• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDUGAAN FUNGSI INTENSITAS GLOBAL DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN LINEAR WALIDATUSH SHOLIHAH G

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDUGAAN FUNGSI INTENSITAS GLOBAL DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN LINEAR WALIDATUSH SHOLIHAH G"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN FUNGSI INTENSITAS GLOBAL DARI

PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN LINEAR

WALIDATUSH SHOLIHAH

G54103038

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

▸ Baca selengkapnya: pt waserba 81 metode periodik

(2)

RINGKASAN

WALIDATUSH SHOLIHAH. Pendugaan Fungsi Intensitas Global dari Proses Poisson Periodik dengan Tren Linear. Dibimbing oleh I WAYAN MANGKU dan RETNO BUDIARTI.

Proses stokastik banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, proses kedatangan pelanggan pada suatu antrian di pusat servis (bank, kantor pos, supermarket, dan sebagainya) dan proses kedatangan pengguna line telepon.

Salah satu bentuk khusus dari proses stokastik adalah proses Poisson periodik. Proses ini adalah suatu proses Poisson dengan fungsi intensitas berupa fungsi periodik. Proses Poisson periodik antara lain dapat digunakan untuk memodelkan proses kedatangan pelanggan ke suatu pusat servis dengan periode satu hari, atau memodelkan fenomena-fenomena serupa. Jika laju kedatangan pelanggan tersebut meningkat secara linear terhadap waktu, maka model yang lebih tepat untuk digunakan adalah proses Poisson periodik dengan tren linear. Fungsi intensitas dari proses tersebut umumnya tidak diketahui. Sehingga diperlukan suatu metode untuk menduga fungsi tersebut. Pada banyak kasus, kita hanya tertarik untuk menduga rata-rata dari fungsi intensitas pada proses Poisson periodik pada selang waktu satu periode, yang disebut fungsi intensitas global.

Karya ilmiah ini membahas suatu metode untuk menduga fungsi intensitas global dari komponen periodik suatu proses Poisson periodik dengan tren linear yang diamati pada interval [0,n].

Pada tulisan ini, kita asumsikan bahwa periodenya diketahui (seperti: satu hari, satu minggu, dan lain-lain), tetapi slope pada komponen linear dan komponen periodik dari fungsi intensitas pada [0, )τ keduanya tidak diketahui. Sehingga didefinisikan penduga bagi θ dan a.

Dari hasil pengkajian yang dilakukan, diperoleh bahwa penduga bagi θ dan a keduanya adalah konsisten jika panjang interval pengamatan proses menuju takhingga. Mean Square Error (MSE) dari kedua penduga di atas juga konvergen ke nol jika panjang interval pengamatan proses menuju takhingga.

Disamping itu, dihasilkan juga pendekatan asimtotik untuk bias dan ragam bagi penduga- penduga yang dikaji. Akhirnya dirumuskan penduga dengan bias yang telah dikoreksi untuk θ, serta dihasilkan pendekatan asimtotik bagi ragam penduga tersebut.

▸ Baca selengkapnya: tren data non linear

(3)

PENDUGAAN FUNGSI INTENSITAS GLOBAL DARI

PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN LINEAR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

WALIDATUSH SHOLIHAH

G54103038

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

(4)

Judul : Pendugaan Fungsi Intensitas Global dari Proses Poisson Periodik

dengan Tren Linear

Nama : Walidatush Sholihah

NRP : G54103038

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. I Wayan Mangku, M.Sc.

Ir. Retno Budiarti, M.S.

NIP. 131 663 020

NIP. 131 842 409

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS.

NIP. 131 473 999

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 11 Desember 1984 sebagai anak sulung dari

dua bersaudara, anak dari pasangan Sudarjat (alm) dan Nurulhuda.

Tahun 1997 penulis lulus dari SDN Sindangbarang 6 Bogor. Tahun 2000 penulis lulus dari SMPN 4 Bogor. Tahun 2003 penulis lulus dari SMAN 1 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Kalkulus II pada tahun ajaran 2005/2006 dan 2006/2007 serta asisten mata kuliah Persamaan Diferensial Biasa pada tahun ajaran 2005/2006. Penulis juga aktif pada kegiatan kemahasiswaan Gumatika (Gugus Mahasiswa Matematika) sebagai ketua Departemen Keputrian pada periode 2005 – 2006 dan staf Biro Kaderisasi Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) periode 2006 – 2007.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penyusunan karya ilmiah ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. I Wayan Mangku, M.Sc. selaku dosen pembimbing I (terima kasih atas semua ilmu, kesabaran, motivasi, dan bantuannya selama penulisan skripsi ini).

2. Ir. Retno Budiarti, M. S. selaku dosen pembimbing II (terima kasih atas semua ilmu, saran, dan motivasinya).

3. Drs. Siswandi, M. Si selaku dosen penguji (terima kasih atas semua ilmu dan sarannya). 4. Semua dosen Departemen Matematika (terima kasih atas semua ilmu yang telah

diberikan).

5. Bu Susi, Bu Ade, Bu Marisi, Mas Bono, Mas Deni, Mas Yono.

6. Keluargaku tercinta: bapak (terima kasih atas semua nasihat dan motivasinya. Pesen Bapak udah Walidah laksanakan), ibu (terima kasih banyak atas semua doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Ibu memang ibu terbaik sedunia), cici, mang Iam (makasih udah bantuin bikin presentasi), mang Tata, mang Wanda, wa Ipik, mang Kanda, mang Asep (makasih atas doanya).

7. Teman-teman Math 40: Uli, Yuda, Dwi, Sri, Agatha, Herni, Mayang, Mika, Indah, Icha, Ami, Elis, Nchi, Marlin, Ulfa, Mitha, Mukafi, Sawa, Mufti, Ari, Jayu, Demi, Febrian, Prima, Dimas, Ali, Beri, Aam, Lili, Yudi, Septi, Achie, Ifni, Tiwi, Metha, Vina, Abay, Ali, Rama, Manto, Rusli, Anton, Berri, Azis dan temen-temen Math 40 lainnya (selamat berjuang teman-temanku…).

8. Teman-teman Math 41: LiaY, Diah, Ani, Dian, Armi, Ayu, dan lainnya (terima kasih atas doanya. Ayo cepat menyusul). Teman-teman Math 42: Hikmah, Achi, Hapsari, Jane, Lisda, Gita, Riken, Niken, Yuni, Nyoman, Ayu, Agnes, Mukhtar, Fachri dan lainnya (makasih buat dukungannya).

9. Adik-adik TPB 43: Baby, Elsha, Sandra, Esa, Evine, Rani, Tania, Monmon, Yoyon, Marcel, Kalia, Dian, Oni, Tasya, Susan, Inez, Novi, Shanti, Yeni (makasih atas semangat dan dukungannya).

10. Para Pengajar MSC: K’ Syam, K’ Hepy, K’ Taufik, K’Jae, K’Indra, Mba Novi, Mba Nuqi, Rina, Dewi, Poppy (makasih atas semangat dan motivasinya).

11. Teman-teman Forkom Alim SMANSA (terima kasih atas doanya).

12. Tedy Bear: Bai (makasih motivasinya), Irni (makasih semangatnya), Retno, Ira, Sisi (kalian semua sahabat yang terbaik).

13. Teman-teman KSR PMI kota Bogor (makasih atas semangat dan doanya).

14. K’Ari mat 39 (makasih bantuannya merapikan nomor halaman), K’ Irfan (terima kasih atas bimbingan, nasihat, saran dan motivasinya selama ini. Semoga k Ir tetap semangat dan sehat selalu).

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan khususnya Matematika dan menjadi inspirasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Bogor, Januari 2007

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang ... 1

Peubah Acak dan Fungsi Sebaran ... 2

Momen, Nilai Harapan dan Ragam ... 2

Kekonvergenan Peubah Acak ... 3

Penduga ... 3

Proses Stokastik ... 4

Proses Poisson ... 4

Beberapa Definisi dan Lema Teknis ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN Perumusan Penduga Bagi θ ... 6

Pendekatan Asimtotik untuk Bias dan Ragam dari ˆθn ... 8

Reduksi Bias ... 12

KESIMPULAN ... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 15

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Contoh grafik fungsi intensitas periodik dengan tren linear... 6

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Pembuktian Lema 2 ... 18 Pembuktian Lema 5 ... 19 Pembuktian Lema 6 ... 20

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Proses stokastik banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, proses kedatangan pelanggan pada suatu antrian di pusat servis (bank, kantor pos, supermarket, dan sebagainya). Proses kedatangan pengguna line telepon juga merupakan suatu proses stokastik.

Salah satu bentuk khusus dari proses stokastik adalah proses Poisson periodik. Proses ini adalah suatu proses Poisson dengan fungsi intensitas berupa fungsi periodik. Proses Poisson periodik antara lain dapat digunakan untuk memodelkan proses kedatangan pelanggan ke suatu pusat servis dengan periode satu hari, atau memodelkan fenomena-fenomena serupa. Jika laju kedatangan pelanggan tersebut meningkat secara linear terhadap waktu, maka model yang lebih tepat untuk digunakan adalah proses Poisson periodik dengan tren linear.

Pada pemodelan stokastik dari suatu fenomena yang dimodelkan dengan proses Poisson periodik dengan tren linear, fungsi intensitas dari proses tersebut umumnya tidak diketahui. Sehingga diperlukan suatu metode untuk menduga fungsi tersebut.

Pada banyak kasus, kita hanya memerlukan informasi tentang rata-rata dari

fungsi intensitas suatu proses Poisson periodik. Rata-rata dari fungsi intensitas ini pada selang waktu satu periode disebut fungsi intensitas global.

Pada tulisan ini dikaji suatu metode untuk menduga fungsi intensitas global dari komponen periodik suatu proses Poisson periodik dengan tren linear, yang merupakan rekonstruksi dari Mangku (2005).

Tujuan

Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk :

(i) Mempelajari perumusan penduga intensitas global pada proses Poisson periodik dengan tren linear.

(ii) Membuktikan kekonsistenan penduga-penduga yang diperoleh.

(iii) Menentukan pendekatan asimtotik dari bias, ragam dan MSE dari penduga-penduga yang dikaji.

(iv) Mempelajari perumusan penduga dengan bias yang telah dikoreksi untuk intensitas global dari komponen periodik pada proses Poisson periodik dengan tren linear, serta menentukan pendekatan asimtotik bagi ragam penduga tersebut.

LANDASAN TEORI

Ruang Contoh, Kejadian, dan Peluang Suatu percobaan yang dapat diulang dalam kondisi yang sama, yang hasilnya tidak bisa diprediksi secara tepat tapi kita bisa mengetahui semua kemungkinan hasil yang muncul disebut percobaan acak. Definisi 1 (Ruang Contoh)

Ruang contoh adalah himpunan semua hasil yang mungkin dari suatu percobaan acak, dan dinotasikan denganΩ.

(Grimmett and Stirzaker 1992) Definisi 2 (Kejadian)

Kejadian adalah suatu himpunan bagian dari ruang contoh Ω.

(Grimmett and Stirzaker 1992)

Definisi 3 (Kejadian Lepas)

Kejadian A dan B disebut saling lepas jika irisan dari keduanya adalah himpunan kosong ∅.

(Grimmett and Stirzaker 1992) Definisi 4 (Medan-σ)

Medan-σ adalah suatu himpunan F yang anggotanya terdiri atas himpunan bagian ruang contoh Ω, yang memenuhi syarat berikut: 1. ∅ ∈F. 2. Jika A∈F, maka Ac∈F. 3. Jika A1, A2, …∈F, maka 1 i i A ∞ = ∈

U

F.

(10)

Medan-σ di atas disebut medan Borel jika (0,1]

Ω = dan anggotanya disebut himpunan Borel.

(Grimmett and Stirzaker 1992) Definisi 5 (Ukuran Peluang)

Misalkan Ω adalah ruang contoh suatu percobaan dan F adalah medan-F pada Ω. Suatu fungsi P yang memetakan unsur-unsur

F ke himpunan bilangan nyata , atau P : F→ disebut ukuran peluang jika: 1. P tak negatif, yaitu untuk setiap A ∈F,

P(A) ≥ 0.

2. P bersifat aditif tak hingga, yaitu jika A1, A2, …∈F dengan AjAk =∅, j≠k, maka

( )

1 1 n n n n A A ∞ ∞ = = ⎛ ⎞ Ρ = Ρ ⎝

U

.

3. P bernorma satu, yaitu P(Ω) = 1. Pasangan (Ω, F, P ) disebut ruang ukuran peluang atau ruang probabilitas.

(Hogg and Craig 1995) Definisi 6 (Kejadian Saling Bebas)

Kejadian A dan B dikatakan saling bebas jika:

(

A B

) ( ) ( )

A B

Ρ ∩ =Ρ Ρ .

Secara umum, himpunan kejadian {Ai; iI} dikatakan saling bebas jika:

( )

i i i J i J A A ∈ ∈ ⎛ ⎞ Ρ = Ρ ⎝

I

untuk setiap himpunan bagian J dari I. (Grimmett and Stirzaker 1992) Peubah Acak dan Fungsi Sebaran Definisi 7 (Peubah Acak)

Misalkan Ω adalah ruang contoh dari suatu percobaan acak. Fungsi X yang terdefinisi pada Ω yang memetakan setiap unsur ω∈Ω ke satu dan hanya satu bilangan real X(ω) = x disebut peubah acak.

Ruang dari X adalah himpunan bagian bilangan real A = {x : x = X(ω), ω∈Ω}.

(Hogg and Craig 1995) Peubah acak dinotasikan dengan huruf kapital, misalnya X, Y, Z. Sedangkan nilai peubah acak dinotasikan dengan huruf kecil seperti x, y, z.

Definisi 8 (Peubah Acak Diskret)

Peubah acak X dikatakan diskret jika semua himpunan nilai dari peubah acak tersebut merupakan himpunan tercacah.

(Hogg and Craig 1995) Definisi 9 (Fungsi Sebaran)

Misalkan X adalah peubah acak dengan ruang A. Misalkan kejadian A=(-∞,x] ⊂ A, maka peluang dari kejadian A adalah

( ) (

)

( )

X X

p A = Ρ Xx =F x .

Fungsi FX disebut fungsi sebaran dari peubah acak X.

(Hogg and Craig 1995) Definisi 10 (Fungsi Kerapatan Peluang) Fungsi kerapatan peluang dari peubah acak diskret X adalah fungsi p : → [0,1] yang diberikan oleh:

( ) (

)

X

p x = Ρ X=x .

(Hogg and Craig 1995) Definisi 11 (Peubah Acak Poisson)

Suatu peubah acak X disebut peubah acak Poisson dengan parameter λ, λ > 0, jika fungsi kerapatan peluangnya diberikan oleh

( ) (

)

. ! k X p k X k e k λ λ − =Ρ = = , untuk k = 0, 1, … (Ross 2003) Lema 1 (Jumlah Peubah Acak Poisson) Misalkan X dan Y adalah peubah acak yang saling bebas dan memiliki sebaran Poisson dengan parameter berturut-turut λ1 dan λ2. Maka X+Y memiliki sebaran Poisson dengan parameter λ1 + λ2.

Bukti: lihat Taylor and Karlin 1984.

Momen, Nilai Harapan, dan Ragam Definisi 12 (Nilai Harapan)

Misalkan X adalah peubah acak diskret dengan fungsi kerapatan peluang

( ) (

)

X

p xX =x . Nilai harapan dari X, dinotasikan dengan E(X), adalah

( )

(

)

X

( )

x x

X x X x x p x

Ε =

Ρ = =

,

jika jumlah di atas konvergen mutlak. (Hogg and Craig 1995)

(11)

Definisi 13 (Ragam)

Misalkan X adalah peubah acak diskret dengan fungsi kerapatan peluang pX

( )

x dan nilai harapan E(X). Maka ragam dari X, dinotasikan dengan Var X

( )

atau 2

X σ , adalah

( )

(

)

(

2

)

(

( )

)

2

( )

2 X X x X X X X p x σ =Ε −Ε =

−Ε .

(Hogg and Craig 1995) Definisi 14 (Momen ke-k)

Jika k adalah bilangan bulat positif , maka momen ke-k atau mk dari peubah acak X adalah

( )

k k

m = Ε X .

(Hogg and Craig 1995) Definisi 15 (Momen Pusat ke-k)

Jika k adalah bilangan bulat positif , maka momen pusat ke-k atau σk dari peubah acak X adalah

(

)

(

1

)

k k X m σ =Ε − .

(Hogg and Craig 1995) Nilai harapan dari peubah acak X juga merupakan rataan atau momen pertama dari X. Nilai harapan dari kuadrat perbedaan jarak antara peubah acak X dengan nilai harapannya disebut ragam atau variance dari X. Ragam merupakan momen pusat ke-2 dari peubah acak X.

Definisi 16 (Fungsi Indikator)

Misalkan A adalah suatu kejadian. Fungsi indikator dari A adalah suatu fungsi

[ ]

: 0,1

A

Ι Ω → , yang diberikan oleh:

( )

1, 0, . A jika A jika A ω ω ω ∈ ⎧ Ι = ⎨ ∉ ⎩

(Grimmett and Stirzaker 1992) Dengan fungsi indikator kita dapat menyatakan hal berikut :

( )

A A

Ε Ι = Ρ .

Kekonvergenan Peubah Acak

Terdapat beberapa cara untuk

menginterpretasikan pernyataan kekonvergenan barisan peubah acak,

n

XX untuk n→∞.

Definisi 17 (Kekonvergenan Dalam Peluang)

Misalkan X1, X2, …, Xn adalah barisan peubah acak pada suatu ruang peluang (Ω,

F, P). Barisan peubah acak Xn dikatakan konvergen dalam peluang ke X, dinotasikan

p n

X ⎯⎯→X , jika untuk setiap ε>0 berlaku

(

Xn X ε

)

0

Ρ − > → , untuk n→∞.

(Grimmett and Stirzaker 1992) Penduga

Definisi 18 (Statistik)

Statistik adalah suatu fungsi dari satu atau lebih peubah acak yang tidak tergantung pada satu atau beberapa parameter yang nilainya tidak diketahui.

(Hogg and Craig 1995) Definisi 19 (Penduga)

Misalkan X1, X2, …, Xn adalah contoh acak. Suatu statistik U(X1, X2, …, Xn) yang digunakan untuk menduga fungsi parameter g(θ), dikatakan sebagai penduga (estimator) bagi g(θ), dilambangkan oleh gˆ

( )

θ . Bilamana nilai X1 = x1, X2 = x2, …, Xn = xn, maka nilai U(X1, X2, …, Xn) disebut sebagai dugaan (estimate) bagi g(θ).

(Hogg and Craig 1995) Definisi 20 (Penduga Tak Bias)

(i) Suatu penduga yang nilai harapannya sama dengan parameter g(θ), yaitu E[U(X1, X2, …, Xn)] = g(θ) disebut penduga tak bias bagi parameter g(θ). Jika sebaliknya, penduga di atas disebut berbias.

(ii) Jika nlim→∞Ε⎣⎡U X X

(

1, 2, ,K Xn

)

⎤⎦=g

( )

θ untuk n→∞, maka U(X1, X2, …, Xn) disebut sebagai penduga tak bias asimtotik.

(Hogg and Craig 1995) Definisi 21 (Penduga Konsisten)

Suatu penduga yang konvergen dalam peluang ke parameter g(θ), disebut penduga konsisten bagi g(θ).

(Hogg and Craig 1995) Definisi 22 (MSE suatu Penduga)

Mean Square Error (MSE) dari suatu penduga U bagi parameter g(θ) didefinisikan sebagai

(12)

= (Bias(U))2 + Var(U), dengan Bias(U) = EU - g(θ).

Proses Stokastik

Definisi 23 (Proses Stokastik)

Proses stokastik X = {X(t), tT} adalah suatu himpunan dari peubah acak yang memetakan suatu ruang contoh Ω ke suatu ruang state S.

(Ross 2003) Jadi, untuk setiap t pada himpunan indeks T, X(t) adalah suatu peubah acak. Kita sering menginterpretasikan t sebagai waktu dan X(t) sebagai state (keadaan) dari proses pada waktu t.

Definisi 24 (Proses Stokastik Waktu Kontinu)

Suatu proses stokastik X disebut proses stokastik dengan waktu kontinu jika T adalah suatu interval.

(Ross 2003) Definisi 25 (Inkremen Bebas)

Suatu proses stokastik dengan waktu kontinu {X(t), tT} disebut memiliki inkremen bebas jika untuk semua t0 < t1 < t2 < … < tn, peubah acak X(t1) – X(t0), X(t2) – X(t1), …,

X(tn) – X(tn-1) adalah bebas.

(Ross 2003) Dengan kata lain, suatu proses stokastik dengan waktu kontinu X disebut memiliki inkremen bebas jika proses berubahnya nilai pada interval waktu yang tidak tumpang tindih (tidak overlap) adalah bebas.

Definisi 26 (Inkremen Stasioner)

Suatu proses stokastik dengan waktu kontinu {X(t), tT} disebut memiliki inkremen stasioner jika X(t+s) – X(t) memiliki sebaran yang sama untuk semua nilai t.

(Ross 2003) Dengan kata lain, suatu proses stokastik dengan waktu kontinu X disebut memiliki inkremen stasioner jika sebaran (distribusi) dari perubahan nilai antara sembarang dua titik hanya tergantung pada jarak antara kedua titik tersebut, dan tidak tergantung dari lokasi titik-titik tersebut.

Proses Poisson

Salah satu bentuk khusus dari proses stokastik dengan waktu kontinu adalah proses Poisson. Pada proses ini, kecuali dinyatakan secara khusus, dianggap bahwa gugus indeks T adalah interval bilangan real tak negatif, yaitu [0,∞).

Definisi 27 (Proses Pencacahan)

Suatu proses stokastik {N(t), t ≥ 0} disebut proses pencacahan jika N(t) menyatakan banyaknya kejadian yang telah terjadi sampai waktu t.

Dari definisi tersebut, maka suatu proses pencacahan N(t) harus memenuhi syarat-syarat berikut:

(i) N(t)≥ 0 untuk semua t∈[0,∞). (ii) Nilai N(t) adalah integer.

(iii) Jika s < t maka N(s)N(t), s, t∈[0,∞). (iv) Untuk s < t maka N(t) – N(s), sama

dengan banyaknya kejadian yang terjadi pada selang (s,t].

(Ross 2003) Definisi 28 (Proses Poisson)

Suatu proses pencacahan {N(t), t ≥ 0} disebut proses Poisson dengan laju λ, λ>0, jika dipenuhi tiga syarat berikut.

(i) N(0) = 0.

(ii) Proses tersebut memiliki inkremen bebas

(iii) Banyaknya kejadian pada sembarang interval waktu dengan panjang t, memiliki sebaran (distribusi) Poisson dengan rataan λt.

Jadi untuk semua t, s > 0,

( ) ( )

(

N t s N s k

)

e t

( )

!tk k λ λ − Ρ + − = = ,k = 0, 1, … (Ross 2003) Dari syarat (iii) dapat dilihat bahwa proses Poisson memiliki inkremen yang stasioner. Dari syarat ini juga dapat diperoleh :

E (N(t)) = λt .

Definisi 29 (Proses Poisson Tak Homogen) Suatu proses Poisson {N(t), t ≥ 0} disebut proses Poisson tak homogen jika laju λ pada sembarang waktu t merupakan fungsi tak konstan dari t yaitu λ(t). Selanjutnya λ(t) disebut fungsi intensitas dari proses tersebut. (Ross 2003)

(13)

Definisi 30 (Fungsi Periodik) Suatu fungsi λ disebut periodik jika

(

s k

) ( )

s

λ + τ =λ

untuk semua s∈ dan k∈ . Konstanta terkecil τ yang memenuhi persamaan di atas disebut periode dari fungsi λ tersebut.

(Browder 1996) Definisi 31 (Proses Poisson Periodik) Proses Poisson periodik adalah proses Poisson tak homogen yang fungsi intensitasnya adalah fungsi periodik.

(Mangku 2001) Definisi 32 (Fungsi Intensitas Global) Misalkan N

(

[ ]

0,n

)

adalah proses Poisson pada interval [0,n]. Fungsi intensitas global

θ dari proses Poisson ini didefinisikan sebagai

[ ]

(

0,

)

lim n N n n θ →∞ Ε =

jika limit di atas ada.

Lema 2 (Fungsi Intensitas Global) Jika N([0,n]) adalah proses Poisson periodik dengan fungsi intensitas λc, maka limit di atas ada dan

0 1 ( ) c s ds τ θ λ τ =

.

Bukti: lihat Lampiran 1.

Beberapa Definisi dan Lema Teknis Definisi 33 (Fungsi Terintegralkan Lokal) Fungsi intensitas λ adalah terintegralkan lokal, jika untuk sembarang himpunan Borel terbatas B kita peroleh

( )

( )

B B s ds µ =

λ <∞. (Dudley 1989) Definisi 34 (O(.) dan o(.))

Simbol-simbol ini merupakan cara untuk membandingkan besarnya dua fungsi u(x) dan v(x) dengan x menuju suatu limit L. (i) Notasi u x

( )

=O v x

(

( )

)

,xL, menyatakan bahwa ( ) ( ) u x v x terbatas, untuk x → L. (ii) Notasi u x

( )

=o v x

(

( )

)

,xL, menyatakan bahwa ( ) ( ) 0 u x v x → , untuk x → L. (Serfling 1980) Lema 3 (Teorema Fubini)

Misalkan (X, A, µ1) dan (Y, B, µ2) adalah dua ruang ukuran σ-finit. Jika

0 fatau

f dµ< ∞ maka

( ) ( ) ( )

, 2 1 X Y XxY f x y µ dy µ dx = f dµ

∫ ∫

( ) ( ) ( )

, 1 2 Y X f x y µ dx µ dy =

∫ ∫

.

Bukti: lihat Durret 1996.

Lema 4 (Pertaksamaan Chebyshev) Jika X adalah peubah acak dengan rataan µ dan ragam σ2, maka untuk setiap k > 0,

{

X k

}

k22

σ µ

Ρ − ≥ ≤ .

Bukti: lihat Lampiran 2.

Lema 5 (Pertaksamaan Cauchy-Schwarz) Untuk setiap X dan Y berlaku

2 2

(XY) (X ) ( )Y

Ε ≤ Ε Ε

.

(14)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perumusan Penduga Bagi θ

Misalkan N adalah proses Poisson pada interval [0, )∞ dengan rataan µ yang kontinu mutlak, dan fungsi intensitas λ yang terintegralkan lokal. Sehingga, untuk setiap himpunan Borel terbatas B maka:

( ) ( ) ( )

B

B N B s ds

µ = Ε =

λ < ∞.

Fungsi λ diasumsikan terdiri atas dua komponen yaitu komponen periodik λc, dengan periode τ>0 (diketahui) dan komponen tren linear as, dengan slope a tidak diketahui. Dengan kata lain, untuk setiap s∈[0, )∞ , fungsi intensitas λ dapat dituliskan sebagai berikut:

( )s c( )s as

λ =λ + (1)

dengan λc( )s adalah fungsi periodik dengan periode τ . Dalam tulisan ini, kita asumsikan

c

λ adalah periodik sehingga persamaan

( ) ( )

c s k c s

λ + τ =λ (2)

berlaku untuk setiap s∈[0, )∞ dan k∈ , dengan adalah himpunan bilangan bulat. Contoh fungsi intensitas yang memenuhi persamaan (1) adalah 2 ( ) 4 exp cos 5 s s π s λ = ⎛+ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ,

yang grafiknya dapat dilihat pada gambar berikut 5 10 15 20 5 10 15 20 25 30

Gambar 1. Contoh grafik fungsi intensitas periodik dengan tren linear.

Di sini kita perhatikan proses Poisson titik pada [0, )∞ karena λ harus memenuhi (1) dan harus tak-negatif. Dengan alasan yang sama, kita hanya perhatikan untuk kasus a>0.

Misalkan untuk suatu ω ∈ Ω, ada sebuah realisasi ( )N ω dari proses Poisson N yang didefinisikan pada ruang peluang

(Ω,F,P) dengan fungsi intensitas λ seperti pada (1), yang diamati pada interval terbatas [0,n]. Tujuan kita dalam pembahasan ini adalah untuk mempelajari penyusunan penduga konsisten bagi intensitas global

0 1 1 ([0, ]) c( )s ds τ θ µ τ λ τ τ = =

(3)

dari komponen periodik λc dari fungsi intensitas λpada (1).

Pada tulisan ini, kita asumsikan bahwa periode τ diketahui (seperti: satu hari, satu minggu, dan lain-lain), tetapi slope a dan fungsi λc pada [0, )τ keduanya tidak diketahui. Pada situasi ini kita definisikan penduga a dan θsebagai berikut

[ ]

(

)

2 2 0, ˆn N n a n = (4) dan

(

)

(

)

1 1 1 ([ ,( 1) ] [0, ]) ˆ ln / ˆ . 2 ln / n k n N k k n n k n a n τ τ θ τ τ τ τ ∞ = + ∩ = ⎛ ⎞ − ⎜ + ⎟ ⎝ ⎠

(5) Penduga a yaitu ˆan diperoleh dari:

[ ]

(

)

0 1 2 2 0 0 1 2 2 0 0, ( ( ) ) ( ) ( ) . n c n n c n c N n s as ds s ds as s ds an λ λ λ Ε = + ⎤ = + = +

Bila kedua ruas dibagi dengan n2 maka persamaan di atas menjadi

[ ]

(

)

0 2 2 ( ) 0, 1 2 n c s ds N n a n n λ Ε =

+ .

Bagian pertama dapat ditulis sebagai

0 0 2 ( ) ( ) 1 n n c s ds c s ds n n n λ λ =

. Perhatikan bahwa 0 ( ) n c s ds n λ

merupakan rata-rata λc( )s pada interval [0,n] yang

(15)

merupakan suatu konstanta. Sementara 1 n konvergen ke 0 jika n→ ∞. Maka

[ ]

(

)

2 0, 1 2 N n a n Ε = .

Dengan kata lain

[ ]

(

)

2 2 N 0,n a n Ε = .

Sehingga diperoleh penduga seperti pada (4).

Selanjutnya, kita uraikan ide untuk mengkonstruksi penduga dari θ yaitu ˆθn sebagai berikut: ( 1) 1 ( ) k c k s ds τ τ θ λ τ + =

. (6) Misalkan 1 1 ( [0, ]) n k L k n k τ ∞ = =

Ι ∈ , maka dengan (6) diperoleh: 1 ( 1) 1 1 1 ( [0, ]) 1 1 ( ) ( [0, ]) . k n k c k n k k n L k s s n ds L k τ τ θ θ τ λ τ ∞ = + ∞ = = Ι ∈ = Ι ∈

Dengan menggunakan persamaan (1) maka kuantitas di atas sama dengan

( 1) 1 ( 1) 1 ( 1) 1 1 1 ( ( ) ) ( [0, ]) 1 1 ( ) ( [0, ]) 1 1 ( ) ( [0, ]) . k k n k k k n k k k n k s as s n ds L k s s n ds L k as s n ds L k τ τ τ τ τ τ θ λ τ λ τ τ + ∞ = + ∞ = + ∞ = = − Ι ∈ = Ι ∈ − Ι ∈

Dengan perubahan batas integral pada suku kedua ruas kanan persamaan di atas, maka diperoleh

(

)

( 1) 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 ( ) ( [0, ]) 1 ( ) ( [0, ]) [ ,( 1) ] [0, ] 1 1 1 ( [0, ]) ( [0, ]) . k k n k k n k n k n k n s s n ds L k a s k s k n ds L k X k k n L k a s s k n ds L k a s k n ds L τ τ τ τ τ θ λ τ τ τ τ τ τ τ τ τ τ + ∞ = ∞ = ∞ = ∞ = ∞ = = Ι ∈ − + Ι + ∈ Ε + ∩ = − Ι + ∈ − Ι + ∈

∑ ∫

(7) Perhatikan bahwa 1 1 ( [0, ]) n (1) n k s k n L O L k τ ∞ = Ι + ∈ = + ≈

(8) (lihat Titchmarsh 1960) dan

2 0 2 s ds τ τ =

.

Bagian kedua pada (7) adalah 2 aτ ≈ . Misalkan 1 0 1 ( [0, ]) n k n x k n dx τ ζ τ τ τ ∞ = ⎛ ⎞ = Ι + ∈ − ⎜ ⎟ ⎝ ⎠

. (9) Perhatikan bahwa ζ ≤n 1 untuk setiap

1 n≥ .

Bagian ketiganya menjadi

1 0 ( [0, ]) n k n n a a n s k n ds L L τ τ τ ζ τ ∞ = ⎛ ⎞ Ι + ∈ = + ⎝ ⎠

n n n n a an L L an L τζ = + ≈ (10) dimana ζ ≤n 1 untuk setiap n≥1. Sehingga (7) menjadi

(

)

1 [ , ( 1) ] [0, ] 1 1 . 2 k n n N k k n L k n a L τ τ θ τ τ ∞ = Ε + ∩ ≈ ⎛ ⎞ − + ⎝ ⎠

(11) Dari (10) dan n ln n L τ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ dengan n→ ∞ diperoleh:

(

)

(

)

(

)

1 [ ,( 1) ] [0, ] 1 1 ln / . 2 ln / k N k k n n k n a n τ τ θ τ τ τ τ ∞ = Ε + ∩ ≈ ⎛ ⎞ − ⎜ + ⎟ ⎝ ⎠

(12) Dengan mengambil padanan stokastik dari bagian pertama, maka diperoleh persamaan (5) dan juga mengganti a dengan

ˆn

(16)

Pendekatan Asimtotik untuk Bias dan Ragam dari θˆn

Lema 6:

Misalkan fungsi intensitas λ memenuhi (1) dan terintegralkan lokal, maka

2 2 1 ˆ ( )an a O n n θ ⎛ ⎞ Ε = + + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (13) dan 2 3 2 1 ˆ ( )n a Var a O n n ⎛ ⎞ = + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (14)

dengan n→ ∞. Sehingga ˆan merupakan penduga a yang konsisten. Mean Squared Error (MSE)-nya diberikan oleh

2

ˆ ˆ ˆ

( )n ( )n ( )n

MSE a =bias a +Var a . Dari (13) 2 2 1 ˆ ˆ ( ) , jika . n n Bias a a a O n n n θ ⎛ ⎞ = Ε − = + ⎜ ⎝ ⎠ → ∞ Dari (14) diperoleh 2 3 2 1 ˆ ( )n a Var a O n n ⎛ ⎞ = + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ sehingga

( )

2 2 2 3 2 2 3 4 2 1 ˆ ( ) (4 2 ) n a MSE a O n n n a n O n θ θ − − ⎛ ⎞ = + + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ = + + jika n→ ∞.

Bukti dari lema ini dapat dilihat pada jurnal Helmers dan Mangku (2005).

Teorema 1: (Kekonsistenan θˆn)

Misalkan fungsi intensitas λ memenuhi (1) dan terintegralkan lokal, maka

ˆ P jika

n n

θ ⎯⎯→θ → ∞ (15)

Dengan kata lain, ˆθn merupakan penduga yang konsisten bagi θ. MSE dari ˆθn konvergen ke 0 jika n→ ∞.

Bukti:

Teorema 1 akan dibuktikan setelah bukti Teorema 2.

Teorema 2: (Pendekatan Asimtotik untuk Bias dan Ragam dari θˆn) Misalkan fungsi intensitas λ memenuhi (1) dan terintegralkan lokal, maka

(

)

( )

(2 ) / 2 1 ˆ ( ) ln ln n n n a o n τ γ θ γ ζ τ θ θ − − + ⎛ ⎞ Ε = − + ⎜ ⎝ ⎠

jika n→ ∞. Dengan γ =0,577...adalah konstanta Euler. Serta

(

)

(

)

(

)

(

)

( )

2 2 2 6 ˆ ( ) 2 ln / ln / 1 2 ln . a a a Var n n n o n θ π γ τ θ τ τ + − − = + + ⎛ ⎞ ⎛ ⎞⎜ ⎟⎟⎜ ⎟⎠⎝ ⎠ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (17) Bukti:

Pertama, akan dibuktikan (16). Nilai harapan dari persamaan (12) adalah

(

)

1 [ ,( 1) ] [0, ] 1 1 ˆ ln ˆ 2 ln n k n N k k n n k n a n τ τ θ τ τ τ τ ∞ = Ε + ∩ Ε = ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ − + Ε ⎜ ⎛ ⎞⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎝ ⎠⎟ ⎝ ⎠

(18) Bagian pertama pada (18) sama dengan

(

)

1 1 [ ,( 1) ] [0, ] 1 1 ln 1 1 ( ) ( [0, ]) . ln k k k k N k k n n k x x n dx n k τ τ τ τ τ τ τ λ τ τ ∞ = + ∞ = Ε + ∩ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ = Ι ∈ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠

Dengan perubahan batas integral, maka persamaan di atas menjadi

1 0 1 1 ( ) ( [0, ]) . ln k x k x k n dx n k τ λ τ τ τ τ ∞ = = + Ι + ∈ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠

∑ ∫

Dengan persamaan (1) diperoleh

1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 ( ) ( ) ln ( [0, ]) 1 1 ( ) ( [0, ]) ln 1 1 ( [0, ]) ln 1 1 ( [0, ]) . ln c k c k k k x k a x k n k x k n dx x k x k n dx n k ax x k n dx n k ak x k n dx n k τ τ τ τ λ τ τ τ τ τ λ τ τ τ τ τ τ τ τ τ τ τ ∞ = ∞ = ∞ = ∞ = = + + + ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ Ι + ∈ = + Ι + ∈ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ + Ι + ∈ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ + Ι + ∈ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠

∑ ∫

∑ ∫

∑ ∫

∑ ∫

(17)

Dengan persamaan (2), persamaan di atas menjadi

(

)

(

)

(

)

1 0 1 0 1 0 1 1 1 ( ) ( [0, ]) ln / 1 1 ( [0, ]) ln / 1 ( [0, ]) . ln / c k k k x x k n dx n k a x x k n dx n k a x k n dx n τ τ τ λ τ τ τ τ τ τ τ τ τ τ ∞ = ∞ = ∞ = = Ι + ∈ + Ι + ∈ + Ι + ∈

(19) Diketahui bahwa 1 1 ( [0, ]) ln (1) k n x k n o k τ τ γ ∞ = ⎛ ⎞ Ι + ∈ = ⎜ ⎟+ + ⎝ ⎠

, (20) jika n→ ∞ dan seragam pada x

[ ]

0,τ

(Lihat Titchmarsh 1960).

Dengan mensubstitusi (20) pada bagian pertama (19), maka

(

)

1 0 0 0 0 0 1 1 1 ( ) ( [0, ]) ln 1 1 ( ) ln (1) ln 1 1 ( ) ( ) ln 1 1 ( ) (1) ln 1 . ln ln c k c c c c x x k n dx n k n x o dx n x dx x dx n x o dx n o n n τ τ τ τ τ λ τ τ τ λ γ τ τ τ γ λ λ τ τ τ λ τ τ θγ θ τ ∞ = Ι + ∈ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎛ ⎛ ⎞ ⎞ = ⎜ ⎟+ + ⎛ ⎞ ⎝ ⎝ ⎠ ⎠ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ = + ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ + ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ = + + ⎜ ⎛ ⎞ ⎝ ⎠ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠

(21) Dengan cara yang sama, bagian kedua pada (19) menjadi 1 0 0 0 0 0 1 1 ( [0, ]) ln 1 [0, ] ln (1) ln 1 (1) 1 . ln ln k a x x k n dx n k a n x o dx n a a o a x dx x dx x dx n n τ τ τ τ τ τ τ τ γ τ τ τ γ τ τ τ τ τ ∞ = Ι + ∈ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎛ ⎛ ⎞ ⎞ = + + ⎛ ⎞ ⎝ ⎝ ⎠ ⎠ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ = + + ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠

Karena 2 0 1 2 x dx τ τ =

, maka persamaan di atas menjadi 2 2 1 1 1 1 2 ln 2 ln 1 , 2 2 ln ln a a o n n a a o n n γ τ τ τ τ τ τ γτ τ ⎛ ⎞ + + ⎜ ⎛ ⎞ ⎝ ⎠ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ = + + ⎜ ⎛ ⎞ ⎝ ⎠ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (22) jika n→ ∞. Perhatikan bahwa 1 1 ( [0, ]) n. k n x kτ n ζ τ τ ∞ = Ι + ∈ = +

(lihat Titchmarsh 1960) (23) Sehingga bagian ketiga pada (19) menjadi 1 0 1 ( [0, ]) ln k a x k n dx n τ τ τ τ τ ∞ = Ι + ∈ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠

ln ln ln n n a n n a a n n n τ ζ τ τ τζ τ τ τ τ ⎛ ⎞ = + ⎛ ⎞ ⎝ ⎠ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ = + ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ . ln ln n a an n n τζ τ τ = + ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ (24) Dengan mensubstitusikan (13) ke

bagian 2 persamaan (18), maka

2 2 2 2 ˆ 2 ln 2 1 2 ln 1 2 2 ln 2 1 ln ln 2 1 2 ln ln n n a n n a O n n n a an O n n n n O n n n a an O n n n τ τ τ θ τ τ θτ τ τ θ τ τ τ θ τ τ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ − + Ε ⎜ ⎛ ⎞⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎝ ⎠⎟ ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟⎛ ⎜ ⎟ = − + + + ⎜ ⎛ ⎞⎜ ⎟⎟⎝ ⎝ ⎠⎠ ⎜ ⎝ ⎠⎟ ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ = − − − − ⎛ ⎞ ⎝ ⎠ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ − − ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎝ ⎠ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ = − − − + ⎜ ⎟ ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎝ ⎠ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ jika n→ ∞. (25)

(18)

Dengan menggabungkan (21), (22), (24) dan (25), maka persamaan (16) terbukti sebagai berikut

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

1 ˆ ( ) ln / ln 2 1 2 ln / ln ln / ln / 2 ln / n n a o n n a an o n n n a a an n n θγ τ θ θ τ γτ τ τ τζ τ τ τ ⎛ ⎞ Ε = + + + ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ + + + ⎝ ⎠ + − −

(

)

2 2 1 ln n/ O n θ τ ⎛ ⎞ − + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠

(

)

(

)

(

2

)

( / 2) 2 1 ln / ln (2 ) 1 ln / ln n n a a o n n a o n n γ θγ γτ τζ θ θ τ γ θ ζ τ θ τ + + − ⎛ ⎞ = + + ⎜ ⎝ ⎠ − − + = − + ⎜ ⎝ ⎠ jika n→ ∞.

Selanjutnya akan dibuktikan persamaan (17). Telah didefinisikan penduga bagi θ

yaitu ˆθn pada persamaan (5). Misalkan didefinisikan 1 1 1 ([ ,( 1) ] [0, ]) ln n k N k k n A n k τ τ τ τ ∞ = + ∩ = ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠

(26) dan

(

)

ˆ 2 ln / n n n B a n τ τ ⎛ ⎞ = ⎜ + ⎟ ⎝ ⎠ . (27) Sehingga kita dapat menuliskan

ˆ

n An Bn

θ = − . (28)

Kemudian kita dapat menghitung ragam dari ˆθn sebagai berikut

ˆ

( )n ( )n ( ) 2n ( ,n n) Varθ =Var A +Var BCov A B

(29) Catatan, untuk setiap j k j k≠ , , =1, 2,..., maka

(

[

jτ,(j+1)τ

]

∩[0, ]n

)

dan

[

]

(

kτ,(k+1)τ ∩[0, ]n

)

tidak saling tumpang tindih (tidak overlap). Sehingga

[

]

(

,( 1) [0, ]

)

N j jτ + ∩τ n dan N k k

(

[

τ,( 1)+ τ

]

∩[0, ]n

)

adalah bebas, untuk kj.

Sehingga Var A( )n dapat dihitung sebagai berikut

(

)

2 2 2 1 ( ) 1 1 ( ([ ,( 1) ] [0, ])) ln( / ) n k Var A Var N k k n k n τ τ τ τ ∞ = =

+ ∩

(

)

2 2 2 1 0 1 1 ( ) ( [0, ]) . ln( / ) k x k x k n dx k n τ λ τ τ τ τ ∞ = =

∑ ∫

+ Ι + ∈

Dengan menggunakan persamaan (1), maka

( )

(

)

( )

(

)

( )

(

)

2 2 2 1 0 2 2 2 1 0 2 2 2 1 0 ( ) 1 1 ( ) ( ) ( [0, ]) ln / 1 1 ( ) ( [0, ]) ln / 1 1 ( ) ( [0, ]) . ln / n c k c k k Var A x k a x k x k n dx k n x k x k n dx k n a x k x k n dx k n τ τ τ λ τ τ τ τ τ λ τ τ τ τ τ τ τ τ ∞ = ∞ = ∞ = = + + + Ι + ∈ = + Ι + ∈ + + Ι + ∈

∑ ∫

∑ ∫

∑ ∫

Kemudian, dengan persamaan (2) diperoleh

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

2 2 2 1 0 2 2 2 1 0 2 1 0 ( ) 1 1 ( ) ( [0, ]) ln / 1 ( [0, ]) ln / 1 ( [0, ]) . ln / n c k k k Var A x x k n dx k n a x x k n dx k n a x k n dx k n τ τ τ λ τ τ τ τ τ τ τ τ τ ∞ = ∞ = ∞ = = Ι + ∈ + Ι + ∈ + Ι + ∈

(30) Perhatikan bahwa 2 2 1 1 ( [0, ]) (1) 6 k x k n o k π τ ∞ = Ι + ∈ = +

(31) jika n→ ∞, seragam pada x

[ ]

0,τ (Lihat Titchmarsh 1960).

Dengan menggunakan persamaan (31), bagian pertama dari persamaan (30) menjadi

(

)

(

)

(

)

(

)

2 2 2 1 0 2 2 2 0 1 1 ( ) ( [0, ]) ln / 1 ( ) (1) 6 ln / c k c x x k n dx k n x o dx n τ τ λ τ τ τ π λ τ τ ∞ = Ι + ∈ ⎛ ⎞ = + ⎝ ⎠

(

)

(

)

2 2 1 (1) 6 ln n/ o π θ τ τ ⎛ ⎞ = ⎜ + ⎟ ⎝ ⎠

(

)

(

)

( )

2 2 2 6 1 ln ln n/ o n θ π τ τ ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ = + ⎝ ⎠ , (32) jika n→ ∞.

(19)

Bagian keduanya menjadi

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

( )

2 2 2 1 0 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 2 1 ( [0, ]) ln / (1) 6 ln / 1 (1) 6 2 ln / 2 6 1 , ln ln / k a x x k n dx k n a x o dx n a o n a o n n τ τ τ τ τ π τ τ π τ τ τ π τ ∞ = Ι + ∈ ⎛ ⎞ = + ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ = + ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ = + ⎝ ⎠

(33) jika n→ ∞. Dengan menggunakan persamaan (20), bagian ketiganya menjadi

( )

2 1 0 2 0 2 2 2 1 ( [0, ]) ln ln (1) ln ln (1) ln 1 ln ln ln k a x k n dx k n a n o dx n a n o n a a o n n n τ τ τ τ τ γ τ τ τ γ τ τ τ τ γ τ τ ∞ = Ι + ∈ ⎛ ⎛ ⎞⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎝ ⎠⎟ ⎝ ⎠ ⎛ ⎛ ⎞ ⎞ = ⎜ ⎟+ + ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎛ ⎛ ⎞⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎝ ⎠⎟ ⎝ ⎠ ⎛ ⎛ ⎞ ⎞ = ⎜ ⎟+ + ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎛ ⎛ ⎞⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎝ ⎠⎟ ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ = + + ⎛ ⎞ ⎛ ⎛ ⎞⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠

(34) jika n→ ∞. Dengan menggabungkan persamaan (32), (33) dan (34), diperoleh

(

)

(

(

)

)

( )

2 2 2 2 6 ( ) ln / ln / 1 . ln n a a a Var A n n o n θ π γ τ τ τ++ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ = + ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ + ⎝ ⎠ (35) Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan (14) Var B( n) menjadi

( )

( )

(

)

2 2 3 ˆ ( ) 2 ln ˆ ( ) 2 ln 2 1 2 ln / n n n n Var B Var a n n Var a Var n a n O n n n τ τ τ τ τ τ ⎛ ⎛ ⎞⎞ ⎜ ⎟ = + ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ = ⎜ + ⎟ ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ ⎛ ⎛ ⎞⎞ = + ⎟ ⎜⎜ + ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎝ ⎠

(

)

(

)

2

(

)

2 1 ln / ln / jika . a O n n n n τ τ ⎛ ⎞ = + ⎜ ⎝ ⎠ → ∞ , (36) Kemudian, akan kita hitung ( ,n n)

Cov A B sebagai berikut:

(

)

(

)

[

]

(

)

(

)

(

)

2 1 ( , ) 2 ln / 2 ln / 1 ,( 1) [0, ] , [0, ] . n n k Cov A B n n n n Cov N k k n N n k τ τ τ τ τ τ ∞ = ⎛ ⎞⎛ ⎞ =⎜ + ⎟⎜⎟⎜ ⎝ ⎠⎝ ⎠ + ∩

Karena N k

(

[

τ,(k+1)τ

]

∩[0, ]n

)

adalah himpunan bagian dari N

(

[ ]

0,n

)

, maka Cov(An,Bn) dapat ditulis sebagai berikut

(

)

(

)

(

)

[

]

(

)

(

)

2 2 1 2 1 ( , ) ln / ln / 1 , ( 1) [0, ] . n n k Cov A B n n n n Var N k k n k τ τ τ τ τ ∞ = ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ = + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ + ∩

Karena N adalah peubah acak Poisson, maka ( )

Var N = ΕN. Sehingga kita peroleh

( )

(

)

( )

(

)

( )

(

)

( )

2 2 1 0 2 2 2 1 ( , ) ln / ln / 1 ( ) ( [0, ]) 2 1 . ln / ln / n n c k Cov A B n n n n x ax x k n dx k n n n n τ τ τ τ λ τ τ τ τ ∞ = ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ = + ⎝ ⎠ + Ι + ∈ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ + + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠

(37) Substitusi persamaan (20) ke bagian pertama persamaan (37) akan kita peroleh

( )

1 ln O n n ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠, jika n→ ∞.

Lalu dengan mensubstitusi persamaan (23) ke bagian kedua persamaan (37) akan diperoleh

( )

2 2 1 , jika ln ln a O n n n n ⎛ ⎞ + → ∞ ⎝ ⎠ . Maka

(

)

(

)

2

(

)

2 1 ( , ) . ln / ln / n n a Cov A B O n n n τ τ ⎛ ⎞ = + ⎜ ⎝ ⎠

Sehingga bagian ketiga persamaan (29) menjadi

(20)

( )

(

)

2

( )

4 1 2 ( , ) , ln / ln / jika . n n a Cov A B O n n n n τ τ ⎛ ⎞ − = − + ⎜ ⎝ ⎠ → ∞

Maka Teorema 2 terbukti. Bukti Teorema 1:

Dengan menggunakan persamaan (16), diperoleh

(

2

)

ˆ lim ( ) (2 ) 1 lim ln( / ) ln . n n n n a o n n γ θ γ θ ζ τ θ τ θ →∞ →∞ Ε ⎛ − − + ⎞ = ⎜ − + ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ =

Atau dapat ditulis sebagai ˆ

( )θn θ o(1), jika n

Ε = + → ∞.

(38) Sedangkan persamaan (17) mengakibatkan

( ) ( ) 2 2 2 2 1 2 6 ln ln ln ˆ lim ( ) lim 0. n n n a a a n n n Var θ π γ τ θ τ τ θ →∞ →∞ + − − + + ⎛ ⎞ ⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎝ ⎠⎝ ⎠ ⎜ ⎟ = ⎛ ⎞ ⎛ ⎛ ⎞⎞ ⎝ ⎠ ⎜ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎟ ⎜ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎟ ⎝ ⎠ =

Dapat ditulis juga sebagai ˆ

( )n (1), jika Varθ =o n→ ∞.

(39) Selanjutnya, akan dibuktikan bahwa ˆθn

adalah penduga konsisten bagi θ, yaitu bahwa untuk setiap ε >0 berlaku

(

ˆ

)

0

n

θ θ ε

Ρ − > → , jika n→ ∞.

Ruas kiri persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut

(

ˆ

) (

ˆ ˆ ˆ

)

.

n n n n

θ θ ε θ θ θ θ ε

Ρ − > = Ρ − Ε + Ε − >

(40) Dengan ketaksamaan segitiga maka persamaan (40) menjadi

(

)

(

)

ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ . n n n n n n θ θ θ θ ε θ θ ε θ θ ≤ Ρ − Ε + Ε − > = Ρ − Ε > − Ε − (41) Berdasarkan persamaan (38), maka ada no sehingga ˆ , 2 n ε θ θ Ε − ≤ (42) untuk setiap n n> o.

Dengan mensubstitusikan persamaan (42) ke persamaan (41), maka ruas kanan persamaan (41) menjadi ˆ ˆ 2 n n ε θ θ ⎛ ⎞ = Ρ − Ε > ⎝ ⎠. Kemudian diperoleh

(

ˆ

)

ˆ ˆ 2 n n n ε θ θ ε ⎛θ θ ⎞ Ρ − > ≤ Ρ − Ε > ⎝ ⎠.

Dengan menggunakan pertaksamaan Chebyshev, maka 2 ˆ 4 ( ) ˆ ˆ . 2 n n n Varθ ε θ θ ε ⎛ ⎞ Ρ − Ε > ≤ ⎝ ⎠ (43) Dengan (39), maka ruas kanan persamaan (43) konvergen ke 0 jika n→ ∞.

Mean Squared Error-nya adalah 2

ˆ ˆ ˆ

( )n ( )n ( )n

MSEθ =Bias θ +Varθ . Dari persamaan (38), diperoleh

ˆ ˆ ( )n n (1), jika Biasθ = Ε − =θ θ o n→ ∞, sehingga 2( )ˆ (1), jika n Bias θ =o n→ ∞.

Dari persamaan (39), diperoleh ˆ

( )n (1), jika Varθ =o n→ ∞.

Jadi, MSE( )θ =ˆn o(1), jika n→ ∞, dengan kata lain MSE( )θ →ˆn 0, jika .n→ ∞ Maka Teorema 1 terbukti.

Reduksi Bias

Untuk mengevaluasi bias dari ˆθn, kita perhatikan suatu kasus khusus, yaitu proses Poisson dengan fungsi intensitas

( ) ( ) 2 exp cos . c s s as s A as λ λ π ρ φ τ = + ⎧ ⎛ ⎞⎫ = + + ⎝ ⎠ ⎩ ⎭

Kita pilih ρ = 1, τ = 5, φ = 0 dan a = 0.05. Dengan parameter tersebut, fungsi intensitas menjadi 2 ( ) exp cos 0.05 5 s s A π s λ = ⎧⎨ ⎛⎜ ⎞⎟⎫⎬+ ⎩ ⎭ . (44) Kita pertimbangkan tiga nilai θ yaitu

θ=1.2661 (A = 1), θ = 2.5322 (A = 2) dan

θ=5.0644 (A = 4). Untuk A = 1, kita peroleh

5 0 1 2 exp cos 1.2661 5 5 s ds π θ= ⎛ = ⎝ ⎠ ⎝ ⎠

.

(21)

Contoh 1:

Pada contoh ini kita pelajari perilaku dari ˆθn (dalam Teorema 2), dengan fungsi

intensitas λ(s) diberikan oleh (44).

Pendekatan asimtotik bagi bias dan ragam pada Teorema 2 akan dibandingkan dengan suatu hasil simulasi yang diambil dari Mangku (2005).

(i) Untuk θ = 1.2661, dengan persamaan (16) dan (17) diperoleh penduga asimtotik untuk bias dan ragam dari ˆθn

sebagai berikut: ˆ ˆ ( ) 0.5778 (2 0.5778)(1.2661) 1 (0.05)5 2 ln(1000/5) 0.3734. n n Biasθ =Ε −θ θ ⎛ ⎞ − − ⎝ ⎠ =− =− 2 2 1.2661 0.05 0.05(2 0.5778) 5 2 6 0.05 ˆ ( ) 1000 1000 ln ln 5 5 0.0232. n Var π θ ⎛ ⎞ ⎛ + ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠⎝ ⎠ = + ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ =

Dari simulasi, dengan menggunakan M=10000, realisasi yang bebas dari proses N yang diobservasi pada interval [0,1000], diperoleh Biasˆ ( ) 0.3793θˆn =−

dan Varˆ ( ) 0.0221θˆn = , dimana Biasˆ ( )θˆn

adalah rata-rata contoh (yang diperoleh dari simulasi) dikurangi nilai θ yang sebenarnya dan Varˆ ( )θˆn adalah ragam

contoh. Jadi, ˆ ˆ ˆ ( ) ( ) 0.3734 ( 0.3793) 0.0059 n n Biasθ −Biasθ = − − − = ˆ ˆ ˆ ( ) ( ) 0.0232 0.0221 0.0011. n n Varθ −Varθ = − =

(ii) Untuk θ=2.5322, dengan (16) dan (17), dan dari simulasi (M=10000) diperoleh

ˆ ˆ ˆ ( ) ( ) 0.7137 ( 0.7303) 0.0166 n n Biasθ −Biasθ = − − − = dan ˆ ˆ ˆ ( ) ( ) 0.0381 0.0364 0.0017. n n Varθ −Varθ = − =

(iii)Untuk θ=5.0644, dengan (16) dan (17) dan simulasi (M=10000) diperoleh

ˆ ˆ ˆ ( ) ( ) 1.3938 ( 1.4210) 0.0272 n n Biasθ −Biasθ = − − − = dan ˆ ˆ ˆ ( ) ( ) 0.0677 0.0634 0.0043. n n Varθ −Varθ = − =

Dari Contoh 1, kita lihat bahwa penduga asimtotik untuk bias dan ragam pada (16) dan (17) sudah cukup baik untuk memperkirakan bias dan ragam dari penduga

ˆ

n

θ dengan ukuran contoh yang terbatas. Tetapi bias dari ˆθn masih cukup besar. Kita

dapat mereduksi bias ini dengan menambahkan penduga dari bagian kedua pada persamaan (16) ke dalam ˆθn. Dengan

demikian, kita peroleh penduga dengan bias yang telah dikoreksi untuk θ sebagai berikut

, ˆ ˆ (2 ) 2 ˆ ˆ ln n n n n b n a n γ γ θ ζ τ θ θ τ ⎛ ⎞ − − + ⎝ ⎠ = + ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ . (45) Teorema 3: (Pendekatan Asimtotik untuk

Bias dan Ragam dari θˆn b, ) Misalkan fungsi intensitas λ memenuhi (1) dan terintegralkan lokal, maka

, 1 ˆ ln n b o n θ θ ⎛ ⎞ Ε = + ⎜ ⎝ ⎠ (46) jika n→ ∞, dan

( )

(

)

(

)

(

)

2 , 2 2 2 2 6 ˆ ( ) ln / ln / 1 , (ln ) n b a a a Var n n o n θ π γ τ θ τ τ ⎛ ⎞ ⎛ ++ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠⎝ ⎠ = + ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (47) jika n→ ∞. Bukti:

Pertama, akan dibuktikan persamaan (46). Untuk membuktikannya, kita tulis kembali penduga θˆn b, pada (45) sebagai berikut

(

)

, / 2 (2 ) ˆ 1 ˆ ˆ ln( / ) ln( / ) n n b n an n n γ ζ τ γ θ θ τ τ + ⎛ − ⎞ = + − ⎝ ⎠ . (48) Dengan (16), nilai harapan bagian pertama pada (48) menjadi

(22)

(

)

( )

(2 ) ˆ 1 ln( / ) (2 ) / 2 (2 ) 1 1 ln( / ) ln ln 1 2 , ln ln n n n n n a o n n a o n n τ γ θ τ γ θ γ ζ τ γ θ τ γ ζ τ θ τ ⎛ − ⎞ = + Ε ⎝ ⎠ ⎛ − − + ⎞ ⎛ − ⎞ ⎛ ⎞ = +⎜ ⎟⎜ − + ⎜ ⎝ ⎠⎝ ⎠ ⎛ + ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ = + + ⎜ ⎛ ⎞ ⎝ ⎠ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (49) jika n→ ∞.

Dengan (13), nilai harapan bagian kedua pada (48) menjadi

(

/ 2

)

ˆ ln( / ) n n a n γ ζ τ τ + = − Ε

(

)

(

)

(

)

2 / 2 2 1 ln( / ) / 2 1 , ln / ln n n a O n n n a o n n γ ζ τ θ τ γ ζ τ τ + ⎛ ⎛ ⎞⎞ = − + + ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ + ⎛ ⎞ = − + ⎜ ⎝ ⎠ (50) Jika n→ ∞.

Kemudian, dengan menggabungkan (49) dan (50), kita peroleh persamaan (46).

Selanjutnya, akan dibuktikan persamaan (47). Dengan menggunakan (48),

, ˆ ( n b)

Varθ dapat dihitung sebagai berikut

(

)

(

(

)

)

(

)

(

)

, 2 2 2 2 ˆ ( ) (2 ) ˆ 2 ˆ 1 ( ) ( ) ln / ln / (2 ) 2 ˆ ˆ 2 1 ( , ). ln / ln / n b n n n n n n Var Var Var a n n Cov a n n θ γ ζ τ γ θ τ τ γ ζ τ γ θ τ τ ⎛ + ⎞ ⎜ ⎟ ⎛ − ⎞ ⎝ ⎠ = +⎜ + ⎝ ⎠ ⎛ + ⎞ ⎜ ⎟ ⎛ − ⎞⎝ ⎠ − ⎜ + ⎟ ⎝ ⎠ (51) Dengan (17), bagian pertama persamaan (51) sama dengan

(

)

(

)

(

)

(

)

(

(

)

)

( )

2 2 2 2 6 2 2 ln / ln / 1 2 ln ln / a a a a n n o n n θ π γ τ τ τ τ + − − + + ⎛ ⎞ ⎛ ⎞⎜ ⎟⎟⎜ ⎟⎠⎝ ⎠ + ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠

(

)

(

)

(

)

(

)

( )

2 2 2 6 1 2 2 ln / ln / ln , a a a o n n n θ π γ τ τ τ + − + ⎛ ⎞ ⎛ ⎞⎜ ⎟+⎟⎜ ⎟ ⎠⎝ ⎠ ⎜ ⎟ = + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (52) jika n→∞.

Dengan (14), bagian kedua pada (51) adalah

2 2 1 (ln ) O n n ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ yang menjadi 2 1 (ln ) o n ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠

jika n→∞. Kemudian dengan pertaksamaan Cauchy-Schwarz, bagian ketiga (51) menjadi 1 2 (ln ) o n ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ jika n→∞. Sehingga, diperoleh (47). Teorema 3 terbukti. Contoh 2:

Pada contoh ini, kita pelajari perilaku dari penduga θˆn b, pada persamaan (45)

dengan fungsi intensitas λ(s) pada (44). Hasil simulasi yang digunakan sebagai pembanding diambil dari Mangku (2005).

(i) Untuk θ = 1.2661, dari simulasi (M=10000) dan dengan (47), diperoleh penduga asimtotik untuk bias dan ragam dari θˆn b, sebagai berikut:

, ˆ ˆ ( ) 0.1090 n b Biasθ = − dan , 2 2 , , ˆ ( ) 0.05 (1.2661/5 0.05/2)( /6) 0.05(2 0.5778) 1000 1000 ln ln 5 5 0.0283 ˆ ˆ ˆ ( ) ( ) 0.0283 0.0354 0.0071 nb nb nb Var Var Var θ π θ θ + + − = + ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ = − = − =−

(ii) Untuk θ=2.5322, dari simulasi (M=10000) dan dengan (47), diperoleh

, ˆ ˆ ( ) 0.2056 n b Biasθ = − , , ˆ ˆ ˆ ( ) ( ) 0.0431 0.0578 0.0147 n b n b Varθ −Varθ = − = −

(iii)Untuk θ=5.0644, dari simulasi (M=10000) dan dengan (47), diperoleh

, ˆ ˆ ( ) 0.3993 n b Biasθ = − , , ˆ ˆ ˆ ( ) ( ) 0.0728 0.1051 0.0323 n b n b Varθ −Varθ = − = −

Jelas bahwa bias dari θˆn b, jauh lebih

kecil dari bias ˆθn. Jadi, reduksi bias pada (45) berhasil.

(23)

KESIMPULAN Pada tulisan ini dikaji suatu metode

untuk menduga fungsi intensitas global dari komponen periodik suatu proses Poisson periodik dengan tren linear.

Kita gunakan ( ) ( ) 1 1 1 ([ , ( 1) ] [0, ]) ˆ ln / ˆ 2 ln / n k n N k k n n k n a n τ τ θ τ τ τ τ ∞ = + ∩ = ⎛ ⎞ − ⎜ + ⎟ ⎝ ⎠

dan penduga dengan bias yang telah dikoreksi θˆn b, sebagai penduga fungsi intensitas global θ dan ˆn 2

(

[ ]

20,

)

N n a

n

=

sebagai penduga bagi a, dengan a adalah slope dari komponen linear proses yang dikaji.

Dari hasil pengkajian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

(i) Kuantitas ˆθn merupakan penduga konsisten bagi θ, serta

ˆ ( )n 0

MSEθ → , jika n→∞. (ii) Bias dari ˆθn adalah

(

)

(

)

ˆ ( ) (2 ) / 2 1 , ln / ln n n Bias a o n n θ γ θ γ ζ τ τ − − + ⎛ ⎞ = − + ⎜ ⎝ ⎠ jika n→∞.

(iii) Ragam dari θˆn adalah

( )

(

)

(

)

(

)

( )

(

)

( )

2 / / 2 2 ˆ ( ) 2 ln / ln / 1 2 ln /6 , a a a Var n n n o n θ τ π γ θ τ τ + − − = + + ⎛⎜ ⎞⎟ ⎝ ⎠ jika n→∞.

(iv) Bias dari θˆn b, adalah 1 ln o n ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠, jika n→∞.

(v) Ragam dari θˆn b, adalah

( )

(

)

(

)

(

)

( )

(

)

( )

2 , / / 2 2 ˆ ( ) 2 ln / ln / 1 2 ln /6 , n b a a a Var n n o n θ τ π γ θ τ τ + − = + + + ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ jika n→∞. DAFTAR PUSTAKA Browder, A. 1996. Mathematical Analysis :

An Introduction. Springer. New York.

Damiri, S. D. 2003. Metode untuk Menduga Fungsi Intensitas Global pada Proses Poisson Periodik. Departemen Matematika. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dudley, R. M. 1989. Real Analysis and Probability. Wadsworth & Brooks. California.

Durret, R. 1996. Probability : Theory and Examples. Ed. ke-2. Duxbury Press. New York.

Grimmett, G. R. dan D. R. Stirzaker. 1992. Probability and Random Processes. Ed. ke-2. Clarendon Press. Oxford.

Ghahramani, S. 2005. Fundamentals of Probability with Stochastic Processes. Ed. ke-3. Pearson Prentice Hall. New Jersey.

Helmers, R. dan I W. Mangku. 2005. Estimating the Intensity of a Cyclic Poisson Processes in the Presence of Linear Trend. CWI, Amsterdam. Hogg, R. V. dan A. T. Craig. 1995.

Introduction to Mathematical Statistics. Ed. ke-5. Prentice Hall, Englewood Cliffs. New Jersey. Mangku, I W. 2001. Estimating the

Intensity of a Cyclic Poisson Process (Ph.D.Thesis). University of Amsterdam. Amsterdam.

Mangku, I W. 2005. A Note on Estimation of The Global Intensity of a Cyclic Poisson Process in The Presence of Linear Trend. Journal of

(24)

Mathematics and Its Applications. Vol. 4. No. 2. 1 – 12.

Ross, S. M. 2003. Introduction to Probability Model. Ed. ke-8. Academic Press Inc. Orlando, Florida.

Serfling, R. J. 1980. Approximation Theorems of Mathematical Statistics. John Wiley & Sons. New York.

Taylor, H. M. and S. Karlin. 1984. An Introduction to Stochastic Modeling. Academic Press, Inc. Orlando, Florida.

Titchmarsh, E. C. 1960. The Theory of Functions. Oxford University Press. London.

Wheeden, R. L. and A. Zygmund. 1977. Measure and Integral : An Introduction to Real Analysis. Marcel Dekker, Inc. New York.

(25)

Gambar

Gambar 1. Contoh grafik fungsi intensitas  periodik dengan tren linear.

Referensi

Dokumen terkait

Kendala- kendala lain yang dihadapi oleh penyidik dalam penanggulangan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak adalah: Kemampuan dan cara kerja penyidik/penyidik

Hasil yang diharapkan adalah prestasi belajar yang baik karena setiap orang menginginkan prestasi yang tinggi, baik mahasiswa, dosen, maupun orang tua hingga masyarakat.Namun

Pada tanggal 18 Agustus 1618, kantor dagang VOC di Jepara diserbu oleh Mataram. Serbuan ini merupakan reaksi pertama yang dilakukan oleh Mataram terhadap VOC. Pihak VOC

Pernyataan yang ekivalen dengan: “Jika saya ingin berh asil maka saya harus bekerja keras”, adalah ….. Saya tidak ingin berhasil tetapi saya bekerja keras

Artinya : “Ketika kami telah menerangkan bahwasanya al-Qur’an adalah pokok pangkal yang harus kepadanya kita kembali dalam menentukan hukum, maka kami

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS HAKIKAT SAINS TERHAD AP PENGAMBILAN KEPUTUSAN D AN PAND ANGAN SISWA TENTANG HAKIKAT SAINS MELALUI ISU SOSIOSAINTIFIKA. Indonesia |

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan kebijakan mengenai perimbangan keuangan, superioritas pemerintah pusat masih sangat kental ditandai dengan

Perspektif individu mengelola karir dengan mengasumsikan bahwa karyawan memiliki kemampuan untuk menilai dan merancang prospek karir mereka sendiri dalam organisasi secara