i
PERUBAHAN BIAYA DAN WAKTU AKIBAT
CHANGE ORDER PADA PELAKSANAAN
PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG
Oleh:
Ir. Ida Bagus Rai Adnyana, MT.
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “ Perubahan Biaya dan Waktu Akibat Change Order pada Proyek Kontruksi Gedung ”
Penulis berharap semoga buku ini bermanfaat dan memberi tambahan wawasan kepada para pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini masih banyak terdapat kekurangan, karenanya penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan buku ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Denpasar, 2017
Penulis
iii
ABSTRAK
Perubahan lingkup pekerjaan atau sering dikenal dengan istilah change order (CO) merupakan hal yang tidak bisa dihindari dalam pelaksanaan suatu proyek. CO dapat terjadi pada awal mulai sampai akhir selesainya konstruksi yang disebabkan oleh berbagai factor yang mempengaruhi biaya dan waktu pelaksanaan proyek. Oleh karena itu, penelitian dengan kontrak Lump sum pada proyek Parkmall Circus Waterpark, Kuta, Bali dilakukan dengan tujuan untuk mengindentifikasi penyebab dan pengaruh change order terhadap biaya dan waktu.
Pengelompokan dan pengolahan data dilakukan pada data sekunder berupa RAB, time schedule dan item pekerjaan CO. Analisis data menggunakan metode Least Cost Analysis yang diawali dengan mengidentifikasi kegiatan kritis melalui penjadwalan dengan precedence diagram method/PDM menggunakan Ms. Project 2007.
CO menyebabkan perubahan pada 11 item pekerjaan, terdiri dari 4 pekerjaan tambah (additional work) dan 7 pekerjaan perubahan akibat additional work. Besarnya biaya change order sebesar Rp 152,798,964.00 (0.4%) tidak mempengaruhi nilai kontrak Lump sum yang ada (<10%). Hasil analisis menunjukkan biaya optimum pelaksanaan terdapat pada tahapan kegiatan ke-3 dengan biaya total minimum sebesar Rp 45,999,825,532 dari biaya awal Rp 46,062,414,000.00, pertambahan biaya langsung sebesar Rp 22,963,760.00 dan penurunan biaya tak langsung sebesar Rp 89,175,788.93. Sedangkan waktu optimum pelaksanaan berkurang 12 hari, dari 189 menjadi 177 hari. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan dilakukanya percepatan, proyek mengalami pertambahan biaya langsung akibat adanya lembur dan penggurangan biaya tak langsung sebagai akibat penyelesaian proyek yang lebih cepat.
iv DAFTAR ISI SAMPUL DALAM……….. i KATA PENGANTAR……….………..………….. ii ABSTRAK ….………..………..………... iii DAFTAR ISI………..….…..………… iv BAB I PENDAHULUAN……….……… 1 1.1 Latar Belakang………..…..………. 1 1.2 Perumusan Masalah………....…..……… 2 1.3 Tujuan………..….…..……..……… 2 1.4 Manfaat………..….…..………..……. 3 1.5 Batasan Masalah………..…..………..……. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………..………… 4
2. 1 Pengertian Proyek Konstruksi……….………. 4
2. 2 Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan Proyek Konstruksi………….………...…… 4
2. 3 Kontrak Konstruksi……….…….… 5
2.3.1 Pengertian Kontrak Konstruksi………..…….…….…… 5
2.3.2 Jenis-Jenis Kontrak………...……… 6
2. 4 Change Order………... 7
2.4.1 Definisi Change Order………. 7
2.4.2 Tujuan Change Order……….………. 8
2.4.3 Jenis Change Order………..…………... 9
2.4.4 Penyebab Change Order……….. 10
2.4.5 Dampak Dari Change Order………...…………...……….. 12
2.4.6 Pengaruh Change Order………..……….….…….. 13
2. 5 Penjadwalan Proyek………..…..…. 14
2.5.1 Precedence Diagram Method (PDM)……….….………. 15
2. 6 Mengatasi keterlambatan proyek (duration-cost trade off)………..… 17
2.6.1 Project crashing……….……….. 17
2.6.2 Metode Least cost analysis….….………. 18
2.6.3 Penambahan waktu kerja/lembur……….. 21
BAB III METODE PENELITIAN………...………..……….. 23
3.1 Kerangka Penelitian………..………23 3.2 Studi literatur………. 24 3.3 Objek Penelitian……….…………..……… 26 3.3.1 Pengumpulan data..……….………..………....26 3.3.2 Data sekunder………..………..………... 26 3.4 Pengolahan Data……….………..……… 26
3.5.1 Pengolahan RAB Change Order……….………. 27
v
3.5 Analisis Data……….………..………..27
3.5.1 Identifikasi Jalur Kritis Dan Float………...27
3.5.2 Perhitungan Produktivitas Dan Crash Duration...…...……… 27
3.5.3 Perhitungan Normal Cost………..………28
3.5.4 Perhitungan Crash Cos……… 28
3.5.5 Perhitungan Cost Slope……… 28
3.5.6 Analisa Dengan Metode Least Cost Analysis……….. 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…...……..………..……….. 30
4.1 Deskripsi Proyek………...………...……… 30
4.2 Pengumpulan Data Konstruksi………..………..…….… 30
4.2.1 Data Sekunder………...………..…….… 31
4.3 Pengolahan Data..………..……….…….. 32
4.3.1 Pengolahan RAB Change Order….…………..………...……… 32
4.3.2 Penjadwalan Aktivitas Proyek….………...….. 34
4.4 Analisis Data……….... 35
4.4.1 Identifikasi Jalur Kritis………. 35
4.4.2 Perhitungan Produktivitas Dan Crash Duration…….………….…… 36
4.4.3 Perhitungan Crash Cost Pekerja………..……...…….. 39
4.4.4 Perhitungan Crash Cost………..…….………. 42
4.4.5 Perhitungan Cost Slope………...……….……. 44
4.4.6 Perhitungan Least Cost Analysis………..…………...…. 46
BAB V PENUTUP……….…...……..………..……….. 54 5.1 Simpulan………..………. 54 5.2 Saran……….……… 55 DAFTAR PUSTAKA………...………. 56 LAMPIRAN 1………57 LAMPIRAN 2………68
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan suatu proyek konstruksi seringkali mengalami berbagai perubahan (changes). Hal tersebut dapat terjadi pada awal, pertengahan maupun akhir dari pelaksanaan konstruksinya. Perubahan-perubahan itu salah satunya disebabkan dari permintaan pemilik proyek (owner) sendiri dalam meningkatkan kualitas atau merubah fungsi dari pekerjaan yang dilaksanakan. Permintaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada kontrak perencanaan awal yang telah disepakati, dimana memungkinkan terjadinya perubahan desain yang dikenal dengan istilah change order (perubahan lingkup pekerjaan).
Change order merupakan sebuah permintaan tertulis yang terjadi antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proyek konstruksi dalam mengubah beberapa kondisi dokumen kontrak awal. Hal tersebut dapat berupa menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang telah tercantum dalam kontrak, menambah atau mengurangi jenis pekerjaan, mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai dengan kebutuhan lapangan dan mengubah jadwal pelaksanaan. Perubahan tersebut dapat mengakibatkan pertambahan biaya (cost overruns) dan waktu pelaksanaan proyek. Akibat sering terjadinya change order (perubahan lingkup pekerjaan) dimana proses administrasinya tidak dijalankan sesuai dengan prosedur yang ada menyebabkan perselisihan antara pemilik dan kontraktor yang berakhir di-arbitrase (pengadilan). Oleh karena itu, sebagai penyedia jasa haruslah lebih teliti dalam memperhatikan dan memahami dokumen-dokumen dan jenis kontrak pada awal saat perjanjian penandatanganan sebuah kontrak konstruksi.
Salah satu pelaksanaan proyek konstruksi di Bali yang dapat ditemukan adanya kegiatan change order yaitu proyek Parkmall Circus Waterpark yang berlokasi di Jl. Raya Kediri, Kuta, Bali. Proyek ini dilaksanakan oleh PT. Recta Construction dengan jenis kontrak yang digunakan adalah kontrak Lump sum.
2 Tujuan kontrak ini adalah memberikan tanggung jawab terhadap kontraktor untuk melaksanakan implementasi fisik proyek, dengan nilai kontrak yang terbatas jumlahnya atau dengan kata lain besarnya tetap. Hal ini menyebabkan kemungkinan resiko yang akan terjadi akibat adanya change order ini akan dibebankan kepada pihak kontraktor. Oleh sebab itu, penelitian ini akan mengidentifikasi perubahan pekerjaan (change order) yang terjadi, menganalisis pengaruh perubahan-perubahan tersebut dan dampaknya terhadap anggaran biaya dan waktu dengan menggunakan metode Least Cost Analysis dalam mengatasi keterlambatan yang terjadi akibat perubahan pada kontrak Lump sum proyek Parkmall Circus Waterpark.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1 Bagaimanakah identifikasi faktor-faktor penyebab perubahan pekerjaan (change order) yang terjadi pada proyek Parkmall Circus Waterpark? 2 Apa sajakah perubahan pekerjaan (change order) yang terjadi pada proyek
Parkmall Circus Waterpark?
3 Berapakah besarnya pengaruh change Order terhadap biaya dan waktu dengan menggunakan metode Least Cost Analysis pada kontrak Lump sum proyek Parkmall Circus Waterpark ?
1.3 Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan antara lain:
1 Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab perubahan pekerjaan (change order) yang terjadi pada proyek Parkmall Circus Waterpark.
2 Mengetahui perubahan pekerjaan (change order) yang terjadi pada proyek Parkmall Circus Waterpark.
3 3 Mengetahui besarnya pengaruh change Order terhadap biaya dan waktu dengan menggunakan metode Least Cost Analysis pada kontrak Lump sum proyek Parkmall Circus Waterpark.
1.4 Manfaat
Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan agar hasilnya dapat memberikan informasi dan penjelasan bagi keseluruhan pihak pembaca mengenai faktor-faktor penyebab change order dan dampaknya terhadap biaya dan waktu yang terjadi pada suatu proyek konstruksi.
1.5 Batasan Masalah
Dalam pelaksanaan penelitian ini untuk lebih terfokus pada analisis yang dilakukan, maka dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:
1 Penelitian dilakukan pada proyek dengan kontrak Lump sum.
2 Identifikasi dilakukan pada perubahan desain dengan asumsi tenaga kerja dan alat tetap.
3 Perubahan desain yang ditinjau adalah perubahan pekerjaan yang terjadi pada pekerjaan struktur.
4 Analisis penjadwalan dilakukan dengan menggunakan precedence diagram method (PDM) dengan bantuan program Microsoft project 2007.
5 Dalam mengatasi keterlambatan proyek digunakan metode Least Cost Analysis.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Proyek Konstruksi
Menurut Soeharto (1995), kegiatan proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber dana tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas dan sasaran yang telah digariskan dengan tegas.
Lingkup (scope) tugas tersebut dapat berupa pembangunan infrastruktur, pembuatan produk baru atau pelaksanaan penelitian dan pengembangan, sehingga ciri pokok proyek adalah sebagai berikut:
1 Bertujuan menghasilkan lingkup tertentu berupa produk akhir atau hasil kerja akhir.
2 Dalam proses mewujudkan lingkup di atas, ditentukan jumlah biaya, jadwal, serta kriteria mutu.
3 Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas.
4 Nonrutin, tidak berulang-ulang yang artinya macam dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung.
2.2 Tahapan Pekerjaan Proyek Konstruksi
Untuk mencapai keberhasilan dalam hal mutu, efesiensi waktu dan optimalisasi biaya pelaksanaan, kontraktor harus dapat merealisasikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan biaya yang telah dianggarkan. Dalam upaya melaksanakan rencana proyek tersebut maka perlu adanya tahapan pelaksanaan proyek.
Adapun tahapan pelaksanaan pada proyek konstruksi gedung dimana Change order dapat terjadi adalah sebagai berikut:
1 Pekerjaan persiapan meliputi pekerjaan pembongkaran, pengukuran, galian, dan urugan tanah, urugan pasir dan lantai kerja untuk pondasi.
5 2 Pekerjaan struktur bawah meliputi pekerjaan pondasi dan basement.
3 Pekerjaan struktur atas meliputi pekerjaan struktur diatas basement dan pekerjaan tangga.
4 Pekerjaan pasangan meliputi pekerjaan pasangan bata, plesteran, acian, rangka atap, penutup atap dan talang
5 Pekerjaan mekanikal dan elektrikal meliputi pekerjaan pemadam kebakaran, instalasi AC, lift, listrik, fire alarm, telepon dan tata suara.
6 Pekerjaan finishing meliputi pekerjaan finishing dinding dan pengecatan, lantai (semua pekerjaan lantai) dan plafon (semua pekerjaan plafon).
7 Pekerjaan seni meliputi pekerjaan ukiran, relief dan pekerjaan seni lainnya yang terdapat pada bangunan.
2.3 Kontrak Konstruksi
Proses pembentukan kerjasama antara pemilik dan pelaksana proyek diawali dengan persetujuan resmi antara kedua belah pihak yang akan dimuat dalam dokumen kontrak. Sebab itu, perlu mempelajari dan memahami arti dari kontrak serta jenis-jenis kontrak yang ada agar dapat mempersiapkan diri dalam menanggapi segala kemungkinan permasalahan yang akan terjadi.
2.3.1 Pengertian Kontrak Konstruksi
Iman Soeharto (1995) mendefinisikan kontrak konstruksi sebagai suatu proses dimana pemilik proyek membuat suatu ikatan dengan agen dengan tugas mengkoordinasikan seluruh kegiatan penyelenggaraan proyek termasuk studi kelayakan, desain, perencanaan, persiapan kontrak konstruksi dan lain-lain, dengan tujuan meminimkan biaya dan jadwal serta menjaga mutu proyek.
Pengertian lain dari Flemming (1992) menyatakan bahwa kontrak merupakan suatu perjanjian yang dilaksanakan secara hukum oleh dua pihak atau lebih untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu sesuai dengan pertimbangan yang sah oleh hukum.
6 Dari definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa kontrak konstruksi adalah suatu ikatan perjanjian atau negosiasi antara pemilik proyek dengan agen-agen yang terlibat dalam mengkoordinasikan seluruh kegiatan proyek dengan tujuan untuk meminimalkan biaya dan jadwal serta menjaga mutu proyek.
2.3.2 Jenis-Jenis Kontrak
Menurut Soeharto (2001) dilihat dari pembagian tanggung jawab antara pemilik dan kontraktor, yang tercermin dari cara pembayarannya, maka jenis kontrak dapat dibedakan menjadi dua golongan: yaitu kontrak dengan harga tetap (Lump sum atau Fixed price) dan kontrak dengan harga tidak tetap (Cost Plus atau Reimburseable). Kedua kontrak ini masing-masing mempunyai bermacam-macam variasi.
1 Kontrak dengan harga tetap (Lump sum atau Fixed price)
Pada kontrak ini, pihak kontraktor melaksanakan semua pekerjaan proyek dengan imbalan uang (harga) yang jumlahnya tetap. Selain itu, kontraktor akan menanggung semua resiko kemungkinan kenaikan biaya yang tidak dapat diduga atau diramalkan selama proyek berlangsung. Beberapa variasi dari jenis kontrak ini antara lain:
a Harga tetap dengan eskalasi b Harga tetap dengan perangsang
c Kontrak dengan satuan harga tetap (Unit price)
2 Kontrak dengan harga tidak tetap (Cost Plus atau Reimburseable) Pada kontrak ini, pihak pemilik membayar semua biaya (jasa dan material) yang dikeluarkan untuk melaksanakan proyek yang diatur dalam kontrak ditambah dengan sejumlah uang dalam bentuk upah (fee). Beberapa variasi dari jenis kontrak ini antara lain:
a Harga tidak tetap dengan upah tetap (Cost Plus fixed fee-CFF) b Harga tidak tetap dengan satuan batas maksimun
c Harga tidak tetap dengan resiko ditanggung bersama d Harga tidak tetap dengan upah berubah-ubah
7 Pemilihan jenis kontrak tergantung pada kesiapan pemilik, macam proyek dan kelengkapan dokumen proyek dalam paket lelang. Faktor-faktor ini semua akhirnya akan kembali pada kebijakan pemilik dalam menentukan strategi yang paling baik bagi kepentingan perusahaan.
2.4 Change Order
Pelaksanaan proyek terutama yang besar seringkali mengalami perubahan lingkup kerja baik kecil maupun besar. Dalam menghadapi permasalahan ini perlu dipelajari pengertian perubahan lingkup (Change order), tujuan, jenis penyebab, dampak serta pengaruhnya terhadap pelaksanaan proyek agar bisa mengantisipasi dan merumuskannya dalam kontrak.
2.4.1 Definisi Change Order
Pelaksanaan suatu proyek konstruksi selalu terjadi perubahan pekerjaan yang tidak dapat dihindari, baik perubahan dalam skala besar maupun skala kecil. Menurut Soeharto, terjadinya Change order mencerminkan seolah-olah kurang baiknya perencanaan, meskipun segala sesuatu telah diusahakan secara optimal.
Menurut AIA (American Institute Of Architects) Change order adalah sebuah permintaan secara tertulis yang ditandatangani oleh arsitek, kontraktor dan pemilik yang dibuat setelah kontrak diterbitkan, yang mempunyai kuasa untuk merubah ruang lingkup pekerjaan atau melakukan penyesuaian pada nilai kontrak dan waktu penyelesaian pekerjaan (Levi, Sidney M, 2002). Change order juga bisa diartikan sebagai usulan perubahan secara tertulis antara pemilik dan kontraktor untuk mengubah beberapa kondisi dari dokumen kontrak awal, seperti menambah, menggurangi pekerjaan. Dengan adanya perubahan ini dapat mengubah spesifikasi biaya kontrak dan jadwal pembayaran serta jadwal proyek. Menurut Schaufelbeger & Holm (2002), secara singkat Change order bisa didefinisikan sebagai modifikasi dari original contract. Menurut Fisk, Change order merupakan surat perintah kerja untuk menegaskan revisi-revisi rencana,
8 dan jumlah kompensasi biaya kepada kontraktor yang terjadi pada saat pelaksanaan konstruksi, setelah penandatanganan kontrak antara pemilik dan kontraktor.
Dari semua pendapat atau definisi yang dikemukakan maka dapat disimpulkan bahwa Change order adalah suatu persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pemilik, kontraktor dan juga perencana untuk memodifikasi atau melakukan perubahan pada pekerjaan yang telah diatur dalam dokumen kontrak awalnya dimana perubahan tersebut dapat dipertimbangkan sehingga mengakibatkan adanya penyesuaian terhadap biaya dan waktu pekerjaan.
2.4.2 Tujuan Change Order
Menurut Fisk (2006) tujuan Change order adalah:
a. Untuk mengubah rencana kontrak dengan adanya metoda khusus dalam pembayaran.
b. Untuk mengubah spesifikasi kontrak, termasuk perubahan pembayaran dan waktu kontrak yang berubah dari sebelumnya.
c. Untuk persetujuan tambahan pekerjaan baru, dalam hal ini termasuk pembayaran dan perubahan dalam kontrak.
d. Untuk tujuan administratif, dalam menetapkan metoda pembayaran kerja ekstra maupun penambahannya.
e. Untuk mengikuti penyesuaian terhadap harga satuan kontrak bila terjadi overruns dan underruns, yang disesuaikan dengan spesifikasi. f. Untuk pengajuan pengurangan biaya proposal (proposal value
engineering).
g. Untuk mempengaruhi pembayaran yang dilakukan setelah tuntutan diselesaikan.
9
2.4.3 Jenis Change Order
Pada umumnya terdapat 2 tipe dasar perubahan (Bartholomew, Stuart H, 2002), yaitu directed changes (perubahan formal) dan constructive changes (perubahan informal).
1 Formal Changes (Directed Changes)
Perubahan formal adalah perubahan yang diajukan dalam bentuk tertulis yang menjelaskan tentang detail perubahan dan menjelaskan peningkatan atau penurunan nilai kontrak terhadap waktu dan biaya proyek pada kontrak awal. Perubahan formal diajukan dalam bentuk tertulis yang diusulkan oleh pemilik yang ditujukan kepada kontraktor untuk merubah lingkup kerja, waktu pelaksanaan, serta menyangkut akan adanya alternatif-alternatif pada desain dan spesifikasi material dari suatu konstruksi dan diwujudkan dalam bentuk perbaikan-perbaikan dalam gambar atau spesifikasi konstruksi. Ketentuan-ketentuan dalam melakukan perubahan formal ini dimuat dalam dokumen kontrak. Ketentuan tersebut biasanya memberikan kebebasan sepihak pada pemilik untuk merubah lingkup kerja dan mengharuskan kontraktor untuk mengikuti perubahan-perubahan tersebut.
2 Informal Change (Constructive Changes)
Perubahan informal adalah perubahan yang diajukan langsung saat dilapangan, yang terjadi karena kesalahan dalam pengerjaan ataupun kesalahan desain yang mengakibatkan suatu pekerjaan tidak bisa dikerjakan dilapangan. Perubahan informal dijelaskan sebagai suatu perubahan dimana kontraktor berhak untuk mempertimbangkan adanya perubahan tanpa diketahui oleh pemilik selama perubahan tersebut tidak merubah pekerjaan pada kontrak awal. Bila pada saat melakukan perubahan informal ternyata desain memang salah dan kontraktor bisa membuktikan kepada owner maka kontraktor akan memperoleh ganti rugi perubahan tersebut (Bartholomew, Stuart H., 2002). Oleh karena itu, kontraktor sebaiknya mengajukan perubahan secara tertulis.
10
2.4.4 Penyebab Change Order
Penyebab terjadinya Change order bisa disebabkan oleh banyak faktor. Dalam setiap proyek konstruksi penyebab terjadinya Change order tidak pernah sama dan tidak akan pernah sama. Berikut ini adalah 52 faktor-faktor penyebab dari Change order menurut pendapat beberapa ahli adalah sebagai berikut: 1 Menurut Hsieh, Lu dan Wu, penyebab Change order antara lain:
a Kesalahan dalam perencana dan desain
b Kesalahan dalam perhitungan estimasi volume c Kontrak yang tidak lengkap
d Ketidaksesuaian antara gambar dan kondisi lapangan e Kutipan dari spesifikasi yang tidak lengkap
f Peningkatan penyelidikan bawah tanah g Perbedaan kondisi bawah tanah
h Adanya rembesan air pada saat proses penggalian i Pertimbangan keselamatan kerja di lapangan j Perubahan metode kerja
k Pertimbangan keamanan di lapangan kerja l Perencanaan gambar spesifikasi yang tidak jelas m Peningkatan fasilitas keamanan kerja
2 Penyebab Change order menurut Barrie & Paulson (1992) dalam tesis Wiriantari (2012) antara lain:
a Terlambat dalam menyetujui gambar dan desain kontrak dan klarifikasi b Terlambat mengakses kelapangan
c Banyak perubahan desain dalam skala kecil d Penambahan scope pekerjaan
e Pengurangan scope pekerjaan
f Perselisihan pemilik dan desain representitatif karena kesalahan presepsi g Kontrak yang tidak jelas
h Penghentian kontrak sementara i Kesalahan memulai kerja
11 j Kesalahan menyuplai tenaga kerja
k Kinerja kontraktor yang jelek l Kinerja subkontraktor yang jelek m Rendahnya keahlian pekerja n Jadwal terlambat
3 Menurut Schaufelberger & Holm, penyebab Change order antara lain: a Kesalahan desain
b Perubahan dari pemerintah
c Material yang tidak sesuai di lapangan d Interfensi dengan pihak ketiga
4 Penyebab Change order menurut Levy, Sidney M. (2002) antara lain: a Kinerja kontraktor yang jelek
b Jadwal kontraktor terlambat c Perubahan lokasi proyek
d Perubahan kondisi lapangan proyek
e Penundaan pekerjaan karena permintaan owner
f Penundaan pekerjaan karena keterlambatan kontraktor
g Percepatan pekerjaan karena permintaan owner untuk cepat selesai h Percepatan pekerjaan karena keterlambatan kontraktor
i Penghentian pekerjaan atas permintaan owner
j Penghentian pekerjaan karena performance kontraktor yang jelek 5 Menurut Soeharto (1995), penyebab Change order antara lain:
a Perubahan desain
b Perubahan spesifikasi material
c Perubahan Kondisi lokasi proyek yang tidak terduga d Kontrak yang tidak lengkap
e Kurang jelasnya pasal-pasal dalam kontrak
6 Menurut Fisk, Edward penyebab Change order (1992) antara lain: a Perencanaan dan spesifikasi yang kurang baik
12 c Standar pelaksanaan yang lebih tinggi daripada yang telah
dispesifikasikan
d Perubahan metoda pelaksanaan e Perubahan dalam urutan konstruksi
f Hal-hal yang belum ditentukan oleh pihak pemilik
2.4.5 Dampak Dari Change Order
Change order tidak dapat dihindari dalam proyek konstruksi, termasuk juga dampak dari adanya Change order. Menurut Barrie & Paulson (1992) dalam tesis Wiriantari (2012) besar dampak yang terjadi dari Change order tergantung dari besarnya Change order yang dilakukan dari kontrak awal yaitu antara lain:
a) Selama perubahan merupakan skala kecil dalam kontrak yaitu kurang dari 10 % maka perubahan tersebut masih bisa ditoleransi dan hanya ada penyesuaian terhadap waktu saja.
b) Ketika Change order sudah mencapai 15 % dari nilai kontrak awal, maka akan berdampak terhadap waktu dan biaya sangat relatif, tergantung keahlian dari manajemen kontraktor untuk mengelolah perubahan tersebut.
c) Ketika Change order mencapai 20 % dari kontrak awal, maka hal ini akan sangat mempengaruhi performance kontraktor. Change Order umumnya mengalami penambahan biaya dan waktu.
Ketentuan tentang perubahan kontrak diatur dalam pasal 50 Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 yang berbunyi:
“Pekerjaan tambah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan dengan ketentuan:
(a) Tidak melebihi 10 % (sepuluh persen) dari harga yang tercantum dalam perjanjian atau kontrak awal dan
13
2.4.6 Pengaruh Change Order
Perubahan (change order) dapat terjadi pada awal, pertengahan dan pelaksanaan suatu proyek, dimana perubahan tersebut mempengaruhi biaya dan waktu didalam pelaksanaan proyek.
Menurut Donald S. Barrie (1992) dalam tesis Wiriantari (2012), pengaruh change order pada pelaksanaan proyek dibagi menjadi 3 kategori antara lain: 1) Biaya langsung
Semua beban tenaga kerja, material konstruksi, peralatan konstruksi, pengawas dan staff merupakan biaya langsung.
2) Perpanjangan waktu
Jika perubahan memperlambat tanggal penyelesaian proyek, maka para pihak yang terlibat dalam kontrak akan mengadakan pengeluaran biaya tambahan dalam memperkerjakan staff pendukung untuk waktu ekstra.
3) Biaya-biaya dampak Biaya dampak terdiri dari:
a. Percepatan misalnya kerja bergilir, kerja lembur, penambahan regu kerja. b. Irama pekerjaan misalnya kerugian satu hari dapat meyebabkan
keterlambatan dalam seminggu.
c. Moral misalnya keragu-raguan terhadap kemampuan atas ketegasan pekerjaan, sadar atau tidak pasti akan menggurangi motivasi, memperlambat produksi dan meningkatkan biaya.
Menurut Hanna (2002), pengaruh Change order pada suatu proyek konstruksi sering terjadi productivitas loss, jika terjadi productivitas loss akan terjadi penambahan waktu dan biaya proyek yang tidak sedikit. Menurut Schaulfelbeger & Holm (2002), jika terjadi Change order akan terjadi penambahan tenaga kerja disertai dengan penambahan peralatan proyek. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang lebih awal jika Change order terjadi pada pelaksanaan proyek yang dikerjakan..
14
2.5 Penjadwalan Proyek
Penjadwalan merupakan hal yang sangat penting dalam mengestimasikan waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu proyek dan menghindari terjadinya keterlambatan. Penjadwalan adalah durasi waktu kerja dari serangkaian aktivitas kerja yang harus dilakukan dalam kegiatan konstruksi (Bennatan, 2000). Sebuah proyek konstruksi memerlukan rencana penjadwalan yang akan mengatur waktu pelaksanaan proyek sehingga proyek dapat diselesaikan sesuai dengan perencanaan.
Ada beberapa metode penjadwalan di dalam manajemen proyek yaitu antara lain: metode barchart, kurva S, line of balance (LoB), critical path method (CPM), precedence diagram method (PDM) dan lain sebagainya. Metode-metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pemilihan penggunaan metode penjadwalan tersebut didasarkan atas kebutuhan dan hasil yang ingin dicapai terhadap kinerja penjadwalan.
Proses penjadwalan pada proyek pembangunan Parkmall circus-waterpark menggunakan kurva-S. Metode penjadwalan ini merupakan metode yang paling sering digunakan pada proyek konstruksi, karena dapat menunjukkan kemajuan proyek berdasarkan pekerjaan, waktu, dan bobot pekerjaan yang direpresentasikan dalam bentuk kurva. Namun dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode PDM didalam menentukan penjadwalan yang terjadi akibat adanya perubahan (Change order).
2.5.1 Precedence Diagram Method (PDM)
Precedence diagram method (PDM) diperkenalkan oleh J.W. Fondahl dari Universitas Stanford USA pada awal dekade 60-an. Diagram ini merupakan konsep network planning (jaringan kerja) yang berbentuk Activity On Node (AON) dimana keterkaitan antara kegiatannya dinyatakan dengan tanda panah sedangkan kegiatannya dinyatakan dalam node yang biasanya berbentuk segi empat. Dengan demikian dalam PDM dummy (kegiatan semu) tidak diperlukan (Soeharto, 1995).
15 Didalam node dicantumkan identitas kegiatan dan waktunya dimana setiap node mempunyai dua peristiwa yaitu peristiwa awal dan akhir. Ruangan dalam node dibagi menjadi kompartemen-kompartemen kecil yang berisi keterangan spesifik dari kegiatan yang bersangkutan yang disebut atribut. Beberapa atribut yang sering dicantumkan diantaranya adalah kurun waktu kegiatan (D), identitas kegiatan (nomor dan nama), mulai dan selesainya kegiatan (ES, LS, EF dan LF) dan lain-lain. Kadang-kadang dalam node juga dicantumkan tanda persen (%) penyelesaian proyek yang akan membantu mengamati dan memonitor progress pelaksanaan kegiatan-kegiatan. Bentuk-bentuk node yang sering digunakan terlihat pada gambar 2.1, yaitu:
Gambar 2.1 Denah pada node PDM (Soeharto, 1995) Keterangan:
ES (Earliest Start), waktu mulai paling awal suatu kegiatan.
EF (Earliest Finish), waktu selesai paling awal suatu kegiatan. Jika hanya ada satu kegiatan terdahulu, maka EF suatu kegiatan terdahulu adalah ES kegiatan berikutnya.
LS (Latest Start), waktu paling akhir kegiatan boleh mulai. Yaitu waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai tanpa memperlambat proyek secara keseluruhan.
16 Dalam PDM (Precedence diagram method) digambarkan mempunyai empat hubungan keterkaitan antar kegiatan yaitu antara lain:
1) FS (Finish to Start), mulainya suatu kegiatan bergantung pada selesainya kegiatan pendahulunya, dengan waktu mendahului Lead.
Gambar 2.2 Hubungan keterkaitan diagram PDM
2) SS (Start to Start) mulainya suatu kegiatan bergantung pada mulainya kegiatan pendahulunya, dengan waktu tunggu Lag.
Gambar 2.3 Hubungan keterkaitan diagram PDM
3) FF (Finish to Finish) selesainya suatu kegiatan bergantung pada selesainya kegiatan pendahulunya, dengan waktu mendahului Lead.
Gambar 2.4 Hubungan keterkaitan diagram PDM
4) SF (Start to Finish), selesainya suatu kegiatan bergantung pada mulainya kegiatan pendahulunya, dengan waktu tunggu Lag.
17 Gambar 2.5 Hubungan keterkaitan diagram PDM
2.6 Mengatasi Keterlambatan Proyek (Duration-Cost Trade
Off)
Penyesuain durasi proyek (Duration-Cost Trade Off) dimaksudkan untuk mengatasi masalah-masalah seperti proses penjadwalan durasi proyek yang tidak sesuai dengan durasi kontrak, terjadi keterlambatan pada pelaksanaan kegiatan proyek, umtuk memperoleh bonus apabila penyelesaian proyek dipercepat atau mempercepat jadwal proyek karena menghindari cuaca buruk pada sisa akhir proyek. Konsekuensi dari penyesuaian durasi proyek lebih cepat, biasanya adalah penambahan biaya, yang berupa direct cost dan indirect cost. Duration-Cost Trade Off dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu project crashing dan least cost analysis.
2.6.1 Project Crashing
Project crashing dilakukan agar pekerjaan selesai dengan pertukaran silang waktu dan biaya dan dengan menambah jumlah shift kerja, jumlah jam kerja, jumlah ketersediaan bahan serta memakai peralatan yang lebih produktif dan metode instalasi yang lebih cepat sebagai komponen biaya direct cost.
Project crashing atau crash program dilakukan dengan cara perbaikan jadwal menggunakan network planning yang berada pada lintasan kritis dan mempunyai cost slope terkecil. Rumus untuk menentukan cost slope yaitu:
cost slope = 𝐶𝑟𝑎𝑠 ℎ 𝐶𝑜𝑠𝑡 − 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑠𝑡
𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑇𝑖𝑚𝑒 − 𝐶𝑟𝑎𝑠 ℎ 𝑇𝑖𝑚𝑒 =
∆𝐶𝑜𝑠𝑡
18
2.6.2 Metode Least Cost Analysis
Metode least cost analysis merupakan suatu analisis untuk mempermudah durasi proyek yang optimal, yaitu durasi dengan biaya total proyek yang minimal. Pada analisis ini, bila durasi proyek dipersingkat biasanya direct cost akan naik seiring berkurangnya durasi proyek dan indirect cost akan turun. Sering pula diperhitungkan adanya bonus sebagai penghargaan dari pemilik atas pelaksanaan proyek yang lebih cepat kepada pengelola proyek.
Untuk melakukan perbaikan jadwal dengan menggunakan metode ini, tambahan biaya sebagai pertukaran antara biaya dengan waktu yang dipercepat adalah biaya totalnya seperti diuraikan pada gambar 2.6 yaitu:
Gambar 2.6 Total Project Cost
Sumber: Husen (2011)
Dari gambar 2.6 terlihat bahwa biaya total proyek adalah direct cost + indirect cost – bonus, dimana nilai optimal yang diambil adalah nilai total proyek terkecil sehingga durasi proyek yang lebih singkat didapat sebagai hasil dari proses least cost analysis.
Proses least cost analysis dilakukan pada semua kegiatan yang mengalami kritis yang ditunjukkan pada diagram PDM.
19 Langkah-langkah perhitungan least cost analysis dibagi menjadi beberapa tahapan perhitungan antara lain:
3.6.1 Identifikasi Jalur Kritis Dan Float
Dari hasil penjadwalan dengan PDM pada Microsoft project 2007 didapatkan nilai float dan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam jalur kritis.
3.6.2 Perhitungan Produktivitas Dan Crash Duration
Perhitungan untuk menentukan produktivitas dilakukan dengan cara membagi volume suatu kegiatan dengan waktu kegiatan.
Produktivitas = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑒𝑔𝑖𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑑𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑔𝑖𝑎𝑡𝑎𝑛
(2.2)
Sedangkan perhitungan untuk crash duration dilakukan dengan cara membagi volume kegiatan dengan produktivitas harian ditambah produktivitas kerja lembur.
Crash duration = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑒𝑔𝑖𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑝𝑟𝑜𝑑 .ℎ𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 ℎ 𝑐𝑟𝑎𝑠 ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 (2.3)
3.6.3 Perhitungan Normal Cost
Normal cost yaitu biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan dengan kurun waktu normal. Biaya ini diketahui dari daftar analisis.
3.6.4 Perhitungan Crash Cost
Crash cost adalah besarnya biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan dengan kurun waktu dipercepat (crash duration). Biaya yang dimaksud dalam crash cost ini yaitu biaya normal ditambah dengan biaya lembur.
20 3.6.5 Perhitungan Cost Slope
Cost slope adalah pertambahan biaya langsung (direct cost) untuk mempercepat suatu aktivitas per satuan waktu. Rumus untuk menentukan cost slope yaitu:
cost slope = 𝐶𝑟𝑎𝑠 ℎ 𝐶𝑜𝑠𝑡 − 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑠𝑡
𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑇𝑖𝑚𝑒 − 𝐶𝑟𝑎𝑠 ℎ 𝑇𝑖𝑚𝑒 = ∆𝐶𝑜𝑠𝑡
∆𝑇𝑖𝑚𝑒 (2.1)
3.6.6 Analisis Dengan Metode Least Cost Analysis
Perhitungan metode ini dilakukan dengan melakukan kompresi (penekanan) durasi atau waktu dari kegiatan proyek. Nilai cost slope yang digunakan yaitu nilai cost slope yang terendah. Tahapan pengkompresian Least Cost Analysis yaitu:
a) Durasi normal : a
b) Cost slope : b
c) Crash duration : c
d) Total crash : d = a - c e) Komulatif total crash : e
f) Total durasi : f = a - d g) Tambahan biaya : g = d * d
h) Komulatif tambahan biaya : h = (g1 + g2), (h1 + g3), (h3 + g4) …
i) Biaya langsung : i = (b. langsung + g1), (b. langsung + g2)… j) Tambahan biaya lembur : j = b. lembur * c
Total gaji perjam = 80.000,008 = Rp 10.000,00
B. lembur 3 jam = (1,5 * Rp 10.000) + (3*2*Rp 10.000,00) = Rp 75.000,00
k) Komulatif tambahan biaya lembur : k = (j1 +j2), (k1 +j3), (k2 +j4)… l) B. overhead/b. tak terduga lainnya :
l = (168*b. overhead+b. tak terduga lainnya)-( b. overhead+b. tak terduga lainnya * d)
21 m) Biaya tak langsung : m = (k + l + profit + PPN) n) Total cost : n = (i + m)
2.6.3 Penambahan waktu Kerja/lembur
Penambahan waktu kerja/lembur merupakan salah satu faktor yang dapat dioptimunkan dalam rangka mempercepat pelaksanaan suatu konstruksi dalam menghindari terjadinya keterlambatan konstruksi. Dengan adanya pertambahan waktu kerja ini dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerjanya, sehingga diperlukan pengaturan waktu yang baik agar penggunaan jasa tenaga kerja tidak mempergaruhi produktivitas kerjanya.
Pelaksanaan proyek dalam mengatasi keterlambatan dengan metode pertambahan waktu kerja/lembur ini, harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
a. Bersedianya pekerja untuk lembur b. Keadaan alam/cuaca
c. Upah untuk pekerja
d. Produktivitas pekerja yang melakukan lembur
e. Terdapat sarana yang dapat menunjang terlaksananya kerja lembur seperti lampu dan lainya.
Adapun upah karena penambahan waktu kerja/lembur pada proyek penelitian tugas akhir ini akan berbeda dengan upah kerja dalam waktu normal. Menurut keputusan menteri tenaga kerja No KEP 608/MEN/1989 pasal 3 mengenai upah pekerja lembur diperhitungkan sebagai berikut: a. Untuk jam lembur pertama, upah lembur dibayar sebesar 1,5 (satu
setengah) kali upah sejam.
b. Untuk setiap jam kerja selanjutnya, upah lembur dibayar sebesar 2 (dua) kali upah sejam.
22 Ketentuan tentang waktu kerja lembur dan upah tenaga kerja lembur diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan:
a. Pasal 78 ayat (2), (4) menyatakan bahwa: pengusaha akan mempekerjakan pekerja/buruh (karyawan) melebihi ketentuan waktu kerja normal sesuai dengan pola waktu kerja yang ditentukan dan akan membayar upah kerja lembur sesuai peraturan perundangan.
b. Pasal 85 ayat (2) menyatakan bahwa: ada pula pekerjaan-pekerjaan tertentu yang harus dijalankan terus-menerus, termasuk pada hari libur resmi.
Ketentuan mengenai waktu dan upah lembur juga diatur dalam peraturan menteri No. 102/MEN/VI/2004, pada pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa: waktu kerja lembur dapat dilakukan paling banyak 3 jam per hari dan 14 jam dalam 1 minggu diluar istirahat mingguan atau hari libur resmi.
Waktu/jam kerja normal pada proyek mempunyai 8 jam kerja dan waktu setelahnya termasuk dalam jam lembur yang dibagi sebagai berikut: a. Jam 8.00-12.00 (pagi)
b. Jam 12.00-13.00 (istirahat) c. Jam 13.00-17.00 (sore) d. jam kerja lembur
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian Ide/gagasan Studi literatur Objek studi Pengumpulan data Data sekunder: - gambar kerja - RAB - time schedule
- Daftar item pekerjaan Change Order
-
Pengolahan data 1. Pengolahan RAB Change Order 2. Penyusunan Time Schedule (PDM)
Analisis data Least Cost Analysis
Hasil
1. Biaya minimum pelaksanaan proyek 2. Waktu optimum pelaksanaan proyek
24 3.2 Studi Literatur
Studi literatur diperlukan sebelum memasuki tahap selanjutnya dalam melakukan penelitian. Studi tersebut berdasasrkan buku, jurnal dan literatur lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
Dari studi tersebut diperoleh 52 faktor menurut enam pendapat para ahli. Faktor yang mempunyai inti penyebab masalah yang sama dirangkum pada tabel 3.1 sehingga menjadi 45 faktor penyebab change order yang mungkin terjadi pada proyek konstruksi.
Tabel 3.1 Rangkuman dari faktor-faktor penyebab change order
No
Penyebab Change Order Referensi
1 2 3 4 5 6
1 Kesalahan dalam perencanaan dan desain * * 2 Kesalahan dalam perhitungan estimasi
volume
* 3 Ketidaksesuaian antara gambar dan kondisi
lapangan *
4 Perubahan desain dalam skala kecil * * 5 Perencanaan gambar spesifikasi yang tidak
jelas * *
6 Kontrak yang tidak lengkap * *
7 Kontrak yang tidak jelas * *
8 Perbedaan kondisi bawah tanah * 9 Adanya rembesan air pada saat proses
penggalian *
10 Pertimbangan keselamatan kerja dilapangan * 11 Pertimbangan keamanan di lapangan kerja * 12 Peningkatan fasilitas keamanan kerja *
13 Penambahan scope pekerjaan * 14 Pengurangan scope pekerjaan * 15 Penghentian kontrak sementara *
16 Perubahan lokasi proyek *
17 Perubahan kondisi lapangan proyek yang
tidak terduga * *
18 Standar pelaksanaan yang lebih tinggi
daripada yang telah di spesifikasikan * 19 Perubahan spesifikasi material *
25 Tabel 3.1 Lanjutan
21 Kesalahan memulai kerja *
22 Kesalahan menyuplai tenaga kerja *
23 Kinerja kontraktor yang jelek * * 24 Kinerja subkontraktor yang jelek *
25 Jadwal kontraktor terlambat * * 26 Rendahnya keahlian pekerja *
27 Material yang tidak tersedia di pasar * 28 Kutipan dari spesifikasi yang tidak lengkap *
29 Perselisihan pemilik dan desain
representitatif karena kesalahan presepsi
* 30 Penafsiran yang berbeda dari pihak
perencana *
31 Hal-hal yang belum ditentukan oleh pihak
pemilik *
32 Penundaan pekerjaan karena permintaan
owner *
33 Penundaan pekerjaan karena keterlambatan
kontraktor *
34 Percepatan pekerjaan karena permintaan
owner *
35 Percepatan pekerjaan karena keterlambatan
kontraktor *
36 Penghentian pekerjaan atas permintaan
owner *
37 Penghentian pekerjaan karena performance
kontraktor yang jelek *
38 Kurang jelasnya pasal-pasal dalam kontrak *
39 Kurang informasi *
40 Terlambat dalam menyetujui gambar dan
desain kontrak dan klarifikasi * 41 Terlambat mengakses ke lapangan *
42 Perubahan dari pemerintah *
43 Interfensi dengan pihak ketiga * 44 Peningkatan penyelidikan kondisi bawah
tanah *
45 Perubahan dalam urutan konstruksi *
Sumber: studi pustaka (2016)
Keterangan:
1. Menurut Hsieh, Lu dan Wu 2. Menurut Barrie & Paulson (1992)
26 3. Menurut Schaufelberger & Holm
4. Menurut Levy, Sidney M. (2002) 5. Menurut Soeharto (1995)
6. Menurut Fisk, Edward
3.3 Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada proyek pembangunan parkmall circus waterpark. Proyek ini berlokasi di jl. Kediri, Kuta, Badung, Bali. Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis pengaruh change order terhadap biaya dan waktu pada kontrak Lump sum yang terjadi pada proyek tersebut.
3.3.1 Pengumpulan Data
Penggumpulan data yang digunakan dalam menganalisis pengaruh change order terhadap biaya dan waktu pada kontrak Lump sum yang terjadi pada proyek pembangunan parkmall circus waterpark yaitu data sekunder.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung oleh peneliti, yang biasanya berupa dokumen-dokumen atau laporan-laporan yang sudah ada. Data sekunder dalam penelitian ini berupa RAB, time schedule dan gambar proyek.
3.4 Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan suatu proses dalam memperoleh ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara atau rumus-rumus tertentu (Hasan, 2008). Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang nantinya akan digunakan dalam analisis data selanjutnya.
27 Proses pengolahan untuk data-data yang diperoleh dari proyek dibagi menjadi dua bagian yaitu:
3.4.1 Pengolahan RAB Change Order
Adanya change order pada proyek parkmall circus waterpark, Kuta, Bali menyebabkan perubahan pada biaya proyek yang ada. Pengolahan ini dimaksudkan untuk mendapatkan perbandingan antara biaya awal yang ada pada RAB dengan biaya yang terjadi akibat change order.
3.4.2 Penjadwalan
Penjadwalan yang akan dilakukan yaitu penjadwalan dengan precedence diagram method (PDM) yang akan dikerjakan dengan bantuan program Microsoft Project 2007.
3.5 Analisis Data
Hasil dari pengolahan pada tahap sebelumnya dianalisis dengan menggunakan metode least cost analysis. Metode least cost analysis merupakan suatu analisis untuk mempermudah durasi proyek yang optimal, yaitu durasi dengan biaya total proyek yang minimal.
Analisis perhitungan dengan metode least cost analysis ini dapat dibagi menjadi beberapa tahapan perhitungan antara lain:
3.5.1 Identifikasi Jalur Kritis Dan Float
Dari hasil penjadwalan dengan PDM pada Microsoft project 2007 didapatkan nilai float dan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam jalur kritis.
3.5.2 Perhitungan Produktivitas Dan Crash Duration
Perhitungan untuk menentukan produktivitas dilakukan dengan cara membagi volume suatu kegiatan dengan waktu kegiatan.
28 Rumus perhitungan produktivitas yaitu:
Produktivitas = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑒𝑔𝑖𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑑𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑔𝑖𝑎𝑡𝑎𝑛
(Pers. 2.2)
Sedangkan perhitungan untuk crash duration dilakukan dengan cara membagi volume kegiatan dengan produktivitas harian ditambah produktivitas kerja lembur.
Crash duration = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑒𝑔𝑖𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑝𝑟𝑜𝑑 .ℎ𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 ℎ 𝑐𝑟𝑎𝑠 ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 (Pers. 2.3)
3.5.3 Perhitungan Normal Cost
Normal cost yaitu biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan dengan kurun waktu normal. Biaya ini diketahui dari daftar analisis.
3.5.4 Perhitungan Crash Cost
Crash cost adalah besarnya biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan dengan kurun waktu dipercepat (crash duration). Biaya yang dimaksud dalam crash cost ini yaitu biaya normal ditambah dengan biaya lembur.
Crash cost = (8 jam x normal cost) + (3 jam x biaya lembur) (Pers. 2.4)
3.5.5 Perhitungan Cost Slope
Cost slope adalah pertambahan biaya langsung (direct cost) untuk mempercepat suatu aktivitas per satuan waktu. Rumus untuk menentukan cost slope yaitu:
cost slope = 𝐶𝑟𝑎𝑠 ℎ 𝐶𝑜𝑠𝑡 − 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑇𝑖𝑚𝑒 − 𝐶𝑟𝑎𝑠 ℎ 𝑇𝑖𝑚𝑒 =
∆𝐶𝑜𝑠𝑡
29
3.5.6 Analisis Dengan Metode Least Cost Analysis
Perhitungan metode ini dilakukan dengan melakukan kompresi (penekanan) durasi atau waktu dari kegiatan proyek. Nilai cost slope yang digunakan yaitu nilai cost slope yang terendah.
Tahapan pengkompresian Least Cost Analysis yaitu:
a) Durasi normal : a
b) Cost slope : b
c) Crash duration : c
d) Total crash : d = a - c e) Komulatif total crash : e
f) Total durasi : f = a - d g) Tambahan biaya : g = d * d
h) Komulatif tambahan biaya : h = (g1 + g2), (h1 + g3), (h3 + g4) …
i) Biaya langsung : i = (b. langsung + g1), (b. langsung + g2)… j) Tambahan biaya lembur : j = b. lembur * c
Total gaji perjam = 80.000,00
8 = Rp 10.000,00
B. lembur 3 jam = (1,5 * Rp 10.000) + (3*2*Rp 10.000,00) = Rp 75.000,00
k) Komulatif tambahan biaya lembur : k = (j1 +j2), (k1 +j3), (k2 +j4)… l) B. overhead/b. tak terduga lainnya :
l = (168*b. overhead+b. tak terduga lainnya)-( b. overhead+b. tak terduga lainnya * d)
m) Biaya tak langsung : m = (k + l + profit + PPN) n) Total cost : n = (i + m)
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Proyek
Pelaksanaan konstruksi seringkali mengalami berbagai tahap perbaikan yang dapat berupa menambah atau menggurangi konstruksi perencanaan awal yang telah disepakati. Perubahan lingkup pekerjaan (change order) ini dapat terjadi pada berbagai proyek konstruksi yang kecil maupun besar. Salah satunya yaitu proyek konstruksi Parkmall Circus Waterpark, Kuta, Bali. Berikut ini adalah gambaran proyek konstruksi Parkmall Circus Waterpark secara umum, yaitu:
1. Nama proyek : Parkmall Circus Waterpark 2. Lokasi proyek : Jl. Raya Kediri, Kuta, Bali 3. Pemilik proyek : PT. Praba Kumala Sajati 4. Kontraktor pelaksana : PT. Recta Construction
5. Nilai kontrak : Rp. 42.196.000.000,00 (empat puluh dua milyar seratus sembilan puluh enam juta rupiah)
6. Tanggal pelaksanaan : 07 April 2014 7. Tanggal penyelesaian : 03 Oktober 2014
4.2 Pengumpulan Data Konstruksi
Pengumpulan data yang digunakan dalam menganalisis pengaruh change order terhadap biaya dan waktu pada kontrak Lump sum yang terjadi pada proyek pembangunan Parkmall Circus Waterpark hanya menggunakan data sekunder.
31
4.2.1 Data Sekunder
Data sekunder yang didapat pada proyek Parkmall Circus Waterpark, Kuta, Bali berupa RAB (Rencana Anggaran Biaya), time schedule, gambar proyek dan item pekerjaan Change order.
(a) Rencana Anggaran Biaya
Data RAB (rencana anggaran biaya) lengkap proyek Parkmall Circus Waterpark dapat dilihat pada lampiran A.
Rekapitulasi RAB proyek Parkmall Circus Waterpark dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Rekapitulasi RAB proyek Parkmall Circus Waterpark, Kuta, Bali, yaitu: No No Kegiatan Uraian Sub Total (Rp) Total (Rp)
1 1 Pekerjaan persiapan, prasarana
dan penunjang
3,867,897,200.00
2 2 Pekerjaan struktur bawah 7,794,735,399.00
3 3 Pekerjaan struktur atas 25,546,567,458.00
3.1 Pekerjaan beton 6,618,755,846
3.2 Pekerjaan pembesian 9,721,673,318
3.3 Pekerjaan bekisting 7,364,553,286
3.4 Pekerjaan rangka atap baja 755,038,175
3.5 Pekerjaan waterproofing dan
lain-lain 1,086,546,833 Sub total I Pph 3% 37,209,200,057.00 1,150,800,002.00 Sub total II 38,360,000,059.00 PPN 10% 3,836,000,005.90 Total 42,196,000,064.90 Dibulatkan 42,196,000,000.00
Sumber: Data proyek Parkmall Circus Waterpark, Kuta, Bali
(b) Time Schedule
Pelaksanaan proyek Parkmall Circus Waterpark dimulai pada 7 april 2014 dan direncanakan selesai pada 3 oktober 2014. Time Schedule proyek Parkmall Circus Waterpark dilampirkan dalam lampiran B.
32 (c) Gambar Proyek
Gambar proyek Parkmall Circus Waterpark yang diperoleh berupa gambar site plan, gambar struktur dan detail gambar. Gambar-gambar tersebut dilampirkan dalam lampiran C.
(d) Item pekerjaan Change order
Item pekerjaan yang mengalami perubahan (change order) secara lengkap dilampirkan pada lampiran D.
4.3 Pengolahan Data
Pengolahan data-data yang diperoleh pada proyek Parkmall Circus Waterpark dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
4.3.1 Pengolahan RAB Change Order
Perubahan lingkup pekerjaan (change order) pada proyek Parkmall Circus Waterpark, Kuta, Bali menyebabkan terjadinya perubahan pada biaya proyek. Pekerjaan yang berubah pada proyek ini terdiri dari sebelas (11) item pekerjaan, dimana 2 item pekerjaan merupakan pekerjaan kurang dan 9 item pekerjaan merupakan pekerjaan tambah. Item-item pekerjaan tersebut beserta besarnya biaya perubahannya secara garis besar dapat dilihat pada tabel 4.2.
Pada tabel 4.2 total keseluruhan biaya akibat perubahan sebesar Rp 37,056,401,093.00 dari biaya rencana awal sebesar Rp 37,209,200,057.00, nilai tersebut belum termasuk biaya Pph 3% dan biaya PPN 10%. Jadi biaya change order pada pekerjaan struktur yang terjadi pada proyek Parkmall Circus Waterpark sebesar Rp 152,798,964.000 (4% < 10%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa perubahan pekerjaan (change order) yang terjadi pada proyek konstruksi Parkmall Circus Waterpark mengakibatkan perubahan pada biaya, namun perubahan tersebut tidak merubah nilai kontrak yang telah disepakati. Sehingga proyek ini dilaksanakan dengan biaya tetap yaitu sebesar Rp 42,196,000,000,00.
1 Tabel 4.2 Pekerjaan-pekerjaan yang mengalami perubahan (change order) pada proyek konstruksi Parkmall Circus
Water- park, Kuta, Bali
No Uraian pekerjaan Biaya awal Nama pekerjaan yang mengalami
CO
Besarnya Biaya tambah/kurang
1 Pekerjaan persiapan, prasarana dan penunjang
Rp 3,867,897,200
Land clearing dan pembongkaran canopy CWP
Rp 113,283,750 Fuel genset for power electricity Rp 94,131,871
Pembuatan gardu PLN Rp 17,828,170
Subtotal Rp 225,243,791.00
2 Pekerjaan struktur bawah
Rp 7,794,735,399 Penyesuaian struktur kolom As 0//As I-K (Pekerjaan beton)
Rp (57,158,624) Additional floor hardener area lower
ground dan area ground water tank (Pekerjaan waterproofing)
Rp 145,141,774
Pekerjaan kurang ramp main entrance Rp (46,289,305) Additional kolom protector area
parker lower ground
Rp 34,686,000 Pembuatan struktur pondasi tangki
solar genset
Rp 33,049,101 Pembuatan struktur entrance gate Rp 35,189,771
Subtotal Rp 110,932,717.00
3 Pekerjaan struktur atas Rp 25,546,567,458 Penyesuaian struktur kolom As 0//As I-K (Pekerjaan beton)
Rp (413,110,320) Additional re-design balok tidur area
koridor lantai 2 + 3
Rp 139,767,198 Pembuatan talang beton H2
As 0/E,F,G,H (Pekerjaan rangka atap baja)
Rp 66,758,781
Pembuatan struktur entrance gate Rp 97,033,287
Subtotal Rp (109,551,054)
Total Rp 37,209,200,057.00 Rp 37,056,401,093.00
Biaya change order Rp 152,798,964.00
Sumber: Pengolahan data (2017)
34
4.3.2 Penjadwalan Aktivitas Proyek
Proses penjadwalan pada proyek Parkmall Circus Waterpark yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan metode Kurva-S, dengan kurun waktu pelaksanaan pekerjaan selama enam (6) bulan. Namun, dalam pelaksanaannya proyek ini mengalami pertambahan waktu sehingga mengakibatkan terjadinya adendum waktu pelaksanaan proyek keseluruhannya. Penjadwalan proyek Parkmall Circus Waterpark dilampirkan pada lampiran B.
Dalam penulisan ini penjadwalan akan dilakukan dengan menggunakan metode Precedence Diagram Method (PDM) yang dijalankan dengan bantuan program Microsoft Project 2007. Metode ini mempertimbangkan hubungan ketergantungan antar kegiatan dan durasi setiap kegiatan tersebut. Hubungan ketergantungan kegiatannya dilampirkan pada lampiran E.
Contoh hubungan ketergantungan kegiatan pada PDM ini antara lain: 1) 2FF – 2 days (kegiatan No. 4): sebelum 2 hari kegiatan No. 2 selesai,
kegiatan No. 3 selesai.
2) 3SS (kegiatan No 5): kegiatan No 3 mulai bersamaan dengan dimulainya kegiatan No. 5.
3) 8FS + 9 days (kegiatan 9): kegiatan No. 8 selesai setelah 9 hari, kegiatan No. 9 mulai.
4) 14FF (kegiatan No. 30): kegiatan No. 14 selesai dan kegiatan No. 30 selesai dalam waktu yang bersamaan.
Setelah diketahui hubungan ketergantungan antar kegiatan dan durasi tiap kegiatan maka langkah selanjutnya yaitu menyusun diagram presendennya. Dalam penyusunan diagram preseden, pembuatan dan perhitungannya menggunakan bantuan program komputer yaitu Microsoft Project 2007. Hasil analisis dan penggambaran diagram preseden yang dihasilkan dapat dilihat pada lampiran F.
35
4.4 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan asumsi change order yang terjadi berdasarkan perubahan desain, dimana perubahan yang ada disesuaikan dengan kondisi yang terdapat dilapangan. Perubahan-perubahan yang ditinjau tersebut hanya pada pekerjaan struktur.
Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini yaitu metode least cost analysis dengan memilih pekerjaan kritis yang mempunyai cost slope terkecil dan dilakukan kompresi pada kegiatan-kegiatan tersebut.
4.4.1 Identifikasi Jalur Kritis
Metode least cost analysis dimulai dengan mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang berada pada jalur kritis. Kegiatan jalur kritis merupakan kegiatan yang waktunya tidak bisa ditunda karena penundaan kegiatan tersebut dapat mempengaruhi waktu pelaksanaan proyek. Pada PDM kegiatan kritis ini mempunyai nilai total float = 0. Pada tabel 4.3 berikut ini memperlihatkan kegiatan-kegiatan yang berada pada jalur kritis dari hasil analisis dengan PDM pada Microsoft project 2007 yaitu:
Tabel 4.3 Kegiatan-kegiatan yang berada pada jalur kritis hasil analisis dengan PDM pada Microsoft project 2007
No.
Pek Kegiatan Durasi (hari)
13 1.1.1 galian 189
15 1.1.3 pemadatan 14
16 1.1.4 lantai kerja 30
18 1.2.1 FW slab & beam 189
19 1.2.2 Rebar slab & beam 14
20 1.2.3 Concreting slab & beam 7
22 1.3.1 FW slab & beam 21
23 1.3.2 Rebar slab & beam 30
24 1.3.3 Concreting slab & beam 21
30 Form works for matt found BS 30
36 Tabel 4.3 Lanjutan
32 Concreting for matt foundation BS 9
46 2.1.1 Rebar column LG 9 47 2.1.2 FW column LG 5 48 2.1.3 Concreting column LG 10 53 2.2.1 Rebar column LG 10 54 2.2.2 FW column LG 10 55 2.2.3 Concreting column LG 5
56 2.2.4 FW slab & beam 5
57 2.2.5 Rebar slab & beam 5
58 2.2.6 Concreting slab & beam 5
Sumber: Pengolahan data Ms. Project 2007 (2016)
Kegiatan-kegiatan diatas merupakan kegiatan yang tidak bisa ditunda ataupun dimajukan pelaksanaannya. Jika ditunda maka akan menyebabkan pelaksanaan kegiatan proyek secara keseluruhan mengalami keterlambatan sedangkan jika kegiatan tersebut dimajukan maka pelaksanaan proyek akan lebih cepat selesai.
4.4.2 Perhitungan Produktivitas Dan Crash Duration
Pemilihan metode pada tugas akhir ini dalam mempercepat penyelesaian suatu konstruksi adalah dengan menambah waktu kerja/lembur. Metode lembur ini mempengaruhi produktivitas tenaga kerjanya, dimana terjadinya penurunan efisiensi kerja akibat kelelahan fisik dalam bekerja, keterbatasan pandangan pada waktu malam hari, serta keadaan cuaca yang lebih dingin.
Produktivitas tenaga kerja mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap total biaya proyek (Soeharto, 1997). Adapun perhitungan produktivitas akibat kerja lembur ini yaitu sebagai berikut:
Selisih indeks produktivitas perjam yaitu = 1,2 – 1,1 = 0,1
37 Jadi selisih indeks produktivitas perjam untuk kerja lembur adalah 0,1 atau mengalami penurunan produktivitas kerja sebesar 0,1 dalam setiap jam.
Prestasi kerja 0,1 x 3 jam = 0.3/jam
Presentase prestasi kerja 0.3 x 100% = 30%
Jadi koefisien penggurangan produktivitas akibat waktu kerja lembur ini = 100% - 30%
= 70% = 0.7
Perhitungan untuk produktivitas ini antara lain sebagai berikut: 1. Produktivitas harian
Produktivitas tenaga kerja harian (normal) adalah volume kegiatan dibagi dengan waktu kegiatan normal (durasi normal).
2. Produktivitas per jam
Produktivitas tenaga kerja per jam merupakan produktivitas harian tenaga kerja normal dibagi 8 jam (artinya 8 jam kerja normal dalam satu hari)
3. Produktivitas harian sesudah crash
Produktivitas harian sesudah crash = (8 jam x prod. tiap jam) + (3 jam x 0,7 prod. tiap jam)
Crash duration merupakan durasi kegiatan setelah diadakan crash program pada kegiatan tersebut.
Crash duration = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑒𝑔𝑖𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑝𝑟𝑜𝑑 .ℎ𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 ℎ 𝑐𝑟𝑎𝑠 ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚
(Pers. 2.3)
Perhitungan crash duration untuk kegiatan-kegiatan kritis dapat dilihat pada tabel 4.4
1 Tabel 4.4 Perhitungan crash duration untuk kegiatan-kegiatan kritis
No
Uraian Pekerjaan
Sat. Volume Durasi
normal Prod. Normal
prod. Kerja lembur (3jam) Total prod. Perhari Crash duration perhari perjam a b c d = b/c e = d/8 f = 3*e*0.7 g = d+f h = b/g 1 1.1.1 galian m³ 5312.32 21 252.968 31.621 66.404 319.372 17 2 1.1.3 pemadatan m³ 426.21 21 20.296 2.537 5.328 25.623 17 3 1.1.4 lantai kerja m³ 214.02 30 7.134 0.892 1.873 9.007 24
4 1.2.1 FW slab & beam m² 946.96 9 105.218 13.152 27.620 132.837 7
5 1.2.2 Rebar slab & beam kg 97883.30 9 10875.922 1359.490 2854.930 13730.852 7
6 1.2.3 Concreting slab & beam m³ 596.83 5 119.366 14.921 31.334 150.700 4
7 1.3.1 FW slab & beam m² 857.93 9 95.326 11.916 25.023 120.349 7
8 1.3.2 Rebar slab & beam kg 97883.30 9 10875.922 1359.490 2854.930 13730.852 7
9 1.3.3 Concreting slab & beam m³ 596.83 5 119.366 14.921 31.334 150.700 4
10 Form works for matt found BS m² 316.69 10 31.669 3.959 8.313 39.982 8
11 Rebar for matt found BS kg 252731.87 10 25273.187 3159.148 6634.212 31907.399 8
12 Concreting for matt foundation BS m³ 1214.18 10 121.418 15.177 31.872 153.290 8
13 2.1.1 Rebar column LG kg 49111.67 5 9822.334 1227.792 2578.363 12400.697 4 14 2.1.2 FW column LG m² 1554.06 5 310.812 38.852 81.588 392.400 4 15 2.1.3 Concreting column LG m³ 214.15 5 42.830 5.354 11.243 54.073 4 16 2.2.1 Rebar column LG kg 49111.67 5 9822.334 1227.792 2578.363 12400.697 4 17 2.2.2 FW column LG m² 1554.06 5 310.812 38.852 81.588 392.400 4 18 2.2.3 Concreting column LG m³ 214.15 5 42.830 5.354 11.243 54.073 4
19 2.2.4 FW slab & beam m² 11634.87 5 2326.974 290.872 610.831 2937.805 4
20 2.2.5 Rebar slab & beam kg 191610.61 5 38322.122 4790.265 10059.557 48381.679 4
21 2.2.6 Concreting slab & beam m³ 1714.88 3 571.627 71.453 150.052 721.679 2
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
39 Perhitungan tabel 4.4 menghasilkan percepatan waktu (crash duration) untuk kegiatan-kegiatan kritis. Sebagai contoh pada pekerjaan project managemen & administrasi yang direncanakan selesai pada 189 hari, dipercepat menjadi 154 hari kerja. Dalam mempercepat pelaksanaan kegiatan proyek (crash duration) berdampak pada produktivitas pekerja, sehingga pertambahan biaya (crash cost) pekerja akibat percepatan tersebut harus diperhitungan.
4.4.3 Perhitungan Crash Cost pekerja
Crash cost pekerja adalah besarnya biaya/upah pekerja yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan dengan kurun waktu dipercepat (crash duration). Analisis percepatan durasi yang digunakan adalah dengan metode lembur.
Cara perhitungan crash cost pekerja ini sama dengan perhitungan pada crash duration dengan menggunakan metode lembur. Adapun langkah-langkah perhitungan untuk mendapatkan nilai crash cost pekerja ini antara lain:
1. Harga satuan upah pekerja (didapat dari daftar analisis) 2. Produktivitas harian
3. Produktivitas tiap jam 4. Crash cost pekerja
a. Normal ongkos pekerja perhari
= prod. harian x harga satuan upah pekerja b. Normal ongkos pekerja perjam
= prod. tiap jam x harga satuan upah pekerja c. Biaya lembur pekerja
= 1,5 x upah sejam normal untuk jam kerja lembur pertama dan untuk jam lembur kedua dihitung sebesar 2 x upah sejam normal
40 d. Crash cost pekerja perhari
= (8 jam x normal cost pekerja) + (3 jam x
biaya lembur perjam) (Pers. 2.4)
Contoh perhitungan crash cost pekerja pada kegiatan No. 9 (No. keg. 13) seperti dibawah ini:
Pekerjaan galian
a. Harga satuan upah pekerja
1 m3 galian tanah pilecap, tie beam
upah pekerja = Rp 47,350.00 b. Produktivitas normal tiap jam = 31.621 m3/jam
c. Ongkos normal pekerja perjam = Rp 47,350.00 x 31.621 = Rp 1,497,252.10 d. Biaya lembur pekerja
= (1,5 x Rp1,497,252.10) + (3 x 2 x Rp 1,497,252.10) = Rp 11,229,390.71
e. Crash cost pekerja perhari
= (8 x normal cost perjam) + (biaya lembur selama 3 jam) = (8 x Rp 1,497,252.10) + Rp 8,234,886.52
= Rp 11,978,016.8 + Rp 8,234,886.52 = Rp 20,212,903.29
Perhitungan crash cost pekerja selanjutnya untuk kegiatan-kegiatan kritis dapat dilihat pada tabel 4.5