• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. membeli (Rahmah, 2011). Dalam hal ini adalah perilaku membeli Samsung smart

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. membeli (Rahmah, 2011). Dalam hal ini adalah perilaku membeli Samsung smart"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

A. Intensi Membeli

Intensi membeli adalah motivasi atau keinginan yang menunjukkan adanya usaha atau kesiapan seseorang untuk menampilkan perilaku membeli. Semakin besar intensi seseorang membeli, semakin besar pula peluang perilaku membeli (Rahmah, 2011). Dalam hal ini adalah perilaku membeli Samsung smart TV.

Menurut Fishbein, sikap dan norma subjektif tidak secara langsung mempengaruhi tingkah laku, melainkan menentukan intensi terlebih dahulu yang akhirnya akan berubah menjadi suatu perilaku membeli (Engel, Blackwell, Miniard, 1995). Selanjutnya, menurut Kotler (1998), intensi membeli merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan membeli sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi intensi membeli kurang lebih sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan membeli. Ada lima faktor yang memegang peranan penting dalam mempengaruhi intensi membeli, yaitu motivasi, persepsi, belajar, kepercayaan, dan sikap.

Faktor yang mempengaruhi keputusan membeli dibagi menjadi dua kelompok antara lain : faktor yang berasal dari lingkungan (eksternal) dan bersifat individu (internal). Faktor eksternal mencakup budaya, sub budaya, kelas sosial, demografi, pengaruh kelompok, keluarga, dan aktivitas pemasaran. Faktor internal

(2)

mencakup persepsi, belajar, ingatan, gaya hidup, sikap, serta motivasi dan kepribadian (Hawkins, 2007).

Penelitian yang dilakukan (Ang, Cheng, Lim, & Tambhyah 2001) menemukan bahwa konsumen memiliki niat beli terhadap produk tiruan. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor: perceived risk in buying fake product;

perceived harm / benefits to singer, music industry, and society; morality of buying fake products; social influence, dan personality factor. Penelitian yang

dilakukan (Sahin, 2011) menemukan adanya niat beli konsumen terhadap produk tiruan merek mewah. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor: Price-Quality

Inference, Social Effect, Brand Loyalty, dan Ethical Issues. Penelitian yang

dilakukan (Wilcox al. , 2009) menyatakan bahwa konsumen memiliki niat yang lebih tinggi dari pembelian produk tiruan bermerek mewah, ketika mereka terkena konten sosial dalam iklan dari produk bermerek mewah tersebut.

Menurut Peter dan Olson (2002) intensi membeli didasari atas sikap konsumen yang mengarah pada pembelian merek spesifik, norma subjektif yang mempengaruhi harapan individu. Sikap konsumen yang mengarah pada pembelian merek spesifik didasari atas tujuan akhir yang terikat dengan keyakinan mengenai konsekuensi dan nilai yang diasosiasikan dengan perilaku membeli atau menggunakan merek. Sedangkan norma subjektif mengacu pada faktor sosial berupa keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif (harapan orang lain) dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan norma. Kemudian Ajzen (2005) menambahkan aspek kontrol perilaku yang dihayati yaitu keyakinan tentang ada

(3)

atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi performansi perilaku individu dan kekuatan kontrol individu untuk mewujudkan perilakunya.

Intensi dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku, merupakan sesuatu yang sifatnya khusus dan mengarah pada dilakukannya suatu perilaku khusus dalam situasi khusus pula (Ajzen, 2005). Kekhususan intensi tersebut memiliki 4 aspek:

a. Perilaku, yaitu perilaku khusus yang nantinya akan diwujudkan. Perilaku dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perilaku yang umum dan perilaku yang spesifik. Dalam hal penelitian ini, perilaku yang dimaksud adalah perilaku yang spesifik, yaitu perilaku membeli Samsung smart TV.

b. Tujuan target, yaitu siapa yang akan menjadi tujuan perilaku khusus tersebut. Komponen ini terdiri dari particular object (orang tertentu), a class of object (sekelompok orang tertentu), dan any object (orang-orang pada umumnya). Dalam konteks membeli Samsung smart TV, objek yang dapat menjadi sasaran perilaku dapat berupa tersedianya uang.

c. Situasi, yaitu dalam situasi yang bagaimana dan dimana perilaku itu diwujudkan. Situasi dapat diartikan juga sebagai lokasi perilaku itu akan dimunculkan.

Pada penelitian ini, situasi membeli Samsung smart TV adalah ketika individu merasa ia membutuhkan televisi yang canggih, yang dapat memenuhi segala kebutuhannya.

d. Waktu, yaitu menyangkut kapan dan berapa lama suatu perilaku akan diwujudkan.

(4)

Konsumen akan mengevaluasi karakteristik dari berbagai produk atau merek yang mungkin paling memenuhi keuntungan yang diinginkannya, penentuan kapan akan membeli, dan memungkinkan finansialnya (Soderlund & Ohman, 2003). Setelah ia menemukan tempat yang sesuai, waktu yang tepat, dan dengan didukung oleh daya beli, maka kegiatan pembelian dilakukan. Sekali konsumen melakukan pembelian, maka evaluasi pasca pembelian terjadi. Jika kinerja produk sesuai dengan harapan konsumen, maka konsumen akan puas. Jika tidak, kemungkinan pembelian akan berkurang.

Hal penting lain yang harus diperhatikan dalam pengukuran intensi membeli adalah bahwa setiap elemen tersebut memiliki variasi pada tingkat kespesifikan dimensinya. Pada tingkat yang paling spesifik, seseorang akan menampilkan perilaku membeli tergantung objeknya dalam situasi dan waktu tertentu.

Intensi terbentuk ketika seorang individu membuat rencana untuk melakukan suatu perilaku di waktu yang akan datang. Menurut Anoraga (2000), intensi atau niat beli merupakan suatu proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen sebelum mengadakan pembelian atas produk yang ditawarkan atau yang dibutuhkan oleh konsumen tersebut.

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana komponen sikap, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku mempengaruhi intensi pembelian Samsung smart TV. Jika konsumen telah mempunyai intensi membeli akan suatu produk, maka perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi keputusan membeli pada konsumen. Hal ini dapat berlanjut hingga konsumen mendapatkan kepuasan

(5)

dari produk, maka konsumen akan tetap konsisten dan setia membeli produk dengan merek tersebut. Bahkan pada tingkat yang lebih jauh, konsumen akan merekomendasikan produk tersebut kepada orang lain untuk ikut membeli (Soderlund & Ohman, 2003).

Berdasarkan berbagai teori di atas dapat disimpulkan bahwa intensi membeli adalah suatu niat atau keinginan seseorang untuk membeli sesuatu baik itu berupa barang maupun jasa yang akan segera diwujudkan dalam perilakunya (membeli).

B. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior)

Theory of Reasoned Action (Fishbein, 1967; Fishbein & Ajzen, 1975)

merupakan salah satu teori yang paling berpengaruh dalam memprediksi perilaku manusia dan pengaturan perilaku. Teori ini menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi oleh intensi berperilaku yang mana intensi berperilaku ini dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku dan norma subjektif.

Komponen pertama, sikap terhadap perilaku, adalah fungsi dari konsekuensi yang dirasakan orang diasosiasikan dengan perilakunya. Komponen kedua, norma subjektif, merupakan fungsi keyakinan mengenai harapan pentingnya rujukan dari orang lain dan motivasi individu mengikuti rujukan tersebut. Teori ini sangat didukung oleh penelitian empiris mengenai perilaku konsumen dan literatur yang berhubungan dengan psikologi sosial (Ryan, 1982; Sheppard, Hartwick, & Warshaw, 1988). Namun teori ini memiliki keterbatasan memprediksi intensi berperilaku dan perilaku individu ketika konsumen tidak

(6)

memiliki kontrol kehendak (vocational control) atas perilaku mereka (Ajzen, 1991; Taylor & Todd, 1995). Teori Perilaku Terencana (Theory Planned Behavior) dibuat untuk menutupi kekurangan ini (Ajzen, 1991). Teori ini menambahkan 1 komponen yang dapat mempengaruhi intensi berperilaku dan perilaku individu, yaitu persepsi kontrol perilaku (Perceived Behavioral Control). Ajzen (2005) menjelaskan bahwa perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kontrol berupa ketersediaan sumber daya dan kesempatan bahkan keterampilan tertentu. Dengan demikian, banyaknya dan besarnya kontrol ini akan menentukan tampilnya perilaku tertentu. Persepsi kontrol perilaku ini lebih penting dalam mempengaruhi intensi berperilaku seseorang khususnya ketika perilaku tersebut tidak sepenuhnya dibawah kontrol kehendak. Misalnya ketika seseorang hendak membeli sebuah produk yang inovatif, konsumen tidak hanya memerlukan sumber daya yang cukup (waktu, informasi, uang, dll) tetapi lebih kepada keyakinan diri dalam membuat keputusan yang benar. Oleh karenanya, persepsi kontrol perilaku menjadi faktor penting dalam memprediksi intensi berperilaku seseorang dalam kondisi tersebut. Teori perilaku terencana telah mendapat banyak dukungan pada studi-studi empiris mengenai konsumsi dan literatur yang berhubungan dengan psikologi sosial (Ajzen, 1991; Ajzen & Driver, 1992; Ajzen & Madden, 1986; Taylor & Todd, 1995).

(7)

Gambar 2.1 Theory of Planned Behavior

Sumber: http://www.cancer.gov/cancertopics/cancerlibrary/theory.pdf (Croyle, 2005) dan Theory of Planned Behavior (Ajzen , 2005)

B.1 Sikap terhadap Perilaku (Attitude Toward the Act) B.1.1 Definisi Sikap terhadap Perilaku

Sikap terhadap perilaku merupakan salah satu dari konsep atau konstruk dalam psikologi yang melibatkan proses dasar psikologis seseorang tentang suatu objek maupun suatu kejadian yang ada dalam pengalaman hidupnya. Sikap atau

attitude berasal dari Bahasa Latin, yaitu aptus yang berarti sesuai atau cocok dan

siap untuk bertindak atau berbuat sesuatu. Pengertian sikap menurut bahasa asalnya ini diartikan sebagai sesuatu yang dapat diamati secara langsung. Hogg & Vougham, 2002, menganggap bahwa sikap merupakan suatu konstruk yang tidak dapat diamati atau dilihat secara langsung. Akan tetapi sikap dapat dijadikan sebagai salah satu determinan dalam memprediksi perilaku dan sebagai arahan dalam mengambil suatu keputusan.

(8)

Fishbein & Ajzen (1975) mengartikan attitude atau sikap sebagai suatu faktor predisposisi atau faktor yang ada dalam diri seseorang yang dipelajari untuk memberikan respon dengan cara yang konsisten, yaitu suka atau tidak suka pada penilaian terhadap suatu objek yang diberikan.

Untuk memahami dan mengamati seseorang terhadap objek tertentu maka keyakinan seseorang terhadap objek tersebut adalah salah satu bagian penting yang tidak boleh ditinggalkan. Fishbein & Ajzen (1975) menyatakan bahwa keyakinan mewakili informasi-informasi yang melekat pada objek sikap. Keyakinan ini mewakili atribut-atribut yang terdapat pada suatu objek.

B.1.2 Komponen Sikap terhadap Perilaku

Berdasarkan teori perilaku terencana (Theory of Planned Behavior) oleh Ajzen (2005), sikap terdiri dari 2 komponen yaitu evaluasi terhadap konsekuensi perilaku (outcome evaluation) dan keyakinan akan perilaku tersebut (behavioral

beliefs).

Sikap adalah keyakinan positif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Keyakinan-keyakinan atau beliefs ini disebut dengan behavorial

beliefs. Seseorang individu akan berniat untuk membeli smart TV ketika ia

menilainya secara positif. Sikap ditentukan oleh keyakinan-keyakinan individu mengenai konsekuensi dari menampilkan suatu perilaku (behavioral beliefs), ditimbang berdasarkan hasil evaluasi terhadap konsekuensinya (outcome

evaluation). Contoh : Seseorang percaya bahwa smart TV akan memberinya

(9)

pengaruh langsung terhadap intensi pembelian smart TV dan dihubungkan dengan norma subjektif dan persepsi kontrol perilaku.

B.2 Norma Subjektif (Subjective Norm) B.2.1 Definisi Norma Subjektif

Norma subjektif merupakan determinan kedua terbesar akan intensi dalam teori perilaku terencana, disebut juga sebagai fungsi dari keyakinan. Keyakinan individu bahwa individu atau kelompok lain setuju atau tidak setuju untuk menampilkan sebuah perilaku; atau refrensi sosial itu sendiri terlibat atau tidak terlibat dalam perilaku tersebut.

Norma subjektif adalah keyakinan individu mengenai harapan orang-orang sekitar yang berpengaruh (significant other) baik perorangan maupun perkelompok untuk menampilkan perilaku tertentu atau tidak (Ajzen, 2005).

Refrensi yang penting pada kebanyakan perilaku termasuk orang tua individu tersebut, pasangan, sahabat, teman kerja, dan tergantung pada perilaku yang dimaksud, mungkin dokter dan akuntan pajak (Ajzen, 2005). Keyakinan yang mendasari keyakinan norma subjektif ini disebut juga dengan keyakinan normatif (normative beliefs).

B.2.2 Komponen Norma Subjektif

Dalam teori perilaku terencana (Ajzen,2005) dijelaskan bahwa norma subjektif memiliki 2 komponen yaitu keyakinan normatif (normative beliefs) dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (motivation to comply).

Keyakinan subjektif diasumsikan sebagai suatu keyakinan mengenai harapan orang lain terhadap dirinya yang menjadi acuan untuk menampilkan

(10)

perilaku atau tidak Keyakinan-keyakinan yang termasuk dalam norma subjektif disebut juga keyakinan normatif (normative beliefs). Seseorang individu akan berniat membeli smart TV jika ia mempersepsikan bahwa orang lain yang penting berpikir ia seharusnya membelinya dan adanya motivasi individu untuk memenuhi harapan tersebut (motivation to comply). Orang lain yang penting tersebut bisa pasangan, sahabat, dokter, dsb. Hal ini diketahui dengan cara menanyai responden untuk menilai apakah orang lain yang penting tersebut cenderung akan setuju atau tidak setuju jika ia membeli smart TV.

Norma subjektif dapat diukur secara langsung dengan meminta responden untuk menilai seberapa besar kemungkinan bahwa orang yang penting bagi dirinya akan menyetujui perilaku yang akan ditunjukkannya.

B.3 Persepsi Kontrol Perilaku (Perceived Behavioral Control) B.3.1 Definisi Persepsi Kontrol Perilaku

Prediktor terakhir terhadap intensi perilaku dalam teori perilaku terencana adalah persepsi kontrol perilaku. Persepsi kontrol perilaku dalam teori perilaku terencana (Ajzen, 1991) didefinisikan sebagai persepsi seseorang terhadap sulit tidaknya melaksanakan perilaku yang diinginkan, tekait dengan keyakinan akan tersedia atau tidaknya sumber dan kesempatan yang diperlukan untuk mewujudkan perilaku tertentu. Persepsi kontrol perilaku ini juga merupakan fungsi dari keyakinan, keyakinan tentang hadir tidaknya faktor yang mengfasilitasi atau menghambat tampilnya sebuah perilaku (Ajzen, 2005). Keyakinan ini dapat berupa bagian dari pengalaman individu terhadap perilaku tersebut, tapi biasanya juga akan dipengaruhi oleh informasi dari orang lain

(11)

mengenai perilaku tersebut, dengan mengobservasi pengalaman teman atau kenalan, dan oleh faktor lain yang menaikkan atau menurunkan kesulitan yang dirasakan untuk menampilkan sebuah perilaku. Semakin besar sumber daya dan kesempatan yang dirasa individu dan semakin sedikit halangan yang diharapkan individu, semakin besar persepsi kontrol perilaku individu.

B.3.2 Komponen Persepsi Kontrol Perilaku

Persepsi kontrol perilaku dalam teori perilaku terencana (Ajzen, 2005) terdiri dari 2 komponen yaitu keyakinan kontrol (control beliefs) dan kekuatan dari kontrol perilaku tersebut (power of control factors).

Persepsi kontrol perilaku menunjuk pada suatu derajat dimana seseorang individu merasa bahwa tampil atau tidaknya suatu perilaku yang dimaksud adalah dibawah pengendaliannya. Orang cenderung tidak akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber atau kesempatan untuk melakukannya meskipun ia memiliki sikap positif dan ia percaya bahwa orang lain yang penting baginya akan menyetujuinya. Keyakinan pada persepsi kontrol perilaku disebut juga dengan keyakinan kontrol (control beliefs). Selain keyakinan kontrol, persepsi kontrol perilaku dipengaruhi juga oleh persepsi individu mengenai seberapa kuat kontrol tersebut untuk mempengaruhi dirinya dalam memunculkan tingkah laku sehingga memudahkan atau menyulitkan pemunculan tingkah laku tersebut (power of

control beliefs). Persepsi kontrol perilaku dapat mempengaruhi pembelian smart

TV secara langsung atau tidak langsung melalui intensi. Jalur langsung dari persepsi kontrol perilaku ke perilaku diharapkan muncul ketika terdapat

(12)

keselarasan antara persepsi mengenai kendali dan kendali yang aktual dari seseorang atas suatu perilaku.

Persepsi kontrol individu dapat diukur dengan menanyakan kepada individu apakah mereka percaya mereka mampu menampilkan sebuah perilaku yang diinginkannya, apakah mereka percaya dengan melakukan hal itu dibawah kontrol mereka sepenuhnya, dll.

C. Produk Samsung smart TV

Smart TV adalah sebuah TV digital digital dengan kemampuan built-in, one-touch access ke berbagai fitur berbasis internet tanpa membutuhkan

perangkat komputer. Fitur-fitur yang dimaksud seperti video streaming (Netflix, YouTube), media sosial, permainan, dan berbagai aplikasi lainnya (Caswell, 2013).

Hak paten atas smart TV pertama kali diperkenalkan oleh sebuah perusahaan di Perancis pada tahun 2004, namun kehadirannya tidak dipasarkan secara global hingga tahun 2009-2010 (Caswell, 2013). Sekitar 66 juta unit smart TV terjual pada tahun 2012 di seluruh dunia, angka ini meningkat 27% dari 52 juta unit pada tahun 2011 dan tahun ini diperkirakan angka tersebut akan meningkat hingga 85 juta sesuai dengan data penelitian oleh IHS iSuplli (Tarr, 2013).

Samsung Electronics Co., merupakan produsen smart TV dengan tingkat penjualan TV terbesar di dunia (Clark & Vascellaro, 2012). Samsung smart TV pertama kali hadir di Indonesia pada tahun 2011 dengan 450 aplikasi yang dapat

(13)

diakses dan 15 aplikasi di antaranya merupakan hasil kreasi anak bangsa (Samsung, 2013). Salah satu kelebihan utama Samsung Smart TV adalah kemampuannya untuk mengikuti perkembangan zaman. Dengan adaanya

evolution kit, konsumen Samsung smart TV tidak perlu khawatir ketinggalan

dengan perkembangan TV selanjutnya karena TV tersebut dapat diperbaharui atau seperti men-upgrade sistem TV tersebut (Tjahjono, 2013).

Samsung smart TV saat ini juga telah menggunakan teknologi quad-core yang sebelumnya merupakan dual-core, sehingga kinerja TV dan kemampuan

multitasking menjadi lebih cepat (Samsung, 2013). Tahun 2013, Samsung juga

mengubah tampilan smart TV-nya menjadi lebih sederhana dan informatif dengan adanya icon konten yang dapat diakses dengan mudah, seperti Apps, Social, dan

Photos, Videos & Music, yang disebut dengan Smart Hub 2013. Selain itu,

kemampuan voice control dan gesture control juga menjadi lebih baik di tahun 2013. Keunggulan lain Samsung smart TV sehingga membuatnya berbeda dengan

smart TV lainnya adalah kemampuan convergence, yang terdiri dari smart view

untuk mengalirkan konten yang sedang tertampil di TV ke tablet atau smartphone sehingga konsumen dapat melanjutkan tontonan melalui smartphone apabila hendak berpisah dengan TV, screen mirroring untuk menampilkan apa yang ada di layar tablet atau smartphone ke dalam TV. Samsung smart TV juga dapat dikontrol dengan perangkat Apple yang sudah menggunakan iOS (iPad, iPhone, dan iPod Touch) dan perangkat Samsung (smartphone dan tablet) dengan Samsung TV Remote (Samsung, 2013).

(14)

D. Dinamika Teori

D.1 Sikap terhadap Intensi Membeli

Penelitian yang dilakukan oleh Nikdavoodi (2012) di Swedia menunjukkan bahwa inovasi konsumen dan sikap terhadap kosmetik make up berpengaruh positif terhadap intensi membeli kosmetik. Sikap secara signifikan memberi pengaruh atau sumbangan terhadap intensi membeli buku referensi kuliah illegal (Rahmah, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Trisdiarto (2012) yang meneliti niat beli konsumen untuk barang fashion palsu menunjukkan bahwa sikap konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli komsumen di Denpasar. Sikap pada pembelian memiliki pengaruh yang signifikan (54,7%) dalam meningkatkan niat beli konsumen melalui e-commerce (Peristian, 2009).

Sikap berpengaruh signifikan terhadap niat beli di Sogo Department Store Tunjungan Plaza Surabaya (Anggelina & Japarianto, 2014). Sikap terhadap CLBP (Counterfeit Luxury-Branded Products) dapat memprediksi niat beli produk barang mewah tiruan (Lu, 2013). Sikap pembelian mempunyai pengaruh positif pada niat beli makanan organik (Selvia, 2013). Dari hasil penelitian diatas, menunjukkan bahwa sikap berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli.

D.2 Norma Subjektif terhadap Intensi Membeli

Variabel norma subjektif berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap minat pembelian ulang pada Ramayana Department Store Pringgan Medan (Sianipar, 2011). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahmah (2011)

(15)

disimpulkan bahwa norma subjektif berpengaruh terhadap intensi membeli buku referensi illegal. Norma subjektif berpengaruh signifikan terhadap niat beli di Sogo Department Store Tunjungan Plaza Surabaya (Anggelina & Japarianto, 2014). Dari hasil penelitian diatas, menunjukkan bahwa norma subjektif berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli.

D.3 Persepsi Kontrol Perilaku terhadap Intensi Membeli

Persepsi kontrol perilaku secara signifikan memberi sumbangan intensi membeli buku referensi kuliah illegal (Rahmah, 2011). Persepsi kontrol perilaku berpengaruh signifikan terhadap niat beli di Sogo Department Store Tunjungan Plaza Surabaya (Anggelina & Japarianto, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Arumsari (2014) menunjukkan bahwa variabel persepsi kontrol perilaku (p<0,01) berpengaruh terhadap pembelian produk daging olahan. Dari hasil penelitian diatas, menunjukkan bahwa persepsi kontrol perilaku berpengaruh secara signifikan terhadap intensi berperilaku.

D.4 Sikap, Norma Subjektif, dan Persepsi Kontrol Perilaku terhadap Intensi Membeli

Teori perilaku terencana dimulai dengan melihat intensi berperilaku sebagai antesenden terdekat dari suatu perilaku. Dipercaya bahwa semakin kuat intensi membeli seseorang untuk membeli Samsung smart TV, diharapkan

(16)

semakin berhasil ia melakukannya. Intensi membeli dipengaruhi oleh sikap, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku (Ajzen, 2005).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahmah (2011) menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli buku referensi ilegal. Penelitian yang dilakukan oleh Arumsari (2014) juga menunjukkan bahwa variabel sikap, norma subjektif, kontrol keprilakuan dan kebiasaan mempengaruhi niat beli produk daging olahan sebesar 42%. Dari penelitian-penelitian diatas, menunjukkan bahwa adanya peranan antara sikap, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku dalam intensi. Sehingga, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai peranan sikap, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku dalam intensi membeli Samsung

smart TV.

E. Hipotesis Penelitian Hipotesa Mayor

Berdasarkan pemaparan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “Sikap, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku berperan positif dalam intensi pembelian Samsung smart TV”. Peran positif yang dimaksud adalah sikap, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku memiliki peran terhadap tingginya intensi seseorang untuk membeli Samsung smart TV.

Hipotesa Minor

(17)

2. Norma subjektif berperan positif dalam intensi pembelian Samsung smart TV. 3. Persepsi kontrol perilaku berperan positif dalam intensi pembelian Samsung

Gambar

Gambar 2.1 Theory of Planned Behavior

Referensi

Dokumen terkait

Pada organisasi pengelolaan situs web pemerintah daerah, secara internal implementasi-nya dapat dalam bentuk intranet, sedang secara eksternal implementasinya dilakukan

Ijazah Sarjana Muda Sains (bukan dalam bidang kejuruteraan) atau Ijazah Sarjana Muda Teknologi (bukan dalam bidang kejuruteraan) dengan PNGK 2.99 ke bawah dari mana-mana

Pada penelitian tersebut, modulasi yang diujikan hanya BPSK dan nilai power watermark hanya dicoba untuk beberapa nilai saja sehingga belum diketahui berapakah

[r]

KEDUA Penetapan Harga tersebut dibuat dengan memperhatikan ketentuan yang. berlaku dalam proses

Para peserta Lelang Umum diminta mempelajari dan mencermati dengan seksama seluruh dokumen pemilihan yang telah diterima untuk menjadi pedoman dalam

Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU periode April 2016 – Mei 2016 tentang defenisi penyembuhan luka tersier, lama fase reaktif/fase

Namun demikian, dalam perspektif Abdul Gani Abdullah, suatu perkawinan baru dapat dikatakan perbuatan hukum apabila memenuhi unsur tata cara agama dan tata cara pencatatan nikah