• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN LATAR BELAKANG TENTANG FILIPINA SELATAN: TERORISME DAN PROSES PERDAMAIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN LATAR BELAKANG TENTANG FILIPINA SELATAN: TERORISME DAN PROSES PERDAMAIAN"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

13 Juli 2004

ICG Asia Report N°80 Singapore/Brussels

(2)

RINGKASAN EKSEKUTIF ... i

I. PENDAHULUAN ... 1

II. LATAR BELAKANG KONFLIK DI FILIPINA SELATAN ... 4

III. TEROR DAN PROSES PERDAMAIAN ... 7

IV. TEROR DAN FRAKSI DI MILF ... 11

V. KAMP HUDAIBIYAH DAN AKADEMI MILITER ISLAMI ... 16

A. CIKAL BAKAL KERJASAMA JI-MILF...17

B. PERKEMBANGAN KAMP HUDAIBIYAH...19

VI. AL-GHOZI DAN BOM JAKARTA SERTA PEMBOMAN HARI RIZAL, 2000 22 VII. ZULKIFLI, BOM DEPARTMENT STORE FITMART, DAN HUBUNGAN ABU SAYYAF ... 24

A. RUMAH AMAN DI GENERAL SANTOS CITY...26

B. MEMBANGUN KEMBALI HUBUNGAN ABU SAYYAF...27

VIII.BOM DAVAO ... 28

IX. KERJASAMA BERJALAN MILF DENGAN KELOMPOK JIHAD... 31

X. KESIMPULAN ... 32

LAMPIRAN A. PETA FILIPINA...34

B. KRONOLOGI PERISTIWA BOM DAN PERKEMBANGAN TERKAIT DI FILIPINA ...36

C. PROSES PERDAMAIAN GRP-MILF...38

D. KOMUNIKE BERSAMA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA DAN MORO ISLAMIC LIBERATION FRONT ...43

E. ABOUT THE INTERNATIONAL CRISIS GROUP...44

F. ICGREPORTS AND BRIEFING PAPERS...45

(3)

ICG Asia Report N°80 13 Juli 2004

LAPORAN LATAR BELAKANG TENTANG FILIPINA SELATAN:

TERORISME DAN PROSES PERDAMAIAN

RINGKASAN EKSEKUTIF

Laporan yang terus mengalir mengenai kaitan antara

kelompok separatis Moro Islamic Liberation Front (MILF /Front Pembebasan Islam Moro) dan jaringan teror Jemaah Islamiyah (JI) membawa suasana mendung dan merupakan ancaman bagi proses perdamaian antara MILF dan pemerintah Filipina. Kendati pimpinan MILF tetap menampik segala kaitan tersebut, seluruh bukti menunjuk adanya hubungan operasional dan pelatihan yang masih berjalan. Yang belum jelas, apakah pucuk pimpinan mengetahui keberadaan kegiatan tersebut dan enggan mengakuinya, atau anggota JI serta kelompok jihad yang sealiran menjalin hubungan dengan komandan MILF secara perorangan tanpa sepengetahuan pimpinan MILF.

Laporan latar belakang ini, yang merupakan kelanjutan serangkaian laporan mengenai terorisme di Asia Tenggara, menilik sejarah persekutuan antara JI dan MILF, seberapa jauh kerjasama yang dijalin di masa lalu, serta status hubungan saat ini. Paradoks sentris pada proses perdamaian di Filipina selatan adalah bahwa proses tersebut merupakan hambatan jangka pendek utama mendongkel jaringan teroris sekaligus unsur yang senantiasa perlu bagi setiap upaya jangka panjang penanggulangan teror. Upaya bergerak langsung melawan teroris yang tertanam di wilayah yang dikuasai MILF membawa risiko terjadinya peningkatan kekerasan serta macetnya perundingan. Akan tetapi tanpa kesepakatan perdamaian yang berhasil, daerah tersebut akan tetap ditandai iklim ketiadaan hukum yang merupakan lahan subur bagi terorisme.

Yang perlu dicapai pada jangka pendek adalah mencegah kemungkinan meletusnya kembali perang. Salah satu langkah yang dapat diambil, yaitu segera memberlakukan mekanisme kerjasama antara

pemerintah Filipina dan MILF yang telah disepakati kedua belah pihak pada tahun 2002 namun belum pernah dijalankan, untuk bertindak terhadap unsur kriminal yang mencari suaka di wilayah MILF. Hal ini perlu diperkuat agar teroris asing diperhatikan secara khusus.

Peningkatan akuntabilitas MILF terhadap proses perdamaian melalui cara tersebut dapat diimbangi dengan menunjuk dewan perdamaian tetap di pihak pemerintah Filipina, yang dilengkapi sumber daya yang memadai guna membangun kesepakatan diantara para stakeholder utama, mengenai bentuk otonomi yang lebih sempurna.

JI yang kini mempunyai reputasi buruk akibat kegiatannya, terutama di Indonesia, mulai bercokol di daerah Filipina selatan pada tahun 1994 dengan memperdalam hubungannya dengan kelompok separatis MILF yang dirintis ketika sama-sama berada di Afghanistan pada tahun 1980an. Hubungan pribadi yang terjalin antara ketua MILF pertama Salamat Hashim dengan pimpinan JI seperti Abdullah Sungkar dan Zulkarnaen memungkinkan berdirinya kamp pelatihan dibawah perlindungan MILF yang meniru sistim kamp di Afghanistan dimana organisasi tersebut pertama dibentuk, serta pengalihan keterampilan yang mematikan kepada generasi baru operator.

Selain mengisi jajaran JI di Indonesia yang terkikis akibat penangkapan yang dilakukan pada masa pasca bom Bali, beberapa lulusan tersebut telah melancarkan serangan teror di Filipina bersama unsur MILF setempat dan Kelompok Abu Sayyaf. Menurut informasi yang diperoleh ICG, ada indikasi bahwa arsitek dari serangan-serangan yang dilakukan belum lama ini adalah lulusan kamp di Mindanao yang berasal dari Jawa bernama Zulkifli.

(4)

Zulkifli ditangkap di Malaysia pada akhir tahun 2003, namun sebelum itu ia berhasil mengarahkan aksi bom di Davao pada Maret dan April 2003, yang menewaskan 38 orang dan hingga saat ini merupakan hambatan besar bagi perundingan perdamaian.

Hubungan JI-MILF jelas tengah berlanjut, namun dengan cara yang lebih didesentralisasi. Semenjak tentara Filipina melibas kamp-kamp utama MILF pada tahun 2000, pasukan MILF tersebar menjadi satuan-satuan yang lebih kecil dan bersifat otonom, dan kadang kala tidak diakui pimpinan MILF yang menyebutnya “komando-komando yang hilang”. Sebelumnya bentuk MILF memang sudah agak longgar, akan tetapi menyusul gebrakan tahun 2000 serta kematian Salamat Hashim di bulan Juli 2003, satuan-satuan tersebut menjadi kian mandiri.

Saat ini belum begitu jelas bagaimana pandangan pimpinan baru MILF yang mengitari pengganti Hashim, yaitu Al-Haj Murad, terhadap ikatan dengan JI. Secara resmi, MILF telah menafikkan terorisme. Karena itu, mengingat apa yang kini terungkap mengenai kaitan JI-MILF, ada tiga kemungkinan menafsirkan sikap resmi tersebut, yang seluruhnya menunjukkan dampak buruk bagi proses perdamaian.

Jika pucuk pimpinan MILF yang terlibat perundingan perdamaian memang tidak tahu-menahu tentang kerjasama dengan JI pada tingkat lokal, atau menganut sikap “jangan bertanya, jangan ungkapkan” yang memberi keleluasaan bagi komandan setempat untuk bertindak sendiri-sendiri, maka lepasnya kendali dari pusat tersebut bisa jadi berarti kesepakatan tidak mungkin dilaksanakan. Jika setidaknya beberapa pejabat utama MILF bukan saja mengetahui adanya hubungan dengan JI, bahkan memandangnya sebagai unsur penting dalam menerapkan strategi “berunding sambil berperang”, maka itikad baik yang mutlak diperlukan agar perundingan berhasil menjadi tanda tanya. Ketiga kemungkinan tersebut dapat dikaitkan dengan pengelompokan menjadi faksi yang terjadi didalam tubuh MILF yang tampaknya kian menajam sejak kematian Salamat Hashim.

(5)

ICG Asia Report N°80 13 Juli 2004

LAPORAN LATAR BELAKANG TENTANG FILIPINA SELATAN :

TERORISME DAN PROSES PERDAMAIAN

I. PENDAHULUAN

Bayang-bayang terorisme tengah menghantui proses perdamaian di Filipina selatan. Laporan yang terus mengalir tentang kaitan antara kelompok separatis Moro Islamic Liberation Front (Front Pembebasan Islami Moro/MILF), jaringan Jemaah Islamiyah (JI) yang bergerak di kawasan ini, serta kelompok Abu Sayyaf (ASG) membawa suasana mendung bagi perundingan di Kuala Lumpur antara MILF dan pemerintah Filipina, serta menggarisbawahi kemelut yang kian tumbuh antara berbagai gerakan pemberontakan yang telah berakar yang telah berakar di dalam negeri, dengan “perang melawan terorisme” yang dilancarkan secara global. Dalam perseteruan ini, Mindanao kian dipandang sebagai lahan garis depan.1

MILF dipandang luas sebagai organisasi revolusi yang berjuang untuk mencapai hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Muslim di negara Filipina (Moro). Demikianlah MILF mencanangkan diri, dan kepada dunia luas telah menyatakan penafikannya terhadap terorisme. Hingga saat ini, AS belum memasukkan MILF di dalam daftar organisasi teroris, tidak seperti halnya ASG, Gang Pentagon, dan New People's Army (Tentara Rakyat Baru/NPA), yang juga melakukan perlawanan terhadap tentara Filipina.2 Namun demikian Manila

maupun Washington meyakini MILF menjalin

1

Laporan ini mengikuti kebiasaan setempat dalam penggunaan istilah "Mindanao" dan "Filipina" secara bergantian bagi pulau utama Mindanao di wilayah selatan bersama dengan gugusan kepulauan Sulu.

2

NPA yang komunis dan kelompok Abu Sayyaf masuk dalam klasifikasi Organisasi Teror Asing (Foreign Terorist Organizations /FTOs). Gang Pentagon, sebuah sindikat penculikan yang memiliki hubungan tidak begitu jelas dengan MILF, termasuk dalam Terorist Exclusion List (TEL) yang tidak begitu ketat, bersama kelompok pecahan NPA yaitu Brigade Alex Boncayao. Lihat Departemen Luar Negeri AS, "Patterns of Global Terorism 2003".

hubungan kerjasama dengan seluruh kelompok tersebut, terutama dengan JI yang konon menyelenggarakan pelatihan pada kamp-kamp yang dikuasai MILF dan yang selnya di Mindanao merencanakan sejumlah besar tindakan teror yang terjadi di Filipina antara tahun 2000 hingga 2003. MILF menyangkal seluruh kaitan tersebut.

Ada perbedaan dasar antara Negara Filipina dengan tetangga-tenagganya di Asia Tenggara yang sama-sama menjadi sasaran JI. Di Filipina terdapat gerakan pemberontakan Islami yang telah berlangsung lama dengan kekuatan yang mampu menghambat penyelenggaraan tugas negara di sebagian besar wilayah selatan, akan tetapi dalam keadaan desentralisasi yang sedemikian sehingga apa yang terwujud bukannya pemerintah bayangan, melainkan kantong-kantong anarki. Daerah-daerah kekuasaan tersebut didominasi oleh “komandan-komandan” pemberontak setempat dengan kadar keterikatan yang berbeda-beda terhadap koalisi-koalisi payung semacam MILF atau ASG, namun dengan kekuasaan yang lebih berakar pada piramida loyalitas marga dan suku yang bersifat khusus. Tidak jelas seberapa jauh pimpinan pusat MILF dapat mengendalikan komandan-komandan tersebut. Proses negosiasi dengan MILF yang telah berjalan sejak tahun 1996 kerap mengalami kemacetan akibat permasalahan “komando yang hilang” maupun “unsur-unsur tak terkendalikan” yang bernaung di wilayah MILF namun tidak diakui oleh pimpinan MILF. Laporan ini mengkaji hubungan MILF dengan organisasi-organisasi teroris setempat, dengan lebih menyorot kepada JI. Laporan menonjolkan kesulitan-kesulitan khusus yang dihadapi negara Filipina dalam menumpas jaringan teroris yang tertanam pada sebuah pemberontakan domestik dengan kerumitan dinamika tersendiri. Perlawanan yang efektif terhadap jaringan-jaringan tersebut menuntut sebuah gabungan

(6)

langkah-langkah yang khas dari polisi, militer dan diplomasi.

Negara Filipina pernah digambarkan sebagai mata rantai yang paling lemah dalam upaya menghambat ancaman serangan lanjutan oleh jaringan teroris JI di wilayah Asia Tenggara, yang kegiatannya terganggu namun tidak hilang akibat dilancarkannya serangkaian lebih 200 penangkapan diseluruh wilayah, yang sebagian besar terjadi di Indonesia, Malaysia dan Singapura. Peradilan yang transparan disertai cepatnya vonis yang dijatuhkan terhadap pelaku utama bom Bali, berandil besar menghilangkan sikap berdiam diri terhadap keberadaan JI di Indonesia, selain itu segudang bukti yang telah diterbitkan ikut membantu mencerahkan wacana yang terjadi di masyarakat tentang sifat dari ancaman tersebut.

Sebaliknya di Filipina tidak banyak dilakukan penangkapan, kendati telah diketahui keberadaan operator senior JI selama bertahun-tahun. Salah satu proses peradilan yaitu terhadap Fathur Rahman al-Ghozi, pelaku bom "Hari Peringatan Rizal" – keberhasilannya segera pudar ketika yang bersangkutan melarikan diri dari penjara, tampaknya dengan cara sangat mudah, yang secara memalukan terjadi tepat pada hari dimana Manila menandatangani kesepakatan baru melawan terorisme dengan Perdana Menteri Australia John Howard yang tengah berkunjung.3 Pelarian

Al-Ghozi selama tiga bulan melintasi negara tersebut disusul dengan kematiannya secara mengenaskan di propinsi Cotabato pada bulan Oktober 2003 menjadi kontroversi yang membuahkan teori-teori komplotan yang merupakan makanan sehari-hari masyarakat Filipina seputar perdebatan mengenai isu JI.

Beberapa penangkapan yang dilakukan sehubungan dengan peristiwa bom teroris – yang kian meningkat di Filipina sejak tahun 2000 (lihat Lampiran B) – didasarkan atas bukti yang sangat lemah. Tidak ada upaya yang berkelanjutan maupun terkoordinasi untuk meyakinkan publik yang skeptis terhadap keonaran JI, terutama kepada para pengarah opini di Mindanao. Alih-alih, justru penangkapan yang berdasarkan pekerjaan reserse polisi yang kurang

3

Serangan pada Hari Rizal terhadap lima sasaran di Metro Manila pada 30 Desember 2000, yang merupakan hari libur memperingati pahlawan nasional Filipina Jose Rizal, mengakibatkan 22 orang tewas.

memadai kebanyakan dimanipulasi untuk kepentingan politik jangka pendek, yang selanjutnya cepat terlupakan – atau bahkan membuahkan kemarahan yang mendalam – ketika kasus yang dikedepankan jaksa tercecer. Isu teroris lebih sering disepelekan sebagai jurus pemerintahan atau militer untuk membenarkan tindakan terhadap MILF, atau bahkan penerapan keadaan darurat militer.

Laporan ini mengkaji peristiwa pemboman di Davao pada bulan Maret dan April 2003 dalam rangka upaya memahami mengapa pola tersebut terus bertahan, serta bagaimana hal tersebut merongrong upaya lebih luas memerangi terorisme di kawasan ini.4

Peristiwa bom di Bandara Internasional Davao dan dermaga Sasa menimbulkan korban tewas sebanyak 38 jiwa, peristiwa serangan yang paling dahsyat terjadi di Asia Tenggara setelah Bali, dimana JI memegang peran kunci. Akan tetapi tidak seperti kasus Bali, setahun kemudian kasus-kasus tersebut masih terkatung-katung. Kerancuan pun melanda bencana kecelakaan kapal feri di Teluk Manila pada akhir Februari 2004 yang menewaskan lebih 100 penumpang. Kelompok Abu Sayyak mengklaim bertanggung jawab atas pengeboman terhadap kapal feri, dan pelaku yang mengaku bertanggung jawab kini berada didalam tahanan, akan tetapi penyelidikan yang dilakukan pihak pemerintahan tidak menghasilkan kesimpulan apapun dan serangan tersebut belum dikonfirmasikan.

Ada tiga sebab utama mengapa peran negara Filipina sangat penting dalam perkembangan ancaman teroris yang tengah berlangsung di Asia Tenggara. Pertama, sebagaimana diurai dalam laporan ini, sejak pertengahan 1990an Filipina menjadi salah satu lahan pelatihan utama bagi JI maupun kelompok sealiran, yang bertekad membina kekuatan militer untuk tujuan mendirikan negara Islam di Indonesia, atau secara lebih umum membela agamanya terhadap musuh-musuhnya. Kedua, tidak mampunya negara tersebut untuk

4

Laporan ini disusun oleh konsultan ICG yang bekerja dengan staf ICG, berdasarkan wawancara luas dengan anggota MILF di Filipina; orang-orang yang hadir pada Kamp Hudaibiyah; serta pejabat-pejabat di Indonesia dan Filipina. Selain itu ICG menggunakan berbagai berita acara pemeriksaan terhadap para tersangka di Indonesia dan Filipina, dengan melakukan pengecekan silang terhadap keterangan yang diperoleh saat wawancara. Keterangan yang diperoleh saat wawancara dan dari berita acara pemeriksaan diperkuat dengan bahan dari sumber-sumber yang tersedia bagi publik.

(7)

secara efektif memantau perbatasan maupun arus pergerakan penduduk, dana dan barang selundupan, terutama di kawasan selatan, senantiasa menjadikannya mudah dimanfaatkan oleh operator “serigala tunggal” (yang bekerja sendiri) maupun oleh sel-sel dari berbagai organisasi jihad.5

Ketiga –- dan yang paling mendasar – operator kelompok jihad, termasuk al-Qaeda dimasa lalu, mengandalkan suasana yang memungkinkan yang ditimbulkan oleh adanya perlawanan kaum separatis yang sudah lama berjalan di kawasan selatan Filipina. Konflik-konflik yang saling terkait tersebut masih bekum cukup dilaporkan, dan masih secara merupakan sumber keprihatinan yang sangat besar; sejak tahun 1972 diperkirakan sekitar 120.000 jiwa telah hilang. Ancaman yang paling signifikan bagi Filipina maupun wilayah lebih luas adalah kemungkinan meningkatnya keterkaitan antara terorisme internasional dengan gerakan perlawanan dalam negeri yang saling menopang. Ini menjadikan upaya mencari perdamaian di Mindanao hal yang sangat mendesak.

MILF menikmati dukungan terselubung yang luas di kawasan selatan Filipina yang masyarakatnya dominan Muslim, akan tetapi upaya utama dari organisasi tersebut dilakukan untuk memperoleh dukungan diplomasi dan materi dari dunia Muslim di luar negeri. Pada era dimana solidaritas Islam di kancah internasional kian meningkat sejak Soviet meyerbu Afghanistan, MILF menjadi semakin rentan terhadap infiltrasi dari kekuatan-kekuatan luar yang mempunyai agenda tersendiri. Laporan ini menunjuk adanya pola kolusi yang lama terbentuk antara MILF, ASG dan JI, yang sebagian besar didasarkan atas hubungan-hubungan pribadi yang terjalin melalui pengalaman bersama dalam pelatihan dan peperangan. Sejumlah besar ikatan penting tersebut mengalir dari pendiri dan ketua MILF pertama Salamat Hashim.

Menyusul kematian Hashim pada Juli 2003, MILF tiba pada sebuah persimpangan jalan. Kepemimpinannya terpecah berdasarkan berbagai

5

Sel Al-Qaeda yang paling terkenal di Filipina yaitu yang pernah dikepalai Ramzi Yousef dan Khalid Sheikh Mohammad yang menjadi otak peristiwa 11 September, hingga tahun 1995. Lihat Simon Reeve, The New Jackals: Ramzi Yousef, Osama bin Laden and The Future of Terorism (London, 1999). Ipar Osama bin Laden, Muhammad Jamal Khalifa, mendirikan jaringan organisasi berkedok di Filipina pada awal tahun 1990an yang hingga kini masih menjadi sumber keprihatinan.

alur: kesukuan, generasi, orientasi agama berhadapan dengan yang sekuler, serta komando militer lawan komando politik. Menjelang dilanjutkannya perundingan, dan Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) yang menunggu di latar samping serta siap bertindak terhadap setiap pelanggaran oleh MILF, tentunya Manila sangat tergoda untuk menempuh salah satu dari dua opsi yang mudah. Salah satu opsi tersebut adalah menghindari permasalahan yang pelik dalam rangka mencapai kesepakatan secara cepat serta memperoleh keuntungan perdamaian jangka-pendek. Hal ini berarti memupuk budaya yang nampak di beberapa bagian pemerintahan, media dan masyarakat madani, serta dalam pernyataan-pernyataan MILF dimuka umum, yang cenderung menyangkal permasalahan JI.

Opsi mudah lainnya yang dapat ditempuh Manila adalah memainkan kartu perang, dengan menggalang sentimen anti-Muslim, melepaskan kekangan terhadap AFP, dan memaksimalkan bantuan dari AS dalam rangka perang terhadap terorisme. Hal ini dapat membawa keuntungan jangka pendek yang cukup memuaskan, akan tetapi kemungkinan besar akan berujung dengan terjadinya polarisasi masyarakat Filipina, peningkatan gerakan perlawanan, serta terkonsolidasinya MILF seputar kepemimpinan garis keras yang berkomitmen mempererat ikatan dengan organisasi-organisasi jihad internasional. Opsi yang lebih sulit namun pada akhirnya satu-satunya yang menjanjikan, adalah untuk mengakui realita ancaman JI serta bekerja dengan sabar namun gigih untuk memilah antara aspirasi sah masyarakat Muslim di Filipina memperoleh hak penentuan nasib sendiri, dengan upaya eksploitasi terhadap aspirasi tersebut untuk tujuan lain. Hal ini menuntut komitmen yang lebih kuat untuk mengimplementasikan kesepakatan otonomi yang sungguh-sungguh dan lebih baik pada kawasan selatan Filipina yang mayoritas Islam.

Selain itu MILF harus menghadapi beberapa pilihan yang sulit. Akankah jajaran pimpinan melanjutkan kolusi dengan sponsor dari luar negeri yang terlibat terorisme dalam rangka memperoleh dukungan luar bagi upayanya mencapai kemerdekaan atau otonomi? Akankah mereka tetap menganggap sudah semestinya penduduk Muslim setempat mendukung mereka berdasarkan polarisasi etnis, atau dapatkah mereka memberi

(8)

layanan yang sungguh-sungguh kepada konstituen yang katanya mereka wakilkan, serta mengisolasi para ekstremis? Dilema yang dihadapi MILF sebagian timbul dari persamaan latarbelakang dan pengalaman formatif bersama kalangan Islami yang berasal dari negara lain, dan sebagian lagi akibat pilihan yang dibuat secara sadar untuk menyimpan opsi terorisme yang mudah ditampikkan bila perlu, diantara perangkat strategi yang dimilikinya. Hal ini merupakan permainan yang terlalu berbahaya dalam dunia pasca 11 September tersebut, karena itu Manila, dengan dukungan dari komunitas internasional, harus membantu sedapat mungkin agar MILF menjatuhkan pilihan yang tepat.

II. LATAR BELAKANG KONFLIK DI FILIPINA SELATAN

Konflik yang terjadi di kawasan selatan Filipina sudah lama rentan terhadap keterlibatan dalam pergelutan untuk merebut kekuasaan secara regional maupun global. Istilah “Moro” untuk pertama kalinya diperuntukkan bagi penduduk Muslim pada kepulauan tersebut oleh orang Spanyol yang mulai melakukan kolonisasi terhadap bagian utara dan tengah gugusan pulau itu pada tahun 1565, saat ingatan mereka masih segar akan perang salib yang dilakukannya selama berabad-abad melawan penjajahan kaum Moor. Akan tetapi ketika Spanyol pada akhirnya menyerah kepada AS dalam perebutan Filipina tahun 1898, wilayah-wilayah luas yang dikuasai penduduk Muslim di bagian selatan sebagian besar masih belum terjamah. Pemukiman kaum Kristen yang berarti baru dimulai pada awal abad kedua puluh. Dengan diperolehnya kemerdekaan Filipina pada tahun 1946, proses integrasi politik dan ekonomi di bagian selatan dipercepat, seiring dengan tersisihnya kaum Muslim.

Pada tahun 1950an, orang Filipina Muslim semakin mulai mengenal jatidiri mereka setelah memperoleh beasiswa ke Manila dan negara Timur Tengah, terutama di Universitas Al-Azhar di Cairo. Salamat Hashim, yang secara etnis berasal dari Maguindanao dari daerah Cotabato, menempuh pendidikan di Al-Azhar dari tahun 1959 hingga 1969, dan akhirnya meninggalkannya dengan nyaris memperoleh gelar doktor yang “hanya kurang skripsi”, selain membawa bekal berupa jaringan siap jadi dari berbagai ikatan Islami internasional. Ia menjadi ketua pendiri Ikatan Mahasiswa Filipina (Philippine Student's Union) (1962) dan sekretaris jenderal Organisasi Mahasiswa Asia, selain itu, terlebih lagi ia dipengaruhi oleh pemikiran tokoh radikal dari Persaudaraan Muslim (Muslim Brotherhood) Syed Qutb, yang oleh presiden Mesir Gamel Abdul Nasser dihukum mati pada tahun 1966.6

Diantara rekan-rekan Hashim di Al-Azhar termasuk Burhanuddin Rabbani dan Abdul Rasul Sayyaf, yang dikemudian hari menjadi pimpinan pada kelompok mujahidin yang anti-Soviet di

6

Wawancara dengan Hashim Salamat yang dimuat Nida'ul Islam, April-Mei 1998, dapat dilihat pada www.islam.org.au/articles/23/ph2.htm.

(9)

Afghanistan.7 Sekembalinya ke Cotabato, Hashim

mulai tertarik kepada politik separatis, serta menjadi salah satu calon pertama untuk memimpin Front Pembebasan Nasional Moro (Moro National Liberation Front/MNLF), yang menganut julukan orang Spanyol dahulu dalam upaya mencetak jatidiri baru guna mempersatu ke tigabelas suku Muslim di kawasan selatan tersebut.8

Konflik massa yang terus mendidih di kawasan Selatan akhirnya memuncak menjadi perang saudara setelah Presiden Ferdinan Marcos menyatakan diberlakukannya keadaan darurat militer pada bulan September 1972, akan tetapi MNLF sudah melakukan persiapan yang baik. Mulai tahun 1969, kader-kader dikirim ke luar negeri untuk menjalani latihan militer dengan bantuan dari kaum ningrat Muslim yang menyimpan rasa tidak puas. Rombongan pertama, yang dikenal sebagai “Top 90” dan termasuk ketua MNLF Nur Misuari yang orang asli Tausag/Sama, menetap lebih satu tahun di Pulau Pangkor dekat Pulau Pinang di Malaysia. Pada tahun 1970, menyusul “Gelombang 300” termasuk Al-Haj Murad, yang menggantikan Hashim selaku ketua MILF setelah kematiannya pada Juli 2003. Kemudian berangkat “Gelombang 67” atau Kelompok Bombardir, yang membawa keahlian baru dalam penggunaan artileri ringan dari Malaysia. Selanjutnya Libya menggantikan Malaysia sebagai tempat pelatihan utama mulai pertengahan 1970an, dan selama tahun 1980an ditambah lagi dengan Syria, kamp-kamp PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) di Timur Tengah, dan Pakistan.

Sejak awal, orientasi dari gerakan separatis tersebut lebih kepada mencari dukungan komunitas Islam internasional ketimbang membangun lembaga-lembaga untuk menjalankan pemerintahan sendiri di negerinya. Komite sentral MNLF bermarkas di

7

Wawancara ICG dengan kerabat Hashim, Manila, Januari 2004.

8

Warga Muslim di Filipina ("Bangsamoro") merupakan 5 persen dari penduduk negara itu yang berjumlah 83 juta. Mereka merupakan mayoritas hanya di propinsi Maguindanao, Lanao del Sur, Sulu, Tawi-Tawi dan Basilan, yang bersama Marawi City, membentuk Daerah Otonomi di Mindanao Muslim (Autonomous Region in Muslim Mindanao/ARMM), yang tercipta pada tahun 1990. Lima suku terbesar yaitu Maguindanao ("Bangsa dari Bantaran Pasang") dan Maranao ("Bangsa dari Danau"); Iranun, yang merupakan daerah asal dua suku tersebut diatas sebelum berpisah berabad-abad yang lalu, masing-masing menuju daerah Cotabato dan Lanao; serta Tausug ("Bangsa Arus") dan Sama, yaitu sandaran pokok MNLF nya Nur Misuari, yang terpusat di kepulauan Sulu dan daerah pesissir Zamboanga selatan.

Libya pada 1974-1975 dan seterusnya, selain itu pasokan senjata dari Libya diselundupkan melalui negara bagian Sabah di Malaysia timur dengan bantuan dari ketua dewan menterinya, Tun Mustapha Harun, ketika perang berada pada puncaknya hingga akhir 1975. Sementara para komandan di lapangan menggalang dukungan berdasarkan akses terhadap pasokan tersebut, anggota-anggota komite sentral melakukan upaya diplomatis dengan melakukan perjalanan ke ibukota negara-negara di Timur Tengah dan Asia Barat, serta membawa permasalahan mereka ke hadapan Organisasi Konferensi Islam (Organization of the Islamic Conference/OIC), yang memberi status pengamat khusus kepada MNLF pada Mei 1977. Hashim memimpin upaya-upaya tersebut serta memperluas kontak-kontak internasionalnya dalam kedudukannya selaku ketua urusan luar negeri MNLF.

Nyatanya, di akhir 1977 kepada OIC dan Rabitat al-Alam al-Islami lah fraksi Hasim menyampaikan “Instrumen Pengambil Alihan” yang disusunnya ketika persaingannya dengan Misuari dan pengikutnya yang orang Tausug tidak lagi terbendung. Secara umum diyakini bahwa lepasnya sayap “Kepemimpinan Baru” dibawah Hasyim, yang kemudian menjadi MILF di tahun 1984, berakar dari agendanya yang lebih militan dan berbasis agama, dan yang tidak mengenal kompromi dalam hal kemerdekaan. Namun sebenarnya Hasyim mencari dukungan dari negara-negara OIC dengan menekankan kesediaannya untuk mematuhi ketentuan perjanjian perdamaian Tripoli, yang ditandatangani Misuari pada tahun 1976. Perjanjian tersebut bukannya menuntut kemerdekaan melainkan otonomi dikawasan selatan yang Muslim, akan tetapi Misuari kemudian kembali ke tuntutan semula yaitu sesesi penuh, setelah Manila bersikeras mengadakan referendum dengan persyaratan yang ditentukannya sendiri. Hingga saat ini sebagian besar MILF lebih bersikap pragmatis ketimbang ideologis seperti yang digambarkan secara umum, akan tetapi sebagaimana MNLF yang mendahuluinya, organisasi tersebut rentan terhadap perpecahan, terutama setelah pendirinya mangkat.

Kendati OIC masih mengakui MNLF sebagai wakil bangsa Moro pada tingkat pemerintahan, secara pribadi Hashim sudah lama menikmati akses dan dukungan dari kalangan tingkat atas diseluruh kawasan Timur Tengah. Sementara Misuari tetap

(10)

dikaitkan erat dengan pendukung utamanya Libya, Hashim menghabiskan dasawarsa 1978-1987 denghan berulang-alik antara Cairo, Jeddah, Karachi, Islamabad dan Lahore, seraya membangun jaringan dukungan terbuka maupun rahasia, termasuk ikatan dengan Osama bin Laden. Kaitan utama dengan bin Laden dibentuk dengan perantaraan teman kelas Hashim di Al-Azhar, Sayyaf. Menurut laporan, mulai tahun 1980 fraksi Hashim di MNLF mengirim hingga 500 orang ke perbatasan Afghanistan-Pakistan untuk dilatih bersama warga negara Asia Tenggara lainnya.9

Hashim bermarkas di Pakistan pada tahun 1982, dan baru kembali ke Filipina pada Desember 1987. Jumlah warga Moro yang mengikuti pelatihan di perbatasan Afghanistan tampaknya mencapai puncaknya antara 1986 dan 1988; hanya segelintir yang tiba setelah 1991. Sebagian besar datang dalam gelombang terdiri dari lima atau sepuluh orang yang dikirim oleh komandan lapangannya di Mindanao. Selebihnya sampai di Afghanistan setelah gagal menyelesaikan program akademis pada sekolah-sekolah Islam dikawasan tersebut, dan mengadakan kontak dengan fraksi-fraksi Sayyaf, Rabbani atau Gulbuddin Hekmatyar. Alih-alih pulang tanpa membawa gelar sarjana, meraih pengalaman di Afghanistan membawa kemungkinan peningkatan status yang lebih tinggi.10

Kembalinya Hashim dan para pejuang veteran dari Afghanistan memberi semangat baru bagi MILF, yang tetap merupakan sayap yang tidak begitu menonjol dalam gerakan tersebut, hingga tahun 1996 ketika tercapai kesepakatan “final” di Jakarta antara pemerintah dan MNLF pimpinan Misuari. Sebuah sekolah pelatihan perwira, yaitu Akademi Abdulrahman Bedis didirikan pada tahun 1987 dibawah pimpinan para alumnus Aghanistan seperti Benjie Midtimbang, yang mengawali program pelatihan secara besar-besaran. Menurut pengakuan seorang mantan anggota komite sentral, antara 1987 dan 1990 sebanyak 122.000 pendukung MILF menjalani latihan dasar, serta dapat dimobilisasi untuk mendukung anggota tetap angkatan bersenjata

9

Wawancara ICG dengan anggota komite sentral MILF, Maret 2003.

10

Wawancara ICG dengan berbagai anggota dan mantan anggota komite sentral MILF, Maret 2003 dan Januari 2004.

gerakan tersebut yang berjumlah antara 10.000 hingga 15.000 personil.11

Jaringan luas kamp-kamp MILF diawali pada bulan-bulan setelah Kesepakatan Tripoli tahun 1976 sebagai kawasan “perkemahan” yang diakui pemerintah bagi Komite Revolusioner Kutawato dari MNLF (inti dari fraksi Hashim yang kelak pecah dengan Misuari pada 1977).12

Kamp Abu Bakar as-Siddique, yang kedepan menjadi lokasi Akademi Bedis serta merupakan kamp MILF terbesar hingga direbut pasukan pemerintah pada bulan Juli 2000, sudah berdiri secara tetap pada tahun 1981. Sampai dengan tahun 1985, diseluruh Mindanao telah berdiri setidaknya tujuh kamp: Abu Bakar, Busrah, Ali, Omar, Khalid, Othman dan Salman.13 Ketika rundingan perdamaian

ambruk dan pemerintah melancarkan serangan terbesar terhadap MILF di tahun 2000, gerakan tersebut tengah mencari pengakuan resmi bagi tigabelas kamp “besar” dan 33 kamp “kecil”. Saat ini pimpinan MILF tetap menyangkal bukti bahwa kamp-kampnya melindungi teroris asing, termasuk JI. Mengingat riwayatnya yang panjang bersama berbagai asosiasi internasional Islam, solidaritas perorangan yang diperkuat sepanjang masa-masa perjuangan bahkan jauh sebelum dunia luas mengenal nama Osama bin Laden, serta kekuatan yang dihimpun MILF berkat pelatihan yang diberi warga Muslim asing, kiranya bukan hal mudah memutus ikatan-ikatan timbal balik tersebut. Namun demikian masa telah berganti, dan kepergian Salamat Hashim bisa jadi memberi peluang bagi organisasi tersebut untuk melakukan perubahan mengikuti zaman.

11

Ibid. Perkiraan terhadap kekuatan bersenjata MILF sangat berbeda-beda oleh karena jumlah personil paruh-waktu yang besar.

12

Salah Jubair, Bangsamoro: A Nation under Endless Tyranny

(Kuala Lumpur, 1999), hal.168.

13

W.K. Che Man, Muslim Separatism: The Moros of Southern Philippines and the Malays of Southern Thailand (Oxford, 1990), hal.93.

(11)

III. TEROR DAN PROSES PERDAMAIAN

Adapun yang menjadi paradoks inti pada proses perdamaian Filipina selatan yaitu bahwa proses tersebut merupakan penghalang jangka pendek yang utama dalam upaya mendongkel jaringan terorisme, namun sekaligus menjadi unsur yang sangat diperlukan bagi setiap jalan keluar berjangka panjang. Upaya untuk bertindak langsung melawan para teroris yang tertanam di wilayah yang dikuasai maupun dipengaruhi MILF tak urung berhadapan dengan risiko terjadinya eskalasi gerakan dan ambruknya perundingan. Akan tetapi tanpa kesepakatan damai yang berhasil, kawasan tersebut tetap tidak mengenal hukum sehingga terorisme dapat tumbuh subur. Kesulitan lain bagi masing-masing pihak dalam proses perdamaian adalah mengenal siapa saja yang patut dihadapi lawan berunding. Apakah lawan berunding tersebut sepenuhnya menguasai pasukannya di lapangan? Dapatkah mereka mempertahankan kesepakatan ketika menghadapi perlawanan garis keras yang berasal dari dalam timnya masing-masing? Kajian singkat terhadap proses perdamaian menunjukkan betapa sulitnya mengatasi masalah-masalah tersebut.

Ketika pemerintahan Ramos menandatangani perjanjian dengan MNLFnya Misuari di Jakarta pada September 1996, terbersit harapan cukup besar tercapainya perdamaian. Tujuan perjanjian tersebut sebagai implementasi “akhir” dari kesepakatan Tripoli tahun 1976 yang dipertentangkan, berlandaskan Wilayah Otonom di Minadanao Muslim yang lahir dari sebuah perjanjian yang dibuat di Jeddah tahun 1976.14 MILF tidak terlibat

dalam proses menuju Jakarta, dan hasil proses tersebut yang mengecewakan meningkatkan kedudukan mereka dimata warga Muslim. Bantuan yang dijanjikan sebagian besar tidak terwujud, dan yang adapun hilang lantaran korupsi, selain itu dorongan untuk mencapai kesepakatan tanpa memikirkan implementasinya membuat mekanismenya tak berdaya. Sejumlah besar pendukung MNLF mulai beralih ke MILF, Abu Sayyaf dan Dewan Komando Islam,15

yang kini

14

Lihat Lampiran C untuk keterangan rinci mengenai hal ini serta seluruh perjanjian yang disebut selnjutnya pada tulisan ini

15

Dewan Komando Islam, yakni fraksi MNLF terkuat di semenanjung Zamboanga, mulai memasang jarak dengan Misuari pada awal 1990an, akan tetapi baru mencanangkan keberadaannya

menjadi gugus depan baru perjuangan kaum Moro. Pasukan MNLF di Sulu yang setia kepada Misuari pun telah melanjutkan pertempuran sejak November 2001, kadangkala dengan bergabung bersama unsur-unsur ASG.

Sebelum Jakarta, MILF tidak dipandang sebagai ancaman besar, selain itu upaya keduabelah pihak untuk bernegosiasi dengan setengah hati selama Misuari menjadi pusat perhatian. Pada Juli 1993 Hasyim menyatakan tidak mungkin melakukan perundingan sebelum pemerintah menyelesaikan usrusannya dengan MNLF, dan tidak ada yang dihasilkan selain beberapa kesepahaman yang sangat terlokalisir. Sementara itu, MILF secara diam-diam membangun kekuatannya. Ketika pembicaraan dimulai secara tentatif pada Agustus 1996, MILF melakukan manuver untuk mencapai posisi taktis yang menguntungkan, sementara pemerintah Filipina berupaya agar pembicaraan tidak mencapai tingkatan internasional karena khawatir MILF bakal memperoleh status setengah berperang seperti yang pernah dinikmati Misuari.

"Perjanjian bagi Penghentian Permusuhan Secara Umum" yang dicapai pada 18 Juli 1997, setelah hampir setahun terlibat pertemuan-pertemuan tak menonjol di berbagai kota propinsi sekitar Mindanao, bersama pedoman pelaksanaanya menjadi rujukan dasar bagi seluruh perjanjian yang dicapai selanjutnya. Pedoman pelaksanaan tersebut menetapkan Komite-Komite Kordinasi pemerintah dan MILF bagi Penghentian Permusuhan. Hal ini merupakan mekanisme utama pemantauan gencatan senjata (selain itu ada juga Tim-tim Pemantauan Lokal). Pada intinya, strategi negosiasi MILF menggunakan konsep inkrementasi dan tidak dapat diubah – artinya setiap kesepakatan merupakan langkah maju yang kecil dan kumulatif. Bahkan setelah peperangan besar di tahun 2000 dan 2003, gencatan senjata tahun 1997 dan CCCH dapat dibangun kembali. Sebaliknya, pemerintah mengupayakan penyelesaian akhir yang sejalan dengan yang dicapai di Jakarta, dan kadangkala tampaknya bersedia meninggalkan kerangka yang

pada Maret 2000. Dipimpin Melham Alam dan Hashim Bogdadi, bersama Abu Sayyaf terlibat dalam penjarahan terhadap kota Ipil di Zamboanga del Sur (kini Zamboanga Sibugay), pada April 1995.

(12)

telah dibangun guna mencapai penyelesaian yang tuntas secepatnya.16

Sepanjang 1997-1999, mekanisme pemantauan gencatan senjata lambat laun diperkuat, sementara MILF berupaya agar kamp-kampnya diakui. Dengan tiadanya mediasi internasional, dewan pemberontak memandang hal tersebut sebagai bentuk awal kedaulatan bagi kaum Bangsamoro, yang secara simbolis menyamaratakan kedudukannya dengan pemerintah sebelum diselenggarakannya perundingan untuk mencapai penyelesaian yang menyeluruh. Kamp-kamp tersebut pun yang nyata merupakan pusat kekuatan politik, religius dan militer bagi MILF, dan mekanisme gencatan senjata menambah garis pertahanan mereka.

Bagi pemerintah Filipina, hak untuk melakukan pengejaran yang gencar menjadi permasalahan yang genting. Perjanjian untuk menghentikan permusuhan tahun 1997 dicapai menyusul pertempuran yang paling sengit yang pernah terjadi, ketika pasukan tentara Filipina (AFP) yang konon tengah melacak penculik, bentrok dengan oknum MILF disekitar Kamp Rajahmuda pada bulan Juni. MILF beranggapan penculikan semata-mata menjadi alasan untuk melancarkan operasi militer. Serangan bunuh diri yang dilancarkan dua warga Arab terhadap sebuah markas divisi tentara Filipina pada buldan Oktober menambah ketegangan disekitar Kamp Abu Bakar, dimana para penyerang diyakini berbasis. “Memberi suaka atau bantuan kepada unsur kriminil atau yang tidak mengenal hukum” selanjutnya ditetapkan sebagai “tindakan provokasi yang terlarang” berdasarkan perjanjian November 1997.17

Tidak adanya bahasa khusus menyangkut terorisme merupakan hal luar biasa: tidak seperti pada tudingan penculikan di Rajahmuda, serangan-serangan bunuh diri tidak mengundang operasi dari AFP.

MILF memperoleh "pengakuan" atas kamp-kamp Abu Bakar dan Busrah pada Februari 1999, dan atas

16

Wawancara ICG dengan perunding MILF, Cotabato City, Maret 2003.

17

Pasal 1, ayat 4 (b), Pelaksanaan Pedoman Operasional Perjanjian GRP-MILF tentang Penghentian Permusuhan, 14 November 1997. Bahasa tersebut diulang pada Pedoman Pelaksanaan tentang Aspek Keamanan dari Perjanjian GRP-MILF Tripoli tentang Perdamaian tahun 2001 (pasal 2, ayat 3.2.2), serta Komunike Bersama tentang Larangan Terhadap Tindakan Kriminal tanggal 6 Mei 2002 yang dibahas lebih lanjut dibawah ini.

lima kamp lagi -- Bilal, Rajahmuda, Darapanan, Omar dan Badr -- pada Oktober 1999. Inspeksi dan verifikasi yang dilakukan terhadap 39 kamp lain yang diklaim oleh MILF rencananya diakhiri dengan pengakuan selambatnya pada 31 Desember 1999. Bagi pemerintah, tujuannya adalah untuk menegaskan batas-batas pengaruh MILF agar kelompok tersebut dapat dituntut tanggung jawab apabila terjadi tindakan melawan hukum atau bentrokan. Akan tetapi bagi MILF, setiap pengakuan merupakan langkah maju menuju status berperang secara de facto, sehingga dewannya bersikeras agar proses tersebut diselesaikan sebagai syarat untuk melakukan rundingan resmi

Pemerintahan Estrada bersama dengan tokoh politik setempat serta anggota Konggres Filipina yang menentang perjanjian Jakarta serta dengan keras pemberian konsesi lebih banyak lagi kepada MILF, mulai bersikap menahan terhadap pengakuan tersebut. Ketika perundingan formal diresmikan pada 25 Oktober 1999, keadaan dilapangan sudah jauh memburuk, dan perundingan pun tidak pernah mencapai tahap yang substansiil. Peristiwa pengeboman diatas kapal feri dilepas Kota Ozamis pada 25 Februari 2000 menewaskan 39 penumpang dan mengakibatkan eskalasi besar-besaran. Sekali lagi, para tersangka disebut mencari suaka di sebuah kamp MILF: John Mack di Inudaran, Lanao del Norte. Komandan kamp tersebut, Abdullah Macaapar, alias Komandan Bravo, membalas serangan yang dilancarkan AFP dengan menduduki pusat kota Kauswagan pada 17 Maret 2000. Maka terjadilah pertempuran sengit.

Konflik di Lanao pun menyebar ke Maguindanao pada April 2000 ketika AFP mencanangkan tekadnya untuk membersihkan jalan Cotabato-Marawi ("Narciso Ramos") dari pasukan MILF yang mendirikan pos pemeriksaan dan memungut pajak atas penggunaan jalan. Perang besar-besaran yang kemudian menyusul mengakibatkan 900.000 warga sipil mengungsi dan berakhir dengan jatuhnya Kamp Abu Bakar pada 9 Juli 2000. Akan tetapi kemenangan Presiden Estrada hanya berlangsung sesaat. Sebuah skandal korupsi mengakibatkan posisinya diguling ketika warga militer maupun sipil bangkit di Manila pada tanggal 20 Januari 2001. Penggantinya adalah wakil presiden Gloria Macapagal-Arroyo, yang bahkan sebelum mengambil alih kekuasaan sudah mulai menghubungi Malaysia menyangkut mediasi pihak ketiga. MILF, yang mundur dari

(13)

perundingan pada 15 Juni 2000, menuntut adanya keterlibatan pihak asing sebagai prasyarat melanjutkan pembicaraan.

Menyusul pertemuan di Kuala Lumpur dan Tripoli, Libya, kedua belah pihak menetapkan agenda yang substantif hingga Juni 2001, dengan membangun diatas perjanjian-perjanian yang lalu dan berputar pada tiga aspek: keamanan, rehabilitasi, serta wilayah leluhur. Dua aspek pertama tersebut sudah mulai mengalami kemajuan ketika perang meletus lagi pada tangal 11 Februari 2003. Sebagaimana pada tahun 1997, tentara Filipina membenarkan serangan oleh beberapa batalyon terhadap “kompleks Buliok” – yang menggantikan Kamp Abu Bakar sebagai markas besar Salamat Hashim – sebagai operasi pembersihan terhadap sindikat penculikan Geng Pentagon yang mencari perlindungan di kawasan Rajamudah. Akan tetapi skala operasinya, keganasannya, serta waktunya – rencananya pada hari yang sama perunding dari pemerintah memaparkan sebuah rancangan usulan

perdamaian “fast track” – pada umumnya

menambah kesangsian warga Muslim, media dan masyarakat madani terhadap motivasi AFP. Sehingga yang ditinggal adalah kesenjangan kredibilitas yang parah, sementara kekhawatiran atas terorisme melampaui permasalahan “pemanjaan kriminal” oleh MILF pada wacana resmi.

Pada tahun sebelum terjadinya serangan Buliok, serangan bom di kota-kota propinsi di Mindanao menimbulkan korban tewas terus menerus: General Santos City, Tacurong, Kidapawan dan Zamboanga semuanya terkena berkali-kali (Lampiran B). Kendati berbagai penyelidikan polisi menunjuk adanya keterlibatan langsung MILF, dan polisi menerbitkan surat penangkapan terhadap para tersangka termasuk pimpinan MILF, selama perundingan berlangsung, yang disebut belakangan itu menikmati kekebalan berdasarkan jaminan keselamatan dan keamanan yang ditandatangani pada tahun 2000.18 Menyusul

seruan dari Hashim untuk melancarkan “perang jihad habis-habisan” setelah peristiwa Buliok, tempo serangan kian meningkat. Pada empat pekan pertama enam serangan bom dilancarkan terhadap kota Kabacan, bandara Cotabato City, Koronadal, bandara Davao City, Tagum dan Tacurong.

18

Rundingan resmi terputus pada Maret 2002 namun telah dilanjutkan melalui “jalan belakang” hingga saat ini.

Beberapa di antara serangan tersebut pelaksanaannya kurang sempurna dan jumlah korban yang ditimbulkan tidak besar. Mindanao mempunyai riwayat panjang pelemparan granat tangan dan “ pill-box” ke medan kota maupun lapangan bola basket, berupa tindak kekerasan sambil lalu yang biasanya berakar pada perselisihan antar lingkungan. Hingar bingar dilatarbelakang tersebut mengelabui gejala baru yang nampak pada peristiwa kekerasan, yang semakin nyata sejak tahun 2000 namun tidak dihiraukan sampai dengan peristiwa pemboman pada tanggal 4 Maret 2003 di Bandara Internasional Davao City. Serangan tersebut menewaskan 22 orang serta membawa konflik kedalam jantung kawasan metropolitan di Filipina, sehingga ancaman teroris kini tampil lain pada agenda Manila.19

Pemerintahan Arroyo telah berupaya agar konflik dengan MILF dipisahkan dari perang melawan terorisme, dengan mengimbau kepada AS supaya organisasi tersebut tidak dimasukkan dalam daftar hitam.20 Akan tetapi menyusul pemboman besar

untuk kedua kalinya di Davao pada tanggal 2 April 2003 dan di Korondal pada 10 Mei, disertai serangan MILF terhadap Maigo, Lanao del Norte dan Siocon, Zamboanga del Norte, yang menewaskan puluhan warga sipil, Arroyo akhirnya . membalas tantangan tersebut. Seraya memerintahkan serangan udara dan artileri terhadap “sel-sel teroris yang tertanam” didalam MILF sebelum keberangkatannya ke Washington tanggal 17 Mei 2003 dalam rangka kunjungan kenegaraan, ia berseru kepada organisasi tersebut agar “meninggalkan semua ikatan teroris” selambatnya 1 Juni, atau menghadapi risiko ditetapkan sebagai sebuah Organisasi Teroris Asing.

19

Persitiwa bom pada Hari Peringatan Rizal tanggal 30 Desember di Manila tidak segera dipahami. Ketika itu timbul anggapan yang dirangsang dengan pernyataan MILF, bahwa hal tersebut berkaitan dengan manuver militer serta jatuhnya Presiden Estrada yang diambang pintu. Baru setelah Fathur Rahman al-Ghozi tertangkap lebih satu tahun kemudian terungkap kaitannya dengan JI dan MILF.

20

Hal ini kendati ada kerjasama militer yang erat antara pemerintah dengan AS melawan Abu Sayyaf, dan di Irak. Latihan bersama “Balikatan” selama enam bulan di pulau Basilan mulai Februari 2002 yang bertujuan menumpas habis sarang ASG dimana sejumlah besar warga setempat maupun warga asing ditawan dengan tuntutan tebusan, selanjutnya berkembang menjadi upaya hubungan sipil dan pelatihan militer dengan AS yang tengah berjalan, bernama “Bayanihan” dan berpusat di Zamboanga City. Pelatihan bersama telah diumumkan mulai pada 26 Juli 2004 hingga pertengahan Agustus 2004. Terhadap kiprah tersebut secara resmi MILF bersikap netral dan waspada, seraya menekan keinginannya agar dilakukan “koordinasi” sebelumnya apabila pasukan AS mendekati “wilayah” MILF.

(14)

Hingga saat ini para jurubicara MILF tetap menyangkal adanya ikatan seperti yang dimaksud itu. Sekembalinya dari AS, Arroyo sekali lagi memilih untuk berunding, maka ditandatanganilah sebuah Penghentian Permusuhan secara Timbal Balik yang baru pada 19 Juli 2003. Lima putaran pembicaraan rintisan dilakukan di Kuala Lumpur hingga akhir Februari 2004 dalam rangka menyiapkan landasan bagi sebuah Tim Survei Awal Malaysia untuk mengunjungi Mindanao selama satu pekan mulai 22 Maret 2004 untuk menyiapkan pengiriman sebuah Tim Pemantau Internasional yang dipimpin OIC. Adapun kurang jelas apakah pengamat internasional tersebut mengawali atau menyusul perjanjian yang komprehensif. Lembaga Perdamaian Amerika Serikat telah menawarkan jasa fasilitasi serta paket bantuan senilai $30 juta apabila dibuat perjanian, akan tetapi bersikap hati-hati agar tidak mengusik peran utama Malaysia sebagai mediator.21 Secara terpisah para donatur dari Bank

Dunia dan Jepang menjanjikan bantuan “pasca konflik” lainnya. Namun demikian, kelanjutan pembicaraan formal di Kuala Lumpur telah mengalami penundaan berkali-kali sejak Agustus 2003.

Prospek tercapainya penyelesaian sangatlah muram. Di jangka pendek, permasalahan penarikan tentara Filipina dari kompleks Buliok, dakwaan kriminal terhadap pimpinan MILF sehubungan peristiwa pemboman di Davao, serta kaitan MILF dengan terorisme merupakan rintangan utama bagi keberlanjutan perundingan. Masalah-masalah tersebut dibahas secara berkala pada pertemuan CCCH maupun “jalur belakang”, akan tetapi sebuah Kelompok Ad Hoc untuk Aksi Bersama dibawah CCCH yang diberi mandat untuk melarang “komando hilang” pada Mei 2002, masih belum juga operasional.22

Begitu rundingan formal dimulai

21

Untuk keterangan rinci, lihat PeaceWatch, United States Institute of Peace,Vol.X, N°1, Desember 2003. Kecuali disebut lain, seluruh nilai dollar ($) pada laporan ini adalah dollar AS. Akibat tidak adanya kemajuan dalam rundingan perdamaian, maka hingga Juli 2004 ada risiko hilangnya paket bantuan sebesar $30 juta. "RP loses $30-M US fund for Mindanao", Manila Times, 7 Juli 2004.

22

Naskah perjanjian 6 Mei 2002 yang memberi mandat kepada Kelompok Ad Hoc untuk Aksi Bersama terlampir sebagai Lampiran D. Pada pertemuan CCCH yang kelimabelas pada 7-8 Februari 2004, telah disepakati “formalisasi” Tim Aksi Interim bersama (Interim Action Team /I-ACT) "sebagai mekanisme transisi hingga dimulainya operasionalisasi Kelompok Ad Hoc untuk Aksi Bersama (Ad Hoc Joint Action Group /AHJAG)". Tidak jelas mengapa AHJAG belum juga terbentuk setelah disepakati lebih dua tahun lalu, dan tidak jelas pula apakah tim interim sudah berfungsi atau belum.

kembali, agenda yang tersisa pada kerangka Tripoli tahun 2001 – yaitu wilayah leluhur – menjadi yang paling sulit. Pada akhirnya, masing-masing pihak menghendaki penyelesaian yang berbeda. Pemerintah Filipina memandang pembangunan ekonomi sebagai kunci mencapai stabilitas jangka panjang, dan bahwa hal ini akan terwujud secara alami begitu senapan tidak lagi bersuara. Sementara itu sasaran MILF tak terpisahkan dari politik – akan tetapi Manila tidak akan pernah berkompromi soal kedaulatan.

Menghadapi keadaan remis tersebut, masing-masing pihak telah menunjukkan kesediaannya melanjutkan konflik berskala rendah. Bagi MILF, bertempur seraya melakukan perundingan memberi peluang untuk membangun kekuatan sambil menahan tindak balasan AFP. Status semi perang yang tidak jelas yang diperoleh MILF bagi kamp-kampnya memaksa AFP menanggapi sikap tersebut secara terselubung dengan menggunakan bahasa pemburuan tindak kriminal, seperti yang terjadi pada tahun 2000 dan 2003. Tindak balasan berupa pemboman di perkotaan telah mengalihkan perhatian pasukan keamanan, serta meningkatkan seruan bagi perdamaian dari para “pencinta damai” di pemerintahan dan masyarakat madani, sementara memperbesar perbedaan mereka dengan para “pemburu perang”. Selain itu pemerintah pun bermaksud memecah belah MILF, seraya merayu kaum “moderat” dengan janji-janji pembangunan, seperti pada tahun 1996, sementara tetap melakukan tekanan militer terhadap “penganut garis keras” – yang oleh beberapa pengamat disebut strategi “salami” dimana perlawanan dikelupas lapis demi lapis

Meningkatnya serangan teror sejak tahun 2000 telah menambah kerumitan pada keadaan skakmat yang bertahan lama dan bertingkat rendah tersebut. Sejauh terorisme membawa urgensi baru untuk menyelesaikan konflik di Filipina selatan, maka hal tersebut bisa jadi merupakan salah satu elemen dalam strategi politik campuran yang sengaja dianut pada tingkat tertinggi MILF – dengan demikian meningkatkan pertaruhan pasca 11 September hingga ambang yang bahaya. Kemungkinan lainnya, bahwa serangan teror merupakan inisiatif mandiri di pihak fraksi MILF yang lebih militan yang bergandengan dengan Abu Sayyaf, JI atau unsur luar lainnya, hal mana dipupuk atau ditolerir oleh pimpinan MILF. Akhirnya, bisa juga sebagian atau seluruh pimpinan MILF yang tengah menjalankan rundingan dengan Manila

(15)

sesungguhnya tidak mengetahui, atau tidak berdaya mengendalikan kegiatan teroris yang memanfaatkan wilayah territorial, sumber daya, maupun personil MILF. Untuk mengevaluasi alternatif-alternatif tersebut, maka perlu kajian lebih dalam terhadap dinamika internal di MILF.

IV. TEROR DAN FRAKSI DI MILF

Kendati MILF merupakan kelompok separatis bersenjata yang paling ampuh di Asia Tenggara, tidak banyak yang tercatat maupun yang dipahami mengenai cara kerja didalamnya. Organisasi tersebut sering disebut monolitis. Sedemikian kental kerahasiaan yang menyelimuti kepemimpinanya sehingga kematian Hashim pada tanggal 13 Juli 2003 tidak lama setelah hari ulang tahunnya yang ke 61 berlalu, tidak diungkapkan kepada umum sampai 5 Agustus ketika Al-Haj Murad Ebrahim diumumkan sebagai ketua yang baru. Hashim yang menderita penyakit jantung, asma, dan maag, berada dalam keadaan kesehatan memburuk setelah dievakuasi dari markas besarnya, yaitu Islamic Centre di Buliok, Pagalungan, propinsi Maguindanao, sebelum serangan AFP pada Februari 2003. Kabar terlambat mengenai kematiannya di sebuah kamp terpencil dikelilingi oleh segelintir ajudan-ajudan terpercaya, segera disusul berita meningkatnya perpecahan kedalam fraksi-fraksi di MILF, sehingga menambah ketidakpastian sekitar keberlanjutan perundingan perdamaian.

Ternyata pengganti terpilih Hashim bukan Murad melainkan Alim Abdulaziz Mimbantas, 58, yang juga alumnus Universitas Al-Azhar (B.A. 1974), dan sekaligus mertuanya dari isteri pertama. Selaku wakil ketua urusan dalam, Mimbantas, yang juga dikenal sebagai Abu Widad, merupakan yang paling terpercaya dari tiga letnan utama Hashim, dengan memegang kendali atas jaringan intelijen lokal MILF, Pasukan Keamanan Dalam Negeri (Internal Security Forces / ISF), serta pasukan pengawal ketua, Internal Brigade. Akan tetapi Mimbantas tidak memiliki daftar kontak pribadi yang luas diantara dunia Muslim, dan juga tidak menguasai kedalaman pengetahuan tentang agama yang merupakan sumber pokok dari pamor sang ketua pendiri.

Demikian pula, sebagai orang asli Maranao totok, ia kurang mampu menjembatani penggolongan menurut suku yang terjadi didalam gerakan tersebut, dibanding Hashim yang ayahnya orang Maguindanao dan ibunya orang Maranao/Iranun. Mimbantas memperoleh dukungan kuat para ulama Maranao – yang sebagian besar dipimpin oleh rekan Hashim di Al-Azhar, Mahid Mutilan (yang juga wakil gubernur Daerah Otonom di Mindanao Muslim (ARMM) serta mantan gubernur Lanao del

(16)

Sur) – dan dari komandan lapangan yang lebih militan, yang asli orang Maranao, namun jumlah pengikutnya yang bersenjata mungkin ridak melebihi beberapa ratus orang. Bandingkan dengan sekitar 5,000 orang bersenjata yang setia kepada saingannya untuk merebut tampuk pimpinan, yaitu Murad.

"Kagi" Murad, yang juga nama julukannya, berumur 55 tahun, lama menjadi wakil ketuanya Hashim membidangi urusan militer dan didukung para komandan lapangan dan pejuang biasa yang basis agamanya tidak terlalu kuat, terutama dari sesama orang Maguindanao. Naiknya ke pucuk pimpinan MILF dimulai 30 tahun yang silam ketika dirinya mengantikan Komandan Ali "Cassius Clay" Sansaluna selaku ketua bidang militer pada Komite Revolusioner Kutawato (Kutawato Revolutionary Committee / KRC) di MNLF. Komandan Clay, yang ketika itu bertanggung jawab untuk mendapatkan senjata melalui kepala suku MNLF Nur Misuari yang berbasis di Sabah, tewas ditangan salah seorang pengawalnya pada Juni 1974, mungkin akibat persaingannya dengan ketua KRC bidang politik Amelil "Ronnie" Malaguiok, sesama rekan pada gelombang Top 90. Ketika Malaguiok menyerahkan diri kepada pemerintah pada April 1980, seraya menggagalkan perundingan yang belum lama dirintis dengan rezim Marcos dan sebagai imbalan menerima jabatan politik yang menggiurkan, ia digantikan oleh Murad selaku ketua umum KRC. Popularitas pribadi Murad diantara basis massa gerakan tersebut banyak membantu sayap MNLF “Kepemimpinan Baru” dibawah Hashim untuk memulihkan diri menyusul hengkangnya Malaguiok, sebelum berganti nama menjadi MILF pada Maret 1984.

Dua dasawarsa kemudian pengumuman tentang kematian Hashim yang tertunda menutup suatu titik balik yang lebih penting lagi bagi Murad dan MILF. Kendati menurut Mimbantas dirinya menyerahkan kedudukan ketua umum secara sukarela kepada Murad dimana transisinya cukup lancar,23 adanya

tenggang waktu tiga pekan – dimana diduga Mimbantas sendiri menderita penyakit jantung – tampaknya menunjukkan bukan demikian halnya. Pada akhirnya Mimbantas memperoleh jabatan yang sebelumnya diduduki Murad, yakni dibidang urusan militer, sementara Murad menduduki jabatan ketua

23

"GMA does not listen to peace advisers", Philippine Daily Inquirer, 14 Desember 2003, hal.1, 21.

umum dengan dukungan dari wakil ketua III MILF Ghazali Jafaar, yang juga sesama orang Maguindanao. Jafaar yang membidangi urusan politik adalah saudara sepupu Murad dari pamannya dipihak ibu, Sheikh Omar Pasigan. Selaku Mufti Besar Kutawato, Pasigan sendiri merupakan tokoh tetua yang berpengaruh yang duduk di komite pusat membidangi urusan da’wah. Hubungan tersebut banyak membantu membawa para ulama asal Maguindanao kedalam pihak Murad.

Hambatan penting terhadap kekuasaan yang baru dipegang Mimbantas selaku wakil ketua bidang militer, yang mungkin mencerminkan manuver oleh fraksi-fraksi yang berdasarkan golongan etnis tersebut, adalah pemisahan jabatan yang didudukinya dari jabatan kepala staf sayap bersenjata MILF, yaitu Tentara Islam Bangsamoro (Bangsamoro Islamic Armed Forces / BIAF). Kendati selama Murad menjabat sebagai wakil ketua kedua jabatan tersebut dirangkapnya, namun kastaf yang baru adalah Sammy Al-Mansour (Sammy Gambar), juga asal Maguindanao, yang semula menduduki jabatan deputi kastaf dibawah Murad. Sementara itu jabatan semula Mimbantas sebagai wakil ketua urusan dalam negeri tampaknya dibiarkan kosong, dan ISF dikonsolidasikan menjadi bagian yang tak terlepas dari BIAF yang sifatnya tetap, sehingga -- setidaknya secara resmi – berada dibawah komando Murad dan Gambar.24

Perubahan-perubahan terhadap Dewan Harian Jihad yang beranggotakan kurang lebih tujuh orang dan yang menjalankan urusan sehari-hari komite pusat yang lebih besar, merupakan tindak lanjut atas perubahan organisasi yang penting menyusul serangan pemerintah tahun 2000 yang dapat menambah tekanan-tekanan sentrifugal didalam gerakan tersebut di masa pasca Hashim. Sebelum tahun 2000, sebagian besar pasukan tetap MILF yang terdiri dari enam divisi menduduki posisi-posisi tetap dalam mempertahankan kamp-kampnya, dimana dua kamp terbesar, Abu Bakar dan Busrah, merentang melintasi beberapa kotamadya. Keduanya menjadi model bagi masyarakat Islam yang didambakan dimasa depan, maupun sebagai simbol status perang secara de facto yang tengah dirundingkan.

24

Wawancara ICG dengan anggota komite pusat MILF di Cotabato dan Manila, Desember 2003-Januari 2004.

(17)

Strategi tersebut memudahkan komunikasi dan menyediakan struktur komando yang relatif lebih merekat. Dengan hilangnya bagian bawah kamp Abu Bakar pada Juli 2000, satuan-satuan tetap yang besar yang sebelumnya bermarkas disana – yaitu divisi-divisi Markas Besar dan Pengawal Negara – tidak dapat dipertahankan dan terpecah menjadi formasi yang lebih kecil. Sampai dengan pertengahan 2001, struktur divisi lama yang kurang lebih mengikuti model AFP diganti dengan sistim Komando Markas yang lebih menyerupai pasukan gerilyanya Tentara Rakyat Baru (New People's Army / NPA) yang komunis, yang melakukan pemberontakan diseluruh negara sejak akhir 1960an. Perubahan ini dimaksudkan untuk memudahkan melakukan taktik hit-and-run yang lebih gesit dan pengelakan, ketimbang memiliki pasukan konvensional yang terikat pertahanan yang sifatnya statis

Kendati sebagian besar komandan divisi berpangkat sama dibawah struktur baru tersebut, mereka kini menikmati otonomi yang lebih besar dari Staf Umum yang dikepalai Murad, sebagaimana pula pimpinan di tingkat lebih rendah menikmatinya dari Komando Markas masing-masing. Pada struktur lama, masing-masing divisi BIAF yang seluruhnya berjumlah enam divisi terdiri dari enam brigade yang masing-masing terdiri dari enam battalion. Enam divisi tersebut ditambah ISF, dijadikan sembilan Komando Markas yang terbagi atas komando satuan dan seksi. Komandan divisi pasukan pemberontak senantiasa menjadi “pusat kekuasaan mandiri yang bergerak atas prakarsanya sendiri”, begitulah yang dituliskan mengenai MNLF seperempat abad yang lalu, selain itu wilayah operasi dan pengikut bersenjatanya yang berasal dari wilayah itu cenderung bertahan terus kendati organisasinya telah berubah nama.25

Dengan demikian Divisi Lapangan I dibawah Komandan Jack Abdullah menjadi Komando Markas 105 yang berpusat di Rawa Liguasan, dan Divisi Lapangan II dibawah Tops Julhanie di kawasan Cotabato selatan kini berfungsi sebagai Komando Markas 104. Divisi Markas Besar dibawah pimpinan Komandan Gordon Saifullah saat ini telah menjadi Komando Markas 101 di wilayah Kamp Abu Bakar, selain itu setidaknya satu batalyon dari Divisi Pengawal Negara dibawah Samir Hashim masih tetap berada dibawah komandonya sebagai bagian dari Komando

25

T.J.S. George, Revolt in Mindanao: The Rise of Islam in Philippine Politics (Oxford, 1980), hal. 230.

Markas 106 yang terpusat di Cotabato Utara. Amelil Umbra yang mantan komandan Brigade 206 masih beroperasi disekitar Kamp Omar, Maguindanao, sebagai Komandan Komando Markas 109.

Sementara Komandan Jack beroperasi diatas lahan yang cukup mudah dicapai di Maguindanao di pusat jantung wilayah pemberontak dan jalur komunikasinya dengan kepimpinan Murad mungkin cukup erat, daerah yang dikuasai Julhanie mencakup wilayah adat lumad di pegunungan serta pusat-pusat penduduk Kristen yang membentang hingga garis pantai Sultan Kudarat dan propinsi Sarangani.26

Daerah tersebut merupakan titik pusat operasi pengejaran AFP terhadap pemimpin Abu Sayyaf yang buron, Kadaffy Janjalani, selain lokasi dari serangkaian pemboman kota selama dua tahun terakhir. Komandan Gordon diketahui mempunyai kaitan langsung dengan JI pada akhir 1990an, dan pejuang Iranun yang konon masih melindungi unsur-unsur JI di daerah perbatasan Maguindanao-Lanao kemungkinan ada di bawah komandonya. Samir Hashim, adik mendiang ketua, yang konon menentang aksesi Murad, mempunyai ambisi sendiri untuk menduduki pucuk pimpinan tersebut, dan tidak lagi menghiraukan perintah dari pusat.27

Yang juga berpotensi masalah bagi kepemimpinan pusat adalah Komando Markas 107 dan 108 yang beroperasi dikejauhan, masing-masing di daerah Davao dan Zamboanga. Penduduk Muslim di Davao yang jumlahnya sedikit dan tersebar luas, tidak mampu menunjang divisi tetap sendiri. Komando Markas 107 dibawah Cosain "Sonny" Soso yang ada disana dibangun dari Brigade 101 yang lama (Divisi 1). Di Zamboanga, bahkan orang Muslim dari suku Maguindanao, Tausug, Sama, Iranun dan Kalibugan yang merupakan minoritas bercampur aduk dengan penduduk lumad dan Kristen yang dominan. Hal ini menjadikan pemberontakan Moro di semenanjung tersebut yang dipimpin Komandan MILF Aloy Al-Ashrie mempunyai ciri khas tersendiri yang anarkis. Selain itu unsur-unsur ASG serta sebuah kelompok pecahan MNLF yang keras, yakni Dewan Komando Islam, menambah kondisi bergejolak pada daerah tersebut.

26

Istilah Lumad digunakan untuk suku asli non Muslim seperti misalnya Tiruray, Subanen dan Tboli, yang biasanya penganut animisme tetapi adakalanya sudah menjadi Kristen

27

"MILF refutes military claim of internal rift", Mindanews, 2 April 2004.

(18)

Basis massa Muslim yang jumlahnya sedikit dan terpencar di semenanjung Zamboanga membatasi pengaruh sayap politik serta mengurangi keterikatan dengan pusat maupun pengumpulan zakat. Komando Markas 108 dibawah Ashrie (dahulu Divisi Lapangan 4) diketahui mencari sumber pendapatan alternatif dengan melakukan penculikan dan pemerasan, terkadang disertai taktik militer liar dengan mengambil sandera dan menjarah kota propinsi yang mayoritas penduduknya orang Kristen. Kendati kegiatan kriminal bukannya tidak dilakukan di jantung tanah MILF, akan tetapi pada umumnya lebih bersifat rutin dan mudah dikendalikan oleh pimpinan pusat apabila diperlukan dalam konteks kesepakatan perdamaian baru.

Namun demikian yang menjadi tantangan paling besar bagi Murad adalah pasukan-pasukan Maranao yang dahulunya tergabung dalam Divisi Lapangan 3 dibawah Alim Solaiman Pangalian, dan unsur-unsur ISF dibawah Abdulaziz Mimbantas. Saat ini mereka tersebar diseantero Komando Markas 102 dan 103 yang menurut laporan dipimpin Rajahmuda Balindong dan Yayah Luksadatu – yang disebut terakhir ini juga menjadi kepala staf Gambar. Jika pada akhir 1970an persatuan antar suku antara para Tausug dari daerah kepulauan dan para Maguindanao dari daerah daratan tidak dapat dipertahankan dalam MNLF, maka demikian pula perbedaan antara orang Maguindanao dan orang Maranao mempunyai potensi yang sama dalam MILF saat ini. "Orang-orang di Lanao berbeda dengan kami", tutur se"Orang-orang petinggi Dewan Harian Jihad asal Maguindanao dengan gamblang. “Para ulamanya terbagi atas begitu banyak kelompok, dan banyak yang merasa Lanao sudah bebas karena tidak ada orang Kristen didalam pemerintahan, oleh karena itu tidak dirasakan perlu melakukan organisasi”. Akan tetapi hal ini berarti juga bahwa beberapa orang Maranao, terutama yang lebih muda, “tertarik kepada kelompok ekstremis sebagai tahapan lebih lanjut dalam perjuangan mereka”. Menurutnya, cukup banyak orang Maranao yang “fanatik".28

Sebagaimana di Zamboanga, lemahnya organisasi pada tingkat akar rumput di Lanao menghambat keterpaduan MILF secara lembaga maupun pengawasan politik terhadap sayap militer. Asal usul riwayat perbedaan antara politik Maguindanao dan Maranao tersebut cukup panjang; sementara

28

Wawancara ICG, December 2003.

orang Maguindanao mempunyai pengalaman cukup lama tentang kekuasaan relatif terpusat dibawah dua kesultanan utama, sejak dahulu kekuasaan Maranao lebih terpecah dimana berbagai daerah kekuasaan kecil saling berebut pengaruh. Saat ini hal tersebut tercermin dalam cabang kotamadya yang jumlahnya tak terhingga di sekitar Danau Lanao, yang masing-masing jumlah penduduknya jauh lebih kecil dibanding ditempat lain di negara itu. Selain itu para komandan lapangan di Lanao tampaknya beroperasi dengan tingkat otonomi dari pusat yang lebih khusus.

Berbagai kecenderungan perpecahan politik tersebut cukup penting mengingat apa yang telah diketahui tentang kaitan MILF dengan kegiatan teroris. Kesaksian Saifullah "Mukhlis" Yunos yang tertangkap pada 25 Mei 2003 memberi indikasi bahwa unsur-unsur Divisi Lapangan 3 BIAF yang didominasi orang Maranao lah yang memegang andil dalam melakukan pemboman Hari Rizal di Manila dengan bermitra bersama operator JI Fathur Rahman al-Ghozi, dan dibawah pengawasan lepas Hambali, yang merupakan teroris yang paling diburu di Asia Tenggara sampai dengan tertangkapnya di Thailand pada bulan Agustus 2003. Menurut Mukhlis, lima peristiwa pemboman yang terkoordinasi di ibukota Filipina pada 30 Desember 2000, dan menewaskan 22 orang, dijalankan sesuai instruksi yang diberi Komandan Divisi 3 Solaiman Pangalian kepada “staf khususnya” – agar mewujudkan seruan Salamat Hashim untuk melakukan jihad menyusul serangan Abu Bakar, dengan membawa perjuangan ke wilayah musuh dan meringankan tekanan terhadap kamp-kamp MILF.

Petinggi MILF Ghazali Jafaar dan Sammy Gambar, maupun juru bicara Eid Kabalu, tercatat menyangkal hubungan Mukhlis dengan MILF.29

Akan tetapi menurut Mukhlis, dirinya tetap bekerja pada Komando Markas 102 dan 103 sebagai pelatih untuk taktik gerilya dan peledakan selama 2001 – 2003, bahkan ikut ambil bagian dalam serangan MILF terhadap kota Maigo sebulan sebelum tertangkap. Ada beberapa kemungkinan dibalik sikap MILF tersebut, yang semuanya berimplikasi kurang baik bagi proses perdamaian. Sudah pasti salah satu kemunghkinannya adalah bahwa pejabat MILF tersebut tidak mengatakan yang sebenarnya, atau memangkas keterangannya berdasarkan hal-hal

29

(19)

teknis yang kurang jelas. Selain itu bukannya mustahil bahwa para petinggi tersebut memang disekat dari pengetahuan tentang detil operasi yang dapat menempatkan mereka dalam posisi yang sulit. Jika mereka sendiri yang merekayasa penyekatan ini, maka yang tersirat adalah bahwa kegiatan teror sudah merupakan kebijakan pada pucuk pimpinan .30

Kenyataannya mungkin lebih rumit. Mengingat sifat MILF yang tidak begitu kompak dan lebih bersandar kepada kepribadian perorangan, kemungkinannya pimpinan tertinggi disekitar Salamat Hashim sudah dari awal memutuskan untuk memanfaatkan apa adanya , dan membiarkan setiap satuan menghimpun kekuatannya dengan cara masing-masing, dengan hanya berpedoman pada perintah yang samar. Disini mungkin dapat dilihat kesejajaran dengan garis strategi yang dianut Tentara Rakyat Baru (NPA) pada tahun 1974 yang dikenal sebagai “sentralisasi kepemimpinan, desentralisasi operasional”. Keleluasaan yang diperoleh bagi inisiatif setempat menimbulkan tumbuhnya sebuah fraksi pemberontak perkotaan di Mindanao yang hingga pertengahan 1980an telah menjadi basis kekuatan utama kelompok tersebut. Ketika sikap ortodoks ala Mao untuk “mengelilingi kota-kota dari pedesaan” diterapkan kembali diawal 1990an, para pemberontak kemudian lari atau ditumpas, dan Partai Komunis di Filipina, yang memimpin organisasi tersebut, terpecah belah.

Dalam kasus MILF, keterampilan dalam penggunaan bahan peledak, yang adakalanya diperoleh dari perbatasan Afghanistan, untuk pertama kalinya dimanfaatkan di medan perang di Mindanao melalui pembuatan ranjau darat yang diimprovisasi dan granat yang diluncurkan dengan roket serta melalui operasi sabotase seperti peledakan menara kabel listrik. Pelatihan sistematis pembuatan bom di kamp-kamp MILF setidaknya dimulai akhir 1980an, dan kian banyak lulusan kamp yang melihat peluang baru untuk mencari dana dengan menggunakan keterampilan tersebut. Perusahaan angkutan bis dan

30

Penjelasan lainnya – bahwa Mukhlis dimanfaatkan untuk melibatkan MILF didalam kegiatan teroris - diyakini oleh beberapa simpatisan MILF. Pendapat tersebut tidak didukung oleh berita acara pemeriksaan terhadap Mukhlis yang diperoleh ICG, yang menunjuk keengganan melibatkan MILF serta pengecekan silang hal-hal penting dengan pernyataan tersangka teroris lainnya seperti al-Ghozi. Mukhlis menarik kembali pengakuan bersalah yang dibuatnya berkaitan dengan kasus Hari Rizal pada tanggal 9 September 2003, dimana ia mengaku telah disiksa dan tidak mengetahui tata cara pengadilan. Lihat "Moclis recants: I'm a fall guy", Manila Times, 10 September 2003.

toko serba ada di kota-kota propinsi Mindanao sudah sering dijadikan sasaran pemerasan yang disertai ancaman bom sejak awal 1990an. Sejumlah satuan, terutama Kelompok-Kelompok Operasi Khusus (Special Operations Groups/SOG ) yang terikat divisi dan brigade BIAF, mungkin menjadi semakin tergantung kepada perolehan pendapatan melalui terorisme komersial tersebut dalam upaya memberi subsidi bagi biaya operasi MILF secara keseluruhan Dengan semangat kewiraswastaan tersebut, para komandan SOG setempat seperti Mukhlis menyambut baik sokongan dari sesama rekan lulusan Afghanistan untuk mengembangkan program-program spesialis. Hal ini dimanfaatkan para komandan divisi di MILF jika diperlukan, akan tetapi inisiatifnya lebih berada pada para spesialis yang kegiatannya mendapat momentum tersendiri serta mencerminkan agenda campuran. Motivasi pemboman bisa saja mencakup gabungan dari yang tergolong biasa (misalnya pemerasan, pelampiasan dendam pribadi), yang sifatnya taktis (serangan pengalihan atau destabilisasi) dan yang berupa jihad (dengan sponsor dari luar negeri). Sebagaimana pengalaman NPA dalam hal pemberontakan perkotaan, kian meningkatnya cabang kelompok teroris tersebut direstui oleh pimpinan MILF sepanjang maksud mereka tercapai. Sebagaimana runtuhnya resim Marcos mengubah lingkungan strategi NPA dan pada akhirnya memaksa memuncaknya ketegangan antara para Maois dan para pemberontak, maka peristiwa 11 September dan Bali bisa jadi mengubah sifat kemampuan MILF untuk melakukan tindakan teror dari asset taktis menjadi hambatan strategis. Hal ini dapat memperburuk perselisihan yang ada antar golongan etnis dan fraksi sebagaimana telah diuraikan diatas. Seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap kepemimpinan MILF baru untuk menurunkan kapasitas teror yang dimilikinya, maka hubungan antara para spesialis teror dan persatuan MILF mungkin akan mengalami ujian. Oleh karena pada umumnya keterlibatan MILF dalam tindakan teror didasarkan atas motivasi pragmatis dan hubungan antar perorangan, maka kurang tepat menggambarkan keadaan ini sebagai konflik antara orang Maguindanao yang “moderat” dengan orang Maranao yang “ekstremis”. Namun demikian, perlunya penegasan kontrol dari pusat oleh kepemimpinan yang didominasi orang Maguindanao guna mengendalikan para spesialis teror, dapat berdampak paling besar terhadap

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Sebagai awal dalam mencari model strategi, dilakukan simulasi terhadap kebutuhan anggaran dan jumlah alumni yang dapat dihasilkan berdasarkan beberapa jenis

Kevin Golanda, Kolumnis CNN Indonesia dalam ulasannya yang berjudul Inggris Keluar dari UE, Kelompok Anti Islam Bersorak, menuturkan bahwa hasil referendum Brexit telah

Apabila publik tidak dapat menerima tanggapan yang diberikan oleh pembuat kebijakan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), maka publik dapat

Kayu manis, sejak dulu dikenal sebagai bumbu penyedap masakan dan pembuatan kue, dengan memakai batang kulitnya yang kemudian dikeringkan, kayu manis dapat digunakan untuk bahan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan organisasi Persatuan Islam Tionghoa Indonesia dalam membangun integrasi sosial antara anggota yang

Proses Pelaksanaan RitualMemburu Giok di Kawasan Pegunungan Singgah Mata Berikut ini adalah uraian tentang proses pelaksanaan ritual memburu giok di kawasan Pegunungan

Dalam merancang sistem basis data online monitoring kualitas air di sungai Ciliwung ini dapat disimpulkan bahwa basis data ini memiliki entitas cukup sederhana yaitu

%HUGDVDUNDQ KDVLO SHQHOLWLDQ GDQ SHPEDKDVDQ PDND GDSDW GLVLPSXONDQ EDKZD DOLK IXQJVL ODKDQ SHUWDQLDQ EDLN GDODP GUDIW 575: PDXSXQ SUDNWLNQ\D SRUVL WHUEHVDU GLJXQDNDQ XQWXN