• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hematoma Epidural

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hematoma Epidural"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA EPIDURAL HEMATOMA

I. PENDAHULUAN

Epidural hematoma adalah keadaan dimana terjadi penumpukan darah di antara duramater dan tabula interna tulang tengkorak.Umumnya ini disebabkan karena trauma tumpul pada kepala, yang mengakibatkan terjadinya fraktur liner. Lokasi yang paling sering adalah di bagian temporal atau temporoparietal (70%) dan sisanya di bagian frontal, oksipital, dan fossa serebri posterior.1

Sumber perdarahan yang paling lazim adalah dari cabang arteri meningea media, akibat fraktur yang terjadi dibagian temporal tengkorak. Namun kadangkala dapat pula dari arteri atau vena lain, atau bahkan keduanya. Hematoma yang sumber perdarahannya dari vena, umumnya tidak besar, sebab tekanan yang ditimbulkan tidak besar. Hal ini berbeda dengan sumber perdarahan dari arteri yang bertekanan kuat, yang bahkan mampu mendesak perlekatan duramater pada tulang tengkorak.2

Walaupun umumnya tulang tengkorak mengalami fraktur (80%), namun didapatkan pula kasus dimana tidak didapatkan fraktur, terutama pada kelompok penderita anak-anak.Pada keadaan ini benturan yang terjadi tidak cukup kuat untuk menyebabkan fraktur, namun cukup kuat untuk menyebabkan robeknya pembuluh darah di permukaan dalam saat tulang melekuk ke dalam. Hematoma epidural yang tidak disertai fraktur tulang tengkorak akan memiliki kecenderungan lebih berat, karena peningkatan tekanan intrakranial akan lebih cepat terjadi. 2,3

(2)

Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat. Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh. 60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun.Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1. Tipe- tipe : 1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri. 2. Subacute hematoma (31%) 3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena.2,4

Perdarahan ini jarang terjadi pada pasien usia di atas 60 tahun, kemungkinan karena duramater melekat lebih kuat ke tabula interna. Hal ini pula menerangkan bahwa kebanyakan hematoma epidural terjadi di bagian temporal, karena pada lokasi tersebut perlekatan duramater pada tulang tengkorak lebih lemah dibanding pada lokasi lainnya.Sedangkan pada anak dan bayi lebih sering terjadi hematoma epidural bifrontal yang berasal dari vena. Beberapa literatur mengatakan hematoma epidural relatif jarang terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun, dan tampaknya hal ini disebabkan karena pada usia tersebut tulang tengkorak relatif lebih lentur dari orang dewasa.4

III. ETIOLOGI

Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.5

(3)

Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di perbaiki lagi.Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang.Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek ini harus dihindari dan di temukan secepatnya dari tim medis untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian. Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat dapat di gerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal.Di antar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang mengandung pembuluh-pembuluih besar. Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala.6

Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika.Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea terkoyak.Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan intracranial.6

Cedera kepala dapat melibatkan setiap komponen yang ada, mulai dari bagian terluar (SCALP) hingga bagian terdalam (intrakranial). Setiap komponen yang terlibat memiliki kaitan yang erat dengan mekanisme yang terjadi.6

Secara umum otak dilindungi oleh:6 1. Kulit kepala (SCALP)

Kulit kepala terdiri atas 5 lapisan, 3 lapisan pertama saling melekat dan bergerak sebagai satu unit. Kulit kepala terdiri dari:

(4)

Connective tissue atau jaringan penyambung, merupakan jaringan lemak fibrosa yang menghubungkan kulit dengan aponeurosis dari m. occipitofrontalis di bawahnya. Banyak mengandung pembuluh darah besar terutama dari lima arteri utama yaitu cabang supratrokhlear dan supraorbital dari arteri oftalmik di sebelah depan, dan tiga cabang dari karotid eksternal-temporal superfisial, aurikuler posterior, dan oksipital disebelah posterior dan lateral. Pembuluh darah ini melekat erat dengan septa fibrosa jaringan subkutis sehingga sukar berkontraksi atau mengkerut. Apabila pembuluh ini robek, maka pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang bermakna pada penderita laserasi kulit kepala.

Aponeurosis atau galea aponeurotika, merupakan suatu jaringan fibrosa, padat, dapat digerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal, menghubungkan otot frontalis dan otot occipitalis.

Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar, menghubungkan aponeurosis galea dengan periosteum cranium (pericranium). Mengandung beberapa arteri kecil dan beberapa v. emmisaria yang menghubungkan v.diploica tulang tengkorak dan sinus venosus intracranial. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, sehingga pembersihan dan debridement kulit kepala harus dilakukan secara seksama bila galea terkoyak.

Pericranium merupakan periosteum yang menutupi permukaan tulang tengkorak, melekat erat terutama pada sutura karena melalui sutura ini periosteum akan langsung berhubungan dengan endosteum (yang melapisi permukaan dalam tulang tengkorak).

2. Tulang tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari calvarium (kubah) dan basis cranii (bagian terbawah). Pada kalvaria di regio temporal tipis, tetapi di daerah ini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii terbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselarasi.

(5)

Pada orang dewasa, tulang tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan terjadinya perluasan isi intracranial.

Tulang tengkorak terdapat tiga lapisan, yaitu tabula eksterna, diploe, dan tabula interna. Dinding luar disebut tabula eksterna, dan dinding bagian dalam disebut tabula interna. Tabula interna mengandung alur-alur yang berisi arteria meningea anterior, media dan posterior.

Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fossa yaitu fosa anterior yang merupakan tempat lobus frontalis, fosa media yang merupakan tempat lobus temporalis, fosa posterior yang merupakan tempat bagian bawah batang otak dan cerebellum.

3. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu:

Duramater adalah selaput keras yang terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam kranium. Karena tidak melekat pada selaput arakhnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara durameter dan arakhnoid yang kaya akan pembuluh vena, sehingga apabila terjadi robekan pada dura, terjadi perdarahan yang akan menumpuk pada ruangan ini yang dikenal sebagai perdarahan subdural.

Selaput arakhnoid adalah membran fibrosa halus, tipis, elastis, dan tembus pandang. Di bawah lapisan ini terdapat ruang yang dikenal sebagai subarakhnoid, yang merupakan tempat sirkulasi cairan LCS.

Piamater adalah membran halus yang melekat erat pada permukaan korteks cerebri, memiliki sangat banyak pembuluh darah halus, dan merupakan satu-satunya lapisan meningeal yang masuk ke dalam semua sulkus dan membungkus semua girus.

(6)

Gambar 1. Tulang tengkorak dan meningen6

V. PATOFISIOLOGI

Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan durameter.Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek.Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan.Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital. Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara duramater dan tulang di permukaan dan os.temporale.7

Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam.Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis. Tekanan dari herniasi unkus pada

(7)

sirkulasi arteria yang mengurus formasi retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran.Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius).Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.7,8

Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan. Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid.Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.7,8

Sumber perdarahan :8

• Artery meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam ) • Sinus duramatis

• Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena diploica.

(8)

1 Os Temporale 2 Hematom Epidural 3 Duramater

4 Otak terdorong kesisi lain

Gambar 2. Hematom Epidural

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infratentorial. Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.5

VI. GAMBARAN KLINIS

Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif.Pasien dengan kondisi seperti ini sering kali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga.Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga.Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti.Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala.4

Gejala yang sering tampak :5 • Penurunan kesadaran, bisa sampai koma • Bingung

(9)

• Susah bicara

• Nyeri kepala yang hebat

• Keluar cairan darah dari hidung atau telinga

• Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala. • Mual

• Pusing • Berkeringat • Pucat

• Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

Gangguan kesadaran yang terjadi langsung setelah cedera umumnya bukan karena terjadinya hematoma epidural, melainkan karena teregangnya serat-serat formasio retikularis di dalam batang otak. Mekanisme ini merupakan mekanisme yang sama yang terjadi pada hilangnya kesadaran saat terjadi komosio serebri. Setelah beberapa saat, dimana hematoma yang terjadi telah mencapai sekitar 50 cc barulah gejala neurologis akibat hematoma bermanifestasi. Gejala neurlogis ini muncul terutama karena efek penekanan massa terhadap jaringan otak, bukan efek terjadinya iskemia jaringan otak. Penekanan hematoma menyebabkan pendorongan otak dan menimbulkan herniasi yang menekan batang otak.5

Setelah efek regangan pada serat formasio retikularis di batang otak telah pulih, umumnya pasien akan segera sadar kembali sampai akhirnya hematoma yang terjadi sudah cukup besar sehingga menyebabkan terjadinya defisit neurologis, termasuk penurunan kesadaran. Masa dimana penderita sadar sebelum kemudian mengalami penurunan kembali ini disebut masa interval lusid.Walaupun lucid interval kerap dianggap ciri klasik dari hematoma epidural, tetapi sesungguhnya bukan merupakan hal yang patognomik, dan hanya dijumpai pada sepertiga kasus. Pada dasarnya lucid interval dapat saja dijumpai pada setiap

(10)

cedera kepala yang disertai lesi intrakranial yang memberikan efek massa, yang menekan jaringan otak secara progresif.9

Hematoma yang terjadi di daerah temporal akan menyebabkan gejala neurologis yang cukup progresif. Pasien akan semakin menurun kesadarannya, seperti hendak tidur terus tetapi tidak dapat dibangunkan. Hematoma yang semakin besar akan mendorong jaringan otak ke bawah, ke arah insisura tentorii, sehingga terjadilah herniasi jaringan otak yang menekan nervus okulomotorius pada sisi yang sama. Sebagai dampaknya, akan terjadi miosis beberapa saat, yang kemudian midriasis, pada mata sisi ipsilateral dengan hematoma yang tidak lagi berespon terhadap cahaya, dan terjadilah anisokoria. Defisit neurologis lainnya yang dapat dijumpai dapat berupa hemiparesis, kejang, muntah, dan pada pemeriksaan fisik dapat pula dijumpai refleks Babinsky kontralateral yang positif.9,10

Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalananya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial.Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi.Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral jugamengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang otak. Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur. 9

(11)

Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudahdikenali5.

Foto Polos Kepala

Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media. Sebaiknya foto ini hanya dilakukan pada cedera kepala ringan yang disertai dengan:5

a Riwayat pingsan atau amnesia

b Adanya gejala neurologis seperti diplopia, vertigo, muntah, atau sakit kepala

c Adanya tanda neurologis seperti hemiparesis d Adanya otorrhea atau rhinorrhea

e Adanya kecurigaan luka tembus kepala

f Adanya kecurigaan intoksikasi obat atau alkohol

Computed Tomography (CT-Scan)

Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara intracranial lainnya.Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal.Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah.2

(12)

Gambar 3. Epidural Hematoma5

Indikasi pemeriksaan CT scan pada penderita cedera kepala:5

a GCS < 15 atau terdapat penurunan kesadaran > 1 point selama observasi b Cedera kepala ringan yang disertai dengan fraktur tulang tengkorak c Adanya tanda klinis fraktur basis kranii

d Disertai dengan kejang

e Adanya tanda neurologis fokal f Sakit kepala yang menetap

Pada pemeriksaan CT Scan kepala, akan ditemukan gambaran sebagai berikut:5

a Hiperdens ellips yang bikonveks dengan batas tegas

b Densitas yang bervariasi menunjukkan adanya perdarahan aktif

c Hematoma tidak menyebrangi garis sutura kecuali jika terjadi fraktur sutura yang diastatik

d Dapat memisahkan sinus vena dari cranium; epidural hematoma merupakan satu-satunya bentuk perdarahan intrakranial yang dapat memberikan gambaran seperti ini.

e Adanya efek massa yang bergantung pada ukuran perdarahan dan berhubungan dengan edema.

f Perdarahan vena dapat memberikan gambaran yang lebih bervariasi. g Garis fraktur yang berkaitan dapat dilihat.

(13)

Gambar 4. CT scan dengan hasil EDH di regio temporoparietal5

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.5

VIII. DIAGNOSIS BANDING 1. Hematoma subdural

Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura mater dan arachnoid.Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma epidural yang berkembang lambat.Bisa di sebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak a. kortikalis.Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak.Gambaran CT-Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan sabit.10

(14)

Gambar 6. Subdural hematoma 2. Hematoma Subarachnoid

Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah didalamnya.10

Gambar 7. Subarakhnoid hematoma

IX. PENATALAKSANAAN

1. Primary survey dan resusitasi3 b. Airway

Jalan nafas harus dibersihkan dari benda asing, lender, atau darah.Terhentinya pernafasan sementara dapat terjadi pada cedera otak, dan dapat mengakibatkan gangguan sekunder.Intubasi endotrakeal dini harus segera dilakukan pada penderita koma.

c. Breathing

Pada penderita dilakukan ventilasi dengan oksigen 100%.Tindakan hiperventilasi harus dilakukan secara hati-hati pada penderita cedera otak berat yang menunjukkan perburukan neurologis akut.

d. Circulation

Hipotensi biasanya tidak disebabkan oleh cedera otak itu sendiri, kecuali pada stadium terminal dimana medulla oblongata sudah mengalami gangguan.Perdarahan intrakranial tidak dapat menimbulkan

(15)

syok hemoragik.Hipotensi menunjukkan adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak selalu tampak jelas.

2. Pemeriksaan neurologis3

Pemeriksaan neurologis langsung dilakukan segera setelah status kardiopulmoner penderita stabil. Pemeriksaan ini terdiri dari GCS dan reflex cahaya pupil. Pada penderita koma, respon motorik dapat dibangkitkan dengan merangsang/mencubit otot trapezius atau menekan dasar kuku penderita.

3. Secondary survey3

Pemeriksaan neurologis serial (GCS, lateralisasi, dan refleks pupil) harus selalu dilakukan untuk deteksi dini gangguan neurologis. Tanda awal dari herniasi lobus temporal (unkus) adalah dilatasi pupil dan hilangnya refleks pupil terhadap cahaya. Adanya trauma langsung pada mata sering merupakan penyebab abnormalitas respon pupil dan dapat membuat pemeriksaan pupil menjadi sulit.

Setelah kondisi stabil,maka dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1 Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital11

Usahakan agar jalan nafas selalu bebas, bersihkan lendir dan darah yang dapat menghalangi aliran udara pemafasan.Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur intravena, gunakan cairan NaCl 0,9% atau dextrose in saline.

2 Mengurangi edema serebri11

Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak: a Cairan intravena

Cairan intravena diberikan secukupnya untuk resusitasi agar penderita tetap dalam keadaan normovolemia. Keadaan hipovolemia pada pasien sangatlah berbahaya. Namun harus diperhatikan untuk tidak memberikan cairan yang berlebihan. Jangan berikan cairan hipotonik. Penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat menyebabkan hiperglikemia yang

(16)

berakibat buruk pada otak yang cedera. Karena itu cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah larutan garam fisiologis atau atau ringer laktat. Kadar natrium serum juga harus dipertahankan untuk mencegah terjadinya edema otak. Strategi terbaik adalah mempertahankan volume intravaskular normal dan hindari hipoosmolalitas, dengan cairan isotonik. Saline hipertonik bisa digunakan untuk mengatasi hiponatremia yang bisa menyebabkan edema otak.

b Hiperventilasi

Bertujuan untuk menurunkan PCO2darah sehingga mencegah vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, PO2dipertahankan > 100 mmHg dan PCO2diantara 25-30 mmHg.

c Cairan hiperosmoler

Umumnya digunakan cairan manitol 20% per infus untuk "menarik" air dari ruang intersel ke dalam ruang intravaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol harus diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan 0,25-1 gram/kg BB dalam 10-30 menit, secara bolus intravena. Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindakan bedah. Pada kasus biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya.

d Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurang bermanfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak. Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi: Dexametason

(17)

pernah dicoba dengan dosis awal 10 mg sampai 100 mg bolus yang kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam. Selain itu juga Metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg dan Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.

e Barbiturat

Digunakan untuk ”membius” pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan kerusakan akibat hipoksia, walaupun suplai oksigen berkurang (efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik ). Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat.

Barbiturat juga dapat dipakai untuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi. Dosis yang biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-4mg%.

f Fenitoin

Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin.

g Cara lain

Pada 24-48 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 1500-2000 ml/24 jam agar tidak memperberat edema jaringan. Ada laporan yang menyatakan bahwa posisi tidur dengan kepala (dan leher) yang diangkat 30° akan menurunkan tekanan intrakranial dan meningkatkan drainase vena.

Posisi tidur yang dianjurkan, terutama pada pasien yang berbaring lama adalah:

- kepala dan leher diangkat 30°

- sendi lutut diganjal, membentuk sudut 150°

- telapak kaki diganjal, membentuk sudut 90° dengan tungkai bawah

(18)

Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada keadaan koma.

a Piritinol

Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin B6) yang dikatakan mengaktivasi metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi membran sel. Pada fase akut diberikan dalam dosis 800-4000 mg/hari lewat infus. Tidak dianjurkan pemberian intravena karena sifatnya asam sehingga mengiritasi vena.

b Piracetam

Piracetam merupakan senyawa mirip GABA, suatu neurotransmitter penting di otak. Diberikan dalam dosis 4-12 gram/ hari intravena.

c Citicholine

Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak.Lecithin sendiri diperlukan untuk sintesis membran sel dan neurotransmiter di dalam otak.Diberikan dalam dosis 100-500 mg/hari intravena.

4 Terapi Operatif

Operasi di lakukan bila terdapat:11

 Volume hematoma > 25 ml

 Keadaan pasien memburuk

 Pendorongan garis tengah > 3 mm Penanganan darurat dengan cara:11

 Dekompresi dengan trepanasi sederhana (burr hole).

 Dilakukan kraniotomi untuk mengevakuasi hematoma.

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergensi. Biasanya keadaan emergensi ini disebabkan oleh lesi desak ruang.

(19)

 > 25 cc à desak ruang supra tentorial

 > 10 cc à desak ruang infratentorial

 > 5 ccà desak ruang thalamus

Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :

 Penurunan klinis

 Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif

 Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif

5 Konservatif

Keadaan di bawah ini memerlukan pengelolaan medik konservatif, karena pembedahan tidak akan membawa hasil lebih baik. Kriteria trauma kapitis yang hanya memerlukan penatalaksanaan konservatif adalah sebagai berikut:11

a Fraktura basis cranii - ditandai adanya memar biru hitam pada kelopak mata

b Racoon eyes atau memar diatas prosesus mastoid (Battle’s sign) dan atau kebocoran

c cairan serebrospinalis yang menetes dari telinga atau hidung. d Comotio cerebri - ditandai dengan gangguan kesadaran temporer e Fraktura depresi tulang tengkorak - dimana mungkin ada pecahan

tulang yang

f Menembus dura dan jaringan otak

g Hematoma intracerebral - dapat disebabkan oleh kerusakan akut atau progresif akibat contusio.

X. KOMPLIKASI

1 Coagulopathy

Besarnya angka kejadian koagulopati pada pasien trauma kepala sudah diketahui dengan jelas. Investigasi pada anak-anak yang mengalami trauma

(20)

abnormal dan 32% nya mengalami sindrom disseminated intravascular coagulation and fibrinolysis (DICF).4

2 Tromboemboli

Pasien dengan trauma kepala memiliki resiko tinggi deep venous thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE). Berdasarka penelitian, didapatkan 4.3% pasien dengan trauma kepala didiagnosa DVT.4

XI. PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada :11

• Lokasinya ( infratentorial lebih jelek ) • Besarnya

• Kesadaran saat masuk kamar operasi.

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi.Angka kematian berkisar antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus.Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi.4

(21)

DAFTAR PUSTAKA 1. Anonym,Epidural hematoma, www.nyp.org

2. Anonym,Epiduralhematoma,www.braininjury.com/epidural-subdural-hematoma.html.

3. American College Surgeon.Advanced Trauma Life Support. Edisi Ketujuh. United States of America, 1997.p: 167-165.

4. Hafid A, Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong W.D. EGC, Jakarta, 2004, 818-819

5. Mc.Donald D., Epidural Hematoma, www.emedicine.com

6. Snell, S Richard. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Bagian 3.EGC.Jakarta : p: 250-255.

7. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016

8. Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259

9. Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314

10. Cedera Kepala. Available from URL http:// www.anglefire.com. 11.Price D., Epidural Hematoma, www.emedicine.com

Gambar

Gambar 1. Tulang tengkorak dan meningen 6 V. PATOFISIOLOGI
Gambar 2. Hematom Epidural
Gambar 3. Epidural Hematoma 5
Gambar 4. CT scan dengan hasil EDH di regio temporoparietal 5
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk penurunan Nilai IHD arus yang dihasilkan sudah mengalami penurunan pada fasa S, terlihat pada Gambar 18 menunjukan spektrum harmonisa setiap orde kelipatan

Prediksi Bobot Badan Melalui Ukuran Lingkar Dada (LD) Ternak Koefisien determinasi (R 2 ) variabel bebas LD yang mempengaruhi variabel tidak bebas bobot badan (BB) induk

Dari hasil korelasi product mo- ment dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara daya ingat jangka pendek dengan kecepatan menghafal, semakin tinggi tingkat

Melalui model pembelajaran Synergetic Teaching diharapkan peserta didik dapat menyelesaikan model matematika dari masalah sehari-hari yang berkaitan dengan

Berdasarkan hasil observasi dan studi dokumentasi yang dilakukan pada penelitian, diketahui bahwa sekolah yang menjadi lokasi penelitian lokasi tempatnya mudah diakses dari

Untuk mengembangkan potensi tenaga dalam dan daya prana yang telah berhasil anda bangkitkan, untuk han-han selanjutnya anda harus melatih olah pernafasan tiap 2 atau 3 kali

Hal ini disebabkan karena pihak KRT memiliki alat dan bahan yang mencukupi sehingga para operator taman (tenaga kerja) dapat dengan mudah melakukan kegiatan

Peralatan ini juga merupakan bagian dari sistem pengkondisian udara di Hotel Santika Premiere Semarang, dimana peralatan ini difungsikan untuk memastikan bahwa udara yang telah