• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PRAKTIK PERJODOHAN PAKSA ANAK GADIS DI DESA BROKOH KEC. WONOTUNGGAL KAB. BATANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PRAKTIK PERJODOHAN PAKSA ANAK GADIS DI DESA BROKOH KEC. WONOTUNGGAL KAB. BATANG"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

49

A. Setting Sosial Masyarakat Desa Brokoh Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang.

Desa Brokoh adalah suatu desa berkembang yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang Propinsi Jawa Tengah. Nama Brokoh berarti “Barokah atau Berkah”. Desa Brokoh dibidang keagamaan tergolong desa agamis karena mayoritas penduduknya 99 % adalah penganut agama Islam, nuansa religius sangat nampak sekali di Desa Brokoh dengan banyaknya kegiatan syiar agama yang nuansa Islam.1 untuk kegiatan pendidikan formal misalnya, terdapat RA (Raudhotul Athfal) setara TK, SD dan terdapat MI (Madrasah Ibtidaiyah). Sedangkan untuk pendidikan agama yang non formal terdapat PAUD Islami (Pendidikan Anak Usia Dini) atau pra TK, TPQ (Taman Pendidikan Qur’an) dan Madin (Madrasah Diniyah). Untuk kegiatan syiar Islam dari para remaja terdapat 4 kelompok jama’ah sholawat rebana dan 6 jama’ah maulid berzanji remaja. Sedangkan untuk kegiatan syiar orang tua terdapat 12 jama’ah tahlil putra dan 12 jama’ah tahlil putri yang rutin mengadakan kegiatan pengajian setiap minggunya. Nuansa agamis

1 Data dari hasil wawancara dengan Bapak Wasari selaku Kasi Kesra Desa Brokoh Kec.

(2)

semakin kental karena didesa Brokoh terdapat beberapa tokoh agama terpandang yang mempunyai jabatan tingkat kecamatan bahkan tingkat kabupaten.2

1. Kondisi Geografis

Letak Desa Brokoh Kec. Wonotunggal Kab. Batang adalah dengan batas-batas sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Brayo

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Karangasem c. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Wates

d. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Wonotunggal. 2. Kondisi Demografi

Desa Brokoh Kec. Wonotunggal Kab. Batang merupakan salah satu dari 15 desa di wilayah kecamatan Wonotunggal, yang terletak 1 km dari arah utara kota kecamatan dan 5 km kearah selatan dari kota kabupaten. Desa Brokoh mempunyai luas wilayah seluas 277.535 hektar. sedangkan jumlah penduduknya 2812 orang3. Dengan perincian sebagaimana tabel:

2

Data dari hasil wawancara dengan Bapak Wasari selaku Kasi Kesra Desa Brokoh Kec. Wonotunggal Kab. Batang. Tanggal 1 Agustus 2015.

3 Dokumentasi Desa Brokoh, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang dalam angka

(3)

3. Jumlah Penduduk

Tabel 3.1

Jumlah penduduk Desa Brokoh menurut jenis kelamin

No Dukuh Laki-laki Perempuan

1 Kupang 208 225 2 Sipandak 218 238 3 Krajan 258 244 4 Siwagu 282 260 5 Sikendit 221 238 6 Brokoh Lor 208 212

Sumber : Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2015 4. Keadaan Ekonomi

Dibidang ekonomi terdapat keanekaragaman mata pencaharian dari penduduknya mulai dari petani, nelayan, pengrajin batu bata, pertukangan (tukang kayu dan bangunan), pengrajin emping mlinjo, penderes getah pinus, pengrajin anyaman bambu, penjahit atau konveksi rumahan, usaha perbengkelan dan lain sebagainya. Mata pencaharian dari sebagian penduduk Desa Brokoh merupakan petani dan buruh tani mengingat Desa Brokoh merupakan Desa Agraris. Luas wilayah sawah di Desa Brokoh seluas 124,841 ha yang dulu merupakan salah satu sentra penghasil beras di Kecamatan Wonotunggal.

(4)

Tabel 3.2

Jumlah penduduk menurut mata pencaharian

No Jenis Pekerjaan Jumlah

1 Petani 332 2 Buruh 22 3 Pedagang 56 4 Wiraswasta 258 5 PNS 12 6 Pensiun 5 7 Lain-lain 395 Jumlah 1080

Sumber: Semua Tentang Brokoh, 2014 5. Tingkat Pendidikan

Tabel 3.3

Jumlah penduduk menurut pendidikan

Belum sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP SLTA AKADEMIK 408 396 1289 368 175 43

(5)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan di Desa Brokoh terbilang rendah karena tingkat lulusan SD lebih dominan. Meski tidak sedikit pula warganya yang lulusan sekolah hingga wajib belajar sembilan tahun, bahkan sebagian warganya banyak yang lulusan perguruan tinggi yang berada diwilayah tersebut.

Desa Brokoh dalam pemerintahannya didukung oleh berbagai sarana dan prasarana pendidikan yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar didesa tersebut. adapun sarana pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.4

Jumlah sarana dan prasarana pendidikan formal

No Lembaga Pendidikan Jumlah

1 PAUD 1

2 TK/RA 2

3 SD/MI 2

(6)

Tabel 3.5

Jumlah sarana dan prasarana pendidikan non formal No Lembaga Pendidikan Jumlah

1 Majlis Taklim 9

2 TPQ 2

3 Madrasah Diniyah 1

Sumber: Penelitian Lapangan, Mei 2015

6. Keadaan Sosial Keagamaan

Penduduk desa Brokoh Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang 99 % beragama Islam. Mengenai rincian tempat ibadahnya adalah sebagai berikut:

a. Masjid = 3 buah b. Musholla = 12 buah

Sedangkan perkembangan Nikah dan Cerai bisa dilihat pada data berikut ini:

(7)

Tabel 3.6

Data Nikah dan Perceraian Warga Ds.Brokoh

Tahun Nikah Cerai

2010 53 4

2011 65 6

2012 49 6

2013 53 5

2014 44 2

Sumber : Buku Cacatatn Kehendak Nikah, 2010-2014

Masyarakat Desa Brokoh setelah melakukan aktifitas sehari-hari dalam rangka untuk pemenuhan kebutuhan hidup untuk keluarga juga ternyata mereka aktif melakukan kegiatan keagamaan ini terbukti dengan banyaknya berdirinya jam’iyah atau pengajian, baik itu pengajian ibu maupun bapak, dalam rangka ikut menyemarakkan kegiatan keagamaan para pemuda juga berperan aktif dengan mendirikan perkumpulan pengajian khusus remaja.

Kegiatan seperti ini ditujukan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan jasmaniyah dengan rohaniyah karena pada kegiatan tersebut selalu diiringi dengan ceramah keagamaan oleh para tokoh agama yang sedikit banyak kegiatan semacam ini dijadikan sebagai sarana untuk menambah pengetahuan ilmu agama. Dengan seimbangnya kebutuhan jasmaniyah dengan rohaniyah ketenangan dalam hidup dapat tercapai.

(8)

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan, terdapat berbagai macam kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Brokoh.

Berikut bentuk kegiatan keagamaan yang ada: a. Berzanji

Kegiatan ini dilakukan oleh para remaja, kegiatan ini rutin dilakukan seminggu sekali sesuai dengan hari yang telah ditentukan. Kegiatan ini dilakukan dirumah anggota masing-masing maupun di musholla sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

b. Tahlil

Pembacaan tahlil ini dilakukan oleh para bapak dan ibu yang masing-masing kelompok berasal dari berbagai jenis majlis taklim, kegiatan ini umumnya dilakukan setiap ada syukuran, hajatan pernikahan, khitan dan kematian.

c. Pengajian/istighosahan jum’at kliwon

Pengajian ini dilakukan setiap jum’at kliwon, pengajian ini merupakan program rutin masyarakat Desa Brokoh Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang dalam rangka pengembangan dakwah Islamiyah, kegiatan ini dilakukan secara bergiliran pada masjid atau musholla yang ada di Desa Brokoh. Kegiatannya berupa pembacaan istighosah sekaligus pengajian umum yang diisi oleh ulama setempat maupun ulama yang sengaja dipanggil untuk mengisi ceramah.

(9)

B. Profil Pelaku Perjodohan Paksa Anak Gadis yang Telah Berlangsung. 1. Latar Belakang Orang Tua

Dari hasil wawancara dengan beberapa orang tua dari pelaku perjodohan paksa dapat disimpulkan, dalam hal ini orang tua justru tidak mempermasalahkan apabila anaknya menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya. Terutama orang tua dari pihak perempuan apabila ada laki-laki yang datang kerumah untuk melamar anak perempuannya maka pihak keluarga perempuan langsung saja menerima lamaran tanpa memperhatikan persetujuan anak gadisnya. Alasan orang tua atau wali untuk menjodohkan paksa yaitu bentuk kasih sayang ayahnya, mumpung ada lelaki yang melamar, ada juga alasan wali yang beranggapan anak akan menjadi perawan tua bila tidak cepat-cepat kawin dan memiliki anak perempuan yang dikategorikan perawan tua adalah memalukan bagi orang tua bahkan memalukan bagi keluarga dan sanak dekatnya, Keinginan untuk segera memiliki cucu, yang menurut anggapan masyarakat sebagai bukti jaminan penerus generasi, juga mendorong orang tua atau wali untuk segara mengawinkan anaknya dan demi perpeliharanya kemaslahatan dari segi ekonomi dan nasab keturunannya nanti, dengan demikian apabila anak perempuannya telah menikah maka bisa meringankan beban orang tua dalam hal ekonomi khususnya bagi orang tua pihak perempuan karena apabila anak perempuannya telah menikah maka yang bertanggung jawab atas biaya hidupnya adalah suaminya.

(10)

2. Latar Belakang Pendidikan

Rata-rata orang tua yang berpendidikan rendah ini mengasumsikan bahwa, ia harus berperan besar dalam kebijakan berkeluarga, khususnya menentukan calon jodoh anak gadisnya.

Sebagian besar pendidikan masyarakat Desa Brokoh yang pernikahannya karena perjodohan paksa rata-rata lulusan tingkat SD. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat mengakibatkan rendahnya pemahaman masyarakat dalam memaknai penting dan sakralnya sebuah perkawinan.

Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran yang besar, jika seorang anak putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian mengisi waktu dengan bekerja, saat ini anak tersebut sudah merasa cukup mandiri, sehingga merasa mampu untuk mencukupi diri sendiri.

Hal yang sama juga jika anak putus sekolah tersebut menganggur, dalam kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat orang tua cepat-cepat menikahkan anaknya yang sudah berumur. Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan untuk mengawinkan anaknya yang sudah berumur karena takut dianggap tidak laku atau takut dikategorikan perawan tua adalah memalukan bagi orang tua bahkan memalukan bagi keluarga dan sanak dekatnya.

(11)

3. Latar Belakang Ekonomi

Perkawinan yang terjadi karena perjodohan paksa diantaranya karena beberapa faktor yang melatar belakanginya diantaranya faktor ekonomi atau keadaan keluarga yang hidup digaris kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak perempuannya dikawinkan dengan laki-laki yang dianggap mampu atau kaya. Dan faktor kehormatan. Orang tua memandang bahwa jika anaknya dijodohkan dengan keluarga yang kaya atau mampu, terpandang dan terhormat didesa maka dengan dasar itulah orang tua menganggap anaknya akan mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan, maka hidupnya akan tercukupi secara materi.

4. Latar Belakang Agama

Sebagian dari masyarakat Desa Brokoh memahami bahwa jika wali tersebut punya kuasa atau otoritas menikahkan anak gadisnya meskipun anak gadisnya menolak, dimana orang tua anak mengatakan bahwa jika anak gadisnya sudah berumur dan tidak cepat-cepat dinikahkan maka itu sangat memalukan bagi orang tua atau keluarganya. Atau jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis khawatir terjadi perzinahan, oleh karena itu sebagian orang tua harus mencegah hal tersebut dengan menikahkan anak gadisnya dengan laki-laki pilihannya bukan pilihan anaknya. Untuk itu orang tua tetap bersikukuh pernikahan harus segera dilaksanakan meskipun tanpa persetujuan anak gadisnya.

(12)

Menurut hukum Islam, wali yang punya kuasa atau otoritas menikahkan anak gadisnya meskipun anak gadisnya menolak, meskipun demikian wali ini dibatasi dengan beberapa syarat:

1. Mempelai laki-laki itu harus sekufu’ (setingkat) dengan mempelai perempuan.

2. Mempelai laki-laki harus membayar maskawin dengan tunai. 3. Tidak ada permusuhan antara mempelai laki-laki dan mempelai

perempuan.

4. Tidak ada permusuhan yang nyata antara perempuan yang dinikahkan dengan wali yang menikahkan4.

Oleh sebab itu sangat dilarang oleh agama. Kerena setiap gadis atau janda punya hak atas dirinya. Oleh karena itu mereka berhak dimintai persetujuannya, ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad saw, yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah. Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Jariyah, seorang gadis telah menghadap Rasulullah saw, ia mengatakan bahwa ayahnya telah mengawinkannya, sedang ia tidak menyukainya maka Rasulullah menyuruh memilih.

Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa suatu pernikahan yang terjadi tanpa adanya kesanggupan maupun persetujuan

4 . Miftahul Huda , Kawin Paksa Ijbar Nikah dan Hak-hak Reproduksi Perempuan

(13)

dari pihak-pihak yang berkepentingan, maka pernikahanya tidak dapat dilangsungkan5.

Dengan demikian meskipun perjodohan paksa belum tentu menimbulkan dampak negatif tetapi pada hakekatnya perjodohan itu mempunyai sisi positif. Kita tahu saat ini pacaran yang dilakukan oleh pasangan muda-mudi seringkali tidak mengindahkan norma-norma agama, kebebasan yang sudah melampaui batas dimana akibat kebebasan itu kerap kita jumpai tindakan-tindakan asusila dimasyarakat. Maka perjodohan merupakan salah satu upaya untuk meminimalisir tindakan-tindakan negatif tersebut dan sekaligus menghindari agar tidak terjerumus kedalam pergaulan yang mengkhawatirkan.

Praktik perjodohan paksa yang masih didapati di Desa Brokoh Kec. Wonotunggal Kab. Batang dalam kurun waktu 5 tahun ini, penulis menemukan 4 pasangan akibat perjodohan paksa yang berakhir dengan perceraian dan 3 pasangan yang masih dapat mempertahankan rumah tangganya hingga dikaruniai anak. Berikut tabel mengenai pasangan-pasangan yang menikah karena perjodohan paksa tersebut.

(14)

Tabel 3.7

Data Inisial Pasangan dari Perjodahan

N o

Nama Usia Faktor Dampak

Suami Istri Suami Istri

Murni orang tua Ekono mi Hamil diluar nikah Stigma 1 SD RH 33 22    Perceraian 2 AN AR 21 19   Perceraian 3 LF VV 19 19   Pisah rumah sampai sekarang dan masih dalam proses Perceraian 4 WR DI 19 16  Pisah rumah sampai sekarang 5 JI TH 31 24   Awalnya keberatan dan sekarang berusaha menerima 6 KN NH 33 19   Awalnya keberatan, merasa tertekan dan sekarang berusaha menerima 7 NC SM 25 24    Berusaha menerima Sumber: Penelitian Lapangan, April-Mei 2015

a. Pasangan pertama

RH (nama inisial) 22 tahun, pendidikan SLTP dan suami SD (nama inisial) 33 tahun, pendidikan SD menikah pada tahun 2013. Status SD adalah jejaka dengan RH istrinya perawan, pernikahannya dengan RH

(15)

tersebut sah dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Wonotunggal Kab. Batang.

Dari hasil wawancara penulis dengan RH, banyak informasi yang didapatkan oleh penulis. Dalam proses wawancara tersebut RH mengatakan:

“Sebenarnya saya tidak rela dan tidak senang dijodohkan dengan SD mbak, karena saya tidak memiliki perasaan cinta terhadap SD. Saya juga sudah protes terhadap keputusan Bapak dan pada waktu itu saya juga sempat melarikan diri ke Jakarta untuk menghindari perjodohan tersebut, namun Bapak tetap saja menjodohkan saya mbak tanpa sepengetahuan saya”.6

Setelah akad nikah saya tetap tidak bisa menerima SD sebagai suami saya. Saya juga belum pernah melakukan hubungan suami istri karena saya tidak rela menikah dengan SD. Hingga akhirnya hubungan saya dengan SD, dengan orang tua saya, dan keluarga dari SD menjadi tidak harmonis, berantakan. Saya tidak kuat lagi mbak, maka saya memutuskan untuk bercerai saja”.

b. Pasangan kedua

Tidak jauh berbeda dengan pasangan pertama, pasangan AR 19 tahun, pendidikan SLTA dan AN 21 tahun, pendidikan SLTA menikah pada tahun 2011. Status AN adalah jejaka dengan AR istrinya perawan, pernikahannya dengan AR tersebut sah dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Wonotunggal Kab. Batang.

Ketika dikonfirmasi mengenai penyebab terjadinya pernikahan AR menjelaskan bahwa Sebenarnya AR tidak tergesa-gesa ingin menikah. AR ingin menikmati masa muda dengan bersenang-senang. Tetapi kakeknya memaksa dan mengancam untuk segara menikah dengan AN. dengan alasan ekonomi dan dari pada pacaran yang tidak jelas lebih baik menikah.

(16)

AR menolak perjodohan tersebut karena AR tidak mencintai AN. AR punya kekasih lain yang sangat dicintai. akhirnya dengan sangat terpaksa AR menikah. dari pada setiap hari harus bertengkar sama kakek. Setelah akad nikah AR enggan untuk berhubungan badan dengan suami. Selain itu, di dalam bahtera rumah tangga juga sering terjadi pertengkaran.

Pasangan pertama dan kedua ini tidak seperti selayaknya pasangan-pasangan pada umumnya. Adanya perjodohan yang tidak dilandasi dengan cinta dan komunikasi yang baik maka perkawinannya pun tidak mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah seperti yang didambakan oleh pasangan suami istri pada umumnya. Bahkan sampai memunculkan terjadinya konflik antara keluarga pihak perempuan dan pihak laki-laki. dan ujung dari perjodohan pasangan pertama dan kedua ini adalah perceraian.

c. Pasangan ketiga

LF 19 tahun, pendidikan SLTA dan istrinya VV 19 tahun, pendidikan SLTA. menikah dengan paksaan dari pihak istri pada tahun 2014, karena sudah hamil jadi keadaan inilah yang memaksa dan menuntut pertanggung jawaban dari LF supaya menikahi VV. Pada awal LF merasa dibohongi karena sebelumnya VV tidak mengatakan kalau dirinya sudah melakukan hubungan suami istri beberapa kali dengan orang lain. Akhirnya setelah menikah kebohongan itu terungkap. Dan LF merasa tidak ikhlas menikahi VV. Karena merasa dijebak hanya untuk menutupi

(17)

aib tersebut. Akibat dari terungkapnya kebohongan itu, akhirnya LF pergi meninggalkan istri.

Kasus pasangan ketiga ini mengalami perjodohan karena adanya unsur paksaan dari pihak perempuan. Bahkan, pihak perempuan mendesak pihak laki-laki agar cepat menikahinya dikarenakan sudah hamil, padahal orang yang menghamili perempuan tersebut bukanlah dia saja.

Dilihat dari kasus ini hak mempelai laki-laki tidak terpenuhi dikarenakan dipaksa untuk menutupi aib mempelai perempuan. sehingga tidak memenuhi hak dan kewajibannya lagi sebagai seorang suami. Hubungan antara pihak perempuan dan pihak laki-laki pun menjadi tidak harmonis. Pada akhirnya mereka pisah rumah sampai sekarang dan masih dalam proses perceraian.

d. Pasangan keempat

Kasus pasangan keempat ini mempunyai latar belakang masalah yang sama dengan kasus pasangan ketiga. Yaitu mereka mengalami perjodohan karena adanya unsur paksaan dari pihak perempuan. Bahkan, pihak perempuan mendesak pihak laki-laki agar cepat menikahinya dikarenakan sudah hamil, padahal orang yang menghamili perempuan tersebut bukanlah dia saja.

WR 19 tahun, pendidikan SD dan DI 16 tahun, pendidikan SD Menikah dengan paksaan dari pihak istri pada tahun 2014, dikaruniai satu anak. Anak itu lahir ketika usia perkawinanya baru 4 bulan. Ketika dikonfirmasi mengenai penyebab terjadinya pernikahan WR merasa pada

(18)

awalnya dibohongi oleh pihak istri. Sebelumnya istri tidak mengatakan bahwa bukanlah WR saja yang menghamilinya. Dirinya sudah melakukan hubungan suami istri beberapa kali dengan orang lain. Orang lain yang telah menghamilinya tidak bertanggung jawab. Akhirnya WR dijebak dan dipaksa untuk bertanggung jawab untuk menutupi aib tersebut. Setelah akad nikah WR enggan untuk berhubungan badan dengan istri. Selain itu, di dalam bahtera rumah tangga juga sering terjadi pertengkaran akhirnya WR pergi dari rumah sehingga tidak memenuhi hak dan kewajibannya lagi sebagai seorang suami. Hubungan WR dengan istri dan keluarga istri pun menjadi tidak harmonis. Disamping masalah pada dirinya, keluarga WR juga tidak menyetujui pernikahan ini.

Pada kasus ini akhirnya mempelai laki-laki tidak ikhlas menikahinya ketika kebohongan yang dilakukan oleh mempelai perempuan terungkap. Sehingga hubungan antara pihak perempuan dan pihak laki-laki pun menjadi tidak harmonis. Sudah tidak bisa dibina dengan baik untuk mencapai keluarga yang tentram dan sejahtera. Pada akhirnya mereka pisah rumah sampai sekarang.

e. Pasangan kelima

TH (nama inisial) 24 tahun, pendidikan SLTA dan JI (nama inisial) 31 tahun, pendidikan SLTP menikah pada tahun 2014. Status JI adalah jejaka dengan TH istrinya perawan, pernikahannya dengan TH tersebut sah dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Wonotunggal Kab. Batang.

(19)

Dari hasil wawancara penulis dengan TH, banyak informasi yang didapatkan oleh penulis. Dalam proses wawancara tersebut TH mengatakan:

“Sebelum menikah, Bapak telah menjodohkan saya dengan JI (suamiku) yang kebetulan dia tetangga, orang tua suami datang kerumah untuk melamar saya. Namun demikian saya tidak tertarik dengannya. Saya sebenarnya sudah protes mbak terhadap keputusan Bapak. tapi rupanya Bapak tetap saja menjodohkan saya dengan suami mungkin karena selama ini Bapak menilai saya termasuk anak yang patuh, bahkan tidak pernah membantah setiap perintah orang tua, sehingga dalam hal perkawinanpun saya harus menurutinya dan dengan alasan saya sudah sepantasnya untuk menikah dan mau cari yang seperti apa lagi, nyatanya belum ada lelaki lain yang melamar. Akhirnya dengan sangat terpaksa mau tidak mau saya harus menikah dengan JI padahal sama sekali saya tidak mencintainya”.7

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa:

“Setelah akad nikah awalnya saya merasa keberatan dan tertekan dengan keadaan ini mbak. namun ketika waktu berjalan saya berusaha menerima keadaan karena mau tidak mau harus menerimanya dan dengan tujuan tidak ingin mengecewakan orang tua saya berusaha untuk mencintai dan menerima kehadiran suami dan akhirnya saya dikaruniai satu orang anak (witing tresno songko kulino).8

f. Pasangan keenam

Tidak jauh berbeda dengan pasangan kelima, pasangan keenam ini KN 33 tahun, pendidikan SLTA dan NH 19 tahun, pendidikan SLTA menikah pada tahun 2011. Status KN adalah jejaka dengan NH istrinya perawan, pernikahannya dengan NH tersebut sah dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Wonotunggal Kab. Batang.

Dan dari hasil wawancara penulis dengan KN dan NH tersebut KN merasa mencintai dan tertarik dengan NH, KN menilai NH termasuk gadis

7 Data dari hasil wawancara dengan saudari TH, tanggal 31 Juli 2015. 8 Data dari hasil wawancara dengan saudari TH, tanggal 31 Juli 2015

(20)

yang patuh, bahkan tidak pernah membantah setiap perintah orang tuanya, tetapi NH tidak mencintai KN. Terlihat ketika KN mengajak berbicara baik-baik NH selalu menghindar dan tidak pernah menghiraukan. Akhirnya dengan tujuan yang baik KN memutuskan datang kerumah NH untuk menemui orang tuanya untuk melamar NH dan NH tidak mencintai dan tertarik dengan KN. Karena sebenarnya NH sudah mempunyai teman dekat, katakanlah pacar. NH sudah protes terhadap perjodohan tersebut. NH juga sempat kabur dari rumah. tetapi rupanya tanpa sepengetahuan NH, Ayahnya tetap saja menjodohkan dengan KN karena ayahnya punya keyakinan terhadap perjodohan ini akan menemui kebahagiaan dan kesenangan terlihat dari segi ekonomi dan nasab keturunannya nanti karena KN dan keluarganya termasuk orang terpandang didesa ini. sehingga dalam hal ini NH harus menurutinya walaupun dengan sangat terpaksa. Setelah akad nikah awalnya NH merasa keberatan dan tertekan dengan keadaan ini namun ketika waktu berjalan NH berusaha menerima keadaan karena mau tidak mau harus menerimanya. NH berusaha untuk mencintai dan menerima kehadiran suami dan akhirnya NH dikaruniai satu orang anak.

g. Pasangan Ketujuh

Praktik perjodohan yang dialami pada pasangan ketujuh ini mempunyai latar belakang masalah yang sama dengan pasangan kelima dan keenam. Mereka memiliki faktor penyebab perjodohan yang sama, yaitu dipaksa oleh orang tua masing-masing. Awalnya mereka merasa

(21)

keberatan dan tertekan dengan perjodohan tersebut namun mereka berusaha menerima karena mau tidak mau harus menerima perjodohan tersebut dan pada akhirnya mereka dikaruniai satu orang anak.

Sebut saja SM 24 tahun, pendidikan SD dan NC 25 tahun, pendidikan SD menikah pada tahun 2013. Status NC adalah jejaka dengan SM istrinya perawan, pernikahannya tersebut sah dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Wonotunggal Kab. Batang.

Ketika dikonfirmasi mengenai penyebab terjadinya pernikahan SM dan NC Waktu itu SM masih bekerja di Jakarta, ternyata tanpa sepengetahuan dan persetujuannya, Ayahnya telah menjodohkan dengan NC yang kebetulan NC rekan bisnis ayahnya, NC anak orang kaya dan terpandang didesanya. Akhirnya SM dipaksa dan dijemput pulang oleh keluarga untuk menuruti dan menerima lamaran tersebut. Namun demikian SM tidak tertarik dengannya. SM sebenarnya sudah protes terhadap keputusan Ayahnya, namun karena sudah sepantasnya untuk menikah dan mau cari yang seperti apa lagi. Akhirnya dengan sangat terpaksa mau tidak mau SM harus menikah dengan NC padahal sama sekali SM tidak mencintainya. Pada awalnya meski SM dengan suami belum mengenal satu sama lain. Rumah tangga SM tampak bahagia tetapi kadang sering bertengkar, namun NC dengan penuh sabar rela melakukan apa saja demi SM. Akhirnya SM merasa kasihan dengan suami dan berusaha dengan berbagai cara untuk dapat menerima kehadiran suami.

(22)

Sehingga sampai sekarang bahtera rumah tangganya berjalan dengan baik dan dikaruniai seorang anak.

Dari penjelasan diatas, kasus perjodohan yang dialami oleh informan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok kasus. Kasus pasangan pertama dan kedua mempunyai alasan yang sama dalam perjodohan yang dialaminya yaitu dijodohkan murni oleh kedua orang tua masing-masing karena faktor ekonomi dan kondisi perempuan yang sudah cukup dewasa. Kasus pasangan ketiga dan keempat mengalami perjodohan karena adanya unsur paksaan dari pihak perempuan. Bahkan, pihak perempuan mendesak pihak laki-laki agar cepat menikahinya dikarenakan sudah hamil, padahal orang yang menghamili perempuan tersebut bukanlah dia saja. Kasus pasangan kelima, keenam dan ketujuh memiliki faktor penyebab perjodohan yang sama, yaitu dipaksa oleh orang tua masing-masing. Awalnya mereka merasa keberatan dan tertekan dengan perjodohan tersebut namun mereka berusaha menerima dan pada akhirnya mereka dikaruniai satu orang anak.

C. Pendapat Tokoh Masyarakat Desa Brokoh Kec. Wonotunggal Kab. Batang Terhadap Praktik Perjodohan Paksa Anak Gadis.

Di Desa Brokoh Kec. Wonotunggal Kab. Batang, sebagaimana penuturan salah satu tokoh masyarakat, terdapat pasangan yang melakukan perjodohan paksa yang mana kedua pasangan tersebut tidak saling mencintai dan tidak adanya komunikasi antara keduanya

(23)

Salah seorang tokoh masyarakat Desa Brokoh Kec. Wonotunggal Kab. Batang. Bapak Wasari mengatakan bahwasanya:

“Perjodohan dalam perkawinan tersebut dimaknai sebagai orang tua yang memiliki kekuasaan menikahkan anak gadisnya dengan laki-laki pilihannya, bukan pilihan anaknya. Perkawinan ini sah secara hukum asalkan memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh syari’at”.9

Sedangkan mengenai tanggapan dari perjodohan paksa tersebut beliau menjelaskan:

“Paksaan dalam pernikahan anak gadis tersebut, terjadi pada perempuan dalam kisaran usia yang sebenarnya cukup dan patut untuk menikah. Dalam masyarakat kami, Karena adanya kebiasaan turun temurun dari yang sudah ada sejak zaman orang tuanya terdahulu atau adanya kebiasaan orang jawa apalagi yang ada dipedesaan untuk cepat-cepat menikahkan anaknya yang sudah berumur. Begitu juga anak perempuan yang belum menikah sebagai perempuan yang tidak laku, telah mendorong para orang tua untuk mencarikan sekuat tenaga teman hidupnya Kondisi demikian terjadi karena beberapa faktor yang melatarbelakanginya diantaranya faktor ekonomi dan kehormatan. Orang tua memandang bahwa jika anaknya dijodohkan dengan keluarga yang kaya, terpandang dan terhormat didesa maka dengan dasar itulah orang tua menganggap anaknya akan mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan.”10

Lebih lanjut, Beliau juga menjelaskan:

“Paksaan terhadap anak gadis tersebut sebenarnya terjadi jauh hari sebelum dilaksanakannya akad nikah namun terlihat ketika melaksanakan ijab qabul dan resepsi pernikahan. Seorang perempuan yang sebenarnya tidak mau terpaksa mengikuti prosesi perkawinan itu. maka dengan murung dan bahkan menangis ia merenungi nasib yang menimpanya yang hal ini tidak sebagaimana mestinya seorang pengantin yang selalu menampakkan wajah berbinar, menebarkan senyuman dan cinta kasih dalam perkawinan”. 11

9 Data dari hasil wawancara dengan Bapak Wasari, Desa Brokoh, Kec.

Wonotunggal,Kab.Batang .tanggal 1 Agustus 2015.

10

Data dari hasil wawancara dengan Bapak Wasari, Desa Brokoh, Kec. Wonotunggal,Kab.Batang .tanggal 1 Agustus 2015.

11 Data dari hasil wawancara dengan Bapak Wasari, Desa Brokoh, Kec.

(24)

Disamping itu beliau juga menggemukakan dampak dari perjodohan paksa tersebut diantaranya:

“Pergaulan dalam keluarga tidak ma’ruf, timbul kekerasan dalam rumah tangga dan bisa berujung pada perceraian”.12

Berdasarkan wawancara diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Perjodohan itu sah secara hukum. Asalkan memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh syari’at. Ketika ada kasus semacam itu, umumnya disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor nilai dan norma,baik agama sebagai sebuah keyakinan maupun budaya masih kokoh. Seperti kewajiban orang tua untuk mencarikan pasangan hidup atau dalam bahasa jawa dikenal dengan mentaske yang berarti kewajiban orang tua untuk membawa anak perempuan menuju jenjang perkawinan dengan pasangan yang telah ditentukan olehnya. Begitu juga stigma terhadap anak perempuan yang belum menikah sebagai perempuan yang tidak laku, telah mendorong para orang tua untuk mencarikan sekuat tenaga teman hidupnya

Biasanya kasus semacam itu pihak keluarga laki-laki mendatangi keluarga pihak perempuan untuk melamarnya. Dan pihak keluarga perempuan langsung saja menerima lamaran tanpa memperhatikan persetujuan anak gadisnya. Pihak yang melakukan perjodohan paksa terhadap putrinya bukan saja dilakukan oleh kalangan masyarakat bawah, tapi juga oleh lapisan masyarakat tengah keatas. Kondisi demikian terjadi

12 Data dari hasil wawancara dengan Bapak Wasari, Desa Brokoh, Kec.

(25)

karena beberapa faktor yang melatarbelakanginya diantaranya faktor ekonomi dan kehormatan. Orang tua memandang bahwa jika anaknya dijodohkan dengan keluarga yang kaya, terpandang dan terhormat didesa maka dengan dasar itulah orang tua menganggap anaknya akan mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 286 ayat (3) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

Penilaian proses dan hasil dalam pendidikan karakter di SMA Negeri 5 Gorontalo Utara dilakukan secara individual, kelompok (kelas) dan berkelanjutan. Hasil penilaian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian korelasional ini adalah apakah terdapat hubungan positif

Selanjutnya, jika melihat beberapa kebijakan seperti yang telah disebutkan di atas, gaya kepemimpinan yang kemudian dapat mendeskripsikan beberapa kebijakan yang dilakukan

Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seluruh jumlah pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan jumlah dana pihak

coli pada penyajian MP-ASI lokal, maksudnya adalah penjamah makanan yang mengeringkan tangan menggunakan lap bersih menjadi berisiko terhadap

2.. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semua standar keselamatan pasien bertujuan untuk tercapainya sasaran. Pertanyaan yang paling mendasar yang ingin disampaikan

komunitas Bike To Work (B2W) digunakan model yang diadopsi dari Golob dan Hensher (1997), yaitu model yang menggunakan persamaan-persamaan struktural ( structural equation model