melebihi kapasitas pembuangan di suatu wilayah.

Berdasarkan mekanisme terjadinya banjir: 1. Regular flood: banjir yang diakibatkan oleh hujan.

2. Irregular flood: banjir yang diakibatkan oleh selain hujan, seperti tsunami, gelombang pasang, dan hancurnya bendungan

2.3 Sumber Daya Organisasi

2.3.1 Pengertian Sumber Daya Organisasi

Secara etimologis istilah organisasi mempunyai arti yaitu bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama. Pada dasarnya organisasi merupakan suatu bentuk kecil dari sebuah komponen dalam suatu lingkungan atau organisasi yang bentuknya bervariasi.

Dalam suatu organisasi, tentu sangat dibutuhkan suatu sumber daya. Sumber daya organisasi merupakan unsur paling penting karena sangat menentukan arah dan kemajuan organisasi (Hafidi, 2007).

(16)

2.3.2 Komponen Sumber Daya Organisasi

Sumber daya organisasi adalah salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan suatu organisasi. Komponen tersebut mencakup sumber daya manusia, peralatan atau fasilitas yang digunakan, prosedur kerja atau standard

operation procedure dan sumber dana. Kebutuhan sumber daya organisasi tersebut

dinilai penting demi terlaksananya seluruh fungsi dan tujuan suatu organisasi baik organisasi pemerintah maupun organisasi swasta atau kelembagaan lainnya.

Komponen sumber daya organisasi dikenal dengan 6M yang terdiri dari sumber daya manusia (Man), peralatan (machine), bahan-bahan (materials), biaya

(money), metode (method), dan pasar (market). Suatu organisasi dapat berjalan efektif

apabila memiliki sumber daya organisasi dalam kegiatan atau operasional organisasi sebagai upaya mencapai keberhasilan berbagai sasaran organisasi (Hafidi, 2007).

Pengelolaan sumber daya organiasi yang terdapat dalam organisasi meliputi: sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dana atau anggaran serta peralatan atau fasiltas pendukung lainnya secara baik dan benar memungkinkan tujuan organisasi dapat tercapai secara optimal (Hafidi, 2007).

Sumber daya yang dimiliki organisasi,mulai dari sumber daya manusia, sumber daya alam, dana, material, mesin-mesin, pasar, teknologi, informasi. Jika dimiliki secara memadaai, baik secara kualitas maupun kuantitas, hal itu akan meamcu karyawan untuk berkinerja secara maksimal (Sopiah, 2008)

(17)

2.4 Landasan Teori

Menurut LIPI–UNESCO/ISDR (2006), kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana dan di dalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan resiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadi bencana.

Menurut LIPI–UNESCO/ISDR (2006), tentang kajian kesiapsiagaan dalam mengantisipasi bencana menyebutkan kesiapsiagaan menggunakan parameter:

1. Pengetahuan merupakan pengetahuan dasar petugas mengenai bencana banjir, seperti kejadian alam, bencana banjir, dan kerentanan fisik.

2. Kebijakan dan panduan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan dalam mengantisipasi bencana banjir seperti tersedianya draf, renstra, protap, tempat evakuasi, panduan pemenuhan kebutuhan dasar.

3. Rencana tanggap darurat merupakan tindakan yang telah dipersiapkan petugas menghadapi bencana banjir, seperti pembuatan peta, penampungan sementara, nomor hotline informasi, posko, gladi pelatihan/simulasi, analisis resiko, perencanaan kontinjensi.

4. Sistem peringatan bencana banjir merupakan usaha petugas dalam mencegah terjadinya bencana banjir, seperti sistem informasi, sistem peringatan dini, penyampaian informasi, pengembangan sistem peringatan dini, pelatihan dan simulasi.

(18)

Menurut LIPI–UNESCO/ISDR (2006), sumberdaya organisasi pendukung kesiapsiagaan petugas penanggulangan bencana dalam menghadapi bencana banjir sebagai berikut:

1. Personil (sumber daya manusia) a. Kelompok tenaga ahli

Tenaga ahli yang diperlukan adalah tenaga ahli yang memenuhi kualifikasi di bidang sumberdaya air antara lain bidang hidrologi, klimatologi, hidrolika, sipil, elektro mekanis, hidrogeologi, geologi teknik, dan tenaga ahli lainnya yang berhubungan dengan masalah banjir.

b. Kelompok tenaga lapangan

Dalam pelaksanaan pengendalian banjir dibutuhkan petugas lapangan dalam jumlah cukup utamanya untuk kegiatan pemantauan dan tindakan di lapangan.

2. Sarana atau Peralatan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan. Sarana lebih ditujukan untuk benda-benda yang bergerak seperti komputer dan mesin-mesin.

Sarana/peralatan yang digunakan petugas dalam upaya penanggulangan bencana banjir terdiri dari:

a. Peralatan hidrologi dan hidrometri (peralatan klimatologi, Extensometer) b. Peralatan komunikasi (radio komunikasi, telepon, faksimili)

(19)

d. Perlengkapan kerja penunjang (sekop, gergaji, cangkul, pompa air)

e. Perlengkapan untuk evakuasi (tenda darurat, perahu karet, dapur umum, obat obatan)

f. Bahan banjiran (karung plastik, bronjong kawat, bambu, dolken kayu) 3. Dana

Dalam pengendalian banjir diperlukan alokasi dana yang diupayakan selalu tersedia. Dana yang diperlukan tersebut harus dialokasikan sebagai dana cadangan yang bersumber dari APBN, APBD atau sumber dana lainnya. Dana cadangan disediakan sesuai ketentuan yang berlaku.

Sumber daya organisasi merupakan alat untuk mencapai tujuan organisasi (Saleh, 2000 dalam Hafidi, 2007). Sumber daya organisasi terdiri dari beberapa komponen diantaranya sebagai berikut (Hasibuan, 2008):

1. Sumber daya manusia (personil) merupakan kemampuan yang dimiliki setiap manusia. Komponen sumber daya manusia meliputi ketersediaan tenaga, keterampilan, distribusi serta pendayagunaan tenaga.

2. Prosedur dan peralatan mencakup ketersediaan sarana dan fasilitas serta kejelasan tatalaksana kerja.

3. Dana adalah keseluruhan dana yang dibutuhkan dan dikeluarkan untuk penyelenggaraan peran dan fungsi organisasi guna mencapai tujuan organisasi secara komprehensif.

Salah satu organisasi pemerintahan yang melibatkan keseluruhan komponen sumber daya organisasi dalam penanggulangan bencana adalah Badan

(20)

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), di mana komponen-komponen sumber daya organisasi yang terdiri dari personil, sarana/peralatan, serta dana mempengaruhi kesiapsiagaan petugas penanggulangan bencana dalam menghadapi bencana banjir di Kabupaten Aceh Timur.

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang telah peneliti jelaskan, maka yang menjadi kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Sumber: LIPI–UNESCO/ISDR (2006)

Variabel Terikat Sumber Daya Organisasi

- Personil

- Sarana atau Peralatan - Dana

Kesiapsiagaan Petugas Penanggulangan Bencana dalam

Menghadapi Bencana Banjir Variabel Bebas

Gambar

Tabel 2.1 Tingkat Siaga dan Pemberitaan Banjir  Selang   Waktu   Pengamatan  Gawar/Pemberitaan Selang   Waktu  Isyarat No Tingkat  Bahaya Tingkat  Siaga Tinggi Jagaan  Air Sungai

Referensi

Dokumen terkait

Pengolahan jernang yang dilakukan oleh masyarakat yaitu: a) Buah rotan jernang yang terkumpul dilepas dari tandannya.. b) Sampel buah rotan jernang dibungkus dengan aluminium foil

Sistem bisnis yang dimaksud adalah penyediaan benih sumber padi bersertifikat, yang dikelola oleh Koperasi Babah Pinto TTP Kota Jantho, akan tetapi sistem produksi yang

Aspek – aspek symbol dan penanda sebagai sebuah bangunan masjid yang sakrla sudah dihilangkan atau di stilasi kedalam bentuk yang lain, sehingga pemahaman

Dengan mengetahui faktor-faktor kesulitan belajar pada mata pelajaran matematika, diharapkan siswa dapat berperan aktif dalam proses belajar mengajar

Banyak model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru untuk membantu peserta didik mencapai kompetensi yang akan dicapai. Berbagai model pembelajaran yang ada antara

[r]

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis pada tahun 2007 menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara kedua variabel tersebut pada PT Asuransi Bumi

Terjadinya kesamaan pola dinamika populasi tersebut mungkin erat kaitannya dengan kesa maan waktu berbunga, per tumbuhan dan perkembangan buah jeruk, terutama masa