• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi

2.1.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi

Perpustakaan perguruan tinggi pada dasarnya merupakan suatu unit pelaksana teknis yang merupakan bagian integral pada suatu perguruan tinggi. Unit Perpustakaan bekerja sama dengan unit-unit kerja lainnya harus dapat berperan aktif dalam membantu perguruan tinggi tempatnya bernaung untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan dalam Perpustakaan Perguruan Tinggi : buku pedoman (2004 : 3) bahwa :

Perpustakaan perguruan tinggi merupakan unit pelaksana teknis (UPT) perguruan tinggi yang bersama dengan unit lain turut melaksanakan Tri Dharma perguruan tinggi dengan cara memilih, menghimpun, mengolah, merawat serta melayankan sumber informasi kepada lembaga induknya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Sedangkan dalam buku Panduan Penyelenggara Koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi (1992 : 1) dinyatakan bahwa “Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang berada dalam suatu perguruan tinggi dan merupakan unit yang membantu perguruan tinggi yang bersangkutan dalam mencapai tujuannya”

Selain pendapat di atas Sulistyo-Basuki dalam bukunya Pengantar Ilmu Perpustakaan (1993 : 3) menyatakan bahwa “Secara umum perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung ataupun itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut data susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual”.

Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang berada dibawah naungan perguruan tinggi yang turut membantu pelaksanaan pendidikan, pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat guna pencapaian tujuan perguruan tinggi tempatnya bernaung.

(2)

2.1.2 Tujuan dan Fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi

Perpustakaan perguruan tinggi memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan perguruan tinggi, bahkan perpustakaan perguruan tinggi dapat dianggap sebagai jantung perguruan tinggi. Sejalan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, perpustakaan perguruan tinggi mempunyai tujuan dan fungsi yang disesuaikan dengan tujuan dan fungsi perguruan tinggi tempatnya bernaung.

2.1.2.1 Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi

Penyelenggaraan perpustakaan perguruan tinggi bertujuan untuk mendukung, memperlancar dan memberikan pelayanan kepada pengguna dalam memenuhi kebutuhan informasi yang mereka butuhkan. Menurut Sulistyo-Basuki (1991 : 52) tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah:

a. Memenuhi keperluan informasi masyarakat perguruan tinggi, lazimnya staf pengajar dan mahasiswa. Sering pula mencakup tenaga administrasi perguruan tinggi.

b. Menyediakan bahan pustaka rujukan (referens) pada semua tingkat akademik, artinya mulai dari mahasiswa tahun pertama hingga ke mahasiswa program pasca sarjana dan pengajar.

c. Menyediakan ruangan belajar untuk pemakai jasa perpustakaan.

d. Menyediakan jasa peminjaman yang tepat guna bagi berbagai jenis pemakai.

e. Menyedikan jasa informasi aktif yang tidak saja terbatas pada lingkungan perguruan tinggi juga lembaga industri lokal.

Sedangkan dalam buku Panduan Penyelenggaraan Koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi (1992 : 1) dinyatakan bahwa:

Tujuan perpustakaan perguruan tinggi ialah untuk menunjang pelaksanaan program perguruan tinggi sesuai Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. 1) Dharma pertama yaitu pendidikan dan pengajaran dilaksanakan dengan

cara mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyajikan dan menyebarluaskan informasi bagi mahasiswa dan dosen sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

2) Dharma kedua yaitu penelitian, dilakukan melalui kegiatan mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyajikan dan menyebarluaskan informasi bagi peneliti.

3) Dharma ketiga yaitu pengabdian kepada masyarakat, diselenggarakan melalui kegiatan mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyajikan informasi bagi masyarakat.

(3)

Selain tujuan tersebut di atas, perpustakaan perguruan tinggi sebagai unsur penunjang Tri Dharma Perguruan Tinggi merumuskan tujuannya sebagai berikut:

a. Mengadakan buku, jurnal dan pustaka lainnya untuk dipakai oleh dosen, mahasiswa dan staf lainnnya bagi kelancaran program pengajaran di perpustakaan perguruan tinggi.

b. Mengadakan buku, jurnal, dan pustaka lainnya yang diperlukan untuk penelitian sejauh dana tersedia.

c. Mengusahakan, menyimpan dan merawat pustaka yang bernilai sejarah, yang dihasilkan oleh civitas akademika.

d. Menyediakan saranan bibliografi untuk menunjang pemakaian perpustakaan.

e. Menyediakan tenaga yang cukup serta penuh dedikasi untuk melayani kebutuhan pengguna perpustakaan, dan bila perlu mampu memberikan pelatihan penggunaan perpustakaan.

f. Bekerja sama dengan perpustakaan lain untuk mengembangkan program perpustakaan. (Perpustakaan Perguruan Tinggi : Buku Pedoman, 2004 : 47).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan perpustakaan perguruan tinggi bertujuan untuk mendukung, memperlancar dan mempertinggi kualitas palaksanaan kegiatan perguruan tinggi dengan melakukan kegiatan layanan informasi, pemanfaatan informasi serta penyebarluasan informasi tersebut.

2.1.2.2 Fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi

Perpustakaan perguruan tinggi memiliki fungsi sebagai sarana pemenuhan informasi bagi masyarakat perguruan tinggi, fungsi perpustakaan perguruan tinggi dapat dilihat dari berbagai segi yaitu :

a. Ditinjau dari segi proses pelayanan sesuai dengan tujuannya, pepustakaan perguruan tinggi mempunyai lima fungsi, yaitu :

1. Sebagai pusat pengumpulan informasi 2. Sebagai pusat pelestarian informasi 3. Sebagai pusat pengolahan informasi 4. Sebagai pusat pemanfaatan informasi 5. Sebagai pusat penyebarluasan informasi

b. Ditinjau dari segi program perguruan tinggi yang didukung sesuai dengan peranannya, perpustakaan perguruan tinggi mempunyai tiga macam fungsi, yaitu:

1. Sebagai pusat pelayanan informasi untuk program pendidikan dan pengajaran .

(4)

3. Sebagai pusat pelayanan informasi untuk program pengabdian kepada masyarakat.

c. Ditinjau dari segi pelaksanaannya, pada setiap perpustakaan perguruan tinggi tersebut di atas dapat dibedakan dua macam sifat fungsi, yaitu: 1. Fungsi yang bersifat akademis edukatif.

2. Fungsi yang berifat administratif teknis.

(Pedoman Umum Perpustakaan Perguruan Tinggi, 1979 : 3)

Sedangkan Sulistyo-Basuki (1993 : 3) mengemukakan bahwa fungsi perpustakaan adalah :

a. Sebagai sarana simpan karya manusia. b. Sebagai sumber informai (fungsi informasi) c. Sebagai sarana rekreasi (fungsi rekreasi) d. Sebagai sarana pendidikan (fungsi pendidikan)

e. Sebagai sarana pengembangan kebudayaan (fungsi kultural)

Selain pendapat di atas, dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi : buku pedoman (2004 : 3) dinyatakan bahwa perpustakaan perguruan tinggi berfungsi sebagai :

1. Fungsi Edukasi

Perpustakaan merupakan sumber belajar para civitas akademika, oleh karena itu koleksi yang disediakan adalah koleksi yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, pengorganisasian, bahan pembelajaran setiap program studi, koleksi tentang strategi belajar mengajar dan materi pendukung pelaksanaan evaluasi pembelajaran. 2. Fungsi Informasi.

Perpustakaan merupakan sumber informasi yang mudah diakses oleh pencari dan pengguna informasi

3. Fungsi Riset

Perpustakaan mempersiapkan bahan-bahan primer dan sekunder yang paling mutakhir sebagai bahan untuk melakukan penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Koleksi pendukung penelitian di perpustakaan perguruan tinggi mutlak dimiliki, karena tugas perguruan tinggi adalah menghasilkan karya-karya penelitian yang diaplikasikan untuk kepentingan pembangunan masyarakat dalam berbagai bidang.

4. Fungsi Rekreasi

Perpustakaan harus menyediakan koleksi rekreatif yang bermakna untuk membangun dan mengembangkan kreativitas, minat dan daya inovasi pengguna perpustakaan.

5. Fungsi Publikasi

Perpustakaan juga selayaknya membantu melakukan publikasi karya yang dihasilkan oleh warga perguruan tingginya yakni civitas akademik dan staf non akademik.

(5)

6. Fungsi Deposit.

Perpustakaan menjadi pusat deposit untuk seluruh karya dan pengetahuan yang dihasilkan oleh warga perguruan tingginya.

7. Fungsi Interprestasi

Perpustakaan sudah seharusnya melakukan kajian dan memberikan nilai tambah terhadap sumber-sumber informasi yang dimiliki untuk membantu pengguna dalam melakukan dharmanya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan perguruan tinggi memiliki fungsi edukasi, informasi, riset, rekreasi, publikasi, deposit, interpretasi serta sebagai sarana pengembangan kebudayaan yang diperuntukkan bagi seluruh civitas akademika suatu perguruan tinggi

2.2 Pustakawan

2.2.1 Pengertian Pustakawan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi ditandai dengan perubahan dalam pencarian informasi yang berdampak bagi perpustakaan. Perpustakaan bertugas menyimpan, mengolah, dan mendistribusikan informasi dituntut agar mampu memberdayakan pengetahuan dengan menggali potensi yang dimiliki perpustakaan. Disamping itu perpustakaan sebagai salah satu penyedia informasi harus berjalan seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan kebutuhan pengguna.

Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut perpustakaan harus dikelola oleh pustakawan. Pustakawan bertanggung jawab untuk memberikan layanan berupa informasi kepada masyarakat pengguna untuk memenuhi kebutuhan informasi yang mereka butuhkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat beberapa pengertian pustakawan menurut beberapa ahli.

Sulistyo-Basuki (1991 : 59) menyatakan bahwa “Pustakawan adalah tenaga profesional yang dalam kehidupannya sehari-hari berkecimpung dalam dunia buku”. Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (2002 : 1211) “pustakawan adalah orang yang berkecimpung dibidang perpustakaan atau ahli perpustakaan”.

Selain itu, dalam keputusan MENPAN Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002 (2006 : 3) dinyatakan bahwa:

(6)

1. Pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi instansi pemerintah atau unit tertentu lainnya.

2. Pustakawan tingkat terampil adalah pustakawan yang memiliki dasar pendidikan untuk pengangkatan pertama kali serendah-rendahnya Diploma II perpustakaan, Dokumentasi dan Informasi atau Diploma bidang lain yang disetarakan.

3. Pustakawan tingkat ahli adalah pustakawan yang memilki dasar pendidikan untuk pengangkatan pertama kali serendah-rendahnya Sarjana Perpustakaan, Dokumentasi dan Informasi atau Sarjana bidang lain yang disetarakan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pustakawan adalah seseorang yang bekerja pada suatu perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan.

2.2.2 Jabatan Pustakawan

Jabatan merupakan suatu kedudukan yang menunjukkan suatu tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang pegawai dalam rangka susunan suatu organisasi. Jabatan Fungsional di perpustakaan terdiri dari pustakawan tingkat terampil dan pustakawan tingkat ahli. Berdasarkan keputusan MENPAN Nomor 132/KEP/MPAN/12/2002 (2006 : 7-9) dinyatakan bahwa:

1) Jenjang jabatan Pustakawan Tingkat Terampil dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi adalah:

a. Pustakawan Pelaksana:

1. Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b 2. Pengatur, golongan ruang II/c

3. Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d b. Pustakawan Pelaksana Lanjutan:

1. Penata Muda, golongan riang III/a

2. Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b c. Pustakawan Penyelia:

1. Penata, golongan ruang III/c

2. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.

2) Jenjang jabatan Pustakawan Tingkat Ahli dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah:

a. Pustakawan Pertama;

1. Penata Muda, golongan ruang III/a

(7)

b. Pustakawan Muda:

1. Penata, golongan ruang III/c

2. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d c. Pustakawan Madya:

1. Pembina. golongan ruang IV/a

2. Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b 3. Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c d. Pustakawan Utama:

1. Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d 2. Pembina Utama, golongan ruang IV/e.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jabatan pustakawan merupakan jabatan fungsional yang terdiri dari dua tingkatan yaitu:

1) Pustakawan tingkat terampil terdiri dari:

a. Pustakawan Pelaksana (Gol / ruang II/b s.d II/d) b. Pustakawan Pelaksana Lanjutan (Gol / ruang III/a s.d III/b) c. Pustakawan Penyelia (Gol / ruang III/c s.d III/d) 2) Pustakawan untuk jenjang pustakawan tingkat ahli terdiri dari: a. Pustakawan Pertama (Gol / ruang III/a s.d III/b) b. Pustakawan Muda (Gol / ruang III/c s.d III/d c. Pustakawan Madya (Gol / ruang IV/a s.d IV/c) d. Pustakawan Utama (Gol / ruang IV/d s.d IV/e)

2.2.3 Tugas Pustakawan

Kegiatan yang dilakukan pustakawan merupakan salah satu unsur yang dinilai dalam pemberian angka kredit sebagai salah satu kenaikan jabatan pustakawan. Pekerjaan kepustakawanan yang terdapat dalam Buku Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya (2006 : 4) adalah :

Pekerjaan Kepustakawanan adalah kegiatan utama dalam unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang meliputi kegiatan pengadaan, pengolahan dan informasi, pendayagunaan dan pemasyarakatan informasi baik dalam bentuk karya cetak, karya rekam maupun multimedia, serta kegiatan pengkajian atau kegiatan lain untuk pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi termasuk pengembangan profesi.

Sedangkan dalam melaksanakan kegiatan kepustakawanan, masing-masing pustakawan memiliki tugas pokok yang harus dikerjakan. Tugas pokok

(8)

pustakawan dapat dirinci berdasarkan jabatan fungsional pustakawannya. Seperti yang terdapat dalam Buku Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kerditnya (2006 : 5) terdiri dari :

1. Tugas pokok Pustakawan Tingkat Terampil meliputi pengorganisasian dan pendayagunaan koleksibahan pustaka/sumber informasi, pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.

2. Tugas pokok Pustakawan Tingkat Ahli meliputi pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi, pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi serta pengkajian pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang pustakawan selain memiliki tugas pokok yang harus dilaksanakan juga memiliki kegiatan lain yang dapat dinilai angka kreditnya untuk kenaikan jabatan dan pangkat.

2.2.4 Pendidikan Pustakawan

Salah satu unsur yang dapat mendukung dalam melaksanakan tugas pustakawan adalah pendidikan. Menurut Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional RI Nomor 10 Tahun 2004, pendidikan pustakawan terdiri dari ;

1. Pendidikan dalan jabatan fungsional pustakawan meliputi : a. Pendidikan formal di Perguruan Tinggi meliputi :

(1). Diploma II, dan III (2) S1, S2 dan S3

b. Pendidikan dan pelatihan (diklat) dalam jabatan seperti : (1) Diklat fungsional pustakawan

(2) Diklat teknis kepustakawanan (3) Diklat non kepustakawanan 2. Pendidikan formal di perguruan tinggi

Persyaratan pendidikan di perguruan tinggi adalah :

a. Perguruan tinggi yang bersangkutan adalah perguruan tinggi negeri atau swasta yang sudah dialui/disahkan dan sudah terakreditasi oleh pemerintah (minimal akreditasi B)

b. Bidang yang diikuti diutamakan bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi. Pendidikan non perpustakaan, diutamakan bidang yang tugas dan fungsi perpustakaan di maan calon/pustakawan bertugas.

3. Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan fungsional pustakawan meliputi :

a. Diklat fungsional pustakawan

(1) Diklat fungsional pustakawan adalah diklat yang digunakan untuk memenuhi persyaratan kompetensi sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional pustakwan

(9)

(2) Penyelenggaraan diklat fungsional pustakawan diatur oleh Perpustakaan Nasional RI selaku instansi Pembina jabatan fungsional pustakawan.

b. Diklat teknis, adalah diklat yang diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS pada suatu unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi.

4. Pendidikan sekolah dan memperoleh gelar/ijazah.

Gelar atau ijazah yang diperhitungkan angka kreditnya adalah gelar/ijazah yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang diakui dan diakreditasi oleh Departemen Pendidikan Nasional RI dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Untuk Pengangkatan Pertama b. 1 Kriteria

a. Diploma II/Diploma III, Sarjana Muda bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi.

b. Diploma II/Diploma III, Sarjana Muda bidang lain ditambah Diklat Calon Pustakawan Tingkat Terampil.

c. S1, S2, S3 bidang perpustakaan, dokuntasi dan informasi

d. S1, S2, S3 bidang lain ditambah Diklat Calon Pustakawan Tingkat Ahli termasuk program Serifikasi pendidikan bidang perpustakaan seperti :

(1) Program sertifikai Ilmu Perpustakaan yang pernah diselenggarakan oleh Universitas Indonesia.

(2) Diklat teknis perpustakaan pada 728 jan yang pernah diselenggarakan oleh Pusat Pembinaan Perpustakaan atau Perpustakaan Wilayah/Perpustakaan Daerah. Sedangkan Sulistyo-Basuki (1994 : 111) mengemukakan pendidikan pustakawan yaitu :

Pendidikan pustakawan dikenal 2 (dua) program yaitu program nongelar dan program gelar. Program gelar mengenal tiga jenjang pendidikan ialah Stara satu atau S-1, Strata dua atau S-2, serta Strata tiga atau S-3. Sedangkan untuk program nongelar dilakukan melalui jalur program diploma. Program ini dikenal pula dengan nama Stara nol atau SO namun lebih dikenal dengan nama program diploma karenan tamatannya memperoleh diploma. Berdasarkan Peraturan Pemerintah maka program D2 dianggap setara dengan Sarjana Muda

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan pustakwan merupakan faktor yang mempengaruhi produktivitas pustakawan dalam menjalankan tugasnya di perpustakaan.

(10)

2.3 Motivasi

2.3.1 Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan suatu usaha yang dilakukan seorang pemimpin untuk mendorong seorang pegawai agar mau bekerja keras dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Organisasi pada dasarnya bukan saja mengharapkan tenaga kerja yang mampu, cakap dan terampil tetapi yang terpenting mereka mau bekerja keras untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Dalam hal ini pimpinan dituntut untuk dapat memberikan motivasi kepada pegawai untuk dapat bekerja sama demi tercapainya tujuan perpustakaan. Kemampuan, kecakapan dan keterampilan pegawai tidak ada artinya bagi suatu organisasi jika mereka tidak mau bekerja keras dengan mempergunakan kemampuan, kecakapan, dan keterampilan yang mereka miliki. Untuk dapat mengetahui lebih jelas mengenai apa motivasi tersebut dapat dilihat beberapa pengertian pemberian motivasi menurut beberapa ahli.

Hasibuan (2005 : 95) mengemukakan bahwa: “Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mendapat kepuasan”.

Sedangkan menurut Dubin (dalam Danim, 2004 : 15) mengartikan: “Motivasi adalah sebagai kekuatan kompleks yang membuat seseorang berkecimbung memulai dan menjaga kondisi kerja dalam organisasi”.

Disamping itu, Nancy (2001 : 3) mengemukakan bahwa “Motivasi adalah semua hal-hal verbal, fisik atau psikologis yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai respon”.

Selain pendapat di atas Siagian (dalam manullang, 2001 : 193) menyatakan bahwa “Motivasi adalah keseluruhan proses pemberian motif bekerja para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis”.

Selain itu juga, A. Hitt, cs dalam Siregar (2004 : 1) dinyatakan bahwa “Motivation is the sum of the emerging forces, both internal and external to a person, that account, at least in part, for certain productive behavior”. Pendapat di atas dapat diartikan bahwa motivasi adalah seperangkat dorongan baik yang

(11)

berasal dari dalam maupun dari luar diri seseorang, yang paling tidak sebahagian, turut menghasilkan tindakan-tindakan produk tertentu.

Menurut Siregar, dalam bahan kuliah motivasi (2004 : 1) menyatakan bahwa dorongan dari dalam diri sendiri (internal factor) atau faktor individual biasanya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu adalah dengan :

1. Minat tertentu, dimana seseorang terdorong untuk melakukan sesuatu kegiatan jika kegiatan itu sesuai dengan minatnya.

2. Sikap positif, dimana seseorang mempunyai sikap positif terhadap suatu kegiatan, dengan demikian dia rela untuk ikut dalam kegiatan tersebut dan berusaha untuk melakukannya dengan sebaik-baiknya 3. Kebutuhan, dimana seseorang melakukan suatu kegiatan, atau kegiatan

lain dan berusaha melakukannya asalkan kegiatan itu dapat memenuhi kebutuhannya.

Pendapat di atas hampir sama dengan Terry (1985 : 168) yang menyatakan bahwa “Motivasi diri sendiri berasal dari keinginan yang keras untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tidak perduli kesulitan-kesulitan apapun yang harus diatasi. Pemikiran-pemikiran positif dan ketaatan kepada jalannya kegiatan, yang dinyatakan, yang juga merupakan faktor-faktor motivasi”.

Berdasarkan definisi di atas dapat diketahui bahwa hal-hal yang membuat orang melakukan suatu pekerjaan yaitu adanya dorongan dan semangat kerja yang diberikan oleh pimpinan secara sadar kepada para pegawai untuk melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan organisasi.

2.3.2 Tujuan dan Manfaat Motivasi

Pemberian motivasi dari seorang pimpinan kepada pegawai pasti mempunyai tujuan yaitu terciptanya kerja sama yang baik antara pimpinan dengan bawahannya, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Menurut Hasibuan (1995 : 57) tujuan motivasi adalah ;

1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan 2. Meningkatkan moral dan kepuasan karja karyawan 3. Meningkatkan produtivitas kerja karyawan

4. Menciptakan loyalitas dan kestabilan karyawan

5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan 6. Mengaktifkan pengadaan karyawan

7. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik 8. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan 9. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan

(12)

10.Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya 11.Meningkatkan efisiensi penggunaan dan perlengkapan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu.

Manfaat pemberian motivasi adalah terciptanya gairah kerja ataupun semangat kerja karyawan. Arep (2004 : 219) mengemukakan bahwa manfaat motivasi adalah sebagai berikut;

a. Pekerjaan akan selesai dengan cepat. Artinya pekerjaaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan.

b. Orang akan merasa senang melakuklan pekerjaannya. Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat seseorang senang mengerjakannya.

c. Orang akan merasa berharga. Hal ini terjadi karena pertanyaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi

d. Orang akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi utnuk berhasil sesuai target terhadap apa yang mereka kerjakan.

e. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan.

f. Semangat juangnya akan tinggi. Hal ini akan memberikan suasana kerja yang bagus disemua bagian.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi bermanfaat untuk menumbuhkan semangat kerja dan meningkatkan kinerja tenaga kerja, sehingga tugas dan tanggung jawab yang diemban dapat dilaksanakan dengan baik guna pencapaian tujuan organisasi.

2.3.3 Jenis-jenis Motivasi

Motivasi sebagai daya perangsang dan pendorong untuk meningkatkan gairah dan semangat kerja pegawai dengan latar belakang kebutuhan-kebutuhan dan hasil kerja pegawai yang saling berbeda. Hal ini menyebabkan motivasi yang diberikan juga berbeda dalam melakukan pekerjaan disamping adanya perbedaan waktu dan tempat.

(13)

Menurut Manullang (1996 : 50), jenis-jenis insentif atau motivasi dapat digolongkan kedalam tiga golongan yaitu:

1. Material Insentif 2. Semi Material Insentif 3. Non Material Insentif

Penggolongan jenis-jenis insentif atau motivasi tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Material Insentif

Yang tergolong ke dalam jenis material insentive adalah segala daya perangsang atau daya pendorong yang semuanya dapat diberikan dengan uang dengan kata lain bahwa pegawai mau bekerja akibat rangsangan uang yang diharapkan diterima dari pimpinannya. Uang yang diharapkan dapat diterima dari pimpinan itu berupa gaji bulanan, mingguan, harian atau dalam bentuk upah. Bahwa ada juga instansi atau organisasi memberikan bonus kepada pegawai yang memiliki produktivitas kerja yang baik. Jadi yang dimaksud dengan material dalam bentuk material insentif adalah segala sesuatu imbalan yang diterima dalam bentuk uang.

2. Semi Material Insentive

Yang tergolong dalam jenis insentif atau motivasi ini adalah segala daya perangsang atau pendorong yang diberikan dalam bentuk benda misalnya dalam bentuk pemberian hadiah pada hari-hari besar seperti hari raya dan tahun baru. Bahkan yang lebih besar yakni penyediaan fasilitas, seperti fasilitas perumahan, fasilitas transfortasi dan fasilitas pakaian seragam.

3. Non Material Insentive

Yang tergolong dalam jenis insentif atau motivasi ini adalah segala daya perangsang atau pendorong yang tidak dapat dinilai dengan uang. Misalnya penempatan kerja pada posisi yang tepat, mengandalkan pendidikan dan latihan kerja secara sistematik, promosi jabatan yang objektif, pembagian kerja sesuai dengan bidang masing-masing dan sebagainya. (Manullang, 1996 : 96)

Sedangkan menurut Hasibuan (2005 : 99) jenis motivasi dapat digolongkan menjadi 2 bagian yaitu:

1. Motivasi Positif (Insentif positif), manajer memotivasi dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang menerima yang baik-baik saja.

2. Motivasi Negatif (Insentif Negative), manajer memotivasi bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik (prestasi rendah). Dengan memotivasi negativ ini semangat kerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat,

(14)

karena meraka takut di hukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.

Dalam penggunaan kedua jenis motivasi di atas harus tepat dan seimbang, supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Motivasi positif efektif untuk jangka panjang, sedangkan motivasi negatif untuk jangka pendek. Tetapi manajer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.

2.3.4 Proses Motivasi

Teori motivasi erat hubungannya dengan pemuasan kebutuhan manusia, untuk itu penulis terlebih dahulu menguraikan apa yang dimaksud dengan proses motivasi. Hasibuan (2005 : 101) menyatakan bahwa proses motivasi terdiri dari:

1. Tujuan, dalam proses memotivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan orginisasi, baru kemudian para bawahan dimotivasi kearah tujuan tersebut.

2. Mengetahui Kepentingan

Dalam proses motivasi penting mengetahui kebutuhan/keinginan karyawan dan tidak hanya melihatnya dari sudut kepentingan pimpinan dan perusahaan saja.

3. Komunikasi Efektif.

Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dan efektif dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentif itu diperolehnya.

4. Integrasi Tujuan

Dalam proses motivasi perlu untuk menyatukan perusahaan dan tujuan kepentingan karyawan. Tujuan perusahaan adalah needs complex, yaitu untuk memperoleh laba, perluasan perusahaan, sedangkan tujuan individu karyawan adalah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi tujuan organisasi/perusahaan dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk ini penting adanya persesuaian motivasi.

5. Fasilitas

Manajer dalam memotivasi haus memberikan fasilitas kepada perusahaan dan individu karyawan yang akan memberikan bantuan kendaraan kepada salesmen.

6. Team Work

Manajer harus menciptakan team work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai tujuan perusahaan. Team work (kerja sama) ini penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa proses motivasi dimulai dari penentuan tujuan, mengetahui kepentingan apa yang akan dicapai,

(15)

berkomunikasi secara efektif, penyatuan tujuan organisasi dan karyawan disediakannya fasilitas penunjang dan adannya team work yang solid.

Sedangkan menurut Gibson (1996 : 341) proses motivasi berawal dari kebutuhan uang tidak terpuaskan dan mendorong perilaku menuju kearah pemuasan, secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1 : Proses Motivasi

Gambar 1

Skema di atas menunjukkan bahwa kebutuhan yang tidak terpuaskan dapat menyebabkan ketegangan (badaniah atau rohaniah) dalam diri seseorang, mengarahkan individu tersebut untuk mengingatkan diri kepada perilaku tertentu guna memuaskan kebutuhan sehingga dapat mengurangi ketegangan. Kegiatan ini diarahkan menuju suatu sasaran. Setelah mencapai sasaran yang memuaskan kebutuhan, proses motivasi selesai.

Pendapat di atas dapat menjelaskan bahwa motivasi timbul karena adanya kebutuhan dalam diri seseorang sehingga mereka berusaha untuk melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Setelah mencapai tujuan yang diinginkan organisasi maka proses motivasi selesai.

2.3.5 Teori Motivasi

Motivasi merupakan suatu kondisi yang memberi dorongan dari dalam diri seseorang yang digambarkan sebagai keinginan, kemauan, dorongan dan sebagainya. Menurut Gibson (1996 : 340) “Seseorang yang termotivasi akan bekerja keras, mempertahankan langkah kerja keras, memiliki perilaku yang dikendalikan kearah sasaran-sasaran penting”. Oleh karena itu pimpinan harus terlebih dahulu mengetahui teori motivasi. Hasibuan (2005 : 103) mengemukakan bahwa:

Teori motivasi dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: 1. Kebutuhan yang tidak terpuaskan (menciptakan

keinginan untuk memenuhi kebutuhan – makanan, keamanan, kawan, pencapaian)

2. Perilaku terarah pada sasatan (tindakan untuk memenuhi kebutuhan)

3. Pemuasan kebutuhan (imbalan untuk memenuhi kebutuhan)

(16)

1. Teori kepuasan (Content Theory)

Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkan bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilakunya. Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan dan mendorong semangat bekerja seseorang. Teori Kepuasan (Content Theory) ini dikenal antara lain:

1. Teori Motivasi Klasik oleh F.W Taylor.

2. Maslow’s Need Hierarcy Theory (A Theory of Human Motivation) 3. Herzberg’s Two Factor Theory oleh Frederick Herzberg.

4. Mc. Clelland’s Achievement Motivation Theory oleh Mc. Clelland. 5. Alderfer’s Existence, Relatedness and Growth (ERG) Theory oleh

Aldefer.

6. Teori Motivasi Human Relation

7. Teori Motivasi ClaudeS. George. 2. Teori Proses

Teori motivasi proses ini pada dasarnya berusaha untuk menjawab pertanyaan “Bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku individu”, agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan manajer. Teori motivasi proses ini, dikenal atas:

1. Teori Harapan (expectancy Theory) 2. Teori Keadilan (Equity Theory)

3. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)

Dari kedua jenis teori di atas menjelaskan bahwa teori kepuasan didasarkan pada pendekatan faktor-faktor kebutuhan yang ada dalam diri seseorang mengenai hal-hal apa saja yang dapat mendaorong semangat kerja. Sedangkan teori proses didasarkan pada proses atau cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Penggolongan teori motivasi di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

2.3.5.1Teori Kepuasan (Content Theory)

Ada beberapa bagian dari Teori Kepuasan (Content Theory) sebagaimana dinyatakan oleh Hasibuan (2005 : 103) bahwa teori kepuasan terdiri dari:

a. Teori Motivasi Klasik oleh F.W.Taylor

Teori motivasi klasik dipelopori oleh Frederick Winslow Taylor. Tylor dalam Hasibuan (2005 : 104) menyatakan bahwa:

Motivasi para pekerja hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis saja. Kebutuhan biologis adalah kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seorang.

(17)

Kebutuhan dan kepuasan biologis ini akan terpenuhi ,jika gaji atau upah (uang atau barang) yang diberikan cukup besar. Jadi jika gaji atau upah karyawan dinaikkan maka semangat bekerja mereka akan meningkat.

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa manusia termotivasi karena adanya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis, dimana kepuasan biologis tersebut berpengaruhi oleh besar kecilnya gaji atau upah yang diperoleh.

b. Maslow’s Need Hierarchy Theory

Maslow’s Need Hierarchy Theory dikemukakan oleh Abraham H Maslow. Teori ini menyatakan bahwa kebutuhan dan kepuasan orang banyak yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa materiil dan nonmateriil. Menurut Maslow dalam Hasibuan, (2005 : 104) menyatakan bahwa dasar dari teori kebutuhan adalah:

a. Manusia adalah makluk sosial yang berkeinginan; ia selalu menginginkan lebih banyak. Keinginan ini terus-menerus, baru berhenti jika akhir hayatnya tiba.

b. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya; hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang menjadi alat motivasi.

c. Kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat (hierarchy) sebagai berikut: 1. Physiological Needs;

Physiological Needs (kebutuhan fisik = biologis) yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan, minum, udara, perumahan dan lain-lainnya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seseorang berperilaku dan bekerja giat.

2. Safety and Security Needs;

Kebutuhan ini mengarah ke dalam 2 bentuk:

1. Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan jiwa di tempat pekerjaan pada saat mengerjakan pekerjaan di waktu jam-jam kerja.

2. Kebutuhan akan keamanan harta di tempat pekerjaan pada waktu jam-jam kerja.

3. Affiliation or Acceptance Needs (Belongingness)

Affiliation or Acceptance Needs adalah kebutuhan sosial, teman, dicintai dan mencintai serta diterima dalam pergaulan kelompok karyawan dan lingkungannya. Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan tidak seorang pun manusia ingin hidup menyendiri di tempat terpencil

4. Esteem or Status Needs;

Esteem or Status Needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan

(18)

masyarakat lingkungannya. Idealnya prestice timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi perlu diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu perusahaan maka semakin tinggi pula prestasinya.

5. Self Actualization.

Self Actualization adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain.

Teori kebutuhan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2 : Maslow’s Need Hierarcy Theory.

Sumber : Hasibuan (2005 : 108)

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa manusia termotivasi karena adanya kebutuhan, sehingga terdorong untuk berperilaku yang sesuai dengan yang diinginkan organisasi. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan fsikologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan social, kebutuhan akan harga diri serta kebutuhan pengembangan diri ataupun potensi diri.

c. Herzberg’s Two Factors Motivation Theory

Teori ini dikemukakan oleh Herzberg. Herzberg dalam Hasibuan (2005 : 108) menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu:

1. Maintenance Factors

Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat yang ingin memperoleh ketenteraman badaniah. Faktor-faktor pemeliharaan ini meliputi hal-hal gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervise yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas dan macam-macam tunjangan lainnya.

2. Motivation Factors 1. Physiological needs 2. Security of Safety 3. Affiliation or acceptance 4. Esteem or status 5. Self -actualization Pemuas Kebutuhan-kebutuhan T ingka t-ti ngka t ke but uha n

(19)

Motivasi factor adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan.

Daft, dalam bukunya yang berjudul Manajemen (2003 : 99) Teori Dua faktor secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3 : Teori Dua-Faktor Herzberg

Skema di atas menunjukkan bahwa faktor pertama yang disebut hygiene factors, yaitu ada atau tidaknya ketidakpuasan kerja seperti situasi kerja, gaji, kebijakan perusahaan dan hubungan interpersonal. Ketika hygiene factors buruk, pekerjaan menjadi tidak memuaskan. Namun, hygiene factors yang baik hanya menghilangkan ketidakpuasan. Motivator merupakan kebutuhan tingkat tinggi dan termasuk pencapaian, penghargaan , tanggung jawab, dan peluang untuk tumbuh. Ketika motivator tidak ada, pekerja bersikap netral dalam melakukan pekerjaan, tapi ketika motivator ada pekerja menjadi sangat termotivasi dan puas. (Daft, 2003 : 99)

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan, tenaga kerja di pengaruhi oleh besarnya gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan sebagai alat pemeliharaan serta prestasi, tanggung jawab menjadi motivator bagi pekerja.

Area Kepuasan

Motivator Pencapaian penghargaan Tanggung Jawab Kerja itu sendiri pertumbuhan pribadi Motivator mempengaruhi tingkat kepuasan Area Ketidakpuasan Hygiene Factors Situasi kerja aji dan keamanan kebijakan perusahaan penyelia Hubungan interpersonal Hygiene factors mempengaruhi tingkat ketidakpuasan

(20)

d. Mc. Clelland’s Achievement Motivation Theory

Teori ini dikemukakan oleh David Mc. Clelland. Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Mc. Clelland dalam Hasibuan (2005 : 111) mengelompokkan tiga kebutuhan manusia yang dapat memotivasi gairah bekerja yaitu:

1. Kebutuhan akan Prestasi

Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Karena kebutuhan akan prestasi ini akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang optimal.

2. Kebutuhan akan Afiliasi

Kebutuhan akan afiliasi ini menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang karena afiliasi ini akan merangsang gairah kerja seseorang.

3. Kebutuhan akan Kekuatan

Kebutuhan akan kekuasaan ini merupakan daya penggerak yang termotivasi semangat kerja seorang karyawan. Karena kebutuhan akan kekuasaan ini yang merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta menggerakkan semua kemampuan demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik dalam organisasi.

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afliasi, dan kebutuhan akan kedudukan merupakan daya penggerak yang memotivasi karyawan untuk menggerakkan semua potensi yang dimilikinya.

e. Alderfer’s Existence, Relatedness and Growth (ERG) Theory

Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer seorang ahli dari Yale University. Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow. Alderfer dalam Hasibuan (2005 : 113) mengemukakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan yang utama, yaitu:

1. Kebutuhan akan Keberadaan (Existence Needs), berhubungan dengan kebutuhan dasar termasuk di dalamnya Physiological Needs, dan Safety Needs, dari Maslow.

2. Kebutuhan akan Afiliasi (Relatedness Needs), menekankan akan pentingnya hubungan antar individu dan juga bermasyarakat. Kebutuhan ini berkaitan juga dengan Love Needs, dan Esteem Needs. 3. Kebutuhan akan Kemajuan (Growth Needs), adalah keinginan intrinsik

dalam diri seseorang untuk maju atau meningkatkan kemampuan pribadinya.

(21)

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa teori ERG menyatakan bahwa individu bergerak secara bertahap dimana lebih dari satu kebutuhan dapat bekerja pada saat yang bersamaan. Jika untuk mencapai pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi sulit dicapai, maka keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih rendah menjadi meningkat.

f. Teori Motivasi Human Relation

Teori ini menguraikan hubungan seseorang dengan lingkungannya. Seseorang akan berprestasi baik jika ia diterima dan diakui dalam pekerjaan serta lingkungannya.

Menurut Hasibuan (2005 : 115) bahwa “Peranan aktif pimpinan organisasi dalam memelihara hubungan dan kontak-kontak pribadi dengan bawahannya yang dapat membangkitkan gairah kerja.”

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teori motivasi human relation menitikberatkan pada cara pimpinan dalam memotivasi bawahan secara adil dan bijaksana.

g. Teori Motivasi Claude S. George

Hasibuan (2005 : 115) menyatakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan ia bekerja, yaitu:

1. Upah yang layak

2. Kesempatan untuk maju 3. Pengakuan sebagai individu 4. Keamanan kerja

5. Tempat kerja yang baik 6. Penerimaan oleh kelompok 7. Perlakuan yang wajar 8. Pengakuan atas prestasi.

Pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa teori motivasi Claude S. George erat hubungannya dengan tempat dan suasana lingkungan kerja serta upah/imbalan yang di terima karyawan promosi jabatan, kesempatan untuk pengenbangan diri, serta pengakuan atas pretasi kerja. Teori ini tidak hanya didasarkan pad kepuasan tetapi juga kepuasanterhadap materi yang diterima.

(22)

2.3.5.2 Teori Proses (Process Theories)

Teori proses berkenaan dengan bagaimana perilaku dimulai dan dilaksanakan. Menurut Hasibuan (2005 : 116) teori proses terdiri dari 3 jenis teori yaitu: Teori Harapan (Expectancy Theory), Teori Keadilan (Equity Theory), Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory).

Penggolongan jenis-jenis teori proses tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Teori Harapan (Expectancy Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom. Teori ini membahas tentang kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal-balik antara apa yang ia inginkan dan butuhkan dari hasil pekerjaan itu. Menurut Adams yang dikutip oleh Daft (2003 : 101) menyatakan bahwa “Orang dimotivasi untuk mencari ekuitas sosial dalam penghargaan yang mereka harapkan dari berkinerja”.

Selain pendapat di atas Vroom dalam Hasibuan (2005 : 117) menyatakan bahwa teori harapan didasarkan atas:

1. Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena prilaku. Harapan mempunyai nilai yang berkisar antara “nol” sampai positif “satu”. Harapan nol menunjukkan bahwa tidak ada kemungkinan sesuatu hasil akan muncul sesudah perilaku atau tindakan tertentu dilakukan. Harapan positif satu menunjukkan kepastian bahwa hasil tertentu akan muncul mengikuti suatu tindakan atau perilaku yang telah dilakukan.

2. Nilai (Valence), adalah akibat perilaku tertentu mempunyai nilai/martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu bersangkutan.

3. Pertautan (Instrumentality), adalah persepsi diri individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua. Pertauatan dapat mempunyai nilai yang berkisar “nol” dan “minus satu.

Dari penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa teori harapan memfokuskan analisis pada tiga hubungan yaitu hubungan upaya dengan kinerja, hubungan kinerja dengan imbalan, hubungan imbalan dengan tujuan pribadi. Penilaian kerja yang baik akan berakibat pada imbalan yang lebih besar, seperti bonus, kenaikan gaji ataupun promosi.

(23)

b. Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori keadilan merupakan hal yang normal dan manusiawi apabila dalam kehidupan seseorang mengharapkan perlakuan yang adil. Ego manusia menginginkan keadilan dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang relatif sama. Hasibuan (2005 : 121) menyatakan bahwa :

Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak alai terhadap semua bawahannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara objektif. Pemberian kompensasi atau hukuman harus berdasarkan atas penilaian yang adil.

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa seorang manajer penting untuk memahami konsekuensi apa yang mungkin timbul apabila karyawan merasa mendapat perlakuan yang tidak adil. Dalam kaitan ini, harus ditekankan bahwa adil atau tidaknya perlakuan terhadap seseorang dikaitkan bukan dengan pemuasan kebutuhan primernya, akan tetapi dengan semua jenis kebutuhan lainnya.

c. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Teori pengukuhan merupakan satu teknik untuk membentuk perilaku para bawahan karena ia adalah penguatan sistematik, yang melaluinya perilaku para bawahan akan semakin dekat pada bentuk perilaku yang diinginkan.

Menurut Siagian (2003 : 112) ada empat metode yang dapat digunakan oleh para manajer untuk membentuk perilaku para bawahannya yaitu:

1. Penguatan yang bersifat positif adalah teknik yang berakibat pada sesuatu yang nikmat sebagai respons atau stimulus tertentu, sehingga timbul perilaku dalam bentuk keinginan untuk mengulangi perilaku yang sama.

2. Penguatan yang bersifat negatif adalah teknik yang berakibat pada sesuatu tidak enak sebagai respons atas stimulus tertentu, sehingga timbul keinginan untuk tidak mengulangi perbuatan serupa.

3. Hukuman adalah bentuk lebih berat dari penguatan negatif.

4. Pemadaman adalah tindakan atasan untuk menghilangkan keinginan seseorang bawahannya berbuat sesuatu yang dipandang sebagai perwujudan perilaku tertentu yang tidak diinginkan oleh atasan yang bersangkutan.

(24)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh suatu stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan itu diikuti rangsangan yang bersyarat.

2.3.6 Teknik-teknik Memotivasi

Salah satu keahlian yang perlu diimiliki seorang pemimpin baik secara konseptual maupun dalam memberdayakan sumber daya dan sarana prasarana untuk menimbulkan motivasi dari setiap bawahan untuk bekerja secara efektif dan efesien adalah menguasai teknik-teknik motivasi. Menurut Hasibuan (2005 : 100) teknik-teknik memotivasi adalah:

1. Metode Langsung (Direct Motivation), adalah motivasi (materiil dan nonmaterial) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawn untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Jadi sifatnya khusus seperti memberikan pujian, penghargaan, bonus, piagam dan lain sebagainya.

2. Motivasi Tidak Langsung (Inderect Motivation), adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran tugas, sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi langsung maupun motivasi tidak langsung memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengarahkan kemauan kerja bawahan, dimana motivasi langsung ini besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan, sehingga produktivitas kerja meningkat.

Agar seluruh tenaga kerja perpustakaan dapat melaksanakan tugas/kewajiban dengan penuh tanggung jawab diperlukan teknik-teknik motivasi. Menurut Siagian (1988 : 45-48) ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk mendorong bawahan, agar memiliki gairah kerja lebih baik yaitu:

a. Bawahan jangan direndahkan

b. Jangan mengkritik seseorang bawahan di muka orang lain c. Berilah perhatian pada karyawan

d. Hindarilah anak emas/pilih kasih e. Bantulah pegawai anda

(25)

g. Tegaslah mengambil keputusan.

Pimpinan dan pegawai harus merasa dekat di dalam melaksanankan tugasnya, sebab pimpinan adalah pejuang bagi bawahannya sehingga mereka bergairah dalam meningkatkan hasil kerjanya. Selain itu, menurut Strauss dan Sayles (dalam Wahjosumidjo, 1987 : 198) ada lima macam teknik memberikan motivasi yaitu:

1. Teknik kekerasan, dapat dilakukan dengan pemaksaan untuk bekerja dengan ancaman, dimana cara ini tidak memberikan rangsangan untuk bekerja lebih baik, akan tetapi dapat mengakibatkan pegawai akan melawan.

2. Bersikap baik, teknik bersikap baik sangat diperlukan pegawai karena akan memberikan kondisi kerja yang baik.

3. Melalui perundingan, dilakukan terhadap hasil kerja dengan imbalan yang akan diberikan pimpinan terhadap pegawai, misalnya dalam bentuk kenaikan pangkat/jabatan, penambahan gaji, dan lain-lain. 4. Berkompetisi, teknik kompetisi dapat mengakibatkan persaingan yang

berlebihan sehingga dapat merusak organisasi.

5. Internalisasi, merupakan suatu teknik motivasi yang memperhatikan perluasan pekerjaan, penggiliran pekerjaan, mempererat persahabatan dan rasa kebersamaan.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik memotivasi terdiri dari teknik kekerasan, bersikap baik, melalui perundingan, berkompetisi, dan internalisasi. Dalam memberikan motivasi hendaknya menggunakan teknik yang bersikap baik, karena teknik-teknik tersebut dapat diterima pegawai sehingga tercapai hasil kerja yang baik.

2.3.7 Kendala-kendala dalam Memotivasi

Pemberian motivasi pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk meningkatkan produktivitas kerja. Pimpinan selaku penganggung jawab suatu organisasi mempunyai peranan yang besar dalam menggerakkan pegawai agar mau bekerja samam untuk mencapai tujuan perpustakaan. Pimpinan dalam memberikan motivasi pastilah mendapatkan kendala-kendala. Menurut Hasibuan (2005 : 102) menyatakan bahwa kendala-kendala motivasi terdiri dari:

a. Untuk menentukan alat motivasi yang paling tepat, sulit karena keinginan setiap individu karyawan tidak sama.

(26)

b. Kemampuan perusahaan terbatas dalam menyediakan fasilitas dan insentif

c. Manajer sulit mengetahui motivasi kerja setiap individu karyawan d. Manajer sulit memberikan insentif yang adil dan layak.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam memberikan motivasi yang efektif hendaknya seorang pimpinan dapat mencari jalan keluar yang tepat dari kendala-kendala motivasi tersebut.

2.4 Insentif

2.4.1 Pengertian Insentif

Metode insentif yang adil dan layak merupakan daya penggerak yang merangsang terciptanya pemeliharaan karyawan. Karena dengan pemberian insentif karyawan merasa bahwa mereka mendapat perhatian dan pengakuan terhadap produktivitas yang dicapai, sehingga semangat kerja dan sikap loyal karyawan akan lebih baik.

Pemberian insentif dimaksudkan untuk meningkatkan prestasi kerja dan mempertahankan karyawan yang mempunyai produktivitas kerja yang tinggi untuk tetap berada di dalam perusahaan.

Insentif merupakan rangsangan yang diberikan kepada karyawan dengan tujuan untuk mendorong karyawan agar bertindak dan berbuat sesuatu untuk tujuan perusahaan. Hal ini berarti insentif merupakan suatu bentuk motivasi bagi karyawan agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi.

Menurut Sarwoto (1996 : 144) “Insentif adalah sarana motivasi, dapat berupa perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi perusahaan”.

Sedangkan menurut Terry (1964 : 94) bahwa “Incentive is an important actuating tool. Human being tend to strive more itensely when the reward for accomplishing satisfies their personal demand”. Pendapat di atas dapat diartikan bahwa insentif adalah suatu alat penggerak yang penting. Manusia cenderung untuk berusaha lebih giat apabila balas jasa yang diterima memberikan kepuasan terhadap apa yang diminta.

(27)

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa insentif merupakan salah satu bentuk rangsangan atau motivasi yang sengaja diberikan kepada karyawan untuk mendorong semangat kerja karyawan agar mereka dapat meningkatkan produktivitas kerja dalam mencapai tujuan organisasi.

2.4.2 Tujuan dan Manfaat Insentif.

Pada prinsipnya pemberian insentif harus memenuhi kejelasan tujuan dan sasaran, prinsip keadilan dan prinsip kompensasi itu sendiri yang bersifat penghargaan dan keterbukaan, dan prinsip kejelasan skala waktu. Bila bentuk insentif sesuai dengan kebutuhan atau harapan tenaga kerja, serta dapat menutupi kekurangan pada kondisi geografi, sarana dan fasilitas, maka insentif tersebut dapat meningkatkan minat dan motivasi karyawan untuk dapat meningkatkan produktivitas kerjanya. Sistem insentif disusun dan dikelola untuk memastikan tercapainya tujuan. Tujuan yang paling utama adalah efisiensi, keadilan dan pemenuhan. Pengembangan tujuan pembayaran insentif sangat tergantung pada masing-masing perusahaan dan jenis usaha.

Handoko (2001 : 176) menyatakan bahwa: “Tujuan insentif pada hakekatnya adalah untuk meningkatkat motivasi karyawan dalam berupaya mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan menawarkan perangsang financial diatas dan melebihi upah dan gaji dasar”.

Sedangkan menurut Nawawi (2001 : 373) menyatakan bahwa tujuan pemberian insentif adalah :

1. Sistem insentif didesain dalam hubungannya dengan sistem balas jasa (merit system), sehingga berfungsi dalam memotivasi pekerja agar terus menerus berusaha memperbaiki dan meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi kewajiban/tanggung jawabnya.

2. Sistem insentif merupakan tambahan bagi upah/gaji dasar yang diberikan sewaktu-waktu, dengan membedakan antara pekerja yang berprestasi dengan yang tidak/kurang berprestasi dalam melaksanakan pekerjaan/tugas-tugasnya.

Dengan demikian, insentif akan sangat mempengaruhi motivasi seseorang dalam bekerja. Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhannya, individu membutuhkan uang yang diperolehnya sebagai imbalan

(28)

dari tempat ia bekerja, dan hal ini juga akan mempengaruhi semangatnya dalam bekerja.

Selain tujuan, pemberian insentif kepada karyawan bermanfaat untuk memberikan tanggungjawab dan dorongan kepada karyawan untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja. Nawawi (2001 : 382) menyatakan bahwa manfaat pemberian insentif adalah sebagai berikut:

1. Insentif merupakan satu paket yang dapat saling menunjang dalam meningkatkan motivasi yang berdampak pada peningkatan produktivitas pekerja.

2. Insentif dapat dijadikan suatu struktur ganjaran yang fleksibel, yang diselenggarakan untuk merefleksikan posisi/kekuatan nyata organisasi secara ekonomis.

3. Insentif dapat meningkatkan jaminan kesejahteraan bagi para pekerja. 4. Insentif berfungsi untuk memudahkan penarikan (rekrutmen) dan

mempertahankan pekerja yang potensial

5. Insentif dapat mendidik pekerja secara individual untuk memahami kedudukannya dalam memberikan kontribusi sebagai faktor yang menentukan sukses organisasi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, pemberian insentif bermanfaat untuk meningkatkan motivasi kerja para karyawan untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Disamping itu insentif dapat menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Sistem insentif yang efektif mengukur usaha insentif dan penghargaan yang didistribusikan secara adil.

2.4.3 Jenis-jenis Insentif

Insentif sebagai daya perangsang dan pendorong untuk meningkatkan gairah dan semangat kerja pegawai dengan latar belakang kebutuhan-kebutuhan dan hasil kerja yang saling berbeda. Menurut Sarwoto (1996 : 155) Pada dasarnya ada dua jenis insentif yang umum diberikan yaitu :

1. Insentif Financial

Insentif Financial merupakan insentif yang diberikan kepada karyawan atas hasil kerja mereka dan biasanya diberikan dalam bentuk uang berupa bonus, komisi, pembagian laba, dan kompensasi yang ditangguhkan, serta dalam bentuk jaminan social berupa pemberian rumah dinas, tunjangan lembur, tunjangan kesehatan dan tunjangan-tunjangan lainnya.

(29)

Insentif non financial dapat diberikan dalam berbagai bentuk, antara lain:

a. Pemberian piagam penghargaan

b. Pemberian pujian lisan ataupun tertulis, secara resmi ataupun pribadi.

c. Ucapan terima kasih secara formal maupun informal

d. Promosi jabatan kepada karyawan yang baik selama masa tertentu serta dianggap mampu.

e. Pemberian tanda jasa/mendali kepada karyawan yang telah mencapai masa kerja yang cukup lama dan mempunyai loyalitas yang tinggi.

f. Pemberian hak untuk menggunakan sesuatu atribut jabatan (misalnya pada mobil atau lainnya)

g. Pemberian perlengkapan khusus pada ruangan kerja.

Sedangkan menurut Plowman (dalam Manullang, 1996 : 32) Insentif dapat digolongkan kedalam 3 golongan yaitu:

1. Financial Incentive

Financial Incentive merupakan pemberian sesuatu sebagai rangsangan atau daya pendorong yang bersifat keuangan yang bukan saja meliputi upah atau gaji yang pantas tetapi termasuk keinginan untuk memperoleh bagian dari keuntungan yang diperoleh perusahaan, kesejahteraan, kesehatan dan rekreasi serta jaminan hari tua. Dengan demikian yang termasuk kedalam financial insentive antara lain adalah: a. Upah insentif b. Kesejahteraan c. Pemeliharaan kesehatan d. Program rekreasi/hiburan e. Sarana olahraga f. Pendidikan

g. Bagian dari keuntungan perusahaan h. dll

2. Non financial Incentive.

Non financial insentive merupakan rangsangan yang tidak dinilai dengan uang, yang termasuk dengan non financial insentive adalah:

a. Pemempatan yang tetap bagi seorang pegawai b. Adanya pendidikan dan pelatihan bagi karyawan

c. Promosi yang berhubungan erat dengan kemanpuan para karyawan.

d. Pekerjaan yang terjamin

e. Turut sertanya pegawai dalam pengambilan keputusan f. Kondisi pekerjaan yang menyenangkan.

3. Social Incentive

Social Incentive merupakan rangsangan yang berbentuk sikap dan tingkah laku yang diberikan oleh anggota kelompok.

(30)

Selain itu, jenis-jenis insentif dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu:

1. Meterial Insentif, terdiri dari: a. Uang

b. Barang yang dinilai dengan uang c. Barang-barang lain

2. Non-Material Insentif, terdiri dari: a. Pujian

b. Penempatan yang sesuai dengan keahlian c. Kesempatan promosi

d. Rasa berpartisipasi

e. Kondisi kerja yang menyenangkan f. Kesehatan

g. Keamanan h. Perumahan

i. Rekreasi, dan lain-lain 3. Semi material

a. Piagam penghargaan

b. Diundang pada pertemuan khusus, karena keistimewaannya, dengan diberi transport seperlunya

c. Pemberian tanda kenang-kenangan. (Danim, 2004 : 42)

2.4.4 Dasar-dasar Pemberian Insentif

Untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi, banyak organisasi yang menganut sistem insentif sebagai bagian dari sistem imbalan yang berlaku bagi para karyawan organisasi. Menurut Handoko (2001 : 176) dasar pemberian insentif dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu:

1. Sistem insentif, atau sering disebut dengan kompensasi variabel, individu yang terdiri dari:

a. Rencana-rencana insentif untuk karyawan operasional. Dalam teori tidak ada batas atas kompensasi dengan sistem insentif untuk para karyawan operasional, karyawan dapat memperoleh upah sebanyak mungkin sejauh dia mampu secara fisik dan mental untuk melaksanakan pekerjaan. Pada umumnya, rencana-rencana insentif untuk karyawan operasional dapat diklasifikasikan menjadi dua katagori, yaitu:

1. Berdasarkan unit keluaran (Piece Rates)

Rencana insentif operatif yang paling umum digunakan adalah atas dasar unit keluaran langsung (straight piece work). Menurut sistem ini besarnya upah yang akan diterima seorang karyawan didasarkan produk yang dihasilkan karyawan dikalikan setiap tarif upah perpotong. Dimana tarif upah perpotong ini didasarkan atas penyelidikan waktu untuk menentukan waktu standartnya. Tujuan dari sistem ini adalah

(31)

untuk melindungi karyawan yang kurang berprestasi maupun berprestasi.

2. Berdasarkan waktu (Time Bonuses)

Rencana-rencana pembayaran atas dasar kelebihan waktu lebih rumit karena ada tiga tipe waktu yaitu:

• Berdasarkan waktu yang dihemat

o Halsey Plan

Dalam sistem ini perusahaan menetapkan bahwa apabila ada yang mampu menyelesaikan pekerjaan dbawah waktu standar maka ia akan menerima premi sebesar 50% dari waktu yang dihemat.

o 100% Premium plan

Dalam sistem ini perusahaan menetapkan waktu standar penyelesaian produk serta upah per jam kerjanya. Apabila karyawan mampu menyelesaikan pekerjaannya dibawah standar premi sebesar 100% dari waktu yang telah dihematnya

o Bedaux Plan

Dalam sistem ini perusahaan menetapkan bahwa apabila ada diantara karyawan perusahaan yang mampu menyelesaikan pekerjaan dibawah waktu standar yang telah ditetapkan perusahaan maka ia akan menerima waktu yang telah dihemat.

• Berdasarkan atas waktu pengerjaan.

o Rowan Plan

Perusahaan terlebih dahulu menetapkan waktu standart untuk penyelesaian produk serta menetapkan upah yang akan diberikan per jamkerja. Apabila dalam yang telah ditetapkan perusahaan ada diantara karyawan tersebut mampu menyelesaikan produk diatas standart yang premi yang ditetapkan maka karyawan tersebut akan mendapatkan premi. Besarnya premi yang akan diterima adalah sebesar kelebihan diatas standart dibagi jumlah keseluruhan yang dihasilkan dikalikan upah pokok yang diterimanya.

o Emerson Plan

Dalam sistem ini, perusahaan menggunakan tabel efisiensi yang dapat digunakan untuk menetapkan besarnya premi yang akan diterima karyawn. Pada sistem ini perusahaan juga menetapkan standart produk yang akan dihasilkan karyawan dibayarkan dengan melihat tabel efisiensi perusahaan.

• Berdasarkan waktu standard

Dalam sstem ini perusahaan menetapkan waktu standart dan jumlah yang harus dihasilkan. Tarif yang digunakan adalah tarif per unit daripada produk yang dihasilkan.

(32)

Apabila karyawan mampu karyawan tersebut diberikan premi sebesar 20%

b. Rencana-rencana insentif untuk manajer.

Beberapa bentuk insentif untuk tenaga-tenaga manajerial adalah: • Bonus dalam bentuk kas (cash bonuses) yang diberikan atas

dasar laba atau evaluasi prestasi kerja individual.

• Stock options, yaitu hak untuk membeli saham perusahaan pada harga tertentu selama jangka waktu (priode) tertentu di waktu yang akan datang.

• Stock appreciation rights, adalah sama seperti stock options, tetapi manajer dapat melepaskan hak untuk membeli saham dan mengambil bonus kas sebesar nilai saham dalam rentang waktu tertentu.

• Phantom stock plans, dimana manajer tidak benar-benar mendapatkan saham, tetapi hanya dicatat pada rekening pemilikan saham perusahaan pada harga pasar.

• Sasaran-sasaran prestasi kerja dapat ditetapkan untuk eksekutif dan bonus dialokasikan menurut derajat prestasi.

c. Sistem sugesti

Tujuan pokok sistem sugesti adalah untuk merangsang pemikiran kreatif para karyawan. Lebih daripada sekedar kerja keras untuk mendapatkan penghasilan insentif lebih tinggi, karyawan didorong untuk memikirkan cara-cara untuk melakukan pekerjaan dengan lebih efektif, mengurangi pemborosan, dan memperbaiki peralatan, prosedur dan material. Insentif biasanya diberikan atas dasar persentasi tertentu dari penghematan-penghematan yang diperoleh perusahaan.

d. Komisi

Dalam pekerjaan-pekerjaan penjualan, insentif para tenaga penjual bias dibayar atas dasar persentasi dari harga penjualan atau jumlah tetap (flat) untuk setiap unit produk yang dijual. Bila kompensasi dasar tidak dibayarkan, penghasilan total orang-orang penjualan berasal dari komisi.

2. Sistem Insentif Kelompok

a. Unit keluaran kelompok (group piece rate)

Dalam banyak operasi produksi, upaya-upaya seorang karyawan secara individual tidak dapat dibedakan dari kelompok. Kerjasama untuk mencapai atau melebihi standar-standar yang telah ditetapkan dapat dirangsang dengan bonus kelompok.

b. Rencana-rencana pembagian produksi (production–sharing plants) Ada sejumlah sistem yang dirancang untuk mempengaruhi kerjasama kelompok besar dalam pengurangan pemborosan dan promosi kerjasama. Pada hakekatnya, rencana-rencana ini berkaitan dengan upaya untuk membagi tambahan atau keuntungan produktivitas. Sistem yang terkenal adalah scalom plan. Pendekatan ini menghitung biaya tenaga kerja normal per unit produk yang diproduksi. Bila dengan kerjasama lebih baik dan efisien lebih besar, sehingga biaya tenaga kerja dapat dikurangi,

(33)

jumlah keseluruhan atau sebagian penghematan dibagi diantara para karyawan dalam bentuk bonus.

c. Rencana-rencana pembagian laba (profit-sharing plans)

Ada dua tipe utama rencana-rencana pembagian laba kepada karyawan: 1) distribusi tunai atau sekarang dan 2) distribusi yang ditnda atau ditangguhkan. Bila tipe pertama yang digunakan, karyawan menerima pembagian laba dalam bentuk kas paling tidak selaki setiap tahun. Sedangkan dengan tipe kedua berarti laba yang dibagi dikaitkan dengan rencana-rencana pension karyawan, atau pembagian laba ditunda sampai karyawan pension, meninggal atau karena hal lain yang ditetapkan manajemen.

d. Pemilikan saham oleh karyawan (employee stock ownership) Hubungan yang lemah antara upaya-upaya karyawan dan hasil-hasil dalam satuan moneter yang diantisipasi dijumpai dalam rencana-rencana pemilikan saham. Kenaikan nilai atau harga saham tidak hanya ditentukan oleh operasi perusahaan tetapi juga oleh mekanisme pasar modal. Dengan tipe ini karyawan diberi kesempatan untuk memiliki saham-saham perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, sistem pemberian insentif disetiap organisasi dapat berbeda-beda. Pimpinan suatu organisasi dapat menentukan sistem mana yang akan diterapkan pada organisasi yang dipimpinnya berdasarkan kemampuan ekonomi organisasi tersebut. Nawawi (2001 : 375) menyatakan bahwa agar dasar pemberian insentif dapat diwujudkan ada prinsip-prinsip pokok yang harus diperhatikan yaitu :

1. Sistem insentif harus bersifat sederhana, dalam arti diatur secara jelas, dapat dipahami, ringkas, dan sesuai dengan kepentingannya masing-masing

2. Pemberian insentif harus bersifat khusus, dalam arti pekerja mengetahui secara tepat apa yang diharapkan perusahaan dari dirinya dalam bekerja, yang dapat dikatagorikan berhak memperoleh insentif. 3. Dampak pemberian insentif dapat dinilai/diukur, dalam arti jumlah

uang yang dikeluarkan untuk insentif dapat dihitung melalui perbandinganya dengan hasil yang dicapai, yang bila menunjukkan peningkatan, dapat diartikan berfungsi sebagai motivasi kerja.

4. Perbaikan dan peningkatakan mungkin diwujudkan, dalam arti insentif yang biberikan dapat mendorong pekerja untuk melaksanakan sesuatu secara baik yang memang mungkin dilaksanakan.

Pemberian insentif harus dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi kebutuhan dan situasi tertentu yang spesifik. Sistem pemberian insentif pada masing-masing organisasi berbeda, dimana sistem insentif dapat berjalan dengan baik pada satu organisasi, sedangkan pada organisasi yang lain tidak dapat

(34)

diterapkan. Pimpinan dapat menentukan sistem insentif yang akan diterapkan dalam suatu organisasi yang ia pimpin dengan menerapkan prinsip pokok pemberian insentif yang terdiri dari kesederhanaan, spesifik, dapat dicapai oleh setiap karyawan dan dapat diukur.

2.5 Produktivitas Kerja

2.5.1 Pengertian Produktivitas Kerja

Konsep produktivitas kerja dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasi. Dimensi individu melihat produktivitas dalam kaitannya dengan karekteristik-karakteristik kepribadian individu yang muncul dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya individu yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sedangkan dimensi keorganisasian melihat produktivitas dalam kerangka hubungan antara masukan (input) dan keluaran (output).

Oleh karena itu dalam pandangan ini, terjadinya peningkatan produktivitas tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas, tetapi juga dapat dilihat dari aspek kualitas. Menurut Dewan Produktivitas Nasional (DPN) dalam Ndraha (1997 : 54) mendefinisikan “Produktivitas sebagai sikap mental untuk selalu melakukan perbaikan dan peningkatan dalam bekerja dan penghidupan pada umumnya. Cara kerja hari ini harus lebih baik dari cara kerja hari kemarin, dan tingkat penghidupan besok harus lebih baik dari tingakt penghidupan hari ini”.

Sedangkan Anoraga (2001 : 52) menyatakan “Produktivitas adalah menghasilkan lebih banayk, dan berkualitas lebih baik, dengan usaha yang sama. Dengan demikian produktivitas kerja adalah efisiensi proses menghasilkan dari sumber daya yang dipergunakan”.

Selain pendapat di atas Sinungan (2005 : 17) menyatakan bahwa “Produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menyediakan lebih banyak manusia, dengan menggunakan sumber-sumber riil yang makin sedikit”.

Produktivitas adalah semua unsur yang berkaitan dengan usaha peningkatan kualitas dan jumlah hasil produksi yang harus dipelihara, sehingga

(35)

semua unsur yang berkaitan dengan peningkatan kualitas dan peningkatan jumlah hasil produksi berjalan dengan lancar. (Salim, 1996 : 76)

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa produktivitas adalah suatu kekuatan atau kemampuan untuk menghasilkan suatu perolehan atau hasil dengan rasio bandingan input lebih kecil dari output.

2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, yaitu pekerja yang menarik, upah yang baik, keamanan dan perlindungan, penghayatan makna pekerjaan, lingkungan atau suasanan kerja yang baik, promosi, terlibat, simpati atas persoalan-persoalan pribadi, kesetiaan pimpinan pada diri si pekerja, disiplin kerja. Sehubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja Anoraga (2001 : 56) menguraikan:

1. Pekerjaan yang menarik.

Apabila seseorang mengerjakan suatu pekerjaan dengan senang atau menarik bagi dirinya, maka hasil pekerjaannya akan lebih memuaskan daripada seorang pegawai mengerjakan pekerjaan yang tidak disenangi. Rasa senang dengan suatu pekerjaan juga merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pekerjaan.

2. Upah yang baik

Pada dasarnya seseorang yang bekerja, mengharapkan imbalan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. Karena adanya upah yang sesuai dengan jenis pekerjaannya, maka akan timbul pula rasa gairah kerja yang semakin baik.

3. Keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan.

Dengan terpenuhinya jaminan atas pekerjaan, maka dalam bekerja tidak akan ada lagi perasaan ragu-ragu, sehingga dalam melakukan pekerjaan, pekerja tidak merasakan suatu kekhawatiran akan gagal dalam melaksanakannya.

4. Penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan

Penghayatan atau maksud dan makna pekerjaan adalah bila seorang pekerja tetap telah tahu kegunaan dari pekerjaannya bagi umum, dan juga sudah tahu betapa sangat pentingnya pekerjaan dia, maka dalam mengerjakan pekerjaannya, pegawai akan meningkatkan produktivitas kerjanya.

5. Lingkungan atau suasan kerja yang baik

Lingkungan kerja yang baik membawa pengaruh yang baik pula bagi segala pihak, baik pada para pekerja, atasan ataupun pada hasil pekerjaannya.

6. Promosi dan perkembangan diri mereka sejalan dengan perkembangan. 7. Merasa terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi

Gambar

Gambar 1 : Proses Motivasi
Gambar 2 : Maslow’s Need Hierarcy Theory.
Gambar 3 : Teori Dua-Faktor Herzberg
Gambar 4 :   Model hubungan insentif dengan produktivitas.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari masalah yang ada mengenai implementasi KTR di kota Solok, yaitu masih ditemukannya perokok di area KTR, masih belum adanya sanksi bagi pelanggar Kawasan

Heriyanti, D., 2007, Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Kepuasan Kerja dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan dengan Komitmen Organisasional Sebagai

naskah yang diajukan belum pernah diterbitkan atau diajukan kepada jurnal lain dan tidak akan diajukan kepada jurnal lain selama naskah tersebut dalam proses review Jurnal Ilmu

Sekolah juga merupakan tempat berinteraksi antara murid dengan guru serta berperan penting sebagai tempat untuk mendidik dan melatih siswa dengan tujuan untuk

Menyusun kubus menyerupai stupa, digunakan untuk , mengenalkan warna mengenalkan jumlah motorik halus konsentrasi Harga Rp.45.000,- Menara Balok Digunakan untuk :

Seluruh Layer dibuat dalam sebuah design file yang merupakan bagian umum dari global origins dan secara bersamaan akan mempunyai hubungan antar project untuk menyetarakan

Berangkat dari penjelasan dan latar belakang yang telah dipaparkan diatas peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam terkait dengan kompensaso, lingkungan kerja serta

manajemen laboratorium serta peningkatan sarana dan prasarana yang terkait dengan pengujian Obat dan Makanan.. Penguatan Institusi melalui peningkatan sarana dan prasarana