i
KATA SAMBUTAN
uji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmatNYA sehingga atas perkenan-Nya kami
dapat menyelesaikan Kutipan dan Telahan Hasil
Pemeriksaan BPK RI Semester I Tahun 2016 atas Laporan
Keuangan Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2015 yang
disusun oleh Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Badan
Keahlian DPR RI hingga selesai .
Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan bahwa
Akuntabilitas adalah evaluasi
terhadap
proses
pelaksanaan
kegiatan/kinerja
organisasi
untuk
dapat
dipertanggungjawabkan sekaligus sebagai umpan balik bagi pimpinan organisasi untuk
dapat lebih meningkatkan kinerja organisasi pada masa yang akan datang. Dengan
demikian diharapkan akuntabilitas dapat mendorong terciptanya kinerja yang baik dan
terpercaya.
Di Indonesia, sebagai negara berkembang, tema akuntabilitas sudah menjadi
jargon yang terus dibicarakan oleh banyak kalangan. Jangankan media massa dan elit,
istilah ini bahkan sudah mulai digunakan oleh komunitas terpinggirkan yang umumnya
dalam bentuk kritik atas praktek penganggaran baik APBN maupun APBD. Persoalan
akuntabilitas bukan lagi wacana, tapi anggaran tidak akuntabel mulai disadari bahkan
oleh kelompok masyarakat sebagai salah satu problem mendasar di ranah pengambilan
keputusan publik kita.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang mempunyai 3 (tiga) fungsi
yaitu fungsi Legislasi, fungsi Anggaran dan fungsi Pengawasan yang juga menerima hasil
pemeriksaan BPK secara berkala tentunya akan ditindaklanjuti oleh DPR dalam Raker,
RDP dengan mitra kerja.
Dengan demikian kehadiran Badan Keahlian DPR RI sebagai
supporting system
Dewan di bidang keahlian pada umumnya dan Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan
Negara pada khususnya dapat mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas
DPR RI di bidang pengawasan berupa hasil kajian dan analisis terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga pemerintah pusat. Untuk itu,
dokumen yang hadir dihadapan ini merupakan satu diantara hasil kajian yang disusun
oleh Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara yang dinamakan dengan judul ‘Hasil
Telaahan Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara BKD Atas Hasil Pemeriksaan BPK’.
Kami menyadari bahwa dokumen ini masih banyak memiliki kekurangan. Untuk
itu saran dan masukan serta kritik konstruktif guna perbaikan isi dan struktur penyajian
ii
sangat kami harapkan, agar dapat dihasilkan kajian atas telaahan yang lebih baik di masa
depan. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kerjasama semua
pihak.
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
uji syukur kami panjatkan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara (PKAKN) dalam
rangka memberikan dukungan
(supporting system)
keahlian dapat
menyusun dan menyajikan Kutipan dan Telaahan Hasil Pemeriksaan
BPK RI Semester I Tahun 2016 Atas Laporan Keuangan
Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2015 kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Kutipan dan Telaahan ini dapat dijadikan awal bagi komisi-komisi untuk melakukan pendalaman atas
kemampuan dan kinerja mitra kerja dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan negara,
serta dapat melengkapi sudut pandang atas kualitas Opini BPK dan rekomendasi BPK terhadap kinerja
sektor publik.
Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan sebagai bahan dalam
rapat-rapat Alat Kelengkapan Dewan dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK.
iv
DAFTAR ISI
1.
Kata Sambutan Kepala Badan Keahlian DPR RI
...
i
2.
Kata Pengantar Kepala Pusat Kajian Akuntabilis
...
iii
Keuangan Negara
3.
Daftar Isi
...
iv
4.
Gambaran Umum Kementerian Agama, PIH dan BP DAU ...
1
5.
LHP Kementerian Agama
...
2
6.
LHP Penyelenggaraan Ibadah Haji
...
4
7.
LHP Badan Pengelola Dana Abadi Umat
...
6
8.
Gambaran Umum Kementerian Sosial
...
7
9.
LHP Kementerian Sosial
...
8
10.
Gambaran Umum Kementerian P3A
...
13
11.
LHP Kementerian P3A
...
14
12.
Gambaran Umum PNPB
...
15
1 LHP No. 18/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
KEMENTERIAN AGAMA, PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI (PIH),
BADAN PENGELOLA DANA ABADI UMAT (BP DAU)
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat
tahun 2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap LK Kementerian Agama (Kemenag), LK Penyelenggaraan Ibadah Haji (PIH) dan
LK Badan Pengelola Dana Abadi Umat (BP DAU). Sedangkan tujuan dari kajian adalah
untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai
pelaksanaan wewenang, tugas dan
fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas
administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;
Opini BPK
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Laporan
Operasional (LO)
Kondisi Aset dalam Neraca 2015 (Audited)
K
Kemenag
WTP-DPP 2014 WDP 2015PIH
WDP 2014 WDP 2015BP DAU
WDP 2014 WDP 2015Kemenag
Anggaran 60.704.910.168.000 Realisasi 53.826.568.922.700 89%PIH
Pendapatan 10.599.992.672.616 Beban 11.014.170.320.326 Defisit (414,177,647,710)BP DAU
Pendapatan 243.680.940.695 Beban 35.710.714.921 Surplus 207.970.225.773 Aset Lainnya •1.684.575.598.477 Aset Lainnya •55.679.754.953 Aset Tetap •37.584.723.077.216 Aset Tetap •1.134.903.943.691 Aset Investasi •1.471.308.703.000 Aset Lancar •853.580.016.549 Aset Lancar •833.573.447.461 Aset Lancar •1.346.785.995.7642 LHP No. 18/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016 ATAS LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN AGAMA
TAHUN ANGGARAN 2015
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
OPINI BPK : WAJAR DENGAN PENGECUALIAN
1 Terdapat perbedaan nilai antara beban di Laporan Operasional (catatan D.2-D.10) dengan belanja di Laporan Realisasi Anggaran (hal 56-LHP SPI)
1.Melakukan evaluasi terhadap
jumlah satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama yang diperlakukan sebagai entitas akuntansi, sehingga memudahkan
penyusunan Laporan Keuangan dan memudahkan identifikasi dan perbaikan apabila terjadi kesalahan jurnal pada tingkat Satker;
2.Meningkatkan pemahaman dan
keterampilan petugas/operator SAIBA pada setiap Satker, sehingga dapat memahami dan mengimplementasikan petunjuk operasional penggunaan aplikasi SAIBA.
Terhadap rekomendasi BPK tersebut maka Kementerian Agama diharapkan melakukan penyesuaian jumlah Satker yang saat ini terlalu banyak. Hal ini akan memudahkan dan mempercepat Kepala Biro Keuangan dan BMN
mengidentifikasi satker-satker yang telah melakukan kesalahan jurnal.
Begitujuga perlu dilakukan pembinaan kepada pengelola anggaran dan laporan keuangan pada Satker-satker tersebut.
Belanja Netto - LRA 53,826,568,922,700
Beban - LO 51,161,124,611,212
Selisih 2,665,444,311,488
Tidak dapat dijelaskan (28.30%)
754,274,507,347
Permasalahan tersebut disebabkan karena : 1. Transaksi jurnal tidak lazim dan tidak
didukung dokumen yang cukup.
2. Kesalahan pencatatan dan penyajian dalam
laporan keuangan di tingkat satuan kerja yang tidak dapat dijelaskan
2 Selisih Transaksi Antar Entitas (TAE) antara transfer masuk dengan transfer keluar Rp. 188.992.928.039 tidak dapat diyakini kewajarannya (catatan E.8).
Permasalahan tersebut disebabkan karena :
1. Kesalahan penginputan jurnal atas
penyerahan bantuan barang untuk diserahkan kepada masyarakat ke transfer keluar yang seharusnya ke beban;
2. Jumlah Satker pada Kementerian Agama
sangat banyak, sehingga kesalahan jurnal pada tingkat Satker sulit diidentifikasi dan tidak dapat segera diperbaiki;
3. Petugas/operator SAIBA pada
masing-masing Satker belum sepenuhnya memahami petunjuk operasional penggunaan aplikasi SAIBA.
3 Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern Kementerian Agama (hal 4-14)
1. Menteri Agama agar
menginstruksikan Kepada Setjen dan Dirjen PHU untuk
Terhadap rekomendasi BPK tersebut maka Menteri Agama melalui Dirjen PHU dan Biro
3 LHP No. 18/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Penggunaan Langsung Pendapatan Satuan Kerja Non BLU Minimal, di antaranya;
Penggunaan langsung pendapatan sepuluh asrama haji dan lima asrama haji antara.
64,736,106,794
Penggunaan langsung pendapatan empat wisma haji yang dikelola Setjen
12,794,805,634
menyusun dan menetapkan SOP pengelolaan asrama haji embarkasi, asrama haji antara dan embarkasi transit dan mengusulkan pemanfaatan aset negara kepada Menteri Keuangan selaku pengguna barang;
2. Menteri Agama agar
menginstruksikan Kepala Pengelola asrama dan wisma untuk menyetorkan pendapatan pengelolaan BMN ke kas negara;
3. Menteri Agama agar
menginstruksikan Kepada Sekretaris Jenderal supaya memerintahkan Kepala Satker terkait untuk memberikan peringatan tertulis kepada penerima bantuan untuk segera menyampaikan dokumen pertanggungjawaban atas dana bantuan yang diterimanya;
4. Menteri Agama agar
menginstruksikan Kepada Sekretaris Jenderal
memerintahkan Kepala Satker untuk menyampaikan dokumen pertanggungjawaban kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Menteri Agama agar
menginstruksikan Kepada Sekretaris Jenderal memerintahkan kepada Bendahara Pengeluaran, PPK, Pejabat Penguji Tagihan dan Pejabat Penanda-tangan SPM masing-masing satker supaya lebih cermat dalam memproses tagihan pembayaran.
Umum Setjen melakukan pemantauan atas pendapatan wisma-wisma dan melakukan pengecekan terhadap rekening koran operasional wisma dengan cara mewajibkan para pengelola asrama melakukan pelaporan keuangan asrama secara tertib kepada Biro Umum dan juga ke KPPN.
Pendapatan Pengelolaan Aset pada BLU belum disajikan dalam Laporan Keuangan sebesar 6,080,217,733
Pengklasifikasian Anggaran Belanja tidak sesuai dengan substansi kegiatan yang dilaksanakan 39,268,432,364
Kementerian Agama Belum Melengkapi Bukti Pertanggungjawaban Pelaksanaan Kegiatan
Belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat /pemda
120,539,657,797
Belanja barang yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan
20,953,115,564
Belanja jasa konsultasi tidak dapat diyakini kewajarannya
1,119,090,400
Terdapat Saldo di Rekening Bank penyalur BSM per 31 Desember 2015 tidak tersalurkan kepada penerima BSM dan telah disetorkan ke kas Negara sebesar 3,408,028,489
4 LHP No. 672/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN ANGGARAN 2015
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
OPINI BPK : WAJAR DENGAN PENGECUALIAN
1 Dari total Aset Tetap senilai Rp. 1.134.903.943.691 per 31 Desember 2015 terdapat Rp. 515.352.650.891 yang tidak didukung dengan rincian yang memadai (catatan B.2.1.3). Rincian Aset tersebut berada di lokasi sebagai berikut:
Kanwil Kemenag Jawa Timur (Gedung dan bangunan)
8,425,915,800
Kanwil Kemenag Prov DKI Jakarta
490,629,426,000 Kanwil Kemenag
Prov Sumatera Barat
2,922,000,000 Bidang PHU Kemenag Prov Sumatera Barat 1,375,913,091 Kanwil Kemenag Prov Jawa Tengah (tanah)
10,806,510,000
Kanwil Kemenag Prov Jawa Tengah (peralatan dan mesin)
1,192,886,000
Permasalahan pada Kanwil Kemenag Provinsi DKI Jakarta, Kanwil Kemenag Provinsi Sumatera Barat dan Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah telah dimuat pada LHP atas LK PIH tahun 1435H/2014M dan belum
ditindaklanjuti dengan rincian aset tetap yang mendukung nilai yang disajikan.
1. Menyelesaikan Peraturan
Menteri Agama terkait dengan panatausahaan Barang Milik Haji, sehingga dapat segera digunakan dalam pengelolaan barang milik haji;
2. Memerintahkan kepada
Direktur PDH, Kasubdit PPDH, Kepala Kanwil Kemenag dan Kepala Kankemenag supaya menatausahakan asset PIH secara tertib, serta
menyelesaikan proses inventarisasi, penilaian, kodefikasi dan pengamanan barang milik haji;
3. Memerintahkan Direktur PDH,
Kasubdit PPDH, Kepala Kanwil Kemenag dan Kepala Kankemenag untuk
memedomani kebijakan akuntansi terkait penyajian aset tetap dalam penyusunan laporan keuangan laporan keuangan;
4. Melakukan penyempurnaan
atas struktur anggaran sehingga memungkinkan dilakukan identifikasi atas belanja pembelian barang yang akan menjadi aset tetap di laporan keuangan.
Terhadap rekomendasi BPK tersebut maka Menteri Agama melalui Direktur Pengelolaan
Haji sebaiknya lebih
memprioritaskan pembuatan
peraturan Menteri Agama
mengenai penatausahaan aset
BMH agar penilaian,
pengakuan dan penyajian aset
tetap kedepannya menjadi
lebih cermat.
Kondisi tersebut disebabkan oleh:
1. Menteri Agama belum menetapkan
peraturan yang komprehensif tentang pengelolaan barang milik haji termasuk mendorong penggunaan aplikasi BMH dalam penatausahaan aset tetap untuk mendukung Laporan Keuangan PIH;
2. Pemahaman petugas penyusun laporan
keuangan konsolidasi terhadap kebijakan akuntansi terkait dengan penyajian aset tetap masih belum optimal.
5 LHP No. 672/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
2 Saldo Utang BPIH Terikat sebesar Rp. 77.828.074.334.345 berbeda dengan data Siskohat, dan saldo setoran awal jemaah haji yang terdapat pada rekening giro, deposito dan sukuk. Sehingga tidak Dapat Diyakini Kewajarannya (B.2.2.2.1)
1. Direktur Pengelolaan Dana Haji
(PDH) melakukan monitoring terhadap penyelesaian proses rekonsiliasi saldo setoran awal antara data laporan keuangan, data Siskohat dan data setoran awal yang tersimpan di BPS-BPS dan melaporkan hasilnya kepada Menteri Agama melalui Dirjen PHU.
2. Kepala Subdit BPIH, Kepala
Bagian Sistem Informasi Haji Terpadu dan Kepala Subdit Pendaftaran Haji untuk melakukan koordinasi dan rekonsiliasi data waiting list, rekonsiliasi setoran awal, setoran lunas dan pembatalan dengan saldo setoran awal yang tersimpan di BPS-BPS, sehingga perbedaan saldo tersebut dapat dijelaskan.
Terhadap rekomendasi BPK tersebut maka Menteri Agama melalui Dirjen PHU
seharusnya melakukan monitoring koordinasi rutin tentang pelaksanaan
rekonsiliasi data pendaftaran pada Siskohat dan data setoran rekening setoran awal antara Subdit BPIH, Bagian Sistem Informasi Haji Terpadu, Subdit Pendaftaran dan Subdit PIHK untuk meningkatkan akurasi data.
Utang BPIH Reguler
72,987,460,000,000
Selisih antara saldo Utang BPIH Terikat Reguler LK PIH dengan data Siskohat Waiting list (WL) sebesar Rp. 25.700.000.000
Dana setoran awal calon jemaah haji yang tersimpan di BPS dalam bentuk giro, deposito, dan sukuk lebih tinggi sebesar Rp.
179.290.783.736,50 dibandingkan dengan data jumlah setoran awal menurut Siskohat Waiting List (WL).
Utang BPIH Khusus
4,840,614,334,345
Saldo Setoran Awal Haji Khusus per 31 Desember 2015 menurut Siskohat lebih tinggi sebesar USD128.567.817,00 (Rp.
1.773.593.035.515) jika dibandingkan dengan saldo dana SA haji khusus yang tersimpan dalam bentuk giro, deposito dan sukuk.
Kondisi tersebut disebabkan oleh:
1. Direktur Pengelolaan Dana Haji (PDH)
belum sepenuhnya melakukan monitoring terhadap penyelesaian proses rekonsiliasi saldo setoran awal antara data laporan keuangan, data Siskohat dan data setoran awal yang tersimpan di BPS-BPS.
2. Kepala Subdit BPIH, Kepala Bagian Sistem
Informasi Haji Terpadu dan Kepala Subdit Pendaftaran Haji belum sepenuhnya melakukan koordinasi dan rekonsiliasi data waiting list, rekonsiliasi setoran awal, setoran lunas dan pembatalan dengan saldo setoran awal yang tersimpan di BPS-BPS.
6 LHP No. 673/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN PENGELOLA DANA ABADI UMAT TAHUN ANGGARAN 2015
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
OPINI BPK : WAJAR DENGAN PENGECUALIAN
1 Saldo penyertaan saham pada Neraca per 31 Desember 2015 sebesar Rp.
24.308.703.000. Saldo tersebut hanya merupakan penyertaan BP DAU dan Jemaah Haji Indonesia pada Bank Muamalat Indonesia (catatan B.2.1.2.2). BP DAU tidak bersedia menyajikan dan mengungkapkan kepemilikan saham sebesar 42% pada RSH Jakarta (sesuai keputusan kasasi Mahkamah Agung No.
1177/K/Pdt/2011 tanggal 23 Agustus 2011. Penyertaan Modal BP DAU pada RSH Medan, Surabaya dan Makassar senilai Rp. 14.699.689.000 masih belum jelas statusnya.
1. Menyajikan dan mengungkapkan
secara memadai penyertaan saham pada RSH Jakarta sesuai dengan hasil keputusan kasasi Mahkamah Agung yang menetapkan bahwa porsi kepemilikan BP DAU pada RSH Jakarta adalah sebesar 42%;
2. Melakukan koordinasi dengan
Sekretaris Jenderal Kementerian Agama dan Pemprov DKI Jakarta, sehingga proses hibah RSH Jakarta dari Pemprov DKI Jakarta kepada Kementerian Agama dapat segera diselesaikan sesuai dengan surat persetujuan Ketua DPRD Provinsi DKI kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 35/1.822.4 tanggal 14 Januari 2016;
3. Memerintahkan kepada Direktur
Pengelolaan Dana Haji dan Kepala Sub Direktorat Fasilitasi BP DAU Dirjen PHU supaya menelusuri dokumen penyertaan pembangunan pada RSH Makassar, Medan, dan Surabaya;
4. Melakukan koordinasi dengan
Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, SekDa Prov Jawa Timur, Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara dan instansi serta yayasan terkait untuk
menginventarisasi, menilai dan menentukan status uang dan tanah Kementerian Agama yang digunakan pada pembangunan RSH Makassar, Medan dan Surabaya, sehingga memiliki kepastian hukum.
Terhadap rekomendasi BPK tersebut maka Menteri Agama melalui Dirjen PHU segera melakukan
koordinasi dengan Setjen Kementerian Agama, Pemprov Surabaya, Sulawesi Selatan dan Pemprov Sumatera Utara untuk memperjelas kepemilikan saham RSH agar tidak menimbulkan konflik kepemilikan di masa akan datang. Khusus untuk RSH Jakarta, maka Dirjen PHU dapat segera menyelesaikan proses hibah RSH Jakarta sesuai hasil keputusan kasasi
Mahkamah Agung Nomor 1177/K/Pdt/2011.
Kondisi tersebut disebabkan oleh:
1. Dirjen PHU belum menindaklanjuti hasil
keputusan kasasi Mahkamah Agung yang menetapkan bahwa porsi kepemilikan BP DAU pada RS Haji Jakarta adalah sebesar 42%;
2. Proses hibah RSH Jakarta dari Pemprov
DKI Jakarta kepada Kementerian Agama belum selesai;
3. Dirjen PHU belum sepenuhnya
melakukan koordinasi dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Pemprov Surabaya, Pemprov Sulawesi Selatan dan Pemprov Sumatera Utara dan instansi serta yayasan terkait untuk
menginventarisasi, menilai dan menentukan status uang dan tanah Kementerian Agama yang digunakan pada pembangunan RSH Makasar, Medan dan Surabaya.
7 LHP No. 20/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
KEMENTERIAN SOSIAL
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat
tahun 2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Kementerian Sosial (Kemsos). Sedangkan tujuan dari kajian
adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai
pelaksanaan wewenang, tugas dan
fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas
administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;
K
OPINI
BPK RI
2014
WDP
2015
TMP
LRA
22.455.120.265.000
Anggaran
21.139.213.023.908
Realisasi
94%
Aset Lancar
• 810.747.022.302
Aset Tetap
• 5.346.189.608.127
Aset Lainnya
• 80.216.325.919
8 LHP No. 20/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016 ATAS LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN SOSIAL
TAHUN ANGGARAN 2015
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
OPINI BPK : TIDAK MENYATAKAN PENDAPAT
1 Terdapat permasalahan dari saldo persediaan per 31 Desember 2015 yang dilaporkan sebesar Rp. 556.747.914.692 (catatan C.1.10)
1. Melakukan koordinasi dan
rekonsiliasi data persediaan dengan melakukan pencocokan saldo berdasarkan catatan aplikasi persediaan dengan stock opname yang dilakukan;
2. Memerintahkan Subdit
Pengelolaan Sumber Daya Bantuan Sosial agar melakukan pengelolaan barang yang berasal dari HTT sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Nomor 21 Tahun 2015 tentang pengelolaan barang HTT dan petunjuk teknis tata cara dan prosedur pengelolaan barang HTT atas penyelenggaraan undian.
3. Memerintahakan Kepala
Tata Usaha masing-masing satker untuk melakukan pengawasan secara efektif kepada pengelola persediaan. 4. Mengikutsertakan para pengelola persediaan dalam diklat/pelatihan mengenai tatacara pengelolaan persediaan secara periodik. Terhadap rekomendasi BPK tersebut maka Menteri Sosial diharapkan serius untuk
memperhatikan dan mengawasi jalannya sistem pengendalian atas
penatakelolaan persediaan, agar permasalahan tersebut tidak berulang untuk kesekian kalinya. Kementerian Sosial perlu meningkatkan kemampuan teknis dan administrasi pengelolaan persediaan kepada para pengelola persediaan yang berada di gudang Kementerian Sosial dan Dinas Sosial Provinsi baik melalui pelatihan dan arahan dari para atasan yang terkait. Persediaan bufferstock yang berada di Dinas Sosial
Provinsi, pencatatannya tidak didukung Berita Acara Stock Opname (hal 131 dan 136 - LHP SPI)
Direktorat PSKBA 8,360,780,928
Direktorat PSKBS 6,718,754,480
Total 15,079,535,408
BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang nilai tersebut di atas posisi per 31 Desember 2015.
Persediaan bufferstock sebanyak 92.650 paket senilai Rp 46,840,675,000 yang dititipkan kepada pihak ketiga pada tanggal 31 Desember 2015 tidak dilakukan stock opname
Family Kit di PT LAP - 10.000 paket (hal 133)
3,477,920,000 Perlengkapan Tagana Individu di
PT UK - 16.550 paket (hal 133)
29,649,325,000 Peralatan Keluarga di CV KN -
12.500 paket (hal 137)
9,791,250,000 Makanan Siap Saji di PT LIA -
53.600 paket (hal 137)
3,922,180,000
BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.
Saldo persediaan berupa Hadiah Tak Tertebak (HTT) pada Direktorat Pengumpulan dan Pengelolaan Sumber Dana Bantuan Sosial (PPSDBS) senilai Rp. 668.632.300 belum
menggambarkan jumlah keseluruhan persediaan yang ada (hal 130, LHP SPI)
Pengelolaannya tidak memadai dan tidak dicatat berdasarkan pengesahan hibah.
9 LHP No. 20/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Terdapat selisih nilai Persediaan Rp 12.321.137.172 pada Direktorat RSKP NAPZA berupa hasil Pembangunan Gedung Rehabilitasi IPWL dan PIE tidak dapat ditelusuri ke belanja pembentuknya (hal 141-142, LHP SPI).
Selisih nilai tersebut tidak dapat dijelaskan oleh petugas aplikasi persediaan.
Kondisi lemahnya sistem pengendalian atas
penatakelolaan persediaan sebagaimana diuraikan di atas merupakan temuan berulang dimana pada pemeriksaan laporan keuangan Tahun 2014
sebelumnya sudah pernah diungkapkan hal yang sama sebagaimana telah disebutkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor 128B/HP/XVI/05/2015 tanggal 22 Mei 2015. Namun rekomendasi atas permasalahan tersebut tidak dilaksanakan (hal 142)
2 Berdasarkan Catatan D.7, Saldo Akun Beban Barang untuk diserahkan kepada Masyarakat senilai Rp. 47.622.243.430 (hasil uji petik pada satker pusat dan satker daerah) pada Laporan Operasioanl (LO) Pada Kementerian Sosial yang merupakan konsolidasi dari LO Satker Kemensos belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya dan tidak diyakini kewajarannya (hal 191-196, LHP SPI).
Tidak dapat ditelusur ke realisasi belanja pembentuknya (MAK 526) dan pencatatan saldo persediaan di Neraca. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang nilai tersebut di atas posisi per 31 Desember 2015.
1. Menetapkan kebijakan
penganggaran belanja yang menghasilkan persediaan sesuai MAK untuk menghasilkan persediaan sesuai ketentuan. 2. Memerintahkan aplikator SAIBA satker berkoordinasi secara berkala dengan kementerian, untuk memastikan bahwa pencatatan /input data SAIBA sesuai dengan aplikasi persediaan.
3. Melakukan rekonsiliasi
hasil input data pada aplikasi SAIBA secara periodik untuk mendeteksi adanya kesalahan
pencatatan.
Terhadap rekomendasi BPK tersebut maka Menteri Sosial melalui Sekretariat Ditjen Rehsos harus menerapkan konsistensi penganggaran atas belanja yang
menghasilkan persediaan. Begitupula Menteri Sosial melalui Biro Keuangan dan Satker yang ada di lingkungan Kementerian Sosial untuk
memerintahkan kepada para petugas SAIBA untuk saling berkoordinasi dalam penyusunan laporan keuangan berbasis Akrual sesuai SAP.
3 Kementerian Sosial menyajikan saldo realisasi Beban Bantuan Sosial Tahun 2015 pada Laporan Keuangannya sebesar Rp. 16.S88.678.470.857. Dalam realisasi beban bantuan sosial tersebut terdapat permasalahan (catatan D.8)
1. Mengkaji ulang kontrak
kerja sama penyaluran bansos PKH dengan pihak ketiga dan memasukkan ketentuan tentang:
Terhadap berbagai temuan BPK atas program bantuan sosial PKH tersebut maka terlihat bahwa belum ada proses monitoring dan
10 LHP No. 20/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
a. Saldo akhir sebesar Rp. 804.820.335.931,83 bantuan PKH yang masih berada pada rekening operasional PT PI tidak bisa diyakini seluruhnya sebagai sisa bansos (hal 80-LHP-SPI).
PKH yang belum disalurkan, tidak diperhitungkan dalam penyajian saldo Beban Bansos dan Kas Setara Lainnya.
a. Penggunaan rekening
khusus yang telah ditetapkan dalam penyaluran bansos PKH termasuk sanksi bilamana terjadi pelanggaran; b. Menambahkan klausul tentang kewenangan Kemensos khususnya terkait akses terhadap aliran dana bansos PKH, melalui rekening khusus.
2. Memerintahkan PPK dan
UPPKH Pusat selaku pelaksana PKH untuk Melakukan monitoring dan evaluasi program sesuai dengan permasalahan yang ditemukan.
3. Menegur secara tertulis PT PI yang tidak mengacu pada perjanjian kerjasama. 4. Menteri Sosial agar
menerbitkan surat edaran ke seluruh satker tentang kewajiban rekonsiliasi data SAIBA (aplikator SAIBA) dengan data persediaan (aplikator persediaan) secara berkala atas penyajian akun Beban Bansos dan saldo
persediaan dari MAK 57, termasuk mengecek kesesuaiannya dengan realisasi Belanja Bansos pembentuknya.
evaluasi yang memadai atas pelaksanaan PKH, sekalipun program bantuan ini telah berjalan sejak Tahun 2007.
Kondisi lemahnya sistem pengendalian atas pelaksanaan PKH Tahun 2015 sebagaimana temuan BPK khususnya terkait penggunaaan rekening operasional PT. PI dalam menyalurkan bantuan PKH merupakan temuan berulang sebagaimana telah diungkapkan pada LHP tahun 2014
sebelumnya. Hal tersebut mengakibatkan program PKH ini rawan terhadap penyimpangan.
b. Mekanisme pencairan Bantuan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) seluruhnya ditransfer terlebih dahulu ke rekening operasional PT PI sebesar Rp. 9.287.167.400.000 tidak dapat diidentifikasi. Bansos PSKS telah dilaporkan direalisasikan 100% hanya dengan pemindahbukuan ke rekening penerima bantuan secara virtual.
Pada akhir Tahun 2015 masih terdapat Bantuan Sosial PSKS dalam bentuk Giropos dan Layanan Keuangan Digital (LKD) masing-masing sebesar Rp. 41.354.751.026 dan Rp. 238.755.465.000 masih berada di rekening operasional PT PI belum terindentifikasi. Total yang masih tersimpan sebesar
Rp.280.110.216.026 tidak diketahui kondisi senyatanya (rawan terhadap penyalahgunaan) Permasalahan tersebut terjadi karena:
1) Pengawasan PPK dan Tim UPPKH Pusat atas
pelaksanaan PKH oleh PT PI tidak memadai;
2) Lemahnya pengawasan dari Direktur Jamsos selaku
atasan langsung PPK;
3) UPPKH Pusat belum memiliki mekanisme
peningkatan pengawasan melalui optimalisasi peran UPPKH Wilayah dalam pengendalian terhadap sisa dana bantuan PKH melalui pemantauan terhadap kegiatan pendamping dan PT PI setempat;
4) Penyaluran bantuan PKH oleh PT PI tidak mengacu
pada perjanjian kerja sama Nomor 279/PPK-JM/03/2015 dan Nomor 44/DIRUT/0315 tanggal 12 Maret 2015.
11 LHP No. 20/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
c. Pengujian atas akun Beban Bantuan Sosial secara uji petik pada satker pusat dan satker daerah menunjukkan ketidaksesuaian penyajian atas akun Beban Bantuan Sosial senilai Rp. 34.247.958.350 (hal 199 - 204), dengan rincian sebagai berikut:
Dit. PSKBS 24,843,755,950 Dit. PKPD 299,490,000 Dit. PSKBS 97,819,000 Dit. K2KS 49,000,000 Dit. Jamsos 21,745,000 Satker Daerah 8,936,148,400
Tidak dapat ditelusur ke realisasi belanja pembentuknya (MAK 57) baik bansos berupa uang ataupun barang dan pencatatan saldo persediaan di Neraca.
Terhadap rekomendasi BPK tersebut maka Kementerian Sosial seharusnya melakukan kegiatan pelatihan tentang penerapan akuntansi berbasis akrual kepada aplikator SAIBA, SIMAK BMN dan Persediaan.
Permasalahan tersebut disebabkan karena:
1) Petugas SAIBA pada Biro Keuangan Kemen Sosial
dan Petugas SAIBA pada Satuan Kerja belum berkoordinasi dalam penyusunan laporan keuangan berbasis Akrual sesuai SAP.
2) Kelemahan sistem aplikasi SAIBA dan aplikasi
persediaan dalam merekam transaksi akun Belanja Bantuan Sosial yang menghasilkan beban bansos dalam bentuk uang maupun barang.
d. Retur belanja bantuan sosial berupa dana bantuan sosial belum disalurkan sebesar Rp. 19.955.750.000 (data satker Ditjen Rehsos, Linjamsos dan Dayasos Gulkin), masih berada di KPPN Jakarta VII. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang nilai tersebut di atas posisi per 31 Desember 2015 (hal 37 - 50, LHP SPI). Terdapatnya retur disebabkan antara lain karena adanya kesalahan pada lampiran penerima bantuan baik itu berkaitan dengan nama pemilik rekening, nomor rekening penerima bantuan yang tidak sesuai dengan data dan rekening penerima bantuan yang tidak aktif/tidak ditemukan sehingga SP2D yang telah diterbitkan oleh KPPN, bantuan tidak dapat ditransfer ke penerima bantuan.
1. Meningkatkan kinerja
verifikasi kelengkapan dokumen SPM dan melakukan monitoring terhadap penyelesaian realisasi belanja yang mengalami pengembalian SP2D (SP2D retur).
2. Secara berkala melakukan
rekonsiliasi data retur SP2D dengan satker mitra kerjanya dan KPPN.
3. Memberikan sanksi sesuai
ketentuan kepada Pejabat Penguji SPM yang terkait
Terhadap rekomendasi BPK tersebut, maka dimungkinkan sanksi kepada Pejabat Penguji SPM yang terkait yang lalai dalam melakukan verifikasi SPM dilakukan untuk pembelajaran di masa akan datang. Begitujuga Menteri Sosial melalui Dit PSKBS perlu melakukan evaluasi dan monitoring secara serius terhadap langkah perbaikan yang dijanjikan pengelola keuangan di lingkungan Dit. PSKBS.
12 LHP No. 20/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Permasalahan tersebut disebabkan karena:
1) Kelemahan proses verifikasi dokumen SPM dan
kelengkapan penerbitan SP2D oleh para petugas penguji SPM serta lambatnya proses ralat (perbaikan data) untuk retur di satuan kerja Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial, Direktorat PSKBS, Direktorat Jenderal Dayasos dan Gulkin.
2) Tidak efektifnya fungsi pengawasan
Sekretaris/Kepala Bagian yang membawahi pejabat penguji SPM pada pada Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial, Direktorat PSKBS, Direktorat Jenderal Dayasos dan Gulkin.
yang lalai dalam
melakukan verifikasi SPM sehingga menimbulkan SP2D retur. 4. Menyusun pola Rekonsiliasi dan pengawasan dalam mekanisme penyaluran bantuan sosialsehingga tidak terjadi Retur SP2D yang terus berulang setiap Tahun.
5. Untuk selanjutnya agar secara berkala dilakukan rekonsiliasi atas penyajian realisasi belanja bansos dengan retur bansos, untuk memastikan kewajaran penyajian beban belanja bantuan sosial pada Laporan Operasional.
13 LHP No. 31/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat
tahun 2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(P3A). Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan
tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan
fungsi
pengawasan parlemen atas akuntabilitas administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;
K
OPINI
BPK RI
2014
WTP
2015
WDP
LRA
217.719.899.000
Anggaran
200.951.343.113
Realisasi
92%
Aset Lancar
• 10.080.509.382
Aset Tetap
• 125.978.174.922
Aset Lainnya
• 3.244.886.000
14 LHP No. 31/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016 ATAS LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK TAHUN ANGGARAN 2015
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
OPINI BPK : WAJAR DENGAN PENGECUALIAN
1 Berdasarkan cek fisik aset tetap Peralatan dan Mesin, terdapat 1.484 unit Barang Milik Negara (BMN) senilai Rp. 8.788.160.058 yang tidak diketahui keberadaannya dan sebanyak 875 unit senilai Rp. 2.972.000.192 yang belum diberi label (catatan C.2 - hal 53 LK-Penjelasan atas pos neraca)
1. Melaksanakan inventarisasi
ulang terhadap semua BMN/Aset Tetap serta melakukan penyesuaian atas pencatatandan
pengungkapannya dalam laporan keuangandan sistemaplikasi terkait sesuai hasil yang diperoleh.
2. Menindaklanjuti hasil
inventarisasi sesuai ketentuan yang berlaku, terutama atas perbedaan-perbedaan yang terjadi antara pencatatan saat ini dengan kondisi fisik aset.
3. Memerintahkan petugas
pengelola BMN dan atasan langsungnya (Kuasa Pengguna Barang) lebih optimal dalam
menatausahakan BMN sesuai tanggung jawabnya.
Kementerian PPPA terakhir melakukan inventarisasi BMN secara menyeluruh pada tahun 2007 dan setelah itu belum pemah melakukan inventarisasi kembali. Hasil reviu terhadap pencatatan aset dalam SIMAK BMN diketahui bahwa daftar yang diperoleh pada aplikasi SIMAK BMN tidak dilengkapi dengan merek/type aset secara spesifik, sehingga sulit melakukan identifikasi keberadaan BMN tersebut. Selain itu, letak atau lokasi seluruh Aset Tetap belum sesuai dengan data yang tercantum diaplikasi BMN karena masih menggunakan data lama yang belum diperbaharui.
Terhadap rekomendasi BPK tersebut, Kementerian PPPA disarankan agar
memutakhirkan data inventarisasi BMN secara menyeluruh serta
melengkapinya dengan merek/type aset secara spesifik agar di masa datang akan memudahkan untuk mengidentifikasi keberadaan BMN tersebut. per 31 Desember 2015 60,701,368,468 per 31 Desember 2014 47,077,232,800 Penambahan (28,94%) 13,624,135,668
Nilai Aset Peralatan dan Mesin
Penambahan nilai Aset Peralatan dan Mesin tersebut merupakan aset yang perolehannya sebelum tahun 2015, terdiri dari mutasi tambah sebesar Rp. 14.948.7.251 dan mutasi kurang sebesar Rp. 1.324.481.583.
Permasalahan tersebut disebabkan:
1. Petugas pengelola BMN belum sepenuhnya
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam penatausahaan Aset Tetap, antara lain
pendaftaran, pencatatan, pemeriksaan fisik, dan penyimpanan dokumen-dokumen terkait.
2. Kuasa Pengguna Barang belum optimal dalam
pengawasan dan pengendalian kegiatan penatausahaan BMN yangmenjadi tanggung jawabnya, termasuk tidak melakukan inventarisasi secara periodik.
15 LHP No. 69/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (PNPB)
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat
tahun 2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (PNPB). Sedangkan
tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas
LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan
fungsi pengawasan parlemen atas
akuntabilitas administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;
K
OPINI
BPK RI
2014
WTP
2015
WTP
LRA
3.591.089.798.000
Anggaran
3.397.005.942.974
Realisasi
95%
Aset Lancar
• 940.858.366.339
Aset Tetap
• 1.271.345.688.292
Aset Lainnya
• 286.545.912.390
16 LHP No. 69/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016 ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
TAHUN ANGGARAN 2015
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
OPINI BPK : WAJAR TANPA PENGECUALIAN
1 Menurut BPK, laporan keuangan yang disajikan dan dilaporkan, BNPB
menyajikannya secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan BNPB tanggal 31 Desember 2015 dan realisasi anggaran operasional serta perubahan ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
1. Memerintahkan Sekretaris Utama
melakukan evaluasi atas keandalan aplikasi presensi selanjutnya agar aplikasi presensi diintegrasikan dengan aplikasi tunjangan kinerja dan
memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada Kepala Biro Umum yang kurang optimal dalam memastikan keandalan dan integrasi sistem presensi.
2. Menyusun SOP dan mekanisme
pengelolaan persediaan barang untuk diserahkan kepada pemerintah daerah/masyarakat dan barang yang berasal dari pengadaan bantuan sosial untuk diserahkan kepada pihak ketiga dan memerintahkan Kuasa Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Anggaran pada Satker Deputi IV, Pusdatin dan Pusdiklat untuk melakukan koordinasi secara rutin dan berkala dalam rangka pencatatan dalam SIMAK BMN.
3. Memerintahkan Sekretaris Utama
berkoordinasi dan berkonsultasi dengan Kementerian Keuangan cq. Direktoran Jenderal Kekayaan Negara agar melakukan
perbaikan terahadap aplikasi SIMAK BMN.
4. Memberlakukan perhitungan
Amortisasi Aset Tak Berwujud sesuai dengan SAP.
Terhadap opini yang diberikan BPK atas LK BNPB tersebut maka perlu diberikan apresiasi untuk melahirkan motivasi mempertahankan prestasi ini di masa datang. Sedangkan atas rekomendasi perbaikan yang diberikan BPK maka perlu dilakukan untuk menambah perbaikan bagi BNPB.
Namun demikian kelemahan dalam sistem pengendalian intern atas Laporan Keuangan BNPB yang ditemukan BPK adalah sebagai berikut.