• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

1

Rumah sakit adalah adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi- tingginya.1

Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik.2

Dengan semakin berkembangnya ilmu kedokteran dan teknologi , data atau informasi dari rekam medis yang baik dan lengkap menjdi penentu tercapainya mutu pelayanan kesehatan di suatu rumah sakit. Adapun indikator mutu suatu rekam medis yaitu kecepatan penyediaan berkas rekam medis, kelengkapan isi dokumen rekam medis, keakuratan kode diagnosis penyakit, dan pemenuhan persyaratan sesuai dengan aspek hukum.

Standar profesi perekam medis adalah batasan kemampuan minimal yang harus dimiliki atau dikuasai oleh perekam medis dan informasi kesehatan secara profesional yang diatur oleh organisasi profesi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 55 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis.3

(2)

apabila pengkodean suatu diagnosis prosedur dan istilah penyakit tidak sama. Dalam mengorganisasikan serta menstandarkan bahasa medis, penyelenggara kesehatan mengembangkan nomenklatur penyakit, sistem penyakit dan perbendaharaan istilah rekam medis.

Seorang yang bertugas sebagai pemberi kode (coder), harus mampu bertanggung jawab terhadap akurasi kode dari suatu diagnosis yang telah ditetapkan oleh tenaga medis/dokter sebagai penulis diagnosa.Selain itu tenga medis/ dokter harus disiplin dalam mematuhi aturan–aturan penggunaan ICD-10 untuk menentukan diagnosis pasien. Akurasi kode diagnosis sangat akan mempengaruhi ketepatan laporan. Kode diagnosa yang tidak akurat akan mempengaruhi pelaksanaan pengelolaan rekam medis selanjutnya, yaitu pelaksanaan indeks penyakit dan pelaporan rumah sakit.

Berdasarkan survei awal dengan observasidari 10 dokumen rekam medis pasien meninggal yang di cek menggunakan tabel MMDS (Medical Mortality Data Sheet)didapatkan hasil 30% kode sebab kematian yang tergolong tidak akurat. Dari hasil wawancara dengan petugas koding hal tersebut dikarenakan belum ada Standar Operasional Prosedur tentang pengkodean sebab kematian, anggapan bahwa sebab kematian tidak mempengaruhi dalam pelaporan rumah sakit, dan tidak digunakannya tabel MMDSpadahal penggunaan tabel MMDS sangat penting karena tabel tersebut dipakai oleh banyak negara untuk melakukan proses pengkodean penyebab kematian bahkan di Indonesia sendiri telah mengembangkan pencatatan sertifikat kematian menggunakan alat bantu tabel MMDS hal tersebut dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. dan mereka beranggapan bahwa kode kematian tidak mempengaruhi dalam pelaporan rumah sakit.

(3)

Pengisian sertifikat kematian yang digunakan untuk menentukan kode sebab kematian di RS St. Elisabeth Semarang adalah dengan melihat dari riwayat penyakit yang diderita pasien serta keadaan kecelakaan atau kekerasan yang membuat cedera dan menyebabkan pasien tersebut meninggal hal tersebut berpedoman pada buku ICD 10 volume 2. Fungsi dari pengisian sertifikat kematian adalh sebagai pendukung dalam permohonan asuransi, pelaporan rumah sakit tentang kematian, dan sebagai pedoman atau alat untuk memudahkan pencarian apabila dilain waktu ada keluarga yang meminta sertifikat kematian.

Contoh penyakit yang ditulis dokter dalam sertifikat kematian adalah sebagai berikut : Pada Ia. Dokter menuliskan Anoxia (R09.0), Ib Status Epileptikus (G41.9), Ic. Gagal Nafas (J96.9), pada contoh kasus tersebut dan dari hasil wawancara dengan dokter yang menjadi penyebab dasar pasien meninggal adalah Status Epileptikus karena status epileptikus adalah penyakit yang menyebabkan pasien mengalami anoxia yang kemudian menjadi gagal nafas, dan anoxia tersebut merupakan sebab kematian sedangkan menurut koder kode sebab kematian pasien tersebut adalah J96.9 (Gagal Nafas), akan tetapi jika penyakit tersebut ditinjau dengan menggunakan Tabel MMDS yang menjadi sebab dasar pasien meninggal adalah G41.9 dan yang menjadi sebab kematian adalah R09.0 karena R09.0 sequale dengan G41.9 sedangkan G41.9 tidak sequale dengan J96.9.

Secara teori penentuan sebab kematian adalah ketika lebih dari satu penyebab kematian di dicatat, langkah pertama dalam memilih penyebab yang mendasari adalah dengan menentukan penyebab yang digunakan di bagian I sertifikat dengan penerapan Prinsip Umum atau aturan seleksi 1,2 , dan 3.5

(4)

Data dari kode sebab kematian yang tidak akurat akan menghasilkan data indeks yang tidak maksimal dengan begitu pelaporan rumah sakit menjadi tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Dengan dilatar belakangi oleh beberapa uraian masalah tentang pentingnya ketepatan pengkodean, maka peneliti mengangkat topik tugas akhir tentang “Tinjauan Ketepatan Kode Diagnosa Sebab Dasar Kematian Berdasarkan Tabel MMDS (Medical Mortality Data Sheet)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “Bagaimana tingkat ketepatan kode sebab kematian berdasarkan tabel MMDS ( Medical Mortality Data Sheet) di Rumah Sakit St. Elisabeth Semarang”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahuiketepatan kode sebab kematian berdasarkan tabel MMDS (Medical Mortality Data Sheet) di Rumah Sakit St. Elisabeth Semarang.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi alur penetapan sebab kematian dan kodesebab kematian di RS St. Elisabeth Semarang

b. Mengidentifikasi sebab kematian di RS St. Elisabeth Semarang

d. Mengidentifikasi akurasi pengkodean Sebab Kematian di RS St. Elisabeth Semarang pada berkas rekam medis.

e. Menghitung persentase ketepatankode sebab kematian.

D. Manfaat Penelitian

Untuk menjalankan proses kegiatan penelitian serta memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan diatas, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi manfaat bagi:

(5)

1. Bagi Peneliti

Penelitian dilakukan sebagai penerapan ilmu rekam medis mengenai sebab dasar kematian guna mendapatkan pengetahuan, pengalaman, dan wawasan yang lebih mendalam tentang pemilihan kode sebab dasar kematian.

2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan untuk menilai kesesuaian pemilihan kode sebab kematian berdasarkan tabel MMDS guna menunjang penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit.

3. Bagi Akademik

Sebagai tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya serta sebagai bahan masukan bagi penulis lain yang akan melakukan penelitian dengan topik yang sama.

E. Keaslian Penelitian

NO Judul dan Peneliti Metode Hasil Penelitian

1 Analisis Pengetahuan dan Sikap Petugas Rekam Medis Tentang Kode Penyebab Dasar Kematian Berdasarkan ICD 10 di RSUD Tugurejo Semarang Tahun 2016 (Yanuar Dwi Madyo, 2016) a. Metode: Observasi dan Wawancara b. Jenis Penelitian: Deskriptif c. Pendekatan: Cross Sectional Sebanyak 64,29% petugas tidak pernah mendapatkan pelatihan koding. Pengetahuan petugas non koder dan koder tentang MMDS dan proses penentuan kode sebab kematian kurang. Dari hasil kuesioner antara petugas non koder dengan petugas koder diketahui bahwa dalam menyikapi pernyataan mengenai kewenangan dokter untuk mengisi kode kematian, petugas non koder masih salah dalam menyikapinya.7

(6)

NO Judul dan Peneliti Metode Hasil Penelitian 2 Analisa Ketepatan Kode Diagosis Penyebab Dasar Kematian Berdasarkan ICD- 10 di RS Panti Rapih Yogyakarta (Trian Hidayat, 2014) a. Metode: Obsevasi dan Wawancara b. Jenis Penelitan: Deskriptif c. Pendekatan: Kualitatif dan Cross Sectional. Pelaksanaan pengkodean sebab dasar kematian di RS Panti Rapih Yogyakarta belum sepenuhnya sesuai dengan ICD- 10, staff koding sebab kematian hanya mengkode diagnosis yang sudah dituliskan oleh dokter.

Total persentase

ketepatan UCOD

sebesar 79,53% dan yang tidak tepat sebesar 20,47%. Faktor- faktor yang menyebabkan ketidaktepatan kode sebab dasar kematian adalah tidak adanya

SPO tentang

pengkodean sebab dasar kematian, belum digunakan tabel MMDS, tidak semua dokter mengisi diagnosis sebab dasar kematian, dan tidak adanya audit coding atau evaluasi ketepatan kode sebab dasar kematian.8 3 Hubungan Antara Kelengkapan Pengisian Dokumen Autopsi Verbal Dengan Keakuratan Penentuan Sebab Utama Kematian di Puskesmas Wilayah Surakarta (Ninawati, 2012) a. Metode: Observasi b. Pendekatan: Cross Sectional

Ada hubungan antara kelengkapan pengisian dokumen autopsi verbal dengan keakuratan penetuan sebab utama kematian.9

(7)

NO Judul dan Peneliti Metode Hasil Penelitian 4 Kesesuaian Hasil

Penentuan Diagnosis Penyebab Kematian Pasien Rawat Inap Penyakit Jantung Dengan ICD 10 di RSUO Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten (Adi, 2010) a. Jenis Penelitian: Deskriptif b. Pendekatan: Cross Sectional Persentase ketidaksesuaian hasil penentuan diagnosis penyebab kematian pasien rawat inap penyakit jantung dengan ICD 10 di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten mencapai 94,68%, yang artinya kualitas hasil penentuan diagnosis penyebab kematian di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten masih berada dalam kategori kurang sekali.1 5 Pelaksanaan Kodifikasi Penyebab Kematian Pasien Di Instalasi Kesehatan Anak (INSKA) RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (Sudirman, 2007) a. Jenis Penelitian: Deskriptif b. Pendekatan: Kualitatif Pelaksanaan kodifikasi penyebab kematian pasien INSKA tidak dilakukan, namun kodifikasi diagnosis pada lembar resume tetap merupakan kewajiban dokter yang merawat pasien, karena merupakan aturan kelengkapan pengisian berkas rekam medis.12

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah tidak adanya kesamaan judul penelitian, lokasi penelitian, waktu penelitian dan spesifikasi yang akan di bahas

(8)

8

A. Rekam Medis

1. Pengertian Rekam Medis

Rekam medis merupakan suatu berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap, dan jelas atau secara elektronik. Rekam medis pasien harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan. Pembutan rekam medis dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

Ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien.2

Rekam medis berisi informasi pasien, tentang setiap perawatan pasien di fasilitas kesehatan. Rekam medis harus ditulis pada waktu yang tepat dan mengandung informasi yang cukup untuk mengidentifikasi pasien, mendukung diagnosis atau alasan untuk perawatan kesehatan, membenarkan pengobatan, dan mendokumentasikan hasilnya secara akurat. Mengelola isi rekam medis melalui analisis dokumentasi adalah fungsi penting dari departemen informasi kesehatan di semua fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan meninjau semua rekam medis atau mengikuti kesempatan layanan untuk kelengkapan dan akurasi, informasi praktisi kesehatan membuat kontribusi yang signifikan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Sifat dari analisis yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu tergantung pada kebijakan dan kebutuhan perizinan fasilitasi, akreditasi, dan lembaga sertifikasi.6

(9)

2. Tujuan Rekam Medis

Tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang benar, tidak akan tercipta tertib administrasi rumah sakit sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan tertib administrasi merupakan salah satu faktor yang menetukan di dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit

3. Kegunaan Rekam Medis

Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek: a. Aspek Administrasi

Di dalam rekam medis mempunyai nilai administrasi, 0karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.

b. Aspek Medis

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis , karena catatn tersebut digunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/ perawatan yang diberikan kepada seoarang pasien dalam rangka mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan melalui kegiatan audit medis, manajemen resiko klinis, serta keamanan pasien dan kendali biaya.

c. Aspek Hukum

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atau dasar keadilan dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan sebagai tanda bukti untuk menegakan keadlian.

(10)

d. Askep Keuangan

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya mengandung data yang dapat digunakan sebagai aspek keuangan. Kaitannya rekam medis dengan aspek keuangan sangat erat sekali dalam hal pengobatan, terapi serta tindakan- tindakan apa saja yang diberikan kepada pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit, oleh karena itu penggunaan sistem teknologi komputer di dalam proses penyelenggaraan rekam medis sangat diharapkan untuk diterapkan pada setiap instansi pelayanan kesehatan.

e. Askep Penelitian

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut data dan informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek pendukung penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.

f. Aspek Pendidikan

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut data tentang perkembangan kronologisdan kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada pasien, informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pengajaran dibidang profesi pendidikan kesehatan.

g. Aspek Dokumentasi

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit.17

(11)

4. Manfaat Rekam Medis

Menjelaskan beberapa kegunaan dari rekam medis yaitu digunaka sebagai:

a. Dasar pemiliharaan kesehatan dan pengobatan pasien. b. Bahan pembuktian dalam perkara hukum.

c. Bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan. d. Dasar pembiayaan pelayanan kesehatan.

e. Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.4

B. Kode Kematian

1. Sebab Kematian

Pada tahun 1967, majelis kesehatan dunia kedua puluh mendefinisikan penyebab kematian yang akan dimasukkan pada sertifikat medis penyebab kematian adalah semua penyakit, kondisi sehat atau cedera yang mengakibatkan atau menyebabkan kematian dan keadaan kecelakaan atau kekerasan yang membuat cedera tersebut. Tujuan dari definisi tersebut adalah untuk memastikan bahwa semua informasi relevan dicatat dan sertifikasi tidak memilih beberapa kondisi untuk masuk dan menolak yang lainnya.

2. Sertifikat Kematian

Sertifikat medis yang ditunjukan di bawah ini dirancang untuk memfasilitasi pemilihan penyebab kematian ketika dua atau lebih penyebab dicatat. Bagian I untuk penyakit yang berkaitan dengan peristiwa yang mengarah langsung ke kematian, dan Bagian II untuk kondisi yang tidak berhubungan.

(12)

3. Prosedur Pemilihan Penyebab Kematian

Ketika lebih dari satu penyebab kematian di dicatat, langkah pertama dalam memilih penyebab yang mendasari adalah dengan menentukan penyebab yang digunakan di bagian I sertifikat dengan penerapan Prinsip Umum atau aturan seleksi 1,2 , dan 3.

Dalam beberapa keadaan, ICD memungkinkan penyebab yang akan digantikan oleh salah satu atau lebih yang cocok untuk mengekspresikan penyebab di tabulasi. Misalnya, ada beberapa kategori untuk kombinasi dari kondisi, atau mungkin menimpa alasan epidemiologi untuk mendahulukan kondisi lain pada sertifikat.

(13)

4. Urutan Untuk Pemilihan Penyebab

Urutan merujuk pada dua atau lebih kondisi yang dimasukkan pada baris berturut bagian I, setiap kondisi yang menjadi penyebab dimasukkan pada baris di atasnya.

Contoh I

I (a) Bleeding of oesophageal varices (b) Portal hypertension

(c) Liver cirrhosis (d) Hepatitis

Jika ada lebih dari satu penyebab kematian di garis sertifikat, hal tersebut mungkin untuk memiliki lebih dari satu urutan yang dilaporkan. pada contoh di bawah, empat urutan dilaporkan.

Contoh II

I (a) Coma

(b) Myocardial infection and cerebrovasculer accident (c) Atherosclerosis hypertension

Urutannya

a. Atherosclerosis (mengarah ke) myocardial infarction (mengarah ke) coma.

b. Atherosclerosis (mengarah ke) cerebrovasculer accident (mengarah ke) coma.

c. Hypertension (mengarah ke) myocardial infarction (mengarah ke) coma.

d. Hypertension (mengarah ke) cerebrovascular accident (mengarah ke) coma.

5. Prinsip Umum

Prinsip umum dilakukan ketika lebih dari satu kondisi yang dimasukkan pada sertifikat, kondisi masuk di bagian bawah yaitu bagian I maka harus dipilih, jika itu bisa menimbulkan semua kondisi dimasukkan di atas itu.

(14)

6. Aturan Seleksi a. Aturan I

Jika prinsip umum tidak berlaku dan dilaporkan urut mengakhiri kondisi yang dimasukkan pada sertifikat, pilih penyebab penyebab yang berasal pada urutan ini. Jika ada lebih dari satu urutan mengakhiri dalam kondisi yang disebutkan pertama, pilih penyebab yang berasal dari urutan yang disebutkan pertama

b. Aturan II

Jika tidak ada urutan yang dilaporkan mengakhiri dalam kondisi yang pertama pada sertifikat, pilih kondisi ini disebutkan pertama.

c. Aturan III

Jika kondisi yang dipilih oleh prinsip umum atau dengan aturan 1 atau aturan 2 jelas merupakan konsekuensi langsung dari kondisi lain yang dilaporkan, apakah bagian I atau bagian II, maka pilih kondisi primer ini.5

C. Sertifikat Kematian

Kematian adalah satu kali seumur hidup, merupakan kejadian final, hanya 1 perhitungan untuk setiap individu , informasi tentang paparan kesehatan masa lampau.

Sertifikat kematian terdiri dari 2 bagian:

1. Penyakit yang berhubungan dengan rangkaian kejadian yang langsung menyebabkan kematian.

2. Penyakit penting lainnya yang membnatu menimbulkan kematian, tetapi tidak ada hubungannya dengan penyakit yang menimbulkan kematian.

Rangkaian sama dengan satu maka penyebab pada (a), sedangkan rangkaian lebih dari satu maka penyebab langsung pada (a). Originating antecendent cause pada (d), penyebab antara pada (b) dan (c).

(15)

Bagian II pada sertifikat kematian adalah kondisi yang membantu menyebabkan fatal outcame, tetapi tidak berhubungan langsung dengan penyakit atau kondisi yang langsung menyebabkan kematian.13

D. Faktor Yang Mempengaruhi Akurasi Kode

1. Tenaga Medis

Tenaga medis adalah pemberi pelayanan utama pada seoang pasien, bertanggung jawab atas kelengkapan dan kebenaran data, khususnya data klinik, yang tercantum dalam dokumen rekam medis. Data klinik dapat berupa riwayat penyakit, hasil pemeriksaan, diagnosis, perintah pengobatan, laporan operasi atau prosedur lain merupakan hasil input yang akan dikoding oleh petugas koding di bagian rekam medis.

Beberapa hal yang dapat menyulitkan petugas koding antara lain adalah penulisan diagnosis tidak lengkap, tulisan yang tidak terbaca, penggunaan istilah yang tidak baku atau tidak dipahami, dan keterangan atau rincian penyakit yang tidak sesuai dengan sistem klasifikasi yang digunakan.

2. Petugas Koding

Petugas koding adalah penentu utama dalam pengkodean diagnosa. Tenaga rekam medis khususnya petugas koding bertanggung jawab dalam akurasi kode diagnosis. Kurangnya tenaga koding baik dari segi kualitas maupun kuantitas merupakan faktor terbesar dari penyelanggaraan rekam medis di rumah sakit di Indonesia.

(16)

Kualitas petugas koding Unit Rekam Meids di rumah sakit dapat dilihat dari:

a. Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja seorang petugas kodeng dapat menentukan kode penyakit lebih cepat berdasarkan ingatan dan kebiasaan, sehingga pengalaman kerja yang dimiliki oleh petugas koding sangat mendukung pelaksanaan tugasnya. Terlebih bila mempunyai buku bantu berisikan nomor- nomor kode yang sering digunakan. Petugas yang berpengalaman juga umumnya mampu membaca tulisan dokter dengan lebih baik, serta mempunyai hubungan interpersonal dan komunikasi yang lebih akrab dengan tenaga medis yang menuliskan diagnosis.

b. Pendidikan

Dalam kurikulum pendidikan tenaga ahli madya perekam medis dan informasi kesehatan, kemampuan koding merupakan salah satu kompetensi kritis yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lain, karena koding merupakan salah satu tugas pokok tenaga rekam medis. Oleh karenanya dalam pendidikan tenaga rekam medis dan informasi kesehatan, materi tentang tata cara dan aturan terkait proses koding mendapat bobot yang cukup tinggi.

c. Pelatihan

Apabila tenaga koding belum mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pendidikan khusus dibidang rekam medis dan informasi kesehatan, maka untuk mendapatkan hasil yang baik, setidaknya petugas memperoleh pelatihan yang cukuo tentang seluk- beluk pekerjaannya selaku tenaga rekam medis.

d. Faktor Lain

Sebagaimana halnya tenaga kerja/ SDM pada umumnya, tentunya kualitas tenaga jiga dipengaruhi oleh berbagai faktor SDM lain seperti usia, motivasi, sistem remunerasi, sanksi, dan lain- lain, namun tidak dibahas lebih jauh di sini.

(17)

3. Kelengkapan Dokumen Rekam Medis

Ketidaklengkapan dalam pengisian rekam medis akan sangat mempengaruhi mutu rekam medis, yang mencerminkan pula mutu pelayanan di rumah sakit. Petugas rekam medis bertanggung jawab untuk mengevaluasi kualitas rekam medis guna menjamin konsistensu dan kelengkapan isinya.

Sebelum melakukan pengkodean diagnosis penyakit, petugas rekam medis diharuskan mengkaji data pasien dalam lembar- lembar rekam medis tersebut untuk memastikan rincian diagnosis tersebut secara utuh dan lengkap, sebagaiman aturan yang digariskan dalam ICD-10.

4. Kebijakan

Tujuan rekam medis adalah menjunjung tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Isi rekam medis merupakan dokumen resmi mencatat seluruh proses pelayanan medis di RS, dan sangat bermanfaat antara lain bagi aspek administrasi, medis, hukum, keuangan, penelitian, pendidikan, dokumentasi, perencanaan, serta pemanfaatan sumber daya.

5. Sarana Prasarana

Sarana Prasarana yang digunakan meliputi ICD- 10, ICD 9, Tabel MMDS, Kamus Bahasa Inggris, Kamus Kedokteran, dan Standar Prosedur Operasional.10

E. Penerapan Rule Seleksi Penyebab Kematian

Penerapan rule untuk seleksi penyebab dasar kematian merupakan pengetahuan medis tentang hubungan kausal antar penyakit. Untuk menintepretasi hubungan kausal dan menerapkan rule modifikasi tersebut dapat digunakan ACME Decision Table yang dikembangkan oleh US National Center for Health Statistic (NCHS). ACME Decision Table tersebut adalah salah satu tabel dalam suatu sistem terpadu yaitu Medical Mortality Data System (MMDS)

(18)

Meskipun bukan standar internasional, akan tetapi tabel tersebut dipakai oleh banyak negara untuk melakukan proses pengkodean penyebab kematian. Indonesia sendiri telah mengembangkan pencatatan sertifikat kematian menggunakan alat bantu tabel tersebut. Pengembangan pelaporan tersebut dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

ACME Decision Table terdiri dari Tabel A hingga E. 1. Tabel A

Merupakan daftar kode ICD -10 yang hvalid untuk penggunaan dalam pengkodean penyebab dasar dan multiple (langsung dan antara).

2. Tabel B

Merupakan daftar kode yang valid untuk penggunaan dalam pengkodean penyebab multiple, tetapi tidak untuk pengkodean penyebab dasar.

3. Tabel C

Merupakan daftar kode ICD – 10 yang tidak valid baik bagi pengkodean penyebab dasar maupun multiple.

4. Tabel D

Digunakan untuk menentukan hubungan kausal kondisi- kondisi yang dituliskan pada sertifikat kematian. “Address code” dicantumkan pada bagian atas daftar kode dan rentang kode (sub address) yang mempunyai hubungan kausal yang valid dicantumkan di bawah addres code. Address code adalah kode yang dirinci pada baris a, b dan c dari bagian pertama. Sub address mengidentifikasi kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan kondisi-kondisi pada address code.

Tabel D digunakan untuk menentukan hubungan kausal ketika menerapkan Prinsip Umum, Rule 1 dan 2.

Simbol M pada Tabel D merupakan simbol yang menunjukan adanya hubungan ambivalen atau masih diragukan. Apabila menemukan kode ini maka diperlukan konfirmasi diagnosis untuk menentukan penyebab kematian.

(19)

5. Tabel E

Tabel E merupakan tabel modifikasi dan dipakai untuk aplikasi Rule 3.

Di dalam Tabel D terdapat beberapa simbol antara lain: a. Simbol “M” menunjukkan hubungan ambivalen

b. Simbol “#” menunjukan perlunya pertimbangan khusus dalam penerapan modifikasi.

6. Tabel F

Tabel F menerangkan antri yang paling ambivalen “M” yang ditemukan dalam Tabel D dan E. Tabel F memberikan pedoman lebih lanjut dalam memilih penyebab dasar kematian yang paling sesuai. 7. Tabel G

Tabel G memuat daftar kode yang diciptakan untuk membantu perangkat lunak dalam MMDS membedakan antara kondisi tertentu yang dikode ke dalam kategori yang sama.

8. Tabel H

Tabel H berisi daftar kode yang dianggap remeh (tidak berarti) ketika menentukan penyebab dasar kematian.

Penentuan hubungan kausal dapat menggunakan tabel D. Sedangkan untuk melihat ada tidaknya rule modifikasi dapat menggunakan Tabel E. Tabel D memberikan bantuan untuk menerapkan Prinsip Umum, Rule 1 dan Rule 2 yang akan menghasilkan UCOD Tentatif. Selanjutnya UCOD dapat dimodifikasi lebih lanjut dengan Rule 3 atau Rule modifikasi A-F.

(20)

Langkah- langkah penggunaan Tabel D

Sebagai contohnya akan dilakukan proses cek hubungan kausal antara Hipertensi (I10) dengan Arteroskleorsis Generalisata (I70.9), maka yang harus dilakukan adalah:

a. Pastikan telah dilakukan pengkodean diagnosis dengan tepat dan benar.

b. Mencari kode I70.9 di dalam tabel D sebagai address code. c. Mencari kode I10 di bawah kode I70.9

d. Apabila dibawah I70.9 terdapat kode I10 maka dapat diketahui bahwa terdapat hubungan kausal antara Hipertensi dengan Arteroskleorsis Generalisata.

Langkah- langkah penggunaan Tabel E

Sebagai contoh ingin diketahuan adakah modifikasi antara diagnosis penyebab kematian Edema Cerebri (G93.6) sebaga UCOD Tentatif dengan Hemorhage Batang Otak Intracrani (I61.3), maka langkah yang dilakukan adalah

a. Melakukan pencarian pada Tabel E untuk kode G93.6 sebagai address code.

b. Mencari kode I61.3 sebagai sub address di bawah G93.6

c. Apabila kode tersebut ditemukan maka akan terlihat keterangan di samping kode tersebut.

d. Dalam kasus ini, kode ditemukan dan terdapat keterang DS pada samping kiri.

e. DS menunjukan keteranga Direct Sequale yang berarti rule yang digunakan adalah Rule 3.

f. UCOD yang dipilih adalah I61.3 tersebut.

Proses pengecekan tersebut dilakukan berulang- ulang hingga diperoleh UCOD yang paling tepat.14

(21)

F. Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi kode: 1. Tenaga Medis 2. Petugas Koding 3. Kelengkapan DRM 4. Kebijakan 5. Sarana Prasaran (ICD 10, ICD 9, Tabel MMDS, Kamus Bhs. Inggris, Kamus Kedokteran Diagnosa Sebab Kematian Kode Sebab Kematian

(22)

22

B. Jenis Penelitian

1. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran tentang suatu masalah, baik yang berupa faktor resiko maupun faktor efek.15

2. Metode yang digunakandalam penelitian ini adalah observasi retrospektif dan analisa dilakukan pada saat penelitian.

C. Variabel

Variabel dalam penelitian ini adalah kesesuaian pemilihan kode sebab kematian berdasarkan tabel MMDS (Medical Mortality Data Sheet)

1. Alur Penetapan Kode Sebab Kematian 2. Sebab Kematian

3. Kode Sebab Kematian

4. Akurasi Kode Sebab Kematian

Akurasi Kode Sebab Kematian Sebab Kematian Kode Sebab Kematian Alur Penetapan Kode Sebab Kematian

(23)

D. Definisi Operasional

No Nama

Variabel Definisi Operasional 1. Alur

Penetapan Kode Sebab Kematian

Tata cara penetapan sebab kematian yang berlaku di RS St. Elisabeth Semarang berdasarkan hasil observasi dan wawancara

2. Sebab Kematian

Penyebab kematian yang dimasukan pada sertifikat medis penyebab kematian (semua penyakit, kondisi sehat atau cedera) yang mengakibatkan atau menyebabkan kematian dan keadaan kecelakaan atau kekerasan yang membuat cedera tersebut.5 Berdasarkan hasil observasi pada lembar sertifikat kematian dalam lembar RM 1 Sertifikat Kematian

3. Kode Sebab Kematian

Hasil pengkodean penyebab kematian berdasarkan observasi lembar RM 1 Sertifikat Kematian

4 Akurasi Kode Sebab

Kematian

Akurat tidaknya penetapan kode sebab kematian yang dilakukan oleh petugas berdasarkan hasil observasi pada lembar RM 1.

a. Akurat

Sebab kematian sesuai dengan hasil wawancara dokter penanggung jawab dan kode sebab kematian yang didapat tepat sesuai dengan ICD- 10 dan Tabel MMDS. b. Tidak Akurat

Sebab kematian tidak sesuai dengan hasil wawancara dokter penanggung jawab dan kode diagnosa sebab kematian yang didapat tidak sesuai dengan aturan ICD- 10 dan Tabel MMDS

(24)

E. Populasi dan Sampel

1. Jumlah Populasi

Populasi yang akan diobservasi dalam penelitian ini adalah dokumen rekam medis pasien meninggal bulan Oktober sampai Desember tahun 2016 sebanyak 71dokumen.

2. Jumlah Sampel

Sampel yang akan diobservasidalam penelitian ini sejumlah 42 dokumen rekam medis rawat inap pasien meninggal. Jumlah sampel didapatkan dari perhitungan antar jumlah populasi yang diteliti dengan menggunakan rumus sebagai berikut

= 1 + ( ) Dimana :

n : Besar sampe

N : Besar Populasi

d : Derajat Penyimpangan16(10%=0,1)

Dari 71 dokumen rekam medis rawat inap pasien meninggal, akan dihitung jumlah populasi dengan menggunakan rumus n :

= 1 + ( ) = 71 1 + 71 (0,1) =1 + 71 0,0171 =1 + 0,7171

=

1,71

71

= 41,5

= 42

(25)

Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 42 DRM pasien meninggal dengan catatan sertifikat kematian terisi lengkap.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah secara simpel random sampling (sampel acak sederhana) ,dimana prinsip pengambilan sampel secara acak sederhana adalah apabila besarnya sampel yang diinginkan berbeda- beda, maka besarnya kesempatan bagi setiap dokumen rekam medis untuk terpilih pun berbeda- beda.15

F. Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Yang di maksud dengan data primer dalam penelitian ini adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara antara peneliti dengan narasumber. Narasumber dalam penelitian ini adalah :

1. Dokter

Wawancara sebab kematian 2. Petugas Koder

Wawancara tentang kode sebab kematian

Sedangkan yang dimaksud dengan data sekunder dalam penelitian ini adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi (pengamatan) DRM pasien meninggal pada lembar sertifikat kematian dan lembar RM 1.

G. Pengolahan dan Analisis

1. Pengolahan

a. Colecting

Mengumpulkan data yang terdapat pada dokumen rekam medis rawat inap pasien meninggal.

b. Editing

Mengoreksi data yang tidak sesuai, setelah itu disesuaikan sehingga data yang diperoleh adalah data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan.

(26)

c. Tabulasi

Menyusun data kedalam tabel sehingga menjadi data yang informatif.

d. Penyajian

Penyajian data kedalam bentuk grafik atau tabel. 2. Analisis

Mengolah data yang telah terkumpul kemudian menganalisa data tersebut menggunakan analisa deskriptif yaitu dengan menggambarkan tingkat kesesuaian pemilihan kode diagnosa sebab kematian sesuai dengan keadaan yang sebenarnya

H. Langkah- langkah Penelitian

1. Mengambil buku kematian tahun 2016 dibagian pelaporan Unit Rekam Medis.

2. Mencatat nomor rekam medis, nama tanggal kematian pasien dari 71 dokumen rekam medis pada buku kematian bulan Oktober sampai Desember 2016.

3. Cara pengabilan sampel dokumen rekam medis adalah dengan teknik sampel acak sederhana.

a. Untuk mendapatkan nomor rekam medis, cara yang dilakukan adalah dengan mengurutkan data dari atas ke bawah sampai didapatkan sampel sebanyak 42dokumen. Setelah mendapatkan nomor rekam medis lalu dicatat kemudian mencari dokumen rekam medis sesuai urutannya dibagian filing.

b. Setelah dokumen rekam medis rawat inap pasien meninggal tekumpul, teliti dokumen rekam medis tersebut terutama pada lembar RM 1 tepatnya pada lembar sertifikat kematian yang terdapat pada halaman sebaliknya. Teliti formulir- formulir pendukung lainnya untuk menilai kesesuaian informasi pada riwayat penyakit di dalamnya.

c. Menentukan kesesuaian kode diagnosa sebab kematian pada lembat RM 1 berdasarkan pada tabel MMDS.

(27)

d. Selanjutnya tetapkan tingkat kesesuaian kode sebab kematian.

I.

Instrumen Penelitian

1. Chek List

Chek list berisi nomor, nomor rekam medis, diagnosa sebab kematian, kode diagnosa petugas rumah sakit, kode diagnosa penelitian, sesuai atau tidak sesuai, keterangan.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan tanya jawab antara peneliti dan dokter serta petugas koding .

(28)

28

1. Sejarah Singkat RS St. Elisabeth Semarang

RS St. Elisabeth merupakan rumah sakit Katolik yang terletak di Jalan Kawi, Kawasan Candi, Semarang. Atas keprihatinan para suster St. Fransiskus di Indonesia pada 3 September didirikanlah RS St. Elisabeth tersebut. Sebab saat itu di Semarang hanya ada dua rumah sakit sehingga tidak bisa menampung seluruh pasien di Semarang.

Saat itu para suster mengumpulkan dana dari para sosiawan, pemerintah kota praja Semarang serta dari pusat Suster- suster St. Fransiskus. Dana yang terkumpul digunakan untuk membeli sebidang tanah bekas kuburan Tionghoa seluas 34.000 m2di daerah perbukitan Candi Baru. Itulah kawasan RS St. Elisabeth kini yang memiliki pemandangan indah.

Namun pembangunan gedung RS St. Elisabeth bukan tanpa kesulitan. Sejak diletakannya batu pertama pada tanggal 9 Maret 1926 oleh Mgr. APF Van Velsen SJ, pembangunan dilakukan oleh 4 kontraktor yaitu Ir, Karsten, Ir. Zoetmulder, Ir. Peters, dan Ir. Keliveder.

Berkat karunia Tuhan pembangunan gedung dapat selesai pada tanggal 8 Agustus 1927. Berbagai persiapan dilaksanakan menjelang peresmian antara lain dengan menempatkan 50 tempat tidur dan peralatan- peralatan lainnya.

RS St. Elisabeth resmi dibuka 18 Oktober 1927 bertepatan dengan pesta St. Lukas yang merupakan pelindung profesi kedokteran. Pada masa kependudukan Jepang, RS St. Elisabeth diambil dan kemudian dijadikan kantor militer. Para suster Belanda ditawan dan 9 diantaranya meninggal di kamp tawanan.

(29)

RS St. Elisabeth diserahkan kembali pada tanggal 1 September 1945 dalam keadaan poran poranda dan kekurangan tenaga. Melihat kenyataan ini, para suster harus bekerja keras. Dan secara resmi pada tanggal 3 September 1945 Sr. Charitas Lammerink bersama 2 suster lainnya memulai karya rumah sakit lagi hingga besar seperti ini.

Pada tahun 2009 RS St. Elisabeth menerima akreditasi penuh tingkat lengkap dari Departemen Kesehatan RI. Tidak lama setelah itu penghargaan diberikan Walikota Semarang sebagai Peringkat I (Satu) Evaluasi Rumah Sakit Sayang Ibu Bayi Tingkat Kota Semarang.

2. Visi dan Misi a. Visi

Menjadi Rumah Sakit yang mengutamakan keselamatan dan terpercaya serta menjadi sarana kehadiran cinta dan kuasa Allah.

b. Misi

1) Menyediakan layanan kesehatan yang bermutu dan profesional kepada masyarakat.

2) Memberi pelayanan yang berpusat pada pasien sebagai “Tamu Ilahi”

3) Membangun persaudaraan sejati diantara pelayan kesehatan pasien dan masyaratak tanpa membedakan status sosial, golongan, dan agama.

4) Melestarikan rumah sakit sebagai “Heritage dan Green Hospital”

(30)

B. Gambaran Umum Pelayanan Rekam Medis Rumah Sakit

1. Visi Unit Rekam Medis

Menjadi sumber Informasi rumah sakit yang akurat 2. Misi Unit Rekam Medis

a. Memberikan pelayanan administrasi kesehatan kepada seluruh pelanggan internal dan eksternal.

b. Berperan serta dalam peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.

c. Berperan serta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.

C. Hasil Pengamatan

1. Alur Penetapan Sebab Kematian dan Kode Sebab Kematian a. Alur Penetapan Sebab Kematian

Dalam menetapkan alur sebab kematian di RS St. Elisabeth Semarang tidak berpedoman pada Standar Operasional Prosedur karena di RS St. Elisabeth tidak memiliki Standar Operasional Prosedur dalam menentukan sebab kematian, akan tetapi pada saat menentukan sebab kematian seorang pasien dokter berpedoman pada ICD 10 volume 2 atau dasar yang digunakan dokter dalam menentukan kode sebab kematian adalah ICD 10 Volume 2. Cara dokter menentukan sebab kematian seorang pasien dengan pedoman atau dasar pada ICD 10 Volume 2 adalah sebagai berikut :

1) Melihat riwayat penyakit pasien

2) Menuliskan sebab kematian pada lembar sertifikat kematian sesuai pedoman yang ada pada buku ICD volume 2 tentang kode mortalitas

Ia. Penyebab langsung b. Penyebab antara c. Penyebab dasar

(31)

d. Alur Penetapan Kode Sebab Kematian

Di RS St. Elisabet Semarang tidak ada pedoman dalam menentukan kode sebab kematian, bahkan dengan tidak adanya SOP tentang penetuan kode sebab kematian membuat petugas hanya memilih satu diagnosa sebab kematian yang telah dituliskan oleh dokter pada lembar sertifikat kematian sama dengan diagnosis utama yang ditulis dokter pada lembar RM 1.

Dan apabila pada lembar RM 1 diagnosa utama tidak sama dengan salah satu diagnosa yang tertulis pada lembar sertifikat kematian maka petugas koding memilih diagnosis yang paling atas/ Ia pada lembar sertifikat kematian tanpa mencocokan apakah kode pada Ia sequen dengan Ib, Ib sequen dengan Ic, dan Ic sequen dengan II menggunakan alat bantu tabel MMDS.

Setelah petugas koding mendapatkan sebab kematian pasien, petugas koding lalu mengkode diagnosa sebab kematian tersebut menggunakan ICD 10 dan menuliskan kode tersebut pada kolom yang telah disediakan pada lembar RM 1.

2. Sebab Kematian

Sebab kematian yang ada di RS St. Elisabeth Semarang ditentukan oleh dokter dengan berpedoman pada ICD 10 volume 2, setelah sebab kematian tersebut ditentukan dokter menuliskan sebab kematian tersebut pada sertifikat kematian yang ada pada halaman ke dua lembar RM 1.Sedangkan kode sebab kematian yang ada di RS St. Elisabeth Semarang dituliskan oleh koder dengan melalui alur pengkodean.

Berdasarkan hasil pengamatan dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa persentase sebab kematian periode Oktober – November 2016 adalah sebagai berikut :

(32)

Tabel 4.1

Jumlah Kasus yang Menjadi Sebab Kematian

No Jumlah Kasus Kasus ∑ % 1 42 Kasus Cardiorenal Failure 1 2,4% 2 Shock Cardiogenik 4 9,5% 3 Meningitis 1 2,4% 4 Carcinoma Colli 1 2,4% 5 Ca Thyroid 1 2,4% 6 Anoxia 1 2,4%

7 Sepsis/ Shock Septik 5 11,9%

8 Cardiorespiratory Failure 4 9,5%

9 Gagal Nafas/ Respiratory Failure 14 33,3%

10 Stroke Non Hemorrhage 1 2,4%

11 Intra Cerebral Hemorrhage 1 2,4%

12 Cardiac Arrest 2 4,8%

13 Infark Cerebral 1 2,4%

14 Carcinoma Servix 1 2,4%

15 Carcinoma Paru 1 2,4%

16 Hematoma Cerebelum 1 2,4%

17 Congestive Heart Failure 1 2,4%

18 Encepalophaty 1 2,4%

Berdasarkan tabel 4.1, maka jumlah kasus yang menyebabkan kematian adalah Gagal Nafas atau Respiratory Failure dengan persentase 33,3%

(33)

3. Akurasi Kode Sebab Kematian Tabel 4.2

Akurasi Kode Sebab Kematian Petugas Rumah Sakit

NO No RM Diagnosis Sebab Kematian

Kode Diagnosis Akurasi Kode Petugas Peneliti A TA 1 04 49 07 - xx I a. Cardiorenal Failure R57.9 (Shock) I50.9 (Cardioren al Failure) 1 b. Shock c. Shock Hipovolemik II. SNH 2 01 85 59 - xx I a. Shock Cardiogenik I20.0 (Syndrome Coronary) R57.0 (Shock Cardiogen ik) 1 b. Syndrome Coronary c. Bronchopneumonia II. Diabetes Melitus

3 04 38 03 - xx I a. Meningitis I61.9 (Perdaraha n Otak) G03.9 (Meningiti s) 1 b. Perdarahan Otak c. Stroke II. Bronchopneumonia 4 00 73 88 - xx I a. Carcinoma Colli C76.0 (Carcinoma Colli) C76.0 (Carcinom a Colli) 1 b. Teratoma Neck II. Anaemia 5 04 87 78 - xx I a. Carcinoma Thyroid C73 (Carcinoma Thyroid) C73 (Carcinom a Thyroid) 1 b. Metastase Paru 6 04 68 93 - xx I a. Anoxia G40.9 (Anoxia) G40.9 (Anoxia) 1 b.Epilepsi c. Gagal Nafas 7 01 80 05 - xx I a. Sepsis J18.0 (Bronchopn eumonia) A41.9 (Sepsis) 1 b. Bronchopneumonia

(34)

NO No RM Diagnosis Sebab Kematian

Kode Diagnosis Akurasi Kode Petugas Peneliti A TA c. SNH 8 02 02 36 - xx I a. Gagal Nafas N18.0 (Chronic Kidney Disease) J96.9 (Gagal Nafas) 1 b. Chronic Kidney Disease 9 04 85 04 - xx I a. Cardiorespiratory Failure J90 (Efusi Pleura) R09.2 (Cardiores piratory Failure) 1 b. Efusi Pleura c. Bronchopneumonia II. Carcinoma Ovarium 10 01 54 94 - xx I a. Gagal Nafas I46.9 (Cardiac Arrest) J96.9 (Gagal Nafas) 1 b. Abnormal Sputum c. Cardiac Arrest 11 04 82 99 - xx I a. Gagal Nafas D43.2 (Teratoma Intracranial) J96.9 (Gagal Nafas) 1 b. Teratoma Intracranial c. Subarachnoid Hemorrhage 12 04 87 62 - 16 I a. SNH I64 (SNH) I64 (SNH) 1 13 02 81 02 - xx I a. Intra Cerebral Hemorrhage I61.9 (Intra Cerebral Hemorrhag e) I61.9 (Intra Cerebral Hemorrha ge) 1 14 05 14 94 - xx I a. Gagal Nafas J81 (Edema Paru) J96.9 (Gagal Nafas) 1 b. Edema Paru c. Syndrome Coronary Intermediate 15 05 30 63 - xx I a. Shock

Cardiogenik (CongestiveI50.0 Heart Failure) R57.0 (Shock Cardiogen ik) 1 b. Congestive Heart Failure

(35)

NO No RM Diagnosis Sebab Kematian

Kode Diagnosis Akurasi Kode Petugas Peneliti A TA c. Ischemia Heart Disease 16 03 38 82 - xx I a. Shock Cardiogenik I50.0 (Congestive Heart Failure) R57.0 (Shock Cardiogen ik) 1 b. Congestive Heart Failure c. Bronchopneumonia II Diabetes Melitus 17 01 25 27 - xx I a. Cardiac Arrest I49.9 (Dysrhytmia Cardiac) I46.9 (Cardiac Arrest) 1 b. Dysrhytmia Cardiac c. Ischemia Heart Disease 18 05 29 02 - xx I a. Shock Septic E11.9 (Diabetes Melitus Type II) A41.9 (Shock Septic) 1 b. Acidosis Metabolik c. Diabetes Melitus Type II II. Bronchopneumonia 19 04 35 92 - xx I a. Cardiorespiratory Failure (CardiorespiR09.2 ratory Failure) R09.2 (Cardiores piratory Failure) 1 b. Hypertensi c. Cirrhosis Hepatitis 20 02 37 71 - xx I a. Shock Cardiogenik R57.0 (Shock Cardiogenik ) R57.0 (Shock Cardiogen ik) 1 b. Syndrome Coronary Intermediate 21 00 06 80 - xx I a. Gagal Nafas J96.9 (Gagal Nafas) J96.9 (Gagal Nafas) 1 b. HIV 22 02 67 79 - xx I a. Cardiorespiratory Failure I25.9 (Ischemia Heart Disease) R09.2 (Cardiores piratory Failure) 1 b. Acute Coronary Syndrome

(36)

NO No RM Diagnosis Sebab Kematian

Kode Diagnosis Akurasi Kode Petugas Peneliti A TA c. Ischemia Heart

Disease

II. Chronic Kidnay Disease 23 02 82 06 - xx I a. Cardiac Arrest I48 (Atrial Fibrilation) I46.9 (Cardiac Arrest) 1 b. Atrial Fibrillation c. Hipokalemi II. Cirrhosis Hepatitis 24 05 23 76 - xx I a. Gagal Nafas J96.9 (Gagal Nafas) J96.9 (Gagal Nafas) 1 b. Efusi Pleura 25 04 99 06 - xx I a. Respiratory Failure J96.9 (Respiratory Failure) J96.9 (Respirato ry Failure) 1 b. SNH 26 05 14 11 - xx I a. Shock Septic A41.9 (Shock Septic) A41.9 (Shock Septic) 1 27 02 09 66 - xx

I a. Infark Cerebral I63.9 (Infark Cerebral) I63.9 (Infark Cerebral) 1 II. Sepsis 28 04 49 07 - xx I a. Shock Septic J18.0 (Bronchopn eumonia) A41.9 (Shock Septic) 1 b. Bronchopneumonia II. Hypoalbumin 29 01 56 90 - xx I a. Sepsis E14.9 (Diabetes Melitus) A41.9 (Sepsis) 1 b. Osteomyelitis c. Diabetes Melitus 30 01 76 87 - xx I a. Gagal Nafas J96.9 (Gagal Nafas) J96.9 (Gagal Nafas) 1 b. SNH 31 00 78 76 - xx I a. Carcinoma Servix (CarcinomaC53.9 Servix) C53.9 (Carcinom a Servix) 1 b. Efusi Pleura 32 03 99 76 - xx I a. Gagal Nafas J96.9 (Gagal Nafas) J96.9 (Gagal Nafas) 1 b. Carcinoma Kelenjar Getah

(37)

NO No RM Diagnosis Sebab Kematian

Kode Diagnosis Akurasi Kode Petugas Peneliti A TA Bening 33 01 84 29 - xx I a. Gagal Nafas J96.9 (Gagal Nafas) J96.9 (Gagal Nafas) 1 b. Edema Paru c. Bronchopneumonia II. Diabetes Melitus Type II 34 02 21 34 - xx I a. Cardiorespiratory Failure (HepatitisC22.0 Cellular) R09.2 (Cardiores piratory Failure) 1 b. Hepatitis Cellular Carcinoma 35 02 76 59 - xx I a. Carcinoma Paru C34.9 (Carcinoma Paru) C34.9 (Carcinom a Paru) 1 36 01 31 49 - xx I a. Hematoma Cerebelum S06.8 (Hematoma Cerebelum) S06.8 (Hematom a Cerebelu m) 1 b. Stroke 37 02 63 07 - xx I a. Respiratory Failure J96.9 (Gagal Nafas) J96.9 (Gagal Nafas) 1 b. Encepalopathy 38 02 55 18 - xx I a. Congestive Heart Failure I49.9 (Arrhytmia) I50.0 (Congestiv e Heart Failure) 1 b. Arrhytmia c. Respiratory Failure 39 02 64 37 - xx I a. Encepalophaty A41.9 (Sepsis) G93.4 (Encepalo phaty) 1 b. Acidosis c. Chronic Kidney Disease II. Sepsis 40 00 84 80 - xx I a. Gagal Nafas J96.9 (Gagal Nafas) J96.9 (Gagal Nafas) 1 41 04 77 47 - xx I a. Gagal Nafas J96.9 (Gagal J96.9 (Gagal 1

(38)

NO No RM Diagnosis Sebab Kematian

Kode Diagnosis Akurasi Kode Petugas Peneliti A TA b. Stroke Infark Nafas) Nafas)

42 04 41 94 - xx I a. Gagal Nafas J96.9 (Gagal Nafas) J96.9 (Gagal Nafas) 1 b. Syndrome Gueline Bare II. Meningoencepalitis Keterangan A = Akurat TA = Tidak Akurat

(39)

4. Akurasi dan Persentase Kode Sebab Kematian

Berdasarkan hasil pengamatan dalam penelitian ini dapat diketahui persentase keakuratan kode sebab kematian berdasarkan Tabel MMDS pada lembar RM 1 periode Oktober – November 2016 di RS St. Elisabeth adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3

Jumlah Kasus dengan Keakuratan Kode Sebab Kematian

Jumlah Sampel Kode Sebab Kematian Akurat Kode Sebab Kematian Tidak Akurat 42 ∑ % ∑ % 23 54,76% 19 45,24%

Berdasarkan tabel 4.3 diatas daat diketahui bahwa dari 42 dokumen rekam medis pasien meninggal dengan catatan lembar sertifikat kematian terisi lengkap yang diteliti telah ditemukan jumlah kode sebab kematian yang akurat adalah 54,76% lebih besar daripada yang tidak akurat (45,24%)

(40)

40 1. Alur Penetapan Sebab Kematian

Dari hasil penelitian alur dalam menentukan sebab kematian di RS St. Elisabeth Semarang sudah sesuai dengan teori yang ada pada ICD 10 volume 2 dimana penentuan sebab kematian yang dilakukan dokter adalah dengan melihat semua penyakit yang diderita pasien dan keadaan kecelakaan atau cedera yang membuat pasien tersebut meninggal, setelah itu dokter muliskan sebab kematian seorang pasien pada lembar sertifikat kematian dengan urutan :

I a. Penyebab langsung b. Penyebab antara c. Penyebab dasar.

2. Alur Penetapan Kode Sebab Kematian

Dari hasil penelitian alur dalam menentukan kode sebab kematian di RS St. Elisabeth tidak sesuai dengan teori karena dalam menentukan kode sebab kematian petugas koding hanya melihat penyebab pasien meninggal pada lembar sertifikat kematian yang telah ditulis dokter yang sama dengan diagnosis utama pada lembar RM 1 tanpa mencocokan dengan tabel bantu atau tabel MMDS, setelah itu menuliskan kode sebab kematian pada kolom yang telah disediakan pada lembar RM 1.

B. Sebab Kematian

Berdasarkan penelitian sebab kematian yang paling tinggi di RS St. Elisabeth periode Oktober – Desember 2016 adalah Gagal Nafas/ Respiratory Failure dengan persentase 33,3%

(41)

C. Akurasi dan Persentase Kode Sebab Kematian

Berdasarkan penelitian ini presentase kode sebab kematian yang akurat (54,76%) lebih besar dibanding yang tidak akurat (45,24%).

Berikut penyebab kode sebab akurat tidak akurat :

1. Kasus pertama dengan sebab kematian I a. Cardiorenal Failure, b. Shock, c. Shock Hipovolemik, II. SNH petugas memilih Shock sebagai sebab kematian, akan tetapi jika di cek menggunakan tabel MMDS Cardiorenal Failure sequen dengan Shock, Shock sequen dengan Shock Hipovolemik, dan Shock Hipovolemik tidak sequen dengan SNH, maka yang menjadi sebab kematian adalah Cardiorenal Failure/ I50.9

2. Kasus kedua dengan sebab kematian I a. Shock Cardiogenik, b. Syndrome Coronary, c. Bronchopneumonia, II. Diabetes Melitus petugas memilih Syndrome Coronary, akan tetapi jika dicek menggunakan tabel MMDS Shock Cardiogenik sequen dengan Syndrome Coronary, Syndrome Coronary sequen dengan Bronchopneumonia, Bronchopneumonia tidak sequen dengan DM, maka yang menjadi sebab kematian adalah Shock Crdiogenik/ R57.0 3. Kasus ketiga dengan sebab kematian I a. Meningitis, b. Perdarahan

Otak, c. Stroke, II Bronchopneumonia petugas memilih Perdarahan Otak, akan tetapi jika dicek menggunakan tabel MMDS Meningitis sequen dengan Perdarahan Otak, Perdarahan Otak sequen dengan Stroke, Stroke tidak sequen dengan Bronchopneumonia, maka yang menjadi sebab kematian adalah Meningitis/ G03.9

4. Kasus keempat dengan sebab kematian Ia. Sepsis, b. Bronchopneumonia, c. SNH petugas memilih Bronchopneumonia, akan tetapi jika dicek dengan tabel MMDS Sepsis sequen dengan Bronchopneumonia, Bronchopneumonia sequen dengan SNH, maka yang menjadi sebab kematian adalah Sepsis/ A41.9

5. Kasus kelima dengan sebab kematian Ia. Gagal Nafas, b CKD petugas memilih CKD, akan tetapi jika dicek menggunakan tabel MMDS Gagal Nafas sequen dengan CKD maka yang menjadi sebab kematian adalah Gagal Nafas/ J96.9

(42)

6. Kasus keenam dengan sebab kematian Ia. Cardiorespiratory Failure, b. Efusi Pleura, c. Bronchopneumonia, II. Ca Ovarium petugas memilih Efusi Pleura, akan tetapi jika dicek menggunakan tabel MMDS Cardiorespiratory Failure sequen dengan Efusi Pleura, Efusi Pleura sequen dengan Bronchopneumonia, Bronchopneuonia sequen dengan Ca Ovarium, maka yang menjadi sebab kematian adalah Cardiorespiratory Failure/R09.2

7. Kasus ketujuh dengan sebab kematian Ia. Gagal Nafas, b. Teratoma Intracranial, c. Subarachnoid Hemorrhage petugas memilih Teratoma Intracranial, akan tetapi jika dicek menggunakan tabel MMDS Gagal Nafas sequen dengan Teratoma Intracranial, Teratoma Intracranial tidak sequen dengan Subarachnoid Hemorrhage, maka yang menjadi sebab kematian adalah Gagal Nafas/ J96.9

8. Kasus delapan dengan sebab kematian Ia. Gagal Nafas, b. Edema Paru, c. Syndrome Coronary Intermediate petugas memilih Edema Paru, akan tetapi jika dicek menggunakan tabel MMDS Gagal Nafas sesuai dengan Edema Paru, Edema Paru sequen dengan Syndrome Coronary Intermediate, maka yang menjadi sebab kematian adalah Gagal Nafas/ J96.9

9. Kasus sembilan dengan sebab kematian Ia. Shock Cardiogenik, b. CHF, c. IHD petugas memilih I50.0, akan tetapi jika dicek menggunakan tabel MMDS Shock Cardiogenik sequen dengan CHF, CHF sequen dengan IHD, maka yang menjadi sebab kematian adalah Shock Cardiogenik/ R57.0

10. Kasus sepuluh dengan sebab kematian Ia. Shock Cardiogenik, b. CHF, c. Bronchopneumonia, II. DM petugas memilih CHF, akan tetapi jika dicek menggunakan tabel MMDS Shock Cardiogenik sequen dengan CHF, CHF sequen dengan Bronchopneumonia, Bronchopneumonia tidak sequen dengan DM, maka yang menjadi sebab kematian adalah Shock Cardiogenik/ R57.0

(43)

11. Kasus sebelas dengan sebab kematian Ia. Cardiac Arrest, b. Dysrhytmia Cardiac, c. IHD petugas memilih Dysrhytmia Cardiac, akan tetapi jika dicek menggunakan tabel MMDS Cardiac Arrest sequen dengan Dysrhytmia Cardiac, Dysrhytmia Cardiac sequen dengan IHD, maka yang menjadi sebab kematian adalah Cardiac Arrest/ I46.9

12. Kasus dua belas dengan sebab kematian Ia. Shock Septic, b. Acidosis Metabolik, c. DM II, II. Bronchopneumonia petugas memilih DM II, akan tetapi jika dicek menggunakan tabel MMDS Shock Septic sequen dengan Acidosis Metabolik, Acidosis Metabolik sequen dengan DM II, DM II tidak sequen dengan Broncopneumonia, maka yang menjadi sebab kematian adalah Shock Septic/ A41.9

13. Kasus tiga belas dengan sebab kematian Ia. Cardiorespiratory Failure, b. Acute Coronary Syndrome, c. IHD, II. CKD petugas memilih IHD, akan tetapi jika dicek menggunakan tabel MMDS Cardiorespiratory Failure sequen dengan Acute Coronay Syndrome, Acute Coronary Syndrome sequen dengan IHD, IHD tidak sequen dengan CKD, maka yang menjadi sebab kematian adalah Cardiorespiratory Failure/ R09.2

14. Kasus empat belas dengan sebab kematian Ia. Cardiac Arrest, b. Atrial Fibrillation, c. Hipokalemi, II. Cirrhosis Hepatitis petugas memilih Atrial Fibrillation, akan tetapi jika dicek menggunakan tabel MMDS Cardiac Arrest sequen dengan Atrial Fibrillation, Atrial Fibrillation sequen dengan Hipokalemi, Hipokalemi tidak sequen dengan Cirrhosis Hepatitis, maka yang menjadi sebab kematian adalah Cardiac Arrest/ I46.9

15. Kasus lima belas dengan sebab kematian Ia. Shock Septic, b. Bronchopneumonia, II. Hypoalbumin petugas memilih Bronchopneumonia, akan tetapi jika dicek menggunakan dengan tabel MMDS Shock Septic sequen dengan Bronchopneumonia, Bronchopneumonia tidak sequen dengan Hypoalbumin, maka yang menjadi sebab kematian adalah Shock Septic/ A41.9

(44)

16. Kasus enam belas dengan sebab kematian Ia. Sepsis, b. Osteomyelitis, c. DM petugas memilih DM, akan tetapi jika dicek menggunakan tabel MMDS Sepsis sequen dengan Osteomyelitis, Osteomyelitis tidak sequen dengan DM, maka yang menjadi sebab kematian adalah Sepsis/ A41.9

17. Kasus tujuh belas dengan sebab kematian Ia. Cardiorepiratory Failure, b. Hepatitis Cellular Carinoma petugas memilih Hepatitis Cellular Carcinoma, akan tetapi jika dicek menggunakan tabel MMDS CardiorespiratoryFailure sequen dengan Hepatitis Cellular Carcinoma, maka yang menjadi sebab kematian adalah Cardiorespiratory Failure/ R09.2

18. Kasus delapan belas dengan sebab kematian Ia. CHF, b. Arrhytmia, c. Respiratory Failure petugas memilih Arrhytmia , akan tetapi jika dicek menggunakan tabel MMDS CHF sequen dengan Arrhytmia, Arrhytmia sequen dengan Respiratory Failure, maka yang menjadi sebab kematian adalah CHF/ I50.0

19. Kasus sembilan belas dengan sebab kematian Ia. Encepalophaty, b. Acidosis, c. CKD, II. Sepsis petugas memilih Sepsis, akan tetapi jika dicek menggunakan tabel MMDS Encepalophaty sequen dengan Acidosis, Acidosis sequen dengan CKD, CKD tidak sequen dengan Sepsis, maka yang menjadi kode sebab kematian adalah Encepalophaty/ G93.4

Ketidak akuratan kode sebab kematian dipengaruhi oleh beberapa faktor sebaga berikut :

1. Penetepan Sebab Kematian dan Kode Sebab Kematian

Di RS St. Elisabeth Semarang penetapan Sebab Kematian oleh dokter berpedoman pada ICD 10 Vol 2 tentang kode mortalitas dimana penulisannya berdasarkan riwayat penyakit pasien meninggal yaitu

I a. Penyebab Langsung b.Penyebab Antara c.Penyabab Dasar

(45)

Sedangkan petugas koder dalam menentukan kode sebab kematian tidak berpedoman pada ICD 10 vol 2 dan tidak menggunakan tabel MMDS.

2. Karakteristik Petugas Koding

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas koding di RS St. Elisabeth Semarang, karakteristik petugas koding dapat ditinjau dari beberapa aspek:

a. Pengalaman Kerja

Petugas Koding di RS St. Elisabeth Semarang sudah bekerja selama 2 tahun, akan tetapi memegang koding baru 1 tahun karena 1 tahun sebelumnya bekerja dibagian pelaporan. b. Latar Belakang Pendidikan

Latar belakang pendidikan terakhir petugas koding di RS St. Elisabeth Semarang D3 Rekam Medis

c. Pelatihan

Koder di RS St. Elisabeth Semarang sudah pernah mengikuti pelatihan koding yang diadakan di rumah sakit akan tetapi tema pelatihan koding adalah BPJS

3. Kebijakan dan Protap

Di RS St. Elisabeth Semarang kebijakan dan protap tentang koding dan prosedur mengkoding dituangkan dalam bentul SOP (Standar Operasional Prosedur) akan tetapi dalam isi SOP tersebut tidak menyebutkan tetang prosedur menentukan kode sebab kematian.

4. Sarana dan prasarana

Di RS St. Elisabeth Semarang dalam menentukan kode sebab kematian sarana dan prasarana yang digunakan yaitu buku ICD 10 (Volume 1 dan 3), ICD 9, Kamus Bahasa Inggris, Kamus Kedokteran, serta buku singkatan penyakit yang dibuat oleh RS St. Elisabeth Semarang.

(46)

46

A. Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan pembahasan tentang keakuratan kode sebab kematian yang dihasilkan berdasarkan tabel MMDS pada dokumen rekam medis pasien meninggal dengan catatan sertifikat kematian terisi lengkap periode Oktober – Desember 2016, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dari hasil pengamatan dokter menuliskan sebab kematian pada sertifikat kematian sesuai dengan pedoman yang ada pada ICD 10 volume 2.

2. Dari hasil penelitian alur dalam menetapkan kode sebab kematian di RS St. Elisabeth Semarang adalah dengan melihat penyebab pasien meninggal pada lembar sertifikat kematian yang telah ditulis oleh dokter.

3. Dari 42 kasus pasien meninggal periode Oktober – November 2016 yang paling tinggi menyebabkan kematian adalah Gagal Nafas/ Respiratory Failure dengan persentase 33,3%.

4. Dari 42 dokumen rekam medis pasien meninggal periode Oktober – Desember 2016 yang diteliti jumlah kode sebab kematian yang akurat lebih besar yaitu 32 dokumen atau 54,76%.

(47)

5. Dari 42 dokumen rekam medis pasien meninggal periode Oktober – Desember 2016 yang diteliti jumlah kode sebab kematian yang tidak akurat lebih sedikit yaitu 19 dokumen atau 45,24%, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa kasus seperti karakteristik petugas koding di RS St. Elisabeth Semarang, belum pernah mengikuti pelatihan koding tentang penentuan kode sebab kematian, kebijakan tentang koding di RS St. Elisabeth Semarang sudah ada, akan tetapi dalan SOP tidak dijelaskan tentang cara menentukan kode sebab kematian, sarana dan prasarana dalam memberikan kode sebab kematian, petugas koding tidak menggunakan tabel MMDS.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan, guna meningkatkan mutu informasi sebab kematian yang dihasilkan maka peneliti memberi saran bagi Rumah Sakit sebagai berikut:

1. Memberi pelatihan kepada petugas koding baik di lingkungan rumah

sakit maupun pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak luar.

2. Menyediakan sarana untuk menunjang keakuratan kode sebab

kematian seperti tabel MMDS.

3. Kepada petugas koding disarankan untuk menerapkan kembali

aturan koding dengan membaca aturan penentuan kode pada ICD 10 Volume 2.

(48)

48 Rumah Sakit.

2. PerMenKes RI.Nomor 269/MenKes/Per/III/2008 tentang rekam medis.

3. PerMenKes RI. Nomor 55 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis.

4. PerMenKes RI. Nomor 749a/MenKes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis.

5. World Health Organization, Geneva. 2010. International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems, Tenth Revision, Volume 2 Introduction Manual.

6. Huffman, Edna K.1994Health Information Management Formerly Medical Record Management. Jennifer Cofer. 1994.

7. Dwi Madyo, Yanuar.2016.Analisa Pengetahuan dan Sikap Petugas Rekam Medis Tentang Kode Penyebab Dasar Kematian Berdasarkan ICD 10 di RSUD Tugurejo Semarang Tahun 2016.

8. Hidayat, Trian.2014.Analisa Ketepatan Kode Penyebab Dasar Kematian Berdasarkan ICD- 10 di RS Panti Rapih Yogyakarta.

9. Ninawati.2012.Hubungan Antara Kelengkapan Pengisian Dokumen Autopsi Verbal Dengan Keakuratan Penentuan Sebab Utama Kematian di Puskesmas Wilayah Surakarta.

10. Ernawati,Dyah.2014.Faktor- faktor yang Mempengaruhi Koding. Semarang. (Tidak dipublikasikan)

(49)

11. Adi.2010.Kesesuaian Hasil Penentuan Diagnosis Penyebab Kematian Pasien Rawat Inap Penyakit Jantung Dengan ICD 10 di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

12. Sudirman.2007.Pelaksanaan Kodifikasi Penyebab Kematian Pasien Di Instalasi Kesehatan Anak (INSKA) RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

13. Medreks Wordpress. Kode Mortalitas Penyebab Kematian. 2012 (Diakses 14 Maret 2017)

14. Medreces Blogspot. Koding Mortalitas. 2016. (Diakses 14 Maret 2017).

15. Riyanto, Agus.2011.Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Nuha Medika.

16. Mahawati,Eni.2010.Metodologi Penelitian.Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro. Semarang.

17. Depkes, RI.2016.Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia.

(50)

50

Umur :

Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Lama Bekerja :

Pertanyaan tentang kode sebab kematian:

1. Apakah petugas koder di RS St. Elisabeth Semarang ini sudah pernah mengikuti pelatihan koding?

2. Bagaimana cara menetukan kode sebab kematian di RS St. Elisabeth Semarang?

3. Langkah apa sajakah yang dilakukan sebelum menetukan kode sebab kematian?

4. Adakah Standar Operasional Prosedur dalam menentukan kode sebab kematian?

5. Sarana apa saja yang digunakan untuk melakukan pengkodingan sebab kematian?

6. Kendala apa saja yang dialami dalam melakukan pengkodingan sebab kematian?

(51)

51

Umur :

Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Lama Bekerja :

Pertanyaan tentang sebab kematian

1. Bagaimana langkah dokter dalam menentukan sebab kematian pasien yang dituliskan pada lembar sertifikat kematian?

2. Adakah Standar Operasional Prosedur dalam menuliskan sebab kematian pasien?

(52)

52 No No RM Sebab

Kematian Kematian Kode Alasan

Petugas Peneliti A TA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35

(53)

No No RM Sebab Kematian Kode Sebab Kematian Akurasi Kode Alasan Petugas Peneliti A TA 36 37 38 39 40 41 42

Tabel 1.1 Lembar Cheklist Keterangan :

A = Akurat

(54)

54 No No RM Diagnosis Sebab

Kematian

Kode Diagnosis Sebab Kematian

Menurut Dokter Kode Keterangan

Petugas Peneliti A TA 1 00 07 01 -xx I a. Respiratory Failure J96.9 J96.9 Respiratory Failure/ J96.9 1 I a. J96.9 b. Sepsis b. A41.9 = J96.0 - J96.9 (A00.0 - R82.5) c. Bronchopneumonia c. J18.0 = A40.0 - A41.9 (A00.0 - R82.5)

II. Diabetes Melitus

II. E14.9 (Dalam Tabel E J18.0 tidak sequen denganE14.9) Jadi

UCODnya J18.0 dan kode sebab kematiannya J96.9 2 03 06 98 -10 I a. Shock Hipovolemik R57.1 R57.1 Shock Hipovolemik/ R57.1 1 I a. R57.1 b. Cardiorespiratory Arrest b. I46.9 = R55 - R57.9 ( A00.0 - R82.5) II. Sepsis

II. A41.9 (Dalam Tabel E I46.9 tidak sequen dengan A41.9) Jadi UCOD nya I46.9 dan kode sebab kematiannya R57.1

(55)

No No RM Diagnosis Sebab Kematian

Kode Diagnosis Sebab Kematian Menurut Dokter Akurasi Kode Keterangan Petugas Peneliti A TA 3 01 34 77 -15 I a. Respiratory Failure J96.9 J96.9 Respiratory Failure/ J96.9 1 I a. J96.9 b. Bronchopneumoni b. J18.0 = J96.0 - J96.9 (A00.0 - R82.5) c. Chronik Obstruktive Pulmonary Disease c. J44.9 = J18.0 - J22 (A00.0 - R82.5)

II. Shock Septic

II. A41.9 (Dalam Tabel E J44.9 tidak sequen

dengan A41.9) Jadi UCOD nyaJ44.9 dan kode sebab kematiannya J96.9 4 04 39 11 -16 I a. Shock Septic J18.0 A41.9 Shock Septic/A41.9 1 I a. A41.9 b. Sepsis

b. A41.9 = A40.0 - A41.9 (A00.0 - R82.5)

c. Bronchopneumonia

c. J18.0 = A40.0 - A41.9 (A00.0 - R82.5)

II. Anaemia

II. D64.9 (Dalam Tabel E J18.0 tidak sequen dengan D64.9) Jadi UCOD nya J18.0 dan kode sebab kematiannya A41.9 5 00 67 16 -12 I a. Gagal Nafas J96.9 J96.9 Gagal Nafas/ J96.9 1

(56)

No No RM Diagnosis Sebab Kematian

Kode Diagnosis Sebab Kematian Menurut Dokter Akurasi Kode Keterangan Petugas Peneliti A TA 6 05 20 29 -16 I a. Gagal Nafas J96.9 J96.9 Gagal Nafas/ J96.9 1 I a. J96.9 b. Tuberculosis Paru b. A16.2 = J96.0 - J96.6 (A00.0 - R82.5) Jadi UCOD nya A16.2 dan kode sebab kematiannya J96.9

7 02 45 25 -12

I a. Sepsis

J18.9 A41.9 Sepsis/ A41.9 1

I a. A41.9 b. Pneumonia

b. J18.9 = A40.0 - A41.9 (A00.0 - R82.5)

II. Diabetes Melitus Type II

II. E11.9 (Dalam Tabel E J18.0 tidak sequen

dengan E11.9) Jadi UCOD nya J18.9 dan kode sebab kematiannya A41.9

8 00 15 37 -17

I a. Cardiorespiratory Arrest

I46.9 I46.9 Cardiorespiratory Arrest/ I46.9 1

I a. I46.9

b. Stroke Hemorraghe

b. I61.9 = I440 - I50.9 (I00 - L59.9) Jadi UCOD nya I61.9 dan kode sebab kematiannya I46.9 9 01 38 67 -06 I a. Coma Uremic N19 N19 Coma Uremic/ N19 1 I a. N19 b. Nepropathy b. N28.9 = N19 (M95.4 -N45.9) c. Diabetes Melitus c. E14.9 (N28.9 Tidak sequen dengan E14.9)

(57)

No No RM Diagnosis Sebab Kematian

Kode Diagnosis Sebab Kematian Menurut Dokter

Akurasi

Kode Keterangan

Petugas Peneliti A TA

II. SNH

II. I64 (Dalam Tabel E E14.9 tidak sequen dengan I64) Jadi UCODnya N28.9 kode sebab kematiannya N19 10 03 91 63 -04 I a. Gagal Nafas G03.9 J96.9 Gagal Nafas/ J96.9 1 I a. J96.9 b. Meningitis b. G03.9 = J96.0 - J96.9 (A00.0 - R82.5) c. CHF c. I50.0 = G03.0 - G04.0 (H95.0 - J80) Jadi UCOD nya I50.0 dan kode sebab kematiannya J96.9

Keterangan A = Akurat

Gambar

Tabel 1.1 Lembar Cheklist Keterangan :

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di kelas XA sebagai kelas eksperimen dan di kelas XB sebagai kelas kontrol dapat diperoleh data sebagai

Observasi kelas dilaksanakan sebelum mengajar di kelas. Tujuan dari observasi kelas adalah untuk mengenal dan memperoleh gambaran yang nyata tentang proses pembelajaran

Tahap define dengan menerapkan front end analysis dilakukan 3 sub tahap, yaitu analisis kurikulum dengan menerapkan analisis konsep (concept analysis), analisis

Pengujian data pada variabel TATO, diperoleh signifikansi sebesar 0,492 yang nilainya lebih besar dari tingkat signifikansi 0,1, dengan demikian tidak terdapat

Inventory Barang Toko Harapan Baru Pada gambar 2 dbawah yaitu activity diagram data barang dapat dilihat proses admin memasukan data barang kedalam sistem, dimulai

“PENGARUH BACK ABDOMINAL MASSAGE DENGAN SENAM DYSMENORRHEA TERHADAP PENURUNAN NYERI DYSMENORHEA PADA SISWI REMAJA PUTRI SMA N 1 TUNTANG”.. (Dibimbing oleh: Wahyuni, SST

kalimat dalam paragraph ; menulis introductory, topic, supporting, dan concluding sentences dengan menggunakan bahasa Inggris yang berterima dan runtut dengan unsur kebahasaan

Cara menggunakan menu pull-down adalah dengan mengklik langsung menu yang dimaksud, seperti File, Edit, atau Format atau dapat juga dilakukan secara manual, yaitu dengan