• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATA PELAJARAN IPS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATA PELAJARAN IPS"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 128

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATA PELAJARAN IPS

Sri Wandan Sari Ningsih

MTs Aisyiyah Sumatera Utara Corresponding: [email protected]

Abstrak

Implementasi pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS perlu didukung dengan penanaman nilai-nilai karakter seperti: kreatif, rasa ingin tahu, cinta tanah air, peduli lingkungan, dan peduli sosial. Sejumlah nilai-nilai karakter tersebut dibelajarkan melalui proses pembelajaran yang terpadu dan kontekstual melalui pembelajaran IPS di kelas. Implementasi pendidikan karakter dalam mata pelajaran IPS di kelas perlu didisain melalui rancangan RPP berkarakter. Beberapa hasil penelitian menunjukkan, masih banyak guru yang mengalami kesulitan dalam penyusunan RPP berkarakter. Hal ini menunjukkan perlu adanya pelatihan penyusunan RPP berkarakter sebagai bagian dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah. Pelatihan pengembangan guru dalam melaksanakan pembelajaran karakter perlu dilakukan secara serempak dalam satu gugus, sehingga perencanaan pembelajaran lebih terarah guna menetapkan nilai-nilai karakter apa yang akan dikembangkan dalam pembelajaran di kelas.

Kata Kunci: Pendidikan Karakter, IPS PENDAHULUAN

Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: olah hati (spiritual and emotional development), olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development), dan olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut. Namun sayangnya, implementasi pendidikan karakter berdasarkan grand design tersebut mengalami kendala. Permasalahan yang sering dialami oleh seorang guru dalam menanamkan pendidikan karakter dalam pembelajaran di kelas adalah kurangnya dukungan RPP yang dirancang oleh guru dalam mendisain penanaman karakter pada proses belajar mengajar. Apabila hal ini dibiarkan, maka akan membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi upaya penanaman karakter yang menjadi tanggung jawab semua komponen di dalam membangun budaya sekolah.

PEMBAHASAN

Konsep Pendidikan Karakter

Muclas Samani dan Hariyanto (2011: 46) menyatakan pendidikan karakter adalah upaya terencana menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan mengiternalisasikan nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. Berkaitan dengan internalisasi nilai, dipandang perlu muatan nilai menjadi fokus konten dalam pendidikan karakter. Mulyasa (2011:9) berpendapat pendidikan karakter menekankan pada nilai-nilai keteladanan, penciptaan lingkungan, dan pembiasaan. Dalam tulisan ini ditegaskan bahwa pendidikan karakter adalah upaya terencana menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan mengiternalisasikan nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. Dengan adanya pendidikan karakter diharapkan dapat meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang.

Implementasi pendidikan karakter sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, yang secara keseluruhan adalah pengembangan karakter siswa. Karakter berarti tabiat atau kepribadian seseorang. Coon (Zubaedi, 2011: 8) mendefinisikan karakter sebagai suatu penilaian subjektif terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat atau tidak dapat diterima masyarakat. Karakter merupakan keseluruhan kodrati dan disposisi yang telah dikuasai secara stabil yang mendifinisikan seseorang individu dalam keseluruhan tata perilaku psikisnya yang menjadikan tipikal

(2)

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 129

dalam cara berfikir dan bertindak. Lickona (1997:78), berpendapat bahwa pendidikan karakter di sekolah hanya akan efektif jika pelaksanaannya dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Di Amerika Serikat pelaksanaan program pendidikan karakter telah dipadukan ke dalam sistem pendidikan, seperti kurikulum, proses pembelajaran, kualitas hubungan siswa dan guru, penanganan disiplin, aktivitas kurikulum dan etos di lingkungan sekolah. Ryan dan Bohlin (1999:67) menyebutkan beberapa alasan mengapa sekolah harus terlibat serius dalam pendidikan karakter. Pertama, pendidikan karakter membuat siswa berbudi pekerti sekaligus pintar. Kedua, melalui pendidikan karakter, penanaman nilai dasar moral akan dapat diberikan sejak usia dini. Ketiga, dengan diberikannya pendidikan karakter maka para pakar perkembangan yakin berbagai permasalahan yang akan timbul pada masa remaja dapat diantisipasi sejak dini. Keempat, kurangnya waktu orang tua untuk mendidik dan mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak.

Pengembangan karakter di sekolah harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Masnur Muslich (2011:36) menyatakan pembentukan karakter harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan yang melibatkan aspek knowledge, felling, loving, dan action. Lebih lanjut Zainal dan Sujak (2011: 9) menjelaskan bahwa karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), menuju kebiasaan (habit). Hal ini berarti, karakter tidak sebatas pada pengetahuan. Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya itu kalau tidak terlatih untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri, dengan demikian diperlukan komponen karakter yang baik yaitu pengetahuan tentang moral, perasaan tentang moral, dan perbuatan moral. Pendidikan karakter bukan sekedar pengetahuan saja, melainkan harus dilanjutkan dengan upaya menumbuhkan rasa mencintai perilaku yang baik dan dilakukan setiap hari sebagai pembiasaan. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih untuk melakukan kebaikan tersebut. Dalam kegiatan ini sekolah dapat mengupayakan terciptanya keselarasan antara karakter yang dikembangkan di sekolah dengan pembiasaan di rumah dan masyarakat.

Hakekat Pembelajaran IPS

Pada hakikatnya perkembangan hidup manusia dari lahir hingga dewasa tidak terlepas dari lingkungan masyarakat, oleh karena itu pengetahuan sosial dapat dikatakan tidak asing lagi bagi setiap orang. Sejak manusia dilahirkan telah melakukan hubungan sosial dengan orang lain tertama yang paling dekat adalah dengan ayah dan ibunya, meskipun hanya sepihak hubungan itu terjadi tanpa hubungan sosial, bayi tidak akan mampu tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa. Pengalaman manusia di luar dirinya, tidak hanya dalam keluarga tetapi meliputi teman sejawat, warga masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Hubungan sosial yang dialami makin meluas, dari pengalaman dan pengenalan sosial tersebut, seseorang akan tumbuh menjadi manusia dewasa. Pengetahuan yang melekat pada diri seseorang termasuk pada diri orang lain dapat terangkum dalam pengetahuan sosial.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan diberbagai bidang atau aspek kehidupan membawa perubahan dalam diri manusia, masyarakat dan lingkungan hidupnya. Serentak dengan pengaruh kemajuan iptek dan pembangunan terjadi pula dinamika kehidupan masyarakat. Terjadinya perubahan nilai-nilai yang sudah ada. Sehingga terjadi pula pergeseran sistem nilai yang membawa perubahan dalam hubungan interaksi manusia dengan masyarakatnya. Dengan demikian pengaruh perkembangan iptek dan pembangunan tidak saja akan melahirkan perubahan-perubahan yang menyangkut bidang material atau lahiriah, tetapi pada hakekatnya akan membawa juga perubahan-perubahan yang menyangkut bidang mental atau bathin, yakni perubahan nilai-nilai hidup manusia.

Ilmu pengetahuan sosial ialah suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun dalam lingkungan sosial. Pembelajaran IPS tidak selalu bertaraf akademik universitas, tetapi juga merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa di persekolahan yang berfungsi dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai pengantar kelanjutan disiplin ilmu-ilmu sosial. Kerangka pendidikan IPS tidak ditekankan pada bidang teoritis, melainkan lebih pada bidang praktis dalam mengkaji dan mempelajari gejala dan masalah sosial yang berkembang di masyarakat.

Integrasi Penanaman Karakter dalam Kegiatan Pembelajaran

Silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang isinya harus memuat nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menjelaskan bahwa perencanaan proses pembelajaraan harus meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dalam implementasi penanaman karakter di sekolah, RPP berfungsi untuk mendorong setiap guru agar siap dalam melakukan kegiatan pembelajaran, membentuk kompetensi dan karakter peserta didik. Mulyasa (2011: 83) menyatakan RPP berkarakter berfungsi untuk mengefektifkan proses pembelajaran dan pembentukan karakter peserta didik sesuai dengan apa yang direncanakan Perencanaan pembelajaran juga menyiapkan/mengembangakan bahan ajar yang berwawasan karakter. Menyiapkan bahan ajar dalam implementasi penanaman karakter juga merupakan bagian yang menentukan tercapainya tujuan pembelajaran. Oemar Hamalik (2002: 139) menyatakan bahan pengajaran merupakan bagian penting dalam proses belajar mengajar berkaitan dengan tercapainya tujuan pembelajaran, serta menentukan kegiatan-kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, perencanaan bahan pengajaran perlu mendapat pertimbangan yang cermat. Secara umum penanaman karakter integrasi masih jauh dari kesempurnaan dan parameter komponen serta kesesuaian dalam tuntutan kurikulum yang belum optimal.

(3)

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 130

Dari penjelasan di atas, menunjukkan dalam tahap perencanaan pelaksanaan penanaman karakter perlu dilengkapi dengan silabus, RPP dan bahan ajar yang dipersiapkan secara matang. Dalam membuat silabus dan RPP harus memuat nilai-nilai sikap dan perilaku agar mengefektifkan proses pembelajaran dan pembentukan karakter peserta didik sesuai dengan apa yang direncanakan. Sedangkan bahan pengajaran perlu mendapat pertimbangan yang cermat karena bagian penting dalam proses belajar mengajar berkaitan dengan tercapainya tujuan pembelajaran.

Integrasi Penanaman Karakter dalam Kegiatan Keseharian Atau Budaya Sekolah

Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat antar anggota masyarakat sekolah saling berinteraksi. Interaksi yang terjadi meliputi antara siswa berinteraksi dengan sesamanya, kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, guru dengan siswa, konselor dengan siswa dan sesamanya, pegawai administrasi dengan siswa, guru dengan sesamanya. Interaksi tersebut terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku disuatu sekolah. Dirto dkk (1995:87) menjelaskan bahwa budaya sekolah adalah karakteristik khas sekolah yang dapat didefinisikan melalui nilai-nilai yang dianutnya, sikap yang dimilikinya, kebiasaan-kebiasaan yang ditampilkannya dan tindakan yang ditunjukan oleh selruh personil sekolah yang membentuk suatu kegiatan khusus dari sistem sekolah. Budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasai perilaku, tradisi, kebiasaan, keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktekkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, peserta didik dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah dimasyarakat luas. Manfaat dari pengembangan budaya sekolah, diantaranya adalah: (1) menjamin kualitas kerja yang lebih baik, (2) dapat membuka seluruh jaringan komunikasi kerja yang lebih baik dari segala jenis baik komunikasi vertical maupun horizontal, (3) lebih bersifat terbuka dan transparansi, (4) menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi, kesalahan akan segera dapat diperbaiki, (5) meningkatkan solidaritas dan rasa kebersamaan, (6) dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK.

Karakter menurut Ratna Megawangi (2004:95), sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan baik dan mempraktikknya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan konstribusi yang positif kepada lingkungannya. Definisi lain menurut Gaffar (2010:1), sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuh kembangkan dalam keperibadian seseorang sehingga menjadi satu dalam prilaku kehidupan orang itu. dalam definisi tersebut, ada tiga ide pikiran penting yaitu: (1) proses transformasi nilai-nilai, (2) ditumbuh kembangkan dalam keperibadian dan (3) menjadi satu dalam perilaku. Penanaman karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu penanaman karakter ialah bagaimana guru dapat membiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (domain perilaku) . karakter adalah usaha sadar dan terencana dalam menanamkan nilai-nilai sehingga terinternalisasi dalam diri peserta didik yang mendorong dan mewujud dalam sikap dan perilaku yang baik. Penanaman karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (domain perilaku). Jadi pendidikan karakter terkait erat kaitannya dengan ”habit” atau kebiasaan yang terus menerus dipraktekan atau dilakukan (Dirjendiknas, 2010:10).

Faktor Penghambat dan Solusi Implementasi Pendidikan Karakter

Beberapa faktor penghambat dalam implementasi pendidikan karakter pada pembelajaran IPS, diantaranya kebanyakan kurangnya kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, baik dari perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Peran guru sangat vital dalam mengajarkan karakter pada siswa di dalam kelas. Sedangkan peran sekolah dalam memberlajarkan karakter pada siswa yaitu melalui kegiatan ekstrakurikuler dan sarana yang mendukung seperti media pembelajaran, kantin kejujuran dan poster-poster yang bertuliskan tentang karakter. Sebenarnya sudah ada sarana yang mendukung implementasi pendidikan karakter seperti kantin kejujuran, ekstrakurikuler, poster-poster tentang karakter dan kegiatan ekstrakurikuler yang memadai dalam membelajarkan karakter pada siswa.

Faktor penghambat lainnya, guru masih kebingungan dalam menentukan karakter apa yang terkandung dalam materi pembelajaran, sehingga dalam pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran tidak memuat karakter yang semestinya ada dalam materi yang akan disampaikan khususnya pada pembelajaran IPS. Oleh karena itu, perlu adanya pelatihan yang spesifik mengenai penanaman karakter di sekolah terutama dalam proses pembelajaran. Pelatihan tersebut terarah pada penanaman karakter yang dimulai dari bagaimana cara menentukan karakter pada setiap materi, bagaimana mengembangkan rencana pembelajaran yang memuat karakter, serta bagaimana pelaksanaan penanaman karakter dan seperti apa penilaian yang harus dilaksanakan.

Penanaman karakter dilaksanakan tidak hanya di dalam kelas. Di luar kelas juga ada proses penanaman karakter melalui kantin kejujuran, kegiatan ekstrakurikuler dan poster-poster yang mengarah ke pendidikan karakter. Namun hanya ada pada sekolah inti, sedangkan untuk sekolah imbas masih sebagian kecil saja sarana yang ada dalam mendukung penanaman karakter di sekolah tersebut. Beberapa solusi dan rekomendasi dalam pelaksanaan penanaman karakter di sekolah dasar pada pembelajaran IPS. Diantaranya adalah: (1) perlu adanya pelatihan pengembangan kompetensi guru bagaimana penanaman karakter baik dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi; (2) perlu adanya peran pemerintah

(4)

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 131

dalam penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung dalam penanaman karakter di sekolah; (3) perlu adanya rubrik penilaian dalam penanaman karakter di sekolah dasar.

SIMPULAN

Implementasi penanaman karakter dalam pembelajaran IPS adalah dengan menumbuhkan nilai-nilai karakter secara kontekstual dakam proses belaja kelas, seperti mempraktikan nilai-nilai kreatif, rasa ingin tahu, cinta tanah air, peduli lingkungan, dan peduli sosial. Proses pembelajaran penanaman karakter diimplementasikan secara terpadu sebagai bagian program penerapan budaya sekolah, baik itu dalam bentuk kegiatan akademik maupun kegiatan non akademik. Sekaitan dengan program tersebut, maka faktor penghambat pendidikan karakter terutama dalam penyusunan perencanaan pembelajaran (RPP) berkarakter, perlu menjadi bagian program dalam mengimplementasikan pendidikan karakter dan penumbuhan budaya sekolah. Secara keseluruhan terdapat tiga faktor penghambat dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di kelas, yakni: (1) dalam pembuatan rencana (RPP) guru mengalami kesulitan (kurang paham)dalam mengklarifikasikan nilai-nilai karakter yang mendukung pencapaian KD: (2) tidak ada panduan secara konkrit bagaimana cara membuat RPP berkarakter, (3) RPP berkarakter sangat sulit dan perlu pemahaman yang lebih mendalam dikarenakan setiap materi berbeda karakter yang akan diterapkan, (4) belum adanya pelatiha khusus mengenai bagaimana membuat RPP berkarakter. Solusi yang perlu dilakukan dalam mengatasi implementasi pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS diantaranya: (1) perlu adanya pelatihan, guna pengembangan guru dalam melaksanakan pembelajaran karakter yang dilaksanakan secara serempak dalam satu gugus, sehingga perencanaan pembelajaran lebih terarah karena sudah ditetapkan karakter apa yang akan dikembangkan pada pembelajaran; (2) peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam melengkapi sarana dan prasarana untuk menunjang implementasi pendidikan karakter di sekolah dasar, (3) perlu adanya bimbingan dan peran kepala sekolah untuk memberikan masukan-masukan dan pengawasan terhadap guru dalam melaksanakan mngimplementasikan pendidikan karakter di kelas.

REFERENSI

Ambarita, T., (2017), Penerapan Model Pembelajaran Inside-Outside Circle Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PKn, Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya, 3 (1): 43-47

Aqib, Zainal dan Sujak. 2011. Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter. Jakarta : Gaung Persada Press.

Damanik, F.H.S. (2014). Hakikat Pancasila dalam Membentuk Karakter Kebangsaan melalui Organisasi Siswa Intra Sekolah. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 6 (2): 49-60.

Damanik, M Ridha S dan Deny S. (2016), Pengembangan Penilaian Autentik Berbasis Karakter pada Ranah Keterampilan di Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 8 (2) (2016): 88-94

Dharma, S dan Rosnah Siregar. (2015). Membangun Pengalaman Belajar Kewarganegaraan melalui Model Pembelajaran Project citizen pada Siswa, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 7 (1) (2015): 100-106.

Dharma, S. dan Rosnah Siregar (2014). Internalisasi Karakter melalui Model Project Citizen pada Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 6 (2) (2014): 132-137

Faizah, (2017), Penggunaan Media Pembelajaran Audio Visual dalam Mata Pelajaran PKn, Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya, 3 (1): 55-60

Gaffar, Mohammad Fakry. (2010). Pendidikan Karakter Berbasis Islam. Disampaikan pada workshop pendidikan karakter Berbasis Agama.08-10 April 2010 di Yogyakarta.

Khairat, (2016), Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan pada Materi Demokrasi, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 8 (1) (2016): 80-87.

Lickona, T. 1997. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility, New York: Simon & Schuster, Inc

Mansur. (2005). Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Masnur Muslich. (2011). Melaksanakan PTK Itu Mudah. Jakarta: Bumi Aksara.

Megawangi, Ratna. (2003). Pendidikan Karakter untuk Membangun Masyarakat Madani. IPPK Indonesia Heritage Foundation.

Megawangi, Ratna. (2004). Pendidikan Karakter; Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa.Bogor:Indonesia Heritage Foundation.

Muclas Samani dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remajarosda Karya Mulyasa. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Mulyasa. 2011. Manajemen Pendidikan karakter. Jakarta: Bumi Aksara

Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter : Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta : Bumi Aksara. Nasution, A.R., (2016), Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Karakter Bangsa Indonesia melalui

Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 8 (2) (2016): 201-212

Rumapea, M.E.M. (2015). Urgensi Pendidikan Karakter d Perguruan Tinggi, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 7 (1) (2015): 49-59.

Ryan, Kevin & Bohlin, Karen E. (1999). Building Character in Schools: Practical Ways to Bring Moral Instruction to Life. San Francisco: Jossey Bass.

(5)

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 132

Samani, Muchlas, Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung Remaja Rosdakarya.

Setiawan, D. (2014). Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Karakter melalui Penerapan Pendekatan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 6 (2): 61-72.

Setiawan, Deny. 2014. Pendidikan Karakter Dalam Persfektif Kewarganegaraan. Medan Larispa Indonesia

Suharyanto, A., (2013). Peranan Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membina Sikap Toleransi Antar Siswa, Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 2 (1): 192-203

Suyanto. 2009. Urgensi Pendidikan Karakter. http:// www. mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html.(22/10/2014)

Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah dengan Asia Foundation dan Prenada Media, 2005

Winataputra, U.S dan Budimansyah D. (2007). Civic Education (Konteks, Landasan, Bahan Ajar, dan Kultur Kelas. Bandung: UPI Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan

Zainal dan Sujak. 2011. Panduan & Aplikasi Pendidikan Karakter. Bandung: Yrama Widya.

Referensi

Dokumen terkait

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun kemangi Ocimum citriodorum dapat berpengaruh terhadap

Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur yang dilakukan dengan mencari bahan ± bahan pustaka baik yang berasal dari buku, jurnal, e-book , brosur,

Walau bagaimana pun, tidak semua masyarakat etnik Bajau mempunyai kesedaran kepentingan menerapkan nilai-nilai ajaran agama Islam yang sebenar dalam kehidupan seharian

dengan koefisien beta sebesar 0,227, sehingga hipotesis yang menyatakan komitmen organisasi berpengaruh pada kinerja manajerial terbukti. Angka tersebut membuktikan komitmen

 Berdasarkan Hasil Penilaian Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) PT.Karya Inti Malindo diputuskan bahwa PT.Karya Inti Malindo dinyatakan Lulus karena dapat

Aluminium memiliki warna putih keperakan dan cukup ringan sebagai sebuah logam. Tekstur aluminium cukup lunak dan mudah dibentuk serta diproses. Aluminium juga tidak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Pola hubungan patron - klien antara punggawa dengan sawi pada masyarakat nelayan di Desa Tamasaju Kecamatan Galesong Utara

Keempat : Ada juga ada beberapa Strategi dan upaya yang dilakukan oleh nelayan di diantaranya 1] Optimalisasi Peranan Anggota Keluarga Nelayan, hal ini dimaksudkan