• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Waktu Proses Produksi Kitin dari Kulit Kepala Udang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Optimasi Waktu Proses Produksi Kitin dari Kulit Kepala Udang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

MB6-1

Optimasi Waktu Proses Produksi Kitin

dari Kulit Kepala Udang

Satriyo Krido Wahono, C. Dewi Poeloengasih, Hernawan, Suharto, M. Kismurtono UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Desa Gading Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta PO BOX 174 WNO 55861 Tel/fax : (0274) 392570

Email : dna_tqim@yahoo.com, satr002@lipi.go.id Abstrak

Telah dilakukan penelitian untuk mendapatkan optimasi waktu proses produksi kitin dari kulit kepala udang. 500 gram kulit kepala udang direndam larutan asam asetat 2,5% selama 1 jam, dilanjutkan demineralisasi menggunakan HCl 2N dengan variabel 6, 12, 18, 24 jam sehingga diperoleh waktu optimal berdasarkan kadar abu dan rendemen. Hasilnya dipergunakan untuk deproteinasi menggunakan NaOH 2N dengan variabel 6, 12, 18, 24 jam sehingga diperoleh waktu optimal berdasarkan kadar protein dan rendemen. Dalam setiap tahap, perbandingan bahan dan larutan adalah 1 : 15. Pada demineralisasi diperoleh kadar abu terkecil pada 12 jam sebesar 0,3382%, sedangkan rendemen terbesar pada 18 jam sebesar 38,20%. Pada deproteinasi diperoleh kadar protein terkecil pada 12 jam sebesar 6,3059%, sedangkan rendemen terbesar pada 6 jam sebesar 32,40%. Berdasarkan uji statistika One-Way Anova dilanjutkan Duncan Test derajat kepercayaan 95%, diperoleh hasil optimal demineralisasi pada waktu proses 6 jam dan hasil optimal deproteinasi pada waktu proses 6 jam.

Kata kunci :kulit kepala udang; kitin; demineralisasi; deproteinas;, optimasi waktu

Abstract

Research of process time optimization for chitin production from shrimp head shell was conducted. 500 grams shrimp head shell was soaked by acetic acid 2,5% in an hour followed by demineralization using HCl 2N with varying time 6, 12, 18, 24 hours, so can got optimal time based on ash content and yield. The results were used for deproteinization using NaOH 2 N with varying time 6, 12, 18, 24 hours, so can got optimal time based on protein content and yield. In every stage, comparison of material and solution was 1 : 15. In demineralization, the lowest ash content was 0,3382% at 12 hours and the highest yield was 38,20% at 18 hours. In deproteinization, the lowest protein content was 6,3059% at 12 hours and the highest yield was 32,40% at 6 hours. Based on statistical test using One-way Anova continued with Duncan Test at confidence degree 95%, Optimal demineralization process time was 6 hours and optimal deproteinization process time was 6 hours.

Keywords : head shrimp shel; chitin; demineralizatio; deproteinization; time optimization

1. Pendahuluan

Indonesia adalah negara maritim sehingga memiliki potensi hasil laut dan perikanan yang sangat melimpah. Hasil laut dan perikanan ini merupakan salah satu komoditi ekspor non migas yang banyak menyumbang devisa kepada negara. Hasil laut dan produk perikanan yang diekspor masih didominasi barang gelondongan atau bahan mentah dengan hasil utama adalah udang sebesar 58 % dari total ekspor komoditi hasil laut dan perikanan (www.kompas.com, 2005). Untuk menunjang kegiatan ekspor tersebut, maka banyak berdiri industri pengemasan udang untuk ekspor. Dengan adanya industri tersebut maka banyak pula dihasilkan limbah berupa kulit kepala dan badan udang yang potensial sebagai pencemar lingkungan (Hernawan dkk., 2007). Selama ini limbah ini hanya dimanfaatkan secara kecil-kecilan sebagai bahan kerupuk, terasi dan petis, serta pakan ternak yang memiliki nilai ekonomi yang rendah serta waktu pembuatan yang lama. Dengan demikian proses pemanfaatan yang sekarang, belum memberikan nilai tambah terutama dari kualitas produk, serta pendapatan para pengrajin dan devisa negara. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan usaha pengembangan pemanfaatan kulit udang yang dapat memberikan nilai tambah sebagai bahan baku utama untuk produk kitin dan kitosan yang merupakan bahan industri bernilai ekonomi tinggi (Knoor,1991).

(2)

MB6-2

Dalam kulit udang terdapat senyawa biopolimer bermanfaat, senyawa tersebut adalah kitin. Kitin merupakan polimer terbesar kedua setelah selulosa yang banyak ditemukan pada kulit udang, cangkang kepiting atau rajungan dan dinding sel jamur dan bakteri. Kitin merupakan biopolimer dengan rantai molekul yang sangat panjang, dimana rumus molekul dari kitin adalah [ C8H13O5N ]n (www.wikipedia.org). Sedangkan kitosan merupakan biopolimer yang terdiri dari satu sampai empat unit berulang beta (1-4) 2-amino-2-deoxy-D-glucose (atau D-glucoseamine) (www.wikipedia.org). Kitosan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Perbedaan antara kitin dengan kitosan adalah pada setiap cincin molekul kitin terdapat gugus acetyl (CH3-CO) pada atom karbon yang kedua, sedangkan pada kitosan terdapat gugus amine (NH). Struktur kimia kitin-kitosan dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 1. Struktur kimia kitosan Gambar 2. Struktur kimia kitin

Kitin dipisahkan dari kulit udang tersebut melalui proses demineralisasi menggunakan asam kuat dan deproteinasi menggunakan basa kuat. Kitin dapat diolah lebih lanjut melalui proses deasetilasi menggunakan basa kuat menjadi kitosan (Rondriguez et al., 2002). Kitosan merupakan polisakarida yang bersifat aman, tidak beracun, anti mikrobia, biocompatible, dan biodegradable (Nunthanid et al., 2002). Kitosan banyak diaplikasikan di bidang pengolahan limbah, industri kertas, bidang bioteknologi, serta bidang pangan dan pertanian.

Sebagai bahan dasar pembuatan kitosan, kitin sangat prospektif apabila dikembangkan lebih lanjut. Untuk mendapatkan produk akhir berupa kitosan yang berkualitas dan proses produksi yang optimal, maka optimasi proses produksi dan proses kontrol produk harus dilakukan dalam tiap tahap produksi dari pengolahan bahan baku menjadi kitin untuk kemudian diolah lebih lanjut menjadi kitosan. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan optimasi waktu proses produksi kitin dari kulit kepala udang.

2. Metodologi Bahan

Pada penelitian ini digunakan bahan baku berupa kulit kepala udang dari salah satu industri pembekuan udang di Semarang yang telah dihilangkan pengotornya dengan cara dicuci menggunakan air dan dikeringkan dengan panas sinar matahari, asam asetat, asam klorida (HCl), natrium hidroksida (NaOH), aquades dan bahan analisa kadar protein.

Alat

Alat gelas, alat perendaman, pengaduk, set alat analisa kadar abu, set alat analisa kadar protein, timbangan digital, bak pencuci dan oven.

Cara Kerja

Bahan baku berupa 500 gram kulit kepala udang direndam dalam larutan asam asetat 2,5% selama 1 jam. Setelah perendaman asam asetat dilanjutkan dengan proses demineralisasi menggunakan asam kuat (HCl 2N) dengan variabel waktu proses 6, 12, 18, 24 jam sehingga diperoleh variabel waktu optimal berdasarkan kadar abu dan rendemen. Hasil yang optimal tersebut dipergunakan sebagai bahan baku untuk proses deproteinasi menggunakan basa kuat (NaOH 2N) dengan variabel waktu proses 6, 12, 18, 24 jam sehingga diperoleh variabel waktu optimal berdasarkan kadar protein dan rendemen. Dalam setiap tahap, perbandingan bahan dan larutan adalah 1 : 15.

(3)

MB6-3

¾ Rendemen dihitung dengan persamaan : Rendemen =

Wo

Wi

x 100% ¾ Kadar abu dihitung dengan persamaan :

Kadar Abu =

Ws

Wa

x 100% ¾ Kadar protein dihitung dengan persamaan :

Kadar Protein =

Ws

x

x

N

x

Vb

Vt

)

HCl

14

6

,

25

(

x 100 % 3. Hasil dan Diskusi

Gambar 3 Gambar 4

Kulit Kepala Udang Bahan Baku Produksi Kitin Kitin Hasil Optimasi dari Kulit Kepala Udang

Gambar 5

(4)

MB6-4

Kulit kepala udang seperti pada gambar 3 diolah menjadi kitin seperti pada gambar 4 dengan melalui beberapa tahap dengan urutan perubahan bentuk dan warna bahan seperti dalam gambar 5. Pada gambar 5 kode A menunjukkan bahan baku awal/kulit kepala udang, kode B menunjukkan bahan setelah proses perendaman asam asetat, kode C menunjukkan bahan setelah proses demineralisasi, kode D menunjukkan bahan setelah proses deproteinasi atau kitin. Pada urutan tahap tersebut dapat terjadi perubahan warna dan bentuk bahan, warna berubah menjadi semakin putih dan bentuk bahan semakin lunak. Perubahan tersebut terjadi karena telah berkurangnya mineral dan atau protein pada setiap tahapnya.

Pada awal proses pembuatan kitin, bahan direndam dalam larutan asam asetat 2,5% karena merupakan konsentrasi yang menghasilkan kualitas produk paling baik (Angwar dkk, 2006) dengan waktu selama 1 jam karena merupakan waktu yang paling efektif (Hernawan dkk., 2007). Proses ini bertujuan mengurangi jumlah volume dan konsentrasi asam kuat dalam proses demineralisasi dan basa kuat dalam proses demineralisasi (Aye and Stevens, 2004). Selain itu dapat mengurangi efek penggunaan asam kuat dalam proses demineralisasi yaitu rendahnya berat molekul produk yang mengakibatkan pula rendahnya viskositas apabila produk tersebut dilarutkan (Toan dkk, 2006). Proses ini bersifat memecah matriks dari senyawa kompleks kitin-protein-mineral dalam kulit kepala udang, sehingga tidak berpengaruh terhadap rendemen dan kualitas produk akhir dari kitin dan kitosan. Hasil akhir dari proses ini adalah bahan dengan kadar abu rata-rata sebesar 21,3433 % dan rendemen rata-rata sebesar 40,70 %.

Tabel 1 Kadar Abu dan Rendemen Bahan Setelah Proses Demineralisasi Variabel Waktu Kadar Abu Akhir Rendemen

6 Jam 0,3664 % ab 37,80 % cd 12 Jam 0,3382 % a 37,60 % cd 18 Jam 0,4113 % b 38,20 % d 24 Jam 0,4142 % b 36,60 % c

Pada proses demineralisasi diperoleh hasil perhitungan bahan akhir berupa kadar abu dan rendemen produk seperti dalam tabel 1. Dari data tersebut, kadar abu terkecil diperoleh pada waktu proses 12 jam dengan nilai kadar abu rata-rata 0,3382 %, sedangkan rendemen terbesar diperoleh pada waktu proses 18 jam dengan nilai rendemen rata-rata 38,20 %. Berdasarkan uji statistika One-Way Anova dilanjutkan dengan Duncan Test dengan derajat kepercayaan 95%, sebagai bahan baku untuk deproteinasi dipilih bahan dengan waktu proses 6 jam karena memiliki kadar abu yang tidak berbeda nyata dengan waktu proses 12 jam dan memiliki rendemen yang tidak berbeda nyata dengan waktu proses 18 jam.

Pada data kadar abu dalam tabel 1 menunjukkan bahwa semakin lama variabel waktu proses, kadar abu bahan semakin besar. Hal ini bertolak belakang dengan tujuan proses demineralisasi yaitu untuk mengurangi kadar mineral pada bahan, artinya semakin lama proses demineralisasi dilakukan semakin rendah kadar abu dari bahan. Fenomena tersebut terjadi karena kitin memiliki sifat menyerupai kitosan walaupun dalam intensitas yang lebih rendah, sifat tersebut adalah sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi, reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berpungsi sebagai absorben terhadap logam (Marganof, 2003). Pada variabel waktu 6 jam dan 12 jam kadar abu tidak berbeda nyata dan lebih kecil dibandingkan dua variabel yang lain, hal ini terjadi karena pada saat itu hanya terjadi proses demineralisasi bahan dan gugus fungsi dalam kitin sebagai penyerap mineral belum aktif. Namun dengan bertambahnya waktu proses, kondisi proses demineralisasi sudah bersifat jenuh dan gugus penyerap dalam kitin sudah mulai aktif sehingga dapat menyerap kembali mineral yang telah dilepaskan walaupun fungsi penyerapnya belum optimal karena masih terhalang oleh adanya protein. Oleh karena itu, pada variabel waktu 18 jam dan 24 jam kadar abu lebih besar dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan dua variabel yang lain.

(5)

MB6-5

Tabel 2 Kadar Protein dan Rendemen Bahan Setelah Proses Deproteinasi Variabel Waktu Kadar Protein Akhir Rendemen

6 Jam 6,3876 % e 32,40 %

12 Jam 6,3059 % e 31,20 %

18 Jam 6,4760 % e 31,60 %

24 Jam 6,3242 % e 30,40 %

Pada proses deproteinasi diperoleh hasil perhitungan bahan akhir berupa kadar protein dan rendemen produk seperti dalam tabel 2. Kadar protein terkecil pada waktu proses 12 jam dengan nilai kadar protein rata-rata 6,3059 %, sedangkan rendemen terbesar diperoleh pada waktu proses 6 jam dengan nilai rendemen rata-rata-rata-rata 32,40 %. Berdasarkan uji statistika One-Way Anova dilanjutkan dengan Duncan Test dengan derajat kepercayaan 95%, diketahui bahwa kadar protein pada setiap variabel waktu tidak berbeda nyata, maka variabel waktu optimal adalah pada rendemen terbesar yaitu 6 jam.

Data kadar protein dalam tabel 2 menunjukkan bahwa dalam setiap variabel tidak berbeda nyata. Fenomena tersebut terjadi karena proses deproteinasi telah mencapai titik jenuhnya, sehingga semakin lama variabel waktu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap berkurangnya kadar protein dalam bahan. Oleh karena itu, penentuan variabel waktu proses optimal hanya didasarkan pada rendemen akhir dari bahan. Rata-rata rendemen kitin yang diperoleh sebesar 31,40%, hasil ini masuk dalam kisaran kitin. Penelitian lain yang pernah dilakukan menyatakan bahwa rendemen kitin dari kulit udang adalah sebesar 14-27% (Ashford dkk., 1977) atau 20-30% dari kulit udang (Johnson and Peniston, 1982)

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh optimasi waktu proses produksi kitin dari kulit kepala udang untuk proses demineralisasi adalah 6 jam dan untuk deproteinasi adalah 6 jam.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung terselesaikannya penulisan ini, khususnya kepada UPT BPPTK LIPI Yogyakarta yang telah memfasilitasi terlaksananya penelitian ini dan Team Pengembangan Produk Kitin – Kitosan LIPI Yogyakarta atas kerjasamanya dalam mewujudkan penulisan ini.

Notasi NHCl Normalitas HCl titrasi [N] Vt Volume titrasi [ml] Vb Volume blangko [ml] Wa Berat abu [gr] Wi Berat bahan [gr]

Wo Berat awal bahan [gr]

Ws Berat sampel [gr]

Daftar Pustaka

5. Anonim, “Chitin”, www.wikipedia.org 6. Anonim, “Chitosan”, www.wikipedia.org

7. Anonim, 2005, “Pasar Ekspor Perikanan Indonesia Belum Tergarap Secara Optimal”, KOMPAS edisi Jumat, 13 Mei 2005, www.kompas.com

8. Angwar, M., 2006, “Pengembangan Teknologi Produksi Kitosan dari Kulit dan Kepala Udang untuk

Aplikasi di Bidang Pangan”, Laporan Teknis Kegiatan Penelitian DIPA 2006, UPT BPPTK LIPI

(6)

MB6-6

9. Ashford NA dkk, 1977, “Industrial Prospect for Chitin and Protein from Shellfish Wates”, MIT Sea Grant Report,Cambridge

10. Aye KN and Stevens WF, 2004, “Improved Chitin Production by Pretreatment of Shrimp Shells”, J. Chem. Technol. Biotechnol., 79

11. Hernawan, 2007, “Characterization of High-Quality Chitosan from Penaus monodon Shrimp Shell Wastes

Synthesized Under Ambient Temperature”, Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan 2007,

Fakultas Perikanan, Universitas Diponegoro, Semarang

12. Johnson EL and Peniston QP, 1982, “Utilization of Shell Waste for Chitin and Chitin Esters”, Aust. J. Biol. Sci., May, 7 (2)

13. Knoor D, 1991, “Recoveryand Utillization of Chitin and Chitosan in Food Processing Waste Management”, Food Technology

14. Marganof, 2003, “Potensi Limbah Udang sebagaiPenyerap Logam Berat (Timbal,Kadmium, dan Tembaga)

di Perairan”, Makalah Pribadi Pengantar Ke Falsafah Sains (PPS702), Program Pasca Sarjana / S3, Institut

Pertanian Bogor

15. Nunthanid, J. S. Wanchana, P. Sriamornsak, S. Limmatavapirat, M. Luangtana-anan and S. Puttipipatkhachorn, 2002, “Effect of Heat on Characteristic of Chiotsan Film Coated on Theophylline

Tablets”, Drug Development and Industrial Pharmacy, 28(8)

16. Rondriguez, M.S., M.E. Centurion and E. Aguillo, 2002, “Chitosan-yeast Reaction in Cooked Food :

Influence of the Maillard Reaction”, J. Food Sci, 67(7)

17. Toan NV dkk, 2006, “Production of High-Quality Chitin and Chitosan from Preconditioned Shrimp Shell”, J. Chem. Technol. Biotechnol., 81

Gambar

Gambar 1. Struktur kimia kitosan  Gambar 2. Struktur kimia kitin
Gambar 3  Gambar 4
Tabel 1 Kadar Abu dan Rendemen Bahan Setelah Proses Demineralisasi
Tabel 2 Kadar Protein dan Rendemen Bahan Setelah Proses Deproteinasi

Referensi

Dokumen terkait

Menejemen konstruksi adalah ilmu yang mempelajari dan mempraktekan aspek-aspek  Menejemen konstruksi adalah ilmu yang mempelajari dan mempraktekan

Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan penelitian dengan judul “Analisis Sistem Perhitungan Rancang Bangun Property Perumahan Berbasis Web” adalah sistem ini dapat

240 SHREE HARAINCHA FANCY STORE Micro, Small and Medium Enterprise Loan 241 SHREE JAY HANUMAN FURNITURE UDHYOG Micro, Small and Medium Enterprise Loan 242 SHREE KANTI YADAV Micro,

Rencana lima tahunan tersebut harus sesuai dengan visi, misi, tugas pokok dan fungsi Puskesmas bedasarkan pada analisis kebutuhan masyarakat akan pelayanan

Apalagi dalam muqaddimah kitab Fath} al-Ba>ri>, salah satu kitab sharah S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Ibn Hajar al-Asqalani, mengatakan bahwa bila

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa in- teraksi antara genotipe dan pupuk organik memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anakan padi, namun berpengaruh tidak nyata

Untuk tiap baris, atau kolom, atau diagonal dengan dua buah kotak atau lebih (yang diberi garis panah di atas), jika terdapat sejumlah genap koin pada garis tersebut, maka

• Sebelum dilakukan penulisan secara lengkap dan benar, para Dokter harus benar – benar yakin bahwa semua data / informasi yang ditulis ke dalam rekam medis adalah. akurat , dan