• Tidak ada hasil yang ditemukan

merupakan alternative yang ekonomis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "merupakan alternative yang ekonomis."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II STUDI PUSTAKA

2.1 PENGENALAN STRUKTUR BAJA

Sebagaimana yang telah diketahui, bahan baja merupakan kreasi manusia modern. Sebelum manusia menggunakan baja pada konstruksi utama yang berkembang dengan pesat pada saat sekarang ini, besi cetak ( cast iron, ditemukan di cina pada abad ke IV sebelum masehi) dan besi tempa (wrougt iron) telah banyak digunakan pada banyak gedung dan jembatan sejak pertengahan abad kedelapan belas sampai pertengahan abad kesembilan belas . Penggunaan baja pertama kali adalah sebagai konstruksi utama jembatan Eads di St. Louis, Missouri, yang dimulai pembangunannya pada tahun 1868 dan selesai pada tahun 1874. Kemudian pada tahun 1884 diikuti dengan pembangunan gedung bertingkat sepuluh berstruktur baja, yaitu Home Insurance Company Building di Chicago. Seabad setelah ditemukannya, bahan baja telah banyak dikembangkan, baik dalam sifat materialnya maupun dalam metode dan jenis penggunaannya. Perkembangan ini tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa baja merupakan jawaban untuk semua masalah struktural. Bahan bangunan lainnya, seperti beton, bata, dan kayu, mempunyai peran sendiri-sendiri, dan dalam banyak situasi dapat merupakan alternative yang ekonomis.

Adapun beberapa keunggulan baja sebagai material konstruksi antara lain :

(2)

 

1. Mempunyai kekuatan yang tinggi, sehingga dapat mengurangi ukuran struktur serta mengurangi pula berat sendiri dari struktur. Hal ini cukup menguntungkan bagi struktur-struktur jembatan yang panjang, gedung yang tinggi atau juga bangunan-bangunan yang berada pada kondisi tanah yang buruk.

2. Keseragaman dan keawetan yang tinggi, tidak seperti halnya material beton bertulang yeng terdiri dari berbagai macam bahan penyusun, material baja jauh lebih seragam/homogeny serta mempunyai tingkat keawetan yang jauh lebih tinggi jika prosedur perawatan dilakukan secara semestinya.

3. Sifat elastis, baja mempunyai perilaku yang cukup dekat dengan asumsi-asumsi yang digunakan untuk melakukan analisa, sebab baja dapat berperilaku elastis hingga tegangan yang cukup tinggi mengikuti hokum hooke. Momen inersia dari suatu profil baja juga dapat dihitung dengan pasti sehingga memudahkan dalam melakukan proses analisa struktur. 4. Daktalitas baja cukup tinggi, karena suatu batang baja yang menerima

tegangan tarik yang tinggi akan mengalami regangan tarik cukup besar sebelum terjadi keruntuhan.

5. Beberapa keuntungan lain pemakaian baja sebagai material konstruksi adalah kemudahan penyambungan antar elemen yang satu dengan lainnya menggunakan alat sambung las atau baut. Pembuatan baja melalui proses gilas panas mengakibatkan baja menjadi mudah dibentuk menjadi penampang-penampang yang diinginkan. Kecepatan

(3)

pelaksanaan konstruksi baja juga menjadi keunggulan suatu material baja.

Namun disamping keuntungan-keuntungan yang dimiliki oleh bahan baja terdapat pula kekurangannya, terutama dari sisi pemeliharaan. Konstruksi baja yang berhubungan langsung dengan udara atau air, secara periodik harus dicat karena mudahnya bahan ini mengalami korosi (kebanyakan baja, tidak semua jenis baja). Perlindungan terhadap bahaya kebakaran juga harus menjadi perhatian yang serius, sebab material baja akan mengalami penurunan kekuatan secara drastis akibat kenaikan temperature yang cukup tinggi disamping itu baja juga merupakan konduktor panas yang baik, sehingga nyala api dalam suatu bangunan justru dapat menyebar dengan lebih cepat. Kelemahan lain dari struktur baja adalah masalah tekuk yang merupakan fungsi dari kelangsingan suatu penampang. Baja tidak mudah terbakar, tetapi harus anti api.

Baja yang dipergunakan untuk konstruksi ini adalah baja paduan

(alloy steel) terdiri atas 98 % besi, 1 % karbon, silicon, mangan, sulfur,

phosphor, tembaga, chromium dan nikel. Karbon dan mangan adalah bahan pokok untuk meningkatkan tegangan atau strength dari baja murni. Baja tidak merupakan sumber yang dapat diperbaharui (renewable), tetapi mempunyai daur ulang (recycled) dan komponen utamanya yaitu besi sangat banyak.

Baja berdasarkan jumlah karbon yang dikandungnya dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu :

(4)

 

b. Mild carbon : Mengandung karbon kurang dari 0,15 % -

0,29 %

c. Medium carbon : Mengandung karbon 0,3 % - 0,59 %

d. High carbon : Mengandung karbon 0,6 % - 1,7 %

Penambahan persentase karbon akan meningkatkan tegangan ijin baja, tetapi akan mengurangi daktilitas baja tersebut. Idealnya adalah kadar karbon pada baja adalah tidak lebih dari 0,3 %.

2.1.1 Bentuk Profil Baja

Ada dua macam bentuk profil baja yang didasarkan pada pembuatannya, yaitu :

a. Hot rolled shapes : profil baja dibentuk dengan cara blok-blok baja

yang panas, diproses melalui rol-rol dalam pabrik. Hot rolled

shapes ini mengandung tegangan residu. Jadi sebelum batang

dibebanipun sudah terdapat residual yang berasal dari pabrik. Gambar :

(5)

b. Cold formed shapes : profil semacam ini dibentuk dari plat-plat yang sudah jadi, menjadi profil baja dalam temperature atmosfer (dalam keadaan dingin). Tebal plat yang dibentuk menjadi profil ini tebalnya kurang darti 3/16 inch.

Gambar :

Gambar 2.1b Bentuk profil baja (Cold formed shapes) Sifat mekanis yang sangat penting pada baja dapat diperoleh dari uji tarik, yaitu Modulus Elastisitas (E) yang merupakan perbandingan antara tegangan dengan regangan. Uji ini melibatkan pembebanan tarik sampel baja dan bersamaan dengan itu dilakukan pengukuran beban dan perpanjangan sehingga akan diperoleh tegangan dan regangan.

2.2 HUBUNGAN TEGANGAN-REGANGAN

Ada hubungan umum antara tegangan dan regangan untuk material elastis yang pertama kali dinyatakan oleh Robert Hooke (1635-1703) dan dikenal sebagai hukum Hooke. Dalam hukum Hooke dijelaskan hubungan antara tegangan dan regangan, dimana hubungan ini menggambarkan

(6)

 

keadaan yang terjadi pada batang baja lunak yang ditarik gaya aksial tertentu pada kondisi temperatur ruang. Dari hubungan ini diperoleh bahwa nilai regangan yang terjadi berbanding lurus dengan tegangan atau beban aksial yang diberikan pada batang tersebut. Kondisi ini yang kemudian disebut sebagai kondisi elastis. Biasanya, regangan (strain) yang menyatakan besarnya perubahan panjang, dilambangkan oleh ε dan tegangan (stress) yang dilambangkan oleh σ, yang menyatakan gaya per luas satuan yang bekerja pada penampang tersebut.

Dimana ;

lo = panjang awal

l = panjang batang setelah mendapat beban

Hubungan antara tegangan dan regangan diperlihatkan pada gambar 2.2 berikut.

(7)

Titik-titik penting ini membagi gambar menjadi beberapa daerah sebagai berikut:

1. Daerah pertama, yaitu OA, merupakan garis lurus, pada daerah ini jika beban dihilangkan maka benda uji akan kembali kebentuk semula, dan daerah ini dinyatakan daerah linier elastis.. Kemiringan garis ini menyatakan besarnya modulus elastis atau disebut juga

modulus Young (E).

2. Diagram tegangan-regangan untuk baja lunak umumnya memiliki titik leleh atas (upper yield point), σyu , dan daerah leleh datar. Secara

praktis, letak titik leleh atas ini, A’, tidaklah terlalu berarti sehingga pengaruhnya sering diabaikan. Tegangan pada titik A disebut sebagai

tegangan leleh, dimana regangan pada kondisi ini berkisar 0,0012. 3. Dalam daerah AB, dapat dilihat bahwa bila regangannya terus

bertambah hingga melampaui titik A’, ternyata tegangannya dapat dikatakan tidak bertambah. Sifat dalam daerah AB inilah yang disebut sebagai plastis. Daerah ini dapat menunjukkan pula tingkat daktilitas dari material baja. Lokasi titik B, yaitu titik akhir sebelum tegangan mengalami sedikit kenaikan, tidaklah tertentu. Tetapi, sebagai perkiraan dapat ditentukan terletak pada regangan 0,014 atau secara praktis dapat ditetapkan sebesar sepuluh kali besarnya regangan leleh. 4. Daerah BC merupakan daerah strain hardening, dimana pertambahan

regangan akan diikuti dengan sedikit pertambahan tegangan. Disamping itu, hubungan tegangan-regangannya bersifat tak-linear.

(8)

 

Kemiringan garis setelah titik B ini didefenisikan sebagai Es. Di titik

M, yaitu pada regangan berkisar 20 % dari panjang bahan, tegangannya mencapai nilai maksimum yang disebut sebagai

tegangan tarik ultimit (ultimate tensile strenght). Kemudian, pada titik

C material putus.

Dari gambar 2.2, diperoleh besaran-besaran yang bergantung pada komposisi baja, proses pembuatan baja tersebut (hot rolling process), pengerjaan baja tersebut selanjutnya, serta temperatur saat percobaan. Tetapi faktor-faktor tersebut tidak berpengaruh besar terhadap nilai modulus Young (E).

Dari hasil percobaan lentur yang dilakukan oleh Roderick dan Heyman (1951) terhadap empat jenis baja yang memiliki kadar karbon berbeda, diperoleh data-data seperti pada tabel 2.1 berikut.

%C σy (N/mm2) σya / σy εs / εy Es / Es

0,28 340 1,33 9,2 0,037 0,49 386 1,28 3,7 0,058 0,74 448 1,19 1,9 0,07 0,89 525 1,04 1,5 0,098

Tabel 2.1 Hubungan persentase karbon (C) terhadap tegangan Dari tabel tersebut, diperoleh hubungan antara tegangan leleh dan kadar karbon. Semakin besar tegangan lelehnya (σy), semakin tinggi pula

(9)

mengakibatkan duktilitas dari baja tersebut berkurang. Duktilitas merupakan perbandingan antara εs   dengan  εy ,  dimana  εs   adalah regangan strain

hardening dan εy regangan leleh.

Apabila suatu material logam mengalami keadaan tekan dan tarik secara berulang, diagram tegangan-regangannya dapat terbentuk seperti gambar 2.3

Gambar 2.3 Efek Bauschinger

lintasan tekan dan tarik adalah sama. Hal ini menunjukkan suatu keadaan yang disebut sebagai efek Bauschinger, yang diperkenalkan oleh J.

Bauschinger dalam makalahnya yang dipublikasikan tehun 1886.

Hubungan tegangan-regangan untuk keperluan analisis ini diedealisasikan dengan mengabaikan pengaruh tegangan leleh atas, strain hardening, dan efek Bauschinger, sehingga hubungan tersebut menjadi seperti gambar 2.4. Keadaan ini sering dikatakan sebagai hubungan plastis ideal (ideal plastic relation).

(10)

 

Gambar 2.4 Hubungan Plastis Ideal

2.3 HUBUNGAN MOMEN-KELENGKUNGAN

Suatu struktur akan berotasi secara tidak terbatas pada saat terjadi sendi plastis. Momen menyebabkan terjadinya lenturan pada struktur. Semakin besar momen yang terjadi, akan semakin besar pula lenturan yang diakibatkannya. Sebelum gaya luar bekerja pada balok, maka balok masih dalam keadaan lurus. Namun setelah gaya luar bekerja pada balok tersebut, maka balok akan melentur. Biasanya diasumsikan bahwa material balok bersifat homogen, dan balok hanya mengalami lentur murni, yaitu dengan mengabaikan pengaruh gaya lintang dan gaya aksial yang bekerja pada balok tersebut. Adapun perubaan kelengkungan akibat lentur murni ditunjukkan oleh gambar 2.5 berikut :

(11)

Gambar 2.5 Kelengkungan Balok

Titik A, B dan C akan tertekan, sedangkan titik A1, B1 dan C1 akan

meregang. Perpanjangan garis A1-A, B1-B, atau C1-C akan bertemu disuatu

titik, misalkan titik O. Kita mengasumsikan bahwa bidang rata akan tetap rata, dan selalu tegak lurus serat memanjang. Sudut yang terbentuk akibat terjadinya perubahan kelengkungan di titik A dan B atau B dan C , kita nyatakan dengan ΔØ. Kalau ΔØ ini cukup kecil, maka :

ab = (ρ - y) ΔØ,

a1b1=ρΔØ………..2.1

(12)

 

Dengan demikian, regangan memanjang di suatu serat sejauh y dari sumbu netral dinyatakan sebagai :

2 . 2 .... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 1 1 1 1    y b a b a ab    

Dimana 1/ ρ menunjukkan kelengkungan. Tanda negatif menunjukkan bahwa bagian di atas garis netral berada pada kondisi tekan sedangkan bagian di bawah garis pada kondisi tarik.

Dengan ε = σ / E, maka : 3 . 2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 1 Ey R R y E    

Tegangan tarik pada serat bawah dan tegangan tekan pada serat atas adalah :

S M

Dimana : S=Modulus penampang y = D/2

(13)

4 . 2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 1 2 / 2 / 1 2 2 dx y d EI M R SD I ESD M R     

Dari persamaan (2.2), untuk harga ε =  εy dan y = z diperoleh harga

kelengkungan:

K=εy/z……….2.5  Dengan εy merupakan regangan leleh.

Pada saat penampang I seperti pada gambar 2.6 mengalami lenturan, bagian sayap (flange) atas akan memendek dan bagian sayap bawah akan memanjang. Distribusi tegangan pada penampang I diperlihatkan pada gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6 Distribusi Tegangan pada Penampang I 1. Gambar 2.6.a

(14)

 

Keadaan ini menunjukkan tegangan leleh hanya terjadi pada bagian serat terluar saja. Keadaan ini disebut keadaan elastis.

2. Gambar 2.6.b

Pada saat tegangan lelehnya masih berada di dalam bagian sayap. 3. Gambar 2.6.c

Saat tegangan leleh telah melampaui bagian sayap, yaitu berada di pelat badan(web).

4. Gambar 2.6.d

Saat seluruh serat telah mencapai tegangan leleh. keadaan dikatakan bahwa telah tercapai kondisi plastis penuh.

5. Gambar 2.6.e

Tegangan leleh baru terjadi pada serat terluar saja. 6. Gambar 2.6.f

Distribudi tegangan leleh baru berada pada bagian sayap(flange) . 7. Gambar 2.6.g

Distribusi tegangan leleh telah melampaui bagian sayap dan berada pada bagian badan (web).

8. Gambar 2.6.h

(15)

Persamaan kelengkungan untuk penampang I yaitu :

a. Untuk tegangan yang masih berada di dalam sayap :

6 . 2 ... ... ... ... ... 3 1 1 4 6 1 2 2 2                     y f f y y K K Z d b Z d b K K M M

b. Untuk tegangan yang berada di pelat badan :

7 . 2 ... ... ... ... ... ... ... 12 2 2         K K Z d b f M M w y y

Dimana f adalah faktor bentuk, f = Z/S

Kurva momen-kelengkungan yang diperoleh dari persamaan (2.6) dan (2.7) diperlihatkan pada gambar 2.7 berikut:

Gambar 2.7 Hubungan Momen-Kelengkungan Penampang I Keterangan gambar 2.7 yaitu :

(16)

 

1. Titik a merupakan keadaan elastis.

2. Titik b dan c merupakan keadaan peralihan dari elastis ke plastis. Keadaan ini disebut elastoplastis.

3. Titik d merupakan keadaan plastis penuh.

Perbandingan antara momen plastis Mp dengan momen leleh My

menyatakan peningkatan kekuatan penampang akibat ditinjau dari kondisi plastis. Perbandingan ini tergantung dari bentuk penampangnya, f (shape

factor). Maka : 8 . 2 ... ... ... ... ... ... ... ... S Z M M f y p  

Dimana : f = faktor bentuk (shape factor)

Mp = momen plastis penampang My = momen leleh

S = modulus penampang Z = modulus plastis

2.4 ANALISA STRUKTUR SECARA PLASTIS

2.4.1 Pengertian Sendi Plastis

Analisa struktur secara plastis bertujuan untuk menentukan beban batas yang dapat dipikul oleh suatu struktur ketika mengalami keruntuhan. Keruntuhan struktur dimulai dengan terjadinya sendi

(17)

plastis. Keruntuhan dapat bersifat menyeluruh atau parsial. Penambahan beban lagi pada suatu struktur setelah serat terluar telah mencapai kondisi leleh, akan mengakibatkan tegangan lelehnya menjalar ke serat sebelah dalam. Dengan penambahan beban sedikit lagi maka seluruh serat pada penampang tersebut akan mengalami tegangan leleh. Dan momen maksimum yang terjadi pada penampang tersebut menjadi momen plastis. Pada saat keadaan ini, penampang akan mengalami rotasi yang cukup besar tanpa terjadi perubahan momen. Dapat dikatakan bahwa pada struktur tersebut yang terjadi momen maksimum telah terbentuk sendi plastis (plastic hinge). Titik-titik tertentu pada penampang yang memiliki momen terbesar akan lebih cepat terbentuk sendi plastis dibandingkan titik-titik lain pada penampang tersebut.

Dari keadaan di atas dapat dikatakan bahwa sendi plastis merupakan suatu kondisi dimana terjadi perputaran (rotasi) pada suatu struktur yang berlangsung secara terus menerus sebelum pada akhirnya mencapai keruntuhan yang diakibatkan oleh pembebanan eksternal. Jumlah sendi plastis yang diperlukan untuk mengubah suatu struktur ke dalam kondisi mekanisme keruntuhannya, sangat berkaitan dengan derajat statis tak tentu yang ada dalam struktur tersebut. Pada struktur statis tak tentu, pembentukan satu sendi plastis belum langsung menyebabkan terjadinya keruntuhan struktur. Sejumlah tertentu sendi plastis harus terbentuk dulu agar struktur mencapai

(18)

   

kondisi mekanisme keruntuhannya. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

n = r +1

dimana : n = jumlah sendi plastis untuk runtuh r = derajat statis tak tentu atau redundan

Adapun mekanisme keruntuhan pada berbagai perletakan yaitu :

1. Struktur dua perletakan sendi - rol (balok statis tertentu)

Struktur pembebanan mekanisme runtuh Gambar 2.8 a Mekanisme Keruntuhan Balok

Struktur dengan beban terpusat di tengah bentang ini hanya memerlukan sebuah sendi plastis untuk mencapai mekanisme keruntuhannya. Sendi plastis akan terbentuk di tengah bentangan struktur tersebut karena momen maksimum terjadi pada titik ini. Sehingga titik inilah yang mencapai kapasitas momen plastis penampangnya lebih dahulu dari pada titik lain pada bentang tersebut. 2. Struktur dua perletakan sendi - jepit (balok statis tak tertentu)

Struktur pembebanan mekanisme runtuh Gambar 2.8 b Mekanisme Keruntuhan Balok

(19)

Struktur ini memerlukan dua buah sendi plastis agar tercapai mekanisme keruntuhannya. Sendi plastis akan terbentuk pada titik momen maksimum dan tumpuan jepit.

3. Struktur dua perletakan jepit – jepit (balok statis tak tentu)

Struktur pembebanan mekanisme runtuh Gambar 2.8 c Mekanisme Keruntuhan Balok

Struktur ini memerlukan tiga buah sendi plastis untuk mencapai mekanisme keruntuhannya. Sendi plastis terbentuk pada kedua tumpuan jepit dan titik momen maksimum.

4. Struktur jepit – bebas (balok kantilever)

Struktur pembebanan mekanisme runtuh Gambar 2.8 d Mekanisme Keruntuhan Balok

Struktur ini hanya memerlukan sebuah sendi plastis untuk mencapai mekanisme keruntuhannya. Sendi plastis terbentuk pada tumpuan jepit struktur tersebut.

2.4.2 Bentuk Sendi Plastis

Panjang sendi plastis (Lp) tergantung pada geometri struktur dan pembebanan yang diberikan pada struktur.

(20)

 

a. Bentuk sendi plastis pada balok pembebanan terpusat

Gambar 2.9 a Bentuk sendi plastis beban terpusat

a l x M MR P 1 2 ...2.9       

b. Bentuk sendi plastis pada balok pembebanan terbagi rata

Gambar 2.9 b Bentuk sendi plastis beban terbagi rata

b l x M MR P 1 42 ...2.9 2        

2.4.3 Perhitungan Struktur berdasarkan Kekuatan Batas

Perhitungan struktur ketika mencapai kondisi runtuh didasarkan atas tiga kondisi berikut, yaitu :

(21)

Kondisi leleh merupakan keadaan pada saat runtuh, dimana momen lentur dari suatu struktur tidak ada yang melampaui kapasitas momen plastisnya, yaitu Mp > Melastis.

2. Kondisi Keseimbangan (equilibrium condition)

Kondisi keseimbangan merupakan kondisi dimana jumlah gaya-gaya dan momen-momen dalam keadaan seimbang adalah nol.

3. Kondisi Mekanisme (mechanism condition)

Kondisi mekanisme merupakan suatu kondisi dimana sejumlah sendi plastis telah terbentuk dan cukup untuk mengubah sebagian ataupun seluruh struktur ke dalam kondisi mekanisme keruntuhannya.

Kondisi – kondisi di atas merupakan dasar dari teorema – teorema berikut :

1. Teorema Batas Bawah (lower bound theorem)

Teorema ini menetapkan atau menghitung distribusi momen dalam struktur berdasarkan kondisi keseimbangan dan leleh. Beban (factor beban λ) yang dihasilkan akan lebih kecil atau sama dengan harga yang sebenarnya λc.

λ≤λc

2. Teorema Batas Atas (upper bound theorem)

Teorema ini menetapkan atau menghitung distribusi momen dalam struktur berdasarkan kondisi keseimbangan dan mekanisme.

(22)

 

Maka beban (factor beban λ) yang dihasilkan akan lebih besar atau sama dengan beban yang sebenarnya λc.

λ≥λc

Analisa struktur berdasarkan kekuatan batas, secara umum ada tiga cara yaitu ;

1. Cara Grafostatis

Cara ini meliputi penentuan secara grafostatis suatu bidangmomen dalam keadaan batas sedemikian rupa, sehingga dengan momen di setiap penampang tidak melampaui momen batas ( M < Mp), tercapai

suatu mekanisme keruntuhan. 2. Cara Mekanisme

Cara mekanisme merupakan cara yang lebih cepat untuk mendapatkan hasil dibandingkan dengan cara grafostatis, terutama pada struktur yang derajat kehiperstatisannya lebih banyak. Cara mekanisme mempergunakan prinsip kerja virtual.

Prinsip kerja virtual adalah suatu cara yang meninjau keseimbangan energi dari struktur ketika mengalami mekanisme keruntuhannya. Dapat dikatakan bahwa energi dalam = energi luar.

Persamaan prinsip kerja virtual dijelaskan berdasarkan persamaan berikut :

(23)

Dimana : Mp = Momen platis tampang θ = Sudut Rotasi Sendi Plastis PV = Gaya Vertikal

PH = Gaya Horizontal ΔV = Displacement Vertikal ΔH = Displacement Horizontal 3. Cara Distribusi Momen (moment balancing method)

Cara distribusi momen mirip dengan metode distribusi cara cross, sehingga cara ini sering juga disebut metode distribusi momen plastis.

2.5 METODE NUMERIK

Metode numerik adalah suatu teknik penyelesaian yang diformulasikan secara matematis dengan cara operasi hitungan/aritmatik dan dilakukan secara berulang-ulang dengan bantuan computer atau secara manual (hand calculation).

Dalam menganalisis suatu permasalahan yang didekati dengan menggunakan metode numerik, umumnya melibatkan angka-angka dalam jumlah banyak dan melewati proses perhitungan matematika yang cukup rumit.

(24)

 

Gambar 2.10 Grafik aproksimasi diferensiasi maju, mundur, dan tengah

Deret Taylor akan memberikan nilai hampiran bagi suatu fungsi pada suatu titik, berdasarkan nilai fungsi dan derivatifnya pada titik yang lain. Persamaan Deret Taylor yaitu :

  . ...2.10 ! ) ( ... . ! 2 ) ( " ). ( ' ) ( ) ( 2 1 1 n n i n i i i i i i h R n x f h x f x x x f x f x f       

Dalam metode numerik, persamaan diferensi hingga (finite difference) secara umum yaitu :

12 . 2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ) ( ' 11 . 2 ... ... ... ... ... 0 ) ( ) ( ) ( ' 1 1 1 h f x f atau x x x x x f x f x f i i i i i i i i i         

Persamaan 2.11 dan 2.12 disebut sebagai persamaan diferensi hingga maju dari turunan pertama. Selanjutnya deret taylor dapat diperluas mundur untuk menghitung nilai sebelumnya berdasarkan pada suatu nilai sekarang.

(25)

a h x f h x f x f x f i i i i . ...2.13 ! 2 ) ( " ). ( ' ) ( ) ( 2 1    

Dan bila dipotong setelah suku turunan pertama, maka akan diperoleh : b h h x f x f x f i i i 0. ...2.13 ) ( ) ( ) ( '  1

Persamaan 2.13b ini disebut diferensi hingga mundur dari turunan pertama. Bila persamaan 2.13a dan 2.11 dikurangkan maka akan didapat :

14 . 2 ... ... ... ... ... ... ... . 0 2 ) ( ) ( ) ( ' 1 1 2 h h x f x f x f i i i     

Persamaan 2.14 disebut diferensi hingga tengah dari turunan pertama. Sedangkan persamaan diferensi hingga maju turunan kedua yaitu :

 

...2.15 0 ) ( ) ( . 2 ) ( ) ( " 2 2 1 h h x f x f x f x f i i i i      

Selanjutnya dapat diturunkan diferensi mundur turunan kedua yaitu :

 

...2.16 0 ) ( ) ( . 2 ) ( ) ( " 2 1 2 h h x f x f x f x f i i i i      

Dan diferensi tengahnya adalah :

 

...2.17 0 ) ( ) ( . 2 ) ( ) ( " 1 2 1 h h x f x f x f x f i i i i      

Gambar

Tabel 2.1 Hubungan persentase karbon (C) terhadap tegangan
Gambar 2.3  Efek Bauschinger
Gambar 2.4  Hubungan Plastis Ideal
Gambar 2.5 Kelengkungan Balok
+3

Referensi

Dokumen terkait

Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Daerah melakukan pengelolaan karya rekam dan daftar judul karya rekam film ceritera atau film dokumenter yang

Salah satu pelaksanaan yang dilakukan pada awal mula masuk sekolah yaitu adanya Masa Orientasi Siswa yang pada hari terakhir guru tiap agama mengajak peserta didik sesuai

Yang dimaksud dengan “asas kedaulatan” adalah penyelenggaraan Pemberdayaan Pondok Pesantren dan Majelis Taklim harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi kedaulatan

8 Berdasarkan uraian di atas dengan permasalahan yang berada dalam perusahaan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisa Hubungan

Melaksanakan  Algoritma  berarti  mengerjakan  langkah‐langkah  di  dalam  Algoritma  tersebut.  Pemroses  mengerjakan  proses  sesuai  dengan  algoritma  yang 

[r]

Alternatif kebijakan yang perlu diterapkan oleh pemerintah setempat dalam penge- lolaan perikanan budidaya di Danau Maninjau adalah kebijakan yang mengarah kepada

Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak, keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun memberi nasihat. Konselor