• Tidak ada hasil yang ditemukan

SMA NEGERI 1 BANJAR KH. Mustofa No. 1. Kodepos KOTA BANJAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SMA NEGERI 1 BANJAR KH. Mustofa No. 1. Kodepos KOTA BANJAR"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERONTAKAN

GERAKAN REVOLUSIONER REPUBLIK INDONESIA (PRRI)

PERJUANGAN SEMESTA (PERMESTA)

Disusun oleh :

Kelompok 3

1.

Devi Dwi Fitri Nurhakim

2.

Dewi Kania

3.

Fitriya Rachim

4.

Isti Anati Putri

5.

Moh. Suci Aji Wibawa

6.

Riki Gunawan

7.

Risca Clarisca

XII IPS 3

SMA NEGERI 1 BANJAR

KH. Mustofa No. 1. Kodepos 46311

(2)

P R R I - P E R M E S T A Page 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Selama ini kita mengenal PRRI (pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) sebagai suatu pemberontakan yang merongrong kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesian (NKRI). Selama ini kita diajarkan untuk menganggap apapun kekuatan yang mengganggu gugat kekuasaan negra dianggap sebagai suatu pemberontakan yang mutlak dianggap salah.Kita tidak pernah melihat ada apa dibalik pemberontakan tersebut dan apa yang menyebabkannya muncul. Selama ini kita hanya disuguhi suatu doktrin yang menganggap semua gerakan yang memprotes dan tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat dianggap sebagai suatu gerakan makar.

Ini juga terjadi pada gerakan PRRI. Selama ini kita tidak tahu atau tepatnya kurang peduli ada apa dibalik munculnya gerakan ini dan mengapa kita mengenalnya hanya sebagai pemberontakan yang membahayakan kedaulatan NKRI. Adakah suatu permainan dibalik ini, apakah PRRI benar-benar sebagai suatu gerakan pemberontakan ataukah PRRI merupakan suatu perjuangan bangsa untuk menegakkan demokrasi. Semua itu masih menjadi bahan perdebatan dari kalangan-kalangan yang memiliki suatu pandangan yang berbeda.

B. Tujuan Pembahasan Masalah

Selama ini kita hanya menganggap bahwa suatu gerakan pemberontakan adalah suatu gerakan yang harus dihancurkan demi keutuhan NKRI lain itu kita kurang peduli. Harusnya kita lebih bijak dalam melihat suatu pemberontakan, agar kita dapat mengambil hikmah dari pemberontakan tersebut. Untuk itu kita harus melihat suatu pemberontakan dari berbagai sudut pandang. Kita harus tahu apa latar

(3)

P R R I - P E R M E S T A Page 2

belakang pemberontakan ini sehingga kita dapat menentukan apakah ini benar-benar suatu pemberontakan ataukah hanya sebuah reaksi dari bangsa Indonesia dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah pusat sehingga kita tidak akan gegabah dalam menentukan sikap kita pada gerakan ini dan tidak salah bertindak. Maka jatuhnya korban tak bersalah dapat dihindari sehingga tidak muncul trauma dalam diri penerus bangsa Indonesia yang mungkin saja dapat memunculkan pemberontakan baru. Dengan demikian kita dapat menjaga persatuan seluruh banhsa Indonesia.

C. Perumusan Masalah

Dalam makalah ini kita akan membahas tentang PRRI yang selama ini kita anggap mutlak sebagai suatu pemberontakan. Kita akan membahas apakah benar PRRI adalah pemberontakan. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang:

1. Bagaimana PRRI muncul?

2. Bagaimana reaksi Pemerintah Pusat pada keberadaan PRRI?

3. Dapatkah PRRI dianggap sebagai suatu pemberontakan?

(4)

P R R I - P E R M E S T A Page 3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Munculnya PRRI

Munculnya PRRI atau Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia adalah suatu reaksi dari bangsa Indonesia atasa ketidak puasan pada pemerintah pusat. Pergolakan pertama kali terjadi di Sumatra pada akhirnya 1956. Pada awal 1957, muncul Dewan Banteng di Sumatra Tengah (Sumatra Barat dan Riau) dipimpin Letkol Ahmad Husein, Dewan Gajah di Sumatra Utara dipimpin Kolonel M Simbolon dan Dewan Garuda di Sumatra Tengah dipimpin oleh Letkol Barlian kesemuanya tergabung dalam PRRI.

Dewan-dewan ini lahir sebagai reaksi dari situasi bangsa dan negara ketika itu. Awal pemberontakan PRRI di Sumatra Tengah terjadi menjelang pembentukan Republik Indonesia Serkat (RIS) pada tahun 1949. Penciutan Divisi Banteng pada Oktober 1949 menjadi satu brigade terdiri atas batalyon-batalyon besar di Sumatra Tengah. Akibatnya sejumlah prajurit terpaksa pulang kampung termasuk Ahmad Husein. Selain itu, pembangunan di Sumatra Tengah terasa sangat lambat dan menghadapi masalah.

Keadaan ini juga menggugah hati sejumlah perwira bekas Divisi Banteng yang masih bertugas. Selain itu juga menggugah berbagai tokoh politik dan sasta yang pernah bergabung dengan Divisi Banteng. Keprihatinan ini melahirkan gagasan mencari penyelesaian dengan mengadakan pertemuan pada 21 September 1956 di kompleks perumahan Persari milik Jamaludin Malik di Jakarta. Kemudian disusul dengan reuni di Padang 11 Oktober 1956 dan menyusul pertemuan-pertemuan yang lain. Reuni divisi Banteng ini menghasilkan keputusan untuk menyelesaikan masalah-masalah negara terutama perbaikan progressive di tubuh angkatan darat diantaranya adalah dengan menetapkan peabat-pejabat daerah yang jujur dan kreatif, menuntut

(5)

P R R I - P E R M E S T A Page 4

agar diberi otonomi luas untuk daerah Sumatra tengah serta menuntut ditetapkannya eks Divisi Banteng Sumatra Tengah yang diciutkan menjadi kesatuan pelaksana Proklamasi sebagai satu korps dalam angkatan darat.

Pada tanggal 22 Desember 1956 Kolonel Simbolon pemimpin Dewan Gajah melalui RRI Medan mengumumkan pemutusan hubungan wilayah bukit barisan dengan pemerintah pusat. Ia mengubah nama kodam TT I menjadi Kodam TT I Bukit Barisan. Dia melihat pada permasalahan kesejahteraan danb perumahan prajurit yang sangat memprihatinkan. Karena keterbatasan dana dari pusat maka Kolonel Simbolon mencari jalan sendiri membangun asrama dan perumahan prajurit. Dia mencari dana sendiri namun sayang cara yang digunakan adalah cara illegal. Dia menjual secara illegal hasil perkebunan di wilayah Sumatra Utara. Ekspor hasil perkebunan dijual melalui Teluk Nibungh di Muara Sungai Asahan Tanjung Balai. Namun, pers ibukota memberitakan penyulundupan itu dan kasad memerintahkan pemeriksaan pada ksus ini. Kasad pun bermaksud menggantikan panglima TT I Bukit Barisan dengan kolonel Lubis. Melihat situasi yang gawat, simbolon mengadakan rapat perwira yang disebut “Ikrar 4 Desember 1956”. Pada 27 Desember 1956 subuh, simbolon menerima berita ada pasukan yang diperintahkan menangkapnya. Dengan perlindungan dari Batalyon 132 dibawah Kapten Sinta Pohan, dia bergerak ke Tapanuli bergabung dengan Resimen III Mayor J Samosir.

Di Sumatra Selatan Dewan Garuda menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan tokoh-tokoh militer di wilayah tersebut. Ini berlangsung menjelang Musyawarah Nasional September 1957 dan melahirkan Piagam Palembang sebagai dasar perjuangan bersama dari daerah-daerah bergolak. Namun sebenarnya dalam tubuh Dewan garuda terjadi keretakan. Dewan Garuda bersifat mendua. Ini disebabkan tokoh-tokoh militer masih berhubungan dengan kasad sehingga segala perkembangan Dewan garuda Dapat diketahui oleh pemerintah pusat di Jakarta. Tetapi dilain fihak Dewan Garuda juga memihak pada dewan

(6)

P R R I - P E R M E S T A Page 5

Banteng. Keretakan ini juga mengakibatkan pada saat konflik bersenjata antara PRRI dengan pemerintash pusat Dewan Garuda memihak pada pemerintah Pusat.

PRRI membentuk Dewan Perjuangan dan tidak mengakui kabinet Djuanda. Dewan Perjuangan PRRI membentuk Kabinet baru, Kabinet Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (Kabinet PRRI). Pembentukan kabinet ini berlangsung saat Persiden Soekarno sedang berada di Tokyo, Jepang. Pada tanggal 10 Februari 1958 sebuah Dewan Perjuangan melalui RRI Padang mengeluarkan pernyataan “Piagam Jakarta” yang berisi sejumlah tuntutan yang ditujukan pada Persiden Soekarno agar “bersedia kembali kepada kedudukan yang konstitusional menghapus segala akibat dan tindakan yang melanggar UUD 1945 serta membuktikan kesediaannya itu dengan kata dan perbuatan…”. Tuntutan tersebut diantaranya adalah:

1. Supaya kabinet Djuanda mengundurkan diri dan mengembalikan mandatnya pada Persiden.

2. Agar pejabat persiden Sartono membentuk kabinet baru Zaken kabinet nasional yang bebas dari pengaruh komunis dibawah Mohammad Hatta dan Hamengkubuwono IX.

3. Agar kabinet baru diberi mandat sepenuhnya untuk bekerja sampai pemilihan umum yang akan dating.

4. Agar Persiden Soekarno membetasi diri menurut konstitusi.

5. Apabila tuntutan diatas tidak dipenuhi dalam tempo 5×24 jam maka Dewan Perjuangan akan mengambil langkah kebijakan sendiri. Tuntutan-tuntutan ini ditolak oleh pemerintah pusat. Reaksi dari PRRI adalah dengan mengumumkan pendirian Pemerintahan Tandingan yaitu Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) lengkap dengan kabinetnya pada tanggal 15 Februari 1958. Susunan Kabinet PRRI adalah sebagai berikut:

1. Syarifuddin Prawiranegara sebagai Perdana Mentri dan Mentri Keuangan.

(7)

P R R I - P E R M E S T A Page 6

3. Burhanudin Harahap sebagai Mentri Pertahanan dan mentri kehakiman.

4. Dr. Sumitro Djojohadikusumo sebagai Mentri

Perhubungan/Pelayaran.

B. Reaksi Pemerintah Pusat

Tuntutan Dewan Perjuangan ini dikumandangkan saat Persiden Soekarno sedang tidak ada di tempat. Beliau sedang berada di Tokyo, Jepang. Maka Kabinet Djuanda segera mengambil keputusan. Tuntutan PRRI ini ditolak dan sehari setelah pengambilan keputusan, keputusan disiarkan melalui radio dan perintah-perintah selanjutnya dikeluarkan yakni semua tuntutan Dewan Perjuangan ditolak dan sejalan dengan itu diambil keputusan memutuskan hubungan darat dan udara dengan Sumatra. Kemudian diikuti dengan pembekuan komando militer di Sumatra (TT I Sumatra Utara dan TT II Sumatra Selatan) dan seterusnya.

Setelah Persiden Soekarno kembali dari luar negri pada 16 Februari 1958 Persiden Soekarno menyatakan “Kita harus menghadapi penyelewengan tanggal 5 Februari 1958 di Padang dengan segala kekuatan yang ada pada kita”. Diputuskan akan menggunakan kekerasan senjata untuk menghadapi Dewan Kabinet PRRI. Persiden Soekarno memerintahkan untuk menangkap tokoh-tokoh PRRI. Hubungan darat maupun udara dengan Sumatra Tengah dihentikan.

Tidak semua tokoh dalam pemerintah pusat setuju dengan keputusan ini. Salah seorang yang menentang keputusan ini adalah Mohammad Hatta. Sebagai Wakil Persiden dia muncul ke depan menentang keputusan ini. Dia mengirim utusan ke Padang untuk menemui Ahmad Husein dan meminta agar Dewan Banteng menghindari konflik bersenjata dengan pemerintah pusat namun entah mengapa utusan ini tidak pernah sampai ke Padang. Karena pengiriman utusan gagal maka Mohammad Hatta berusaha untuk mendekati Persiden Soekarno agar mengurungkan niatnya agar tidak meletus perang saudara. Namun usaha ini juga gagal. Pada tanggal 20 dan 21 Februari 1958 serangan ke Padang

(8)

P R R I - P E R M E S T A Page 7

dimulai. Serangan dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani dengan diangkat menjadi Komandan Komando Operasi 17 Agustus. PRRI mendapat dukungan rakyat Sumatra Tengah.

Serangan dilaksanakan. Pemerintah pusat menyerantg Padang. Padang dijatuhi bom-bom yang mengakibatkan kota ini hancur. Banyak rakyat padang yang mengungsi ke daerah Solok dengan membawa barang-barang seadanya yang dapat ibawa. Tokoh-tokoh PRRI ditangkap. PRRI mendapat dukungan Permesta. Akhirnya PRRI dapat ditumpas. Setelah PRRI berhasil ditumpas maka untuk mencegah munculnya pemberontakan serupa Suprapto diangkat menjadi Deputi Republik Indonesia Staf Angkatan Darat Untuk Wilayah Sumatra yang bermarkas di Medan. Peristiwa ini meninggalkan trauma bagi rakyat Sumatra.

Pada waktu munculnya PRRI, selain dari reorganisasi TNI, ada beberapa hal penting lainnya, al:

o Sikap Bung Karno (setelah konstituante gagal dalam melaksanakan

tugasnya), maka untuk membentuk “kabinet” bung Karno telah mengeluarkan Surat Perintah Presiden RI kepada Ir Soekarno untuk membentuk kabinet yang baru. Maka terbentuklah “kabinet Juanda” waktu itu. Hal ini dianggap tidak konstitusional. Tetapi pada 5 Juli 1959 semua diralat oleh Bung Karno melalui “Dekrit Presiden”, sehingga otomatis Kabinet Juanda bubar, dan NKRI kembali kepada corak presidentil.

o Otonomi Daerah seluas-luasnya yg diusulkan oleh Dewan Perjuangan,

pernah direvisi ketika ditolak oleh pusat. Otonomi itu kemudian dibatasi hanya pada “surplus” penghasilan daerah, agar dikembalikan minimal 70% utk daerah ybs. Tapi inipun tidak diacuhkan oleh pusat cq PM Juanda.

o Mengenai penciutan Divisi Banteng, dimulai dengan konsep

reorganisasi yg diajukan Nasution sbg KSAD utk menertibkan pemberian pangkat perwira kepada para pejuang kemerdekaan sebelumnya (para pemberani wakt itu dg mudah diberi pangkat perwira, walaupun buta huruf sekalipun). Dalam konsep itu

(9)

P R R I - P E R M E S T A Page 8

dinyatakan bahwa utk Divisi Banteng Angkatan Darat “hanya akan mengakui pangkat perwira dari tamatan Sekolah Opsir (kadet) yg pernah ada di Bkt Tinggi th 1947 dan 1948, yg telah disetarakan dengan Akademi Militer”. sedangkan penyatuan dengan TT-I Bukit Barisan adalah utk merampingkan jml tentara waktu itu.

o Ultimatum yg dikeluarkan bukanlah bersifat pengambil alihan

kekuasaan. Hal ini terbaca pada kalimat yang berbunyi:

1. Kami tetap mengakui keutuhan Negara Republik Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno tetapi minta Kabinet Djuanda mengembalikan mandat kepada Presiden, serta penangguhan reorganisasi TNI melalui pencopotan Nasution sebagai KSAD.

2. Apabila dalam 5 X 24 jam tuntutan ini tidak berjawab, maka kami terbebas dari mematuhi segala perintah dari Presiden Soekarno.

C. Antara Perjuangan dan Pemberontakan

Batas antara benar dan salah sangatlah tipis, tergantung dari sudut pandang mana kita melihat. Demikian juga batas antara perjuangan dan pemberontakan. Mungkin akan lebih mudah bila kita hanya melihat dari satu sudut pandang saja. Perkara seakan-akan terlihat jelas dan mutlak. Namun masalah akan muncul saat kita melihatnya dari berbagai sudut pandang. Bisa saja pendapat satu dengan pendapat yang lain dapat berbeda. Demikian juga dalam perjuangan dan pemberontakan. Jika kita melihat hanya dari satu sudut pandang saja akan mudah menentukan suatu gerakan sebagai pemberontakan maupun perjuangan. Namun jika kita melihatnya dari berbagai sudut pandang akan sangat sulit menentukan apakah itu suatu perjuangan atau pemberontakan.

Keadaan ini juga muncul dalam kajian tentang gerakan PRRI. Dari sudut pandang pemerintah pusat jelaslah itu suatu pemberontakan namun jika kita melihatnya dari sudut pandang PRRI kita akan melihatnya sebagai suatu perjuangan.

(10)

P R R I - P E R M E S T A Page 9

PRRI adalah hasil akumulasi kekecewaan daerah terhadap pemerintah pusat dan juga kekecewaan anggota resimen 6 Divisi IX Banteng yang dibonsaikan oleh pemerintah pusat. PRRI menganggap terjadi kesenjangan pembangunan antara Jawa dan Luar Jawa. Keadaan ini menimbulkan kekecewaan dalam diri perwira-perwira PRRI. Namun sebenarnya kesenjangan ini dapat difahami memngingat umur RI yang masih tergolong muda untuk suatu negara pada saat itu tidaklah mungkin untuk melakukan pembangunan secara merata pada seluruh wilayah Indonesia. Selain keterbatasan waktu, keterbatasan dana juga mempengaruhi kesenjangan ini.

Kurang bijak jika PRRI menggunakan alasan ini untuk melakukan gugatan pada pemerintah. Namunm kesalahan Pemerintah pusat adaklah mengapa pemerntah pusat menghapus komando dari divisi Banteng. Padahal selama ini di daerah Sumatra Barat divisi inil;ah yang terbesar dan sangat berjasa bagi perjuangan Indonesia. Seharusnya Pemerintah Pusat tetap mempertahankan komando dari Divisi Banteng ini walaupun jumlahnya diperkecil. Dengan demikian akan dapat mewngurangi konflik yang akan muncul.

Alasan lain dari munculnya PRRI ini adalah pelanggaran konstitusi oleh pemerintah pusat dan Persiden Soekarno. Alasan ini lebih relevan jika digunakan oleh PRRI untuk melegalkan gerakannya, mengingat Persiden Soekarno yang melakukan eksperimen politik untuk menemukan bentuk pemerintahan yang cocok dengan bangsa Indonesia. Namun Persiden Soekarno tidak sadar bahwa berganti-gantinya bentuk pemerintahan ini tidak sepenuhnya dapat diikuti oleh bangsa Indonesia sehingga terjadi berbagai pelanggaran pada UUD1945 sebagai dasar bangsa Indonesia Merdeka. Pelanggaran-pelanggaran inilah yang memunculkan ketidak puasaan daerah. Muncul keinginan daerah untuk meluruskan kembali pemerintah pusat sehuinggta muncul gerakan-gerakan. Keadaan menjadi semakin parah dengan merasuknya pengaruh komunis dalam pemerintah pusat yang terlihat dalam faham nasakom yang dicanangkan oleh Persiden Soekarno.

(11)

P R R I - P E R M E S T A Page 10

Keadaan inilah yang menjadikan gerakan PRRI muncul. PRRI sangat anti pada komunis. PRRI menyampaikan tuntutannya dalam Piagam perjuangan. Tuntutan-tuntutan tersebut bersifat memaksa maka pemerintah pusat menganggapnya sebagai ultimatum, namun PRRI tidak menganggap tuntutan tersebut sebagai ultimatum. Dari kalimat “Apabila tuntutan diatas tidak dipenuhi dalam tempo 5×24 jam, maka Dewan Perjuangan akan mengambil langkah kebijakan sendiri” terlihat bahwa tuntutan ini bersifat memaksa dan tepat jika dikatakan sebagai sebuah ultimatum, walaupun PRRI tidak mengakuinya. Daerah berani mengultimatum pemerintah pusat itu sudah merupakan pemberontakan pada kekuasaan pusat . Maka pemerintahpun bereaksi keras. Namun reaksi pemerintahpun kurang bijak. Harusnya pemerintah pusatpun harus instropeksi diri terlebih dahulu. Pemerintah pusat hanya melakukan sedikit usaha damai yang tidak ada artinya sama sekali sehingga pnumpasanpun dilaksanakan.

Disini dapat kita lihat fihak sentral yang bertikai adalah pemerintah pusat dan daerah. Ketidakpuasan daerah pada kebijakan pusat mengakibatkan kekecewaan yang mendalam dalam diri daerah. Ketika kekecewaan daerah memuncak. Daerah berani mengajukan tuntutannya pada pusat yang bersifat ultimatum. Jelaslah pemerintah pusat menganggapnya sebagai pemberontakan. Apalagi PRRI berani mendirikan pemerintah tandingan lengkap dengan susunan kabinetnya. Pembentukan pemerintah tandingan ini juga sebagai salah satu tanda suatu pemberontakan. Tidak ada dalam satu negara memiliki dua pemerintah pusat. Hanya ada satu pemerintah yang syah sedangkan sisanya ilegal. Ini merupakan suatu usaha kudeta. Jelaslah ini suatu pemberontakan pada pemerintah pusat.

Namun jika gerakan ini disebut sebagai pemberontakan tampaknya juga kurang tepat. Jika ini suatu pemberontakan maka mereka akan berusaha untuk membentuk pemerintahan baru dan menggulingkan Sang Penguasa. Namun disini PRRI tidak berusaha untuk menggulingkan Pesiden Soekarno. Tepatkah gerakan ini dianggap sebagai gerakan

(12)

P R R I - P E R M E S T A Page 11

pemberontakan. Apalagi gerakan ini tidak hanya berasal dari golongan politik dan militer saja tetapi juga berasal dari golongan-golongan lain misalnya golongan pendidikan. Gerakan ini hanya berusaha untuk memperbaiki keadaan Indonesia, meluruskan pemerintah pusat agar sejalan dengan cita-cita bangsa Indonesia merdeka.

Pada masa sebelumnya di Wilayah Sumatra tengah inilah Indonesia dapat mempertahankan kemerdekaannya dari tangan pemerintah Hindia Belanda yang berusaha merangkul kembali Indonesia menjadi Negara jajahannya. Di daerah inlah dibentuk Pemrintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) untuk mengisi kevakuman pemerintah Pusat di Yogyakarta sehingga Republik Indonesia tetap memiliki pemerintahan sendiri walaupun para pemimpinnya sedang ditahan sehingga Indonesia tetap merdeka. Dengan perannya selama ini Padang masih merasa memiliki hak untuk melakukan koreksi pada pemerintah pusat. Dengan demikian PRRI merasa memiliki hak untuk mengkoreksi Pemerintah Pusat yang kebijakannya dianggap salah oleh PRRI. PRRI merasa apa yang dilakukannya tidak bertentangan dengan hukum dan bukan merupakan suatu pemberontakan.

PRRI hanya menginginkan perbaikan dalam tubuh pemerintah dan tentara yang menurutnya tidak adil dan telah terkontaminasi oleh faham-faham komunis. Dilihat dari sini kita akan melihat bahwa PRRI merupakan suatu perjuangan untuk melaksanakan cita-cita bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang demokratis yang memiliki pemerintahan yang adil. Hanya saja Pemerintah Pusat beranggapan lain. Pemerintah Pusat menganggap Padang tidak lagi memiliki hak untuk mengkoreksi pemerintah pusat. Jika ingin mengkoreksi ada jalur tersendiri. Rakyat bisa menyalurkannya lewat wakil-wakilnya, namun pada masa itu jalur itu memang kurang dapat berjalan dengan baik. Akibatnya pemerintah pusat menganggap gerakan ini sebagai gerakan pemberontakan. Anggapan ini diperkuat dengan indikasi adanya bantuan Amerika Serikat pada PRRI (walau saat pergolakan terjadi bantuan

(13)

P R R I - P E R M E S T A Page 12

dihentikan). Tanpa berpikir panjang Pemerintah Pusat melakukan penumpasan.

Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa dari sudut pandang yang berbeda akan diperoleh jawaban yang berbeda pula. Dari sudut pandang pemerintah pusat PRRI jelaslah sebagai suatu pemberontakan. Jika dilihat dari sudut pandang PRRI maka PRRI merupakan sebuah perjuangan.

D. Situasi dan Kondisi Bangsa Indonesia Secara Umum pada Saat

Pemberontakan PRRI/PERMESTA

1. Kondisi Politik

Tatanan politik yang diatur oleh UUDS 1950 menuntut sikap formal-legalistik. Bangsa indonesia memasuki periode demokrasi liberal yang berdasarkan demokrasi parlementer. Para menteri bertanggungjawab kepada perdana menteri, bukan kepada presiden. Setelah dibentuknya kabinet Parlemen, kondisi politik Indonesia semakin kacau. Pergantian kabinet secara terus menerus yang terjadi hampir setiap tahun. Berbagai kebijakan silih berganti tiap periode menimbulkan keadaan yang tidak kondusif.

Pecahnya Dwi-tunggal Soekarto-Hatta memperburuk kondisi perpolitikan bangsa. Pada 1 Desember 1956 Hatta mengundurkan diri secara resmi dari jabatanya sebagai wakil presiden. Hubungan Soekarno-Hatta mulai retak sejak tahun 1955. Perbedaan pendapat dan latar belakang walaupun keduanya sebagai tokh muslim yang nasionalis, namun Soekarno cenderung ke Marxis serta bermain api dengan komunis, sedangkan Hatta cenderung ke Sosialis dan anti komunis.

Akhir tahun 1956, Bung Karno telah sering mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap sistem parlementer yang ada dan berencana memperbaharui sistem pemerintahan menjadi sistem pemerintahan ”Demokrasi Terpimpin”, demokrasi yang dianggap oleh Soekarno sebagai demokrasi yang lebih didasarkan atas mufakat

(14)

P R R I - P E R M E S T A Page 13

daripada demokrasi secara Barat yang memecah belah berdasar keputusan”50%+1”. Demokrasi terpimpin dijalankan dengan Dasar ”Kabinet Gotong Royong” yang merangkul semua partai politik yang ada, termasuk PKI. Soekarno juga ingin menyampaikan ”konsepsi”nya mengenai fraksi politik di Indonesia. Konsepsi presiden merupakan cerminan kekecewaan Bung Karno terhadap sistem parlementer. Mencakup dukungan publik Soekarno supaya PKI memainkan peranan yang lebih besar dalam dunia politik Indonesia.

2. Kondisi Perekonomian

Kegagalan ekonomi yang sedang dialami oleh pemerintah sejak awal kemerdekaan berada pada titik kekacauan. Kegagalan pembangunan ekonomi yang di alami bangsa ini sangat dirasakan oleh berbagai golongan. Kebijakan ekonomi Kabinet Hatta yang akomodatif terhadap modal asing dipertahankan oleh kabinet-kabinet berikutnya, antara lain kabinet Natsir, Sukiman, dan kabinet Wilopo. Tetapi sejak kabinet Ali I (1953-1954), haluan politik itu sama sekali ditinggalkan. Program ekonomi kabinet seringkali hanyalah sembohyan. Kabinet ini menganggap bahwa modal asing sangat merugikan bagi negara. Namun disisi lain, pembangunan administratif sangat diperhatikan. Penggalangan persatuan dilakukan dengan cara dropping pegawai dari pusat ke daerah. Partai PNI semakin nampak diperkuat.

Pada masa kabinet Ali II, membawa permasalahan yang semakin parah. Sentralisme melalui sistem dropping pegawai mendesak putra-putra daerah dalam mengatur urusan daerah sendiri, serta peranan mereka di pusat. Semua administrator pemerintah mayoritas berasal dari Jawa, sedangkan yang berasal dari putera daerah hanyalah pimpinan militernya saja. Sistem birokrasi sangat berkaitan dengan partai politik yang sedang berkuasa. Sedangkan keinginan untuk ber-otonomi semakin kuat di setiap daerah.

3. Permasalahan Militer di Indonesia

Di dalam tubuh suatu negara pastilah terdapat separangkat alat-alat negara. Setiap alat-alat mempunyai fungsi khusus dan saling terkait

(15)

P R R I - P E R M E S T A Page 14

antara satu dengan yang lain. Salah satu alat yang sangat vital peranannya dalam pemeliharaan keutuhan serta pertahanan negara adalah tentara atau militer. Militer merupakan lembaga yang mempunyai eksklusivitas tersendiri. Keprofesionalisme-annya perlu di hormati oleh sipil. Keberadaanya harus diperhatikan. Militer di suatu negara baru merdeka cenderung melangkah ke arah politik. Hal tersebut terkait dengan peranannya dalam perjuangan mereka pra-kemerdekaan suatu bangsa. Militer selalu menjadi oposan bagi pemerintahan sipil. Jika pemerintahan sipil dirasa tidak mampu memerintah dengan baik maka pemberontakan maupun perebutan kekuasaan oleh militer mustahil untuk tidak terjadi. Salah satu contohnya adalah gerakan PRRI/PERMESTA di Indonesia.

Tekanan pada tentara yang profesional memang penting, namun dalam kondisi politik yang tidak menentu menenggelamkan potensi laten yang terbukti ampuh pada masa perang kemerdekaan. Oleh sebab itu, berbagai problem sosial dan ekonomi yang muncul nyaris tidak dapat teratasi. Sebenarnya gerakan PRRI/Permesta hanyalah koreksi terhadap kebijakan pemerintah pusat serta keadaan yang morat-marit demi kepentingan bangsa secara umum.

4. Situasi di Daerah

Peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta yang terjadi juga tidak lepas dari berbagai factor yang menyebabkannya. Factor politis dan ekonomis sangat berperan sebagai penyebab dari pemberontakan ini.

Sejak 1950, daerah tetap menjadi produsen ekspor, namun hasilnya lebih dimanfaatkan oleh pusat. Kondisi inilah yang menyebabkan kecenderungan ”sentralistik” dalam pandangan permesta. Hubungan antara pusat dan daerah menjadi kurang harmonis. Hal tersebut dikarenakan perbedaan pendapat antara daerah dengan pusat. Daerah menganggap bahwa kebijakan pemerintah tidak sesuai dengan daerah. Sedangkan pemerintah pusat menganggap bahwa daerah kurang mampu dalam melaksanakan tugasnya.

(16)

P R R I - P E R M E S T A Page 15

Daerah luar Jawa merasa tidak puas dengan keadaan yang ada, karena mereka menganggap bahwa dana alokasi untuk daerah dirasakan sangat kurang dan tidak mencukupi untuk melaksanakan pembangunan. Pada akhirnya muncul upaya dari pihak militer yang mendapat dukungan dari beberapa tokoh sipil untuk melakukan koreksi terhadap kebijakan- kebijakan pemerintah.

Kegagalan pembangunan ekonomi yang di alami bangsa ini sangat dirasakan oleh berbagai golongan. Salah satunya adalah golongan prajurit yang merasakan kesulitan tersebut. Tindakan-tindakan pemerintah dalam masalah ekonomi seperti penyalahgunaan devisa, pemberian ijin istimewa kepada anggota partai penyokongnya serta birokrasi yang berbelit-belit menghambat para pedagang. Para pimpinan pasukan di berbagai wilayah juga dibuat kesal oleh alokasi keuangan yang tidak terlaksana semestinya bagi operasi-operasi militer serta kesejahteraan prajurit. Akhirnya tindakan ekspor/“barter” dilakukan tanpa disesuaikan dengan prosedur di Jakarta. Hal tersebut dilakukan di Sulawesi Utara dan Sumatera Utara, serta panglima pasukan dari wilayah lainnya. Keterlibatan TT I dalam peristiwa ”barter” yaitu keterlibatan mereka dalam memberikan perlindungan kepada pengusaha-pengusaha yang melakukan ekspor– ekspor yang dianggap merugikan negara menyebabkan KASAD Nasution memberhentikan Kolonel Simbolon untuk sementara. Selain itu, beberapa perwira tinggi militer Sumatera terlibat dalam peristiwa Cikini dan merencanakan pemberontakan diberhentikan dengan tidak hormat.

Di Sulawesi, situasi yang mendorong lahirnya Permesta yaitu masalah otonom intern di Indonesia Timur dan di pengaruhi oleh pembentukan dewan-dewan di Sumatera.

(17)

P R R I - P E R M E S T A Page 16

E. Dampak dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA bagi Bangsa

Indonesia

Terjadinya PRRI/Permesta membawa luka luar dalam bagi masyarakat di dalamnya. Di Minang, korban yang jatuh dari pihak PRRI kurang lebih berjumlah 22.174 jiwa, 4.360 luka-luka, 8.072 ditahan. Dari pihak APRI pusat jumlah yang meninggal adalah 10.150 jiwa, terdiri dari 2.499 tentara, 956 anggota OPR, 274 Polisi, dan 5.592 orang sipil. Pembangunan fisik yang selama ini dibangun menjadi hancur. Masyarakat Minang menjadi rendah diri, muno, lalu cigin ke rantau.

Perubahan kebijakan oleh Pemerintah Pusat terhadap daerah. Dekrit presiden 5 juli 1959 yang menetapkan kembalinya pemerintahan sesuai dengan UUD 1945. Dengan berhasil ditumpasnya PRRI/Permesta maka PKI justru berkembang sebagai kekuatan yang semakin kuat di tubuh TNI AD dan semakin berpengaruh terhadap Soekarno dalam kaitannya dengan perpolitikan Indonesia yaitu diakuinya Nasakom [nasionalisme, sosialisme, dan agama].

Dampak selanjutnya adalah menimbulkan kesadaran di kalangan pimpinan negara bahwa wilayah NKRI terdiri dari kepulauan yang luas dan beraneka ragam masalah di setiap daerah. Sembohya Binneka tunggal Ika harus dihayati makna dan hakekatnya. Hak otonomi yang luas memang perlu diberika kepada setiap daerah agar setia ebijakan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masing-masing daerah.

Peristiwa gerakan separatis tersebut menyebabkan jatuhnya kabinet Ali II pada tanggal 14 Maret 1957 yang ditandai dengan penyerahan mandat dari Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo kepada Presiden. Kabinet tersebut digantikan oleh kabinet Djuanda yang secara resmi di bentuk pada tanggal 9 April 1957.

F. Upaya Penumpasan dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA

1. Upaya Diplomatis

Melihat realita yang terjadi, Pemerintah Pusat melakukan berbagai cara untuk menyelesaikannya. Langkah pertama yang

(18)

P R R I - P E R M E S T A Page 17

dilakukan oleh Kasad Nasution terhadap timbulnya awal gejolak pada bulan Desember 1956 adalah dengan mengeluarkan surat perintah tanggal 2 januari 1957 untuk Kolonel Gatot Subroto, Kol. Ahmad Yani, Letkol. Sjoeib, Mayor Alwin Nurdin, Ayor Sahala Hutabarat, dan Mayor Ali Hasan untuk menemui kolo. Simbolon dan para komandan resimennya untuk mengusahakan agar tidak terjadi bentrok secara fisik. Namun usaha ini tidak berhasil karena cenderung kontroversif dengan keadaan. Mayjen Nasution telah melakukan pendekatan terselubung terhadap bawahan Simbolon sendiri, yaitu Letkol. Djamin Ginting dan Letkol Wahab Makmur untuk mengambil kedudukan panglima.

Usaha Pemerintah Pusat untuk memenuhi tuntutan daerah yaitu dengan mengirim sejumlah misi, seperti misi Kol. Dahlan Djambel, menteri pertanian Eny Karim, Dr.J Leimena/ Sanusi, Prof. Zairin Zein/ Nazir Pamuntjak, dan Kol. Mokoginta Cs. Misi-misi tersebut ditujukan untuk menyelesaikan masalah di Sumatera Tengah. Misi tersebut kemudian disusul dengan pembentukan Panitia Tujuh dan penyelenggaraan Munas serta Musyawarah pembangunan. Namun semua usaha diplomatis yang dilakukan Pemerintah Pusat tidak berhasil.

2. Tindakan dari RI terhadap PRRI dan Permesta secara Bersenjata

Penolakan terhadap ultimatum PRRI oleh Pusat diikuti dengan pemboman terhadap Padang dan daerah kantong pemberontakan lainnya. Kemudian pemberontakan terang-terangan terjadi di Sumatera dan diikuti oleh Permesta di Sulawesi. Setelah melihat situasi tersebut, pemerintah Pusat melakukan upaya lebih lanjut dengan operasi militer. Operasi tersebut antara lain :

a. Operasi yang dilaksanakan di Sumatera

1) Operasi tegas dilaksanakan pada 12 Maret 1958 di Sumatra Timur.

2) 16 April 1958, pengiriman pasukan dalam ”Operasi 17 Agustus” di bawah Kolonel Achmad Yani, yang dibantu oleh

(19)

P R R I - P E R M E S T A Page 18

seorang perwira Angkatan Darat AS, Benson. Tanggal 17 April, pasukan Yani telah menguasai Padang sepenuhnya.

3) Operasi Sapta Marga dibawah Brigadir Jenderal Jatikusuma dengan sasaran Sumatera Timur dan Sumatera Utara.

4) Operasi Sadar dibawah pimpinan Letkol. Ibnu Sutowo dengan daerah sasaran Sumatera Selatan.

b. Pemecatan terhadap para pemimpin pemberontakan dari

jajaran militer Indonesia, dan dilaksanakan Operasi Marga pada bulan April untuk menumpas Permesta.

1) Operasi Sapta Marga I dibawah pimpinan Letkol. Soemarsono dengan sasaran Sulawesi Tengah

2) Operasi Sapta Marga II dibawah pimpinan Letkol. Agus Pramono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan

3) Operasi Sapta Marga III dibawah pimpinan Letkol. Magenda dengan sasaran sebelah Utara Menado.

4) Operasi Sapta Marga IV dibawah pimpinan Letkol. Rukminto Hendraningrat dengan sasaran Sulawesi Utara

5) Operasi Sapta Marga V dibawah pimpinan Pieters dengan sasaran Jailolo.

6) Operasi Sapta Marga VI dibawah pimpinan Letkol. KKO. H.H W. Huhnhloz dengan sasaran Murotai

G. Akhir dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA

Pemberontakan di Sumatra dapat dengan mudah ditumpas oleh pemerintah. Mereka tidak melakukan perlawanan yang berarti. Pasukan banyak yang melarikan diri, bersebunyi dan menyerah. Para tentara kebanyakan dari para pelajar dan mahasiswa yang belum berpengalaman dalam perang. Tawaran Soekarno dan Nasution tentang pemberian amnesti, abolisi dan rehabilitasi diterima oleh mereka.

(20)

P R R I - P E R M E S T A Page 19

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Awal tahun 1957 muncul Dewan Banteng, Dewan Gajah dan Dewan Garuda semuanya bergabung dalam PRRI. Awal pemberontakan ini mulai muncul menjelang pembentukan RIS pada tahun 1949. Ini terjadi saat Divisi banteng diciutkan. Faktor lain yang mendorong munculnya pemberontakan ini adalah kesenjangan pusat dan daerah selain itu juga adanya pengaruh PKI dalam pemerintah pusat yang menimbulkan kekecewaan daerah yang bereaksi menjadi suatu pemberontakan. PRRI tidak mengakui Dewan Djuanda. PRRI membentuk Dewan Revolusioner yang mengajukan tuntutan pada pemerintah pusat yang kemudian ditolak. PRRI membentuk Pemerintahan tandingan lengkap dengan kabinetnya. PRRI memperoleh dukungan rakyat dan permesta. Pada gerakan ini pemerintah pusat bereaksi keras. Pemerintah pusat melakukan penumpasan. Akibatnya timbul trauma dalam masyarakat Sumatra teryutama Padang.

Sebenarnya gerakan ini merupakan reaksi dari kekecewaan daerah

pada pusat. Ini karena pemerintah pusat memfokuskan

pembangunannya di pulau Jawa. Selain itu juga terjadi pengurangan jumlah tentara dan PKI telah merasuk dalam pemerintah pusat. Keadaan ini diperparah dengan pelanggaran konstitusi oleh pejabat-pejabat di dalam pemerintah pusat tidak terkecuali Persiden Soekarno. Dengan perannya sebelumnya sebagai daerah dimana PDRI berada maka PRRI merasa memiliki hak untuk melakukan koreksi pada pemerintah pusat walaupun sebenarnya pemerintah pusat tidak lagi beranggapasn seperti itu. Walaupun alasan dari gerakan ini benar namun jalan yang digunakan PRRI kurang tepat. PRRI menuntut pada pemerintah dengan nada paksaan sehingga tuntutannya lebih bersifat ultimatum. Ini menimbulkan kesan PRRI adalah sebuah pemberontakan. Namun begitu

(21)

P R R I - P E R M E S T A Page 20

PRRI kurang tepat jika dikatakan sebagai pemberontakan karena PRRI tidak bertujuan untuk menggulingkan pemerintah pusat namun hanya ingin melakukan perbaikan pada diri pemerintah pusat.

B. Saran

Dalam menyikapi gerakan ini kita harus lebih bijaksana. Usahakan jalan damai untuk menyelesaikannya. Pemerintah harus instrospeksi diri, apa yang salah dalam pemerintahannya lalu memperbaikinya. Namun PRRI juga harus memahami keadaan Negara jadi PRRI jangan terlalu menuntut pada pemerintah jika keadaan kurang memungkinkan.

(22)

P R R I - P E R M E S T A Page 21

DAFTAR PUSTAKA

G. Moedjanto, M.A, Drs. 1988. Indonesia Abad Ke 20 Dari Perang Kemerdekaan Pertama Kemerdekaan Pertama Sampai PELITA III. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Syamdani. 2001. Kontroversi Sejarah di Indonesia. Jakarta: P.T. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

mengembangkan bahan ajar untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa di SMPN 1 Sumbergempol,(2) Untuk mengetahui kreatifitas guru pendidikan agama Islam dalam

Dari hasil penelitian pada kualitas air sebelum pengolahan, terdapat beberapa parameter tidak memenuhi syarat dan setelah dilakukan pengolahan dengan kombinasi penyaringan

Pada saat penghentian pengakuan atas aset keuangan secara keseluruhan, maka selisih antara nilai tercatat dan jumlah dari (i) pembayaran yang diterima, termasuk

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang memiliki prinsip non-diskriminasi sehingga undang-undang tersebut tidak membedakan antara anak

2) Memperluas sumber daya yang ada, sebab konflik bisa terjadi karena kelangkaan sumber daya, dan banyak pihak yang membutuhkannya. Umum dilakukan oleh banyak orang, karena

 Menjawab pertanyaan tentang materi  Konfigurasi elektron dan bilangan kuantum yang terdapat pada buku pegangan peserta didik atau lembar kerja yang telah disediakan.

Rencana strategis biasanya mencakup periode lima tahun ke depan. Lima tahun adalah periode yang cukup panjang untuk megestimasikan konsekuensi dari keputusan program yang dibuat

Dengan berhasilnya alat yang telah dibuat maka dapat diperoleh kelinearisasian antara kenaikan suhu dan lebar pulsa, sehinggga setiap kenaikan suhu akan dikendalikan