• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMAHAMAN TERHADAP PENANGKARAN PENYU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PEMAHAMAN TERHADAP PENANGKARAN PENYU"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 8

BAB II

PEMAHAMAN TERHADAP PENANGKARAN PENYU

2.1. Pemahaman Mengenai Penangkaran 2.1.1Pengertian Penangkaran

Kata “penangkaran” sendiri merupakan padanan kata untuk kata asing captive breeding yang secara singkat dapat diartikan sebagai upaya pengembangbiakan satwa di dalam (in situ) atau di luar habitat aslinya (ex situ).

Penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran satwa liar dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Penangkaran satwa liar berbentuk (Sumber : Http//www.bksda-bali.com. Diakses pada 2 Maret 2015).

a. Pengembangbiakan satwa,

b. Pembesaran satwa, yang merupakan pembesaran anakan dari telur yang diambil dari habitat alam yang ditetaskan di dalam lingkungan terkontrol dan atau dari anakan yang diambil dari alam.

c. Perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam kondisi yang terkontrol (artificial propagation) dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya.

Beberapa lembaga swadaya masyarakat internasional yang berkecimpung dalam pelestarian penyu dialam, yakni International Union for Conservation of Nature and Natural Resouces (IUCN), telah menetapkan kriteria yang lebih rinci mengenai kondisi kelestarian penyu didunia.

Berikut ini sembilan kategori kelestarian penyu berdasarkan tingkat keterancaman spesiesnya yaitu:

1. Punah (extinct) : suatu jenis dikatakan punah jika dengan tidak ada keraguan lagi bahwa individu terakhir telah mati.

2. Punah di alam (extinct in the wild) : suatu jenis dikatakan punah dialam jika dengan pasti diketahui bahwa jenis tersebut hanya hidup di penangkaran atau hidup di alam sebagai hasil pelepasan kembali di luar daerah sebaran aslinya. 3. Kritis (critically endangered) : jenis penyu yang menghadapi resiko kepunahan

yang tinggi di alam.

4. Genting (endangered) : jenis penyu yang belum termasuk kategori kritis namun menghadapi resiko kepunahan sangat tinggi di alam dalam waktu dekat.

(2)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 9 5. Rentan (vulnerable) : jenis penyu yang menghadapi resiko kepunahan sangat

tinggi di alam.

6. Keberadaanya tergantung aksi konservasi : jenis yang merupakan fokus suatu program konservasi jenis atau habitat yang berakibat langsung terhadap kelestarianya.

7. Resiko rendah, yaitu jenis yang di kategorikan tidak terancam punah. Kategori ini dapat di bedakan menjadi 3, yaitu :

a. Jenis yang nyaris memenuhi syarat menjadi kategori yang terancam punah. b. Jenis yang tidak begitu menjadi perhatian, dan

c. Jenis yang jumlahnya besar dan memiliki peluang yang sangat kecil untuk punah di masa depan.

8. Kurang data : jenis ini masuk kedalam kelompok tidak terancam punah. 9. Tidak dievaluasi : jenis yang tidak dievaluasi seperti kriteria diatas.

Untuk nomor 1 dan 2 dikelompokan sebagai jenis yang mengalami kepunahan, nomor 3,4 dan 5 dikelompokan sebagai jenis yang terancam punah, nomor 6 dan 7 dikelompokan sebagai jenis yang tidak terancam punah, sedangkan nomor 8 dan 9 merupakan kelompok tersendiri. . (Sumber : Widyabrata, Putu. 2000. Perawatan dan Penangkaran Spesies Langka yang Dilindungi. Penerbit Penebar Swadaya. Bandung).

2.1.2Tujuan Penangkaran Tujuan penangkaran adalah untuk :

a. Mendapatkan spesies tumbuhan dan satwa liar dalam jumlah, mutu, kemurnian jenis dan keanekaragaman genetik yang terjamin, untuk kepentingan pemanfaatan sehingga mengurangi tekanan langsung terhadap populasi alam.

b. Mendapatkan kepastian secara administratif maupun secara fisik bahwa pemanfaatan spesimen tumbuhan atau satwa liar yang dinyatakan berasal dari kegiatan penangkaran adalah benar-benar berasal dari kegiatan penangkaran. (Sumber : Http//www.bksda-bali.com. Diakses pada 2 Maret 2015).

(3)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 10 2.2 Tinjauan Penyu

2.2.1. Identifikasi Jenis

Pengenalan terhadap bagian-bagian tubuh penyu beserta fungsinya sangat diperlukan agar dapat melakukan identifikasi dengan baik. Tubuh penyu terdiri dari bagian-bagian:

1) Karapas, yaitu bagian tubuh yang dilapisi zat tanduk, terdapat di bagian punggung dan berfungsi sebagai pelindung.

2) Plastron, yaitu penutup pada bagian dada dan perut.

3) Infra Marginal, yaitu keping penghubung antara bagian pinggir karapas dengan plastrón. Bagian ini dapat digunakan sebagai alat identifikasi. 4) Tungkai depan, yaitu kaki berenang di dalam air, berfungsi sebagai alat

dayung.

5) Tungkai belakang, yaitu kaki bagian belakang (pore fliffer), berfungsi sebagai alat penggali

Menurut Carr (1972) dalam Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (2009) , penyu termasuk kedalam phylum Chordata yang memiliki dua famili, yaitu:

A. Famili : Cheloniidae, meliputi : Species :

1) Chelonia mydas (penyu hijau) 2) Natator depressus (penyu pipih) 3) Lepidochelys olivacea (penyu abu) 4) Lepidochelys kempi (penyu kempi) 5) Eretmochelys imbricata (penyu sisik)

Gambar 2.1

Bagian-bagian tubuh penyu

(4)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 11 6) Caretta caretta (penyu karet atau penyu tempayan)

7) Dermochelys coriacea (penyu belimbing) B. Famili : Dermochelyidae, meliputi :

Species :

Dari 7 spesies penyu di atas, penyu jenis Lepidochelys kempi (penyu kempi) tidak berada di Indonesia, tapi berada di Ameraka Latin. Oleh karena itu pada Pedoman ini tidak diikutkan pembahasan tentang Penyu Kempi.

Nama daerah (Indonesia) dan nama internasional 6 (enam) jenis penyu yang ada di Indonesia disajikan pada Tabel

Identifikasi jenis penyu dapat dilakukan berdasarkan pada hal-hal berikut: a. Bentuk luar (morfologi)

b. Tanda-tanda khusus pada karapas

c. Jejak dan ukuran sarang (diameter dan kedalaman sarang) serta kebiasaan bertelur

d. Pilihan habitat peneluran

Tabel 2.1

(5)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 12 2.2.1.1 Bentuk luar penyu

Identifikasi penyu berdasarkan bentuk luar (morfologi) setiap jenis dapat dilihat pada Tabel 2. Tata cara atau kunci identifikasi jenis penyu berdasarkan ciri-ciri morfologi dapat dilihat pada Gambar 2 dan Lampiran 2.

Tabel 2.2

(6)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 13 \

Gambar 2.2

Kunci identifikasi jenis penyu berdasarkan ciri-ciri morfologi Sumber : Queensland Department of Environment and Heritage

(7)
(8)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 15 Adapun ciri-ciri bentuk luar (morfologi) anak penyu (tukik) disajikan pada Tabel 3

Gambaran perbedaan ciri-ciri bentuk luar (morfologi) tukik dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

Gambar 2.3

Perbedaan bentuk morfologi setiap penyu

(Sumber : International Union for Conservation of Nature and Natural Resouces)

Tabel 2.3

(9)
(10)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 17 2.2.1.2. Tanda-tanda khusus pada karapas

Pengenalan jenis penyu ditentukan berdasarkan tanda-tanda khusus yang terdapat pada karapas penyu dapat dilihat pada Tabel di bawah

Gambar 2.4

Ciri-ciri Bentuk Luar (Morfologi) Tukik

Tabel 2.4

(11)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 18 2.2.1.3. Jejak, Ukuran Sarang Dan Kebiasaan Bertelur Penyu

Identifikasi jenis penyu berdasarkan jejak (track), ukuran sarang dan kebiasaan bertelur penyu dijelaskan pada Tabel 5 di bawah ini.

Pengukuran jejak setiap jenis penyu bertelur dilakukan mulai saat naik dari permukaan air menuju intertidal sampai mencari lokasi yang cocok untuk digali. Pengukuran jejak dilakukan malam hari. Contoh jejak beberapa jenis penyu disajikan pada Gambar 5 di bawah ini.

Tabel 2.5

Identifikasi Berdasarkan Jejak (track) dan Ukuran Sarang

Gambar 2.5

Contoh jejak beberapa jenis penyu. (1) penyu sisik; (2) penyu belimbing; dan (3) penyu hijau Sumber : (1. Ali Mashar, 2007; 2..www.bss.sfsu.edu; 3. www.ecoworld.com)

(12)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 19 Panjang kaki belakang (pore flipper) pada penyu jenis tertentu menentukan dalamnya sarang. Secara umum penyu mampu membuat lubang sarang sejauh panjang jangkauan kaki belakangnya untuk mengeduk pasir di sekitarnya. Sarang yang paling dangkal adalah yang dibuat oleh penyu sisik karena kaki belakang penyu sisik adalah yang terpendek diantara penyu lainnya. Beberapa ukuran sarang yang dibuat oleh setiap jenis penyu yang ada di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.

Ukuran telur penyu ada kecenderungan mempunyai korelasi dengan

2.2.2Pengelolaan Penangkaran Penyu.

Penangkaran Penyu Desa Serangan (Menurut Wayan Eddy) indikator keberhasilan penangkaran penyu adalah adanya kegiatan penanaman/pemendaman telur penyu tiap bulan dan telur yang dipendam memiliki keberhasilan menetas sebanyak 75%.

Untuk mengukur tingkat keberhasilan menetas dapat digunakan rumus (Nuitja,1992). Rumus yang digunakan untuk mengukur keberhasilan menetas tersebut adalah hatching success (tingkat keberhasilan menetas). Hatching success (tingkat keberhasilan menetas) yaitu prsentase dari hasil bagi jumlah telur menetas dengan hasil pertambahan jumlah telur yang menetas dan jumlah telur yang gagal menetas. Rumus dari hatching success (tingkat keberhasilan menetas) adalah:

Tabel 2.6

(13)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 20 Keterangan:

HSs : tingkat keberhasilan menetas JS : jumlah telur yang menetas

TM : jumlah telur yang gagal menetas

Pada periode tahun 2013 sampai pada 2014 telur yang berhasil menetas sebanyak 1177 butir dan yang gagal menetas sebanyak 823 butir. Dengan menggunakan rumus tersebut dapat diketahui bahwa tingkat keberhasilan menetas adalah sebesar 58,85 %.

Pencarian telur penyu dilakukan berdasarkan musim penyu bertelur dan informasi dari masyarakat, penyu memiliki intensitas bertelur yang relatif tinggi pada bulan April, Mei sampai Oktober. Untuk mengurangi adanya telur penyu yang diambil oleh masyarakat, pada bulan-bulan tersebut kelompok ini melakukan pencarian telur penyu lebih intensif.

Jumlah petugas pada saat pencarian telur kurang lebih tiga orang. Jumlah tersebut bertujuan untuk menjaga kepercayaan anggota lain kelompok ini jika menemukan telur penyu. Pelaporan palsu mengenai jumlah telur penyu yang ditemukan dapat diminimalisir dengan adanya pengawasan antar penjaga. Predator yang terdapat di areal Penangkaran Penyu Desa Serangan adalah anjing liar, kepiting dan kadal . untuk itu perlu membuat tempat penetasan telur yang diberi pagar bambu dengan ukuran 4 m x 4 m x 2 m, untuk melindungi telur penyu dari gangguan predator.

Menurut Limpus (1984) stadium-stadium tertentu yang mempengaruhi keberhasilan penetasan telur penyu, yaitu:

1) Stadium I.

Waktu antara 0 sampai 2 jam setelah telur diletakkan oleh induk. Selama waktu tersebut keadaan substansi isi telur tidak mengalami banyak perubahan. Dalam keadaan demikian, telur masih tahan terhadap terjadinya perubahan letak/posisi telur, misalnya diangkat atau dipindahkan.

2) Stadium II.

Waktu setelah 2 jam telur diletakkan oleh induk sampai dengan berumur 600 jam (25 hari). Pada stadium ini telur sangat peka terhadap pengaruh faktor luar (fisik dan

(14)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 21 cuaca). Embrio akan mengalami kematian bila telur mendapat gangguan berupa goncangan

akibat proses pemindahan telur.

3) Stadium III.

Waktu setelah berumur 600 jam (25 hari). Pada stadium ini telur telah menunjukkan adanya perkembangan embrio yang sempurna. Telur lebih tahan terhadap adanya perubahan letak/posisi telur, bahkan telur tersebut dimungkinkan untuk diangkut jarak jauh sampai puluhan jam.

Menurut Wayan Eddy, Ketua Kelompok Penangkaran Penyu Desa Serangan, waktu inkubasi telur untuk masing-masing spesies penyu berbeda-beda. Waktu inkubasi telur penyu tersebut adalah:

1) penyu lekang ± 50 hari, 2) penyu sisik ± 70 hari, dan 3) penyu hijau ± 58 hari.

Tukik yang baru menetas langsung ditempatkan di bak penampungan atau fiber. Pada saat ini, bak penampungan tidak diisi dengan air laut karena tukik masih memiliki tali pusar. Penyu akan sakit jika tali pusarnya terkena air laut. Satelah tali pusarnya putus, fiber akan diisi dengan air laut. Ketinggian air dalam kolam ini ± 3 cm. Ketinggian tersebut berfungsi supaya tukik dapat beristirahat dan mengambil nafas. Kolam penampungan ini berukuran 1,6 m x 2 m 0,6 m. Jumlah tukik dalam satu kolam penampungan ini maksimal 35 ekor. Hal ini dilakukan agar tukik dapat bergerak bebas dalam kolam.

(15)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 22 2.2.3 Pemeliharaan Penyu

a. Pemberian Pakan

Jenis Pakan

Jenis-jenis pakan yang di berikan hendaknya memperhatikan kesukaan penyu sebagaimana biasanya di alam, disamping pertimbangan kualitas, harga dan ketersediaanya. Namun demikian, jenis pakan yang terbaik adalahyang berasal dari alam seperti rumput laut, ikan dan pelet adalah yang berasal dari alam. (Hasil wawancara dengan Bapak Wayan Eddy Pengelola Penangkaran Penyu Desa Serangan, 4 Maret 2015).

b. Cara Pemberian Pakan

Kualitas dan kuantitas pakan yang dibutuhkan penyu umunya bervariasi menurut jenis penyu dan umurnya. Cara-cara pemberian pakan harus dibedakan, sebagai berikut :

 Pemberian pakan pada penyu, pakan yang diberikan rumput laut, ikan segar yang sudah di pisahkan antara tulang dan dagingnya, untuk jenis penyu hijau biasanya di beri makanan rumput laut dan untuk jenis penyu lekang dan jenis penyu sisik di beri makanan ikan segar yang telah dipisahkan tulang dan dagingnya yang diberikan dua kali sehari dengan jumlah yang cukup.

 Tukik yang berada di kolam penampungan diberi makanan sebanyak 3 kali sehari. Makanan yang diberikan pada tukik adalah pellet. Terlalu sering atau kekurangan makan akan berdampak buruk bagi tukik. pemberian makan yang kurang akan menyebabkan tukik kelaparan dan bisa berdampak pada kematian tukik. Pemberian makan yang terlalu banyak akan membuat air dalam kolam penampungan cepat kotor dan akan mengganggu kesehatan tukik. (Hasil wawancara dengan Bapak Wayan Eddy Pengelola Penangkaran Penyu Desa Serangan, 4 Maret 2015).

c. Pengaturan Reproduksi

Reproduksi penyu adalah proses regenerasi yang dilakukan penyu dewasa jantan dan betinamelalui tahapan perkawinan, peneluran sampai menghasilkan generasi baru (tukik) Tahapan reproduksi penyu dapat dijelaskan sebagai berikut:

(16)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 23 1. Perkawinan

Penyu melakukan perkawinan dengan cara penyu jantan bertengger di atas punggung penyu betina. Tidak banyak regenerasi yang dihasilkan seekor penyu dari ratusan butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak 1–3% yang berhasil mencapai dewasa. Penyu melakukan perkawinan di dalam air laut, terkecuali pada kasus penyu tempayan yang akan melakukan perkawinan meski dalam penangkaran apabila telah tiba masa kawin. Pada waktu akan kawin, alat kelamin penyu jantan yang berbentuk ekor akan memanjang ke belakang sambil berenang mengikuti kemana penyu betina berenang. Penyu jantan kemudian naik ke punggung betina untuk melakukan perkawinan. Selama perkawinan berlangsung, penyu jantan menggunakan kuku kaki depan untuk menjepit tubuh penyu betina agar tidak mudah lepas. Kedua penyu yang sedang kawin tersebut timbul tenggelam di permukaan air dalam waktu cukup lama, bisa mencapai 6 jam lebih.

Gambar 2.6

(17)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 24 2. Perilaku Peneluran

Ketika akan bertelur penyu akan naik ke pantai. Hanya penyu betina yang datang ke daerah peneluran, sedangkan penyu jantan berada di daerah sub-tidal. Penyu bertelur dengan tingkah laku yang berbeda sesuai dengan spesies masing-masing. Setiap spesies penyu memiliki waktu (timing) peneluran yang berbeda satu sama lain, seperti yang tersebut pada Tabel 11. Lama antara peneluran yang satu dengan peneluran berikutnya (interval peneluran) dipengaruhi oleh suhu air laut. Semakin tinggi suhu air laut, maka interval peneluran cenderung makin pendek. Sebaliknya semakin rendah suhu air laut, maka interval peneluran cenderung makin panjang. Tahapan bertelur pada berbagai jenis penyu umumnya berpola sama. Tahapan yang dilakukan dalam proses betelur adalah sebagai berikut:

 Penyu menuju pantai, muncul dari hempasan ombak

 Naik ke pantai, diam sebentar dan melihat sekelilingnya, bergerak melacak pasir yang cocok untuk membuat sarang. Jika tidak cocok, penyu akan mencari tempat lain.

 Menggali kubangan untuk tumpuan tubuhnya (body pit), dilanjutkan menggali sarang telur di dalam body pit.

 Penyu mengeluarkan telurnya satu per satu, kadangkala serentak dua sampai tiga telur. Ekor penyu melengkung ketika bertelur.

 Umumnya penyu membutuhkan waktu masing-masing 45 menit untuk menggali sarang dan 10 – 20 menit untuk meletakkan telurnya.

 Sarang telur ditimbun dengan pasir menggunakan sirip belakang, lalu menimbun kubangan (body pit) dengan ke empat kakinya.

 Membuat penyamaran jejak untuk menghilangkan lokasi bertelurnya.

 Kembali ke laut, menuju deburan ombak dan menghilang diantara gelombang. Pergerakan penyu ketika kembali ke laut ada yang bergerak lurus atau melalui jalan berkelok-kelok.

 Penyu betina akan kembali ke ruaya pakannya setelah musim peneluran berakhir, dan tidak akan bertelur lagi untuk 2 – 8 tahun mendatang

(18)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 25 d. Perawatan Penyu

Perawatan penyu yang perlu dilakukan antara lain, adalah :

 Membersihkan kolam penampungan penyu dan tukik setiap dua kali dalam seminggu agar air tidak kotor dan tukik tidak terkena penyakit jamur pada bagian tubuh tukik.

 Air yang dipakai dalam kolam penampungan penyu dan tukik harus memiliki sirkulasi air yang baik, air sirkulasi yang digunakan diambil langsung dari air laut sehinggu penyu dan tukik tidak mengalami stress.

 Mengobati bagian tubuh penyu yang terluka dengan menggunakan obat luka (Hasil wawancara dengan Bapak Wayan Eddy Pengelola Penangkaran Penyu Desa Serangan, 4 Maret 2015).

e. Penandaan (Tagging)

Penandaan dilakukan hanya bagi populasi penyu dewasa. Bentuk dan model tagging dapat bermacam-macam, tapi dengan satu syarat bahwa tagging tersebut tidak menyebabkan penyu mati atau berubah tingkah lakunya yang disebabkan oleh tagging tersebut.

Cara-cara melakukan penandaan atau tagging pada penyu adalah sebagai berikut:

1) Siapkan alat dan bahan untuk tagging, seperti metal tag apalicatornya atau alat satelit dan lem serta cairan desinfektan. Alat-alat tagging harus dalam keadaan steril.

2) Siapkan penyu yang akan dipakaikan tag dan orang-orang yang akan melakukan tagging. Taggingsebaiknya dilakukan minimal oleh 3 orang: dimana 2 orang memegang penyu dan 1 orang yang memasang tag.

3) Catat data-data tentang tag dan penyu yang akan di tagging. Data-data tersebut meliputi nomor tag, lokasi tagging (nama dan koordinat), dan data-data penyu (CCL, CCW, jumlah sarang telur, dan jumlah telur per sarang).

4) Bersihkan lokasi tagging dengan cairan desinfektan untuk mencegah infeksi akibat tagging. Tag biasanya dipasang pada tungkai depan untuk metal tag dan bagian punggung untuk satelit.

5) Pasangkan tag (baik metal tag maupun satelit) dengan hati-hati, tepat dan benar. Dua orang memegangi penyu agar tidak berontak. Pastikan tag terpasang dengan baik, benar dan kuat.

(19)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 26 6) Untuk tag dalam bentuk satelit, pastikan sensor satelit pada tag maupun pada alat

penerima sensor berfungsi dengan baik.

7) Setelah dipastikan pemasangan tag benar, diamkan dulu sebentar penyu agar tenang.

8) Penyu dilepas ke laut.

(Hasil wawancara dengan Bapak Wayan Eddy Pengelola Penangkaran Penyu Desa Serangan, 4 Maret 2015).

Gambar 2.4

Teknis Penandaan (tagging). A. Contoh metal tag; B. Tag siap pasang pada applicator; C. Contoh pemasangan tag yang terlalu longgar; dan D. Posisi dan pemasangan tag yang baik

Sumber: WWF-Indonesia, 2009

Gambar 2.7

Teknis Penandaan (tagging). A. Contoh metal tag; B. Tag siap pasang pada applicator; C. Contoh pemasangan tag yang terlalu longgar; dan D. Posisi dan pemasangan tag yang baik

Sumber: WWF-Indonesia, 2009

A B

(20)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 27 f. Jenis Penyakit Penyu

Jenis-jenis penyakit yang pernah menyerang penyu dalam penangkaran dan laut adalah bakteri, pengelembungan paru-paru, keracunan ikan dan jamur.

Selain itu, ada penyakit penyu yang lain yaitu parasit pada penyu. Parasit tersebut berupa kerang – kerangan atau biasa kita sebut teritip yang hampir mirip dengan jenis teritip yang biasanya menempel di lambung kapal.warna teritip ini putih dengan bagian lunak di dalamnya yang lama kelamaan dapat mengikis karapas penyu sehingga berlubang. parasit ini biasanya ditemukan di karapas namun tidak menutup kemungkinan untuk tumbuh di bagian tubuh lain karena saya juga menemukan parasit jenis ini dapat tumbuh di kepala penyu. (Sumber: Hasil wawancara dengan Bapak Wayan Eddy Pengelola Penangkaran Penyu Desa Serangan, 4 Maret 2015).

2.2.4Perizinan Penangkaran

Izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar dapat diberikan kepada : Perorangan, Koperasi, Badan Hukum, dan Lembaga Konservasi. Izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar dalam bentuk :

1. Captive Breeding (pengembangbiakan satwa dalam lingkungan terkontrol),

o Untuk jenis yang dilindungi, diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Laut dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kelautan.

o Untuk jenis yang tidak dilindungi yang termasuk dalam Appendix CITES, diterbitkan oleh Kepala Balai KSDA,

o Untuk jenis yang tidak dilindungi yang tidak termasuk dalam Appendix CITES, diterbitkan oleh Kepala Dinas di tingkat Propinsi yang menangani konservasi tumbuhan dan satwa liar.

2. Rearing/Ranching (pembesaran anakan dari telur/anakan dari habitat alam),

o Untuk jenis yang dilindungi diterbitkan oleh Direktur Jenderal PHKA, Departemen Kelautan,

o Untuk jenis yang tidak dilindungi yang termasuk dalam Appendix CITES, diterbitkan oleh Kepala Balai KSDA,

(21)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 28 o Untuk jenis yang tidak dilindungi yang tidak termasuk dalam Appendix CITES, diterbitkan oleh Kepala Dinas di tingkat Propinsi yang menangani konservasi tumbuhan dan satwa liar.

3. Artificial Propagation (perbanyakan tumbuhan secara buatan),

o Untuk jenis yang dilindungi, diterbitkan oleh Direktur Jenderal PHKA, Departemen Kelautan,

o Untuk jenis yang tidak dilindungi yang termasuk dalam Appendix CITES, diterbitkan oleh Kepala Balai KSDA,

o Untuk jenis yang tidak dilindungi yang tidak termasuk dalam Appendix CITES, diterbitkan oleh Kepala Dinas di tingkat Propinsi yang menangani konservasi tumbuhan dan satwa liar.

4. Transplantasi (budidaya) koral, diterbitkan oleh Kepala Balai KSDA.

(22)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 29 2.2.5Fasilitas Penangkaran

Fasilitas Utama

Bak Penampungan

Bak penampungan merupakan salah satu tempat tukik dan penyu diletakan yang kemudian ada yang dipelihara dan dilepaskan ke habitat aslinya, bak penampungan tukik dan penyu memiliki beberapa jenis dan mempunyai fungsi masing-masing.

Adapun beberapa jenis bak penampungan sebagai berikut : - Bak Penampungan Besar

Bak penampungan besar berfungsi untuk menempatkan penyu yang besar agar penyu bisa memiliki ruang gerak yang lebih luas.

- Bak Penampungan Kecil

Bak penampungan kecil adalah bak untuk penempatan tukik yang baru menetas sampai tukik di lepaskan ke habitat aslinya.

- Bak Karantina

Mengingat pentingnya karantina penyu yang sakit maka perlu disediakan tempat untuk mengkarantina penyu sakit atau terluka yang ditemukan dari habitat aslinya, sebelum dilepas terlebih dahulu dirawat di bak karantina ini sampai sembuh total. Bak karantina terbuat dari kolam permanen dan bersih. Yang perlu diperhatikan jangan mengkarantina penyu dengan jumlah yang terlalu banyak dalam bak tersebut. Perhatikan kualitas air harus benar-benar baik, suhu air yang terjaga dan sirkulasi air dalam bak tersebut harus baik. - Bak Pelepasan

Sebelum tukik dilepaskan perlu dicek terlebih dahulu untuk memilih tukik yang sehat dan siap dilepas ke laut, hal ini untuk mencegah tukik yang mati setelah dilepaskan. Bak pelepasan ini harus bersih dan suhu airnya harus diperhatikan.

(Sumber: Hasil wawancara dengan Bapak Wayan Eddy Pengelola Penangkaran Penyu Desa Serangan, 4 Maret 2015).

(23)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 30

Tempat Penetasan Telur Penyu

Tempat penetasan telur ini berfungsi untuk penempatan telur penyu yang dipindahkan dari pantai supaya aman dari ancaman binatang dan manusia. tempat peneluran ini memiliki pondasi yang lebih tinggi dari permukaan pasir yang ada di dalam kandang peneluran bertujuan untuk tukik yang sudah menetas tidak keluar dari tempat peneluran, pagar bambu bertujuan untuk memudahkan saat pemantauan telur penyu yang sudah menetas supaya cepat dipindahkan ke dalam bak penampungan tukik. Sarang-sarang telur penyu buatan yang telah diisi dengan telur penyu diberi tanda dengan tulisan Tanggal Ditemukanya Telur(TDT) disertai tulisan Tanggal Perkiraan Menetas(TPM). Telur-telur penyu akan menetas setelah 50-60 hari terhitung dari tanggal ditemukanya.

Aula

Bangunan ini digunakan untuk penerimaan kunjungan tamu dalam jumlah yang cukup banyak.

Kantor Pengelola

Kantor pengelola ini akan menampung segala kegiatan administrasi yang terkait dengan penangkaran penyu.

Gudang dan rumah jaga

Sarana penunjang lain yang tidak kalah pentingnya bagi nantinya adalah tersedianya gudang dan rumah jaga.

(24)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 31

Pemilihan Lokasi Bak Penampungan

Kegiatan penangkaran ditempatkan terpisah dengan kegiatan yang bersifat bising dan banyak aktifitas manusia, lokasi penangkaran penyu adalah :

 Berada pada tempat yang bebas banjir pada musim hujan dan tidak lembab, becek dan tergenang air karena akan menimbulkan penyakit.  Jauh dari keramain dan kebisingan.

 Dekat dengan kawasan pantai tempat penyu bertelur.

 Berada pada tempat yang mudah diawasi dan mudah dicapai.  Terisolasi dari pengaruh binatang liar/ternak lain.

 Tersedia air laut yang baik untuk sirkulasi bak penampungan .

(Sumber : Htpp//www.google-search.com. Diakses pada 3 Maret 2015).

Bentuk dan Ukuran Bak

1. Bak-bak pemeliharaan dapat berbentuk lingkaran atau empat persegi panjang dengan bahan dapat dari fiber atau keramik. Ketingian air dalam bak pemeliharaan tukik dibuat berkisar antara 5–10 cm, mengingat tukik yang baru menetas tidak mampu menyelam

2. Jumlah dan ukuran bak pemeliharaan tukik disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia dan estimasi jumlah tukik yang akan ditangkarkan.

2. Suhu air yang cocok untuk tukik adalah sekitar 25 0C

2. Selama pemeliharaan tukik diberi makan secara rutin dan jika ada yang sakit dipisahkan agar tidak menular kepada tukik yang lain.

(25)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 32 Gambar di bawah ini menjelaskan tata cara pemeliharaan tukik dalam bak pemeliharaan.

Gambar 2.8 . Menjelaskan Tata Cara Pemeliharaan Tukik Dalam Bak Pemeliharaan.

Sumber : Yayasan Alam Lestari, 2000

Keterangan:

• Buatkan over flow dalam bak untuk membuang minyak atau sampah-sampah berukuran kecil yang terapung di permukaan air yang keluar bersama air buangan

• Pasang jaring pada pipa pembuangan agar tukik tidak masuk ke dalam pipa pembuangan

(26)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 33 2.2.6 Syarat Ruang

A. Untuk kelengkapan area kantor terdapat standar perlengkapan dan peralatan sebagai berikut :

 kedalaman area kursi: 40-65 cm

 lebar nyaman area kaki: 70cm

 kedalaman nyaman area kaki: 60cm

 tinggi nyaman area kaki: minimal 59cm

 tinggi kursi kerja: 42-54cm

 tinggi penopang kaki: 10-15cm

 tinggi meja kerja: 62-78cm (nyaman 72cm)

 jarak bebas kursi antara meja dengan dinding atau perabot: 70-80cm

 jalur sirkulasi antara meja dengan dinding: 55cm

 jalur sirkulasi antara meja dengan dinding bila ada kursi kerja: 100cm

 jalur sirkulasi antar rak: 120 cm

 kedalaman meja kerja: 60-125 cm

 lebar meja kerja: 140 -156 cm

 kedalaman rak samping: minimal 30cm

 kedalaman rak-rak arsip: 51cm

 tinggi rak arsip: 75cm, 120cm, 195cm (Sumber : (Neufert, 2002, p.16.).

B. Untuk syarat dan dimensi ruang parkir dapat menggunakan standar berikut ini : • luasan parkir mobil: 5,00 m x 2,30 m (11,5 m2)

• luasan parkir motor: 2,20 m x 0,70 m (1,54 m2) • luasan parkir sepeda: 1,80 m x 0,60 m (1,08 m2)

C. Untuk syarat dan dimensi sirkulasi parkir dapat menggunakan standar berikut ini:

• persentase sirkulasi parkir terhadap area parkir: 36% (dengan asumsi lebar jalan 5,5 meter dan dapat dilalui dari dua arah berlawanan)

• ketinggian minimal 2,2 meter. Bila ditambah dengan struktur bangunan, maka diperkirakan memiliki ketinggian antar lantai 2,7 - 3,5 meter.

(27)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 34 D. Syarat-syarat perancangan area gudang berdasarkan Data Arsitek

adalah sebagai berikut:

1. sistem rak: rak dari kayu (dibuat sendiri), sistem rak rakitan, rak lemari 2. rak dari kayu: kedalaman 30-90 cm, lebar ± 1 meter, ketinggian 2-3 meter 3. sistem rak rakitan: terbuat dari rangka besi, dimensi sama dengan rak kayu 4. rak lemari: kedalaman 30-90cm, lebar 1,60-2,40 meter, ketinggian 1,80-2,90 meter

(Sumber : (Neufert, 2002, p.63.).

E. Syarat-syarat perancangan area toilet atau kamar mandi berdasarkan Data Arsitek adalah sebagai berikut:

1. perlengkapan: kloset duduk (watercloset), wastafel, urinal (khusus pria), floordrain

2. ukuran bilik untuk kloset duduk: lebar min.85cm, kedalaman min.125cm (pintU ke luar), kedalaman min.150cm (pintu ke dalam)

3. jalur sirkulasi di dalam area toilet minimal 125 cm 4. jarak antar wastafel dan urinal minimal 60 cm

5. jarak antar wastafel dan urinal dengan dinding minimal 45 cm 6. ventilasi setiap WC minimal 1.700 cm2

7. ketinggian langit-langit maksimal 2 meter 8. setiap WC maksimal 10 kelompok kloset

9. perangkat kebersihan setiap 100 kegiatan = 15 buah 10. wastafel setiap 100 kegiatan = 10 buah

11. shower setiap 100 kegiatan = 4 buah

12. kamar mandi untuk difabel setiap 100 kegiatan = 1 buah 13. perbandingan kloset pria : wanita adalah 3:6

14. perbandingan kloset:urinal pria adalah 1:1 15. perbandingan wastafel pria:wanita adalah 2:3 (Sumber : (Neufert, 2002, p.p67-69.).

(28)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 35 2.3 Pemahaman Fasilitas Sejenis

Tinjauan fasilitas sejenis dilakukan melalui observasi langsung. Adapun obyek yang dikunjungi adalah penangkaran penyu TCEC yang terdapat di Desa Serangan.

2.3.1 Penangkaran Penyu di Desa Serangan (TCEC) a. Umum

Turtle Conservation and Education Center/Pusat Konservasi dan Pendidikan Penyu (TCEC) dibuka oleh Gubernur Bali, Dewa Barata, pada 20 Januari 2006 di Pulau Serangan, Bali. Penetapan TCEC didukung oleh WWF, Gubernur Bali, Walicokati Denpasar, sserta BKSDA Provinsi Bali dan masyarakat lokal. TCEC dibangun sebagai bagian dari strategi yang komprehensif untuk menghapus perdagangan penyu illegal di pulau Serangan. Berdiri di lahan seluas 2,4 hektar, TCEC berupaya mendukung komunitas Serangan untuk menemukan mata pencaharian alternatif diluar perdagangan penyu. Pusat ini memanfaatkan potensinya untuk pendidikan, pariwisata, konservasi serta penelitian, dengan sentuhan bisnis, untuk memberikan kesempatan baru bagi penyu yang terancam punah di Serangan.

Empat aspek fundamental dari TCEC termasuk mengakhiri perdagangan penyu dengan mendorong masyarakat agar tidak mengkonsumsi produk-produk penyu (baik untuk keperluan agama atau yang lainnya), dan secara umum mendukung konservasi penyu; menyediakan penyu untuk upacara keagamaan tanpa harus membunuhnya, dan memonitor ukuran dan jumlah penyu. Hal ini untuk mengendalikan dengan ketat penggunaannya; membuka kesempatan kerja bagi masyarakat local Serangan; dan pada akhirnya menjadi pengawas bagi perdagangan penyu- khususnya di Serangan, dan secara umum di Bali.

Pulau Serangan, bersama dengan desa Tanjung Benoa, selama beberapa dekade dikenal sebagai pasar gelap terbesar untuk daging dan produk-produk penyu lainnya . Serangan merupakan merupakan pelabuhan bagi ratusan kapal penangkap penyu yang berlayar hingga Derawan, Kalimantan Timur dan wilayah kepala burung Papaa. Perdagangan dan perburuan besar-besaran ini, tidak hanya menghancurkan populasi penyu laut di sekitar wilayah Bali saja tetapi juga menyebabkan dampak ekologis terhadap sejumlah kawasan di Indonesia.

(29)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 36 Di masa jayanya hingga tahun 2000, bisnis ini menangkap sekitar 30.000 ekor penyu laut per tahun dan dibawa ke pulau. Gabungan dari strategi yang adaptif, dengan advokasi yang sejalan, serta program penguatan komunitas yang membumi yang dilakukan WWF serta pihak yang berwenang di tingkat lokal selama beberapa tahun ini, tidak hanya dapat mengurangi jumlah penyu yang diperdagangkan tetapi juga dapat memoblisasi dukungan dari lokal, yang secara perlahan dapat menyingkirkan para pedagang penyu besar.

Upaya konservasi yang dilakukan TCEC juga meluas hingga ke pulau Jawa, untuk melindungi pantai tempat panyu bertelur yang sering dijarah oleh para pedagang telur penyu. Sejumlah telur dari Jawa ditetaskan di TCEC. Sebagian akan dibebaskan saat panjangnya mencapai 40 cm, sementara yang lainnya dibesarkan untuk keperluan upacara adat. Dalam berbagai kondisi, lintasan Serangan terkait erat dengan nasib penyu laut. Diluar kondisi industri pariwisata yang sedang terguncang dan semangat masyarakat Serangan yang kian peduli, sesuatu yang baik, bagi konservasi penyu dapat dimulai dari sini.

Gambar 2.9

Peta Pulau Bali

(Sumber:http://www.denpasarkota.go.id/main.php?a ct=peta3 Maret 2015)

Gambar 2.10

Peta Desa Serangan

(Sumber:http://www.denpasarkota.go.id/main.php? act=peta3 Maret 2015)

(30)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 37

Gambar 2.11

Lay Out Penangkaran Penyu TCEC 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jalan Tukad Punggawa OUT IN

Lay Out Penangkarang Penyu TCEC

Keterangan:

1. Area parkir mobil dan motor 2. Kantor pengelola dan informasi 3. Toilet

4. Gudang 5. Kantin

6. Bak penampungan kecil 7. Aula

8. Bak penampungan besar 9. Tempat penetasan telur penyu

(31)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 38

Gambar, 2.12

Tempat Penetasan

(Sumber : Pengelola Penangkaran Penyu Desa

Serangan) b. Fasilitas

Penangkaran Penyu ini terletak di Jl. Tukad Punggawa, Kelurahan Serangan Kota Denpasar . Fasilitas ini khusus untuk penangkaranPenyu yang kemudian akan dilepas lagi kehabitat aslinya. Penangkaran ini memiliki beberapa fasilitas antara lain :

Tempat Penetasan, berjumlah 1 kandang dengan ukuran : tinggi 1m ; lebar : 2m dan panjang : 3m. Ukuran tersebut akan memudahkan untuk menaruh telur yang baru datang dan diberi tanda.

kandang peneluran ini dibuat dari pondasi batu kali dan pinggirnya di isi bambu dengan jarak sekitar 10cm. tempat peneluran ini memiliki pondasi yang lebih tinggi dari permukaan pasir yang ada di dalam kandang peneluran bertujuan untuk tukik yang sudah menetas tidak keluar dari tempat peneluran, pagar bambu bertujuan untuk memudahkan saat pemantauan telur penyu yang sudah menetas supaya cepat dipindahkan ke dalam bak penampungan tukik. Sarang-sarang telur penyu buatan yang telah diisi dengan telur penyu kita beri tanda dengan tulisan Tanggal Ditemukanya Telur(TDT) disertai tulisan Tanggal Perkiraan Menetas(TPM). Telur-telur penyu akan menetas setelah 50-60 hari terhitung dari tanggal ditemukanya.

Ada beberapa syarat untuk tempat peneluran penyu yaitu: a. Pasir tidak boleh basah/lembab

b. Pasir yang digunakan harus halus dan sebaiknya yang digunakan dimana sarang asal penyu bertelur.

c. Pasir harus sering di cuci dan di bolak balik agar kelembaban pasir tetap terjaga.

d. Bebas dari predator seperti biawak dan anjing liar.

(Hasil wawancara dengan Bapak Wayan Eddy Pengelola Penangkaran Penyu Desa Serangan, 4 Maret 2015).

(32)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 39

Gambar 2.13

Bak Penampungan Besar Penangkaran Penyu Desa Serangan

(Sumber :Pengelola Penangkaran Penyu Desa Serangan)

Gambar 2.14

Bak Penampungan Kecil Penangkaran Penyu Desa Serangan

(Sumber :Pengelola Penangkaran Penyu Desa Serangan)

Bak Penampungan Besar

Bak penampungan besar berfungsi sebagai tempat penyu yang besar di tempatkan bertujuan untuk pengenalan jenis penyu jika ada orang yang datang dan mengetahui langsung jenis penyu yang ada di Desa Serangan. Bak penampungan besar ini memiliki kedalaman 2m dan memiliki sirkulasi air langsung di ambil dari laut. Bak penampungan besar ini menyerupai bentuk penyu, untuk finishing menggunakan keramik 30x30 putih. (Hasil wawancara dengan Bapak Wayan Eddy Pengelola Penangkaran Penyu Desa Serangan, 4 Maret 2015).

Bak Penampungan Kecil

Bak penampungan kecil berfungsi sebagai tempat tukik yang baru menetas dan sampai berumur 2 minggu. Bak penampungan kecil ini berjumlah 16 bak, bak tempat tukik ini berbentuk persegi panjang yang ukurannya 2mx3m dan memiliki kedalama 60cm tetapi tidak sepenuhnya diisi air hanya setengah bak saja, apabila diisi penuh tukik akan lepas dari bak penampungan. Bak penampungan kecil dibuat permanen dan memiliki sirkulasi air yang baik sehingga tukik tidak gampang stress dan mengakibatkan kematian. Di dalam bak penampungan diisi makanan rumput laut atau ikan setelah tukik berumur 1 minggu. (Hasil wawancara dengan Bapak Wayan Eddy

Pengelola Penangkaran Penyu Desa Serangan, 4 Maret 2015).

(33)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 40

Bak Karantina

Bak karantina ini digunakan untuk penyu sakit yang ditemukan dari laut untuk, penyu yang sakit atau luka di tempatkan di bak karantina ini supaya tidak diganggu oleh penyu yang lain dalam masa pemulihannya. Bak ini hampir sama besar dan bentuknya seperti bak penampungan kecil. (Hasil wawancara dengan Bapak Wayan Eddy Pengelola Penangkaran Penyu Desa Serangan, 4 Maret 2015).

Bak Pelepasan

Bak Pelepasan ini berfungsi untuk memilih tukik yang akan dilepaskan supaya tidak ada tukik yang dalam keadaan sakit dilepas ke habitatnya, untuk itu perlu ketelitian dalam memilih tukik. Bak ini sangat perlu mengingat banyak tukik biasanya tidak sehat waktu dilepaskan. Bak pelepasan lebih besar dari bak tempat tukik karena di bak ini bisa melihat tukik yang sehat dan yang tidak sehat. (Hasil wawancara dengan Bapak Wayan Eddy Pengelola Penangkaran Penyu Desa Serangan, 4 Maret 2015).

Pusat Informasi, ruang ini berfungsi sebagai kantor dan wadah kegiatan administrasi dan sebagai tempat memperoleh informasi tentang Penangkaran Penyu TCEC, dimana pusat informasi ini terletak kantor pengelola TCEC.

Aula, tempat ini biasanya digunakan untuk member informasi atau penyuluhan kepada siswa atau tamu yang datang dan jumlahnya banyak.

(34)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 41

Gambar 2.16

Tempat penampungan tukik

(Sumber :Pengelola Penangkaran Bali Sea Turtles Society)

Gambar 2.15

Tempat penetasan telur penyu

(Sumber :Pengelola Penangkaran Bali Sea Turtles Society)

2.3.2 Penangkaran Penyu di Pantai Kuta(BSTS)Fasilitas penangkaran

Tempat penetasan telur penyu

Pada Bali Sea Turtles Society ini terdapat tempat penetasan penyu yang berbentuk menyerupai penyu, di dalamnya terdapat banyak sarang telur penyu yang sudah diisi tanda kapan telur itu ditemukan dan waktu telur penyu akan menetas. Untuk syarat pasir yang digunakan sama harus pasir yang halus dan kelembaban suhu di dalam pasir harus terjaga dengan baik, hal tersebut menghindari terjadinya pembusukan telur penyu dan mengakibatkan telur penyu tidak bisa menetas.

 Bak tempat tukik

Tukik yang sudah menetas dipindahkan ke ember plastik. Tempat tukik disini masih sangat sederhana yaitu masih menggunakan ember dalam perawatannya, dan diisi gelembung buatan bertujuan untuk menghindari tukik stres. Di BSTS ini tidak terlalu lama membiarkan tukik yang sudah menetas di dalam ember, tukik paling lama dibiarkan dalam waktu satu minggu kemudian di lepas.

(35)

Pemahaman Terhadap Penangkaran Penyu-BAB II 42 2.4 Spesifikasi Umum Penangkaran Penyu

Berdasarkan dari pemaparan teori dan hasil studi banding dapat disimpulkan sebagai berikut :

A. Pengertian Penangkaran Penyu

Penangkaran penyu merupakan tempat konservasi hewan langka yang dilindungi untuk di kembang biakan dan dikembalikan ke habitat aslinya.

B. Tujuan Penangkaran Penyu

Tujuan penangkaran ialah menjaga kelestarian kelangsungan hidup penyu. C. Fungsi Penangkaran Penyu

Fungsi dari penangkaran ini ialah mewadahi hewan-hewan langka khususnya penyu dari ancaman kepunahan akibat pemburu liar di habitatnya.

D. Fasilitas Dalam Penangkaran Penyu

Fasilitas yang tersedia dalam penangkaran adalah sebagai berikut : Fasilitas Utama :

a. Bak Karantina dan Perawatan b. Bak Besar

c. Bak Kecil

d. Tempat Penetasan Telur e. Bak Pelepasan

E. Sistem Pengelolaan

Untuk sistem pengelolaan pada penangkaran pada umumnya dikelola pihak pemerintah (dalam hal penyediaan lahan) bekerja sama dengan pihak swasta (dalam hal penyediaan dana). Dalam pengelolaan penangkaran terdapat pengelolaan administrasi dan pengelolaan di lapangan dimana untuk meningkatkan hasil dari penangkaran untuk mempercepat pemulihan penyu yang ada di habitat aslinya.

F. Syarat dan Lokasi Penangkaran Penyu Syarat utama dari lokasi penangkaran ialah :

1. Mudah dalam pencapaian menggunakan transportasi darat dan laut. 2. Mudah mendapatkan pakan alami maupun buatan.

3. Jauh dari keramaian dan kebisingan.

Gambar

Gambar 2.8 . Menjelaskan Tata Cara Pemeliharaan Tukik  Dalam Bak Pemeliharaan.

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik karkas yang diamati pada kelinci adalah bobot potong, bobot karkas, bobot kulit bulu, hati, jantung, paru-paru, ginjal, bobot daging total, bobot

Fungsi utama dari bahan pakan yang dicampur dalam konsentrat yaitu mensuplai energi tambahan yang diperlukan untuk produksi susu maksimal yang tidak terpenuhi

Dikombinasikan dengan kemajuan dari bahan cetak hidrokoloid, α- gipsum yang diperbaharui kekerasannya membuat die stone dapat digunakan dan pembuatan model tidak langsung

Pelaksanaan pemasangan batu bata ini membutuhkan bahan batu bata yang cukup banyak pada lapangan apalagi bangunan gedung ini terdiri dari lima (5) lantai,

Dengan merancang identitas visual wisata kerajinan diharapkan dapat langsung menyampaikan potensi dari Kabupaten Tasikmalaya yakni kerajinan tangan kepada masyarakat

informasi untuk keperluan manajerial organisasi dengan memakai prinsip sistem. Dikatakan memakai prinsip sistem karena berita yang tersebar dalam pelbagai bentuknya

Untuk mencegah agar tidak terjadi dampak - dampak yang lebih parah maka ada beberapa cara pengobatan yang dapat dilakukan diantaranya adalah terapi operatif yaitu

Disini penulis tertarik pula untuk mencari ideal moral dari ayat-ayat zakat dengan menggunakan metode Double Movement yang diperkenalkan Fazlur Rahman, yaitu dengan