• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELIMPAHAN JENIS MAMALIA MENGGUNAKAN KAMERA JEBAKAN DI RESORT GUNUNG BOTOL TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK AGUS SETIAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KELIMPAHAN JENIS MAMALIA MENGGUNAKAN KAMERA JEBAKAN DI RESORT GUNUNG BOTOL TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK AGUS SETIAWAN"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

KELIMPAHAN JENIS MAMALIA MENGGUNAKAN

KAMERA JEBAKAN DI RESORT GUNUNG BOTOL

TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

AGUS SETIAWAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kelimpahan Jenis Mamalia Menggunakan Kamera Jebakan di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013 Agus Setiawan NIM E34080006

(4)

ABSTRAK

AGUS SETIAWAN. Kelimpahan Jenis Mamalia Menggunakan Kamera Jebakan di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Dibimbing oleh ABDUL HARIS MUSTARI dan DONES RINALDI.

Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak memiliki berbagai tipe ekosistem yang merupakan habitat dari berbagai jenis satwa langka dan dilindungi khususnya mamalia. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menghitung kelimpahan jenis mamalia di Resort Gunung Botol TNGHS. Kelimpahan jenis mamalia ditemukan dan dihitung dengan menggunakan kamera jebakan bertipe bushnell. Selain menggunakan kamera jebakan, dilakukan pengamatan secara langsung, pemasangan perangkap hidup (live trap), jaring kabut (mist net), identifikasi jejak dan analisis vegetasi. Hasilnya diperoleh kelimpahan jenis mamalia tertinggi terdapat pada kijang (Muntiacus muntjak) sebesar 31.25% dengan tingkat perjumpaan (encounter rate) terhadap kamera 34.37 foto/100 hari sedangkan kelimpahan terendah adalah tikus belukar (Rattus tiomanicus), tupai kekes (Tupaia javanica), bajing kelapa (Callosciurus notatus), teledu sigung (Mydaus javanensis), kucing hutan (Prionailurus bengalensis) dan linsang (Prionodon linsang) sebesar 3.12%. Sebanyak 11 jenis dan 6 famili mamalia lain juga ditemukan dengan pengamatan secara langsung, perangkap hidup dan jejak. Total ditemukan sebanyak 12 famili dengan 23 jenis mamalia di taman nasional.

Kata kunci: kamera jebakan, kelimpahan, tingkat perjumpaan, TNGHS.

ABSTRACT

AGUS SETIAWAN. The Abundace of Mammals Using Camera Trap in Gunung Botol Resort Gunung Halimun Salak National Park. Supervised by ABDUL HARIS MUSTARI and DONES RINALDI.

Gunung Halimun Salak National Park has many ecosystem types. The national park has many rare and protected species especially mammals. The objective of this study was to identify and quantify the abundance of mammals in the national park. The abundance of mammals was calculated using camera trap of Busnell type. To support the data, direct observation, setting of live trap, mist net, identification of foot print and analysis of vegetation were also conducted. The result showed that the highest abundance of mammals was deer (Muntiacus munjak) of 31.25% with an encounter rate of 34.37 photo/100 day, while the lowest was malaysian wood rat (Rattus tiomanicus), treeshrew (Tupaia javanica), plantain squirrel (Callosciurus notatus), malay badger (Mydaus javanensis), leopard cat (Prionailurus bengalensis), and banded linsang (Prionodon linsang) of 3.12%. By using direct observation, live trap and foot print it was showed that there were another 11 species mammals of 6 families. A total of 23 mammals species of 12 families recorded during this study in the national park.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

KELIMPAHAN JENIS MAMALIA MENGGUNAKAN

KAMERA JEBAKAN DI RESORT GUNUNG BOTOL

TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

AGUS SETIAWAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kelimpahan Jenis Mamalia Menggunakan Kamera Jebakan di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak Nama : Agus Setiawan

NIM : E34080006

Disetujui oleh

Dr Ir Abdul Haris Mustari, MSc.F Pembimbing I

Ir Dones Rinaldi, MSc.F Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah satwaliar, dengan judul Kelimpahan Jenis Mamalia Menggunakan Kamera Jebakan di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Abdul Haris Mustari MSc.F dan Bapak Ir Dones Rinaldi MSc.F selaku pembimbing, yang telah banyak memberi saran. Terima kasih kepada petugas taman nasional Pak Aput, Pak Amir, Pak Odie, Pak Paul dan Pak Koko yang telah membantu di lapang selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan terutama kepada ayah, ibu, adik dan kakak yang selalu mendoakan dan memberikan semangat untuk menyelesaikan tugas akhir. Rifki Putra, Rahmat Adiputera, Mundi Laksono, Arya Arismaya, Putra Wibowo Malau, Lintang dan seluruh teman-teman edelweis 45, Trio Andrelov, Fauzan Nurrachman, Indra Hermawan, Ardy Edo Saragih, Indra Purnama Bahri terima kasih teman kontrakan Wisma Kawula Muda, kontrakan D23 Mohamad Firman, Yuda Hendartono, Munandar Irpanda, atas segala bantuannya serta spesial untuk Selvia Oktaviyani yang selalu memberikan dukungan dan doanya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013 Agus Setiawan

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Metode Pengumpulan Data 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 5

Hasil Pemasangan Kamera Jebakan (Camera Trap) 5

Jenis Mamalia yang Ditemukan di Setiap Titik Kamera Jebakan 7

Kelimpahan Jenis Mamalia 9

Tingkat Perjumpaan (Encounter Rate) Mamalia 13

Jenis Mamalia yang Ditemukan Selain Menggunakan Kamera Jebakan 15

Status Perlindungan Mamalia 16

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Hasil perolehan gambar mamalia yang tertangkap oleh kamera

jebakan 6

2 Jenis mamalia yang tertangkap kamera jebakan tahun 2002 dan 2012 7 3 Jumlah gambar mamalia yang tertangkap oleh kamera jebakan 9 4 Jumlah individu mamalia yang tertangkap oleh kamera jebakan 10 5 Hasil analisis vegetasi dengan nilai INP di Resort Gunung Botol 11 6 Jumlah foto dan event mamalia yang diperoleh melalui kamera

jebakan 14

7 Jenis mamalia yang ditemukan selain menggunakan kamera jebakan 15

8 Jenis mamalia yang dilindungi 17

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian dan pemasangan kamera jebakan 2 2 Kamera jebakan tipe bushnell yang digunakan saat pengamatan 3 3 Bentuk petak ukur pada metode jalur berpetak untuk analisis

vegetasi 4

4 Mamalia yang tertangkap oleh kamera jebakan 7

5 Mamalia; (a) Tikus belukar, dan (b) kijang 8

6 Grafik kelimpahan jenis mamalia dengan menggunakan kamera

jebakan 10

7 Kelimpahan tertinggi pada kijang (Muntiacus muntjak) 12

8 Musang luwak yang tertangkap kamera jebakan 13

9 Mamalia dengan kelimpahan terendah: (a) linsang dan (b) tupai kekes 13 10 Grafik tingkat perjumpaan (encounter rate) mamalia 14 11 Gangguan habitat; (a) pemburu dan (b) perangkap 16 12 Primata yang ditemukan; (a) surili dan (b) owa jawa 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil perhitungan analisis vegetasi tingkat semai 21 2 Hasil perhitungan analisis vegetasi tingkat pancang 22 3 Hasil perhitungan analisis vegetasi tingkat tiang 23 4 Hasil perhitungan analisis vegetasi tingkat pohon 24 5 Foto mamalia hasil tangkapan kamera jebakan tipe bushnell 25 6 Mamalia lain yang ditemukan (tidak menggunakan kamera jebakan) 27

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak memiliki berbagai tipe ekosistem salah satunya terdapat pada Resort Gunung Botol yang merupakan habitat dari berbagai jenis satwa langka dan dilindungi khususnya mamalia. Diantaranya owa jawa (Hylobates moloch), macan tutul (Panthera pardus) merupakan mamalia dilindungi di TNGHS. Mengingat bahwa keberadaan mamalia sangat berperan penting dalam ekosistem hutan, Suyanto et al (2002) menyebutkan bahwa peranan mamalia antara lain sebagai penyubur tanah, penyerbuk bunga, pemencar biji, serta pengendali hama secara ekologi.

Keberadaan mamalia tersebut diperkirakan masih dapat ditemukan di kawasan TNGHS seperti owa jawa yang berstatus (endangered), lutung hitam (vulnerable) dan surili (endangered), akan tetapi untuk mamalia lainnya seperti macan tutul, kijang seringkali sulit untuk ditemukan. Agar keberadaan mamalia tersebut masih ada dan dapat ditemukan, perlu dilakukan suatu upaya yaitu dengan melakukan inventarisasi mamalia.

Banyak metode yang dilakukan dalam mengiventarisasi mamalia, seperti melakukan pengamatan langsung di lapang, akan tetapi metode tersebut mempunyai kekurangan seperti penggunaan alokasi waktu dan tenaga yang banyak. Selain itu, manusia mempunyai daya tahan yang terbatas untuk melakukan pengamatan secara terus menerus. Kamera jebakan adalah sebuah alat yang di desain khusus dan digunakan untuk menginventarisasi maupun mempelajari perilaku satwaliar serta dapat bekerja secara otomatis jika mendeteksi satwa.

Keuntungan dengan menggunakan metode kamera jebakan adalah kamera dapat melakukan pengamatan terus menerus setiap hari dan penggunaannya lebih efisien dibandingkan dengan melakukan pengamatan secara langsung. Mengingat keberadaan satwa yang sangat sensitif terhadap kehadiran manusia ketika melakukan pengamatan, dengan adanya kamera jebakan tidak akan menganggu kehadiran satwa karena ukurannya yang kecil. Oleh karena itu dilakukannya penelitian tersebut untuk memperoleh informasi mengenai jenis mamalia di Resort Gunung Botol TNGHS.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan mengidentifikasi jenis mamalia di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan menghitung kelimpahan jenis mamalia di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah untuk melengkapi data dan informasi kelimpahan jenis mamalia di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi taman nasional untuk dapat mengelola kawasan khususnya pengelolaan satwa liar yaitu mamalia.

(12)

2

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di area kawasan konservasi Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak selama ±1 bulan yaitu dari bulan Oktober hingga Desember 2012.

Gambar 1 Lokasi penelitian dan pemasangan kamera jebakan

Bahan

Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah alkohol 70%, dan gypsum, serta umpan perangkap hidup untuk mamalia kecil berupa selai kacang tanah, kelapa bakar, ikan asin dan terasi.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu kamera jebakan dengan tipe bushnell, binokuler, perangkap hidup (live trap), jaring kabut (mist net), GPS, buku panduan identifikasi lapang (fieldguide) mamalia kelelawar primata, alat tulis, kalkulator, kamera digital, baterai, headlamp, kompas, sunto, peta, meteran gulung 20 m, meteran jahit, tali plastik, tali tambang, patok, golok, botol spesimen, kantong spesimen, alat suntik,dan tally sheet.

(13)

3

Metode Pengumpulan Data Kamera Jebakan

Kamera jebakan yang digunakan adalah kamera dengan tipe bushnell trophy cam sebanyak 31 unit kamera. Busnell trophy cam merupakan kamera digital yang dapat mengambil gambar dari gerakan obyek yang terpantau oleh sensor Passive Infra Red (PIR) yang sangat sensitif. Kamera jebakan dilengkapi dengan infrared LED yang berfungsi sebagai sumber cahaya (flash) untuk pemotretan malam hari (menghasilkan foto hitam putih) dan untuk siang hari kamera akan merekam dalam foto warna secara normal. Kamera jebakan didesain untuk tahan atau kedap air. Kamera jebakan dipasang pada batang pohon dengan ketinggian 50 cm diatas permukaan tanah. Kamera jebakan disebar dan dipasang di setiap titik jalur pengamatan yang telah direncanakan sebelumnya pada peta dan jalur yang terdapat jejak mamalia, seperti kotoran, tapak, marking, dan cakaran.

Gambar 2 Kamera jebakan tipe busnell yang digunakan

Perangkap Hidup (Live Trapping)

Perangkap digunakan untuk menginventarisasi mamalia kecil dilantai hutan, seperti tikus. Perangkap dipasang dicerukan goa, lubang di pohon, bekas lubang di tanah, bekas sampah. Hal ini dimaksudkan agar peluang penangkapan semakin besar. Perangkap yang digunakan adalah perangkap hidup sehingga satwa yang tertangkap tidak akan mati.

Jaring Kabut (Mist Net)

Jaring kabut digunakan untuk menangkap kelelawar. Jaring kabut yang digunakan dipasang pada waktu senja hari pada pukul 17.00-18.00 WIB dan pagi hari pada pukul 06.00-08.00 WIB.

Jejak Satwaliar

Jenis tanda (jejak) yang diamati yaitu jejak kaki, feses (kotoran), bagian yang ditinggalkan seperti tanduk, tulang, kulit, rambut serta suara, mengingat satwaliar mempunyai suara yang khas, dan tanda-tanda pada habitat seperti bekas cakaran, bekas pakan.

(14)

4

Petak contoh dibuat dengan ukuran minimal 20 x 20 m yang dibagi lagi menjadi petak ukur sesuai tingkat pertumbuhan vegetasinya, yaitu :

a. Petak ukur semai (2 m x 2 m), yaitu anakan dengan tinggi < 1,5 m dan tumbuhan bawah.

b. Petak ukur pancang (5 m x 5 m), yaitu anakan dengan tinggi > 1,5 m dan diameter batangnya < 10 cm.

c. Petak ukur tiang (10 m x 10 m), yaitu diameter batang antara 10 cm – 19,9 cm. d. Petak ukur pohon (20 m x 20 m), yaitu pohon yang diameter batangnya ≥ 20

cm.

Gambar 3 Bentuk petak ukur pada metode jalur berpetak untuk analisis vegetasi

Analisis Data Kelimpahan Jenis Mamalia

Kelimpahan jenis relatif dihitung dengan menggunakan persamaan persentase kelimpahan relatif (Brower & Zar 1997).

P i nix 00 Keterangan :

Psi = Nilai persen kelimpahan jenis ke-i

ni = Jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah individu seluruh jenis

Tingkat Perjumpaan Satwa (Encounter Rate)

Tingkat perjumpaan (jumlah foto/100 hari) didapat dari perhitungan total jumlah foto dibagi total hari kamera aktif dikali seratus. Faktor pembagi 100 hari untuk menyamakan waktu atuan u aha yang digunakan (O’Brien et al. 2003).

∑ E ∑ f

∑ d x 00 Keterangan :

ER = Tingkat perjumpaan (encounter rate) Σf = Jumlah total foto yang diperoleh Σd = Jumlah total hari operasi kamera

20x20 m 10x10 m

5x5 m 2x2 m

(15)

5

Vegetasi

Analisis vegetasi digunakan untuk mencari Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi, maka pada masing-masing petak ukur dilakukan analisis kerapatan, frekuensi dan dominansi untuk setiap jenis tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan 2002).

erapatan uatu pe ie ( ) um ah individu uatu pe ie ua unit contoh erapatan e atif ( ) erapatan uatu pe ie

erapatan tota pe ie 00

Frekuen i uatu pe ie ( ) um ah p ot ditemukannya uatu pe ie

um ah e uruh tota p ot 00 Frekuen i e atif (F ) Frekuen i uatu pe ie

ota frekuen i 00 Dominan i uatu pe ie (D) ua bidang da ar uatu pe ie

ua unit contoh 00 Dominan i e atif Dominan i uatu pe ie

Dominan i e uruh pe ie 00 ndek i ai Penting (tiang dan pohon) F D ndek i ai Penting ( emai dan pancang) F

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Secara geografis kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak terletak diantara 106°11 '-1 06°38' BT dan 6°36'-06°54 LS dan berdasarkan administratif pemerintahan terIetak di tiga wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, yaitu Kabupaten Lebak, Bogor dan Sukabumi, Jawa Barat. Kantor Balai TNGHS terletak di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi atau sekitar 100 km ke arah Barat Daya dari Kota Jakarta.

Area Resort Gunung Botol terletak pada ketinggian 06°4'24” S-105°28’47” dengan ketingian 1000-1800 mdpl. Resort Gunung Botol berada di kawasan SPTN II TNGHS wilayah Kabupaten Bogor meliputi Resort Gn Kencana, Resort Gn Butak, Resort Gn Talaga, Resort Gn Salak I dan Gn Salak II. Kawasan tersebut umumnya juga memiliki topografi yang bergelombang, berbukit dan bergunung-gunung. Selain itu memiliki ketinggian antara 500 sampai 2000 m diatas permukaan laut (mdpl). Dengan kondisi tersebut menyebabkan keberadaan vegetasi yang ada menjadi sangat beragam.

(16)

6

Hasil Pemasangan Kamera Jebakan (Camera Trap)

Kamera jebakan dipasang sebanyak 31 unit dan disebar ke beberapa tiap lokasi sekitar stasiun penelitian cikaniki Resort Gunung Botol yakni Gunung Kendeng, Andam, Plot Suzuki, Loop Trail, Wates, Gunung Kempul, Ciangsana, Cikudapaeh, dan Kebun Teh. Pemasangan kamera jebakan yang strategis di suatu lokasi, sangat berpengaruh dalam pengambilan gambar mamalia, seperti terdapatnya jejak, kotoran, bekas cakaran, dan sumber air disekitar lokasi pemasangan kamera. Adanya tanda tersebut, dapat diperkirakan bahwa satwa mamalia dapat tertangkap oleh kamera jebakan. Menurut Fonseca et al (2003) tempat-tempat yang sering dikunjungi oleh satwa liar seperti sumber air, sumber air garam (saltlick), dan sumber makanan seperti pohon yang sedang berbuah. Oleh karena itu tempat-tempat tersebut dapat digunakan sebagai tempat untuk pemasangan kamera jebakan. Hasil dari pemasangan kamera jebakan tersebut, diperoleh jumlah gambar mamalia sebanyak 266 gambar dengan 9 famili yaitu Felidae, Prionodontidae, Viverridae, Mephitidae, Mustelidae, Cervidae, Sciuridae, Tupaiidae, Muridae dan 11 jenis mamalia (Tabel 1).

Tabel 1 Hasil perolehan gambar mamalia yang tertangkap oleh kamera jebakan

No Famili Nama Ilmiah Nama Inggris Nama Lokal

1 Felidae Panthera pardus javan leopard Macan Tutul 2 Felidae Prionailurus

bengalensis

leopard cat Kucing Hutan 3 Prionodontidae Prionodon linsang banded linsang Linsang 4 Viverridae Paradoxurus hermaphroditus common palm civet Musang Luwak 5 Mephitidae Mydaus javanensis malay badger Sigung 6 Mustelidae Amblonyx cinereus oriental small

clawed otter

Sero Ambrang 7 Cervidae Muntiacus muntjak barking deer Kijang

8 Sciuridae Callosciurus notatus

plantain squirrel

Bajing Kelapa 9 Tupaiidae Tupaia javanica treeshrew Tupai

10 Muridae Rattus tiomanicus malaysian wood rat

Tikus Belukar

11 Muridae Rattus sp rat Tikus

Sebelumnya kamera jebakan juga pernah dipasang di sekitar areal stasiun penelitian cikaniki, dimana diperoleh 19 jenis mamalia (Harahap dan Sakaguchi 2003). Pada tahun 2002 jumlah jenis mamalia yang tertangkap oleh kamera jebakan sebanyak 19 jenis lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2012 yaitu sebanyak 11 jenis mamalia (Tabel 2). Hal ini menjelaskan bahwa terdapat perbedaan jumlah jenis mamalia yang ditemukan pada tahun 2002 dan 2012. Akan tetapi dari perbedaan jumlah jenis mamalia tersebut, tidak mengindikasikan bahwa jenis mamalia tersebut punah seperti Amblonyx cinereus, Viverricula indica, Melogale orientalis, Cuon alpinus, Manis javanica, Hystrix javanica. Adanya perbedaan jumlah jenis tersebut disebabkan oleh banyak jumlah kamera

(17)

7 jebakan dan lokasi penempatan kamera jebakan. Selain itu perbedaan hasil juga dapat dipengaruhi oleh lamanya waktu pemasangan kamera jebakan, dan rusaknya kamera jebakan saat mengambil gambar yang mengakibatkan perbedaan jumlah jenis mamalia yang diperoleh. Namun terdapat juga mamalia yang ditemukan pada tahun 2002 dan 2012, seperti Panthera pardus dan Prionodon linsang (Gambar 4).

(a) (b)

Gambar 4 Mamalia yang tertangkap kamera: (a) linsang dan (b) macan tutul Tabel 2 Jenis mamalia yang tertangkap kamera jebakan tahun 2002 dan 2012

No Nama Ilmiah Nama Lokal Tahun

2002 2012

1 Panthera pardus Macan Tutul

2 Prionailurus bengalensis Kucing Hutan 3 Paradoxurus

hermaphroditus

Musang Luwak

4 Viverricula indica Musang Rase -

5 Prionodon linsang Linsang

6 Amblonyx cinereus Sero Ambrang -

7 Mydaus javanensis Teledu Sigung

8 Melogale orientalis Biul Slentek -

9 Muntiacus muntjak Kijang

10 Tragulus javanicus Kancil -

11 Sus scrofa Babi Hutan -

12 Callosciurus notatus Bajing Kelapa -

13 Tupaia javanica Tupai Kekes

14 Ratufa bicolor Jelarang -

15 Rattus tiomanicus Tikus Belukar -

16 Rattus sp Tikus

17 Maxomy bartelsi Tikus Duri Jawa -

18 Manis javanica Trenggiling -

19 Hystrix javanica Landak Jawa -

20 Hylobates moloch Owa Jawa -

21 Cuon alpinus Anjing Hutan -

22 Chiroptera Kelelawar -

Jumlah 19 11

(18)

8

Jenis Mamalia yang Ditemukan di Setiap Titik Kamera Jebakan

Kamera jebakan berhasil menangkap gambar mamalia baik di siang hari maupun malam hari. Hasil penelitian diperoleh 19 unit kamera yang berhasil menangkap gambar. Macan tutul (Panthera pardus) merupakan mamalia yang paling banyak jumlah fotonya tertangkap kamera yaitu 133 foto kemudian diikuti oleh kijang (Muntiacus muntjak) sebanyak 60 foto. Namun terdapat kamera yang tidak memperoleh gambar mamalia yaitu kamera 2, 5, 6, 7, 10, 12, 13, 21, 22, 26, 27 dan 31 (Tabel 3). Hal ini disebabkan oleh kondisi kamera yang tidak baik dan kondisi sekitar kamera sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik untuk menangkap gambar satwa.

Kamera 9 paling banyak menangkap gambar mamalia dibandingkan dengan kamera jebakan lainnya. Total gambar yang diperoleh dari kamera 9 tersebut adalah 97 foto, terdiri dari 90 foto macan tutul (Panthera pardus), 2 foto tupai kekes (Tupaia javanica), dan 5 foto tikus. Macan tutul tertangkap pada kamera jebakan lain yakni kamera 3, 8, 9, 11, 16, 17, 19, dan 30. Sebanyak 8 kamera jebakan menangkap gambar macan tutul. Hal ini mejelaskan bahwa daerah persebaran dan wilayah jelajah macan tutul sangat luas. Hasilnya diperoleh 2 macan, yaitu macan tutul dan macan kumbang. Macan tutul jawa hidup dalam teritorial (ruang gerak) berkisar 30-78 km2. Macan tutul jawa bersifat soliter, tetapi pada saat tertentu seperti berpasangan dan mengasuh anak, serta macan tutul dapat hidup berkelompok (Grzimek 1975 diacu dalam Gunawan 2010).

Kijang merupakan mamalia yang paling banyak tertangkap kamera jebakan. Sebanyak 9 kamera jebakan menangkap gambar kijang. Kamera tersebut adalah, kamera 3,11,14,15,17,23,24,25, dan 28. Sedangkan mamalia yang paling sedikit ditangkap kamera jebakan berasal dari famili rodentia, yaitu tikus belukar (Gambar 5). Ukuran tubuh tikus yang kecil menyebabkan kamera jebakan sulit menangkap gambar. Selain itu banyaknya kijang yang tertangkap kamera jebakan disebabkan karena terdapat alang-alang muda dan rerumputan disekitar kamera jebakan yang dipasang. Menurut (Farida et al 2003) menyatakan bahwa kijang menyukai jenis-jenis rumput dan alang-alang muda

(a) (b)

Gambar 5 Mamalia: (a) tikus belukar dan (b) kijang

Pemasangan umpan di depan kamera jebakan berupa selai kacang yang dibalut kain kecil dan digantung di depan kamera merupakan cara yang dilakukan untuk mengantisipasi ketidakberadaan mamalia rodentia. Hal ini dilakukan untuk

(19)

9 memperbesar peluang mamalia kecil untuk datang dan tertangkap oleh kamera. Menurut Maharadatunkamsi dan Maryati (2008), umpan berupa kelapa bakar dan campuran pido dengan petis terasi juga dapat digunakan sebagai umpan mamalia kecil. Hasilnya diperoleh bahwa mamalia rodentia tetap tidak tertangkap.

Tabel 3 Jumlah gambar mamalia yang tertangkap kamera jebakan

Cam Jenis Mamalia ∑

ml mt kh l sa k ts bk tk tb t 1 3 - - - 1 4 2 - - - 0 3 2 2 - - - 4 - - - 8 4 - - - 3 3 5 - - - 0 6 - - - 0 7 - - - 0 8 - 3 - - - - 3 - - - - 6 9 - 90 - - - 2 - 5 97 10 - - - 0 11 - 6 - - - 4 - - - 10 12 - - - 0 13 - - - 0 14 - - - 3 - - - 3 15 - - - 4 - - - 4 16 4 8 - - - 12 17 - 14 - - - 10 - - - 24 18 2 - 4 - - - 6 19 - 7 2 - - - 9 20 4 - - - 8 - - - 12 21 - - - 0 22 - - - 0 23 - - - 3 - 4 - 1 - 8 24 - - - 5 - - - 5 25 3 - - 6 - 15 - - - 24 26 - - - 0 27 - - - 0 28 14 - - - - 12 - - - 26 29 - - 2 - - - 2 30 - 3 - - - 3 31 - - - 0 32 133 8 6 8 60 3 4 2 1 9 266

Keterangan: ml = musang luwak, mt = macan tutul, kh = kucing hutan, l = linsang, sa = sero ambrang, k = kijang, ts = teledu sigung, bk = bajing kelapa, tk = tupai kekes, tb = tikus belukar, t = tikus

Kelimpahan Jenis Mamalia

Kamera jebakan tidak hanya digunakan dalam memantau keberadaan satwaliar, tetapi dapat juga digunakan untuk menghitung kelimpahan jenis

(20)

10

mamalia. Kelimpahan jenis merupakan suatu nilai atau indikator terhadap dominannya suatu jenis mamalia yang berada dalam suatu habitat. Kelimpahan juga menjelaskan berapa banyak jumlah suatu jenis mamalia dibandingkan dengan jumlah jenis individu mamalia yang lainnya. Menurut Brower dan Zar (1997) kelimpahan jenis adalah jumlah suatu jenis individu terhadap jumlah seluruh individu yang ada. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai indeks kelimpahan jenis mamalia tertinggi terdapat pada kijang sebesar 31.25 %. Sedangkan nilai indeks kelimpahan jenis mamalia terendah terdapat pada kucing hutan, linsang, teledu sigung, bajing kelapa, tupai kekes, dan tikus belukar sebesar 3.12 % (Gambar 6).

Gambar 6 Grafik kelimpahan jenis mamalia dengan menggunakan kamera jebakan

Diagram diatas menjelaskan bahwa keberadaan kijang merupakan jenis mamalia yang paling melimpah dibandingkan dengan mamalia lain yang ditemukan. Hal ini dikarenakan jumlah individu kijang lebih banyak dibandingkan dengan jenis lain yaitu sebanyak 10 individu. Sedangkan jumlah individu terendah terdapat pada kucing hutan, linsang, teledu sigung, bajing kelapa, tupai kekes, dan tikus belukar sebanyak 1 individu (Tabel 4).

Tabel 4 Jumlah individu mamalia yang tertangkap oleh kamera jebakan

No Nama Ilmiah Nama Lokal Jumlah Individu

1 Panthera pardus Macan Tutul 3

2 Prionailurus bengalensis Kucing Hutan 1

3 Prionodon linsang Linsang 1

4 Paradoxurus hermaphroditus Musang Luwak 7

5 Mydaus javanensis Teledu Sigung 1

6 Amblonyx cinereus Sero Ambrang 2

7 Muntiacus muntjak Kijang 10

8 Callosciurus notatus Bajing Kelapa 1

9 Tupaia javanica Tupai 1

10 Rattus tiomanicus Tikus Belukar 1

11 Rattus sp Tikus 4 Total 32 21,87 9,37 3,12 3,12 6.25 31.25 3,12 3,12 3,12 3,12 12.5 0 10 20 30 40 ke li mpaha n %

musang luwak macan tutul kucing hutan linsang sero ambrang kijang teledu sigung bajing kelapa tupai kekes tikus belukar tikus

(21)

11 Keberadaan kijang tersebut, juga didukung dengan pakan yang tersedia. Selain itu kondisi habitat juga ikut mempengaruhi jumlah kelimpahan mamalia yang ada. Pentingnya keberadaan sumber pakan, air, shelter dan cover sangat mendukung akan kehidupan mamalia. Fithria (2003) menyatakan bahwa keanekaragaman suatu tipe habitat dan kualitas habitat akan sangat berpengaruh terhadap jumlah jenis satwaliar. Heriyanto dan Iskandar (2004) menambahkan bahwa indikator dari habitat yang baik adalah tersedianya sumber pakan yang cukup, baik dari segi kelimpahan jenis maupun jumlahnya. Kaitannya dengan kelimpahan jenis mamalia, keberadaan mamalia tersebut dapat dihubungkan dengan kondisi habitat yang dijelaskan dengan menggunakan analisis vegetasi yang telah dilakukan. Hutan merupakan kesatuan ekosistem terdiri dari atas kawasan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dan lingkungannya yang satu saling berinteraksi, semakin baik kondisi hutan akan berpengaruh positif pada kehidupan hewan di dalamnya (Maharadatunkamsi dan Maryati 2008).

Hasil analisis vegetasi yang dilakukan, diperoleh bahwa INP tertinggi pada masing-masing tingkat vegetasi, yaitu untuk tingkat pertumbuhan semai, jenis tumbuhan yang mendominasi yakni pakis 40.6% terdapat pada pakis, pancang 39.2% terdapat pada kokopian, tiang 68.6% terdapat pada ki anak, dan pohon 82.5% pada ki anak (Tabel 5). Selain itu diperoleh 30 jenis tumbuhan pada semai, 17 jenis tumbuhan untuk tingkat pancang, 18 jenis tumbuhan untuk tingkat tiang dan 20 jenis untuk jenis tumbuhan tingkat pohon. Menurut Priyadi et al (2010) menyatakan bahwa terdapat 500 jenis tumbuhan berada pada kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Termasuk 18 jenis tumbuhan yang ditemukan, terdapat dalam 500 jenis tumbuhan tersebut.

Tabel 5 Hasil analisis vegetasi dengan nilai INP di Resort Gunung Botol Tingkat

Vegetasi

Nama

Lokal Nama Ilmiah

KR (%) FR (%) DR (%) INP (%) Semai Pakis Diplazium esculentum 25.2 15.1 - 40.6 Semai Lame

areuy

- 11.8 8.1 - 19.9

Semai Kokopian Morinda tomentosa 7.9 11.6 - 19.6 Pancang Kokopian Morinda tomentosa 22.9 16.2 - 39.2 Pancang Ki sireum Syzygium lineatum 11.1 12.2 - 23.3

Pancang Pasang Lithocarpus sp 8.1 9.3 - 17.2

Tiang Ki anak Castanopsis acuminatissima

29.8 20.6 18.2 68.6 Tiang Ki kawat Memecylon

garcinioides

14.0 13.7 6.3 34.1 Tiang Ki sireum Syzygium lineatum 10.5 13.7 4.3 28.6 Pohon Ki anak Castanopsis

acuminatissima

36.5 19.0 27.0 82.5 Pohon Puspa Schima wallichi 18.0 19.0 18.6 55.5 Pohon Rasamala Altingia excelsa 14.0 10.3 25.2 49.6

(22)

12

Pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa keberadaan semai yang dominan dapat digunakan oleh kijang sebagai pakan, yakni pakis (Diplazium esculentum). Hal ini didukung dengan pernyataan Farida et al (2003) yang menyatakan bahwa kijang lebih menyukai hidup di rimbunan semak di pinggir hutan dan sering dijumpai di semak belukar bekas perladangan dan dapat hidup mulai dari daerah dataran rendah hingga daerah pegunungan 2400 mdpl. Selain pakis, dedaunan juga dapat digunakan oleh kijang sebagai pakan, seperti dedaunan dari ki anak (Castanopsis acuminatissima). Menurut (Waterman 1984 diacu dalam Farida et al 2003) dedaunan yang dikonsumsi baik oleh kancil maupun kijang umumnya daun-daun beserta batang mudanya, karena pada fase tersebut dedaunan masih lembut dan palatable, mudah dicerna, dan masih rendah kandungan tanin dan ligninnya.

Selain itu dengan keberadaan kijang yang melimpah serta didukung dengan kondisi habitat yang ada, dapat menjadi pakan atau satwa mangsa bagi satwa pemangsa lain, seperti macan tutul yang juga ditemukan dengan menggunakan kamera jebakan (Gambar 7). Menurut Yanti (2011) satwa ungulata yang tersedia melimpah di TNGHS adalah babi hutan, kancil, dan kijang, sedangkan primata yang tersedia melimpah adalah lutung, surili, dan owa jawa.

Gambar 7 Kelimpahan tertinggi pada kijang (Muntiacus muntjak)

Kelimpahan mamalia tertinggi selanjutnya terdapat pada musang luwak, yaitu sebesar 21.87%. Musang luwak merupakan satwa yang bersifat nokturnal, sehingga peluang terbesar ditemukannya hanya pada malam hari (Gambar 8). Musang luwak merupakan hewan omnivora yang memiliki tubuh kecil (viverridae) yang bersifat arboreal (hewan yang menghabiskan hidupnya di pepohonan), soliter dan nokturnal (aktif di malam hari) (Vaughan et al 2000 dalam Putra 2012). Dalam hal penemuan satwa mamalia musang luwak, selain dengan menggunakan kamera jebakan musang luwak juga dapat ditemukan secara langsung dan tidak langsung yakni dengan penemuan kotoran musang luwak pada setiap jalur pengamatan. Berdasarkan analisis vegetasi yang dilakukan, jenis pohon yang dominan yaitu ki anak (Castanopsis acuminitassima). Jenis pohon ini diduga digunakan musang luwak menghabiskan aktivitasnya serta sebagai sumber pakan. Selain itu, pohon ki anak (Castanopsis acuminitassima) juga dapat digunakan sebagai tempat berlindung (cover) dari gangguan satwa lainnya.

(23)

13

Gambar 8 Musang luwak yang tertangkap kamera jebakan

Kucing hutan, linsang, teledu sigung, bajing kelapa, tupai kekes, dan tikus belukar merupakan mamalia dengan tingkat kelimpahan terendah dari 11 jenis mamalia yang ditemukan dengan menggunakan kamera jebakan (Gambar 9). Hal ini disebabkan tingkat perjumpaan terhadap kamera jebakan sangat sedikit, dari 31 kamera jebakan hanya 8 kamera jebakan yang menangkap gambar mamalia dan kamera jebakan hanya menangkap satu kali dalam sehari, untuk hari selanjutnya tidak menangkap lagi gambar mamalia tersebut.

(a) (b)

Gambar 9 Mamalia dengan kelimpahan terendah: (a) linsang dan (b) tupai kekes

Tingkat Perjumpaan (Encounter Rate) Mamalia

Tingkat perjumpaan (encounter rate) merupakan tingkat perjumpaan satwa terhadap kamera jebakan atau seringnya satwa tertangkap oleh kamera jebakan. Pada umumnya kebanyakan satwa memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi atau lebih memilih menghindar dari manusia. Dengan demikian tingkat perjumpaannya sangat sulit ditemukan di alam. Namun pada habitat tertentu seringkali satwa juga dapat ditemukan secara langsung seperti owa jawa, lutung, surili, karena habitat yang disediakan sangat mendukung kehidupannya. Hal ini menjelaskan bahwa secara tidak langsung kamera jebakan dapat digunakan untuk menghitung seberapa besar tingkat perjumpaan mamalia. Tingkat perjumpaan mamalia diperoleh melalui perhitungan jumlah gambar mamalia yang diperoleh dibagi jumlah hari aktif kamera.

(24)

14

Berdasarkan 11 jenis mamalia yang diperoleh, dapat ditentukan tingkat perjumpaannya. Hasilnya diperoleh jenis macan tutul dan kijang memiliki tingkat perjumpaan yang tinggi dibandingkan dengan mamalia yang lain, yaitu dengan nilai 34.37 foto/100 hari. Tingkat perjumpaan terendah terdapat pada teledu sigung, tupai kekes, dan tikus belukar dengan nilai 3.12 foto/100 hari (Gambar 10).

Gambar 10 Grafik tingkat perjumpaan (encounter rate) mamalia

Pada grafik diatas dapat dijelaskan bahwa tingkat perjumpaan macan tutul dan kijang sama. Hal ini disebabkan jumlah event macan tutul dan kijang sama yaitu masing-masing berjumlah 11 event, walaupun jumlah gambar yang dihasilkan oleh kamera jebakan paling banyak terdapat pada macan tutul yaitu 133 foto, namun untuk perhitungan encounter rate menggunakan jumlah event dari jumlah foto yang dihasilkan. Sedangkan untuk kijang sendiri jumlah gambar 60 foto dengan jumlah event sebanyak 11 event (Tabel 6). Oleh karena itu diperoleh nilai encounter rate yang sama antara macan tutul dan kijang yaitu 34.37 foto/100 hari.

Tabel 6 Jumlah foto dan event mamalia yang diperoleh melalui kamera jebakan

No Nama Ilmiah Nama Lokal ∑ Foto ∑ Event

1 Panthera pardus Macan Tutul 133 11

2 Prionailurus bengalensis Kucing Hutan 8 3

3 Prionodon linsang Linsang 6 2

4 Paradoxurus hermaphroditus Musang Luwak 32 10

5 Mydaus javanensis Teledu Sigung 3 1

6 Amblonyx cinereus Sero Ambrang 8 2

7 Muntiacus muntjak Kijang 60 11

8 Callosciurus notatus Bajing Kelapa 4 2

9 Tupaia javanica Tupai Kekes 2 1

10 Rattus tiomanicus Tikus Belukar 1 1

11 Rattus sp Tikus 7 3 31.25 34,37 34,37 9,37 3,12 3,12 9,37 6.25 3,12 6.25 6.25 0 10 20 30 40 jum lah f oto/ 100 ha ri

musang luwak macan tutul kijang tikus

teledu sigung tupai kekes kucing hutan sero ambrang tikus belukar bajing kelapa linsang

(25)

15 Menurut Yanti (2011), faktor penting yang mempengaruhi tingkat perjumpaan macan tutul adalah ketersediaan satwa mangsa di suatu tipe habitat. Keberadaan macan tutul dilokasi penelitian dipengaruhi oleh faktor pakan. Kijang merupakan satwa mangsa utama bagi macan tutul. Semakin banyak keberadaan kijang maka dapat diindikasikan keberadaan macan tutul juga semakin banyak. Berdasarkan hasil penelitian kijang merupakan satwa mamalia yang paling banyak ditemukan, sehingga tingkat perjumpaan kijang dengan macan tutul lebih besar dibandingkan dengan satwa mangsa macan tutul lainnya. Menurut Gunawan et al (2009) dapat diidentifikasi lima jenis satwa yang paling sering dimangsa macan tutul, yaitu kijang, monyet abu-abu, lutung, babi hutan, dan anjing kampung. Mamalia lain yang ditemukan dengan menggunakan kamera jebakan dapat menjadi satwa mangsa macan tutul selain kijang, yaitu linsang, musang luwak, sero ambrang, kucing hutan.

Jenis Mamalia yang Ditemukan Selain Menggunakan Kamera Jebakan

Pada penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kamera jebakan dihasilkan 11 jenis mamalia. Untuk mendukung data jenis mamalia yang tersebut, maka dilakukan metode lain, seperti pengamatan secara langsung, memasang perangkap hidup (live trap) dan melalui jejak serta kotoran. Hasilnya diperoleh 12 jenis mamalia, seperti owa jawa, lutung jawa, surili, jelarang, tikus besar lembah (Tabel 7).

Tabel 7 Jenis mamalia yang ditemukan selain menggunakan kamera jebakan

No Famili Nama Ilmiah Nama Lokal Keterangan

1 Hylobatidae Hylobates moloch Owa Jawa Pengamatan langsung 2 Cercopitheceae Trachypithecus

auratus

Lutung Jawa Pengamatan langsung 3 Cercopitheceae Presbytis comata Surili Pengamatan

langsung 4 Sciuridae Nannosciurus melanotis Bajing Kerdil Telinga Hitam Pengamatan langsung 5 Sciuridae Callosciurus orestes

Bajing Kelabu Pengamatan langsung 6 Sciuridae Ratufa bicolor Jelarang Pengamatan

langsung

7 Vivveridae - Musang Pengamatan

langsung 8 Vivveridae Paguma larvata Musang Galing Pengamatan

langsung 9 Muridae Sundamys mueller Tikus Besar

Lembah

Perangkap hidup 10 Muridae Rattus exulans Tikus Ladang Perangkap

hidup 11 Muridae Rattus tanezumi Tikus Rumah Perangkap

hidup

(26)

16

Famili Cercopithecidae merupakan mamalia yang paling sering dijumpai dibandingkan dengan mamalia lainnya seperti, surili (Presbytis comata), dan lutung jawa (Trachypithecus auratus). Dari primata tersebut, lutung jawa merupakan mamalia yang paling sering dijumpai. Lutung jawa menyebar pada setiap habitat yang ada, dari hutan dataran rendah hingga hutan sub alpin (Gunawan 2007). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Sugardjito et al (1997) menyatakan bahwa surili memiliki penyebaran yang lebih rendah dibandingkan dengan lutung budeng pada Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Status Perlindungan Mamalia

Mamalia merupakan satwaliar yang sangat penting di dalam suatu ekosistem yang telah disediakan. Di dalam suatu kawasan hutan mamalia juga ikut turut berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Mulai dari mamalia yang berukuran kecil sampai besar mempunyai peranan dan fungsi masing-masing serta saling berinteraksi baik terhadap habitatnya dan sesama atau berbeda individu. Menurut Suyanto et al (2002) menyebutkan peranan mamalia antara lain sebagai penyubur tanah, penyerbuk bunga, pemencar biji, serta pengendali hama secara ekologi. Dengan demikian diperlukan perlindungan terhadap mamalia mengingat sangat penting peranannya untuk menjaga keseimbangan alam.

Gangguan habitat yang terjadi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak selama tahun 2007-2009 adalah penambangan emas tanpa ijin, penebangan liar, perambahan hutan, pengambilan kayu bakar, pendakian tanpa ijin, pencurian tumbuhan khas, dampak wisata alam yang tidak terorganisir dengan baik, dan penggembalaan ternak di kawasan hutan (Yanti 2011). Gangguan tersebut dapat mengganggu kelangsungan hidup satwaliar, khususnya mamalia yang berada di dalamnya. Selama penelitian dilakukan ditemukan secara langsung di lapangan beberapa gangguan, seperti masih banyaknya perangkap jebakan yang dipasang oleh para pemburu, perambahan kayu, dan penambangan liar. Selain itu masih banyak para wisatawan yang datang membuang sampah sembarangan.

Kamera jebakan juga tidak hanya menangkap gambar satwa melainkan gambar masyarakat yang masuk ke hutan juga tertangkap (Gambar 11). Hal ini bisa terlihat pada kamera 30 yang menangkap gambar salah satu pemburu yang masuk ke dalam hutan dengan membawa senjata.

(a) (b)

(27)

17 Akibatnya, dari 31 kamera jebakan yang dipasang, terdapat 2 unit kamera jebakan yang hilang dicuri oleh masyarakat. Dengan demikian bahwa tingkat kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap satwaliar masih kurang. Hal ini bisa terlihat dengan maraknya perburuan satwaliar yang dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan taman nasional. Dalam usahanya menangkap satwa buruan, para pemburu memanfaatkan beberapa alat jerat satwa yang dibuat secara sederhana dan dipasang di dalam hutan. Para pemburu tersebut memanfaatkan alat jerat tersebut berasal dari ranting dan kayu di hutan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan, keberadaan status satwaliar khususnya mamalia dimasukkan ke dalam tiga kategori perlindungan yaitu IUCN, CITES, dan PP No.7 Tahun 1999. Hasilnya diperoleh beberapa satwa yang statusnya mulai dari aman hingga beresiko kritis jumlah populasinya. Satwa tersebut seperti macan tutul dengan status near threatned atau mendekati rentan oleh IUCN dan Appendix 1 atau tidak boleh diperdagangkan oleh CITES serta status dilindungi oleh pemerintah dengan PP No.7 Tahun 1999 (Tabel 8).

Tabel 8 Jenis mamalia yang dilindungi

No Jenis Mamalia

Status Perlindungan

IUCN CITES PP No.7

Tahun 1999

1 Macan Tutul NT Appendix I Dilindungi

2 Kucing Hutan LC Appendix I Dilindungi

3 Kijang LC - -

4 Musang Luwak LC Appendix III -

5 Musang Kuning - - -

6 Musang Galing LC Appendix III -

7 Teledu Sigung LC - -

8 Linsang LC Appendix II Dilindungi

9 Sero VU Appendix II -

10 Owa Jawa EN Appendix I Dilindungi

11 Lutung Hitam VU Appendix II Dilindungi

12 Surili EN Appendix II Dilindungi

13 Bajing Kelapa LC - -

14 Bajing Kelabu LC - -

15 Bajing Kerdil Telinga Hitam LC - -

16 Jelarang NT - -

17 Tupai Kekes LC Appendix II -

18 Tikus Belukar LC - -

19 Tikus Besar Lembah LC - -

20 Tikus Rumah LC - -

21 Mencit Rumah LC - -

22 Babi Hutan LC - -

23 Tikus LC - -

Keterangan: NT = Near Threatned, LC = Least Concern, VU = Vulnerable, EN = Endangered

Pada tabel tersebut menjelaskan bahwa dari 23 jenis mamalia yang ditemukan kelompok primata merupakan mamalia yang sangat kritis populasinya.

(28)

18

Kelompok primata tersebut yakni owa jawa, lutung hitam, dan surili. Populasi kelompok primata tersebut diduga mengalami penurunan, akibat habitatnya semakin terdesak. Dari kelompok primata tersebut masing-masing dengan status vulnerable hingga endangered. Dengan demikian perlu adanya perlindungan khusus terdapat satwa tersebut, agar keberlangsungan hidup dan populasinya tetap terjaga dengan baik.

(a) (b) Gambar 12 Primata yang dilindungi: (a) surili dan (b) owa jawa

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Mamalia yang ditemukan sebanyak 23 jenis dengan 12 famili yakni Felidae, Cervidae, Vivveridae, Mustelidae, Hylobatidae, Cercopithecidae, Sciuridae, Scandentia, Muridae, Suidae, Prionodontidae, dan Mephitidae melalui kamera jebakan, perangkap hidup, dan pengamatan langsung di Resort Gunung Botol TNGHS.

2. Kelimpahan jenis mamalia paling tinggi diperoleh pada kijang (Muntiacus muntjak) dengan nilai 31.25 %. Kemudian tertinggi kedua diperoleh pada musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) dengan nilai 21.87 % dan tikus (Rattus sp) dengan nilai 12.5 %. Nilai terendah diperoleh pada tikus belukar (Rattus tiomanicus), tupai kekes (Tupaia javanica), bajing kelapa (Callosciurus notatus), teledu sigung (Mydaus javanensis), kucing hutan (Prionailurus bengalensis) dan linsang (Prionodon linsang) yaitu 3.12 %.

Saran

1. Perlu dilakukan monitoring lanjutan terhadap satwaliar khususnya mamalia di TNGHS.

2. Perlu dilakukan pemasangan kamera jebakan di titik lokasi pengamatan yang berbeda dengan sebelumnya.

3. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai populasi terutama mamalia yang kritis seperti owa jawa, surili, lutung, dan macan tutul.

(29)

19

DAFTAR PUSTAKA

Brower, J. E. dan J.H. Zar. 1977. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Wm. C. Brown Company Publisher. Dubuque. Iowa.

Farida WA, Setyorini LE, Sumaatmadja G. 2003. Habitat dan Keragaman Tumbuhan Pakan Kancil (Tragulus javanicus) dan Kijang (Muntiacus muntjak) di Cagar Alam Nusakambangan Barat dan Timur. Jurnal Biodiversitas. 4(2): 97-102

Fithria A. 2003. Keanekaragaman jenis satwaliar di areal hutan PT. Elbana Abadi Jaya Sungai Pinang, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Rimba Kalimantan 9(1): 63-70.

Fonseca G, Lacher ET, Batra P. 2003. Camera Trapping Protocol Team Initiative, Conservation International. USA.

Gunawan. 2007. Keanekaragaman Jenis Mamalia Besar Berdasarkan Komposisi Vegetasi dan Ketinggian Tempat di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gunawan H, Prasetyo LB, Mardiastuti A, Kartono AP. 2009. Habitat Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas Cuvier 1809) di Lanskap Hutan Produksi yang Terfragmentasi. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol. 6(2). Gunawan H. 2010. Habitat dan Penyebaran Macan Tutul Jawa (Panthera pardus

melas Cuvier, 1809) di Lansekap Terfragmentasi di Jawa Tengah [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Harahap SA, Sakaguchi N. 2003. Monitoring Research on Leopard (Panthera pardus) in Cikaniki Area, Gunung Halimun National Park. Research on Endangered Species in GHNP, Research and Conservation of Biodiversity in Indonesia. Vol. XI: 2-19

Heriyanto NM, Iskandar S. 2004. Status Populasi dan Habitat Surili (Presbytis comata Desmart) di Kompleks Hutan Kalajaten Karang-Ranjang TNUK. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 1(1): 89-98.

Maharadatunkamsi, Maryati. 2008. Komunitas Mamalia Kecil di Berbagai Habitat Pada Jalur Apuy dan Linggarjati Taman Nasional Gunung Ciremai. Jurnal Biologi Indonesia. 4(5): 309-320.

O’Brien , Wibi ono H, innaird M. 2003. Crouching tiger , hidden prey: sumatran tiger and prey populations in a tropical forest landscape. Animal Conservation 6: 131–139.

Putra SM. 2012. Morfologi Reproduksi Musang Luwak Jantan (Paradoxurus hermaphroditus) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Priyadi H, Takao G, Rahmawati I, Supriyanto B, Ikbal Nursal W, Rahman I. 2010. Five hundred plant spesies in Gunung Halimun Salak National Park, West Java; a checklist including sundanese names, distribution and use. CIFOR. Bogor.

Soerianegara I, Indrawan A. 2002. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Sugardjito J, Sinaga H, Yoneda M. 1997. Survey of the distribution and density of primates in Gunung Halimun National Park West Java, Indonesia. Yoneda M, Sugardjito, Simbolon H, editor. Research and Conservation Biodiversity in

(30)

20

Indonesia Vol. II. The Inventory of natural Resources in Gunung Halimun National Park. LIPI, JICA and PHPA. Bogor (ID). hlm 56-62.

Suyanto A. 2002. Mamalia di Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa Barat. Bogor : BCP-JICA. 121 hal.

Yanti D. 2011. Kajian Karakteristik Habitat dan Pola Sebaran Spasial macan Tutul jawa (Panthera pardus melas Cuvier,1809) di TNGHS [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(31)

21

Lampiran 1 Hasil analisis vegetasi tingkat semai

No Nama lokal Nama Spesies Famili K KR (%) F FR (%) INP (%)

1 Tangkur Lophatherum gracile Brongn Gramineae 1667.67 3.80 0.07 1.21 5.01

2 Cariang Schismatologlottis rupestris Zollinger & Moritzi Araceae 1333.30 3.04 0.13 2.25 5.29

3 Harendong bulu Clidemia hirta (L.) D. Don Melastomataceae 2000 4.56 0.40 6.93 11.49

4 Pakis Diplazium esculentum (Retzius) Swartz Athyriaceae 11166.70 25.47 0.87 15.07 40.54

5 Patat Phrynium pubinerve Blume Maranthaceae 1000 2.28 0.07 1.21 3.49

6 Ramu kuya Argostema montanum BI. Ex DC Rubiaceae 666.67 1.52 0.07 1.21 2.73

7 Begonia Begonia robusta Blume Begoniaceae 1166.67 2.66 0.07 1.21 3.87

8 Ela Alpinia scabra Zingiberaceae 1500 3.42 0.20 3.46 6.88

9 Rotan Calamus javanica BI Arecaceae 2500 5.70 0.40 6.93 12.63

10 Lame areuy - - 5166.67 11.78 0.47 8.14 19.92

11 Cangkoreh Dinochloa scandens Poaceae 166.67 0.38 0.07 1.21 1.59

12 Hantap Sterculia rubiginosa Vent Sterculiaceae 166.67 0.38 0.07 1.21 1.59

13 Siluwar Aglaia pachyphylla Miq Meliaceae 166.67 0.38 0.07 1.21 1.59

14 Ki bonteng Canarium hirsutum Willd. Burseraceae 500 1.14 0.20 3.46 4.60

15 Pasang Lithocarpus sp. Fagaceae 666.67 1.52 0.13 2.25 3.77

16 Kokopian Morinda tomentosa Roth Rubiaceae 3500 7.98 0.67 11.61 19.59

17 Bubukuan Strobilanthes sp Acanthaceae 666.67 1.52 0.20 3.46 4.98

18 Puspa Schima wallichii (DC.) Korth. Theaceae 833.30 1.90 0.20 3.46 5.36

19 Amis mata Ficus montana Burm.f. Moraceae 1833.30 4.18 0.20 3.46 7.64

20 Ki kawat Memecylon garcinioides Blume Melastomataceae 500 1.14 0.13 2.25 3.39

21 Ki careuh Alangium chinense (Lour.) Harms Alangiaceae 666.67 1.52 0.13 2.25 3.77

22 Darandan Ficus melinocarpa Blume Moraceae 166.67 0.38 0.07 1.21 1.59

23 Tepus Hornstedtia megalochelius Ridley Zingiberaceae 166.67 0.38 0.07 1.21 1.59

24 Sereuh leweng - - 166.67 0.38 0.07 1.21 1.59

25 Ki anak Castanopsis acuminatissima Fagaceae 4166.67 9.50 0.33 5.71 15.21

26 Ki huut Glochidion molle Blume Euphorbiaceae 666.67 1.52 0.13 2.25 3.77

27 Jejerukan Aqua ilex Rubiaceae 166.67 0.38 0.07 1.21 1.59

28 Mara Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg. Euphorbiaceae 166.67 0.38 0.07 1.21 1.59

29 Canar Smilax zeylanica L Smilaceae 166.67 0.38 0.07 1.21 1.59

30 Ki uncal Claoxylon longifolium (Blume) Endl. Ex Hassk Euphorbiaceae 166.67 0.38 0.07 1.21 1.59

Jumlah 43839 100 5.77 100 200

(32)

22

Lampiran 2 hasil analisis vegetasi tingkat pancang

No Nama Lokal Nama Spesies Famili K KR (%) F FR (%) INP

1 Ki haji Dysoxylum macrocarpum Blume Meliaceae 26.67 0.74 0.07 1.41 2.16

2 Campaka Michelia montana Blume Magnoliaceae 26.67 0.74 0.07 1.41 2.16

3 Kokopian Morinda tomentosa Roth Rubiaceae 826.67 22.96 0.80 16.22 39.19

4 Hantap Sterculia rubiginosa Vent Sterculiaceae 26.67 0.74 0.07 1.41 2.16

5 Kopo Polyalthia subcordata Annonaceae 80.00 2.22 0.20 4.05 6.27

6 Ki sireum Syzygium lineatum (DC.) Merr. & Perry Myrtaceae 400.00 11.11 0.60 12.17 23.28

7 Ki uncal Claoxylon longifolium (Blume) Endl. ex Hassk. Euphorbiaceae 80.00 2.22 0.20 4.05 6.27 8 Ki cantung Goniothalamus macrophyllus (Blume) Hook.f. & Thoms. Annonaceae 80.00 2.22 0.13 2.63 4.85

9 Kawoyang Prunus arborea (Blume) Kalkman Rosaceae 80.00 2.22 0.07 1.41 3.64

10 Ki keuyeup Euonymus javanicus Blume Celastraceae 26.67 0.74 0.07 1.41 2.16

11 Siluwar Aglaia pachyphylla Miq Meliaceae 26.67 0.74 0.07 1.41 2.16

12 Ki kores Psychotria jackii Hook.f. Rubiaceae 133.33 3.70 0.20 4.05 7.76

13 Darandan Ficus melinocarpa Blume Moraceae 80.00 2.22 0.13 2.63 4.85

14 Kelapa ciung Horsfieldia glabra Myrsinaceae 53.33 1.48 0.07 1.41 2.90

15 Pasang Lithocarpus Blume Fagaceae 293.33 8.14 0.46 9.33 17.47

16 Bubukuan Strobilanthes sp Acanthaceae 106.67 2.96 0.13 2.63 5.59

17 Puspa Schima wallichii (DC.) Korth. Theaceae 160.00 4.44 0.26 5.27 9.71

18 Ki careuh Alangium chinense (Lour.) Harms Alangiaceae 80.00 2.22 0.13 2.63 4.85

19 Ki kawat Memecylon garcinioides Blume Melastomataceae 106.67 2.96 0.26 5.27 8.23

20 Mara Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg. Euphorbiaceae 26.67 0.74 0.07 1.41 2.16

21 Maja Aegle marmelos (L.) Correa Rutaceae 26.67 0.74 0.07 1.41 2.16

22 Jejerukan Aqua ilex Rubiaceae 80.00 2.22 0.07 1.41 3.64

23 Ki anak Castanopsis acuminatissima Fagaceae 666.67 18.51 0.46 9.33 27.84

24 Rasamala Altingia exelsa Hamamelidaceae 53.33 1.48 0.13 2.63 4.11

25 Huru Actinodaphne procera Nees Lauraceae 26.67 0.74 0.07 1.4198 2.1607

26 Ki bonteng Canarium hirsutum Willd. Burseraceae 26.67 0.74 0.07 1.4198 2.1607

Jumlah 3600.03 100 4.93 100 200

(33)

23

Lampiran 3 Hasil analisis vegetasi tingkat tiang

No Nama Lokal Nama Spesies Famili K KR (%) F FR (%) D DR (%) INP (%)

1 Beunying Ficus fistulosa Reinw. Ex Blume Moraceae 6.67 1.75 0.07 2.40 0.11 5.42 9.58

2 Ki Hujan Engelhardia spicata Lesch. ex Blume Juglandaceae 6.67 1.75 0.07 2.40 0.09 4.33 8.49

3 Rasamala Altingia excelsa Hamamelidaceae 13.33 3.50 0.07 2.40 0.14 6.54 12.45

4 Huru Actinodaphne procera Nees Lauraceae 26.67 7.01 0.27 9.27 0.07 3.53 19.82

5 Ki Uncal Claoxylon longifolium (Blume) Endl. ex

Hassk.

Euphorbiaceae 6.67 1.75 0.07 2.40 0.10 4.97 9.13

6 Saninten Castanopsis argentea (BI.) DC. Fagaceae 6.67 1.75 0.07 2.40 0.14 6.64 10.80

7 Ipis Kulit Pternandra azurea (Blume) Burkill Melastomataceae 6.67 1.75 0.07 2.40 0.18 8.55 12.71

8 Siluwar Aglaia pachyphylla Miq Meliaceae 6.67 1.75 0.07 2.40 0.05 2.42 6.58

9 Ki Kawat Memecylon garcinioides Blume Melastomataceae 53.33 14.03 0.4 13.74 0.13 6.32 34.09

10 Ki anak Castanopsis acuminatissima Fagaceae 113.33 29.82 0.6 20.61 0.39 18.15 68.59

11 Ki sireum Syzygium lineatum (DC.) Merr. & Perry Myrtaceae 40 10.52 0.4 13.74 0.09 4.31 28.58 12 Mara Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg. Euphorbiaceae 6.67 1.75 0.07 2.40 0.05 2.42 6.58 13 Ki Mokla Knema intermedia (Blume) Warb. Myristicaceae 6.67 1.75 0.07 2.40 0.14 6.90 11.06

14 Pasang Lithocarpus Blume Fagaceae 20 5.26 0.2 6.87 0.07 3.25 15.39

15 Puspa Schima wallichii (DC.) Korth. Theaceae 40 10.52 0.2 6.87 0.09 4.50 21.90

16 Kalapa ciung Horsfieldia glabra Myristicaceae 6.67 1.75 0.07 2.40 0.09 4.33 8.49

17 Ki Wates Eurya acuminata DC. Theaceae 6.67 1.75 0.07 2.40 0.09 4.33 8.49

18 Kopi Dengkung - - 6.67 1.75 0.07 2.40 0.06 3.00 7.16

Jumlah 380.03 100 2.91 100 2.15 100 300

(34)

24

Lampiran 4 Hasil analisis vegetasi tingkat pohon

No Nama Lokal Nama Spesies Famili K KR (%) F FR (%) D DR (%) INP (%)

1 Tangkil Gnetum gnemon Gnetaceae 3 1.7 0.1 1.7 0.6 2.2 5.6

2 Rasamala Altingia excela Hamamelidaceae 25 14.0 0.4 10.3 6.5 25.2 49.6

3 Ki sireum Syzygium lineatum Myrtaceae 8 4.5 0.3 6.9 0.5 2.0 13.4

4 Kalimorat Lithocarpus teysmanii Fagaceae 2 1.1 0.1 1.7 0.1 0.4 3.3

5 Burununggul Bridelia glauca Euphorbiaceae 3 1.7 0.1 3.4 0.3 1.0 6.1

6 Maja Rutaceae 2 1.1 0.1 1.7 0.2 0.9 3.8

7 Beunying Ficus fistulosa Moraceae 2 1.1 0.1 1.7 0.1 0.2 3.1

8 Tunggeuruek Castanopsis tungurrut Fagaceae 2 1.1 0.1 1.7 0.3 1.2 4.1

9 Saninten Castanopsis argentea Fagaceae 3 1.7 0.1 1.7 1.5 5.8 9.2

10 Ki anak Castanopsis acuminatissima Fagaceae 65 36.5 0.7 19.0 7.0 27.0 82.5

11 Ki mokla Knema intermedia (Blume) Warb. Myristicaceae 3 1.7 0.1 1.7 0.2 0.7 4.1

12 Kokopian Morinda tomentosa Roth Rubiaceae 2 1.1 0.1 1.7 0.1 0.3 3.2

13 Puspa Schima wallichii Theacea 32 18.0 0.7 19.0 4.8 18.6 55.5

14 Ki sampang Melicope latifolia (DC.) T. Hartley Rutaceae 2 1.1 0.1 1.7 0.1 0.4 3.3

15 Ki hiur Castanopsis javanica Fagaceae 3 1.7 0.1 3.4 0.8 3.2 8.3

16 Kalapa ciung Horsfieldia glabra Myristicaceae 2 1.1 0.1 1.7 0.1 0.3 3.2

17 Puspa leman Schima noronhae Theacea 3 1.7 0.1 3.4 0.2 0.9 6.0

18 Ki bonteng Canarium hirsutum Willd. Burseraceae 5 2.8 0.2 5.2 0.6 2.3 10.3

19 Pasang batarua Quercus lineata Fagaceae 3 1.7 0.1 3.4 1.2 4.6 9.8

20 Huru Actinodaphne procera Nees Lauraceae 3 1.7 0.1 3.4 0.5 1.8 6.9

21 Jirak Symplocos fasciculata Symplocaceae 2 1.1 0.1 1.7 0.1 0.2 3.1

22 Pasang Lithocarpus sp Fagaceae 3 1.7 0.1 3.4 0.2 0.6 5.7

Jumlah 178 100 3.9 100 25.8 100 300

(35)

25

Lampiran 5 Foto mamalia hasil tangkapan kamera jebakan tipe bushnell

Kijang Macan Tutul

Linsang Kucing Hutan

(36)

26

Lampiran 5 Foto mamalia hasil tangkapan kamera jebakan tipe bushnell

Musang Luwak Bajing Kelapa

Tikus Belukar Tupai Kekes

(37)

27

Lampiran 6 Mamalia lain yang ditemukan (tidak menggunakan kamera jebakan)

Musang Owa Jawa

Surili Tikus Besar Lembah

(38)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 1 Agustus 1990 dari ayah Ramlan dan ibu Yuniarti. Penulis adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Palembang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan selama perkuliahan seperti Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai pengurus bidang Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM-Tarsius) tahun 2010-2011, pernah menjabat sebagai ketua DIKLAT-KPM 2010, dan menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Palembang (IKAMUSI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Ekologi Satwaliar pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis pernah melaksanakan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung Sawal-Pangandaran tahun 2010, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat tahun 2011, serta melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Laiwangi Wanggameti, Sumba Nusa Tenggara Timur pada tahun 2012.

Penulis mempunyai pengalaman lapang meliputi Eksplorasi Flora dan Fauna Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Burangrang Purwakarta 2010 dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak tahun 2011, Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah tahun 2010 dan Taman Nasional Kerinci Seblat Jambi tahun 2011.

Gambar

Gambar 1  Lokasi penelitian dan pemasangan kamera jebakan
Gambar 2 Kamera jebakan tipe busnell yang digunakan  Perangkap Hidup (Live Trapping)
Gambar 3  Bentuk petak ukur pada metode jalur berpetak untuk analisis vegetasi  Analisis Data
Tabel 1  Hasil perolehan gambar mamalia yang tertangkap oleh kamera jebakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi habitat owa jawa di kawasan Resor Cikaniki secara umum stabil, meskipun terjadi kerusakan habitat dalam skala kecil (1.83%) seperti penebangan individu pohon untuk

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keberadaan aktivitas kawah ratu terhadap keanekaragaman jenis mamalia di TNGHS, keanekaragaman jenis mamalia di TNGHS, serta

Kondisi habitat Owa Jawa di kawasan Resor Cikaniki secara umum stabil, meskipun terjadi kerusakan habitat dalam skala kecil (1,83%) seperti penebangan individu pohon

Kondisi habitat Owa Jawa di kawasan Resor Cikaniki secara umum stabil, meskipun terjadi kerusakan habitat dalam skala kecil (1,83%) seperti penebangan individu pohon

Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat populasi satwa primata cenderung lebih tinggi pada kawasan non-ekowisata. Walaupun jalur ekowisata menyediakan sumber pakan yang

javanica memilih habitat yang memiliki 9 komponen khusus yang dikelompokkan menjadi 6 ciri utama, yaitu: (1) kerapatan tutupan tajuk atas dengan kategori tinggi, (2) jumlah

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keberadaan aktivitas kawah ratu terhadap keanekaragaman jenis mamalia di TNGHS, keanekaragaman jenis mamalia di TNGHS, serta

Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat populasi satwa primata cenderung lebih tinggi pada kawasan non-ekowisata. Walaupun jalur ekowisata menyediakan sumber pakan yang