• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani seseorang, selaras dengan alam dan masyarakatnya (Hutauruk, 2016). Pendidikan sangat penting bagi semua orang, agar setiap orang dapat mengalami perubahan di dalam kehidupannya. Perubahan tersebut mengarah kearah yang lebih baik, sehingga kehidupan mereka mencapai kesempurnaan.

Ki Hajar Dewantara (dalam Rosdiana, 2009) mengemukakan bahwa pendidikan adalah upaya memberi tuntutan pada segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka baik secara individu maupun sebagai anggota masyarakat, dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin yang setinggi-tingginya.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana, untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar siswa aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya. Tujuan Pendidikan Nasional ialah mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang mengundang siswa untuk aktif dalam mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.

Berdasarkan tujuan pendidikan diatas Pendidikan Agama Kristen hadir untuk mengajarkan serta membimbing peserta didik agar menjadi pribadi yang memiliki iman kepercayaan dan bertakwa kepada Tuhan, serta memiliki akhlak yang mulia. Pendidikan Agama Kristen merupakan proses pembelajaran yang berdasarkan Alkitab, berpusat

(2)

kepada Kristus dan bergantung kepada Roh Kudus, untuk membimbing anak didik mengenal dan bertingkah laku seperti Kristus, serta memahami kehendak Allah dalam hidupnya.

Pendidikan Agama Kristen dapat dilakukan di sekolah, di gereja, di keluarga dan di lingkungan masyarakat. Dengan pengajar yang berbeda seperti di sekolah ialah guru, di gereja ialah majelis jemaat, di keluarga ialah orang tua,di masyarakat ialah orang dewasa yang dituakan oleh masyarakat sekitar, dengan cara yang sama ialah secara Kristiani, atau dengan cara-cara yang Kristus lakukan untuk mengajar.

Pendidikan Agama Kristen juga dapat diberikan kepada semua kalangan orang, baik kepada anak-anak, remaja, dewasa, orang tua atau keluarga dan lansia. Sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing kalangan orang, dengan tujuan agar Pendidikan Agama Kristen ini dapat diterima dan tepat sasaran, karena setiap kalangan memiliki masalah dan tujuan kenapa mereka perlu Pendidikan Agama Kristen.

Remaja merupakan objek yang sangat perlu diberikan Pendidikan Agama Kristen, karena masa-masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak dan masalah. Di mana perlu mereka dapati pertama kali di keluarga mereka dengan bantuan dari didikan orang tua mereka yang secara Kristiani. Mendidik secara Kristiani berarti ialah semua kegiatan mendidik yang dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan Iman Kristen.

Orang tua bertanggung jawab mendidik anak-anaknya karena Tuhan telah memberikan mandat kepada mereka agar memberikan pengajaran tentang Tuhan kepada anak-anaknya. Supaya anak-anak mengenal siapa Tuhan dan percaya kepada Tuhan serta mendapat keselamatan dari Tuhan. Pengajaran tersebut harus berlangsung secara berulang-ulang dan di mana pun, (Ulangan 6:7) menyatakan “haruslah engkau

(3)

mengajarkannya secara berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau sedang berbaring dan apabila engkau bangun”.

Namun kenyataan yang terjadi di lapangan jauh dari apa yang diharapkan oleh tujuan pendidikan diatas. Khususnya di Jalan Jaring Udang III, Lk. 28, Kel. Pekan Labuhan, Kec. Medan Labuhan, Kota Medan, Sumatera Utara. Banyak terdapat masalah-masalah pendidikan yang dilakukan oleh remaja, seperti, pada tanggal 25 April 2020 terjadi keributan di lingkungan yang disebabkan oleh remaja yang membuat kerusuhan di lingkungan. Masalah ini dibenarkan oleh kepala lingkungan 28 yang menyatakan “perbuatan yang dilakukan oleh remaja tersebut terjadi pada pukul 22.00 Wib, di mana remaja tersebut menghidupkan musik dengan keras di halaman rumahnya yang menyebebkan tetangga merasa terganggu dan memicu terjadinya keributan.

Selain itu sekolompok remaja di lingkungan 28 sering melakukan perbuatan yang meresahkan warga sekitar lingkungan 28 seperti perbuatan melempar-lempar rumah warga, mengganggu tetangga yang tinggal sendirian di dalam rumahnya, menghina orang tua, dll. Kejadian ini dibenarkan oleh seorang warga yang diganggu di dalam rumahnya yaitu ibu E. Sihotang menyatakan “kejadian itu telah sering terjadi sekelompok remaja tersebut sering membalikkan sekring lampu yang menyebabkan lampu di rumahnya menjadi padam pada malam hari”

Tidak hanya itu, di zaman digital saat ini banyak dari para remaja lingkungan 28 yang menyalah gunakan kemajuan teknologi saat ini. Seperti halnya banya informasi yang tidak tersaring dan diterima begitu saja oleh anak remaja yang menyebankan perubahan tingkah laku dan pola piker negatif. Remaja mulai menutup diri dan membngun

(4)

pagar-pagar pribadi di sekitar hidupnya, dan mulai merasa nyama dengan dunia dan dirinya sendiri. Kelompok ini mulai egois, tidak memikirkan orang lain dikarenakan informasih yang dibutuhkannya dengan mudah diperoleh. Dari segi cara pandang, para remaja saat ini melihat kehebatan teknologi informasi dan pengetahuan sebagai “dewa” yang mampu membuat hidup manusia menjadi baikdan indah, manusia memuja teknologi sebagai hasil karyanya dan mengesampingkan Tuhan yang meletakkan pengetahuaan.

Firman Tuhan digeserkan oleh teknologi dan pengetahuan yang menyebabkan manusia khususnya anak remaja kehilangan dasar yang menjadi penuntun hidup, hal ini membawa dampak buruk bagi perilaku, kerohanian, sosial dan karakter anak remaja di daerah tempat penelitian penulis. Semua ini terjadi Karena keluarga secar khusus orang tua tidak menjalankan PAK dengan serius di dalam keluarga terhadap remaja.

Berdasarkan masalah diatas maka penulis ingin memberikan solusi untuk masalah tersebut yaitu dengan peran orang tua sebagi keluarga cyber smart (pintar dalam teknologi) dalam mendidik remaja secara Kristiani. Ada kutipan menyatakan “Segala sesuatu bermula dari keluarga” adalah sebuah pernyataan klasik tentang pentingnya peran keluarga dalam pembangunan seorang manusia yang menjadi unit individual dari sebuah masyarakat.

Generasi Cyber Smart adalah generasi yang mampu memetik berbagai keuntungan dan manfaat dari kemajuan teknologi digital dan meminimalisirkan aspek negatif yang mengikutinya. Generasi Cyber Smart ini tidak terjadi secara sendirinya, anak-anak memerlukan orang dewasa Cyber Smart yang dengan tulus hati bersedia membatu mereka menjadi Cyber Smart, yang mampu menjadi inspirasi baginya, menyediakan

(5)

berbagai hikmat dari Tuhan dan bimbingan yang dibutuhkannya untuk memilih serta memilah segala sesuatu yang disodorkan teknologi kepadanya setiap saat.

Bagi generasi digital tidak ada tempat yang lebih baik dan ideal selain keluarga Cyber Smart yang menerima dan mengasihinya dengan tulus. Orang tua tidak dapat menarik remaja dari perkembangan teknologi, tetapi orang tua ikut serta dalam dunia remaja. Orang tua harus mendampingi dan mampu untuk memilah setiap informasi yang diperoleh dan membimbing anak remaja mengikuti perkembangan yang terjadi.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang : “Peran Orang Tua Sebagai Keluarga Cyber Smart dalam Mendidik Remaja Secara Kristiani di Jalan Jaring Udang III, LK 28, Kel. Pekan Labuhan, Kec. Medan Labuhan, Kota Medan, Sumatera Utara. ”

Identifikasi Masalah

Usman dan Purnomo (2008) mengemukakan suatu tahap permulaan dari penguasaan masalah yang mana suatu objek tertentu dalam situasi tertentu dapat kita kenali sebagaimana suatu masalah. Maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Seorang remaja suka menyebabkan kerusuhan di lingkangan melakukan perbuatan

yang tidak baik seperti mencuri di lingkungan tempat tinggalnya.

2. Sekelompok remaja sering melakukan perbuatan yang membuat warga resah terhadap mereka.

(6)

3. Para remaj sering menyalah gunakankan perkembangan teknologi saat ini dengan menerima semua informasi yang didapatkan secara mudah, sehingga menyebabkan sifat dan perilaku yang negatif bagi mereka.

(7)

Batasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah tentang metode yang mengitari kajian ini dan agar penelitian lebih terarah dan memberikan pemahaman kepada pembaca, maka penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti hanya pada Peran Orang Tua Sebagai Keluarga Cyber Smart dalam Mendidik Remaja secara Kristiani di Jalan Jaring Udang III, LK 28, Kel. Pekan Labuhan, Kec. Medan Labuhan, Kota Medan, Sumatera Utara.

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan batasan masalah diatas dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah terdapat Peran Orang Tua Sebagai Keluarga Cyber Smart dalam Mendidik Remaja secara Kristiani di Jalan Jaring Udang III, LK 28, Kel. Pekan Labuhan, Kec. Medan Labuhan, Kota Medan, Sumatera Utara?

Tujuan Pendidikan

Tujuan pelaksanaan penelitian ini antara lain: untuk mengetahui apakah terdapat Peran Orang Tua Sebagai Keluarga Cyber Smart dalam Mendidik Remaja secara Kristiani di Lingkungan 28 Kec. Medan Labuhan, Kota Medan, Sumatera Utara.

(8)

Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka yang menjadi manfaat penelitian adalah: Manfaat umum:

1. Sebagai bahan masukan bagi pembaca terutama bagi guru, khususnya guru PAK dalam menambah wawasan mengenai pengajaran Pendidikan Agama kristen yang sebenarnya.

2. Sebagai bahan masukan bagi orang tua dan keluarga dalam memberikan Pendidikan Agama Kristen pada Remaja.

3. sebagai bahan bacaan atau refrensi dalam perpustakaan Universitas HKBP Nommensen Medan.

Manfaat khusus:

1. Sebagai syarat kelulusan Sarjana Pendidikan Agama Kristen (S1). 2. Memberikan masukan yang berguna bagi peneliti selanjutnya.

3. Menambah wawasan bagi penulis sebagai calon guru yang nantinya akan terjun ke lapangan dalam mengajar.

(9)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Kerangka Teoritis

Pengertian Peran Orang Tua

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), peran yaitu perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Sedangkan menurut Hamalik (2011) menyatakan bahwa peran adalah pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri-ciri khas semua petugas dari pekerjaan atau jabatan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa peran yaitu suatu pola tingkah laku yang merupakan ciri-ciri khas yang dimiliki seseorang sebagai pekerjaan atau jabatan yang berkedudukan dimasyarakat.

Sebelum membahas pengertian dari orang tua terlebih dahulu harus memahami pengertian dari keluarga, karena orang tua merupakan bagian dari keluarga yang ada di dalamnya. Menurut Jhonson (2004) keluarga adalah kelompok social terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab diantara individu tersebut. Di dalam buku yang sama juga dijelaskan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Menurut Tafano (2018), keluarga merupakan lingkungan yang terutama melakukan pembentukan sosial anak untuk menentukan tujuan seorang anak dan tempat tumbuh kembang. Sependapat dengan ini Diana (2019), menyatakan bahwa keluarga adalah

(10)

komunitas terkecil yang memiliki banyak pengaruh bagi masa depan anak tersebut. Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak untuk belajar, berinterasi, dan mengenali banyak hal. Keluarga juga merupakan sebuah tempat bagi seorang anak untuk membawa pengalamannya, sehingga peran orang tua untuk mendidik anak sangat berpengaruh besar bagi masa depan anak.

Sedangkan pengertian orang tua menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah terdiri dari ayah dan ibu kandung. Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan menjadi contoh di dalam keluarga, terutama untuk anak-anaknya karena orang tua yang menginterprestasikan tentang dunia dan masyarakat pada anak-anaknya.

Menurut Maulani dalam (Pratiwi 2010), peran orang tua adalah seperangkat tingkah laku dua orang, ayah dan ibu dalam bekerja sama dan bertanggung jawab berdasarkan keturunannya sebagai tokoh panutan anak semenjak terbentuknya pembuahan terhadap stimulus tertentu, baik berupa bentuk tubuh maupun sikap dan moral spiritual serta emosi anak yang mandiri.

Orang tua atau ayah dan ibu memegang peranan penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anak. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang biasanya selalu ada disampinya. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh, dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahap tertentu yang mengantarkan anak untuk siap dalam kehidupan masyarakat yang akan dijalaninya.

Dari pengertian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa peran orang tua adalah seperangkat tingkah laku yang dilakukan oleh orang tua atau ayah dan ibu dalam

(11)

membingbing, mengajari, dan menuntun anak-anaknya serta bertanggung jawab atas keperluan dan kebutuhan anak-anaknya dan mengantarkan anak-anaknya agar siap menjalani kehidupan dirinya sendiri serta mampu hadir di tengah-tengah masyarakat.

Peran Orang Tua dalam Keluarga

Keluarga merupakan lembaga yang paling penting dalam membentuk kepribadian anak. Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa esensi pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga, sedangkan sekolah hanya berpartisipasi (Sochib, 2000). orang tua memiliki peran paling besar untuk mempengaruhi anak pada saat anak peka terhadap pengaruh luar, serta mengajarkannya selaras dengan temponya sendiri. Orang tua adalah sosok yang seharusnya paling mengenal kapan dan bagaimana anak belajar sebaik-baiknya (Sunar, 2007).

Dalam proses perkembangan anak, peran orang tua menurut Muthmainnah (2012) antara lain:

a. Mendampingi

Setiap anak memerlukan perhatian dari orang tuanya. Sebagian orang tua bekerja dan pulang ke rumah dalam keadaan lelah. Bahkan ada juga orang tua yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di luar rumah, buhkan berarti mereka gugur dalam kewajiban mereka untuk mendampingi dan menemani anak-anak ketika di rumah. Meski hanya dengan waktu yang sedikit, namun orang tua bisa memberikan perhatian yang berkualitas dengan focus menemani anak, seperti: mendengar ceritanya, bercanda atau bersenda gurau, bermain bersama dan sebagainya.

(12)

b. Menjalin komunikasi

Komunikasi merupakan hal terpenting dalam hubungan orang tua dan anak, karena komunikasi merupakan jembatan yang menghubungkan keinginan, harapan dan respon masing-masing pihak. Melalui komunikasi, orang tua dapat menyampaikan harapan, masukan dan dukungan pada anak. Begitu pula sebaiknya, anak dapat bercerita dan menyampaikan pendapatnya. Komunikasi yang diwarnai dengan keterbukaan dan tujuan yang baik dapat membuat suasana yang hangat dan nyaman dalam kehidupan keluarga.

c. Memberikan kesempatan

Orang tua perlu memberikan kesempatan kepada anak. Kesempatan pada anak dapat dimaknai sebagai suatu kepercayaan. Tentunya kesempatan ini tidak hanya sekedar diberikan tanpa adanya pengarahan dan pengawasan. Anak akan tumbu menjadi sosok yang percaya diri apabila diberikan kesempatan untuk mencoba, mengekspresikan, dan mengeksplorasi dan mengambil keputusan. Kepercayaan merupakan unsur esensial, sehingga arahan, bimbingan dan bantuan yang diberikan orang tua kepada anak akan “menyatu”dan memudahkan anak menangkap maknanya.

d. Mengawasi

Pengawasan mutlak diberikan pada anak agar anak tetap dapat dikontrol dan diarahkan. Tentunya pengawasan yang dimaksud bukan berarti dengan memata-matai dan main curiga. Tetapi pengawasan yang dibangun dengan dasar komunikasi dan keterbukaan. Orang tua perlu secara langsung dan tidak langsung

(13)

untuk mengamati dengan siapa dan apa yang dilakukan oleh anak, sehingga dapat meminimalisir dampak pengaruh negatif pada anak.

e. Mendorong atau memberikan motivasi

Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku terhadap tujuan. Motivasi bisa muncul dari diri individu (internal) maupun dari luar individu (eksternal). Setiap individu merasa senang apabila diberikan penghargaan dan dukungan atau motivasi. Motivasi menjadikan individu menjadi semangat dalam mencapai tujuan. Motivasi diberikan agar anak selalu berusaha mempertahankan dan meningkatkan apa yang sudah dicapai. Apabila anak belum berhasil, maka motivasi dapat membuat anak pantang menyerah dan mau mencoba lagi.

f. Mengarahkan

Orang tua memiliki posisi strategis dalam membantu agar anak memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri.

Orang tua, tanpa ada yang memerintah langsung memikul tugas sebagai pendidik, yang bersifat sebagai pemelihara, sebagai pengasuh, sebagai pembimbing, sebagai pembinan maupun sebagai guru, dan pemimpin terhadap anak-anaknya. Maka orang tua sebagai keluarga harus dan merupakan kewajiban untuk memerhatikan anak-anaknya serta mendidiknya ( Syaiful;Hefniy, 2018).

Dalam hubungan antara orang tua dan anak memiliki tiga tujuan utama yaitu: a) Memastikan kesehatan dan keselamatan anak-anak, b) Mempersiapkan anak-anak untuk hidup sebagai orang dewasa yang produktif, c) Menurunkan nilai-nilai budaya.

(14)

Dimana keberhasilannya ditentukan oleh hubungan yang sehat dan berkualitas antara orang tua dan anak. Dengan demikian pembentukan karakter anak diawali dari didikan kedua orang tuanya, baik ayah maupun ibu. Lingkungan keluarga merupakan pendidikan karakter pertama yang mampu memberikan pengaruh terhadap terbentuknya seorang anak. Orang tua dan sekolah merupakan dua unsur yang memiliki keterikatan yang kuat satu sama yang lain.

Pengertian Keluarga Cyber Smart

Menurut Pratama,H.C (2012), keluarga Cyber Smart adalah keluarga yang mampu memetik berbagai keuntungan dan manfaat dari kemajuan teknologi digital dan meminimalisirkan aspek negatif yang mengikutinya. Menjadi keluarga Generasi Cyber Smart ini tidak terjadi secara sendirinya, anak-anak memerlukan orang dewasa Cyber Smart yang dengan tulus hati bersedia membatu mereka menjadi Cyber Smart, yang mampu menjadi inspirasi baginya, menyediakan berbagai hikmat dari Tuhan dan bimbingan yang dibutuhkannya untuk memilih serta memilah segala sesuatu yang disodorkan teknologi kepadanya setiap saat. Bagi Generasi Digital tidak ada tempat yang lebih baik dan ideal selain keluarga Cyber Smart yang menerima dan mengasihinya dengan tulus.

Menurut Syaifuddin (2019), keluarga cyber smart parenting didefinisikan sebagai keseluruhan yang dapat orang tua lakukan, hal yang baik yang besar maupun yang kecil, hari demi hari, yang dapat menciptakan keseimbangan lebih sehat dalam keluarga baik orang tua maupun anak-anak. Tindakan orang tua harus menekankan pentingnya

(15)

perasaan dan membantu orang tua dan anak-anak mengatasi serangkaian emosi dengan pengendaliaan diri.

Sedangkan menurut Asoloihin (dalam Syaifuddin, 2019), keluarga cyber smart adalah upaya pendidikan secara cerdas yang dilaksanakan oleh orang tua dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di dalam keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Pengasuhan Smart Parenting adalah sebuah proses membawa hasil akhir, melindungi dan membimbing menuju kehidupan baru, menyediakan sumber daya dasar, cinta, perhatian, dan nilai-nilai. Meskipun hubangan antara setiap orang tua dan anak adalah unik, secara umum dapat digambarkan sebagai serangkaian tindakan dan interaksi dari orang tua untuk kepentingan anak-anaknya.

Dari pengertian diatas maka penulis mearik kesimpulan tentang keluarga cyber smart adalah keluarga yang mampu memetik berbagai kemajuan teknologi saat ini untuk kepentingan pengajaran dan didikan orang tua secara cerdas kepada anak-anaknya agar anv ak-anaknya dapat mengatasi serangkaian emosi dan pengendalian diri dalam memanfaat serta memilah kebutuhan yang ditawarkan kemajuan teknologi saat ini.

Sistem Ideal Keluarga Cyber Smart

Menurut Pratama(2012), keluarga adalah sebuah system, dan system keluarga adalah pola kehidupan yang terbentuk di dalamnya. System menjelaskan mengenai cara sebuah keluarga berfungsi dan berinteraksi, menggambarkan struktur keluarga tersebut, yaitu tentang peran apa yang dimainkan tiap anggota keluar di dalam system tersebut dan peraturan apa yang mengatur bagaimana keluarga ini berfungsi dari hari ke hari.

Untuk menjadi rumah keluarga ideal bagi generasi cyber smart, salah satu cara melakukan yang harus berubah adalah berkenaan dengan system keluarga. Mengkaji

(16)

tantangan yang didatangkan oleh revolusi teknologi digital, dan kebutuhan yang dimiliki generasi digital, system keluarga yang baik sangat diperlukan untuk membangun anak-anak ini menjadi generasi Cyber Smart. Sepaham dengan Don Tapscoott, Pratama menjelaskan bahwa sistem yang relevan untuk menjawab tantangan dan kebutuhan tersebut adalah sistem terbuka dan seimbang.

Pengukuran terhadap keluarga terbuka dilakukan atas dasar adanya lima sisfat di dalam sistem hidup berkeluarga, yakni adanya tatanan, tujuan, kemampuan beradaptasi, keterbukaan pada masukan, kemampuan mengatasi konfik:

a. Tatanan, sistem keluarga yang terbuka biasanya terorganisir. Setiap anggota yang hidup di dalamnya memiliki peran tertentu dan sadar akan tanggung jawabnya di dalam keluarga. Peraturan di dalamnya terjabar dengan baik.

b. Tujuan, keluarga terbukamemiliki arah, tujuan dan sasaran yang jernih. Vitalitas kehidupan berkeluarganya ditandai oleh tujuan, visi dan misi yang dimilikinya. Karena memiliki visi, keteraturan terlihat di dalam pola hidup berkeluarga. “Bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat. Berbahagialah orang yang berpegang pada hukum”. (Amsal 29:18).

c. Kemampuan beradaptasi, anggota yang hidup dalam keluarga ini memiliki kelenturan dan kesediaan untuk mengalami perubahan bersama. Ketika kesalahan terjadi, masing-masing mau mengakui dan bersedia memulai perubahan.

d. Keterbukaan pada masukan, di jantung dari sistem keluarga keterbukaan terhadap komunikasi dan kepercayaan yang sehat antara satu sama yang lain.

(17)

e. Kemampuan mengatasi konflik, dalam sistem yang terdiri dari kebahagian yang berbeda, konflik pasti akan muncul. Namun anggota keluarga dalam sistem terbuka, senantiasa berusaha untuk menyelsaikan konflik yang ada. sehingga keluarga ini selalu memiliki harapan besar untuk bertumbuh dan berkembang bersama secara sehat.

Menurut teori ini juga, kita bisa membagi sistem keluarga menjadi lima tipe yaitu: kaku, kacau, buyar, baur, dan seimbang.

a. Kaku, adalah sistem keluarga dengan satu pemimpin utama. Pemimpin menuntut semua anggota keluarga untuk melakukan perintah pemimpin atau jika tidak demikian akan mengalami konsekuensi tertentu. Peraturan yang digariskan dalam keluarga ini bersifat ketat, legalistis bahkan terkadang diterapkan dengan gaya militer. Disiplin yang ditegakkan dalam keluarganya kasar dan keras. Pemimpin dalam sistem ini sangat mengendalikan dan memaksa. Hubungan orang tua dan anak yang terjadi: Orang tua membuat tuntutan yang tinggi dalam segala sesuatu secara ekstrim. Biasanya komunikasi dalam keluarga ini tidak berkembang.

b. Kacau, di kutub lain dari keluarga kaku adalah sistem keluarga kacau. Di dalam keluarga ini hanya ada sedikit atau sama sekali tidak ada kepemimpinan. Anggota keluarga mungkin mendiskusikan masalah, namunmengalami berbagai kebingungan bagaimana menyelesaikannya. Hubungan orang tua mendisiplinkan anak tapi berlangsung secara impulsive dan sering kali secara salah. Aturan dan batasan dalam keluarga ini kabur, tidak jelas dan tidak dipahami.

c. Buyar, dalam keluarga dengan sistem buyar, tidak ada leintiman di antara anggotanya. Setiap orang adalah unit mandiri dan terisolasi. Walaupun

(18)

masing-masing saling mengasihi, namun tidak pernah mau dengan sungguh-sungguh menyediakan waktu untuk bersama. Anggota tidak memiliki ikatan, hidupnya tidak saling berhubungan dan mereka sangat jarang berkomunikasi. Mereka sulit membangun ikatan, sehingga hanya ada sedikit kesetiaan kepada satu sama lain dan masing-masing sangat independen, dan membuat keputusan masing-masing. d. Baur, keluarga ini menunjukkan kedekatan yang tidak sehat. Anggotanya sangat

lengket dan melekat satu sama lain. Orang tua sangat terserap dengan gaya hidup anak-anaknya, sehingga mengabaikan pernikahannya sendiri. Mereka menjadi orang tua super protektif. Individu yang terjalin dalam keluarga yang baur, hidup dalam sistem tanpa batas yang jelas.

e. Seimbang, di dalam keluarga seimbang, terlihat saling ketergantungan yang sehat. Tempat ini menjadi sarang yang aman bagi setiap orang, batasan yang jelas dihargai dan dihormati. Peraturan ditegakkan dengan adil, dipahami oleh orang dan diterapkan secara konsisten. Keluarga ini menghargai kepemimpinan yang lentur dan terus beradaptasi secara dinamis. Peran yang ada dari anggota ini terlihat jelas, ayah adalah ayah, ibu adalah ibu, anak adalah anak. Masing-masing anggota menunjukkan tanggung jawab yang terbagi secara adil. Selain itu keluarga ini mengajarkan tentang nilai apa yang benar dan salah. Mereka memupuk percakapan dan waktu keluarga, berbagi waktu santai, ada keseimbangan antara mendengarkan dan berbagi, serta memiliki kesamaan inti kerohanian. Ketika ada masalah mereka mengakuinya dan tidak enggan mencari bantuan. Sistem inilah yang paling kondusif untuk membangun generasi digital Cyber Smart.

(19)

Sebaiknya orangtua generasi digital menganut sistem yang lebih terbuka, di mana hubungan antara orang tua dan anak berlangsung demokratis. Anak-anak menjadi pusat perhatian para orangtua. Pandangan dan pendapatnya bagi keluarga diperhatikan dan perasaannya diperhitungkan. Generasi ini tidak merasa perlu mencari kebebasan di luar rumah, sehingga isu membrontak untuk keluar rumah tidaklah masalah bagi mereka, karena mereka mendapat kebebasan di dalam rumah, khususnya mereka sedang online. Dengan akses internet dari gadget mobile yang dibelikan orangtuanya kepada mereka dan mereka bisa online di manapun, dan hal itu sama dengan kebebasan, sambil tetap berada di dekat orang tuanya.

(20)

Cara Pengasuhan Keluarga Cyber Smart

Salah satu strategi yang sangat penting, bahkan lebih penting dai apapun bagi keluarga cyber smart adalah pengasuhan yang berfokus pada pembangunan landasan nilai. Pengasuhan berfokus pada landasan nilai maksudnya adalah sangat mendesak dan kritikal bagi setiap orang tua untuk membicarakan, membahas dan menumbuh kembangkan perangkat nilai dalam diri generasi ini. Sehubungan dengan hal itu, setiap orang tua perlu mengklarifikasi dan mengajarkan nilai-nilai luhur keimanan ataupun moralitas kepada anak-anaknya serta mengkondusifkan proses internalisasinya (proses diterima dan tertanamnya nilai dalam diri seorang anak).

Strategi ini sebenarnya mengacu mundur kepada apa yang diperintahkan Tuhan melalui Musa untuk disampaikan kepada setiap kepala keluarga Israel ketika mereka mencapai tepian perbatasan dan siap untuk menduduki Tanah Kanaan dan memulai kehidupan menetap, serta membangun kehidupan berkeluarga yang mapan (Ulangan 6:6-9). Perintah yang popular dikenal sebagai doa shema atau pengakuan iman oleh orang Israel ini menyingkapkan tentang pokok terpenting dari pengasuhananak yang berfokus pada nilai-nilai.

Perangkat nilai ini dibangun diatas dasar: pengkuan akan ke-Tuhan-an Allah yang Esa; penggenapan tujuan keberadaan kita sebagai manusia yang diciptakan oleh-Nya, yakni untuk membangun relasi kasih dengan-Nya; serta menaati atau hidup sesuai dengan maksud dan ketetapan-Nya atas segala sesuatu ketika Dia menciptakan dan menetapkannya pada mulanya. Untuk itu, setiap orang tua dituntut untuk memperlengkapi dirinya dengan pemahaman akan kebenaran dan kehendak Tuhan, serta

(21)

secara proaktif dan konsisten mengajarkan anak-anaknya baik secara formal maupun informal, lewat proses peneladanan disepanjang rentang pengasuhan.

a. Dari mata turun ke hati, dari hati turun ke aksi

Dimulai dengan keimanan yang kokoh dan keimanan orang tua yang otentik (Ulangan 6:4-5), setiap kita dimintak untuk memasuki prosesnya dengan penuh kesadaran dan kesengajaan. Pertama-tama pengkondisian lewat disiplin rohani yang dirsncsng dengan hati-hati, selanjutnya diikuti dengan inspirasi praktik hidup keimanan orang tua yang menglirkan pengajaran formal yang terjalindengan halus dan alamiah kedalam setiap kesempatan dalam ruang hidup yang dijalani bersama.

Sebagai keluarga kita bisa menggunakan berbagai cara baik berupa ketekunan repetisi yang kreatif, maupun story teling yang bisa dilakukan ketika mengantar anak (yang lebih kecil) tidur, ataupun nonton bareng (movie clinics) klip youtube inspirasional dengan anak yang lebih besar/remaja (ayat 7). Lalu dikuti dengan menegaskan dan menegakkan nilai-nilai yang diajarkan lewat perbuatan/aplikasi praktis (tangan) maupun pikiran/pembangunan konsep nilai (dahi) (ayat 8). Semua nilai dan kebenaran yang dihidupi harus nyata terlihat dan dikenali dalam situasi sehari-hari di rumah dan nyata pula teramati oleh orang lain diluar rumah, dimanapun anggota kita berada (ayat 9).

b. Transfer nilai dan kekuatan hubungan

Sistem keluarga yang terbuka hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak, memungkinkan bagi meraka untuk membicarakan apa saja yang mengalir

(22)

dan terbuka. Kekuatan hubungan diantara mereka mengkondusifkan pengaruh dan penyebrangan nilai dari orang tua kepada anak berlangsung secara efektif.

Pakar teori attachment mengamati bahwa jika orang tua dan anak memiliki hubungan attachment (kelekatan) yang secure (aman), maka transfer nilai menjadi efektif. Hal ini bisa dipahami karena dalam hubungan kelekatan yang aman, anak dan orang tua sama-sama menikmati kedekatan yang nyaman. Anak mempercayai orang tua sebagai figur penting dan sumber kepastian akan cinta serta kepedulian orang tua kepadanya memungkinkan anak mempercayai dirinya kepada orang tua.

Untuk membangun anak-anaknya untuk menjadi genarasi digital cyber smart, setiap orangtua perlu membicarakan kepada kita tentang apaitu hidup dan bagaimana seharusnya kita hidup sebagai seorang anak Tuhan. Nilai-nilai Kristiani itu diantaranya: apakah yang menjadi keyakinan tentang Tuhan? Seperti apa etika dan moral Alkitabiah? Apa itu dosa dan arti penebusan Kristus? Siapakah manusia? Tentang uang? Arti keluarga dan pernikahan, hiburan dan menyangkut kepada bahaya dari ekses negatif media digital berjaring internet.

(23)

Pengertian mendidik

Kata mendidik adalah kunci dari pendidikan. Mengingat hal itu, sangat penting untuk dipahami hakikat mendidik yang bermakna luhur dalam proses pendidikan. Mendidik menurut Lageveld adalah mempengaruhi dan membimbing anak dalam usahanya mencapai kedewasaan. Ahli lainnya, yaitu Hoogveld mengatakan mendidik membantu anak supaya ia cukup cakap menyelenggarakan tugas hidupnya. Menurut tokoh pendidikan yang tidak asing lagi bagi bangsa Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara mengatakan, mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Berdasarkan pengertian para ahli diatas maka penulis mengambil kesimpulan bahwa mendidik adalah perbuatan yang mempengaruhi dan membimbing anak dalam mencapai tujuan dan arah hidup dalam mencapai kedewasaan, dan menuntun mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat sehingga mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Pengertian Remaja

Remaja, yang bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin adolescare yang artinya”tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”(Ali &Astori, 2006). Menurut Rice (menurut Rice (dalam Gunarsa,2004), masa remaja adalah masa peralihan, ketika individu tumbuh dari masa anak-anak menjadi individu yang memiliki kematangan.

Pada masa tersebut ada dua hal penting menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri. Dua hal tersebut adalah, pertama, hal yang bersifat eksternal, yaitu

(24)

pada perubahan lingkungan, dan kedua aalah halbersifat internal, yaitu karakteristik di dalam diri remaja yang membuat remaja relatif lebih bergejolak dibandingkan dengan masa perkembangan lainnya (strom and stress period).

Menurut Desmita (dalam Hidayati, 2016) masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting yang meliputi pencapaian hubungan yang matang dengan teman sebaya, dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, menerima keadaan fisik dan mampu menggunakanya secara efektif, mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Memilih dan mempersiapkan karier dimasa depan sesuai dengan minat dan kemampuannya, mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan hidup berkeluarga dan memiliki anak, mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga negara, mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial dan memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku.

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh perubahan fisik, emosi dan fisikis. Masa remaja yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa (widyastuti,dll;2009).

Pubertas (puberty) ialah suatu periode di mana kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja. Akan tetapi, pubertas bukanlah suatu peristiwa tunggal yang tiba-tiba terjadi. Pubertas adalah bagian dari suatu proses yang terjadi berangsur-angsur (gradual) (Santrock, 2002).

(25)

Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika anak-anak berubah dari mahluk aseksual menjadi mahluk seksual. Kata pubertas berasal dari kata latin yang berarti “usia kedewasaan”. Kata ini lebih menunjukkan pada perubahan fisik dari pada perubahan perilaku yang terjadi pada saat individu secara seksual menjadi matang dan mampu memperbaiki keturunan (Hurlock, 1980).

Santrock (2002) menambahkan bahwa kita dapat mengetahui kapan seorang anak muda mengawali masa pubertasnya, tetapi menentukan secara tepat permulaan dan akhirnya adalah sulit. Kecuali untuk menarche, yang terjadi agak terlambat pada masa pubertas, tidak ada tanda tunggal yang menggemparkan pada masa pubertas.

Dari pengertian diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan remaja adalah masa transisi dari anak-anak kepada dewasa atau mencapai kematangan. Pada masa remaja banyak terdapat perubahan dalam diri individual baik perubahan secara fisik, jamini dan rohani. Masa remaja dikaitan dengan pubertas dimana Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika anak-anak berubah dari mahluk aseksual menjadi mahluk seksual.

(26)

Tugas Perkembangan Remaja

Kay (dalam Jahja, 2012) mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja adalah sebagai berikut:

1) menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.

2) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.

3) Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kolompok.

4) Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.

5) Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.

6) Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup. (Weltan-schauung).

7) Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) kekanak-kanakan.

Ali dan Asrori (2006) menambahkan bahwa tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Hurlock (dalam Ali & Asrori, 2006) juga menambahkan bahwa tugastugas perkembangan masa remaja adalah berusaha:

1) Mampu menerima keadaan fisiknya

(27)

3) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis

4) Mencapai kemandirian emosional 5) Mencapai kemandirian ekonomi

6) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat

7) Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua 8) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk

memasuki dunia dewasa

9) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan

10)Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga. Permasalahan yang dihadapi Remaja dan Faktor Penyeb

a. Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika Serikat. Beberapa ahli mendefinisikan kenakalan remaja ini sebagai berikut:

1) Kartono, ilmuwan sosiologi, kenakalan remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang".

(28)

2) Santrock "Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal” (Sumara,dkk; 2017).

b. Faktor kenakalan remaja

Menurut Sumara, dkk (2017) ulah para remaja yang masih dalam tarap pencarian jati diri sering sekali mengusik ketenangan orang lain. Kenakalan-kenakalan ringan yang mengganggu ketentraman lingkungan sekitar seperti sering keluar malam dan menghabiskan waktunya hanya untuk hura-hura seperti minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang, berkelahi, berjudi, dan lain-lainnya itu akan merugikan dirinya sendiri, keluarga, dan orang lain yang ada disekitarnya.

Cukup banyak faktor yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja. Berbagai faktor yang ada tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Berikut ini penjelasannya secara ringkas:

1) Faktor internal a) Krisis identitas

Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan remaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.

b) Kontrol diri yang lemah

Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada

(29)

perilaku 'nakal'. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.

2) Faktor eksternal

a) Kurangnya perhatian dari orang tua, serta kurangnya kasih sayang

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Sedangkan lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Karena itu baik-buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak.

Keadaan lingkungan keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan remaja seperti keluarga yang broken-home, rumah tangga yang berantakan disebabkan oleh kematian ayah atau ibunya, keluarga yang diliputi konflik keras, ekonomi keluarga yang kurang, semua itu merupakan sumber yang subur untuk memunculkan delinkuensi remaja.

Dr. Kartini Kartono juga berpendapat bahwasannya faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja antara lain: a) Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang dan tuntunan pendidikan orang tua, terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing–masing sibuk mengurusi permasalahan serta konflik batin sendiri, b) Kebutuhan fisik maupun psikis anak–anak remaja yang tidak terpenuhi, keinginan dan harapan anak–anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya, c) Anak tidak pernah mendapatkan latihan fisik dan

(30)

mental yang sangat diperlukan untuk hidup normal, mereka tidak dibiasakan dengan disiplin dan kontrol-diri yang baik.

Maka dengan demikian perhatian dan kasih sayang dari orang tua merupakan suatu dorongan yang berpengaruh dalam kejiwaan seorang remaja dalam membentuk kepribadian serta sikap remaja sehari-hari. Jadi perhatian dan kasih sayang dari orang tua merupakan faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja.

b) Minimnya pemahan akan keagamaan

Dalam kehidupan berkeluarga, kurangnya pembinaan agama juga menjadi salah satu faktor terjadinya kenakalan remaja. Dalam pembinaan moral, agama mempunyai peranan yang sangat penting karena nilai-nilai moral yang datangnya dari agama tetap tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat.

Pembinaan moral ataupun agama bagi remaja melalui rumah tangga perlu dilakukan sejak kecil sesuai dengan umurnya karena setiap anak yang dilahirkan belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, juga belum mengerti mana batas-batas ketentuan moral dalam lingkungannya. Karena itu pembinaan moral pada permulaannya dilakukan di rumah tangga dengan latihan-latihan, nasehat-nasehat yang dipandang baik.

(31)

Maka pembinaan moral harus dimulai dari orang tua melalui teladan yang baik berupa hal-hal yang mengarah kepada perbuatan positif, karena apa yang diperoleh dalam rumah tangga remaja akan dibawa ke lingkungan masyarakat. Oleh karena itu pembinaan moral dan agama dalam keluarga penting sekali bagi remaja untuk menyelamatkan mereka dari kenakalan dan merupakan cara untuk mempersiapkan hari depan generasi yang akan datang, sebab kesalahan dalam pembinaan moral akan berakibat negatif terhadap remaja itu sendiri.

Pemahaman tentang agama sebaiknya dilakukan semenjak kecil, yaitu melalui kedua orang tua dengan cara memberikan pembinaan moral dan bimbingan tentang keagamaan, agar nantinya setelah mereka remaja bisa memilah baik buruk perbuatan yang ingin mereka lakukan sesuatu di setiap harinya.

Kondisi masyarakat sekarang yang sudah begitu mengagungkan ilmu pengetahuan mengakibatkan kaidah-kaidah moral dan tata susila yang dipegang teguh oleh orang-orang dahulu menjadi tertinggal di belakang. Dalam masyarakat yang telah terlalu jauh dari agama, kemerosotan moral orang dewasa sudah lumrah terjadi. Kemerosotan moral, tingkah laku dan perbuatan – perbuatan orang dewasa yang tidak baik menjadi contoh atau tauladan bagi anak-anak dan remaja sehingga berdampak timbulnya kenakalan remaja.

(32)

Pengaruh budaya barat serta pergaulan dengan teman sebayanya yang sering mempengaruhinya untuk mencoba dan akhirnya malah terjerumus ke dalamnya. Lingkungan adalah faktor yang paling mempengaruhi perilaku dan watak remaja. Jika dia hidup dan berkembang di lingkungan yang buruk, moralnya pun akan seperti itu adanya. Sebaliknya jika ia berada di lingkungan yang baik maka ia akan menjadi baik pula.

Di dalam kehidupan bermasyarakat, remaja sering melakukan keonaran dan mengganggu ketentraman masyarakat karena terpengaruh dengan budaya barat atau pergaulan dengan teman sebayanya yang sering mempengaruhi untuk mencoba. Sebagaimana diketahui bahwa para remaja umumnya sangat senang dengan gaya hidup yang baru tanpa melihat faktor negatifnya, karena anggapan ketinggalan zaman jika tidak mengikutinya.

d) Tempat pendidikan

Tempat pendidikan, dalam hal ini yang lebih spesifiknya adalah berupa lembaga pendidikan atau sekolah. Kenakalan remaja ini sering terjadi ketika anak berada di sekolah dan jam pelajaran yang kosong. Belum lama ini bahkan kita telah melihat di media adanya kekerasan antar pelajar yang terjadi di sekolahnya sendiri. Ini adalah bukti bahwa sekolah juga bertanggung jawab atas kenakalan dan dekadensi moral yang terjadi di negeri ini.

(33)

Mendidik remaja bukanlah suatu hal yang rumit, tetapi didiklah remaja dengan benar berdasarkan dengan pengajaran firman Tuhan Amsal 29:14 “Raja yang menghakimi orang lemah dengan adil, tahtanya tetap kokoh untuk selama-lamanya”. Amsal 21:3, “melakukan kebenaran dan kebenaran lebih dikenaan dari pada korban”. Orangtua mendidik anak remaja dengan adil, dengan ajaran kebenaran yang berdasarkan firman Tuhan.

Menurut Adewuni(dalam Wadi dan Elisabet, 2016), sebagai pendidik dalam keluarga ada beberapa yang harus dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak yaitu:

a. Membentuk rutinitas sehari-hari keluarga dengan menyediakan waktu dan tempat yang cukup untuk belajar dengan anak-anakdan menugaskan tanggung jawab untuk tugas-tugas dalam keluarga.

b. Memantau kegiatan di luar sekolah, misalnya menetapkan batasan-batasan menonton tv, mengurangi waktu bermain, dan memantau teman-temannya yang bergaul dengan anaknya.

c. Orang tua harus menciptakan lingkungan rumah yang mempromosikan pembelajaran, memperkuat apa yang diajarkan di sekolah dan mengembangkan keterampilan hidup.

Selain itu orang tua bertanggung jawab untuk menjaga anaknya bebas dari kekerasan fisik, seksual dan emosional menjaga benda-benda yang benar potensi bahaya di sekitar rumah. Secara moral dan rohani, orang tua mendidik anak-anak tentang nilai-nilai kualitas hidup seperti berikut: kejujuran, hormat, tanggung jawab jawab, belas kasihan, kesabaran, pengampunan, murah hati dan lain-lain.

(34)

Menurt Pratama (2012) agar anak remaja dapat mengerti akan didikan dari orang tua, maka orang tua harus mendidik remaja dengan cara:

a. Mengajar dengan Membicarakan

Ulangan 11:19 “kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau bangun”. Orang tua bertanggung jawab membicarakan firman Tuhan kepada remaja dan berusaha untuk menuntun setiap remaja kepada hubungan yang setia dengan Tuhan. Tujuan mengajarkan firman Tuhan kepada remaja ialah mengajar remaja untuk takut akan Tuhan, berjalan pada jalan-Nya, mengasihi dan menghargai Dia serta melayani Dia dengan sepenuh hati dan jiwa (Ul.4:6).

b. Mendidik Kedisiplinan

Pengajaran orangtua terhadap anak-anak dalam Perjanjian Lama menurut kitab Amsal adalah “kedisiplinan” Amsal 3:11-1; 19:15; 22:15. Kitab Amsal memberi penekanan yang sangat besar pada disiplin dan benar-benar menaruh perhatian sehingga disiplin dijalankan bersamaan dengan hukuman di dalamnya. Disiplin berarti harus meneladani apa yang Tuhan ajarkan berdasarkan Hukum Taurat, dan apabila anak lalai melakukannya maka akan diberlakukan hukuman, namun hukuman ini berjalan bukan berdasarkan kemarahan melainkan berdasarkan kasih (Amsal 3:11-12).

Disiplin berbicara mengenai banyak hal yang dapat dilakukan oleh orang tua kepada anak remaja yang berhubungan denganalat komunikasi, media dan teknologi informasi yang digunakan. Berikut ada beberapa langkah dalam mendisiplinkan anak remaja yang dapat dilakukan orang tua, yaitu:

(35)

1) Tetapkan batas/aturan

Setiap orang tua bertanggung jawab untuk memberikan batasan/aturan kepada remaja dalam beraktivitas dengan gadget. “aturan atau batasan adalah sebuah pagar pelindung yang akan memberikan rasa aman bereksplorasi kepada anak dimasa pertumbuhannya”. Orang tua harus dengan tegas memberikan batasan atau aturan kepada remaja dalam penggunaan internetdan alat komunikasi. 2) Pengawasan

Orang tua sangat diharapkan untuk dapat mengawasi remaja dalam menggunaka internet dan gadget nya. Ada baiknya jika orang tua memasang filter pada situs-situs tertentu yang kurang baik untuk ditonton pada notebook dan sebaiknya orang tua juga harus dapat melihat isi dari gadget anak remajanya.

c. Mengajar Melalui Keteladanan

Pengajaran yang terdapat dalam kitab Amsal ini bersifat verbal, terdengar ayat-ayat yang menyatakan secara langsung. Tercemin dalam kitab Amsal bahwa semua yang diajarkan merupakan suatu “keteladanan” 20:7; 23:26; 13:20, penting untuk orang tua menjadi teladan bagi anak-anak. Meladani bukanlah suatu yang diajarkan kepada anak, namun sikap meneladani sudah ada pada diri anak ketika dilahirkan.

Menjadi teladan yang baik dalam sebuah keluarga merupakan suatu komitmen yang harus diterapkan dari orang tua. Dalam 2 Timotius 1:5 “sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenek moyang lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakini hidup juga di dalammu.” Ayat ini membuktikan bahwa keteladanan iman dari orang tua sangat memengaruhi masa muda Timotius.

(36)

Ada sebuah pernyataan mengatakan, “strong parents, strong children”dan juga sama maknanya dengan suatu pernyataan, like father, like son. Dua pernyataan ini sadar atau tidak sadar dilakukan oleh orang tua sehingga sikap yang positif terlihat dari kaca mata anak dan akan memberikan pengaruh sampai kepada keturunan anak-cucu. Howard Hendrik mengatakan dalam bukunya, “bahwa anda tidak dapat memberikan apa yang anda tidak ketahui, anda tidak dapat mengajarkan kepada anak anda apa yang belum anda ketahui sebelum seorang ayah atau ibu dapat membina keinginan anaknya terhadap hal-hal rohani, terlebih dahulu dia sendiri harus mempunyai pengalaman rohani dengan Kristus.”

Dalam menggunakan internet atau alat digital lainnya orang tua harusnya memberikan teladan yang baik. Orang tua tidak dapat mendidik dalam pengaturan waktu, pengawasan terhadap penggunaan internet dan alat digital apabila orang tua sendiri tidak dapat mendisiplinkan diri sendiri dalam penggunaannya. Baik untuk orang tua ikut terlibat di dalam dunia anak remajanya, namun bukan untuk terbawa kenikmatan teknologi tetapi untuk melihat, mengamati, mengawasi dan memberikan teladan yang baik buat anak remajanya.

B. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila penelitian berkenaan dengan dua variabel atau lebih. Apabila penelitian hanya membahas sebuah variabel atau lebih secara mandiri, maka perlu dilakukan deskripsi teoritis masing-masing variabel dengan argumentasi terhadap variasi besarnya variabel yang diteliti.

(37)

Mendidik remaja secara Kristiani Peran Orangtua cyber smart

Kerangka konseptual ini akan membahas tentang peranan orang tua sebagai keluarga cyber smart dalam mendidik remaja seara Kristiani. Dengan menjadi keluarga cyber smart orang tua dapat dalam mendidik remaja seara Kristiani di dalam keluarga masing-masing, melalui pengajaran-pengajaran yang berpusat kepada Tuhan sehingga pekerjaan yang mereka lakukan ditujukan untuk memuliakan nama Tuhan.

Kerangka konseptual ini digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

Variabel Bebas (X) Variabel Terikat (Y)

(38)

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis diturunkan melalui teori. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian. Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih harus diuji kebenarannya secara empiris. (Iskandar, 2008). Menurut Singarimbun (dalam Iskandar, 2008), hipotesis adalah sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak bisa ditinggalkan, karena ia merupakan instrumen kerja dari teori.

Pada penelitian ini penulis akan menemui dua kemungkinan yang akan terjadi. Dengan menerapkan peran orang tua sebagai keluarga Cyber Smart sebagai solusi dari masalah yang ditemui peneliti. Maka dirumuskanlah kerangkah hipotesis terdapat atau tidak terdapat peran orang tua sebagai keluarga Cyber Smart dalam mengajarkan Pendidikan Agama Kristen pada remaja, dengan simbol sebagai berikut:

: Tidak terdapat peran orang tua sebagai keluarga Cyber Smart dalam mendidik remaja secara Kristiani di Jalan Jaring Udang III, LK. 28, KEL. Pekan Labuhan, Kec. Medan Labuhan, Kota Medan Sumatera Utara.

: Terdapat peran orang tua sebagai keluarga Cyber Smart dalam mendidik remaja secara Kristiani di Jalan Jaring Udang III, LK. 28, KEL. Pekan Labuhan, Kec. Medan Labuhan, Kota Medan Sumatera Utara.

(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif adalah suatu penelitian yang secara primer menggunakan paradigma post positivist dalam menggembangkan ilmu pengetahuan (seperti pemikiran tentang sebab akibat, reduksi kepada variabel hipotesis, dan pertanyaan spesifik, menggunakan pengukuran dan observasi, serta pengujian teori), menggunakan strategi penelitian seperti eksperimen dan survei yang memerlukan data statistik (Emzir, 2014)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Jaring Udang III, LK 28, Kel. Pekan Labuhan, KEC. Medan Labuhan, Kota Medan Sumatera Utara. Sedangkan wktu penelitian dilaksanakan dalam 3 bulan, pada bulan Juni hingga bulan Agustus 2020. Alasan peneliti melaksanakan tempat penelitan di Jalan Jaring Udang III, LK 28, Kel. Pekan Labuhan, KEC. Medan Labuhan, Kota Medan Sumatera Utara karena lokasi penelitian merupakan lingkungan tempat tinggal penulis, sehingga dapatmenghemat biaya dan waktu penelitian.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian

(40)

Sugiyono (2013) populasi adalah sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah remeja yang tinggal di Jalan Jaring Udang III, LK 28, Kel. Pekan Labuhan, KEC. Medan Labuhan, Kota Medan Sumatera Utara dengan jumlah keseluruhan 120 orang.

Tabel 3.1

Keadaan Populasi Remaja di Jalan Jaring Udang III Remaja 60 orang

Orangtua 60 orang Jumlah 120 orang

2. Sampel Penelitian

Sugiyono (2013) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut, misalnya penduduk diwilayah tertentu, jumlah pegawai pada organisasi, jumlah guru dan murid di sekolah. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara random sampling. random sampling adalah teknik pengambilan sampel semua individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel. Penuis dalam penelitian ini mengambil sampel sebanyak 30% dari jumlah populasi penelitian. Maka sampel penelitian ini sebanyak 40 orang dan terbagi dua golongan

(41)

yaitu remaja dan orang tua. Dengan tujuan penulis ingin meneliti remaja sebagai variabel X dan orang tua sebagai variabel Y.

D. Variabel dan Defenisi Obrasional 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel adalah objek penelitian atau apa saja yang menjadi titik perhatian dalam penelitian. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah peran orangtua sebagai keluarga cyber smart.

b. Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah mendidik remaja secara Kristiani. 2. Devenisi operasional

a. Keluarga Cyber Smart, Menurut Pratama,H.C (2012), keluarga Cyber Smart adalah keluarga yang mampu memetik berbagai keuntungan dan manfaat dari kemajuan teknologi digital dan meminimalisirkan aspek negatif yang mengikutinya. Menjadi keluarga Generasi Cyber Smart ini tidak terjadi secara sendirinya, anak-anak memerlukan orang dewasa Cyber Smart yang dengan tulus hati bersedia membatu mereka menjadi Cyber Smart, yang mampu menjadi inspirasi baginya, menyediakan berbagai hikmat dari Tuhan dan bimbingan yang dibutuhkannya untuk memilih serta memilah segala sesuatu yang disodorkan teknologi kepadanya setiap saat. Bagi Generasi Digital tidak

(42)

ada tempat yang lebih baik dan ideal selain keluarga Cyber Smart yang menerima dan mengasihinya dengan tulus.

b. Mendidik Remaja secara Kristiani

Mendidik remaja bukanlah suatu hal yang rumit, tetapi didiklah remaja dengan benar berdasarkan dengan pengajaran firman Tuhan Amsal 29:14 “Raja yang menghakimi orang lemah dengan adil, tahtanya tetap kokoh untuk selama-lamanya”. Amsal 21:3, “melakukan kebenaran dan kebenaran lebih dikenaan dari pada korban”. Orang tua mendidik anak remaja dengan adil, dengan ajaran kebenaran yang berdasarkan firman Tuhan.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan berdasarka prosedur sebagai berikut: 1. Perencanaan, yang meliputi kegiatan:

1.1menentukan masalah, judul, lokasi dan waktu penelitian 1.2berdiskusi dengan dosen pembimbing

1.3melakukan observasi atau studi pendahuluan

1.4menyiapkan instrumental pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian.

2. pelaksanaan, yang meliputi sebagai berikut:

2.1peneliti menentukan objek atau sasaran penelitian 2.2melakukan wawancara kepada objek penelitian 2.3menganalisis data yang diperoleh

(43)

2.4menarik kesimpulan dan saran. F. Instrumen Penelitian

Arikunto (2010) menatakan bahwa macam-macam metode atau teknik pengumpulan data anatar lain angket (kuisionner), wawancara (interview), pengamatan (observasi), uji (test), skala bertingkat (rating), dan dokumentasi. Maka penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah angket (Kuisioner). Dalam memperoleh data penelitian, dilakukan penjaringan data melalui penyebaran angket yang terlebih dahulu disusun oleh penelitian. Dalam menganalisis data yang berasal dari angket bergradasi atau berperingkat 1 sampai dengan 4 , Arikunto (2010) menyimpulkan makna setiap alternatif sebagai berikut :

1. “Selalu “, “sangat setuju”, dan lain-lain menunjukkan gradasi paling tinggi. Untuk kondisi tersebut diberi nilai 4.

2. “Sering”, “setuju”, dan lain-lain menunjukkan peringkat yang lebih rendah dibandingkan dengan kata yang ditambah “sangat”. Oleh karena itu kondisi teraebiut diberi nilai 3.

3. “Kadang-kadang “, “kurang setuju”, dan lain-lain diberi nilai 2. 4. “Tidak pernah” ,” tidak setuju”, dan lain-lain diberi nilai 1. Untuk setiap jawaban respon diberikan penilaian bobot yang berbeda.

Tabel 3.2Kisi-kisi Angket Variabel

Peran Orang Tua Sebagai Keluarga Cyber Smart (Var.X) Variabe

l

Sub Variabel

(44)

Sistem keluarg a cyber smart Sistem keluarga terbuka 1. Tatanan 2. Tujuan 3. Kemampuan beradaptasi 4. Keterbukaan terhadap masukan 5. Kemampuan mengatasi konflik 1,2 3,4,5,6 7,8,9,10,11 12,13,14,15,1 6 17,18,19,20 2 4 5 5 4 Jumlah 20

(45)

Table 3.3 Kisi-kisi Angket Variabel Mendidik Remaja secara Kristiani (Var. Y) Variabel Sub

variabel

Indikator Item Jlh Keterangan

Mendidi k remaja secara Kristiani Cara mendidik remaja 1. Mengajar dan membicarakan 2. Kedisiplinan 3. Keteladanan 1,2,3,4 5,6,7,8,9,10,1 1,12,13,14,15 16,17,18,19,2 0 4 11 5 Jumlah 20

Uji Instrumen Penelitian a. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada item menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah. Untuk mengetahui validitas tes dengan menggunakan teknik korelasi produk moment dengan rumus, (Arikunto 2011) :

xy

=

N∑XY – (∑X) (∑Y)

(46)

Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi antara variable X dan variable Y N = Jumlah sampel data yang diuji

∑X = Jumlah skor variable X

∑X2 = Jumlah kuadrat skor variable X ∑Y = Jumlah skor variable Y

∑Y2 = Jumlah kuadrat skor variable Y

∑XY = Jumlah produk skor X dikali dengan jumlah skor Y

Untuk menaksirkan keberartian harga tiap item, maka harga tersebut dikonsultasikan ke harga titik r produk moment, dengan harga ∝ = 0,05 dengan Kriteria korelasi jika rhitung > ttabel, maka tes tersebut valid.

b. Uji Reliabilitas

Menurut Arikunto (2006:178) menyatakan bahwa kata reliabilitas dalam bahasa indonesia diambil dari kata reliability dalam bahasa inggris, berasal dari kata asal reliable yang artinya dapat di percaya. Pada uji ini dipahami untuk memberikan hasil dari sebuah tes yang tepat apabila di teskan berkali-kali.

Untuk menghitung reliabilitas seluruh tes menurut digunakan rumus Alpha Cronbach yaitu:

I. r

∑ !!"# "# $

Keterangan:

r = Reliabilitas tes secara keseluruhan n = Banyak butir pertanyaan

(47)

∑ %&' = Jumlah varians skor tiap-tiap butir

%&' = Varians total untuk mencari varians butir digunakan:

σ)' = ∑ X)'− (∑ XN))²

N

Untuk mencari total digunakan rumus:

r

+ ,- ∑ !! "# .# /

Untuk menafsir harga reliabilitas dari soal maka harga tersebut di bandingkan dengan harga tersebut dibandingkan dengan harga kritik r tabel product moment, dengan

(48)

Tabel 3.4 Interprestasi Reliabilitas Instrumen Penelitian Tetapan Keterangan 0,800-1,000 0,600-0,799 0,400-0,599 0,200-0,399 < 0,200 Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah

Teknik Analisis Data 1. Uji Normalitas Data

Uji Normalitas dilakukan untuk mengethui apakah populasi berdistribusi normal atau tidak. Penguji normalitas penggunakan uji ilifors, dengan prosedur sebagai berikut:

a. Mencari bilangan baku

> = ?@ ?

A

Dengan rumus x =Rata-rata sample S = standart Deviasi

b. Menghitung Peluang B( )= P( Z ≤ C ) dengan menggunakan daftar disteibusi normal baku

(49)

FE&GHIJHKIJH >1, >2, … >I ≤ >OI

d. Hitung sekisi F (Zi)-S (Zi) kemudian tetukan harga mutlak

e. Mengambil harga mutlak yang besar (PQ) untuk menerima atau menolak hipotesis, dibandingkan (PQ) dengan nilai kritis L yang diambil dari daftar untuk taraf nyata = 0,005

Dengan criteria

Jika PQ< L tabel maka data berdistribusi normal Jika PQ> L tabel maka data tidak berdistribusi normal 2. Uji Hipotesa

a. Uji persamaan Regresi

Menurut Ridwan (2010;147-149) “Regresi adalah suatu proses memperkirakan secara sistematis tetang yang paling mungkin terjadi di masa yang akan datang berdasarkan informasi masa lalu dan sekarang yang dimiiki agar kesalahanya dapat diperkecil. Kegunaan regresi dalam penelitian salah satunya adalah untuk meramaikan atau memprediksi variabel terikat (Y) apabila variabel bebas (X) diketahui.

Apabila Variabel bebas (X) diketahui: Persamaan regresi dirumuskan :

R = a+bX

R = (baca Y topik) subjek Variabel terikat yang diproyeksikan X = Variabel bebas yang mepunyai nilai tertentu untuk diprediksikan

(50)

b = Nilai arah sebagai penentuan ramalan (Prekdisi) ang menunjukkan nilai peningkatan (+) atau nilai penurunan (-) variabel Y

b = .∑ ?S ∑ T.∑ U

.∑ T# –(∑ ?)#

0 = ∑ S V.∑ ?

a. Mencari jumlah kuadrat regresi (JWXYZ ( )) dengan rumus (JWXYZ ( )) = (∑ S)#

b. Mencari Jumlah Kuadrat Regresi (JWXYZ ( )) dengan rumus : (JWXYZ ( )) = b. [∑ \] − (∑ ?).(∑ S)

^ _

Perhitung Koefisien Korelasi antar Variabel Penelitian

r x y =

` √ '

√ `#

c. Menghitung jumlah kuadrat Regresi dengan rumus: JK reg = b (JK XI Y)

d. Menghitung jumlah kuadrat residu dengan rumus : JK res = JK Y- JK reg

e. Mencari Fhitung dengan rumus :

F hit =

bcdef g

hidejk–l

f. Menentukan aturan untuk pengambilan keputusan atau kriteria uji signifikansi

Jika F hitung ≥ F tabel, maka tolah Ho Ha : signifikansi

(51)

g. Menentukan taraf signitifikansi dan mencari nilai Ftabel menggunakan tabel f dengan rumus :

Taraf singnifikansi (0) = 0, 05 F tabel = (0,05 ; 1 ;28) = 4,24 Cara mencari tabel F :

Angka (1 ; 28) artinya angka 1 sebagai pembilangan dan angka 28 sebagai Dimana

t = Uji keberartian r = Hasil Koefisien n = Jumlah responden

'= Kuadrat hasil Koefisien Korelasi

Dengan kriteria jika mn&op Z qmo VYr pada taraf signifikan 95% atau 0 = 0,05 dan dengan dk (derajat kebebasan ) = n-1, maka hipotesis penelitian yang mengatakan terhadap pengaruh yang positif dan signifikan antara pengaruh Penggunaan Alat Peraga Terhadap Minat Belajar Siswa diterima, dan sebaliknya jika mn&op Z < mo VYr Maka hipotesis ditolak.

(52)

b. Uji Korelasi Pangkat

Uji korelasi pangkat digunakan apabila kedua data berdistribusi tidak normal. Rumus korelasi pangkat:

' = 1 − 6 ∑ G&'

I(I'− 1)

Dimana :

r2 = Korelasi pangkat (bergerak dari -1 sampai dengan +1) b = Beda

n =Jumlah data. 3)

Gambar

Table 3.3 Kisi-kisi Angket Variabel   Mendidik Remaja secara Kristiani (Var. Y)  Variabel   Sub
Tabel 3.4 Interprestasi Reliabilitas Instrumen Penelitian  Tetapan  Keterangan  0,800-1,000  0,600-0,799  0,400-0,599  0,200-0,399  &lt; 0,200  Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah  Sangat rendah

Referensi

Dokumen terkait

sebuah Laporan Akhir dengan judul “Aplikasi Pengaju an Dana Stimulan Pada BPMK Palembang Berbasis Web

Proses Ripsaw terhenti dikarenakan operator output memasang stacking , hal ini dikarenakan tidak adanya alat bantu untuk menampung stacking sehingga terkadang

Pun juga dengan adanya perilaku melamun dan tidur di dalam kelas perkuliahan adalah hal yang harus diantisipasi, diberi pemahaman yang baik kepada para mahasiswa PGSD

demikian seterusnya dan merekapitulasi hasil perolehan nilai dari kelompok. Kegiatan akhir siswa ersama guru membuat rangkuman tentang jenis-jenis keseimbangan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan koreografi tari “Sarpa Kenaka” dalam Bedhaya Sarpa Rodra karya Fajar Prastiyani di ISI Surakarta dari segi konsep, aspek gerak,

ANALISIS PENGARUH CITRA MEREK, HARGA, KULITAS PRODUK, PROMOSIDAN PELAYANAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK SHAMPOO CLEAR (STUDI KASUS PADA MAHASISWA PRODI MANAJEMEN

syariat adalah meninggikan ketuanan pada makhluk, yaitu meikrarkan kalimat syahadat dengan ucapan. Syahadat tarekat dilakukan dengan meyakini dalam hati kalimat

Kegiatan tematik pengembangan kawasan permukiman pada dasarnya telah dimulai pada saat pelaksanaan  IMAP dalam menggambarkan kondisi eksisting, dan perencanaan infrastruktur