• Tidak ada hasil yang ditemukan

referat DSS dengue syok sindrome

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "referat DSS dengue syok sindrome"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Dengue Syok Sindrom

Pembimbing : dr. Hamid N Disusun oleh: Shofiatul Lai Lia

1471054

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

KEPANITERAAN KLINIK ILMUKESEHATANANAK

RSUD SYARIFAH AMBAMI RATU EBU BANGKALAN

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh 4 serotipe virus dengue .Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti.Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga

menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperanDengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Syok Sindrom (DSS). 1

Gejala klinis DBD yaitu ditandai dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas,berlangsung terus menerus selama 2-7 hari (bersifat bifasik) , manifestasi perdarahan yang biasanya berupa : uji tourniquet positif , petekia, ekimosis, atau purpura, perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan , hematemesis atau melena, pembesaran hati, dengan hasil laboratorium terdapat trombositopenia dan peningkatan hematokrit. 1, 2

Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta sebanyak 58 kasus, dengan jumlah kematian yang sangat tinggi , 24 orang( case fatality rate 41-43 %). Sampai akhir tahun 2005 , DBD telah melaporakan adanya Kejadian Luar Biasa ( KLB). Incidence rate meningkat dari 0.005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi 43,42 per 100.000 penduduk pada akhir tahun 2005.1

(3)

BAB II

Dengue Syok Sindrom

A. Etiologi

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.1

B. Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya

(transovarian transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus

dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari

(4)

manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.1,2

C. Patogenesis

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian. 1

Patogenesis DBD dan DSS (dengue syok sindrom) masih merupakan masalah yang kontroversial.Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan DSS adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.1-3

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat

(5)

terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.1

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.1,2

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi

(6)

koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.1

D. Gejala klinis

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus.Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).3

(7)

Demam Berdarah Dengue / DBD

1. Klinis

Gejala klinis, yaitu:

 Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas,berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, bersifat bifasik.

 Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa o uji tourniquet positif

o petekia, ekimosis, atau purpura

o Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan o Hematemesis atau melena

 Pembesaran hati

 Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.1-4

2. Laboratorium

 Trombositopenia < 100.00/pl

 Kebocoran plasma yang ditandai dengan o Peningkatan nilai hematrokrit >_ 20 %

o Penurunan nilai hematokrit >_ 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat

o Efusi pleura, asites, hipoproteinemia1-4

Dua kriteria klinis ditambah satu dari kriteria laboratorium cukup untuk menegakkan diagnose semetara DBD.

Derajat penyakit ( WHO , 1997)

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat ( pada setiap derajat sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi)

(8)

Derajat I Demam disertai gejala tak khas dan satu – satu manisfestasi perdarahan ialah uji tourniquet)

Derajat II Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain. Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi , yaitu nadi cepat dan lemah. Tekanan nadi

menurun( 20 mmhg atau kurang) atau hipotensi. Sianosis di sekitar mulut. Kulit dingin dan lembab, dan anak tampak cgelisah.

Derajat IV Syok berat , naditidak dapat diraba dan tekanan tidak terukur. Catatan : derajat III dan IV termasuk dalam DSS.3

Sindrom Syok Dengue (SSD)

Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari sakit ke-7.Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi.Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, dan DIC sehingga memperburuk prognosis. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit.Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan. Penyulit SSD : penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati.1-5

E. Pemeriksaan Laboratorium

Ada beberapa pemeriksaan laboratorium pada penderita DBD, yaitu :

1. Hematologi

(9)

Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil.Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukost dan neutrofil bersama-sama menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relative meningkat. Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) >4% di daerah tepi dapat dijumpai pada hari ketiga sampai hari ketujuh.1

 Jumlah Trombosit

Penurunan jumlah trombosit menjadi ≤100.000/µl atau kurang dari 1-2 trombosit/LPB dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan 10 lpb. Pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit ≤100.000/µl biasanya ditemukan antara hari ketiga sakit sampai ketujuh.Pemeiksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun. Pemeriksaan dilakukan pertama pada saat-saat pasien pertama diduga menderita DBD, bila normal maka diulang pada sakit ketiga, tetapi bila perlu, diulangi setiap hari sampai suhu turun.1

 Kadar Hematokrit

Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupaka indicator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih (misalnya dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan.1

2. Radiologi

Pada foto thoraks (DBD derajat 3 atau 4 dan sebagian besar derajat 2) didapatkan efusi pleura terutama di hemithoraks dextra.Pemeriksaan foto thoraks sebaiknya dilakukan pada posisi RLD kanan. Ascites dan efusipleura dapat dideteksi dengan USG1

3. Diagnosis Serologis

Dikenal 4 jenis uji serologi untuk menunjukkan adanya 5 infeksi virus dengue a) Uji hemaglutinasi inhibisi

b) Uji komplemen fiksasi c) Uji netralisasi

(10)

IgM elisa pada tahun terakir ini merupakan uji serologi yang banyak sekali dipakai. Hal- hal yang perlu diperhatikan :

 Pada hari 4-5 infeksi virus dengue , akan timbul igM yang kemudian diikuti timbulnya igG.

 Dengan mendeteksi igM pada serum pasien, akan secara cepat dapat ditentukan diagnosis yang tepat.1

 IgM dapat bertahan di dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Untuk memperjelaskan hasil uji igM dapat pula dilakukan uji terhadap igG.Ratio IgM/ IgG dapat menentukan infeksi primer atau sekunder. Jika ratio igM / igG > 1.2 menunjukan infeksi primer, < 1.2 menunjukan infeksi sekunder.3-5

4. Mendeteksi antigen virus

NS1 antigen dapat dideteksi pada hari 1 sejak mulai demam dan menghilang setelah 5-6 hari.1

F. Komplikasi

(11)

Jika ditemukan sumber perdarahan , sebisa mungkin dihentikan perdarahannya. Pada DHF bisa terjadi perdarah seperti epistaksis, gusi berdarah, perdarahan saluran cerna.Jika terjadi epistaksis berat, segera transfuse darah untuk life saving dan jangan menunggu penurunan hematokrit. transfusi dengan 10 ml/kg PRC.

Pada perdarahan gastrointestinal , H-2 antagonis ( ranitidine 1 mg /kg BB/ dose 3-4 x/hari).Tidak ada sumber yang mendukung pemberian trombosit dan FFP atau cyoprecipitate. 6

Asidosis metabolik

Kontrol keseimbangan asam basa ditentukan oleh ginjal.Paru , dan sistem buffer. Etiologi

Normal anion gap

Diare

Renal Tubular acidosis ( RTA)

Peningkatan anion gap

acidosis laktat :

hipoksia jaringan : shock , hipoksemia, anemia berat liver failure malignancy ketoasidosis: diabetic ketoacidosis starvation ketoacidosis alcoholic ketoacidosis kidney failure keracunan

methanol. Ethylene glycol, salicylate, toluene

Pada DSS bisa terjadi asidosis metabolic karena mengalami syok , sehingga mengalami hipoksia jaringan,metabolime anaerob dengan menghasilkan asam laktat.

Gejala klinis 7

Manifestasi klinis pada asidosis metabolic tergantung derajat academia. Pada serum pH < 7,2 , bisa terjadi gangguan kontraksi jantung dan meningkatnya risiko aritmia, dengan adanya academia,terjadi penurunan respon jantung terhadap katekolamin, potensi terjadi serangan hipotensi pada anak dengan kekurangan volume cairan atau syok. Academia juga menyebabkan vasokonstriksi pada vascular pulmonal. Akan terjadi kompensasi dengan hiperventilasi ( pernapasan kussmau ), academia menyebakan kalium bergerak dari intraselular ke extraselular. academia yang berat bisa terjadi gangguan metabolism otak sehingga terjadi letargi dan coma.7

(12)

Ensefalopati dengue

Pada umumnya ensefalopati dengue diduga terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan, disfungsi hati, edema otak, perdarahan kapilar cerebral, gangguan metabolic seperti hipoksemia atau hiponaremia serta thrombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari DIC.7

Pada ensefalopati dengue , kesadaran pasien menurun sampai coma. Kejang, paresis.Hiperrefleks pada pemeriksaaan fisik.7

Pungsi lumbal dikerjakan bila syok telah teratasi dan kesadaran tetap menurun. Pada ensefalopati dengue dapat dijumpai peningkatan kadar SGOT / SGPT, PT dan APTT memanjang, hipoglikemia, hiponatremia.

Acute kidney failure

Acute kidney failure, disebut juga acute renal insufficiency, adalah sindrom klinikal dengan terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba- tiba sehingga terjadi gangguan dalam mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit.7

Table pediatric modified RIFLE ( PRIFLE) criteria

Kriteria Estimated ccl Urin output

risk eCCl menurun 25% < 0.5 ml/kg/jam untuk 8 jam

Injury eCCl menurun 50% <0.5 ml/kg/jam untuk 16 jam

Failure eCCl menurun 75% atau eCCl < 35ml/menit/1.73m2

<0.3 ml/kg/ jam untuk 24 jam atau anuria untuk 12 jam

Loss Persistent failure > 4 minggu

(13)

Etiologi Prerenal Dehidrasi Hemoragik Sepsis Hipoalbumin CHF Sepsis Intrinsic Glomerulonephritis HUS ATN Postrenal

Posterior urethral valves

Ureteropelvic junction obstruction Ureterovesicular junction obstruction Tumor

Urolithiasis

Neurogenic bledder

Manifestasi klinis

Pada prerenal : Terdapat tanda- tanda hipovolemik : nadi cepat dan lemah, akal dingin,kehausan, hipotensi ortostatik. Penurunan kesadaran.Takipnea. Urin output menurun.7

Selain itu juga harus lihat tanda- tanda pada gangguan elektrolit , seperti hyperkalemia bisa menyebabkan aritmia jantung, cardiac arrest, kematian.gejala dari asidosis metabolic.7 Pemeriksaan laboratorium  Elektrolit  Hematologi legkap  Urin lengkap  Ureum kreatinin

(14)

 Foto thorak

Terapi

Rehidrasi dengan 20ml/kg dalam 30 menit. Jika tidak ada kehilangan darah dan hipoproteinemia jangan menggunakan cairan koloid .sebaiknya dipasang CVP untuk memanitor volume darah. 7

Koreksi elektrolit

Hyperkalemia , prosedur menurunkan kalium kalau mencapai > 6 meq/L. dengan cara batasi diet yang megandung kalium, diberikan natrium polystyrene sulfonate ( kayexalate) 1 g/kg . kalau kalium > 7 meq/L diberikan caglukonas , natrium bicarbonate, insulin. 7

Hemodialisa dilakukan kalau :

 Persistent hyperkalemia

 Asidosismetabolik parar yang tidak respon pada obat.

 Gejala neurologi( gangguankesadaran , kejang)

 BUN > 100-150 mg/dL ( atau lebih rendah taoi meningkat dengan cepat.)7

Edema paru

Edema paru adalah kumpulan cairan yang berelebihan pada interstitial dan jalan napas sehinggaterjadi oksigen desaturasi, pemnurunan paru compliance, respiratori distress.7

Etiologi

Etiologi

Peningkatan tekanan pulmonary kapilar Cardiogenic : gagal jantung kiri

Non cardiogenic : penyakit pulmonary venooklusi, Mediastinal tumr. Peningkatan capilar permiabilitas

Bakteri dan virus pneumonia ARDS

Inhalasi bahan toxic Sepsis

(15)

Lymphatic insufiensi Penurunan tekanan onkotik Hipoalbuminemia, malnutrisi

Peningkatan tekanan negative interstitial

Obstruksi jaln napas atas: CROUP, epiglottitis. Manisfestasi klinis

Pasien akan tampak sesak dengan melihat terdapatnya takipnea, suara npas paru terdengar ronki basah dan wheezing. Pada cardiogenic pulmonary edema akan terdengar suara gallop dan JVP meingkat.7

Terapi

Pada edema paru noncardiogenik, diberikan ventilasi yang cukup dan obati penyebabnya. Pada edem paru cardiogenic diberikan agent inotropic dan sistemik dilator untuk menurunkan ventrikel kiri afterload. Diuretic diberikan pada edem paru yang berhubungan dengan overload cairan. 7

DIC/ disseminated intravascular coagulation

Etiologi

Penyakit sistemik berat yang berhubungan dengan hipoksia, asidosis, jaringan nekrosis, syok, kerusakan endotel bisa memicu terjadi DIC. Walaupun symptom seringnya hemoragik, tapi biasanya diawali dengan aktivasi pembekuan yang terlalu banyak sehingga terjadi defisiensi factor V, factor VIII, protrombin, fibrinogen, trombosit. Bisa terjadi thrombosis pada kulit, ginjal dan organ lainnya.7

Manifestasi klinis

DIC sering berbarengan dengan penyakit sistemik berat, seringnya adalah syok.Kulit sering terdapat petekie dan ekimosis.Jaringan nekrosis yang melibatkan beberapa organ dan paling luarbiasa pada infark luas pada kulit, subkutan, ginjal. Anemia terjadi karena hemolysis yang berkembang dengan cepat.7

Pemeriksaan laboratorium

Terdapat defisiensi factor II, V, VIII, fibrinogen, trombosit, perpanjangan PT dan APTT. Pemeriksaan gambaran darah tepi : terdapat fragmen pada eritrosit, burr cell. D-Dimer meningkat.7

(16)

Mengobati penyakit dasar yang memicu terjadinya DIC.Transfusi PRC pada hemoragik. Transfuse platelet pada trombositopenia, transfuse cryoprecipitate untuk hypofibrinogenemia. Dan transfuse FFP pada defisiensi factor pembekuan.

Pemberian heparin pada DIC terbatas pada pasien dengan vascular trombsis dan profilaksis pada risiko tinggi tromboemboli.7

G. Tatalaksana DSS

Awal pemberian cairan RL 20 ml/kg bolus pertama dalam 15 menit

Jika kondisi membaik, berikan RL 10 ml/kg untuk 1 jam. Lalu RL

diturunkan jadi 5- 7 ml/kg untuk 1-2 jam , 3-5 ml/kg/jam untuk 2-4

jam, 2-3 ml/kg/jam , stop dalam 48 jam.

Jika TTV tidak stabil , dan hematokrit menurun < 40 % pada anak dan

dewasa perempuan, < 45 % pada dewasa laki- laki. Cari tanda- tanda

perdarahan. Transfuse PRC.

Jika hematokrit masih tinggi , beri koloid 10-20 ml/kg bolus kedua 10

– 20 ml/kg dalam 30 menit sampai 1 jam. Jika terjadi perbaikan klinis

dan hematokrit stabil , turun kan koloid 7-10 ml/kg untuk 1-2 jam,

lalu ganti cairan koloid jadi kristaloid dan turunkan cairannya.

Jika klinis tidak ada perbaikan dan hematokrit masih tinggi(>50 %)

lanjutkan koloid 10-20 ml/kg bolus ketiga 1-2 jam . Jika terjadi

perbaikan klinis dan hematokrit stabil , turun kan koloid 7-10 ml/kg

untuk 1-2 jam, lalu ganti cairan koloid jadi kristaloid dan turunkan

cairannya

(17)

Cek TTV dan perfusi perifer tiap 15-30 enit sampai syok teratasi, lalu

tiap 1-2 jam .perhatikan juga tanda- tanda overload.

Cek urin output tiap jam sampai syok teratasi, lalu tiap 2 jam. Monitor

urin output dengan memasangkan cateter, urin harus 0,5 ml/kg/jam

Setelah syok teratasi , cek hematokrit tiap 6 jam .

(18)
(19)
(20)

Angka kematian pada DSS 12-44%. 20-30 % pasien sakit DHF akan

berkembang jadi DSS dan sering terjadi pada anak- anak.

1

DAFTAR PUSTAKA

1. H Sri Rezeki, S Soegeng, W Suharyono, S Thomas , Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia, ed 3, Badan Penerbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta,2006,hal 1-66.

2. S. Sumarmo,G.Herry, H. Sri Rezeki, S. HindraIrawan. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis, Infeksi virus dengue, ed 2, Badan Penerbitan IDAI, Jakarta,2008,hal 155-81.

3. Guidelines For Diagnosis, Tretment, Prevention, and Control, ed 2009, WHO.

4. Comprehensive guideline for prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever. India: WHO SEARO technical publication series no.60. 2011

(21)

5. Guidelines for clinical management of dengue fever, dengue hemoragic fever, dengue shock syndrome. India: DIRECTORATE OF National Vector Borne isease Control Programme. 2008.

6. Juffrie M, Soenarto SS, Oswari H, Arief S. Buku Ajar Gastroenterologi Hepatologi, ed 1, Badan Penerbitan IDAI , Jakarta ,2010, hal 32-40.

7. Carlo WA, Ambalavanan N. Nelson textbook of pediatrics. 19th edition international

Gambar

Table pediatric modified RIFLE ( PRIFLE) criteria

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi linier berganda untuk mengetahui hubungan antara ukuran dewan komisaris (DK), komisaris independen (KI), opini

Kemampuan dasar keilmuan dan humanitas berdasar keimanan tentunya merupakan landasan bagi setiap kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah berwujud sensitifitas dan

Dengan ridha Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dengan judul: Konstruksi Pendidikan Karakter Moral Pada Film Catatan Akhir Sekolah dalam Perspektif

Pengujian dilakukan terhadap 5 sampel air limbah, dengan hasil pengujian menunjukkan bahwa flokulan kationik AMDAC lebih baik digunakan untuk penurunan turbiditas

Ibrahim, 2016.. dilakukan penulis, seperti beda asam dengan garam. Skripsi Lailatul Fitri dibatasi tema: ia mengkhususkan penelitiannya pada aspek pendidikan yang Nabi untuk

[r]

Pembahasan penilaian sistem pengendalian manajemen terutama diarahkan untuk keperluan pelaksanaan audit operasional (operational audit), yaitu audit yang bertujuan

[r]