REFERAT
REFERAT
“
“
DRUG INDUCED HEPATITIS
DRUG INDUCED HEPATITIS
” ”DISUSUN OLEH :
DISUSUN OLEH :
Armie Ayu Haryono Armie Ayu Haryono
1610221012 1610221012
PEMBIMBING :
PEMBIMBING :
dr. Hascaryo Nugroho, Sp.PD dr. Hascaryo Nugroho, Sp.PDKEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
RSUD AMBARAWA
RSUD AMBARAWA
2017
2017
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Dalam kesempatan ini puji dan syukur penulis hanturkan kehadirat Allah SWT atas Dalam kesempatan ini puji dan syukur penulis hanturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat, serta hidayah-Nya dalam penulisan tugas makalah referat ini. Serta salawat serta rahmat, nikmat, serta hidayah-Nya dalam penulisan tugas makalah referat ini. Serta salawat serta salam senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad SAW dan keluarga nya serta para sahabat. salam senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad SAW dan keluarga nya serta para sahabat. Tugas Makalah referat
Tugas Makalah referat yang berjudul “yang berjudul “Drug Induced HepatitisDrug Induced Hepatitis” dapat terselesaikan dengan baik.” dapat terselesaikan dengan baik. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hascaryo Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hascaryo Nugroho, Sp.PD
Nugroho, Sp.PD selaku pembimbing kepaniteraan selaku pembimbing kepaniteraan klinik ilmu penklinik ilmu penyakit dalam RSUD yakit dalam RSUD AmbarawaAmbarawa tahun 2017.
tahun 2017.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu peneliti memohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga makalah yang disusun penulis karena itu peneliti memohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga makalah yang disusun penulis ini dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara serta masyarakat luas pada umumnya di masa yang ini dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara serta masyarakat luas pada umumnya di masa yang akan datang. akan datang. Semarang, 24 November 2017 Semarang, 24 November 2017 Penulis Penulis
PENGESAHAN
Laporan Kasus diajukan oleh
Nama : Armie Ayu Haryono
NRP : 1610221012
Program studi : Kedokteran Umum Judul : Drug Induced Hepatitis
Telah berhasil dipertahankan di hadapan pembimbing dan diterima sebagai syarat yang diperlukan untuk ujian kepaniteraan klinik anak Program Studi Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
Pembimbing
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Hepatitis adalah kelainan hati berupa peradangan (sel) hati. Peradangan ini ditandai dengan meningakatan kadar enzim hati. Peningkatan ini disebabkan adanya gangguan atau kerusakan membran hati.
Ada dua faktor penyebabnya yaitu faktor infeksi dan faktor non infeksi.
Faktor penyebab infeksi antara lain virus hepatitis dan bakteri. Selain karena
virus Hepatitis A, B, C, D, E dan G masih banyak virus lain yang berpotensi menyebabkan hepatitis misalnya adenoviruses , CMV , Herpes simplex , HIV , rubella ,varicella dan lain-lain. Sedangkan bakteri yang menyebabkan hepatitis antara lain misalnya bakteri Salmonella typhi, Salmonella paratyphi , tuberkulosis , leptosvera.
Faktor non-infeksi misalnya karena obat. Obat tertentu dapat mengganggu
fungsi hati dan menyebabkan hepatitis .
Drug-induced hepatitis (DIH) / Drug-induced liver injury (DILI) dapat diartikan sebagai kerusakan hepatik yang diinduksi oleh obat kimiawi atau herbal yang menyebabkan disfungsi hati atau abnormalitas pada tes fungsi hati (peningkatan ALT/AST >3x batas normal dan/atau kenaikan bilirubin >2x batas normal) dengan ekslusi dari penyebab-penyebab lainnya (hepatitis viral, alkohol, tumor, dll). Drug-induced hepatitis dapat dibagi menjadi tipe intrinsik dan idiosinkratik. Tipe intrinsik biasanya tergantung dosis dan dapat diprediksi (mis. keracunan paracetamol),
sementara tipe idiosinkratik tidak tergantung langsung ke dosis obatnya dan lebih sulit diprediksi.1
II. Epidemiologi
Drug-induced hepatitis tipe idiosinkratik merupakan kasus yang tidak terduga dan dapat tidak teridentifikasi pada pemeriksaan preklinis maupun klinis. Untuk sebagian besar obat yang beredar, drug-induced hepatitis tipe idiosinkratik ini
diperkirakan terjadi pada 1 diantara 10.000 hingga 100.000 orang yang terpapar obat-obatan tersebut.1 Untuk pasien anak sendiri, sekitar 5% dari kasus gagal hati akut pada anak disebabkan oleh obat-obatan selain acetaminophen. Obat-obatan yang
diduga sebagai penyebabnya beragam, mulai dari anti biotik, antikonvulsan, psikoaktif, dan lainya.2
Di Amerika serikat, dari sebuah studi prospektif yang dilakukan antara tahun 2004-2009 pada 30 orang pasien anak berumur 2-18 tahun dengan dugaan Drug-induced hepatitis, didapat agen penyebab terbanyak yaitu antimikroba (minosiklin, isoniazid, dan azithromycin) dan obat SSP (atomoxetine dan lamotrigine). Dari seluruh pasien, 2 orang tetap menunjukkan abnormalitas pada follow-up test fungsi heparnya hingga 6 bulan kemudian, menandakan terjadinya penyakit hati kronis.3
Sedangkan di India, dari studi terhadap 39 anak usia 2-17 tahun dari tahun 1997-2004 dan 2005-2010, didapatkan penyebab terbanyak dari drug-induced hepatitis yaitu OAT (INH, rifampisin, pirazinamid), phenytoin, dan carbamazepine. 16 dari 39 anak pada studi ini juga menunjukkan gejala hipersensitivitas obat seperti ruam kemerahan, demam, limfadenopati, dan/atau eosinofilia.4Selain itu, penelitian lain oleh Devarbhavi et al menunjukkan bahwa 42-63% individu yang mengalami drug-induced hepatitis sebetulnya tidak memerlukan obat anti TB dan hanya diterapi secara empiris untuk suspek tuberculosis.9
III. Etiologi
Cedera hati dapat dapat disebabkan oleh inhalasi, ingesti atau pemberian secara parenteral dari sejumlah obat farmakologis dan bahan kimia. Terdapat kurang lebih 900 jenis obat, toksin dan herbal yang telah dilaporkan dapat mengakibatkan kerusakan pada sel-sel hati1. Beberapa diantaranya seperti pada tabel 1 dibawah ini merupakan penyebab paling sering dari Drug Induced Liver Injury.
Tabel 1. Obat-obat yang telah dilaporkan dapat menyebabkan Drug-Induced Liver Injury7
Penelitian yang dilakukan oleh Kazuto Tajiri and Yukihiro Shimizu di Jepang mengungkapkan bahwa penyebab dari Drug Induced Liver Injury diantaranya adalah asetaminofen (16,9%), anti-HIV seperti Stavudine, Didanosine, Nepirapine, Zidovudine (16,8%), Troglitazone (11,7%), anti konvulsan seperti Asam Valproat dan phenitoin (10,3%), anti kanker (12,3%) yang meliputi Flutamide (3,3%), Cyclophosphamide (3,1%), Methotrexate (3,0%) dan Cytarabine (2,9%), Antibiotik (8,7%) seperti Trovafloxacin(3,2%), Sulfa/trimethoprim (2,9%) dan Clarithromycin (2,8%), Anestesiseperti Halothane (4,8%), Obat Anti-tuberculosis, Isoniazid (3,2%),Diklofenak (3,1%) dan Oxycodone (3,1%).6
Tabel 2. Perubahan morfologi hati yang diakibatkan oleh beberapa obat dan kimia yang digunakan.8
IV. Patogenesis
Metabolisme Obat di Hati
Metabolisme obat merupakan proses dimana molekul obat diubah secara kimiawi, biasanya menjadi metabolit polar dengan tingkat solubilitas air yang meningkat untuk memudahkan eliminasi di urin atau empedu. Metabolisme obat di hati dibagi menjadi 2 fase : fase 1 dan fase 2.5
Pada fase 1, molekul obat akan mengalami perubahan struktur. Enzim sitokrom P450 merupakan katalis yang paling dominan pada fase ini. Enzim ini akan mengonversi molekul obat menjadi metabolit yang lebih polar (hidrofilik) melalui proses oksidasi, reduksi, atau hidrolisis. Di hepatosit, enzim ini berada di retikulum endoplasma halus. Metabolit yang dihasilkan pada fase ini bisa cukup larut air untuk langsung dieliminasi atau membentuk substrat untuk enzim fase 2. 5
Fase 2 meliputi konjugasi dari grup ion (seperti glutathion, glucoronosil, asetil, dll) yang disebut transferase dengan molekul obat. Hasil dari konjugasi yaitu metabolit yang inaktif secara farmakologik dan hidrofilik sehingga bisa dieksresi sekaligus mengurangi efek toksik dari metabolit reaktif yang dihasilkan di fase 1. 5
Mekanisme
Drug-I nduced H epatitis
di Hati6,7Patogenesis dari drug-induced hepatitis dapat terjadi melalui 3 fase. Pada fase pertama, komponen obat atau metabolit reaktifnya akan menimbulkan kerusakan awal
melalui 3 cara:
1. Toksisitas dari metabolit obat akan memicu stress pada sel dan mengaktifkan protein pro-apoptosis yang akan merusak permeabilitas membran
mitokondria.
2. Metabolit obat akan merusak mitokondria melalui penginhibisian proses beta oksidasi, yaitu proses katabolik dimana asam lemak diubah menjadi asetil KoA, NADH, dan FADH2. Hal ini akan menimbulkan penumpukan lipid dalam sel yang menghambat fungsi respirasi sel dan menurunkan produksi ATP.
3. Metabolit obat berikatan dengan protein karier dan membentuk hapten yang immunogenik atau berikatan langsung dengan reseptor imun sel T dan menimbulkan reaksi imun yang dimediasi sel T. Reaksi imun ini juga akan mengaktifkan death-inducing signalling complex, kompleks protein yang akan menginisiasi terjadinya apoptosis, dengan cara meningkatkan sensitivitas dari TNF-alfa sebagai pemicunya.
Pada fase kedua, kerusakan dari mitokondria akan meningkatkan permeabilitas membran mitokondria yang menyebabkan molekul-molekul kecil
masuk ke mitokondria, mengubah osmolaritas, dan membuat mitokondria membengkak. Pembengkakan ini menyebabkan ruptur pada membran dan keluarnya protein sitokrom C dari mitokondria.
Fase ketiga yaitu kematian sel hepatosit akibat apoptosis atau nekrosis. Apoptosis terjadi apabila masih ada produksi ATP di mitokondria. Sitokrom C yang keluar dari mitokondria akan menggunakan sisa ATP untuk menginisiasi kaskade apoptosis. Bila tidak ada lagi sisa ATP di mitokondria, sel akan mengalami nekrosis melalui proses autolisis.
V. Faktor Risiko
Faktor risiko dari drug-induced hepatitis dapat dibagi menjadi 2 yaitu genetik dan non-genetik.
Non-Genetik
1. Umur
Umur merupakan faktor resiko untuk terjadinya drug-induced hepatitis bagi beberapa jenis obat. Usia muda merupakan faktor risiko bagi obat seperti asam valproate ataupun sindrom reye akibat pemakaian aspirin. Risiko hepatotoksisitas akibat isoniazid juga b ertambah seiring dengan usia.8,9
2. Jenis Kelamin
Wanita dipercaya memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena drug-induced hepatitis tipe idiosinkratik, berdasarkan prevalensinya yang lebih tinggi pada studi yang telah dilakukan mengenai penyakit ini.8 3. Malnutrisi
Sebuah studi oleh Singla et al dan Sharma et al menunjukkan bahwa hipoalbuminemia dapat menjadi marker dari malnutrisi serta faktor risiko untuk terjadinya drug-induced hepatitis, dimana pasien dengan hipoalbuminemia (<3,5 mg/dl) dalam pengobatan TB memiliki risiko 3x lebih tinggi menderita drug-induced hepatitis.9
4. Gangguan Penyerta Lain
Adanya penyakit hati sebelumnya seperti penyakit hati kronis atau perlemakan hati non-alkoholik dapat meningkatkan resiko terjadinya hepatotoksisitas akibat obat. Pasien dengan HIV yang juga terinfeksi dengan hepatitis B atau C juga memiliki peningkatan risiko terjadinya drug-induced hepatitis dari terapi antiretroviral atau obat TB. 8,9
5. Dosis Harian
Meskipun drug-induced hepatitis tipe idiosinkratik dipercaya tidak bisa diprediksi berdasarkan dosis, namun dari beberapa studi dan laporan kasus ditemukan bahwa pasien yang mendapat dosis obat >50
mg/hari untuk memiliki resiko lebih tinggi terkena drug-induced hepatitis untuk beberapa jenis obat.8
6. Interaksi Obat
Beberapa obat dapat meningkatkan potensi hepatotoksik obat lainnya dengan cara menginduksi sitokrom P450 dan meningkatkan produksi metabolit reaktif yang bersifat hepatotoksik, misalnya pada penggunaan bersamaan asam valproate dan antikonvulsan lainnya.8
Genetik
1. Variasi Pada Fase 1
Fase 1 merupakan fase dimana metabolit reaktif yang toksik dibentuk oleh enzim sitokrom p450. Beberapa famili dari enzim sitokrom p450 ditemukan memiliki variasi pada kerjanya pada tiap individual, dimana penurunan kerja enzim tertentu berisiko mengakibatkan drug-induced hepatitis akibat penumpukan dari metabolit toksik di hati. CYP2D6 merupakan enzim yang memetabolisme opiat, antidepressan, beta- bloker, dan agen anti-aritmia. Polimorfisme dari enzim ini telah dikatikan dengan hepatotoksisitas dari obat perhexiline dan chlopromazine.7,8
2. Variasi Pada Fase 2
Pada fase 2, metabolit reaktif akan dikonjugasi dan didetoksifikasi oleh grup transferase sehingga variasi kerja dari transferase ini berisiko meningkatkan timbulnya drug-induced hepatitis. NAT2 (N-acetyl transferase 2) merupakan enzim polimorfik yang bekerja untuk mendetoksifikasi obat-obat seperti isoniazid dan sulfonamid. NAT2*4 memiliki kecepatan detoksifikasi paling tinggi, sedangkan NAT2*5, *6, *7 memiliki kecepatan detoksifikasi yang rendah sehingga beresiko menimbulkan hepatotoksisitas dari obat isoniazid atau
sulfonamid.8,10,11
Sistem HLA memiliki peran penting dalam memediasi reaksi imun, sehingga variasi pada gen ini dapat meningkatkan efek kerusakan pada drug-induced hepatitis yang disebabkan oleh jalur ekstrinsik. Salah satu variasi genotipe HLA, HLA-B*5701, telah diketahui sebagai faktor risiko pada kejadian drug-induced hepatitis akibat fluoxacilin. Hubungan antara gen HLA kelas II dengan drug-induced hepatitis akibat obat TB juga telah dilaporkan yaitu HLA-DRB1*03 untuk isoniazid, HLA-DQA1*0102 untuk rifampicin, dan HLA-DQB1*0201 untuk etambutol.7,8
VI. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari drug-induced hepatitis sangat bervariasi, mulai dari peningkatan enzim hati yang asimtomatik hingga gagal hati fulminan. Gejala klinis
yang tampak biasanya tergantung dari obat penyebabnya. Gejala ini dapat menyerupai gangguan hati lain seperti hepatitis akut, hepatitis kronis, cholestasis akut, fatty liver disease, dll.1,12
Gambar 2. Gejala klinis dari drug-induced hepatitis dan obat penyebabnya
Pola kerusakan akibat drug-induced hepatitis dapat dibagi menjadi 3 jenis : hepatoselular, cholestasis, dan campuran. Pola ini dapat dilihat dengan memeriksa
nilai R, yaitu (nilai ALT/batas atas normal) : (nilai alkali fosfatase/batas atas normal).12
1. Nilai R>= 5 menandakan kerusakan hepatoselular. Pasien dengan kerusakan jenis ini tidak memiliki gejala khas dan tidak selalu tampak ikterik. Biasanya pasien ini juga menampakkan gejala alergi obat, seperti demam, ruam kulit, atau eosinofilia. Pemeriksaan fungsi hati akan menampakkan peningkatan ALT/AST, sedangkan pemeriksaan histologi hati akn menunjukkan inflamasi dan nekrosis hepatosit dengan inflitrasi eosinofil. 12
2. Nilai R=< 2 menandakan adanya kerusakan bilier. Tipe ini dibagi lagi menjadi 2 subtipe : kanalikular dan hepatokanalikular. Tipe kanalikular ditandai dengan gejala ikterik dan pruritus dengan peningkatan bilirubin direk, alkali fosfatase, dan gamma glutamyl transferase, dengan gambaran histologi berupa kolestasis hepatosit dan pelebaran kanal bilier. Tipe hepatokanalikuler memiliki gejala demam dan nyeri perut, mirip dengan obstruksi bilier akut. Histologi hati menunjukkan inflamasi portal dan nekrosis hepatosit, dengan kolestasis pada centrilobular. 12
3. Nilai 2<R<5 menandakan kerusakan campuran dengan gambaran klinis dan biologi antara tipe hepatoselular dan kolestasis. Reaksi alergi juga sering tampak, dengan reaksi granulomatosa terlihat pada pemeriksaan biopsi hati. 12
VII. Diagnosis
Diagnosis dari drug-induced hepatitis ditegakkan dengan mengeksklusi kemungkinan gangguan hati lainnya melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang detil, pemeriksaan lab, pencitraan hepatobilier, biopsi hati (bila diindikasikan), dan penilaian kausalitas.13
1. Anamnesis & Pemeriksaan Fisik
Pada anamnesis, perlu dicari riwayat paparan obat-obatan yang akurat serta onset awal dan perjalanan dari kelainan yang tampak. Biasanya, onset dari drug-induced hepatitis terjadi dalam 6 bulan pertama setelah memulai obat baru, kecuali pada obat-obatan tertentu yang memerlukan paparan yang lebih lama sebelum menampakkan gejala (mis. nitrofurantoin, minosiklin, statin). Selain itu,
perlu dicari juga riwayat reaksi obat sebelumnya, riwayat gangguan hati sebelumnya, serta riwayat konsumsi alkohol. 13
Pemeriksaan fisik biasanya menampakkan gambaran mirip gangguan hati lain (ikterik, demam, hepatomegali, nyeri tekan hati, atau gambaran penyakit hati kronis). 13
2. Pemeriksaan Laboratorium dan Pencitraan
Pemeriksaan fungsi hati diperlukan untuk melihat perjalanan abnormalitas enzim hati, terutama bila obat yang diduga sebagai penyebab telah dihentikan, dan untuk menentukan nilai R sehingga dapat diketahui pola kerusakan hatinya. Untuk kerusakan tipe hepatoselular, Hepatitis marker dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan hepatitis akut, sedangkan autoantibodi serum dan IgG dapat diperiksa bila ada gejala hipersensitivitas (demam, ruam kulit, urtikaria, dan eosinofilia) atau tanda-tanda autoimunitas lain (anemia hemolitik, glomerulonefritis, dll).12,13
Untuk kerusakan tipe kolestatik, diagnosis bandingnya yaitu kelainan pankreatikobilier yang bisa ekstrahepatik atau intrahepatik. Kelainan ekstrahepatik seperti choledocolithiasis atau malignansi bisa diekslusikan dengan pemeriksaan pencitraan abdominal seperti USG, CT-scan, atau MRI. Kelainan intrahepatik yang menyerupai drug-induced hepatitis perlu diekslusi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik (sepsis, gagal jantung), tes serologis (anti-mitochondrial antibody untuk sirosis bilier primer), atau pencitraan ( sclerosing cholangitis).12,13
3. Biopsi Hati
Biopsi hati bukan merupakan pemeriksaan yang mandatorik dilakukan pada kasus drug-induced hepatitis, namun dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pada kejadian seperti : 13
Bila hepatitis autoimun menjadi satu-satunya diagnosis banding yang
tersisa dan pasien dipertimbangkan mendapat terapi imunosupresif.
Bila enzim hati terus naik atau tanda kerusakan hati yang makin
memburuk meskipun agen yang diduga sebagai penyebab sudah dihentikan.
Bila nilai ALT tidak menurun >50% setelah 30-60 hari atau AP tidak
menurun >50% setelah 180 hari meskipun agen yang diduga sebagai penyebab sudah dihentikan.
Pada kasus drug-induced hepatitis dimana penggunaan obat penyebab
perlu diteruskan.
Bila abnormalitas nilai enzim hati terus tampak hingga 180 hari untuk
mengevaluasi adanya penyakit hati kronis. 4. Penilaian Kausalitas
RUCAM (Roussel Uclaf Causality Assessment Method) adalah alat penilaian standard untuk menilai probabilitas suatu obat sebagai penyebab dari drug-induced hepatitis. Sistem ini tidak bisa dipakai sebagai alat diagnosis satu-satunya, namun sebagai bimbingan untuk mengevaluasi pasien dengan dugaan drug-induced hepatitis. Sistem skoring ini dibagi menjadi tipe hepatoselular dan tipe kolestatik dengan campuran. Poin-poin lalu ditambah atau dikurangi berdasarkan onset gejala, waktu hingga nilai enzim hati kembali normal, faktor risiko, obat penyerta, diagnosis banding, dan hasil re-challenge. Skor akhirnya kemudian dibagi menjadi 5 hasil yaitu "disingkirkan" (skor <=0), "kurang mungkin" (1-2), "mungkin" (3-5), "berpotensi" (5-8), "pasti" (>8).12,13,14
Gambar 3. Roussel Uclaf Causality Assessment Method untuk penilaian drug-induced hepatitis
VIII. Penatalaksanaan
Pada pasien dengan dugaan drug-induced hepatitis, terutama dengan kenaikan nilai enzim hati atau terdapat tanda-tanda disfungsi hati, agen yang diduga sebagai penyebab harus dihentikan. Terapi lainnya biasanya bersifat suportif dan tergantung
dari gejala yang tampak.13,14
N-Acetylcystein bisa diberikan pada pasien dengan drug-induced hepatitis akibat acetaminofen. Dari beberapa penelitian, penggunaanya pada drug-induced hepatitis akibat obat lain memberikan tingkat survival yang lebih tinggi dibanding dengan pasien yang tidak mendapat NAC. Namun, penelitian mengenai pemberian NAC pada pasien anak justru memberikan tingkat survival yang lebih rendah dan tidak direkomendasikan diberikan NAC IV pada pasien anak dengan drug-induced hepatitis. 13,14
Terapi khusus lain yang dapat diberikan pada pasien dengan drug-induced hepatitis yaitu L-carnitine untuk drug-induced hepatitis akibat valproate, dan asam ursodeoxycholic untuk gejala kolestasis, namun, data mengenai efikasinya masih terbatas. 13,14
Penderita diberi diet 2500-3000 kalori, 70-100 g protein dan 400-500 g karbohidrat sehari. Jika dijumpai reaksi alergi berat dapat diberikan kortikosteroid, meskipun belum ada bukti penelitian klinis dengan kontrol, kemungkinan kortikosteroid ini mensupresi gejala sistemik yang berhubungan dengan hipersensitivitas atau reaksi alergi. Demikian pula dengan penggunaan ursodioksikolat pada keadaan kolestatik. Pada obat-obatan tertentu seperti amoksisilin asam-klavulanat dan fenitoin berhubungan dengan sindrom dimana kondisi pasien memburuk dalam beberapa minggu sesudah obat dihentikan, dan perlu waktu berbulan-bulan untuk sembuh seperti sedia kala. Kecuali penggunaan N-asetilsistein
untuk keracunan asetaminofen, tidak ada antidotum spesifik terhadap hepatitis imbas obat16.
1. Pengobatan suportif. Pasien dengan gejala yang berat membutuhkan untuk menerima pengobatan suportif di rumah sakit, antara lain cairan intravena dan obat-obatan untuk menghilangkan mual dan muntah.
2. Transplantasi hati. Ketika fungsi hati sangat menurun (drug induced fulminant hepaticinjury), transplantasi hati mungkin satu-satunya pilihan terapi15. Terapi awal untuk transplantasi hati penting untuk disadari. Skor Model for End-Stage Liver Disease dapat dipergunakan untuk mengevaluasi prognosis jangka pendek, skor ini dapat dipergunakan pada orang dewasa dengan penyakit hati tahap akhir. Parameter yang dipergunakan adalah kreatinin serum, bilirubin total, INR ( International Normalized Ratio). Kriteria lain yang umumnya dipergunakan untuk transplantasi hati adalah kriteria Kings College. Kriteria Kings College untuk transplantasi hati pada kasus toksisitas asetaminofen:
pH darah kurang dari 7,3 ( tanpa melihat grade ensefalopati)
Prothrombin time (PT) lebih besar dari 100 detik atau INR > 7,7
Konsentrasi serum kreatinin lebih besar dari 3,4 mg/dL pada pasien
dengan ensefalopati derajat III atau IV
Pengukuran laktat serum pada 4 dan 12 jam pertama juga membantu detifikasi awal pasien yang memerlukan transplantasi hati. Kriteria Kings College untuk transplantasi hati pada kasus hepatotoksisitas imbas obat yang lain15 :
PT > 100 detik (tanpa memandang derajat ensefalopati) atau
3 dari kriteria di bawah ini:
1. Usia < 10 tahun dan > 40 tahun.
2. Etiologi Non-A/Non-B hepatitis, halotan hepatitis, atau reaksi obat idiosinkrasi
3. Durasi ikterik lebih dari 7 hari sebelum onset ensefalopati. 4. PT lebih besar dari 50 detik.
5. Konsentrasi bilirubin serum lebih besar dari 17 mg/dL.
IX. Komplikasi
Darah dari usus, lien dan pancreas masuk ke hati melalui vena porta. Jika ada kerusakan pada jaringan hati maka akan terjadi bendungan sirkulasi darah yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada vena porta.
2. Pelebaran vena
Ketika ada pembendungan di vena porta maka darah akan mengalir kembali ke perut, esophagus dan traktus intestinal bagian bawah.
3. Jaundice
Terjadi jika ada peningkatan bilirubin. 4. Cirrhosis
Kondisi hati yan serius dan irreversible.
X. Prognosis
Sebagian besar pasien drug-induced hepatitis akut yang simptomatik dapat sembuh dengan terapi suportif setelah obat penyebabnya dihentikan. Prognosis dari tiap pasien tergantung dari tingkat kerusakan hati saat datang pertama kali. Sebagai contoh, pasien dengan drug-induced hepatitis dan koagulopati (INR>1,5) dan encefalopati memiliki prognosis yang buruk tanpa mendapat transplantasi hati. Selain itu, lama pemakaian obat penyebab sebelum dihentikan serta kerusakan hati tipe kolestatik juga berpengaruh pada risiko perkembangan penyakit menjadi kronis.12,13,14 Sebuah observasi dari dr. Hyman Zimmerman pada tahun 1978 menemukan bahwa pasien dengan ikterik yang disebabkan oleh obat (bilirubin total >2x batas normal /
DAFTAR PUSTAKA
1. Bjornsson,E. Review article: drug-induced liver injury in clinical practice. Aliment Pharmacol Ther 2010; 32: 3 – 13.
2. Squires et al. Acute Liver Failure in Children: The First 348 Patients in The Pediatric Acute Liver Failure Study Group. J Pediatr. 2006 May ; 148(5): 652 – 658.
3. Molleston et al. Characteristics of Idiosyncratic Drug-induced Liver Injury in Children: Results From the DILIN Prospective Study. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2011 August ;
53(2): 182 – 189.
4. Devarbhavi et al. Drug-Induced Liver Injury With Hypersensitivity Features Has a Better Outcome: A Single-Center Experience of 39 Children and Adolescents. HEPATOLOGY, Vol. 54, No. 4, 2011
5. Liddle, Christopher and Stedman, Catherine A.M. Hepatic metabolism of drugs. The Textbook of Hepatology: From Basic Science to Clinical Practice, 3rd Edition, July 2007, Section 2.3.15
6. Russmann et al. Current Concepts of Mechanisms in Drug-Induced Hepatotoxicity. Current Medicinal Chemistry, 2009, 16, 3041-3053
7. Russmann S.; Jetter A.; Kullak-Ublick G.A.; Pharmacogenetics of Drug-Induced Liver Injury. HEPATOLOGY, Vol. 52, No. 2, 2010
8. Bjornsson E.;Chalasani N.; Risk Factors for Idiosyncratic Drug-Induced Liver Injury. Gastroenterology. 2010 June ; 138(7): 2246 – 2259.
9. Devarbhavi,H. Antituberculous drug-induced liver injury: current perspective. Tropical Gastroenterology 2011;32(3):167 – 174
10. Raquel Lima de Figueiredo Teixeira et al. Genetic polymorphisms of NAT2, CYP2E1 and GST enzyme and the occurrence of antituberculosis drug-induced hepatitis in Brazilian TB patients. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, Vol. 106(6): 716-724, September 2011
11. Bjornsson E.;Chalasani N.;Ghabril M.; Drug-induced liver injury: a clinical update. Curr Opin Gastroenterol. 2010 May ; 26(3): 222 – 226.
12. Andrade RJ, Robles M, Fernández-Castañer A, López-Ortega S, López-Vega MC, Lucena MI. Assessment of drug-induced hepatotoxicity in clinical practice: A challenge for gastroenterologists. World J Gastroenterol 2007; 13(3):329-340
13. Chalasani et al. ACG Clinical Guideline: The Diagnosis and Management of Idiosyncratic Drug-Induced Liver Injury. Am J Gastroenterol advance online publication,
17 June 2014
14. Ki Tae Suk, et al. Drug-induced liver injury: present and future. Clinical and Molecular Hepatology 2012;18:249-257
15. Mehta, Nilesh MD dkk. Drug-Induced Hepatotoxicity. Department of Gastroenterology and Hepatology. 2010
16. Bayupurnama, Putut. Hepatotoksisitas Imbas Obat. Ajar Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia Jilid I. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta. 2006