• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS USAHA JENANG KETAN PADA SENTRA INDUSTRI RUMAH TANGGA DI KABUPATEN PONOROGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS USAHA JENANG KETAN PADA SENTRA INDUSTRI RUMAH TANGGA DI KABUPATEN PONOROGO"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS USAHA JENANG KETAN PADA SENTRA

INDUSTRI RUMAH TANGGA DI KABUPATEN

PONOROGO

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Oleh :

LUTHFI IKHWAN JANANI

H 0305022

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

(2)

ii

ANALISIS USAHA JENANG KETAN PADA SENTRA

INDUSTRI RUMAH TANGGA DI KABUPATEN

PONOROGO

yang dipersiapkan dan disusun oleh Luthfi Ikhwan Janani

H 0305022

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 29 Januari 2010

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua Anggota I Anggota II

Dr. Ir. Minar Ferichani, MP NIP. 19670331 199303 2 001

Wiwit Rahayu, SP. MP NIP. 19711109 199703 2 004

Ir. Sugiharti Mulya H. MP NIP. 19650626 199003 2 001

Surakarta, 29 Januari 2010 Mengetahui,

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP. 19551217 198203 1 003

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim.

Puji syukur Alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq, dan hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan skripisi ini dengan baik. Skripsi ini sebagai syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusun menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu Penyusun ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Alm. Ir. Catur Tunggal B. J. P., M.S.

3. Bapak Ir. Agustono, M.Si. selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Ir. Sugiharti Mulya H. MP., selaku Ketua Komisi Sarjana Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus sebagai Dosen Penguji Tamu yang telah memberikan masukan dan arahan.

5. Ibu Dr. Ir. Minar Ferichani, MP., selaku Dosen Pembimbing Utama yang dengan sabar memberikan nasehat, bimbingan, arahan dan masukan yang sangat berharga bagi Penyusun.

6. Ibu Wiwit Rahayu, S.P. M.P., selaku Dosen Pembimbing Pendamping dan Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan arahan, serta semangat dalam penyusunan skripsi ini.

7. Kepala Kantor BPS Kabupaten Ponorogo beserta staff.

8. Kepala Kantor Dinas INDAGKOP dan PM Kabupaten Ponorogo beserta staff. 9. Seluruh Perangkat Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo.

(4)

iv

11. Semua Responden Produsen Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga yang telah meluangkan waktu untuk memberikan informasi kepada Penyusun.

12. Orang tuaku, Bapak Moch. Rochani dan Ibu Binti Shofiah, terima kasih atas segala kasih sayang, dukungan, semangat, dan doa yang telah diberikan selama ini sehingga Penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Mbak Dhian (atas usulan judulnya), Mas Hawin dan keponakanku Bintang dan Keisya atas segala perhatian, dukungan, kritikan, masukan, dan doanya. 14. Semua teman-teman Agrobisnis 2005 Fakultas Pertanian UNS, tim futsal BJP

dan teman-teman seangkatan 2005 Fakultas Pertanian atas persahabatan dan kenangan indah yang tidak kulupakan.

15. BEM, HIMASETA, dan LSM KAPAS terima kasih telah memberikan banyak warna dalam perjalanan hidupku.

16. Dek Cyntia yang telah banyak membantu dan memberikan inspirasi dalam penyusunan skripsiku.

17. Semua pihak yang tidak dapat Penyusun sebutkan satu persatu, terimakasih atas semua bantuannya.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhirnya, Penyusun berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

Surakarta, Januari 2010

(5)

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix RINGKASAN ... x SUMMARY ... xi I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan Masalah ... 2 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Kegunaan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Penelitian Terdahulu ... 5

B. Landasan Teori ... 6

1. Beras Ketan ... 6

2. Industri ... 6

3. Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan ... 8

4. Efisiensi Usaha ... 9

5. Risiko Usaha ... 10

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... 11

D. Pembatasan Masalah ... 13

E. Asumsi ... 14

F. Hipotesis.... ... 14

G. Definisi Operasional ... 14

III. METODE PENELITIAN ... 16

A. Metode Dasar Penelitian ... 16

B. Metode Penentuan Responden ... 16

1. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ... 16

2. Metode Pengambilan Responden ... 17

C. Jenis dan Sumber Data ... 18

1. Data Primer ... 18

2. Data Sekunder ... 18

D. Teknik Pengumpulan Data... 18

(6)

vi

2. Wawancara ... 19

3. Pencatatan ... 19

E. Metode Analisis Data ... 19

1. Biaya Usaha ... 19

2. Penerimaan Usaha... 19

3. Keuntungan Usaha ... 19

4. Analisis risiko Usaha ... 20

5. Efisiensi Usaha ... 22

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 23

A. Keadaan Alam ... 23

1. Lokasi /Daerah Penelitian ... 23

2. Topografi Daerah... 23

B. Keadaan Penduduk ... 24

1. Keadaaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 24

2. Keadaan Penduduk Menurut Umur ... 25

3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 26

4. Keadaaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 26

C. Kondisi Perindustrian ... 27

D. Kondisi Pertanian ... 28

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Hasil Penelitian ... 30

1. Identitas Responden ... 30

2. Status Usaha ... 32

3. Sumber Modal Usaha ... 33

4. Pengadaan Bahan Baku ... 33

5. Peralatan Usaha ... 34

6. Proses Produksi ... 35

7. Pengemasan ... 37

8. Pemasaran /Penjualan ... 38

9. Analisis Usaha ... 39

a. Biaya, Penerimaan dan Keuntungan Usaha Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga ... 39

b. Risiko Usaha Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga ... 43

c. Efisiensi Usaha Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga ... 44

B. Pembahasan ... 45

C. Permasalahan Usaha Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga ... 48

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(7)

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Jumlah Unit Usaha dan Jumlah Produksi Jenang Ketan di Kecamatan

Ponorogo dan Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo Tahun 2009 ... 17

2. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Ponorogo . 24 3. Keadaan Penduduk Menurut Umur di Kabupaten Ponorogo ... 25

4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Ponorogo ... 26

5. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kabupaten Ponorogo ... 27

6. Jumlah Industri dan Kerajinan Kabupaten Ponorogo ... 28

7. Luas Lahan Sawah Dirinci Menurut Jenis Pengairan di Kabupaten Ponorogo ... 28

8. Karakteristik Responden Usaha Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga ... 30

9. Tenaga Kerja Usaha Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga ... 31

10. Status Usaha Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga ... 32

11. Sumber Modal Usaha Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga ... 33

12. Rata-rata biaya variabel pada usaha jenang ketan tingkat rumah tangga selama satu bulan ... 39

13. Rata-rata biaya tetap pada usaha jenang ketan tingkat rumah tangga selama satu bulan ... 40

14. Produksi rata, harga jual, sisa penjualan dan penerimaan rata-rata pada usaha jenang ketan tingkat rumah tangga selama satu bulan 41 15. Keuntungan rata-rata produsen jenang ketan tingkat rumah tangga selama satu bulan ... 42

16. Simpangan baku, koefisien variasi dan batas bawah keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga selama satu bulan... 43 17. Efisiensi usaha jenang ketan tingkat rumah tangga selama satu bulan 44

(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Skema Kerangka Teori Pendekatan Masalah Analisis Usaha Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga ... 13 2. Pembuatan Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga di Kabupaten

(9)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Lampiran perhitungan ... 55 2. Peta Kabupaten Ponorogo... 62 3. Surat perijinan ... 63

(10)

x

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian dalam arti luas terdiri dari lima sektor yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Kelima sektor pertanian tersebut bila ditangani lebih serius sebenarnya akan mampu memberikan sumbangan yang besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia mendatang, salah satu penanganannya yaitu dengan perkembangan perekonomian pada bisnis pertanian atau agrobisnis (Soekartawi, 1999).

Komoditi pertanian pada umumnya dihasilkan sebagai bahan mentah dan mudah rusak, sehingga perlu langsung dikonsumsi atau diolah terlebih dahulu. Sumbangan hasil produksi pertanian dapat berupa penyediaan bahan pangan, baik berupa biji-bijian, sayur mayur dan buah-buahan. Meskipun demikian sektor pertanian tidak sepenuhnya dapat menghasilkan output dengan atribut sesuai yang diinginkan konsumen, sehingga dilakukan beragam aktivitas untuk memberi nilai guna/tambah. Proses pengolahan ini dapat meningkatkan guna bentuk komoditi-komoditi pertanian (Mulyani, 2003).

Sebagai penggerak pembangunan pertanian, agroindustri diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik dalam sasaran pemerataan pembangunan maupun pemerataan pembangunan ekonomi. Keberadaaan agroindustri di pedesaan diharapkan dapat meningkatkan permintaan terhadap komoditas pertanian, karena sektor agroindustri berperan dalam mengubah produk pertanian menjadi barang yang lebih berguna bagi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu pembangunan pertanian yang dikaitkan dengan pengembangan industri pertanian perlu diarahkan ke wilayah pedesaan.

Industri pengolahan komoditas pertanian selain mengolah hasil pertanian tentu saja mempunyai tujuan yaitu untuk memperoleh pendapatan guna mempertahankan kelangsungan usahanya. Suatu usaha akan melakukan kegiatannya secara terus menerus agar dapat mempertahankan atau bahkan

(11)

xi

untuk mengembangkan keberadaan perusahaan, maka kegiatan yang dilakukan perusahaan haruslah memperoleh keuntungan.

Ketan merupakan komoditi pertanian dari salah satu macam beras yang jika ditinjau dari segi nilai gizi didominasi oleh pati (sekitar 80-85%) dan juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron atau lapisan terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit ), mineral, dan air (Anonima, 2009), mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan dalam rangka menunjang kebutuhan bahan pangan di Indonesia mengingat kebutuhan ketan sebagai bahan baku berbagai macam makanan. Hasil pengolahan lebih lanjut dari beras ketan diantaranya berupa tepung ketan. Tepung ketan adalah bahan baku yang sesuai untuk pembuatan kue, gula-gula,

pudding, dodol, jenang, produk saus, tepung pembungkus ayam goreng

(Irawan, 1998).

Ponorogo merupakan salah satu daerah yang telah mengembangkan agroindsutri, dalam hal ini adalah agroindustri jenang. Industri jenang sendiri telah dilakukan dari dahulu mengingat jenang adalah makanan atau jenis

snack yang dihidangkan pada saat ada acara-acara warga yang tinggal di

daerah karena jenang adalah jenis makanan tradisional atau bisa juga sebagai makanan untuk oleh-oleh.

Jenang ketan yang dihasilkan oleh produsen jenang ketan di Kabupaten Ponorogo adalah jenang ketan yang menggunakan tepung ketan sebagai bahan baku utamanya. Usaha jenang ketan di Kabupaten Ponorogo pada umumnya berskala industri kecil dan skala rumah tangga. Akan tetapi, di tengah persaingan dengan industri makanan lain dan semakin melambungnya harga bahan baku untuk berproduksi, banyak produsen jenang ketan yang gulung tikar, walaupun masih ada juga yang mampu bertahan. Kenyataan inilah yang mendorong peneliti untuk mengetahui lebih lanjut mengenai usaha jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo.

(12)

xii

Perumusan Masalah

Jenang ketan atau dodol ketan merupakan salah satu jenis makanan khas Ponorogo. Jenang ketan sendiri berbahan baku utama dari tepung ketan yang dipadukan dengan beberapa bahan lain yaitu tepung beras, gula merah, dan kelapa. Usaha jenang ketan di Kabupaten Ponorogo sudah lama berkembang dalam skala industri rumah tangga.

Di Kabupaten Ponorogo, usaha jenang ketan terdapat di Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Jetis. Di Kecamatan Jetis terdapat sentra usaha jenang ketan yaitu di Desa Josari. Produsen jenang ketan tersebut berupaya mengalokasikan sumber daya yang dimiliki supaya memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya didalam menjalankan usahanya. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, produsen jenang ketan tersebut menghadapi kendala salah satunya yaitu semakin tingginya harga bahan baku dan penurunan permintaan konsumen.

Pemintaan pasar atas makanan tradisional ini terus menurun. Hal itu disebabkan oleh semakin banyaknya berbagai ragam jenis makanan dan jajanan lain yang beredar di pasaran. Selain itu, menurunnya daya beli masyarakat dan minat beli masyarakat terhadap panganan tradisional tersebut menyebabkan permintaan atas jenang ketan menjadi turun.

Adanya kendala menurunnya daya beli masyarakat dan minat beli masyarakat terhadap panganan tradisional tersebut menyebabkan permintaan atas jenang ketan menjadi turun, sehingga menyebabkan para produsen jenang ketan menghadapi risiko dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan pada hal tersebut, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

Berapa besarnya keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo?

Berapa besarnya risiko usaha dari usaha jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo?

Berapa besarnya efisiensi usaha jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo?

(13)

xiii

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Mengetahui besarnya keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo.

Mengetahui besarnya risiko usaha jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo.

Mengetahui besarnya efisiensi usaha jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo.

Kegunaan Penilitian

Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Bagi pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan permasalahan ini.

Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan, tambahan informasi dan pengetahuan serta referensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya atau penelitian-penelitian sejenis. Bagi produsen jenang ketan, penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan kajian dalam peningkatan usaha dalam rangka untuk mencapai pendapatan yang maksimal.

(14)

xiv

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Syarif (2006) mengenai Analisis Usaha

Dodol Pisang di Kabupaten Purworejo yang menganalisis tentang

keuntungan, risiko usaha, dan tingkat efisiensi usaha menunjukkan bahwa selama satu bulan produsen dodol pisang di Kabupaten Purworejo memperoleh penerimaan rata–rata sebesar Rp 1.783.142,86 dengan biaya total rata-rata Rp 1.468.478,89 per bulan, sehingga keuntungan rata–rata yang diperoleh pengusaha dodol pisang di Kabupaten Purworejo adalah sebesar Rp 314.663,97 per bulan. Nilai efisiensi dari usaha dodol pisang di Kabupaten Purworejo dalam penelitian ini adalah sebesar 1,23 dan risiko usaha dodol pisang di Kabupaten Purworejo adalah sebesar Rp 189.114,39. Besarnya nilai koefisien variasi atau CV adalah 0,6 dan nilai batas bawah keuntungan atau L adalah –Rp 63.564,81.

Menurut penelitian Kurniawan (2007) tentang Analisis Usaha

Agroindustri Makanan Wingko di Kabupaten Kulon Progo yang menganalisis

tentang biaya, penerimaan, keuntungan, profitabilitas, risiko usaha, dan tingkat efisiensi usaha menunjukkan bahwa penerimaan rata-rata yang diperoleh produsen makanan wingko di Kabupaten Kulon Progo adalah sebesar Rp 25.627.500,00 dengan biaya rata-rata Rp 22.835.229,12 sehingga diperoleh keuntungan rata-rata sebesar Rp 2.792.270,88. Usaha agroindutri makanan wingko di Kabupaten Kulon Progo mempunyai risiko tinggi dengan kemungkinan kerugian sebesar Rp 977.991,08 dan nilai efisiensi lebih dari satu yaitu sebesar 1,12 yang artinya setiap Rp. 1,00 yang dikeluarkan pengusaha akan mendapatkan penerimaan 1,12 kali dari biaya yang dikeluarkan.

Berdasarkan kedua hasil penelitian tersebut, usaha agroindustri makanan wingko di Kabupaten Purworejo memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan usaha dodol pisang di Kabupaten Kulon Progo. Nilai efisiensi dari usaha agroindustri makanan wingko di Kabupaten

(15)

xv

Purworejo lebih tinggi dan risiko yang ditimbulkan lebih kecil daripada usaha dodol di Kabupaten Kulon Progo. Dari kedua penelitian diatas dapat diketahui bahwa usaha agroindustri makanan wingko di Kabupaten Purworejo maupun usaha dodol pisang di Kabupaten Kulon Progo sudah efisien, tetapi dari kedua usaha tersebut memiliki risiko usaha yang tinggi. Risiko ini yang harus ditanggung oleh para produsen dalam menjalankan usahanya.

B. Landasan Teori 1. Beras Ketan

Kata beras mengacu pada bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam. Sekam (Jawa merang) secara anatomi disebut palea (bagian yang ditutupi) dan lemma (bagian yang menutupi). Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah ditumbuk dengan lesung atau digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah) terlepas dari isinya. Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau bahkan hitam, yang disebut beras (Anonimb, 2004).

Sentuhan agroindustri terhadap beras menjadi vital dalam rangka meningkatkan nilai tambah beras. Sangat disadari, tanpa proses kenaikan nilai tambah, relatif sukar meningkatkan pendapatan riil petani. Arti penting penaikan nilai tambah beras melalui sentuhan agroindustri, selain untuk meningkatkan pendapatan riil petani, setidaknya mempunyai beberapa alasan penting lain yang merujuk pada pentingnya agroindustri pangan secara umum (Irawan, 1998).

2. Industri

Menurut BPS (1999), industri dapat digolongkan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan jumlah investasi. Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri dapat dikategorikan menjadi 4 kelompok, yaitu :

a. Jumlah tenaga kerja 1-4 orang untuk industri rumah tangga b. Jumlah tenaga kerja 5-19 orang untuk industri kecil

(16)

xvi

d. Jumlah tenega kerja lebih atau sama dengan 100 orang untuk industri besar

Menurut Azhary (1986) terdapat beberapa alasan kuat yang mendasari pentingnya keberadaan industri kecil dan rumah tangga dalam perekonomian Indonesia. Alasan-alasan itu antara lain:

a. Sebagian besar lokasi industri kecil dan rumah tangga berlokasi didaerah pedesaan sehingga apabila dikaitkan dengan kenyataan bahwa lahan pertanian yang semakin berkurang maka industri kecil dan rumah tangga di pedesaan dapat menyerap tenaga kerja di daerah di pedesaan.

b. Kegiatan industri kecil dan rumah tangga menggunakan bahan baku dari sumber-sumber di lingkungan terdekat yang menyebabkan biaya produksi dapat ditekan rendah

c. Dengan tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah serta harga produk industri kecil dan rumah tenaga yang murah akan memberikan peluang agar tetap bisa bertahan

d. Tetap adanya permintaan terhadap produk yang tidak diproduksi secara besar-besaran, misalnya batik tulis, anyam-anyaman, dan lain-lain.

Industri kecil dan rumah tangga terdapat pola subsisten yang tercermin dalam tingginya peran relatif dari penggunaan pekerja keluarga (unpaid family worker), yakni mendekati 95,5 % dari keseluruhan tenaga kerja yang ada dari industri kecil dan rumah tangga yang bersangkutan (Azhary, 1986).

Menurut Soekartawi (2001) agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Studi agroindustri pada konteks ini adalah menekankan pada food processing management dalam suatu perusahaan produk olahan yang berbahan baku utamanya adalah produk pertanian. Yang kedua adalah bahwa agroindustri itu diartikan sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum kelanjutan dari pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri.

(17)

xvii

3. Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan

Biaya terdiri dari tiga konsep yang berbeda. Pertama, konsep biaya opportunis yaitu pendapatan bersih yang dikorbankan. Konsep biaya yang kedua adalah biaya akuntansi yaitu biaya dipandang sebagai pengeluaran nyata, biaya historis, depresiasi dan biaya lain yang berhubungan dengan masalah pembukuan. Konsep biaya yang terakhir adalah biaya ekonomi yang didefinisikan sebagai pengeluaran yang sepantasnya atau sewajarnya saja untuk menghasilkan suatu barang atau jasa (Nicholson, 1991).

Dilihat dari segi sifat biaya dalam hubungannya dengan tingkat output, maka biaya produksi bisa dibagi menjadi:

a. Total Fixed Cost (TFC) atau biaya tetap total, adalah jumlah biaya-biaya yang tetap dibayar perusahaan (produsen) berapapun tingkat outputnya. Jumlah TFC adalah tetap untuk setiap tingkat output. Misalnya, penyusutan alat dan sewa gedung.

b. Total Variable Cost (TVC) atau biaya variabel total, adalah jumlah biaya-biaya yang berubah menurut tinggi rendahnya output yang diproduksi. Misalnya, biaya untuk bahan mentah, upah, biaya angkutan. c. Total Cost (TC) atau biaya total, adalah penjumlahan dari biaya tetap

dan biaya variabel. Secara matematis bisa dituliskan seperti berikut: TC = TFC + TVC

(Boediono, 2002).

Total penerimaan (R) menunjukkan total penerimaan dari penjualan sejumlah produk, yaitu tingkat harga P dikalikan dengan jumlah produk Q. Penerimaan marjinal (RM) menunjukkan perubahan total penerimaan sebagai akibat perubahan jumlah produk yang dijual sebanyak satu satuan (Herlambang, 2002).

Menurut Soekartawi (1995) nilai penerimaan total (PT) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (Q) dengan harga jual (P). Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut :

(18)

xviii Yaitu:

PT = Penerimaan total Q = Total produk P = Harga produk

Semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan maupun semakin tinggi harga per unit produk yang bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima oleh produsen semakin kecil.

Menurut Suparmoko (1992), keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya produksi sesuai dengan tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi pada penggunaannya yang terbaik. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

π = TR – TC dimana,

π = Keuntungan TR = Penerimaan total TC = Biaya total

Keuntungan perusahaan adalah perbedaan antara pendapatan bersih dengan bunga dari seluruh modal yang dipergunakan dalam usahatani atau merupakan perbedaan antara pendapatan kotor dengan biaya menghasilkan. Ini dapat dinyatakan sebagai persen dari pendapatan kotor atau dalam persen dari biaya menghasilkan (Hadisapoetro, 1977).

4. Efisiensi usaha

Efisiensi adalah suatu upaya untuk mencapai tujuan dengan menggunakan sumber-sumber seminimal mungkin. Dalam praktek, efisiensi selalu dikaitkan dengan perbandingan output atau hasil dengan biaya atau korbanan (Hernanto,1991).

R/C ratio menunjukkan pendapatan kotor (penerimaan) yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi sekaligus menunjang kondisi suatu usaha. Ukuran kondisi tersebut sangat

(19)

xix

penting karena dapat dijadikan penilaian terhadap keputusan perusahaan dan kemungkinan pengembangan usaha tersebut. Pendapatan yang tinggi tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, karena kemungkinan pendapatan yang besar tersebut diperoleh dari investasi yang besar. Efisiensi mempunyai tujuan memperkecil biaya produksi per satuan produk yang dimaksud agar memperoleh keuntungan yang optimal. Cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut adalah memperkecil biaya keseluruhan dengan mempertahankan tingkat produksi yang telah dicapai atau memperbesar produksi tanpa meningkatkan biaya keseluruhan. (Soekartawi, 2001).

Efisiensi diperhitungkan melalui analisis R/C (Revenue Cost Ratio) atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik hal ini dapat dituliskan sebagai berikut :

Revenue Cost Ratio TC TR

 Keterangan :

TR = Penerimaan total dari usaha TC = Biaya total dari usaha.

Dimana secara teoritis dengan rasio TR/TC >1 bila suatu usaha itu dikatakan telah efisien dan jika TR/TC <1 berarti usaha tersebut tidak efisien (Soekartawi,1995).

5. Risiko usaha

Risiko suatu investasi dapat diartikan sebagai probabilitas tidak tercapainya tingkat keuntungan yang diharapkan, atau kemungkinan return yang diterima menyimpang dari keadaan yang diharapkan. Makin besar penyimpangan tersebut berarti makin besar risikonya. Risiko investasi mengandung arti bahwa return di waktu yang akan datang tidak dapat diketahui, tetapi hanya dapat diharapkan ( Riyanto,1999).

(20)

xx

Untuk mengukur risiko secara statistik menggunakan koefisien variasi (CV). Dimana batas bawah keuntungan (L) menunjukkan nilai nominal terendah yang mungkin diterima oleh pengusaha. Apabila nilai L 0, maka pengusaha tidak akan mengalami kerugian. Sebaliknya apabila nilai L 0 maka dapat disimpulkan bahwa setiap proses produksi ada peluang kerugian yang akan diterima pengusaha (Hernanto, 1993).

Sekurang-kurangnya ada lima sebab utama terjadinya suatu resiko. Pertama, ketidakpastian produksi; kedua, tingkat harga; ketiga, perkembangan teknologi; keempat, tindakan-tindakan perusahaan dan orang atau pihak lain; kelima, karena sakit, kecelakaan, atau kematian (Kadarsan, 1992).

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Usaha jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo telah melakukan produksi sejak lama, bahkan kegiatan usaha ini merupakan warisan nenek moyang yang diturunkan secara turun-temurun. Proses produksinya mudah dan peralatan yang digunakan juga masih sederhana, yaitu wajan besar dan alat pengaduk

Dalam melakukan usahanya tersebut tentu ada biaya yang dikeluarkan. Karena penelitian ini menggunakan konsep keuntungan, maka biaya dalam usaha jenang ketan dikelompokkan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Total/Total Cost (TC) adalah penjumlahan antara biaya variabel total/Total Variable Cost (TVC) dan biaya tetap total/Total Fixed

Cost (TFC).

Usaha rumah tangga mendapatkan sejumlah uang yang diperoleh dari proses produksinya, yang biasa disebut penerimaan. Nilai total penerimaan yang diperoleh merupakan nilai uang dari total produksi yaitu hasil perkalian antara total produksi dan harga dari jenang ketan, yang dirumuskan sebagai berikut:

TR = Q x P Keterangan:

(21)

xxi Q = Quantity/Jumlah produk (Bungkus) P = Price/Harga produk (Rupiah)

Dalam melakukan usahanya, setiap produsen akan memperoleh keuntungan yang merupakan selisih antara penerimaan total dan biaya total. Untuk menghitung besarnya keuntungan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

π = TR – TC Keterangan:

π = Keuntungan (Rupiah) TR = Penerimaan total (Rupiah) TC = Biaya total (Rupiah)

Hubungan antara simpangan baku dengan keuntungan rata-rata diukur dengan koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan (L). Koefisien variasi merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung produsen dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil dan sejumlah modal yang ditanamkan dalam proses produksi. Semakin besar nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa risiko yang harus ditanggung oleh produsen semakin besar dibanding dengan keutungannya. Batas bawah keuntungan (L) menunjukkan nilai normal yang terendah yang mungkin diterima oleh produsen. Apabila nilai (L) ini sama dengan atau lebih dari nol, maka produsen tidak akan mengalami kerugian. Sebaliknya jika nilai L kurang dari nol maka dapat disimpulkan bahwa dalam setiap proses produksi ada peluang kerugian yang akan diderita produsen.

Hubungan antara koefisien variasi (CV) dengan batas bawah keuntungan adalah apabila nilai CV  0,5 dan nilai L  0 produsen akan

selalu untung atau impas. Sebaliknya apabila nilai CV > 0,5 dan nilai L < 0 produsen akan mengalami kerugian.

Selain berusaha memperoleh keuntungan yang tinggi, produsen juga harus memperhatikan tingkat efisiensi usaha. Efisiensi usaha dapat dihitung dengan menggunakan R/C Rasio, yaitu dengan membandingkan antara

(22)

xxii

besarnya penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan untuk berproduksi. R/C Rasio dirumuskan sebagai berikut:

Efisiensi =

TC TR

Keterangan:

TR = Total Revenue/Penerimaan total (Rupiah) TC = Total Cost/Biaya total (Rupiah)

Kriteria yang digunakan:

R/C  1, berarti usaha yang dijalankan sudah efisien R/C ≤ 1, berarti usaha yang dijalankan belum efisien.

Adapun kerangka teori pendekatan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema kerangka teori pendekatan masalah analisis usaha jenang ketan tingkat rumah tangga.

D. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Harga input dan output menggunakan harga yang berlaku di daerah

penelitian. Jenang Ketan Produksi Biaya Total Penerimaan Analisis Usaha : Keuntungan Risiko Usaha Efisiensi

Usaha Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga Risiko harga Risiko produksi Risiko pasar Biaya Tetap a. Tenaga kerja b. Penyusutan alat c. Bunga modal investasi

Biaya Variabel a. Bahan baku b. Bahan Bakar c. Pengemasan d. Transportasi Masukan (input)

(23)

xxiii

2. Responden yang diambil meliputi unit usaha formal dan informal yang sesuai dengan kriteria pada metode pengambilan responden.

3. Biaya multi use tidak diperhitungkan dalam penelitian ini.

4. Penelitian ini menggunakan data produksi selama satu bulan produksi yaitu dimulai pada tanggal 26 Mei 2009 sampai dengan tanggal 24 Juni 2009.

E. Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bahan baku yang digunakan oleh produsen berasal dari luar (pembelian). 2. Teknologi yang digunakan tidak mengalami perubahan selama penelitian 3. Variabel-variabel yang tidak diamati dalam penelitian dianggap tidak

berpengaruh.

F. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Diduga usaha industri rumah tangga pembuatan jenang ketan yang

dijalankan di Kabupaten Ponorogo mempunyai risiko tinggi.

2. Diduga usaha industri rumah tangga pembuatan jenang ketan yang dijalankan di Kabupaten Ponorogo sudah efisien.

G. Definisi Operasional

1. Industri rumah tangga jenang ketan merupakan usaha yang memproduksi jenang ketan dengan menggunakan bahan baku tepung ketan yang berasal dari beras ketan, dimana dalam proses produksinya menggunakan tenaga kerja yang berjumlah 1-4 orang.

2. Analisis usaha merupakan analisis terhadap suatu usaha dalam hal ini usaha dengan skala rumah tangga yang meninjau dari berbagai hal yang meliputi : biaya, penerimaan, keuntungan, efisiensi usaha, dan risiko usaha.

3. Responden adalah produsen jenang ketan skala rumah tangga di Kabupaten Ponorogo yang memproduksi jenang ketan.

(24)

xxiv

4. Usaha formal adalah usaha jenang ketan tingkat rumah tangga yang telah mempunyai surat izin usaha perdagangan dari pemerintah

5. Usaha non formal adalah usaha jenang ketan tingkat rumah tangga yang belum memiliki surat izin usaha perdagangan.

6. Biaya yang dikeluarkan oleh produsen jenang ketan merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel.

7. Penerimaan adalah hasil yang diterima oleh produsen yang merupakan hasil perkalian antara jumlah produk yang terjual dengan harga per satuan produk dan dinyatakan dalam satuan rupiah.

8. Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total dan dinyatakan dalam satuan rupiah.

9. Efisiensi usaha merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total.

10. Risiko adalah fluktuasi keuntungan yang akan diterima oleh produsen atau kemungkinan kerugian yang akan diterima oleh produsen jenang ketan tingkat rumah tangga.

11. Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam pembuatan jenang ketan yang berupa tepung beras, tepung ketan, kelapa, dan gula merah.

12. Bungkus yang digunakan adalah plastik mikha dengan berat rata-rata per bungkus seberat 450 gram.

(25)

xxv

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Surakhmad (1994) metode ini mempunyai ciri-ciri bahwa penelitian didasarkan pada pemecahan masalah-masalah aktual yang ada pada masa sekarang. Data-data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, kemudian dianalisis. Metode ini sering disebut dengan metode analitik.

Sedangkan teknik pelaksanaannya dengan teknik survey, yaitu cara pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dalam jangka waktu yang bersamaan melalui alat pengukur berupa daftar pertanyaan yang berbentuk kuesioner (Singarimbun dan Effendi, 1995).

B. Metode Penentuan Responden

1. Metode Pengambilan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan dengan metode purposive

sampling, yaitu penentuan daerah penelitian berdasarkan tujuan. Pada

teknik purposive sampling, sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti (Wirartha, 2006).

Desa Josari adalah daerah sampel yang diambil dalam penelitian ini, karena Desa Josari merupakan sentra industri jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo yang terletak di Kecamatan Jetis. Desa Josari menjadi padat pengunjung pada saat hari-hari tertentu, yaitu pada saat hari-hari besar atau hari-hari liburan. Hal ini dikarenakan jenang ketan dapat dijadikan jajanan oleh-oleh khas Ponorogo. Jenang ketan ini bisa juga dihidangkan sebagai makanan suguhan pada waktu ada acara-acara.

Dari 21 Kecamatan di Kabupaten Ponorogo, usaha jenang ketan terdapat di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Jetis. Jumlah unit usaha dan jumlah produksinya dapat dilihat dari Tabel 1.

(26)

xxvi

Tabel 1. Jumlah unit usaha dan jumlah produksi jenang ketan di Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo Tahun 2009.

No Kecamatan Jumlah Unit Usaha Jumlah Produksi (Kg)/ bulan 1 2 Ponorogo Jetis 1 7 300 8.790 Jumlah 8 9.090

Sumber : Dinas INDAGKOP dan PM Kabupaten Ponorogo 2009

Dari Tabel 1 diketahui Kecamatan Jetis memiliki jumlah unit usaha paling banyak yaitu sebanyak 7 unit. Hal ini dikarenakan Kecamatan tersebut merupakan sentra industri dari jenang ketan khususnya di Desa Josari Kabupaten Ponorogo.

2. Metode Pengambilan Responden

Produsen jenang ketan yang diambil sebagai responden dalam penelitian ini adalah produsen jenang ketan dengan skala rumah tangga. Produsen jenang ketan skala rumah tangga adalah produsen yang memiliki tenaga kerja sebanyak 1-4 orang.

Responden yang diambil berdasarkan hasil survei lapang yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Industri rumah tangga pembuatan jenang ketan merupakan usaha yang memproduksi jenang ketan dengan menggunakan bahan baku tepung ketan yang berasal dari beras ketan, dimana dalam proses produksinya menggunakan tenaga kerja yang berjumlah 1-4 orang.

Semua unit usaha jenang ketan tingkat rumah tangga baik itu unit usaha formal maupun informal yang terdapat di Desa Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo dijadikan sampel penelitian. Usaha informal merupakan usaha yang belum mempunyai SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dari Dinas INDAGKOP dan PM Kabupaten Ponorogo. Sedangkan usaha formal adalah usaha yang telah memiliki SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dari Dinas INDAGKOP dan PM Kabupaten Ponorogo.

(27)

xxvii

Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 responden. Perinciannya adalah 1 responden merupakan usaha formal dan 4 responden adalah usaha informal. Jumlah ini tidak sesuai dengan data yang diperoleh dari dinas karena kebanyakan para produsen jenang ketan yang tercatat di dinas sudah tidak melakukan produksi lagi. Produsen jenang ketan skala rumah tangga yang ada pada saat penelitian adalah responden yang diambil dalam penelitian ini.

C. Jenis dan Sumber Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) terstruktur. Sumber data primer adalah produsen jenang ketan tingkat rumah tangga dengan tujuan agar peneliti dapat memperoleh informasi mengenai keuntungan dan efisiensi usaha jenang ketan tingkat rumah tangga serta data-data lain yang menunjang tujuan penelitian mengenai usaha jenang ketan tingkat rumah tangga.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data dari laporan maupun dokumen resmi dari lembaga yang terkait dengan penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari BPS Kabupaten Ponorogo, BAPPEDA, Dinas INDAGKOP dan PM Kabupaten Ponorogo, Kantor Kecamatan, dan Kantor Kelurahan. Data tersebut adalah data mengenai keadaan umum daerah penelitian, keadaan perekonomian, keadaan penduduk, dan data yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan: 1. Observasi

Pengamatan langsung pada obyek penelitian untuk melengkapi data yang kurang.

(28)

xxviii 2. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara langsung dengan responden berdasarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

3. Pencatatan

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder, yaitu dengan mencatat data yang ada pada instansi pemerintah atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini.

Metode Analisis Data

Biaya Usaha

Penelitian ini menggunakan konsep keuntungan, maka biaya dalam usaha jenang ketan dikelompokkan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Total/Total Cost (TC) adalah penjumlahan antara biaya variabel total/Total Variable Cost (TVC) dan biaya tetap total/Total

Fixed Cost (TFC).

Penerimaan Usaha

Untuk mengetahui penerimaan dari usaha jenang ketan di Kabupaten Ponorogo yaitu dengan mengalikan jumlah jenang ketan dengan harga jenang ketan tersebut. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

TR = Q x P Keterangan:

TR = Total Revenue/Penerimaan total usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

Q = Quantity/Jumlah jenang ketan tingkat rumah tangga (Bungkus) P = Price/Harga jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah) Kentungan Usaha

Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dirumuskan sebagai berikut:

(29)

xxix Keterangan:

π = Keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah) TR = Penerimaan total usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah) TC = Biaya total usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah) Analisis Risiko Usaha

Dalam menjalankan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga, produsen jenang ketan akan menghadapi risiko atas kegiatan usaha tersebut. Untuk menghitung besarnya risiko usaha jenang ketan adalah dengan menggunakan perhitungan koefisien variasi dan batas bawah keuntungan.

Koefisien variasi merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung oleh produsen jenang ketan dengan jumlah keuntungan rata-rata yang akan diperoleh sebagai hasil dan sejumlah modal yang ditanamkan dalam proses produksi, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

CV =

E V

keterangan :

CV = Koefisien variasi usaha jenang ketan tingkat rumah tangga

V = Simpangan baku keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

E = Keuntungan rata-rata usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

Sebelum mengukur koefisien variasi harus mencari keuntungan rata-rata usaha jenang ketan dan simpangan bakunya, yang dirumuskan sebagai berikut : E = n Ei n i 1 keterangan :

E = Keuntungan rata-rata usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

(30)

xxx

Ei = Keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga yang diterima

produsen (Rupiah)

n = Jumlah produsen jenang ketan tingkat rumah tangga

Setelah mengetahui keuntungan rata-rata usaha jenang ketan tingkat rumah tangga selanjutnya mencari simpangan baku dengan menggunakan metode analisis ragam, karena simpangan baku merupakan akar dari ragam, yaitu :

V= V2

Adapun dalam perhitungan analisis ragam dirumuskan sebagai berikut: V2 = ) 1 ( ) ( 1 2 1  

n E E n i Keterangan : V2 = Ragam

n = Jumlah produsen jenang ketan tingkat rumah tangga

E = Keuntungan rata-rata usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

Ei = Keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga yang diterima

produsen (Rupiah)

Untuk mengetahui batas bawah keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga digunakan rumus :

L = E – 2V keterangan :

L = Batas bawah keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

E = Keuntungan rata-rata usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

V = Simpangan baku keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

(31)

xxxi

Semakin besar nilai CV menunjukkan bahwa risiko yang harus ditanggung produsen semakin besar. Kriteria yang digunakan adalah apabila nilai CV ≤ 0,5 atau L ≥ 0 menyatakan bahwa produsen jenang ketan tingkat rumah tangga akan selalu terhindar dari kerugian. Dan apabila nilai CV > 0,5 atau L < 0 berarti ada peluang kerugian yang akan diderita oleh produsen jenang ketan tingkat rumah tangga.

(Hernanto, 1993) Efisiensi Usaha

Efisiensi usaha merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total yang dirumuskan sebagai berikut:

Efisiensi =

TC TR

Keterangan:

TR = Total Revenue/Penerimaan total usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

TC = Total Cost/Biaya total usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

Kriteria yang digunakan:

R/C  1, berarti usaha jenang ketan tingkat rumah tangga sudah efisien R/C ≤ 1, berarti usaha jenang ketan tingkat rumah tangga belum efisien. (Soekartawi,1995).

(32)

xxxii

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Alam

1. Lokasi /Daerah Penelitian

Kabupaten Ponorogo mempunyai luas wilayah 1.371,78 km2. secara administrasi Kabupaten Ponorogo mempunyai 21 Kecamatan dengan 305 Desa. Kabupaten Ponorogo terletak antara 1110 17’ – 1110 52’ Bujur Timur dan 70 49’ – 80 20’ Lintang Selatan dengan ketinggian 92 – 2.563 meter diatas permukaan laut.

Batas-batas wilayah Kabupaten Ponorogo adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun, Kabupaten Nganjuk

Sebelah Timur : Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Trenggalek Sebelah Selatan : Kabupaten Pacitan

Sebelah Barat : Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Wonogiri (Propinsi Jawa Tengah)

Kecamatan Jetis yang merupakan lokasi penelitian adalah salah satu Kecamatan dari 21 Kecamatan di Kabupaten Ponorogo. Jarak Kecamatan Jetis dengan ibukota Kabupaten adalah 10 km. Luas wilayah Kecamatan Jetis adalah 22,41 km2. Kecamatan Jetis berbatasan dengan Kecamatan Kauman, Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Siman di sebelah Utara, dengan Kecamatan Siman, Kecamatan Mlarak dan Kecamatan Sawoo di sebelah Timur, Kecamatan Sambit dan Kecamatan Bungkal di sebelah Selatan, dan Kecamatan Balong dan Kecamatan Kauman di sebelah Barat.

Desa Josari sebagai daerah pengambilan responden merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Jetis.

2. Topografi Daerah

Kabupaten Ponorogo mempunyai ketinggian antara 92 – 2.563 meter diatas laut. Jarak dengan ibu kota propinsi Jawa Timur sejauh 200

(33)

xxxiii

km, sedangkan dengan ibu kota negara sejauh 800 km. Pada ketinggian <500 mdpl merupakan wilayah yang terluas, yaitu meliputi 241 desa. Sedangkan pada ketinggian antara 500 mdpl – 700 mdpl meliputi 44 desa dan 18 desa pada ketinggian >500 mdpl.

Kisaran suhu di Kabupaten Ponorogo yaitu pada dataran tinggi berkisar antara 18 C – 26 C, sedangkan untuk dataran rendah berkisar antara 27 0C – 31 0C.

B. Keadaan Penduduk

1. Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Keadaan penduduk Kabupaten Ponorogo menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Keadaan penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Ponorogo.

No Kabupaten Ponorogo

Laki-laki Perempuan

1. 448.539 442.763

Sex ratio 101,30

Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo tahun 2008

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa nilai Sex Ratio yang diperoleh di Kabupaten Ponorogo adalah 101,30 yang berarti setiap 101,30 penduduk laki-laki sebanding dengan 100 penduduk perempuan sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih besar daripada jumlah penduduk perempuan. Penyediaan lapangan kerja bagi penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan.

(34)

xxxiv

2. Penduduk Menurut Umur

Keadaan penduduk Kabupaten Ponorogo menurut umur dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 3. Keadaan penduduk menurut umur di Kabupaten Ponorogo. Kelompok Umur Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa)

0 - 4 25.698 25.367 51.065 5 – 9 33.282 32.853 66.135 10 – 14 38.582 38.085 76.667 15 - 19 36.224 35.755 71.977 20 – 24 31.372 30.986 62.340 24 – 29 24.885 24.565 49.450 30 – 34 28.881 28.509 57.390 35 – 39 38.224 37.731 75.955 40 – 44 41.104 40.577 81.681 45 – 49 31.867 31.456 63.323 50 – 54 27.408 27.055 54.463 55 – 59 21.055 20.784 41.839 60 – 64 21.093 20.821 41.914 65+ 48.866 48.237 97.103

Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo tahun 2008

Dari Tabel 3 dapat dihitung Angka Beban Tanggungan (ABT) di Kabupaten Ponorogo. Angka Beban Tanggungan (ABT) adalah rasio antara jumlah penduduk usia non produktif dengan jumlah penduduk usia produktif. ABT di Kabupaten Ponorogo sebagai berikut :

ABT Kabupaten Ponorogo

= 59,6 %

Berdasarkan perhitungan diatas dapat kita ketahui bahwa Angka Beban Tanggungan di Kabupaten Ponorogo sebesar 59,6 % yang artinya setiap 100 penduduk produktif menanggung 60 penduduk tidak produktif. Dalam kenyataanya tidak semua penduduk yang masuk ke dalam kategori usia produktif menghasilkan barang dan jasa. Hanya sebagian

558.418 139.017 193.867 X   % 100 ) 59 15 ( ) 60 ( ) 14 0 ( x Penduduk s Tahunkeatas Penduduk tahun Penduduk ABT     100 tahun

(35)

xxxv

kecil dari penduduk usia produktif yang menghasilkan barang dan jasa termasuk dalam usaha jenang ketan tingkat rumah tangga. Dalam usaha ini hanya penduduk usia produktif yang memiliki kemauan yang mau memproduksi jenang ketan sebagai mata pencahariannya.

3. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat digunakan untuk mengetahui kualitas sumber daya manusia dan kemampuan penduduk. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Ponorogo dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 4. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Ponorogo.

Tingkat Pendidikan Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa) 1. Sekolah Dasar 76 3 79

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

a. Sekolah menengah tingkat pertama umum b. Sekolah menengah tingkat pertama

kejuruan c. Kursus-kursus Setingkat SMTP 489 489 177 177 666 666

3. sekolah lanjutan tingkat atas

a. Sekolah menengah tingkat atas umum b. Sekolah menengah tingkat atas kejuruan c. Kursus-kursus Setingkat SMTA

1.564 660 904 751 384 367 2.315 1.044 1.271 4. Sarjana Muda Dan Yang Sederajat/D I-D III 229 507 736

5. Sarjana 503 666 1.169

Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo tahun 2008

Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa penduduk di Kabupaten Ponorogo sebagian besar sudah tamat SLTA yaitu sebanyak 2.315 orang. Ini berarti bahwa para penduduk di Kabupaten Ponorogo tersebut sudah memiliki cukup pengetahuan dan pendidikan yang dapat membantu dalam menjalankan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga yang dijalankan pada saat ini.

(36)

xxxvi

4. Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Jumlah penduduk yang bekerja menurut mata pencaharian di Kabupaten Ponorogo adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kabupaten Ponorogo.

No. Mata Pencaharian Jumlah (jiwa)

1. Pegawai Negeri 161.979 2. Pegawai Swasta 37.914 3. ABRI 145.794 4. Pensiunan 229.141 5. Petani 5.036 6. Buruh Tani 1.274 7. Pedagang 25.870 8. Lainnya 15.580

Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo tahun 2008

Dari Tabel 5 diketahui bahwa mata pencaharian yang paling banyak menampung penduduk sebagai tenaga kerja di Kabupaten Ponorogo adalah pensiunan yaitu sebanyak 229.141 orang, sedangkan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga yang masuk ke dalam kriteria mata pencaharian lainnya berada pada peringkat kelima lapangan usaha yang paling sedikit menyerap penduduk sebagai tenaga kerja yaitu sebanyak 15.580 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa minat penduduk di Kabupaten Ponorogo kepada jenis mata pencaharian sebagai pengusaha/wiraswasta masih rendah.

C. Kondisi Perindustrian

Perindustrian di Kabupaten Ponorogo terbagi menjadi dua, yaitu industri formal dan industri non formal. Industri formal merupakan industri yang mempunyai ijin atau industri yang telah terdaftar di dinas terkait. Sedangkan industri non formal adalah industri yang belum mempunyai ijin usaha. Pada perkembangannya industri di Kabupaten Ponorogo cenderung mengalami peningkatan jumlah unit selama periode tahun 2003 sampai tahun 2007. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari Tabel 7.

(37)

xxxvii

Tabel 6. Jumlah industri dan kerajinan Kabupaten Ponorogo.

Tahun Industri formal Industri non formal Jumlah

Unit Tenaga Kerja Unit Tenaga Kerja Unit Tenaga Kerja

2003 680 7.215 20.206 42.114 20.706 49.329

2004 605 7.906 20.563 43.197 21.168 51.103

2005 605 7.906 20.563 43.197 21.168 51.103

2006 660 8.430 20.758 43.510 21.418 51.940

2007 680 8.835 20.834 43.632 21.514 52.467

Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo tahun 2008

Dari tabel diatas dapat diketahui jumlah unit terbanyak pada industri formal terjadi pada tahun 2007 dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 8.835. peningkatan jumlah ini diikuti juga oleh jumlah industri non formal yaitu sebanyak 20.834 unit dengan jumlah tenaga kerja 43.632. kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mendaftarkan usaha yang dijalankan mash rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah indsutri informal lebih banyak daripada jumlah industri formal.

D. Kondisi Pertanian

Kondisi pertanian di Kabupaten Ponorogo dapat dilihat dari jumlah lahan pertanian yang ada. Adapun jumlah lahan pertanian yang ada di Kabupaten Ponorogo dapat dilihat dari Tabel berikut ini:

Tabel 7. Luas lahan sawah dirinci menurut jenis pengairan di Kabupaten Ponorogo.

Tahun

Irigasi (ha) Tadah Hujan (ha) Pasang surut (ha) Lainnya (ha) Jumlah (ha) Teknis ½ Teknis Non Teknis 2003 30.158 625 2.228 1.856 - - 34.867 2004 30.158 625 2.228 1.856 - - 34.867 2005 30.158 625 2.228 1.856 - - 34.867 2006 30.158 625 2.228 1.856 - - 34.867 2007 30.158 625 2.228 1.856 - - 34.867

Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo tahun 2008

Tabel 7 menunjukkan penggunaan sawah dengan irigasi teknis berjumlah paling banyak dengan luas sawah 30.158 ha, disusul oleh sawah dengan irigasi non teknis (2.228 ha), sawah tadah hujan (1.856 ha), dan sawah irigasi ½ teknis (625 ha). Jumlah ini selama periode tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 tidak mengalami perubahan. Begitu juga dengan sawah

(38)

xxxviii

irigasi ½ teknis, non teknis maupun tadah hujan. Hal ini menunjukkan bahwa petani di Kabupaten Ponorogo telah maju dan banyak memanfaatkan teknologi yang ada guna meningkatkan produktifitas tanamannya. Petani di Kabupaten Ponorogo sudah banyak menggunakan mesin diesel sebagai alat irigasi. Dengan adanya sawah beririgasi tersebut, petani di Kabupaten Ponorogo memungkinkan untuk dapat menambah pendapatannya melalui peningkatan produksi tanaman.

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Identitas Responden

Identitas responden merupakan keadaan yang menggambarkan kondisi umum dari produsen jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo yang masih aktif berproduksi pada saat dilakukannya penelitian. Identitas responden yang dikaji dalam penelitian ini meliputi: umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota yang aktif dalam usaha, jumlah tenaga kerja luar dan lama mengusahakan. Tabel 8. Karakteristik responden usaha jenang ketan tingkat rumah tangga.

No Uraian Rata–rata 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Umur responden (tahun) Tingkat pendidikan (tahun) Jumlah anggota keluarga (orang)

Jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usaha (orang) Jumlah tenaga kerja luar (orang)

Lama mengusahakan (tahun)

43 11 4 2 2 13 Sumber : Data Primer

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa umur rata–rata produsen adalah 43 tahun yang masih termasuk dalam kategori umur produktif. Produsen jenang ketan di Kabupaten Ponorogo berumur antara 35–55 tahun. Pada usaha jenang ketan ini tingkat umur berpengaruh pada tenaga yang dihasilkan oleh seseorang, karena yang lebih dibutuhkan dalam

(39)

xxxix

produksi jenang adalah kemampuan fisik atau tenaga untuk melakukan produksi jenang ketan. Produsen jenang ketan di Kabupaten Ponorogo masih termasuk dalam umur produktif, sehingga mampu menerima informasi dan teknologi baru serta mempunyai kreatifitas untuk kemajuan usahanya.

Semua produsen jenang ketan di Kabupaten Ponorogo pernah mengenyam pendidikan secara formal, walaupun pada tingkatan yang berbeda–beda. Tingkat pendidikan rata-rata produsen adalah 11 tahun atau sudah menduduki tataran pendidikan tingkat SMU sederajat. Sehingga dapat dikatakan wawasan ataupun pengetahuan yang dimiliki oleh para produsen jenang ketan sudah cukup memadai. Walaupun pendidikan formal kurang dibutuhkan dalam proses produksi jenang ketan, paling tidak akan mempengaruhi pola pikir dan cara kerja mereka dalam mengelola usaha jenang ketan tingkat rumah tangga.

Jumlah rata–rata anggota keluarga yang dimiliki oleh responden adalah sebanyak 4 orang. Hal ini akan berpengaruh pada ketersediaan tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang berasal dari keluarga yang ikut dalam proses produksi jenang ketan. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka kontribusi keterlibatan anggota keluarga dalam usaha jenang ketan tingkat rumah tangga akan semakin besar. Sedangkan jumlah rata–rata anggota keluarga yang aktif dalam usaha ini hanya 2 orang. Hal tersebut dikarenakan anggota keluarga yang lain dalam keluarga produsen jenang ketan tersebut bekerja pada sektor pekerjaan yang lain atau masuk dalam kategori usia yang tidak produktif dikarenakan masih anak-anak. Sementara itu rata–rata jumlah tenaga kerja luar yang dipekerjakan dalam produksi jenang ketan tingkat rumah tangga oleh masing-masing responden adalah 2 orang. Semakin banyak anggota keluarga yang terlibat dalam usaha jenang ketan maka tenaga kerja luar yang dipekerjakan juga akan semakin sedikit. Begitu sebaliknya apabila jumlah tenaga kerja keluarga yang terlibat dalam proses produksi sedikit maka jumlah tenaga

(40)

xl

kerja luar akan bertambah. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini:

Tabel 9. Tenaga kerja usaha jenang ketan tingkat rumah tangga. No. Responden ∑ Anggota keluarga yang aktif

dalam usaha jenang ketan

∑ TK luar 1. 2. 3. 4. 5. 1 1 3 2 2 3 3 1 2 2 Sumber: Data Primer

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah tenaga kerja keluarga yang aktif dalam proses produksi masih relatif kecil. Hal tersebut akan berpengaruh pada jumlah tenaga kerja luar yang dipekerjakan.

Usaha jenang ketan tingkat rumah tangga merupakan usaha yang sudah lama digeluti oleh masyarakat di Kabupaten Ponorogo. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan rata-rata waktu mengusahakan jenang ketan tingkat rumah tangga oleh para responden yaitu selama 13 tahun. Dari kelima responden jenang ketan tingkat rumah tangga terdapat dua produsen yang relatif masih baru dalam usaha jenang ketan, yaitu selama 5 tahun dan 1 tahun. Tetapi secara umum dapat disimpulkan bahwa para produsen jenang ketan tingkat rumah tangga sudah memiliki banyak pengalaman dalam mengusahakan jenang ketan karena telah mempunyai pengalaman dari orang tua dan dari lamanya mengusahakan.

2. Status Usaha

Tabel 10. Status usaha jenang ketan tingkat rumah tangga.

No Status Usaha Jumlah Prosentase (%)

1. 2. Pekerjaan Utama Pekerjaan Sampingan 3 2 60 40 Total 5 100

Sumber: Data Primer

Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa 60% produsen jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo yang dipilih sebagai responden menjadikan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga yang

(41)

xli

mereka tekuni saat ini sebagai pekerjaan utama, sedangkan yang menjadikan sebagai pekerjaan sampingan sebanyak 2 orang atau 40%. Responden yang menjadikan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga sebagai pekerjaan sampingan sudah memiliki pekerjaan utama sebagai PNS atau petani dan mengusahakan jenang ketan sebagai penambah penghasilan dari pekerjaan utama yang telah mereka miliki.

3. Sumber Modal Usaha

Para produsen jenang ketan dalam menjalankan usahanya pasti membutuhkan modal. Modal yang digunakan berasal dari modal sendiri maupun modal pinjaman yang berasal dari luar. Modal tersebut mereka gunakan untuk membeli bahan-bahan baku untuk melaksanakan proses produksi dan untuk membayar tenaga kerja.

Tabel 11. Sumber modal usaha jenang ketan tingkat rumah tangga.

No Sumber Modal Jumlah Prosentase (%)

1. 2. Modal sendiri Modal pinjaman 5 1 83,33 16,67 Total 6 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa 83,33 % atau sebanyak 5 orang produsen jenang ketan yang dipilih sebagai responden dalam menjalankan usahanya menggunakan modal sendiri dan hanya 16,67 % atau sebanyak 1 orang responden yang menjalankan usaha jenang ketan dengan menggunakan modal pinjaman dari luar dan sebagian menggunakan modal sendiri. Modal pinjaman tersebut mereka dapatkan dari Bank, baik Bank Pemerintah maupun Bank Swasta di Ponorogo.

4. Pengadaan Bahan Baku

Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo adalah ketan. Jenis ketan yang digunakan sebagai bahan baku utama adalah ketan dengan kualitas

(42)

xlii

impor. Selain harga yang terjangkau juga memiliki kualitas yang baik. Sehingga jenang ketan yang dihasilkan akan tetap memiliki rasa yang enak dan lebih pulen. Bahan baku tambahan yang digunakan dalam pembuatan jenang ketan adalah adalah gula jawa, kelapa, vanili dan air. Sedangkan bahan pembantu atau penolong dalam membuat jenang ketan adalah kayu bakar sebagai bahan bakar untuk membantu memasak.

Agar jenang ketan yang diproduksi mendapatkan cita rasa yang lebih enak sebagian produsen menambahkan minyak kelapa kedalam adonan jenang ketan. Atau ada juga yang menambahkan bahan tambahan sebagai inovasi rasa seperti wijen dan kacang hijau. Dalam penelitian yang telah dilakukan hanya terdapat satu produsen saja yang melakukan inovasi rasa jenang ketan, yaitu dengan menambahkan wijen dan menambahkan kacang hijau dalam macam yang berbeda.

Bahan baku untuk membuat jenang ketan tersebut mereka dapatkan dengan membeli dari pasar dan pedagang. Hal ini dimaksudkan untuk mencari harga bahan baku yang lebih murah dengan kualitas yang memenuhi standar. Dalam pembayaran bahan baku ada sebagian produsen jenang ketan tingkat rumah tangga yang membayar secara kontan dan kredit. Apabila dibayar dibelakang maka harganya menjadi lebih mahal dari harga pasaran.

5. Peralatan Usaha

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan jenang ketan kebanyakan merupakan alat–alat dapur yang masih sederhana. Walaupun ada peralatan modern yang digunakan, yaitu mesin pengaduk dan mesin penggiling untuk menghaluskan ketan dan kelapa. Peralatan yang digunakan tersebut adalah milik para produsen jenang ketan sendiri. Sehingga para produsen jenang ketan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menyewa peralatan.

Peralatan yang digunakan dalam proses produksi jenang ketan meliputi :

(43)

xliii

Digunakan sebagai wadah untuk memasak bahan-bahan untuk membuat jenang ketan.

b. Timbangan

Untuk menimbang bahan-bahan baku yang digunakan untuk membuat jenang ketan.

c. Pengaduk

Digunakan untuk mengaduk adonan jenang ketan ketan yang dimasak.

d. Pemarut kelapa

Alat ini digunakan untuk memarut kelapa menjadi ukuran yang lebih kecil, sehingga nantinya apabila dicampur dengan air dan kemudian diperas akan menghasilkan santan. Alat ini terbuat dari kayu yang terdapat paku–paku kecil pada kayu tersebut, bentuknya persegi panjang.

e. Mesin penggiling

Berupa peralatan diesel yang di desain dan digunakan untuk menggiling beras ketan menjadi tepung ketan.

f. Cetakan

Digunakan untuk mencetak jenang ketan yang telah dimasak kemudian dilakukan pengemasan.

g. Saringan santan

Alat ini digunakan untuk menyaring air yang telah dicampurkan dengan butiran–butiran kelapa yang sudah diparut. Dengan kata lain untuk memisahkan santan dengan ampas kelapa. Alat ini terbuat dari anyaman benang plastik yang berbentuk lingkaran yang pada bagian tepinya berupa plastik padat.

h. Bak/ember

Sebagai tempat menaruh jenang ketan yang akan dicetak.

6. Proses Produksi

a. Persiapan bahan baku

(44)

xliv

i. Bahan baku (tepung ketan) ditimbang sesuai dengan jumlah berat yang akan digunakan.

ii. Kelapa yang sudah tersedia kemudian digiling dan diambil santannya.

iii. Perbandingan bahan-bahan yang digunakan secara berturut ketan, gula kelapa, dan kelapa adalah 1:1:2.

b. Proses Produksi

Produsen jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo membuat jenang ketan berdasarkan pengalaman atau resep turun temurun keluarga tanpa mengikuti pernah mengikuti pelatihan-pelatihan sebelumnya. Hal ini dikarenakan jumlah produsen jenang ketan tingkat rumah tangga yang masih relatif sedikit dan belum terorganisirnya usaha yang telah dijalankan.

Proses produksi jenang ketan dapat dijelaskan sebagai berikut: i. Tepung ketan yang telah disediakan kemudian diaduk dengan air

secara merata.

ii. Santan dimasukkan kedalam wajan yang telah dipanaskan sampai mendidih kemudian gula jawa dimasukkan kedalam wajan.

iii. Setelah santan yang dimasak mengeluarkan minyak kemudian adonan tepung dengan air dimasukkan kedalam wajan.

iv. Bahan-bahan yang telah tercampur diaduk terus sampai rata dan matang. Pengadukan bahan-bahan yang masuk kedalam wajan membutuhkan waktu sekitar empat jam untuk hasil maksimal. v. Setelah hampir matang, vanilli yang telah disiapkan kemudian

dimasukkan kedalam wajan.

vi. Setelah jenang ketan yang dimasak dalam wajan sudah matang kemudian diambil dan diletakkan kedalam bak/ember yang telah disediakan.

(45)

xlv

vii. Setelah dingin jenang yang diletakkan diember kemudian dimasukkan kedalam cetakan-cetakan yang telah tersedia dan siap dilakukan pengemasan.

Untuk lebih jelasnya, proses pembuatan jenang ketan dapat dilihat pada gambar berikut :

Kelapa Ketan

Diparut, ditambah air dan disaring

Santan

Tepung ketan

Dimasak dalam wajan

Dicampur dengan gula jawa, dan vanilli

Diaduk sampai matang

Dijual

Dibungkus dan dikemas Didiamkan

Gambar

Gambar 1. Skema kerangka teori pendekatan masalah analisis usaha jenang ketan  tingkat rumah tangga
Tabel  1.  Jumlah  unit  usaha  dan  jumlah  produksi  jenang  ketan  di  Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo  Tahun 2009
Tabel  2.  Keadaan  penduduk  menurut  jenis  kelamin  di  Kabupaten  Ponorogo.
Tabel 3. Keadaan penduduk menurut umur di Kabupaten Ponorogo.
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan data hasil analisis uji-t didapatkan untuk nilai pretes, t-hitung ≥ t-tabel yaitu 1,810 ≥ 2.035 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan

Bentuk basis data dengan menggunakan Physical Data Model yang menampilkan relasi-relasi antar tabel yang digunakan pada aplikasi visualisasi data mahasiswa dan

Kita boleh heran akan kekaguman ini, mengapa Kabinet harus ramah terhadap pasar, mengapa kriteria menteri ekonomi harus orang yang bersahabat kepada pasar, bahkan sekelompok

1.jika tindak pidana itu pada malam hari di dalam sebuah tempat kediaman atau di atas sebuah pekarangan tertutup yang di atasnya terdapat sebuah tempat kediaman, atau

Rencana pembelajaran yang dilakukan yaitu mengenai “Teknologi Produksi” materi kelas IV semester 2 yang disimulasikan oleh Ina Agustina (perwakilan akan kocokan yang keluar untuk

Ada hubungan yang signifikan antara keterampilan metakognitif dengan hasil belajar kognitif mahasiswa program studi S1 PGSD pada perkuliahan Penelitian Tindakan

Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral, dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal

Berdasarkan hasil penelitan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Gambaran CPIS sesudah oral hygiene dengan hexadol dan Chlorhexidine selama intubasi terhadap