• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan paling efektif di dunia (Rowland & Rowland, 1984 dalam Aditama, 2003).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan paling efektif di dunia (Rowland & Rowland, 1984 dalam Aditama, 2003)."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

2.1.1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah salah satu sistem kesehatan yang paling kompleks dan paling efektif di dunia (Rowland & Rowland, 1984 dalam Aditama, 2003). Rumah sakit merupakan suatu alat organisasi yang terdiri dari tenaga medis profesional yang terorganisir (American Hospital Association, 1974 dalam Aditama, 2003) serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien (Azwar, 1996).

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Harus disadari bahwa tujuan utama kegiatan di rumah sakit adalah melayani pasien dan juga keluarganya dalam berbagai bentuk pelayanan. Davidson & Ress (1993 dalam Aditama, 2003) manyatakan bahwa masyarakat berhak mendapatkan pelayanan yang bermutu. Hal ini tentu memacu para penyelenggara pelayanan kesehatan untuk secara serius terus berupaya meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan (Aditama, 2003).

(2)

2.1.2. Pelayanan Rawat Jalan

Rawat jalan merupakan salah satu unit kerja di rumah sakit yang melayani pasien yang berobat jalan dan biasanya tidak lebih dari 24 jam pelayanan (Iswanti, 2005). Pelayanan di rawat jalan adalah tenaga yang langsung berhubungan dengan pasien, tenaga pelayanan di rawat jalan terdiri dari: tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan kepada pasien, tenaga keperawatan (paramedis) sebagai mitra dokter dalam memberikan pelayanan pemeriksaan/pengobatan dan tenaga dokter (medis) sesuai dengan spesialisasinya pada masing-masing poliklinik yang ada (Iswanti, 2005). SK Menteri Kesehetan RI No. 938/Menkes/SK/XI/1992 mengemukakan bahwa rumah sakit umum harus menjalankan beberapa fungsi, satu diantaranya adalah fungsi menyelenggarakan pelayanan penunjang medik (Aditama, 2003). Maka demi tercapainya fungsi rumah sakit, rumah sakit harus memiliki pelayanan penunjang medik demi tercapainya pelayanan yang bermutu.

Pelayanan rawat jalan memiliki beberapa tujuan di antaranya adalah memberikan konsultasi kepada pasien yang memerlukan pendapat dari seorang dokter spesialis baik dengan tindakan pengobatan atau tidak. Pelayanan rawat jalan merupakan tindakan yang disediakan untuk menindak lanjuti pasien rawat inap yang sudah diijinkan pulang tetapi masih harus di kontrol kondisi kesehatannya (Asmita, 2008).

Rawat jalan hendaknya memiliki lingkungan yang nyaman dan menyenangkan bagi pasien. Hal ini penting untuk diperhatikan karena dari rawat jalanlah pasien mendapat kesan pertama mengenai rumah sakit tersebut.

(3)

Lingkungan rawat jalan yang baik hendaknya cukup luas dan memiliki sirkulasi udara yang lancar, tempat duduk yang nyaman, perabotan yang menarik dan tidak terdapat suara-suara yang mengganggu. Di harapkan petugas yang berada di rawat jalan menunjukkan sikap yang sopan dan suka menolong (Iswanti, 2005).

2.1.2.1.Tenaga Administrasi (Non Medik)

Tenaga administrasi/sistem pendaftaran masuk adalah sistem yang digunakan untuk memasukkan informasi dengan cara yang teratur. Tenaga administrasi bertanggung jawab untuk ketepatan waktu, ketertiban dan pencatatan yang cermat dari pasien. Berkenan dengan itu, departemen ini membantu terjaminnya kualitas catatan pasien. Fungsi tenaga administrasi adalah membuat catatan pasien dan sistem identifikasi yang digunakan untuk menyimpan catatan yang akan datang dan menjamin keutuhan institusi yang berhubungan dengan riwayat pasien (Wolper, 2001).

2.1.2.2. Tenaga Perawat (Paramedis)

Lokakarya Nasional Kelompok Kerja Keperawatan Konsorsium Ilmu Kesehatan (1983 dalam Aditama, 2003) merumuskan bahwa keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan biopsikososiospiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik yang sakit maupun yang sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa bantuan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan

(4)

serta kurangnya kemauan menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri (Aditama, 2003).

Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Apa yang ditangkap dari kebutuhan dan harapan pelanggan harus di wujudkan dalam perilaku pelayanan. Citra pelayanan akan tumbuh dari penampilan fisik seseorang yang memberikan pelayanan dan sarana kerja tempat pelayanan. Misalnya, pada penampilan fisik perawat yang meliputi tata rambut, pakaian seragam dan atribut yang dipakai, riasan wajah, postur tubuh, kebersihan diri, kerapian, cara senyum, cara berjalan, cara bertutur kata, maupun penggunaan dan kepekaan terhadap bahasa tubuh yang akan memberikan citra yang prima (Koentjoro, 2007).

Penampilan fisik tidaklah cukup, tetapi harus ditindaklanjuti dengan memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. Hal itu harus didasari dengan kerelaan untuk melayani, kepedulian, kecepatan memberikan respon terhadap kebutuhan, kesediaan untuk membantu, kesabaran dan percaya diri (Koentjoro, 2007).

Penampilan fisik dan cara pemberian pelayanan didukung oleh kompetensi yang dimiliki oleh pelaku pelayanan, yang meliputi pemahaman terhadap tugas dan peran, pemahaman dan keterampilan dalam menjalankan asuhan atau tindakan klinis, serta kedisiplinan. Kedisiplinan sendiri meliputi ketepatan dan penghargaan terhadap rekan kerja dan kemampuan untuk bekerja harmonis dengan rekan kerja (Yun, Yong dan Loh, 1996 dalam Koentjoro, 2007).

(5)

2.1.2.3. Tenaga Dokter (Medis)

Rachael Massie (1987 dalam Aditama, 2003) menyebutkan bahwa pelayanan di rumah sakit amat dipengaruhi oleh para profesional yang ada di dalamnya, termasuk para dokter. Suatu penelitian di Amerika Serikat yang dikutip dari tulisan John Ross menyebutkan tujuh keluhan pasien terhadap dokternya di rumah sakit. Keluhan itu meliputi tidak diberi cukup waktu oleh dokter, biaya terlalu tinggi, keangkuhan dokter, tidak diberi informasi lengkap tentang penyakitnya, tidak diberi informasi lengkap mengenai biaya, waktu menunggu terlalu lama serta tidak adanya kerjasama antara dokter pribadi dan spesialis yang di konsul (Aditama, 2003).

Hasil penelitian Coser (1956 dalam Asmita, 2008), menyatakan bahwa pasien mengharapkan seorang dokter yang baik dalam merawat, dapat memberikan kasih sayang, rasa aman, penuh pengertian dan perhatian, berusaha sekuat tenaga dalam mengobati dan merawat serta tahu banyak dan ahli dalam bidangnya.

2.1.2.4. Penunjang Medik

Salah satu penunjang medik yang penting yaitu pelayanan farmasi dan laboraturium. Pelayanan farmasi di rumah sakit merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan rumah sakit secara keseluruhannya. Sementara itu faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam pelayanan pada pasien meliputi: pelayanan yang cepat, ramah disertai jaminan tersedianya obat dengan kualitas baik, harga yang kompetitif, adanya kerjasama dengan unsur lain di rumah sakit seperti dokter dan perawat (Aditama, 2003).

(6)

Pelayanan penunjang medik harus dapat memuaskan pasien dan juga memuaskan dokter yang meminta tindakan itu dilakukan pada pasiennya. Untuk itu diperlukan adanya kualitas teknik pemeriksaan dan pengobatan yang baik, secara terus menerus dalam berbagai keadaan dan sedapat mungkin mencapai hasil seperti yang diharapkan. Untuk itu diperlukan tenaga yang terampil, sarana dan prasarana yang baik serta sistem monitoring berkala yang memadai (Aditama, 2003).

2.2. Mutu Pelayanan

2.2.1. Pengertian Mutu Pelayanan

Mutu merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan dan harapan konsumen, baik internal maupun eksternal dengan melakukan hal yang benar sejak pertama kali dan melakukannya lebih baik lagi pada saat yang berikutnya (Al-assaf, 2009). Pemenuhan kebutuhan dan harapan konsumen ditentukan oleh profesi layanan kesehatan, bukan oleh pasien itu sendiri. Pelayanan yang diterima oleh pasien sebagai konsumen akan ditentukan oleh mutu pelayanan yang diberikan oleh berbagai profesi layanan kesehatan yang terdapat di dalam organisasi layanan kesehatan tersebut (Pohan, 2006).

Mutu merupakan kewajiban kita sebagai profesional layanan kesehatan yang menentukan bahwa seseorang harus memberikan layanan terbaik dan paling tepat yang dapat dijangkau oleh pasien dan karena itulah kita harus menyediakan perawatan dan layanan yang bermutu (Al-assaf, 2009). Namun, harus diingat bahwa pelayanan yang bermutu yang diberikan kepada pasien merupakan hasil

(7)

kerjasama semua petugas kesehatan terkait yang terdapat di dalam organisasi layanan kesehatan. Layanan yang bermutu tidak mungkin merupakan hasil kerja seorang petugas kesehatan saja (Pohan, 2006).

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu tidaklah semudah yang diperkirakan, namun masih dapat diupayakan dan karenanya wajib sifatnya untuk dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan setiap kegiatan profesi, termasuk pelayanan kesehatan. Dengan pendapat ini, maka ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu yang mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien yaitu: Kenyamanan pelayan (amenities), kenyamanan yang dimaksudkan disini tidak hanya yang menyangkut fasilitas yang disediakan tetapi yang terpenting adalah yang menyangkut sikap serta tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pengetahuan dan kompetensi teknis (scientific knowledge and technicall skill), makin tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi teknis tersebut maka makin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan dan Keamanan tindakan (safety), aspek kemanan tindakan ini haruslah diperhatikan. Pelayanan kesehatan yang membahayakan pasien, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik dan karena itu tidak boleh dilakukan (Azwar, 1996).

Azwar (1996) berpendapat bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan termasuk pada pemuasan kebutuhan pasien akan informasi yang jelas tentang segala tindakan yang diberikan terhadap pasien. Sikap petugas juga harus dapat memuaskan pasien seperti bersikap ramah dan senantiasa tersenyum dalam

(8)

memberikan pelayanan adalah langkah awal yang baik untuk menjalin kerjasama antara tenaga kesehatan dan pasien.

Menentukan suatu pelayanan bermutu atau tidak, setiap perusahaan memerlukan service excellence. Yang dimaksud dengan service excellence atau pelayanan yang unggul, yakni suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan (Elhaitammy, 1990 dalam Tjiptono, 2004). Secara garis besar ada empat unsur pokok dalam konsep ini yaitu: kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyaman (Tjiptono, 2004).

Keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan pelayanan yang terintegrasi, maksudnya pelayanan atau jasa menjadi tidak excellence bila ada komponen yang kurang. Untuk mencapai tingkat excellence, setiap karyawan harus memiliki keterampilan tertentu, diantaranya berpenampilan rapi dan baik, bersikap ramah, memperlihatkan gairah kerja dan sikap selalu siap untuk melayani, tenang dalam bekerja, tidak tinggi hati karena merasa dibutuhkan, menguasai pekerjaannya baik tugas yang berkaitan pada bagian atau departemennya maupun bagian lainnya, mampu berkomunikasi dengan baik, bisa memahami bahasa isyarat pelanggan dan memiliki kemampuan menangani keluhan pelanggan secara profesional. Dengan demikian upaya mencapai

excellence pelanggan bukanlah pekerjaan yang mudah. Akan tetapi bila hal tersebut dapat dilakukan, maka perusahaan yang bersangkutan akan dapat meraih manfaat besar, terutama berupa kepuasan dan loyalitas pelanggan yang besar (Tjiptono, 2004).

(9)

2.2.2. Dimensi Mutu Pelayanan

Mutu pelayanan yang saat ini masih paling populer adalah konsep yang dikembangkan oleh Parasuraman, Berry dan Zeithalm (1988) yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance dan empathy (Supranto, 2011). Zeithalm (1988 dalam Umar, 2000) mengemukakan lima dimensi dalam menentukan mutu pelayanan, yaitu:

1. Reliability yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan. Menurut Lukman, et al (2006) adapun atribut-atribut pertanyaan dalam dimensi reliability yaitu perawat memberikan pelayanan yang tepat waktu, perawat memberikan informasi yang dibutuhkan pesien dengan cepat, memberikan penyuluhan dengan jelas dan mudah dimengerti dan perawat menyiapkan alat yang dibutuhkan dengan rapi dan baik.

2. Responsiveness yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan pelanggan/pasien. Menurut Lukman, et al (2006) adapun atribut-atribut pertanyaan dalam dimensi responsiveness yaitu perawat dengan cepat memberikan pelayanan yang dibutuhkan pasien, cepat menanggapi keluhan pasien, cepat memberikan penyuluhan yang dibutuhkan pasien dan perawat meminta izin kepada pasien sebelum melakukan tindakan.

(10)

3. Assurance, meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan produk secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberi pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Menurut Lukman, et al (2006) adapun atribut-atribut pertanyaan dalam dimensi assurance yaitu perawat menjelaskan setiap tindakan yang dilakukan, perawat memberikan penjelasan dengan sopan dan ramah, perawat memberikan penyuluhan sesuai keluhan yang dirasakan oleh pasien dan perawat dalam memberikan pelayanan meimbulkan rasa aman dan nyaman. 4. Empathy yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada

pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha perusahaan untuk memahami kebutuhan dan keinginan pelanggannya. Menurut Lukman, et al (2006) adapun atribut-atribut pertanyaan dalam dimensi empathy yaitu perawat selalu mendengarkan keluhan pasien, perawat selalu menjalin komunikasi yang baik dan memperhatikan keluhan pasien, perawat bersikap sabar dalam memberikan penyuluhan dan perawat bersikap sabar dalam memberikan pelayanan.

5. Tangible, meliputi penampilan fasilitas fisik seperi tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan. Menurut Lukman, et al (2006) adapun atribut-atribut pertanyaan dalam dimensi tangible yaitu perawat bersikap

(11)

ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan, informasi yang diberikan perawat mudah dimengerti, perawat berpenampilan rapi dan menarik dalam memberikan penyuluhan dan perawat terampil dalam memberikan pelayanan.

2.2.3. Mutu Pelayanan Keperawatan

Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pada pengendalian mutu dijelaskan bahwa pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang bermutu. Pelayanan keperawatan adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni melayani, merawat dan membantu individu, keluarga dan kelompok untuk mencapai potensi optimalnya di bidang fisik, mental dan sosial. Dalam ruang lingkup kehidupan dan pekerjaannya perawat harus mampu untuk melakukan upaya promosi dan pemeliharaan kesehatan serta mencegah terjadinya penyakit (Aditama, 2003).

Griffith (1987, dalam Aditama 2003) menyatakan bahwa pelayanan keperawatan mempunyai lima tugas, yaitu: (1) melakukan kegiatan promosi kesehatan, (2) melakukan upaya pencegahan penyakit dan kecacatan, (3) menciptakan kenyamanan dan kemanan lingkungan, fisik, kognitif dan emosional sedemikian rupa yang dapat membantu penyembuhan penyakit, (4) meminimalisasi akibat buruk dari penyakit dan (5) mengupayakan kegiatan rehabilitasi.

Pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat dibagi menjadi keperawatan klinik dan manajemen keperawatan. Kegiatan pelayanan keperawatan klinik berbeda dengan manajemen keperawatan. Adapun kegiatan pelayanan

(12)

keperawatan klinik yaitu: pelayanan keperawatan personal (personal nursing care) yang antara lain berupa pelayanan keperawatan umum atau spesifik untuk sistem tubuh tertentu, pemberian motivasi dan dukungan emosi pada pasien. Komunikasi yang baik dengan keluarga atau pasien akan membantu proses penyembuhan pasien dan berpartisipasi aktif dalam proses penyembuhan. Memberikan lingkungan yang nyaman dan aman, serta melakukan penyuluhan kesehatan dan upaya pencegahan penyakit (Aditama, 2003).

Mills (1991, dalam Utama, 2003) berpendapat bahwa tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan keperawatan telah menjadi masalah mendasar yang dihadapi sebagian besar rumah sakit di berbagai negara. Tuntutan ini menjadi dasar pengembangan organisasi kesehatan dan sistem pelayanan keperawatan diberbagai negara melalui pelaksanaan desentralisasi.

2.3. Kepuasan Pasien

2.3.1. Pengertian Kepuasan

Kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin, yaitu statis yang berarti

enough atau cukup dan facere yang berarti to do atau melakukan. Jadi, produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah produk dan jasa yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen sampai pada tingkat cukup (Irawan, 2009). Namun, ditinjau dari perspektif perilaku konsumen, istilah kepuasan pelanggan lantas menjadi sesuatu yang kompleks. Bahkan hingga saat ini belum dicapai kesepakatan mengenai konsep kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2005).

(13)

Salah satu defenisinya seperti dikemukakan oleh Richard Oliver (1997 dalam Koentjoro, 2007), kepuasan merupakan respon pelanggan terhadap dipenuhinya kebutuhan dan harapan. Hal tersebut merupakan penilaian pelanggan terhadap produk dan pelayanan yang merupakan cerminan tingkat kenikmatan yang didapatkan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dan harapan, termasuk di dalamnya tingkat pemenuhan yang kurang atau tingkat pemenuhan yang melebihi kebutuhan dan harapan. Pohan (2006) menjelaskan kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya.

Skema 2.1 Konsep kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2004)

Setiap pelanggan memiliki standar pembanding untuk menilai kinerja pelayanan yang diterimanya. Hasil penilaian tersebut menunjukkan persepsi apakah kebutuhan dan harapan dipenuhi atau tidak yang akan menghasilkan kepuasan atau ketidakpuasan. Ungkapan dari rasa kepuasan atau ketidakpuasan

Tujuan perusahaan Produk/jasa Nilai produk/jasa bagi pelanggan Kebutuhan dan keinginan pelanggan Harapan pelanggan terhadap produk/jasa

(14)

dapat berupa tindakan untuk membeli kembali, memberikan pujian, mengajukan komplain atau akan menceritakan apa yang dialaminya kepada orang lain (Koentjoro, 2007), ini akan menjadi referensi bagi perusahaan/rumah sakit yang bersangkutan. Oleh karena itu baik pelanggan maupun produsen atau penyedia jasa akan sama-sama diuntungkan apabila kepuasan terjadi. Dengan hal ini jelaslah bahwa kepuasan pelanggan harus menjadi salah satu tujuan dari setiap perusahaan/rumah sakit (Irawan, 2009).

Skema 2.2 Persepsi pelanggan terhadap pelayanan (Supranto, 2011).

Kepuasan pelanggan terbentuk dari penilaian pelanggan terhadap mutu, kinerja hasil (luaran klinis) dan pertimbangan biaya yang dikeluarkan dengan manfaat yang diperoleh dari produk atau pelayanan yang diterima. Dengan demikian, kepuasan terjadi karena penilaian terhadap manfaat serta kenikmatan yang diperoleh lebih dari apa yang dibutuhkan atau diharapkan (Koentjoro, 2007). Kenyataan yang diterima Harapan Pelanggan Persepsi pelanggan Kepuasan/ketidakpu asan pelanggan Mutu Pelayanan

(15)

Pelayanan yang bertujuan memperoleh kepuasan pelanggan bukanlah suatu yang mudah untuk dilakukan, sering didapati masalah-masalah dalam pengelolaan pelayanan sebuah perusahaan dan ketidakberhasilan memuaskan sebagian besar pelanggan mereka. Seperti pernyataan Budi (1997 dalam Julita, 2001) bahwa masalah atau persoalan yang biasa dihadapi baik oleh perusahaan maupun pelanggan berkaitan dengan mutu layanan yang diberikan perusahaan kepada pelanggannya adalah sistem layanan yang birokratis, berbelit-belit, dan tidak jelas, sumber daya manusia perusahaan yang masih belum menyadari arti pentingnya pelanggan bagi keberhasilan perusahaan, pengetahuan dan kemampuan yang kurang, sikap dan perilaku yang belum baik (Julita, 2001).

2.3.2. Faktor-faktor pendorong kepuasan pasien

Dalam menentukan tingkat kepuasan terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan/rumah sakit, Lupiyoadi (2001) terdapat lima komponen yang mendorong kepuasan pelanggan, yaitu:

1. Kualitas Produk. Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.

2. Kualitas pelayanan. Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.

3. Emosional pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi.

(16)

Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu.

4. Harga. Produk yang mempunyai kualitas sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya. 5. Kemudahan. Komponen ini berhubungan dengan biaya untuk memperoleh

produk atau jasa. Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.

2.3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien

Pasien rumah sakit umumnya dapat dibagi menjadi dua kategori, pasien rawat inap dan pasien rawat jalan. Dengan demikian indikator-indikator yang mempengaruhi kepuasan pasien rawat inap tentunya berbeda dengan pasien rawat jalan (Pohan, 2006). Prioritas indikator mutu pelayanan keperawatan menurut pasien adalah suatu aspek utama yang menjadi petunjuk atau pedoman ukuran yang penting, yang berbobot atau yang semestinya berkaitan dengan penyelenggaraan layanan keperawatan rumah sakit yang menjadi bagian dari pengalaman atau yang dirasakan pasien rumah sakit (Utama, 2003). Indikator pelayanan keperawatan yang dapat menjadi prioritas relatif sangat banyak, menurut Pohan (2006) adalah:

1. Kompetensi teknis adalah prilaku atau penampilan perawat dalam proses pelayanan kesehatan pada pasien, yang meliputi dilayani oleh perawat, standar layanan kesehatan, penyuluhan kesehatan, sikap dan penyampaian informasi.

(17)

2. Efektivitas pelayanan adalah teknologi yang di gunakan dalam standar pelayanan apakah sudah memberikan kesembuhan bagi yang sakit.

3. Efisiensi yaitu pelayanan yang efisien menghasilkan mutu pelayanan yang optimal yang meliputi antrian panjang, waktu tunggu lama, obat tersedia/tidak tersedia atau harus beli di luar.

4. Kesinambungan yaitu pasien mendapat pelayanan kesehatan sesuai dengan yang dibutuhkan dan tidak terputus-putus yang meliputi dilayani oleh petugas kesehatan yang sama.

5. Keamanan meliputi sterilitas terjamin, tidak terjadi kecelakaan, layanan kesehatan selalu dilakukan sesuai standar layanan kesehatan.

6. Kenyamanan meliputi ruang tunggu, kursi, tidak pengap, privasi, toilet bersih, kamar periksa ada sekat gorden.

7. Informasi yaitu pelayanan kesehatan dapat memberikan informasi kepada pengunjung dengan jelas. Misalnya prosedur layanan jelas dan ada poster penyuluhan kesehatan.

8. Ketepatan waktu meliputi waktu layanan tepat waktu, petugas kesehatan datang dan pulang tepat waktu, perjanjian tepat waktu.

9. Hubungan antar manusia adalah interaksi antara pemberi pelayanan dengan konsumen/pasien atau antara sesama petugas kesehatan dalam kaitannya dengan mutu pelayanan kesehatan yang meliputi tanggap terhadap keluhan, memberi kesempatan bertanya, informasi jelas dan mudah dimengerti, mau mendengar keluhan, peduli, ramah, menghargai pasien dan mendahulukan pasien yang sakit parah.

(18)

Indikator pelayanan keperawatan yang dipilih pasien sebagai prioritas ukuran mutu pelayanan kesehatan, cenderung akan menjadi sumber utama terbentuknya tingkat kepuasan pasien (Utama, 2003).

2.3.4. Pengukuran kepuasan pelanggan

Pengukuran terhadap kepuasan pelanggan/konsumen telah menjadi kebutuhan mendasar bagi setiap penyedia jasa. Hal ini dikarenakan langkah tersebut dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan. Perkembangan jasa konsultasi dalam hal penelitian dan pengukuran kepuasan pelanggan telah banyak ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan riset pasar dan jasa konsultan. Salah satu pengukuran kepuasan pelanggan yang sering digunakan adalah indeks kepuasan pelanggan (customer satisfaction index). Bahkan sejumlah negara telah mengembangkan indeks kepuasan pelanggan (customer satisfaction index) untuk berbagai macam produk dan jasa (Tjiptono, 2005).

Menurut Kotler (1994 dalam Tjiptono, 2004), kepuasan konsumen dapat diukur dengan berbagai macam metode dan teknik. Ada 4 metode dalam mengukur kepuasan konsumen, sebagai berikut:

1. Sistem keluhan dan saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada konsumen (customer oriented)

perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para konsumen untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka terhadap pelayanan yang disediakan. Media yang bisa digunakan meliputi kotak saran yang diletakkan

(19)

di tempat-tempat strategis, menyediakan kartu komentar, menyediakan saluran telepon khusus dan lain-lain.

2. Ghost Shopping

Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan konsumen adalah dengan memperkerjakan beberapa orang (ghost shopping)

untuk berperan atau bersikap sebagai konsumen kepada pesaing. Dengan cara ini dapat diketahui kekuatan dan kelemahan dari pesaing.

3. Lost Customer Analysis

Metode ini sedikit unik, perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih ke perusahaan lain. Yang diharapakan adalah diperolehnya informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan.

4. Survei kepuasan konsumen

Banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan metode survei, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya:

(20)

a. Directly reported satisfaction, pengukuran dilakukan secara langsung melalui pertanyaan.

b. Derived dissatisfaction, pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan.

c. Problem analysis, pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok. Pertama, masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan. Kedua, saran-saran untuk melakukan perbaikan.

d. Importance performance analysis, responden diminta untuk merangking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap atribut tersebut. Selain itu responden juga diminta untuk merangking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing atribut tersebut.

Kepuasan pasien dapat dianalisis dari dua komponen yaitu dari harapan-harapan atas sesuatu dan kenyataan-kenyataan yang diterima pasien (Umar, 2000). Karena itu untuk menjawab perumusan masalah mengenai sampai sejauh mana tingkat kepuasan pelanggan terhadap kinerja pelayanan maka digunakan indeks kepuasan pelanggan (customer satisfaction index) untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan dalam mutu pelayanan keperawatan secara keseluruhan dan importance performance analysis (IPA) atau analisa tingkat kepentingan dan kenyataan pelanggan (Supranto, 2011) untuk mengetahui item-item atribut pelayanan keperawatan yang dianggap penting oleh pengguna tetapi

(21)

layanannya belum memuaskan atau item-item atribut layanan yang perlu ditingkatkan.

Jasa akan menjadi sesuatu yang bermanfaat apabila didasarkan pada kepentingan pelanggan dan kinerjanya bagi perusahaan/rumah sakit. Artinya perusahaan/rumah sakit seharusnya mencurahkan perhatiannya pada hal-hal yang memang dianggap penting oleh para pelanggan/pasien (Supranto, 2011). Dalam hal ini digunakan skala Likert yang terdiri dari sangat penting, penting, tidak penting dan sangat tidak penting untuk harapan pasien dan sangat baik, baik, tidak baik dan sangat tidak baik untuk kenyataan-kenyataan yang diterima pasien atas kinerja rumah sakit.

2.3.5. Klasifikasi Kepuasan

kepuasan konsumen/pasien dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi konsumen atas layanan yang nyata mereka terima

(perceived service) dengan layanan yang diharapkan (expected service). Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan tidak bermutu. Apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan disebut memuaskan. Dengan demikian service quality dapat didefinisikan sebagaijauhnya perbedaan antara kenyataan dan harapan konsumen atas layanan yang mereka terima (Parasuraman, et al., 1998 dalam Lupiyoadi, 2001).

Menurut Gerson (2004) untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut :

(22)

1. Sangat memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat), atau sangat cepat (untuk proses administrasi), yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang paling tinggi.

2. Memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau kurang ramah, yang seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori sedang.

3. Tidak memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak lambat (untuk proses administrasi) atau tidak ramah.

4. Sangat tidak memuaskan.

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang rendah, menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak bersih (untuk sarana), lambat (untuk proses

(23)

administrasi) dan tidak ramah. Seluruh hal ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori paling rendah.

2.4. Customer Satisfaction Index (CSI)

Indeks adalah konsep yang mencoba menangkap sebuah situasi kompleks ke dalam satu angka. Indeks ini dapat dihasilkan dari proses pengukuran yang sangat sederhana hingga yang relatif kompleks (Alamsyah, 2008). Customer Satisfaction Index (CSI) merupakan indeks untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan pendekatan yang mempertimbangkan tingkat harapan dari atribut-atribut yang diukur (Hill, 2006).

Terdapat beberapa alasan mengapa indeks kepuasan pelanggan digunakan. Pertama, hasil pengukuran selalu digunakan sebagai acuan untuk menentukan sasaran di tahun-tahun mendatang. Tanpa ada indeks kepuasan pelanggan, top manajemen sulit menentukan tujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Kedua, indeks kepuasan pelanggan diperlukan karena proses pengukuran bersifat kontinyu, hal ini tercermin dari indeks pelanggan yang meningkat atau menurun dan ketiga, indeks diperlukan juga karena adanya keperluan untuk melakukan benchmarking antara tingkat kepuasan pelanggan suatu perusahaan dan tingkat kepuasan dari pelanggan pesaing (Alamsyah, 2008).

(24)

2.5. Importance Performance Analysis (IPA)

Importance Performance Analysis merupakan metode deskriptif kualitatif-kuantitatif dalam menganalisis data penelitian untuk menjawab perumusan masalah mengenai sampai sejauh mana tingkat kepuasan pelanggan terhadap kinerja suatu perusahaan (Supranto, 2011). Analisis tingkat kepuasan pasien dapat menghasilkan suatu diagram kartesius yang dapat menunjukkan letak faktor-faktor atau unsur-unsur yang dianggap mempengaruhi kepuasan pasien, dimana dalam diagram kartesius tersebut faktor-faktor akan dijabarkan dalam empat kuadran.

Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik (X,Y), dimana X merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat kenyataan keseluruhan atribut dan Y adalah rata-rata dari skor rata-rata tingkat harapan seluruh atribut. Sumbu mendatar (X) akan diisi oleh skor rata-rata tingkat kenyataan dan sumbu tegak (Y) akan diisi oleh skor rata-rata tingkat harapan (Supranto, 2011). Tingkat Harapan Y A Prioritas Utama B Pertahankan Prestasi Y C Prioritas Rendah D Berlebihan X X Tingkat Kenyataan

Skema 2.3 Diagram Kartesius tingkat harapan dan tingkat kenyataan (Supranto, 2011).

(25)

1. Kuadran A

Wilayah yang menunjukkan atribut-atribut kualitas pelayanan yang memiliki tingkat kepentingan yang tinggi, tetapi dilihat dari tingkat kinerjanya dinilai rendah. Atribut-atribut kualitas pelayanan yang termasuk ke dalam kuadran ini kinerjanya harus ditingkatkan oleh perusahaan/rumah sakit dengan cara senantiasa melakukan perbaikan (Umar, 2000).

2. Kuadran B

Wilayah yang menunjukkan atribut-atribut kualitas pelayanan yang memperlihatkan tingkat kepentingan dan tingkat kinerja yang tinggi. Hal ini menuntut perusahaan/rumah sakit untuk dapat mempertahankan posisinya, karena atribut-atribut inilah yang telah menarik konsumen/pasien untuk memanfaatkan produk/jasa tersebut (Umar, 2000).

3. Kuadran C

Wilayah ini memuat atribut-atribut kualitas pelayanan yang memiliki tingkat kepentingan dan tingkat kinerja dibawah rata-rata (dianggap kurang penting) bagi pasien/pelanggan (Supranto, 2011).

4. Kuadran D

Wilayah ini memuat atribut-atribut kualitas pelayanan memiliki tingkat kepentingan yang rendah sedangkan tingkat kinerjanya tinggi. Pelanggan/pasien menganggap tidak terlalu penting atribut-atribut kualitas pelayanan tersebut, akan tetapi pelaksanaannya dilakukan dengan baik sekali oleh perusahaan/rumah sakit sehingga sangat memuaskan, akan tetapi menjadi lebih mahal (Supranto, 2011). Kuadran ini dirasakan oleh pelanggan/pasien terlalu berlebihan dalam kinerjanya.

Gambar

Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat  bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada  titik-titik (X,Y), dimana X merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat kenyataan  keseluruhan atribut dan Y ad

Referensi

Dokumen terkait

Open Babel  Aplikasikan yang digunakan untuk mengkonversi hasil docking dari format PDBQT menjadi PDB sehingga dapat divisualisasi dengan menggunakan aplikasi DS Visualizer..

Pada wanita, kelainan organ reproduksi yang terjadi bersamaan dengan agenesis ginjal adalah uterus bikornua atau unikornua, hipoplasia atau tidak adanya tuba atau

bahwa untuk indikator prosedur dalam item penilaian Prosedur mudah dipahami, dimana responden penelitian Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (Paten) Di Kecamatan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sifat fisis seperti tebal, diameter, massa, struktur; sifat mekanis seperti kuat tarik saat putus dan pemuluran panjang

Persentase perlakuan tilirosida dibandingkan dengan kontrol doksorubisin (Gambar 1) menunjukkan bahwa tilirosida tidak mampu menyamai persentase kematian sel akibat apoptosis, karena

Menurut Wati (2015), penggunaan mesin pemanen padi (combine harvester) yang akan memberikan dampak negatif yang lebih banyak, penggunaan mesin ini hanya akan

Amin, S.Pd Guru Dewasa Tk.I SMP Maarif NU Pandaan Kab.. Pasuruan

Menerusi peluang penajaan daripada kerajaan, syarikat swasta atau agensi tertentu, pelajar-pelajar cemerlang di Malaysia berpeluang untuk belajar di universiti ternama dan