• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN. perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 METODE PENELITIAN. perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2011, berlokasi di PPP Pondokdadap Sendang Biru Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur.

3.2 Tahapan Penelitian

Penelitian Keberlanjutan Sumberdaya Perikanan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) Samudera Hindia Selatan Jawa Timur dirancang ke dalam 7 (tujuh) tahapan untuk memudahkan pencapaian tujuan, yaitu:

1. Identifikasi kondisi atribut pengelolaan yang terdapat pada dimensi ekologi, ekonomi, teknologi, sosial, dan kelembagaan pada perikanan cakalang nelayan sekoci di perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur

2. Analisis oseanografi yang terdiri atas sebaran temporal dan spasial arah dan kecepatan angin, suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a di perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur.

3. Analisis stok biomas cakalang (Katsuwonus pelamis) berdasarkan catch per unit effort (CPUE), hubungan panjang berat, dan pendugaan status eksploitasi cakalang oleh nelayan sekoci di perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur

4. Analisis korelasi silang antara kondisi biofisik perairan dengan kondisi stok biomas cakalang di ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur 5. Analisis indikator kelayakan investasi perikanan cakalang nelayan sekoci

di perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur

6. Analisis indeks keberlanjutan dimensi pengelolaan ekologi, ekonomi, teknologi, sosial dan kelembagaan perikanan cakalang nelayan sekoci di perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur

7. Analisis status keberlanjutan multidimensi dan analisis prioritas kebijakan pengelolaan perikanan cakalang di perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur.

(2)

Gambar 4 Lokasi penelitian Keberlanjutan Sumberdaya Perikanan Cakalang di Perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur.

Program Studi Pengelolaan Pesisir dan Lautan

Institut Pertanian Bogor

(3)

Gambar 5 Tahapan penelitian Keberlanjutan Sumberdaya Perikanan Cakalang di Perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur. Identifikasi Kondisi Atribut

Dimensi Teknologi, Sosial, Ekologi, Ekonomi, dan Kelembagaan

(Survey, PRA) 1

Analisis Sebaran Temporal dan Spasial:

Arah dan kecepatan angin SPL, Konsentrasi klorofil-a

2

Analisis Biomas Stok Cakalang:

Catch per Unit Effort (CPUE),

hubungan panjang berat, status eksploitasi

3

Analisis Kelayakan Usaha

Indikator Kelayakan NPV, BCR, PBP, IRR

5 Analisis Status Keberlanjutan

Dimensi Teknologi, Sosial, Ekologi, Ekonomi, dan Kelembagaan

(RAPfish analysis) 6

Strategi Pengelolaan Berbasis Status Keberlanjutan Multidimensi

Program Penentuan Bobot Dimensi, SMART

7

Analisis Korelasi Silang

Kondisi Oseanografi dan Biomas Stok (Anilisis Deret waktu) 4

(4)

3.3 Rancangan Penelitian 3.3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penilitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan meliputi:

1. Nelayan sekoci PPP Pondokdadap meliputi; jumlah kapal, jumlah nelayan, serta identitas nelayan meliputi umur, pendidkan, jumlah tanggungan, dan pengalaman/lama bekerja.

2. Upaya penangkapan meliputi; biaya investasi, biaya operasi penangkapan, jumlah trip penangkapan, dan waktu/musim penangkapan selama tahun 2003-2010.

3. Hasil tangkapan meliputi; jumlah tangkapan per trip, jenis tangkapan, ukuran panjang dan berat tangkapan, dan harga jual (Rp/kg), selama tahun 2003-2010.

4. Kondisi pengelolaan; kelembagaan formal dan non formal dan peran stakeholders terkait pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap cakalang (Katsuwonus pelamis).

5. Pendapat dan informasi nelayan mengenai berbagai atribut yang digunakan dalam penelitian khususnya atribut kesadaran lingkungan dan pelibatan dalam penyusunan kebijakan.

Selanjutnya data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang berkaitan dengan kondisi oseanografi, kebijakan serta aturan pengelolaan perikanan tangkap, yaitu:

1. Data koordinat lokasi rumpon yang diperoleh dari GPS nelayan sekoci.

2. Data arah dan kecepatan angin dari Januari-Desember 2009 diperoleh dari World Ocean Atlas melalui situs http://www.nodc.noaa.gov/cgi-bin/OC5/SELECT/ woaselect.pl?parameter=1.

3. Data suhu permukaan laut dan klorofil-a diperoleh melalui citra Aqua Modis level 3 yang diperoleh dari situs http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cgi/ l3?per=DAY. Data sea surface temperature dan klorofil-a yang digunakan berupa data rataan bulanan dari Januari 2005-Desember 2010 dengan resolusi spasial 4 km x 4 km dan disajikan dalam format DHF dan diekstrak dengan program SEADAS.

(5)

4. Data peraturan dan rumusan kebijakan pegelolaan perikanan tangkap cakalang di Kabupaten Malang.

3.3.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui survei (observasi dan wawancara) dan studi kepustakaan (desk study). Data primer serta informasi aktual lainnya dikumpulkan melalui survei yang merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menghimpun informasi secara langsung kepada responden baik lisan maupun tulisan. Dari observasi terkumpul data jumlah kapal sekoci yang beroperasi per tahun, harga kapal, rumpon, alat penangkapan, dan alat penunjang penangkapan.

Berdasarkan observasi terhadap 303 kapal sekoci didapatkan kelengkapan catatan hanya pada 27 buah kapal sekoci untuk periode 2003-2009. Kapal yang memiliki catatan lengkap seluruhnya dijadikan contoh dan ditelusuri lokasi penangkapannya melalui data koordinat 18 buah rumpon yang dipasang tersebar pada koordinat 110°-115° BT dan 9°-10° LS. Dari contoh terpilih selanjutnya dilakukan observasi lebih lanjut mengenai waktu penangkapan, jumlah hasil tangkapan, asal pembeli, serta biaya dan harga jual dari setiap trip.

Teknik wawancara dilakukan untuk mengumpulkan informasi untuk berbagai dimensi keberlanjutan terhadap responden nelayan sekoci. Data yang didapatkan dari teknik wawancara adalah jenis pekerjaan masyarakat, pendidikan, pengalaman kerja sebagai nelayan, tingkat pelibatan dalam penyusunan kebijakan, pola kerja nelayan, konflik yang pernah terjadi, kesadaran lingkungan, pendapat nelayan tentang kelembagan yang ada serta praktek pelanggaran aturan yang terjadi.

Teknik pengumpulan data dengan desk study (kepustakaan) dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang umumnya merupakan data deret waktu (time series data). Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data ataupun informasi awal dan lanjutan yang berkaitan dengan studi, untuk memperkaya kerangka konsepsional dan desain metodologi serta referensi pada saat penyusunan laporan akhir studi. Teknik desk study merupakan salah satu upaya untuk mempelajari informasi, data dan laporan yang mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian. Penggalian data dan informasi dalam teknik ini terbagi atas

(6)

penelusuran melalui internet dan penelusuran langsung pada lembaga dan instansi terkait pengelolaan perikanan cakalang di Kabupaten Malang.

3.3.3 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi tahapan penelitian, peubah yang digunakan, sumber data, metode analisis yang digunakan serta output yang diharapkan. Tabel 1 Prosedur penelitian

No Tahapan Peubah Analisis Data Output

1 Identifikasi kondisi atribut

Atribut kelembagaan ekologi, ekonomi, teknologi, dan sosial

Deskriptif M. Eexcel 07 Tabel, grafik, Diagram 2 Analisis sebaran temporal dan spasial

Arah dan kecepatan angin, suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a ODV mp, M. Excel 07 Surfer v.8, ArcView 3.3, \Grapher 7,0

Peta arah dan kecepatan angin, SPL, suhu menegak dan mendatar, klorofil-a 3 Analisis stok biomas

Catch per Unit Effort (CPUE) Hubungan panjang berat Pendugaan status pemanfaatan Analisis CPUE M. Excel 07 Metode CYP Grafik CPUE, grafik hubu-ngan panjang berat, kurva produksi lestari 4 Analisis Deret Waktu Spektrum densitas energi, korelasi silang

Metode FTT Metode Wavelet. M. Excel 07 Grafik spektrum, kospektrum, koherensi, beda fase 5 Analisis indikator kelayakan usaha

Kelayakan investasi Analisis BCR, NPV, IRR, PBP Tingkat kelayakan investasi 6 Analisis indeks keberlanjutan Dimensi teknologi, sosial, ekologi, ekonomi, dan kelembagaan Analisis sensitivitas Analisis status Monte Carlo Atribut sensitif Ordinasi dan Monte Carlo Kite-diagram 7 Analisis status keberlanjutan multidimensi Status keberlanjutan multidimensi Program bobot dimensi, SMART Kite-diagram Prioritas pengelolaan

(7)

3.4. Analisis Data

3.4.1 Analisis Sebaran Temporan dan Spasial

Sebaran spasial dan temporal dari suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a untuk bulan Januari 2005 sampai bulan Desember 2010 dibuat menggunakan perangkat lunak Grapher 7.0 dan Ocean Data View (ODV). Untuk sebaran menegak suhu dan sebaran suhu permukaan laut dibuat menggunakan bantuan Grapher 7.0 sementara untuk sebaran suhu melintang dibuat dengan perangkat lunak Ocean Data View.

Data CPUE total cakalang dibuatkan sebaran temporalnya untuk tahun 2005–2009 menggunakan Microsoft Excell 2007. Sebelumnya, seluruh data dari parameter yang akan dianalisis disamakan interval waktunya dalam periode bulan. Untuk melihat keterkaitan antara parameter suhu permukaan laut, klorofil-a dan CPUE data deret waktu bulanan dari semua parameter tersebut ditampilkan dalam bentuk domain waktu (time domain).

Analisis sebaran spasial dan temporal suhu permukaan laut, suhu menegak, dan konsentrasi klorofil-a juga diamati melalui sebaran nilai minimum, maksimum dan rataannya. Kondisi sebaran spasial dan temporal parameter tersebut kemdian dihubungkan dengan fenomena dan proses-proses yang terjadi pada kolom perairan, serta fluktuasi dari periode signifikan masing-masing paramater dalam kaitannya dengan hasil tangkapan per trip dan dinamika stok cakalang di perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur selama penelitian.

3.4.2 Analisis Deret Waktu

Analisis spektral merupakan metode untuk mengeksplorasi pola-pola

cyclic dari data deret waktu (time series). Tujuan analisis ini adalah untuk memisahkan time series yang terdiri dari komponen cyclic yang kompleks menjadi beberapa fungsi sinusoidal (sinus dan cosinus) dari beberapa panjang gelombang tertentu.

Analisis deret waktu dilakukan terhadap data suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a dan CPUE. Metode yang digunakan adalah Fast Fourier Transform (FFT) dan Wavelet.

(8)

3.4.2.1 Spektrum Densitas Energi

Spektrum densitas energi digunakan untuk mengetahui periode fluktuasi dan nilai densitas energi. Spektrum densitas energi suhu permukaan laut, klorofil-a dklorofil-an CPUE cklorofil-akklorofil-alklorofil-ang dicklorofil-ari menggunklorofil-akklorofil-an perklorofil-angkklorofil-at lunklorofil-ak Statistica for Windows 6.0.

Data deret waktu suhu, klorofil-a dan CPUE terlebih dahulu diubah dari domain waktu menjadi domain frekuensi. Dengan metode FFT, komponen Fourier ( ) dari deret waktu yang dicatat pada selang waktu h (1 bulan atau 1 hari) mengacu pada Bendat & Piersol (1971):

……… 3.1

Keterangan:

= fungsi FFT pada frekuensi ke k(fk) N = jumlah pengamatan

t = 0, 1, 2,...,N-1 h = 0, 1, 2,...,N-1

i = (bilangan imajiner)

Dari data FFT tersebut dapat diperoleh nilai fungsi spektrumnya (Sx) dengan rumus:

………. 3.2

Metode FFT dengan perangkat lunak Statistica for Windows 6.0 tidak dapat memberikan penjelasan untuk selang kepercayaan serta tidak dapat menjelaskan rentang waktu terjadinya fluktuasi periode dominan. Oleh karena itu, dilakukan analisis lanjutan menggunakan metode wavelet sehingga dari kedua metode tersebut dapat diperoleh periode fluktuasi, densitas energi dan waktu terjadinya fuktuasi periode yang dominan pada selang kepercayaan 95%.

Metode wavelet merupakan pengembangan dari metode FFT. Analisis wavelet menurut Torence dan Compo (1998) merupakan upaya mendekomposisi deret waktu ke dalam ruang waktu-frekuensi secara simultan. Metode ini mengkalkulasi energi spektrum dari deret waktu. Kelebihan metode ini adalah dapat mendeteksi fluktuasi periodik yang bersifat transien serta dapat menggambarkan proses dinamik nonlinier kompleks oleh interaksi gangguan

(9)

dalam skala ruang dan waktu. Perangkat lunak yang digunakan adalah Matlab 7.70 (R2008b) dengan Continous Wavelet Transform (CWT) untuk menghitung periode fluktuasi dan densitas energi setiap parameter dan Cross Wavelet Transform (XWT) untuk menghitung kovarian dari kedua deret waktu.

CWT menggunakan wavelet sebagai bandpass filter terhadap deret waktu. Wavelet dipanjangkan dalam waktu dengan membuat variasi skala (s), sehingga =s.t, dan selanjutnya menormalisasi sehingga mempunyai unit energi. CWT sebuah deret waktu (xn,n=1,...,N) dengan selang waktu yang sama t,

didefinisikan sebagai bilangan kompleks dari xn dengan skala dan wavelet yang

telah dinormalisasi, dirumuskan sebagai berikut:

... 3.3 Oleh Torrence dan Compo (1998) XWT didefinisikan sebagai berikut:

... 3.4 dimana * menandakan complex conjugation

Argumen kompleks arg(WXY) dapat diinterpretasikan sebagai fase relatif lokal antara Xn dan Yn dalam ruang frekuensi waktu (Grinsted et al. 2004).

Hubungan fase relatif ditunjukkan dengan arah panah dimana panah ke kanan berarti sefase (inphase), panah ke arah kiri berarti antifase (anti-phase), panah 900 ke arah bawah berarti X mendahului Y dan panah ke atas berarti Y mendahului X. 3.4.2.2 Korelasi Silang

Analisis korelasi silang dilakukan antara parameter suhu permukaan laut dengan catch per unit effort (CPUE), dan antara parameter konsentrasi klorofil-a dengan CPUE. Analisis ini digunakan untuk melihat hubungan antara fluktuasi kedua parameter. Dalam analisis ini, komponen suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a dianggap sebagai parameter yang mempengaruhi (x), sedangkan CPUE dianggap sebagai parameter yang dipengaruhi (y).

Perhitungan nilai spektrum hanya dapat dilakukan pada beberapa pasang kelompok data yang memiliki selang waktu perekaman yang sama. Analisis korelasi silang terdiri dari kospektrum densitas energi, koherensi kuadrat dan beda

(10)

fase. Kospektrum densitas energi menggambarkan periode fluktuasi kedua parameter yang bersamaan. Hubungan yang erat antara fluktuasi kedua parameter digambarkan oleh nilai koherensi yang tinggi. Beda fase menunjukkan perbedaan waktu fluktuasi antara kedua periode. Beda fase positif menandakan fluktuasi SPL atau klorofil-a mendahului fluktuasi CPUE, sedangkan beda fase negatif menunjukkan fluktuasi CPUE mendahului fluktuasi SPL atau klorofil-a. Satuan beda fase pada program Statistica for Windows 6.0 adalah tan-1 sehingga perlu mengubah satuan beda fase dari tan-1 menjadi waktu (bulan), melaui pengubahan nilai beda fase terlebih dahulu ke dalam bentuk derajat (0), dan kemudian dibagi dengan 3600 lalu dikalikan periode (bulan) dari fluktuasi tersebut. Hasilnya adalah nilai beda fase dengan satuan bulan atau hari.

3.4.3 Pendugaan Status Sumberdaya 3.4.3.1 Analisis CPUE

Analisis cacth per unit effort (CPUE) dihitung berdasarkan total hasil tangkapan per upaya tangkap, dengan jumlah total upaya tangkapan (effort) dalam satuan unit trip. Total jumlah trip yang diamati selama tahun 2003-2010 untuk 27 buah contoh kapal sekoci adalah 2.362 trip. CPUE dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

…... 3.5 Keterangan:

CPUEit = catch per unit Effort alat tangkap-i waktu ke-t

Catchit = hasil tangkapan (catch) alat tangkap-i pada waktu-t

Effortit = upaya Tangkapan (effort) alat tangkap-i pada waktu-t

Hasil perhitungan CPUE per trip dari setiap kapal pada bulan yang sama terlebih dahulu digabungkan. CPUE per bulan setiap kapal kemudian digabungan lagi menjadi data rataan CPUE per bulan, sehingga didapatkan CPUE gabungan 94 bulan dari Maret 2003 hingga Desember 2010. Karena setiap kapal menangkap beberapa jenis ikan pelagis besar, maka dilakukan penyesuaian untuk jumlah trip penangkapan cakalang berdasarkan hasil perkalian antara jumlah trip aktual dengan persentase hasil tangkapan cakalang dari setiap trip.

(11)

3.4.3.2 Estimasi Parameter Biologi

Estimasi parameter r, q dan K untuk kedua persamaan sebelumnya menggunakan teknik non-linear, sehingga dengan menggunakan teknik weighted least square (WLS) yaitu dengan membagi fungsi h(q, K, E) dengan E(Ut = ht /

Et), maka kedua persamaan tersebut dapat ditransformasikan menjadi persamaan linear, sehingga metode regresi biasa (ordinary least square, OLS) dapat digunakan untuk mengestimasi parameter biologi dari fungsi tersebut di atas, yakni sebagai berikut.

Bentuk Gompertz: r qE t qKe Et h ...,...3.6 t t E U 0 1 ln , dimana t t t E h U ; 0 lnqK ; r q 1

Pendekatan estimasi parameter biologi untuk produksi lestari dengan menggunakan fungsi Gompertz yang berbasis eksponensial dilakukan dengan menggunakan model estimasi parameter yang dikembangkan oleh Clarke, Yoshimoto dan Pooley (1992) in Fauzi (2004).

t t t t U qE qK r r U U 1 1 ...3.7 ) ( ) 2 ( ) ln( ) 2 ( ) 2 ( ) ln( ) 2 ( 2 ) ln( t 1 t Et Et 1 r q U r r qK r r U ... 3.8

Dari hasil regresi akan diperoleh nilai β1 yang akan menjustifikasi nilai parameter r. Selain itu juga diperoleh nilai β2 yang akan menjustifikasi nilai parameter q. Selanjutnya nilai parameter K dapat diperoleh dari kedua nilai tersebut (r dan q). Persamaan berikut, merupakan bentuk pendekatan model Clarke, Yoshimoto dan Pooley (CYP), untuk mengestimasi parameter biologi.

1 1 1 2 2 r ... 3.9 ) 2 ( 2 r q ... 3.10 q e K r r o 2 ) 2 ( ... 3.11

(12)

3.4.3.3 Estimasi Keseimbangan Bioekonomi

Nilai optimasi sumberdaya dengan menggunakan pendekatan statik untuk kondisi keseimbangan bioekonomi pada rejim maximum sustainable yield

diperoleh melalui persamaan-persamaan berikut (Fauzi, 2004). ) 1 ( r qE K xMSY ... 3.12 q K x r EMSY ) 1 ( ... 3.13 ) 1 ( r qE qKE hMSY ... 3.14

Keseimbangan bioekonomi pada kondisi open access dinotasikan:

pq c xOA ... 3.15 pqK c pq rc hOA 1 ... 3.16 pqK c q r EOA 1 ... 3.17

Untuk kondisi sole owner optimalisasi diperoleh berdasarkan persamaan: pqK c K xSO 1 2 ... 3.18 pqK c pqK c rK hSO 1 1 4 ... 3.19 pqK c q r ESO 1 2 ... 3.20 Selanjutnya dengan menggunakan pendekatan dinamik, optimasi sumberdaya perikanan dapat diperoleh dengan formula berikut (Fauzi 2004):

K x r c pqx x c x* 1 1 2 ... 3.21 r Kx r K x r K x h OA OA OA 8 1 1 4 1 2 * ... 3.22

(13)

* * * qx h E ... 3.23

3.4.4 Analisis Panjang Berat

Berat ikan sebagai variabel respon dan panjang sebagai variable prediktor mempunyai hubungan fungsional (Sparre & Venema 1998) yaitu:

... ...,,,,,,....(

3.24 W= berat ikan (gram), L= panjang total, a dan b= parameter

Persamaan 3.24 merupakan persamaan kurva geometrik yang dapat ditransformasikan ke persamaan regresi linier dengan melogaritmakan menjadi: log W = log q + b log L ...3.25 atau Y = a + bX ...3.26 Y= logW, X= log L, b= slope, a= intersep (logq)

Nilai a dan b pada persamaan 3.26 dihitung dengan menggunakan metode kuadrat terkecil, nilai b yang diperoleh akan diuji terhadap nilai 3 dengan uji-t dari Sachs in Vakily et al. (1986) seperti berikut:

...

3.27

Jika b = 3 maka pertumbuhannya isometris, yaitu pertumbuhan panjang, lebar dan tinggi adalah sama (Everhart & Youngs 1981) atau pertumbuhan ikan yang bentuk dan jenisnya tidak berubah selama proses pertumbuhannya. Jika tidak sama dengan 3, maka pertumbuhannya allometris yaitu allometris positif apabila b > 3 dan allometris negatif bila b < 3.

3.4.5 Analisis Kelayakan Investasi

Menurut Kadariah (1986), untuk mengevaluasi kelayakan finansial bagi investasi dapat digunakan 3 (tiga) kriteria investasi yang penting, yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit - Cost Ratio dan Internal Rate of Return (IRR). Untuk mengetahui nilai saat ini dari keuntungan yang akan diperoleh pada masa yang akan datang dilakukan perhitungan NPV dengan menggunakan persamaan pada halaman berikut:

(14)

... 3.28 Keterangan:

Bt = benefit kotor pada tahun ke t Ct = biaya kotor pada tahun ke t n = umur ekonomis proyek i = tingkat suku bunga berlaku

Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut: NPV > 0 = perikanan cakalang nelayan sekoci layak diusahakan NPV < 0 = perikanan cakalang nelayan sekoci tidak layak diusahakan

Seberapa besar margin keuntungan atau pendapatan dari usaha perikanan yang dilakukan dihitung dengan analisis BCR yang merupakan perbandingan nilai sekarang dari keuntungan usaha dengan biaya investasi pada awal usaha. Untuk menghitung nilai BCR digunakan rumus:

... ... ... ...3.29 Keterangan:

Bt = benefit bersih pada tahun ke t Ct = biaya bersih pada tahun ke t n = umur ekonomis proyek i = tingkat suku bunga berlaku

Kriteria pengambilan keputusannya adalah :

BCR > 1 = Perikanan cakalang nelayan sekoci layak diusahakan

BCR : 1 = Perikanan cakalang nelayan sekoci impas (break even point) BCR < 1 = Perikanan cakalang nelayan sekoci tidak layak diusahakan

Untuk mengetahui tingkat keuntungan bersih atas investasi yang dilakukan, dengan asumsi bahwa setiap manfaat yang diperoleh diinvestasikan kembali pada tahun berikutnya, dilakukan perhitungan IRR dengan menggunakan rumus:

... 3.30 Keterangan:

i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif

i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif

NPV1= NPV pada tingkat suku bunga i1

NPV2= NPV pada tingkat suku bunga i2

(15)

IRR>0 : Perikanan cakalang nelayan sekoci layak IRR<0 : Perikanan cakalang nelayan sekoci tidak layak

Untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan pengembalian investasi dilakukan perhitungan PBP dengan persamaan:

... 3.31 Keterangan:

n = tahun terakhir dimana arus kas belum bisamenutupi investasi awal a = jumlah investasi awal

b = jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke n c = jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke n+1

Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: PBP > umur ekonomis kapal sekoci : usaha tidak layak PBP < umur ekonomis kapal sekoci : usaha layak 3.4.6 Analisis Status Keberlanjutan

Dalam pengkajian stok konvensional sebagian besar upaya diarahkan kepada penentuan titik referensi biologi seperti kematian ikan, pemijahan atau struktur umur sebagai alat untuk mendiagnosis serta memberikan peringatan awal akan terjadinya ketidakstabilan dalam populasi stok. Akan tetapi kompleksitas model pengakajian stok serta tingginya tingkat ketidakpastian yang terdapat dalam penelitian perikanan merupakan permasalahan yang belum terselesaikan hingga saat ini (Walters 1998 in Pitcher 1999). Pengkajian stok konvensional umumnya hanya bertumpu pada aspek ekologi dan ekonomi saja, sementara diketahui bahwa bahwa sebuah kegiatan perikanan dalam prakteknya akan terkait dengan upaya manusia dalam aspek yang multidisiplin meliputi aspek sosial, teknologi dan etika pengelolaan (McGoodwin 1990 in Pitcher 1999).

Analisis status keberlanjutan pengelolaan sumberdaya cakalang dilakukan dengan pendekatan Multidimensional Scaling (MDS) dengan teknik ordinasi Rapfish yang diperkenalkan oleh Fisheries Center, University of British Columbia

yang merupakan teknik pendugaan keberlanjutan secara sederhana, dengan atribut yang mudah diberi penilaian berdasarkan pertimbangan waktu dan biaya, serta dapat diaplikasikan untuk berbagai aspek penilaian. Rapfish merupakan teknik multidisiplin yang dapat digunakan untuk mengkaji keberlanjutan kegiatan perikanan tangkap dari skala makro seperti skala negara dan ekosistem, hingga

(16)

skala mikro seperti jenis alat tangkap, perikanan multispesies atau spesies target tertentu saja, atau kapal tangkap tunggal (Pitcher 1999).

Gambar 6 Prosedur yang digunakan dalam aplikasi Rapfish. (Sumber: Alder et al. 2000).

3.4.6.1 Penentuan Atribut Keberlanjutan

Charles (2001) menyatakan bahwa tantangan terbesar dalam praktek penilaian status keberlanjutan dari sebuah sistem yang akan dikaji adalah bagaimana menyiapkan indikator atau atribut keberlanjutan yang sesuai dengan kebutuhan. Kriteria umum penentuan atribut setiap dimensi adalah dari kemudahannya untuk diberi skor secara objektif, serta memiliki titik ekstrim keberlanjutan yang dapat dinyatakan secara sederhana sebagai baik atau buruk. Atribut yang dipilih dalam satu dimensi harus merefleksikan keberlanjutan dari dimensi tersebut serta dapat dimodifikasi dengan atribut lain jika informasinya

Pengkajian Keberlanjutan Simulasi Monte Carlo:

Investigasi ketidakpastian analisis

Analisis Leverage: Identifikasi anomali atribut

yang dianalisis Ordinasi MDS Scaling:

Rotasi plot ordinasi baik & buruk secara horizontal

Skor Atribut: Menyusun titik referensi untuk baik,

buruk atau diantaranya Review Atribut: untuk

berbagai kategori dan konfirmasi kriteria skoring

Identifikasi dan penentuan kegiatan berdasarkan pada

kriteria yang konsisten Mulai

(17)

telah tersedia. Dengan demikian dibutuhkan informasi substansial, survei yang independen, serta model kompleks untuk estimasi titik referensi yang merepresentasikan pengelolaan yang obyektif untuk perikanan tangkap (Pitcher & Preikshot 2001).

Paradigma pembangunan perikanan dalam perkembangannya telah mengalami evolusi dari paradigma konservasi yang menekankan aspek biologi ke paradigma rasionalisasi yang menenkankan aspek ekonomi, dan selanjutnya berubah ke paradigma yang memberi penekanan pada aspek sosial atau komunitas. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan pada sektor perikanan ketiga paradigma tersebut di atas tetap relevan untuk digunakan dengan cara mengakomodasikan berbagai aspek paradigma tersebut dalam pengelolaan yang diterapkan (Charles 1994).

Tabel 2 Atribut keberlanjutan dimensi ekologi beserta kriteria pemberian skor No Atribut

Keberlanjutan

Penjelasan Maks Min Kriteria Pemberian Skor 1 Status eksploitasi Status

pemanfaatan sumberdaya berdasarkan MSY 3 0 Over-exploited (0); Fully-exploited (1); Moderate to fully-ex-ploited (2); Moderate (3) 2 Rentang migrasi Jurisdiksi perairan

dalam daur hidup

2 0 4 (0); >3-4 (1) 1-2 (2)

3 Tingkatan kolaps Pengurangan lokasi area penangkapan cakalang

3 0 Banyak dan cepat (0) Cukup banyak (1) Beberapa (2) Tidak ada (3) 4 Jumlah spesies

tangkapan

Jumlah jenis ikan tertangkap tahun 2003-2010 2 0 90-160 (0 ); 50-90 (1) 1-10 (2) 5 Ukuran ikan tangkapan Persentase ikan berukuran <40 cm yang tertangkap tahun 2003-2010 2 0 >40% (0) >20% (1) >10% (2) 6 Perubahan tingkat tropik Perubahan jenis atau ukuran ikan tangkapan periode tahun 2003-2010 2 0 Tidak menurun (0) Menurun perlahan (1) Menurun cepat (2) 7 Konsentrasi klorofil-a Konsentrasi klorofil-a dalam mg.l-1 2 0 <0,3 mg.l-1 (0) 0,31-1,0 mg.l-1 (1) >1 mg.l-1 (2)

(18)

Atribut dimensi ekologi pada Tabel 2 disusun mengacu kepada Charles (2001), Pitcher dan Preikshot (2001), dan Rapfish Group (2006) dengan modifikasi kriteria pemberian skor untuk atribut status eksploitasi berdasarkan Kepmen Kelautan dan Perikanan RI No.45, 2011 tentang Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan. Selain itu, untuk indikator kesuburan perairan digunakan atribut pengganti yaitu konsentrasi klorofil-a dimana kriteria pemberian skor mengacu pada standar kategori kesuburan perairan yang disusun Nontji (1993).

Atribut pada dimensi ekonomi disusun mengacu kepada Charles (2001), Pitcher dan Preikshot (2001), dan Rapfish Group (2006) dengan modifikasi kriteria pemberian skor untuk beberapa atribut status keberlanjutan ekonomi sesuai dengan kondisi lapangan.

Tabel 3 Atribut keberlanjutan dimensi ekonomi beserta kriteria pemberian skor No Atribut

Keberlanjutan

Penjelasan Maks Min Kriteria Pemberian Skor 1 Harga Jual Harga ikan

tangkapan per ton (US$) 4 0 <250 (0); 250-500 (1); 500-1,000 (2); 1,000-1,500 (3); >1,000-1,500 (4) 3 Tingkat Pendapatan Perbandingan penghasilan nelayan dengan UMR Kab.Malang 3 0 >1 (0) = 1(1) >1 (2) >1,5 (3) 4 Sumber pendapatan lain Proporsi relatif waktu beraktifitas sebagai nelayan 3 0 Penuh (0); Musiman (1); Paruh waktu (2); Pengisi waktu (3) 5 Kontribusi terhadap PDRB Kontribusi perikanan ke PDRB Kab.Malang 2 0 <2,5% (0); 2,5-10% (1) >10% (2) 6 Serapan tenaga kerja Persentase jumlah penduduk terserap di sektor perikanan 2 0 >50% (0); 25-50% (1) < 25% (2) 7 Kepemilikan Usaha

Pihak yang lebih banyak menerima manfaat usaha

2 0 50% internal (0) >25% internal (1) > 50% internal (2) 8 Pasar utama Tujuan utama

pemasaran hasil tangkapan

2 0 75% lokal (0) 50% regional (1) 50% ekspor (2) 9 Subsidi Jenis subsidi yang

diterima nelayan dari pemerintah

3 0 Kapal (0) Alat tangkap dan rumpon (1); Subsidi tidak langsung (2), Tidak ada (3)

(19)

Atribut pada dimensi teknologi mengacu kepada Charles (2001), Pitcher dan Preikshot (2001), dan Rapfish Group (2006), dengan penambahan kriteria pemberian skor pada atribut selektivitas alat berdasarkan CCRF (FAO 2005), dan atribut efek samping alat tangkap berdasarkan Cochrane (2002). Kriteria pemberian skor atribut lainnya yaitu tempat pendaratan dan pengolahan pra-jual disesuaikan dengan kondisi lapangan.

Tabel 4 Atribut keberlanjutan dimensi teknologi beserta kriteria pemberian skor No Atribut

Keberlanjutan

Penjelasan Maks Min Kriteria Pemberian Skor

1 Ukuran Kapal Ukuran panjang kapal

2 0 <8m (0); 8-17m (1) >17m (2)

2 Lama trip Jumlah hari yang diperlukan untuk satu trip

4 0 >10 (0); 8-10 (1) 5-7 (2); 2-4 (3) < 1 (4)

3 Rumpon Pola penangkapan ikan 1 0 Berburu (0); campuran (0,5); rumpon (1) 4 Tempat Pendaratan Lokasi pendaratan hasil tangkapan 2 0 Pelabuhan kabupaten lain (0); Pelabuhan kecamatan lain (1) PPP Pondokdadap (2) 5 Penanganan di perahu Teknologi penanganan hasil tangkapan di atas kapal 3 0 Tidak ada (0) Boks pendingin (1) Freezer (2) tangki penampungan (3) 6 Pengolahan pra-jual Standar pengolahan ikan sebelum dijual

2 0 Ikan utuh (0); Bersih perut dan insang (1) produk setengah jadi (2) 7 Perubahan

kapasitas Tangkap

Pertambahan jumlah kapal sekoci dan jumlah trip 2003-2010 2 0 <10% (0) >10-30% (1) >30% (2) 8 Efek samping Alat tangkap Indeks efek ekosistem alat tangkap 3 0 >4,5 (0); >5,5 (1) >6,5 (2); >7,5 (3)

Selanjutnya, atribut pada dimensi sosial disusun mengacu kepada Charles (2001), Pitcher dan Preikshot (2001), dan Rapfish Group (2006) dengan penambahan kriteria pemberian skor pada atribut status konflik berdasarkan Satria (2006).

(20)

Tabel 5 Atribut keberlanjutan dimensi sosial beserta kriteria pemberian skor

Penentuan atribut yang terakhir adalah adalah atribut untuk dimensi kelembagaan yang disusun mengacu kepada Charles (2001), Soesilo (2003), Hartono et al. (2005), Rapfish Group (2006), Suyasa (2007), Nababan et al.

(2007); dan Abdullah (2011), dengan penambahan atribut kelas pelabuhan. Kriteria pemberian skor mengacu kepada Permen Kelautan dan Perikanan RI No 16 2006 tentang Pelabuhan Perikanan.

No Atribut Keberlanjutan

Penjelasan Maks Min Kriteria Pemberian Skor

1 Pola kerja Pola kerja nelayan dalam kegiatan penangkapan 2 0 Individu (0) Keluarga (1) Kelompok (2) 2 Rumah tangga nelayan Proporsi jumlah nelayan dalam total penduduk desa 2 0 >30% (0) 10-30% (1) <10% (2) 3 Pengalaman nelayan Lama waktu bekerja sebagai nelayan 2 0 <2 tahun (0) 2-5 tahun (1) >5 tahun (2) 4 Pelaku usaha Baru Persentase pertumbuhan pelaku usaha baru tahun 2001-2010

2 0 < 10% (0) 10-25-% (1) >25% (2) 5 Status konflik Jenis konflik yang

terjadi (Konflik kelas, cara produksi/alat tangkap, dan usaha) 3 0 > 2 jenis (0) > 1 jenis (1) 1 jenis (2) 0 (3) 6 Kontribusi pendapatan Persentase kepada pendapatan keluarga 2 0 >80% (0) 50-80% (1) <50% (2) 7 Kesadaran lingkungan Persentase responden yang sadar lingkungan 2 0 10-20% (0) 20-40 (1) >40 (2) 8 Partisipasi keluarga Bentuk partisipasi Keluarga 2 0 Persiapan melaut (0); Penjualan hasil (1) Pengolahan hasil (2)

(21)

Tabel 6 Atribut keberlanjutan dimensi kelembagaan serta kriteria pemberian skor

Setelah menyusun atribut pada semua dimensi, selanjutnya disusun kriteria penilaian. Kriteria yang biasa digunakan bersifat umum sehingga dianggap perlu modifikasi menjadi bentuk yang lebih terukur berdasarkan teori terkait dimensi yang dikaji, serta disesuaikan dengan kondisi lapangan. Modifikasi dimaksudkan untuk memudahkan pemberian skor dan mereduksi bias yang mungkin muncul dari kesalahan interpretasi kriteria penilaian.

Kriteria pemberian skor untuk atribut KUD dan lembaga keuangan mikro berdasarkan Wiyono (2005) yaitu jumlah fungsi lembaga yang dijalankan, dimana fungsi lembaga tersebut adalah: 1) Pengadaan sarana perbekalan, kebutuhan No Atribut

Keberlanjutan

Penjelasan Maks Min Kriteria Pemberian Skor 1 Ketersediaan

aturan

Ketersediaan aturan pengelolaan pada berbagai tingkatan, formal maupun non formal

3 0 Aturan internasional (0); Aturan nasional (1); Aturan perda provinsi dan kabupaten (2); Aturan Perdes (3) 2 Lembaga Pelaksana (formal/non formal ) Keberadaan

lembaga pada setiap tingkatan

pengelolaan

3 0 Hanya di tingkat nasional (0); Ada hingga provinsi (1); Ada hingga kabupaten (2); Ada hingga tingkat lokal (3) 3 Penegakan aturan Jenis tindakan terhadap pelanggaran

2 0 Tidak ada sanksi (0) peringatan (1) sanksi (2) 4 Pelabuhan perikanan Tingkat pelayanan pelabuhan perikanan 3 0 PPI (0); PPP (1) PPN (2); PPS (3) 5 Pelibatan Nelayan Persentase nelayan yang pernah terlibat penyusunan aturan 2 0 >5% (0) 10% (1) <15% (2) 6 KUD dan Lembaga Keuangan Mikro

Jumlah fungsi yang berjalan dengan baik

2 0 >2 fungsi (0) 3-4 fungsi (1) >5 fungsi (2) 7 Kelompok Nelayan Jenis peran kelompok yang berjalan baik

2 0 Belum jelas (0); Perbe-kalan, pelelangan (1); Perbekalan, pelelangan, pengolahan (2)

8 IUU fishing Frekuensi responden menemui praktek IUU fishing

2 0 Setiap bulan (0) Setiap 3 bulan (1) Setiap 6 bulan (2)

(22)

rumah tangga nelayan dan kios KUD; 2) Perkreditan untuk nelayan; 3) Pemasaran dan pengolahan ikan; 4) Pengelolaan tempat pelelangan ikan, dan 5) Pembinaan anggota. Kriteria pemberian skor ketujuh atribut lainnya disesuaikan kondisi lapangan.

Penambahan atribut pelabuhan perikanan dalam dimensi kelembagaan dianggap perlu mengingat masih rendahnya tingkat teknologi yang digunakan oleh sebagian besar kapal sekoci, sementara kebutuhan akan kualitas hasil tangkapan yang lebih baik semakin menjadi tuntutan pasar. Oleh karena itu, upaya terstruktur dari pemerintah untuk menjembatani kesenjangan yang ada, melalui penyediaan sarana dan prasarana yang memungkinkan penerapan teknologi penanganan dan pengolahan hasil tangkapan, serta dapat digunakan secara bersama oleh para nelayan, akan sangat berpengaruh kepada status keberlanjutan kegiatan perikanan yang ada di sekitarnya.

Tabel 7 Karakteristik setiap jenis pelabuhan perikanan

No Kriteria Pelabuhan PPS PPN PPP PPI

1 Wilayah laut operasional kapal ikan yang dilayani

Teritorial, ZEEI dan internasional ZEEI dan territorial Pedalaman, kepulauan, teritorial, ZEEI Pedalaman dan kepulauan 2 Fasilitas tambat/ labuh kapal >60 GT 30-60 GT 10-30 GT 3-10 GT 3 Panjang dermaga &

kedalaman kolam >300 m dan >3 m 150-300 m &>3m 100-150 m dan >2 m 50-100 m dan >2 m 4 Kapasitas menampung Kapal >6000 GT ≈100 kapal 60 GT >2250 GT ≈75 kapal 30 GT >300 GT ≈ 30 kapal 10 GT >60 GT ≈ 20 kapal 3 GT 5 Rataan volume ikan didaratkan 60 ton per hari 30 ton per hari - -

6 Ekspor ikan Ya Ya Tidak Tidak

7 Luas lahan >30 Ha 15-30 Ha 5-15 Ha 2-5 Ha 8 Fasilitas pembinaan

mutu hasil perikanan

Ada Ada /

Tidak

Tidak Tidak

9 Zonasi industri Ada Ada Ada Tidak

Keberadaan pelabuhan perikanan sangat menentukan pengembangan dan keberhasilan sektor perikanan di suatu wilayah. Berdasarkan Permen Kelautan dan Perikanan nomor PER.16/MEN/2006, pelabuhan perikanan di Indonesia dapat dibagi ke dalam 4 (empat) kelas. Pembagian pelabuhan perikanan tersebut dibuat berdasarkan kapasitas dan kemampuan dalam menangani aktifitas keluar masuk

(23)

kapal ikan, serta berdasarkan letak dan posisinya. Jenis pelabuhan tersebut adalah Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).

Menurut Wiyono (2005), pelabuhan perikanan berguna sebagai sarana penunjang peningkatan produksi, dengan fungsi yang meliputi berbagai aspek, yaitu: 1) Sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan; 2) Tempat berlabuh armada perikanan; 3) Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan dan masukan dari daerah lain; 4) Tempat untuk memperlancar kegiatan armada perikanan; 5) Pusat pemasaran dan ditribusi ikan hasil tangkapan; 6) Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan; 7) Pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengambilan data. 3.4.6.2 Ordinasi Atribut

Menurut Kavanagh (2001) teknik ordinasi Rapfish adalah aproksimasi konfigurasi sebuah titik dalam ruang n-dimensi (2 atau 3). Aproksimasi dilakukan menggunakan jarak Euclidian antara sebuah titik dalam ordinasi pada ruang n-dimensi, dengan jarak dari titik asal. Perhitungan jarak Euclidian dengan Formula Pythagorian dalam n dimensi dilakukan dengan menggunakan persamaan:

... 3.32 Ordinasi suatu titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian (dij) dari titik i ke titik j dengan titik asal, dengan persamaan:

...3.33 ...... 3.34 Dimana: dij= jarak Euclidian a = intersep b = sudut kemiringan e = error đ = disparitas

3.4.6.3 Analisis Sensitivitas dan Monte Carlo

Untuk melihat atribut yang memberikan pengaruh terhadap indeks keberlanjutan dilakukan analisis sensitivitas (leverage analysis). Atribut paling sensitif akan memberikan kontribusi terhadap keberlanjutan dalam bentuk

(24)

perubahan Root Mean Square (RMS) pada sumbu X (skala keberlanjutan). Semakin besar nilai perubahan RMS semakin besar peranan atribut tersebut atau semakin sensitif dalam pembentukan nilai keberlanjutan pada skala keberlanjutan. Nilai RMS atau akar kuadrat nilai tengah dihitung dengan persamaan:

.... 3.35 Dimana:

Xred = hasil ordinasi dengan reduksi atribut

Xflip = hasil ordinasi tanpa reduksi atribut

N = jumlah atribut

Prosedur dalam ordinasi Rapfis yang terakhir adalah analisis Monte Carlo. Menurut Kavanagh dan Pitcher (2004) tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui 1) Pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut; b) Pengaruh variasi pemberian skor; 3) Stabilitas proses analisis MDS yang dilakukan berulang; dan d) Kesalahan pemasukan atau hilangnya data (missing data).

Seberapa baik ordinasi titik merefleksikan titik asal merupakan gambaran

goodness of fit atau stress yang diukur antara jarak euclidian dengan disparitas, dimana bila nilai stress tidak berkurang signifikan maka koordinat titik pada ordinasi digeser untuk mengurangi nilainya.

Jarak euclidian yang baru dihitung lagi bersama dengan nilai regresi, nilai disparitas dan nilai stress pada saat titik tersebut bergeser. Dengan demikian kebanyakan algoritma mengevaluasi ordinasi secara berulang untuk memaksimalkan goodness of fit atau meminimalkan nilai stress. Formula Kruskal dan Wish (1979) in Kavanagh et al. (2000) digunakan untuk mengukur stress

dengan persamaan:

... 3.36 Dalam MDS non-metrik ordinasi dievaluasi secara berulang untuk meminimalkan nilai stress dengan persamaan berikut:

... 3.37 dimana f(δij) adalah fungsi nonmetrik monoton dari jarak titik asal.

(25)

Nilai stress yang rendah mengindikasikan good fit jika analisis dilakukan dalam dua dimensi, dimana nilai stress1 yang besar dari 0,1 menunjukkan fitness

yang buruk. Biasanya nilai stress2 akan lebih besar dua kali lipat, sehingga nilai

stress yang bisa diterima adalah apabila <20%. 3.4.6.4 Status Keberlanjutan Dimensi

Penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengelolaan cakalang. Atribut masing-masing dimensi serta kriteria baik dan buruk mengacu kepada konsep yang digunakan Pitcher dan Preikshot (2001), Rapfish Group (2006), Allahyari (2010), serta pendapat dari pakar dan stakeholder yang terkait dengan sistem yang dikaji.

Tabel 8 Kategori indeks keberlanjutan setiap dimensi sistem yang dikaji

No Nilai Indeks Penilaian Kategori Keberlanjutan

1 0 – 19 Buruk Tidak Berkelanjutan

2 20 – 39 Cukup Kurang Berkelanjutan

3 40 – 59 Sedang Sedang

4 60 – 79 Baik Berkelanjutan

5 80 – 100 Sangat Baik Sangat Berkelanjutan

Sumber: Allahyari (2010)

Setiap atribut diperkirakan skornya, yaitu skor maksimum 4 untuk kondisi baik (good) dan 0 untuk jelek (bad) dan di antaranya untuk keadaan di antara baik dan buruk. Skor definitifnya adalah nilai modus, yang dianalisis untuk menentukan titik-titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan sistem relatif terhadap titik baik dan buruk dengan teknik ordinasi MDS. Skor setiap dimensi dinyatakan dengan skala terburuk (bad) 0% sampai yang terbaik (good) 100%. 3.4.6.5 Status Keberlanjutan Multidimensi

Status keberlanjutan setiap dimensi divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram) yang menggambarkan keberlanjutan dari masing-masing dimensi. Pada ruang dua dimensi sumbu X mewakili derajat keberlanjutan dari buruk sampai baik, sedangkan dimensi lainnya yaitu sumbu Y mewakili faktor faktor lainnya. Agar status keberlanjutan secara keseluruhan dapat dinilai, dilakukan pembobotan terhadap masing-masing dimensi dengan menggunakan pendapat 3 pakar pengelolaan sumberdaya perikanan. Hasil pembobotan

(26)

kemudian dianalisis dengan menggunakan Program Penentuan Bobot Dimensi menggunakan Microsoft excel sesuai Budiharsono (2002), hasil dari analisis adalah nilai status keberlanjutan kegiatan secara keseluruhan (multidensi).

3.4.6.6 Strategi Pengelolaan Berbasis Status Keberlanjutan Multidimensi Penyusunan strategi pengelolaan berbasis status keberlanjutan multidimensi dilakukan berdasarkan hasil analisis sebelumnya dengan mempertimbangkan status keberlanjutan dimensi dan nilai sensitivitas atribut, serta hasil penyusunan prioritas berdasarkan analisis SMART (Simple Multiattribute Rating Technique) menggunakan perangkat lunak Criterium DecisionPlus versi 2,0.

Kenneth dan Edward (1989) menyatakan bahwa dalam pengambilan keputusan dikenal teknik Simple Multiattribute Rating Technique (SMART) yang dikembangkan dari Multiattribute Utility Theory (MAUT). Permasalahan mula-mula dibagi menjadi atribut, dimana setiap atribut yang dievaluasi dibuat berdasarkan nilai hasil pengukuran. Diagram pohon dari nilai tersebut disusun dalam rangka menilai setiap atribut dan melakukan agregasi model yang menghasilkan perbandingan antara berbagai alternatif. Pengambilan keputusan secara logis bagi permasalahan yang kompleks dengan berdasarkan informasi yang tersedia dan pemahaman tentang tentang permasalahan memerlukan tahapan: 1) Formulasi pernyataan yang jelas mengenai permasalahan, 2) Identifikasi isu terkait permasalahan, 3) Membangun struktur pengambilan keputusan yang terdiri atas tujuan, kriteria, sub kriteria dan alternatif, 4) menimbang pentingnya kriteria berdasarkan data kuantitatif atau kualitatif, 5) evaluasi alternatif, 6) mengecek keterkaitan melalui sensitivity analysis, dan finalisasi keputusan.

Gambar

Gambar 4  Lokasi penelitian Keberlanjutan Sumberdaya Perikanan Cakalang di Perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur
Gambar 5  Tahapan penelitian Keberlanjutan Sumberdaya Perikanan Cakalang di Perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur
Tabel 1  Prosedur penelitian
Gambar 6  Prosedur yang digunakan dalam aplikasi Rapfish.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan khususnya ilmu biomedik (KIA) tentang hubungan nikotin dengan kadar hormon prolaktin pada ibu postpartum perokok pasif.

Pada keadaan yang demikian tanaman akan mampu mengekstrak air dari volume tanah yang lebih dalam dan luas, sehingga mampu menyediaan air lebih banyak untuk mendukung

Heute gibt es nur noch in zwei Dörfern, Yeyin und Langdao, Häuser, die dem traditionellen Stil entsprechen (vgl.. 14: Moderne Häuser – Dorfbild in Hongtou. Ein weiteres Beispiel

(NAB) 3 mg/m³ Nilai untuk partikel yang inhalabel (total), tidak mengandung asbes dan kandungan silika lebih kecil dari &lt; 1%.. Bentuk eksposur: partikel respirabel Nilai

Sifat hubungan tersebut: (a) yang berhubungan dengan latar belakang sosial adalah unsur kesatuan, (b) latar belakang yang dimaksud adalah pandangan dunia suatu kelompok sosial

Penelitian mengenai pendapat peserta didik tentang pelaksanaan praktek room section dengan pendekatan pelatihan berbasis kompetensi yang berkaitan dengan kompetensi kerja

Indonesia juga secara aktif terlibat di berbagai agenda strat- egis seperti reformasi IMF dengan mendorong adanya kuota yang lebih besar untuk negara-negara miskin dan

Angka infeksi terkait pelayanan kesehatan dibandingkan dengan angka- angka di rumah sakit lain melalui komparasi data dasar (lihat juga PMKP.4.2, EP 2 dan