• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perbandingan Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Kesehatan Reproduksi di Madrasah Aliyah Negeri Meulaboh 1 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perbandingan Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Kesehatan Reproduksi di Madrasah Aliyah Negeri Meulaboh 1 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan

pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh

kembang ini menyebabkan remaja dimanapun ia menetap mempunyai sifat khas yang

sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa

didahului oleh pertimbangan yang matang. Sifat tersebut dihadapkan pada

ketersediaan sarana disekitarnya yang dapat memenuhi keingintahuan tersebut.

Keadaan ini sering kali mendatangkan konflik batin dalam dirinya, apabila

keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tersebut tidak tepat, mereka akan

jatuh kedalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat lanjutnya

dalam bentuk berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial, yang bahkan

mungkin harus ditanggung seumur hidupnya (Depkes RI, 2009).

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

kehidupan remaja merupakan kehidupan yang sangat menentukan bagi kehidupan

masa depan mereka selanjutnya, oleh Bank Dunia masa ini disebut sebagai masa

transisi kehidupan remaja yang penuh dengan permasalahan.

Permasalahan yang sangat kompleks dan sangat menonjol dikalangan remaja

(2)

dan aborsi, terinfeksi penyakit menular seksual (infeksi menular seksual), HIV-AIDS

serta penyalahgunaan Napza. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi

masalah remaja diantaranya melalui pelayanan kesehatan (BkkbN, 2010).

Dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan

ICPD (Internasional Conference on Population and Development), di Kairo Mesir tahun 1994, masyarakat internasional mengukuhkan hak-hak remaja akan informasi

tentang kesehatan reproduksi yang benar dan pelayanan kesehatan reproduksi

termasuk konseling. Kepedulian pemerintah terhadap kesehatan remaja sangatlah

tinggi, sejak tahun 2000 kesehatan remaja diangkat menjadi program nasional.

Berkaitan dengan kesehatan reproduksi, pengetahuan dan perilaku remaja saat

ini masih cukup memprihatinkan yang khususnya berhubungan dengan seksualitas

(kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi ), NAPZA dan HIV-AIDS. Berdasarkan

hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007,

didapatkan permasalahan NAPZA yang terjadi pada remaja antara lain perokok aktif

hingga saat ini 47,0%, peminum alkohol aktif 19,2%. Pengguna NAPZA sebesar

1,5% dari penduduk Indonesia atau 3,2 juta, dan 78,0% diantaranya adalah remaja

kelompok umur 20–29 tahun. Sedangkan jumlah orang hidup dengan HIV dan AIDS

sampai dengan bulan Maret 2010 mencapai 20.564 kasus, 54,3% dari angka tersebut

adalah remaja.

Perilaku seksual pranikah remaja sebanyak 84 orang (1%) dari responden

pernah mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), 60,0% diantaranya

(3)

dewasa ini semakin berani di dalam bertindak tanpa mengetahui risiko yang akan

menimpa dirinya. Penyalahgunaan NAPZA akan berdampak pada komplikasi secara

fisik, mental, emosional dan sosial, serta pengaruh buruk akibat hubungan sek

pranikah dapat menularkan penyakit seksual, kehamilan yang tidak diinginkan,

aborsi, trauma psikis serta putus sekolah sehingga akan mengancam masa depan

mereka (Andhyantoro dan Kumalasari, 2012)

Berdasarkan data dari BPS, BkkbN, dan Kemenkes RI yang mencatat laporan

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 tercatat ada 82,6%

dengan jumlah 129 perempuan berusia 15-24 tahun yang pernah berhubungan seks

dan mereka juga pernah mendengar tentang dampak negatif dari tindakan melakukan

hubungan seksual tersebut yaitu tentang HIV/AIDS, dan perempuan yang belum

menikah tetapi pernah melakukan hubungan seks tercatat ada 88,2% dengan jumlah

9.919. Ada 58% perempuan yang mengetahui bahwa membatasi seks hanya dengan

satu pasangan dan 37% menggunakan kondom dan membatasi hubungan seks dengan

satu pasangan.

Tingginya perilaku berisiko di kalangan remaja kurang diimbangi dengan

pemberian informasi kesehatan reproduksi yang cukup di sekolah. Hal ini terjadi

karena peluang untuk memasukkan materi pendidikan kesehatan reproduksi sangat

kecil.

Selama ini pendidikan kesehatan reproduksi terintegrasi dalam pelajaran

seperti Biologi dan Agama. Di sisi lain media berkembang sangat pesat, pengaruh

(4)

remaja, di samping telah dianggap sebagai lebih dari teman sebaya atau ”peer Group” di kalangan mereka. Perkembangan media ini tidak terlepas dari peran

teknologi informasi yang berkembang sangat pesat di dunia. Media yang saat ini

termasuk sering diakses adalah internet (Affan, 2010).

Pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja sangatlah penting karena

pendidikan merupakan alat yang mendasar dalam meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan seorang remaja dalam menjaga dirinya. Secara umum diketahui

bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih rendah. Rendahnya

pengetahuan remaja akan kesehatan reproduksi, berdampak pada perilaku berisiko di

kalangan remaja.

Penelitian yang dilakukan Affan (2010) didapatkan hasil bahwa secara

statistik mengindikasikan bahwa pendidikan kesehatan melaui E-file multimedia

memiliki pengaruh yang bermakna terhadap peningkatan pengetahuan remaja.

Sedangkan penelitian yang dilakukan Sugiharti dan Heny (2007) tentang perilaku

berisiko remaja di Indonesia didapatkan hasil bahwa perilaku berisiko remaja

berhubungan signifikan dengan pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, pendidikan,

status ekonomi, akses terhadap media informasi, komunikasi dengan orang tua dan

teman yang berperilaku berisiko.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah remaja kedalam perilaku

berisiko adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan melalui penyuluhan di

sekolah tentang kesehatan reproduksi, termasuk infeksi menular seksual dan napza.

(5)

Aceh Darussalam tahun 2008, di kabupaten Aceh Barat didapatkan hasil masih ada

remaja yang belum mendapatkan penyuluhan maupun pendidikan tentang kesehatan

reproduksi, HIV, Sek dan Napza. Diantara tiga jenis penyuluhan yang ditanyakan

yang paling banyak menjangkau remaja adalah penyuluhan tentang Napza (64,2%),

sedangkan penyuluhan kesehatan reproduksi (53,3%), penyuluhan tentang HIV

(37,7%), sedangkan pendidikan untuk menolak Seks masih kurang diikuti oleh

remaja (35,2%), untuk perilaku seksual remaja lelaki yang sudah pernah melakukan

hubungan seks dengan wanita penjaja seks sebanyak (8,7%) dan (37,9%) remaja

lelaki dan wanita pernah melakukan hubungan seks lebih dari 1 orang (Dinkes

Propinsi Aceh, 2008)

Penyuluhan dan pendidikan kesehatan reproduksi sangatlah penting untuk

diketahui terutama remaja usia sekolah, karena usia remaja merupakan usia yang

paling rawan mengalami masalah kesehatan reproduksi. Benita (2012) dalam

penelitiannya menyatakan penyuluhan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan

kesehatan reproduksi remaja di SMP Gergaji. Purwanto (2000) dalam penelitiannya

mengatakan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna perbandingan tingkat

pengetahuan kesehatan reproduksi remaja antara SMU di perdesaan dan Perkotaan.

Untuk merespon permasalahan tersebut, pemerintah melalui BkkbN telah

melaksanakan dan mengembangkan program kesehatan reproduksi remaja (KRR)

yang merupakan salah satu program pokok pembangunan nasional yang tercantum

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM 2004-2009) yang diarahkan

(6)

keluarga kecil bahagia sejahtera yang ditingkatkan melalui PIK-KRR dimana

keberadaan dan peranannya di lingkungan remaja terutama di sekolah sangatlah

penting dalam membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan

konseling yang benar tentang KRR (Muadz, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Yandri (2008), di SMA Negeri 1 Srandakan

Bantul tahun 2008, bahwa Program PIK-KRR berpengaruh terhadap peningkatan

pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi terhadap perilaku kesehatan

reproduksi remaja. Syahrendi (2012) dalam penelitiannya tentang pengetahuan

dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi didapatkan hasil bahwa secara

umum pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi masih relatif

rendah, dan perilaku seksual remaja 40% sudah tergolong menyimpang/tidak baik.

Aceh Barat merupakan salah satu kabupaten yang ada dalam wilayah Propinsi

Aceh dengan Ibukota Meulaboh kecamatan Johan Pahlawan, mayoritas penduduk

beragama Islam dimana budaya, tindakan, kegiatan dan cara berkomunikasi dalam

tatanan keluarga serta kehidupan masyarakat sangat terikat secara islami. Data dari

Kantor Pemberdayan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga tahun 2012, Jumlah

remaja dengan usia 16 sampai 21 tahun sebesar 18.545 jiwa dari jumlah 46.605

jiwa remaja yang tersebar di seluruh kabupaten Aceh Barat. Jumlah remaja yang

tidak sedikit tersebut merupakan potensi yang sangat berarti dalam melanjutkan

pembangunan Indonesia.

Akan tetapi fakta yang terjadi saat ini, remaja terutama di kecamatan

(7)

Pergaulan remaja yang berisiko dapat dilihat secara terang-terangan baik di

sekolah maupun di lingkungan seperti berpacaran, jalan bergandengan tangan,

saling memeluk maupun berduan ditempat yang sepi baik café maupun warung di

pantai. Hal tersebut juga didukung dengan tayangan hiburan dan media yang

berbau pornografi dengan mudah diperoleh di internet dan media tekhnologi

informasi lainnya, hal ini merupakan media hiburan yang dapat menjurus kearah

perilaku yang tidak baik bagi remaja terutama remaja usia sekolah (Dinkes

Kabupaten Aceh Barat, 2011).

Data dari Puskesmas Kecamatan Johan Pahlawan, kasus yang ditangani di

Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) tahun 2010 dan 2011 berkaitan dengan

perilaku berisiko remaja seperti penyalahgunaan Napza 5 kasus, sek pranikah 3,

kehamilan tidak diinginkan 5, pernikahan dini 2, masalah merokok 9 kasus, masalah

kegemukan 6 kasus, masalah anemi pada remaja 45 kasus.

Hasil Survei Surveilans Perilaku (SSP) tahun 2011 di 9 Sekolah di Kabupaten

Aceh Barat oleh Komisi Penanggulanggan AIDS Kabupaten (KPA-K) Aceh Barat,

tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih rendah yaitu sebesar

55,7%, sumber informasi yang didapat 71,6% melalui media, hanya 22,8% yang

mereka dapat dari narasumber. Pengetahuan remaja untuk terhindar dari penyakit

HIV dan AIDS sebesar 74,9%, menyatakan tidak tahu dan remaja yang mengetahui

tentang risiko tertular penyakit HIV/AIDS masih rendah yaitu laki-laki 34,7% dan

perempuan 48,7%. Untuk perilaku remaja yang berisiko dapat dilihat remaja saat

(8)

Melakukan rangsangan seksual dengan pasangan laki-laki 12,6% dan Perempuan

6,7%, remaja yang pernah melakukan hubungan sek sebanyak 25,46%, melakukan

rangsangan seksual sendiri atau masturbasi remaja laki-laki 39% lebih tinggi

dibanding perempuan sebesar 7,5%. Remaja mempunyai teman yang sudah pernah

melakukan hubungan seksual, laki-laki 28,2% dan perempuan 28,4%, remaja yang

sudah melakukan seksual pranikah laki-laki sebanyak 4,9% dan perempuan 2,4%,

sebanyak 2,6 %, melakukan hubungan seksual pranikah pertama kali pada umur <

17 tahun(KPA-K Aceh Barat, 2011).

Survei awal yang dilakukan pada 10 orang siswa di MAN Meulaboh-1

menunjukan hanya 5 orang (50,0%) yang memiliki pengetahuan baik tentang

kesehatan reproduksi, dan sebanyak 4 (40,0%) mempunyai sikap negatif. Sementara

survei terhadap 10 orang siswa SMA Negeri 2 Meulaboh, pengetahuan remaja

tentang kesehatan reproduksi 7 orang (70,0%) berpengetahuan kurang, sedangkan 6

orang (60,0%) mempunyai sikap negatif terhadap kesehatan repoduksinya.

Bila dilihat dari hasil survei tersebut, ternyata sekolah yang telah memiliki

PIK-KRR dalam hal ini MAN Meulaboh-1, proporsi siswa yang berpengetahuan baik

lebih rendah dari siswa di SMA Negeri-2 yang belum memiliki PIK-KRR yang

seharusnya sekolah yang memiliki PIK-KRR siswanya lebih banyak mengetahui

tentang pendidikan kesehatan reproduksi. Demikian juga dengan sikap, seharusnya

proporsi siswa yang memiliki sikap positif lebih tinggi di sekolah MAN Meulaboh-1

yang telah memiliki PIK-KRR dari pada siswa di SMA Negeri-2 Meulaboh yang

(9)

Penelitian ini mencoba untuk melihat perbandingan pengetahuan dan sikap

remaja tentang kesehatan reproduksi antara sekolah MAN Meulaboh-1 dan SMA

Negeri-2 Meulaboh dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhinya.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa perlu mengetahui

bagaimana perbandingan pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan

reproduksi di Madrasah Aliyah Negeri Meulaboh-1 dan SMA Negeri 2 Meulaboh

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan

pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi di MAN Meulaboh-Idan

SMAN 2 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

1.4 Hipotesis

Ada perbedaan pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi

di MAN Meulaboh-I dan SMAN 2 Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Kantor PP dan KS Kabupaten Aceh Barat dan

pihak terkait dalam membuat kebijakan dalam pelaksanaan dan pengelolaan

(10)

2. Sebagai bahan masukan bagi sekolah MAN Meulaboh-1 dan SMAN 2

Meulaboh serta sederajat di dalam memberikan dukungan terhadap pendidikan

kesehatan reproduksi di sekolah

3. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan kesehatan reproduksi

Referensi

Dokumen terkait

Paket Hemat 2 terdiri dari Modul SD, SMP, Skill Count SD dan SMP, English Skill, Administrasi v.4 dengan Logo Aqila Course, Biaya bagi hasil sebesar Rp 1.000,- per siswa

Berdasarkan hasil analisis data mengenai pengaruh insentif, lingkungan kerja, dan keselamatan kerja terhadap semagat kerja pada Waterboom Mulia Wisata Klambu

ini, yang saya temui hanyalah pembangunan ruko-ruko yang tidak tahu kapan.. akan

1) Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh return saham terhadap risiko investasi pada perusahaan food and beverages yang terdaftar di BEI tahun 2012-2015. 2) Untuk

Menurut peneliti, ada beberapa responden beranggapan bahwa kebutuhan dasar lansia tidak terlalu penting untuk diutamakan melainkan untuk melatih agar lansia tidak

Adapun keluaran dari proses konversi dapat berupa keluran langsung, yaitu berupa barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, maupun keluaran tidak langsung yang

Gordon (1997), mengatakan bahwa hubungan guru dan murid dikatakan baik bila mempunyai: 1) keterbukaan dan transparan, 2) penuh perhatian, 3) saling ketergantungan

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Syam dan Djalil (2006) tentang pengaruh orientasi profesional terhadap konflik peran: interaksi antara partisipasi anggaran dan