• Tidak ada hasil yang ditemukan

Historiografi tradisional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Historiografi tradisional"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

http://mas-tsabit.blogspot.com/2009/05/unsur-legitimasi-kekuasaan-dalam-ragam.html Unsur Legitimasi Kekuasaan dalam Ragam Historiografi Tradisional

Dikenalnya tulisan telah mengubah suatu peradaban manusia. Manusia menjadi tidak hanya mengenal tradisi lisan saja, tetapi juga mengenal adanya tradisi tulis. Dikenalnya tradisi tulis dalam masyarakat telah mempermudah proses komunikasi dari satu orang ke orang lain. Perkembangan tradisi tulis juga memunculkan adanya upaya untuk mendokumentasikan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat pada kurun waktu tetentu. Tradisi tulis juga berperan sebagai alat komunikasi antargenerasi dan media pelestarian kebudayaan masyarakat sebelumnya melalui penyampaian pesan kepada generasi berikurnya.

Pada masa lampau, upaya untuk menuliskan dan mendokumentasikan aktivitas-aktivitas yang dituangkan dalam sebuah tulisan, baik dalam bentuk kronik, syair dan karangan sejenis lainnya telah memudahkan masyarakat pada masa kini untuk mengetahui aktivitas dan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Dengan diketahuinya peristiwa dan aktivitas manusia yang dilakukan pada masa lampau tersebut, tradisi tulis ini telah berkembang menjadi salah satu sumber sejarah yang dapat digunakan sebagai sumber untuk penulisan sejarah modern. Perkembangan tradisi tulis pada masyarakat masa lampau di berbagai wilayah Indonesia ini dikategorikan sebagai satu bentuk historiografi (penulisan sejarah) tradisional. Apabila dibandingkan dengan historiografi modern, histroiografi tradisional memiliki karakteristik yang khas. Beberapa bentuk historiografi tradisional yang terkenal antara lain Nagarakretagama, Pararaton, Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, Hikayat Hasanuddin.

Historiografi Tradisional

Historiografi tradisional yang berkembang di Indonesia merupakan bentuk penulisan sejarah yang bersifat lokal tradisional. Hal ini dikarenakan tulisan tersebut menggambarkan lokalitas tertentu, baik penulisnya, lingkungan sosial yang terbatas pada komunitas etnik tertentu, serta pembahasannya yang hanya terbatas pada situasi di wilayah yang tertentu pula.

Ragam historigrafi tradisional yang berkembang di Indonesia seperti babad, serat, hikayat, dan lain sebagainya merupakan tulisan dalam bentuk karya sastra. Hal inilah yang menjadi salah satu aspek pembeda antara historiografi tradisional dengan historiografi modern. Karena sifatnya sebagai karya sastra ---bahkan terkadang bersifat puja sastra seperti halnya Nagarakretagama--- penggunaannya sebagai sumber sejarah perlu dilakukan upaya kritik yang tajam serta interpretasi atas tanda-tanda (signs) yang terkandung, sehingga dapat ditemukan makna di dalamnya.

Ditinjau dari segi penulisnya, sebagai sebuah karya sastra, maka penulis dari berbagai ragam historiografi tradisional ini bukan berasal dari masyarakat kebanyakan, melainkan dari lapisan masyarakat yang intelek dan terpelajar. Hal ini bisa dipahami karena pada masa itu akses pendidikan masih sangat terbatas untuk masyarakat luas, dan akses pendidikan itu hanya terbuka bagi kalangan tetentu. Pada masa Hindu Budha, golongan masyarakat yang bisa mengenyam pendidikan dan mengenal karya sastra adalah masyarakat dari lapisan atau kasta Brahmana dan Ksatrya. Dengan demikian, penulis dari ragam historiografi tradisional pada masa Hindu Budha adalah golongan masyarakat yang terdidik, yakni dari golongan Brahmana dan Ksatrya. Setelah masuk zaman Islam, penulis dari historiografi tradisional tidak jauh berbeda dengan penulis pada masa Hindu Budha. Mereka berasal dari lapisan tertentu, yakni mereka yang dianggap sebagai orang terpelajar yang biasanya dari lingkungan penguasa.

Oleh karena penulis dari ragam historiografi tradisoinal ini adalah berasal dari masyarakat pada lapisan tertentu, maka tentu saja mereka berada pada satu komunitas tertentu dalam lingkup spatial tertentu. Ditinjau dari lingkungan penulisnya, ragam historiografi tradisional tersebut pada umumnya ditulis di lingkungan penguasa/kraton. Oleh karena itu, ragam historiografi tradisional ini bersifat istanasentris.

(2)

Rasionalisasinya adalah bahwa penulisan ragam historiografi tradisonal ini tidak hanya tergantung dari intelektualitas penulisnya saja, tetapi juga perlu adanya dukungan dari penguasa. Bahkan, penulisan dari ragam historiografi tradisional tersebut pada umumnya adalah atas permintaan raja. Nagarakretagama misalnya, ia merupakan satu karya sastra yang mengagungkan raja (puja sastra) dan mengisahkan aktivitas yang dilakukan oleh raja Majapahit. Contoh lainnya adalah Babad Tabah Jawi yang ditulis atas perintah Paku Buwono III.

Penulisan berbagai ragam historiografi tradisional biasanya dilakukan oleh para pujangga. Para pujangga dalam suatu keajaan memiliki posisi yang istimewa. Ia bertindak sebagai penasehat raja, baik dalam bidang sastra itu sendiri, sosial, ekonomi, politik, bahkan sampai pada masalah spiritual.

Ditinjau dari segi isi, ada karakteristik tertentu ynag termuat dalam historiografi tradisional. Menurut C.C. Berg karakteristik yang terkandung dalam historiografi tradisional adalah (1) adanya kepercayaan tentang “sekti” (sakti) yang menjadi pangkal dari berbagai peristiwa alam, temasuk yang menyangkut kehidupan manusia. (2) Dalam menjelaskan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan manusia, penulis karya sastra sejarah itu juga dipengaruhi oleh adanya kepercayaan akan klasifikasi magis yang mempengaruhi segala sesuatu yang ada di alam ini, baik itu makhluk hidup maupun benda-benda mati, baik bagi pengertian-pengertian yang dibentuk dalam akal manusia maupun bagi sifat-sifat yang terdapat dalam materi. Atas dasar klasifikasi semacam ini, maka dengan mudah terjadi penghubungan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain yang secara akal sehat sulit diterima. (3) Dalam ragam historiografi tradisional, ciri khusus yang terkandung di dalamnya adalah kepercayaan tentang perbuatan magis atau sihir yang dilakukan oleh tokoh-tokoh tertentu (Widja, 1989:68-69). Karakteristik lain dari historiografi tradisional adalah bahwa di dalamnya terdapa genealogis seorang penguasa/raja atau suatu komunitas. Di dalamnya terdapat pula adanya proses naiknya raja/penguasa secara legendaris, dan peristiwa-peristiwa besar lainnya yang melegenda.

Berbagai ragam historiografi tradisional yang telah ditulis di seluruh Indonesia memiliki tujuan yang sama yang sengaja ditulis untuk keperluan-keperluan tertentu. Salah satu ragam historiografi tradisional yang banyak dikenal adalah babad. Sebagai satu ragam historiografi tradisional, dalam babad diuraikan tentang peristiwa-peristiwa magis, adanya genealogi raja, serta ditulis dengan tujuan tertentu. Dalam babad dikisahkan berbagai peristiwa, kronik, dan silsilah raja-raja beserta latar belakang sosial masyarakatnya.

Legitimasi Kekuasaan

Dalam rangka mempertahankan kekuasaannya, seorang penguasa atau raja menggunakan berbagai upaya dan cara agar ia dapat terus berkuasa. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan komunikasi politik yang ditujukan kepada siapa saja. Kaitannya dengan ragam historiografi tradisional dan upaya mewujudkan dan mempertahakan legitimasi adalah bahwa ragam historioigrafi tradisional berperan sebagai media dalam komunikasi politik raja.

Sebagai media komunikasi politik, dalam babad, hikayat, dan ragam historiografi tradisional lainnya, di dalamnya terkandung pesan-pesan yang hendak disampaikan oleh raja dalam rangka pembentukan image masyarakat luas tentang rajanya yang dituliskan itu. Melalui babad, dan karya sastra sejenisnya, raja mencoba untuk menonjolkan keunggulan-keunngulan dirinya, keluarganya, dan leluhurnya. Raja bahkan mencoba untuk menciptakan keunggulan-keunggulan, baik berasal dari leluhurnya atau kesaktiannya yang dituliskan dalam ragam historiografi tradisional. Hal ini tidak lain sebagai suatu sarana agar raja mendapat pengakuan, dan dengan pengakuan itu, ia bisa terus berkuasa.

Sebagai contoh adanya unsur untuk melegitimasi kekuasaannya adalah dalam Babad Tanah Jawi. Babad Tanah Jawi ditulis oleh Carik Braja atas perintah dari Sunan Paku Buwono III (memerintah

(3)

tahun 1749-1788). Dalam Babad Tanah Jawi dikisahkan silsilah raja-raja cikal bakal kerajaan Mataram yang secara genelaogis berasal dari Nabi Adam dan nabi-nabi lainnya sebagai nenek moyang dari raja-raja Hindu di tanah Jawa hingga Mataram Islam. Penulisan silsilah raja-raja-raja-raja Jawa Islam sebagai keturunan dari Nabi Adam, nabi-nabi lainnya, dan raja-raja Hindu Budha merupakan suatu perpaduan yang sangat efektif dalam mencari dan mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Di satu sisi, Islam pada masa itu berkembang sebagai agama mayoritas, sehingga untuk menarik dan mendapatkan pengakuan, raja dituliskan sebagai keturunan langsung dari nabi. Di sisi lain, untuk membangkitkan semangat dan memori tentang kejayaan masa lampau, dituliskan bahwa Raja Jawa Islam merupakan keturunan dari raja-raja terdahulu. Adanya hal tersebut menunjukkan bahwa raja adalah orang yang hebat karena ia berasal dari leluhur yang hebat pula.

Contoh lain tentang pembentukan image raja dan upaya mendapatkan dan mempertahankan legitimasi adalah dalam Babad Sultan Agung. Dalam Babad Sultan Agung ini, pada bagian awal dikisahkan tentang kehebatan dalam penaklukan Palembang. Kemudian dikisahkan pula kesaktian-kesaktian dari Sultan Agung, yang salah satunya dalam sekejap bisa pergi ke mana saja. Dalam Babad Sultan Agung ini, dikisahkan pula adanya pertemuan dengan tokoh-tokoh pewayangan seperti Semar dan Arjuna. Terlepas dari kebenaran atas kisah yang dituliskan, dalam ragam historiografi tradisional ada kecenderungan lain terkait dengan fungsinya sebagai media untuk mendapatkan pengakuan dari raja. Dalam ragam historiografi tradisional terdapat proses mitologisasi (proses pembentukan mitos). Mitos merupakan hal yang tidak ada, tetapi dicoba untuk diadakan, sehingga oleh masyarakat dianggap seolah-olah ada. Dengan inilah, historiografi tradisional berperan sebagai media komunikasi politik yang efektif untuk menumbuhkan dan mempertahankan pengakuan dari masyarakat luas.

http://sudahkahkaubaca.multiply.com/journal/item/134/Historiografi_tradisional_tentang_Cireb on

Sejarah Cirebon

Karya P.S. Sulendraningrat

Terbit 1985 oleh Balai Pustaka | Binding: Paperback | ISBN: - | Halaman: 107

DI KALANGAN komunitas pemerhati dan pelestari kereta api (Indonesian Railways Preservation Society), kota Cirebon merupakan kota lintas batas yang penting. Karena Daerah Operasi (DAOP) III Cirebon bertugas menjembatani kereta yang berangkat dari Jakarta-Bandung menuju ke daerah Jawa Tengah dan Timur. Bila jalur ini terputus, niscaya jalur distribusi barang akan terganggu. Bagi komunitas ini, Cirebon juga punya arti lebih karena ia menyimpan kereta elektrik berbahan bakar diesel bersejarah yang dipakai untuk kendaraan transportasi delegasi-delegasi peserta Kongres Asia-Afrika ke-55 di Bandung. Kereta legendaris CC-200 itu terawat dengan baik di stasiun Kejaksan, tinggal satu di dunia. Aku pernah tinggal di Cirebon selama berbulan-bulan khusus untuk mendokumentasikan kereta ini.

Kota Cirebon juga menjadi salah satu kota pelabuhan terpenting di pantai utara Jawa setelah Jakarta dan Semarang. Di sini akan dijumpai pelabuhan Cirebon, pelabuhan yang memiliki peran strategis dalam hal perdagangan sejak masa Sunan Gunung Jati masih berkuasa. Kapal-kapal asing yang mengangkut barang-barang niaga dari dan ke luar negara, pernah meramaikan pelabuhan ini. Pemandangan itu pun masih kita temui hingga saat ini. Bila kita berjalan-jalan di sore hari, maka akan kita saksikan puluhan kapal-kapal besar tengah bersandar di dermaga.

(4)

wilayah yang sudah diterakan sejak cikal bakalnya, di masa kerajaan Galuh-Pajajaran masih tegak berdiri. Potensi strategis ini juga dilirik oleh orang-orang Eropa yang mengunjungi pulau Jawa.

Seorang sejarawan Portugis, Joao de Barros dalam tulisannya yang berjudul Da Asia bercerita tentang hal tersebut. Sumber lainnya yang memberitakan Cirebon periode awal, adalah Medez Pinto yang pergi ke Banten untuk mengapalkan lada. Pada tahun 1596, rombongan pedagang Belanda di bawah pimpinan Cornellis de Houtman mendarat di Banten. Pada tahun yang sama orang Belanda pertama yang datang ke Cirebon melaporkan bahwa Cirebon pada waktu itu merupakan kota dagang yang relatif kuat yang sekelilingnya dibentengi oleh sungai.

Bagaimana awal munculnya kota ini? Menurut P.S. Sulendraningrat yang mengutip "Manuskrip Purwaka Caruban Nagari", di abad ke-14 ada sebuah desa nelayan kecil bernama Muara Jati. Pengurus pelabuhan adalah Ki Gedeng Alang-Alang yang ditunjuk oleh penguasa Kerajaan Galuh (Pajajaran). Karena makin lama makin besar aktivitas baharinya, Ki Gedeng Alang-Alang memindahkan tempat pemukiman ke tempat pemukiman baru di Lemahwungkuk, 5 km arah selatan mendekati kaki bukit menuju kerajaan Galuh. Sebagai kepala pemukiman baru diangkatlah Ki Gedeng Alang-Alang dengan gelar Kuwu Cerbon.

Masa demi masa berganti, tibalah saat Adipati Cirebon yang dipangku oleh Pangeran Walangsungsang mulai berpikir untuk melepaskan diri dari Kerajaan Galuh dengan tidak mengirimkan upeti. Oleh Raja Galuh dijawab dengan mengirimkan bala tentara ke Cirebon Untuk menundukkan Adipati Cirebon, namun ternyata Adipati Cirebon terlalu kuat bagi Raja Galuh sehingga ia keluar sebagai pemenang. Mereka sanggup menang karena didukung oleh kekuatan tentara Islam di bawah pengaruh Sunan Gunung Jati dan panglimanya yang hebat dari Samudra Pasai, yakni Fadilah Khan (Falatehan) yang memimpin pasukan pemukul dari Demak. Falatehan juga yang menjadi penakluk pelabuhan Sunda Kalapa (kelak menjadi cikal bakal kota Jakarta). Dengan demikian berdirilah kerajaan baru di Cirebon, yang kental keislamannya dan menjadi penakluk kerajaan Galuh (Pajajaran) yang besar itu. Makin lama aktivitas kota ini berkembang sampai kawasan Asia Tenggara.

Sebenarnya sampai di titik ini, aku masih nyaman-nyaman saja membaca buku ini. Tapi begitu membaca narasi P.S. Sulendraningrat di halaman 36-44, aku jadi ngeri sendiri. Isinya narasi tentang bagaimana kerajaan Cirebon mulai menjatuhkan kerajaan-kerajaan lain di sekitarnya, dengan motor Dewan Wali Songo. Dikisahkan bagaimana Sunan Gunung Jati merancang dan terlibat dalam peperangan untuk menaklukkan kerajaan lain semisal Galuh dan "mengubah" dasar kerajaan taklukkannya. Satu-satunya jalan bagi mereka yang tidak mau takluk adalah keluar dengan terpaksa dari wilayah yang dikuasainya dan masuk ke hutan, entah kemana. Bisa jadi memang demikian isi "Manuskrip Purwaka Caruban Nagari" yang dikutip oleh P.S. Sulendraningrat tentang bagaimana Islam disebarkan, tapi ada baiknya digunakan sumber pembanding/penguat, agar tidak timbul kesan yang salah pada pembaca.

Misalnya, kisahan tentang asal nama Cirebon. P.S. Sulendraningrat menyebutkan nama itu berasal dari "ci" berarti air dan "rebon" yang berarti udang, untuk merujuk bahwa tempat itu penghasil udang terbaik. Tapi aku lebih condong memakai sumber historiografi tradisional lain yang ditulis pada abad ke-18 dan ke-19. Naskah-naskah tersebut dapat dijadikan pegangan sementara sehingga sumber primer ditemukan.

Di antara naskah-naskah yang memuat sejarah awal Cirebon adalah Babad Cirebon, Sajarah Kasultanan Cirebon, Babad Walangsungsang, dan lain-lain. Dari sumber lain, kita akan menemukan asal mula kata “Cirebon” adalah dari kata “sarumban” yang berarti "campuran". Ini merujuk bahwa

(5)

tempat tinggal mereka ditinggali oleh beragam suku bangsa yang bercampur. Penamaan "sarumban" kemudian mengalami perubahan pengucapan menjadi “Caruban”. Kata ini mengalami proses perubahan lagi menjadi “Carbon”, berubah menjadi kata “Cerbon”, dan akhirnya menjadi kata “Cirebon”. Menurut sumber ini, para wali menyebut Carbon sebagai “Pusat Jagat”, negeri yang dianggap terletak ditengah-tengah Pulau Jawa. Masyarakat setempat menyebutnya “Negeri Gede”. Kata ini kemudian berubah pengucapannya menjadi “Garage” dan berproses lagi menjadi “Grage”. Atau paling tidak buka lagi halaman-halaman awal buku ini. Dua nama profesor Leiden yang amat terkemuka sempat disebut penulis di awal buku ini. Dua nama ini sudah aku kenal lewat guru sejarahku di SMA. Nama mereka dikenal karena perdebatan-perdebatan historiografi di antara keduanya: Prof. Dr. Kern dan Prof N.J. Krom. Nama yang pertama lebih dulu dikenal sebagai ahli sejarah Hindia Belanda, baru kemudian nama yang kedua -- yang juga dikenal sebagai "guru" dari Prof. Poerbatjaraka. Aku pikir dengan disebutkannya nama kedua sejarawan hebat ini, buku ini akan lebih komprehensif menceritakan tentang sejarah Cirebon dengan dilengkapi pandangan keduanya. Tapi memang, sampai akhir buku, tampaknya sumber utama lebih pada "Manuskrip Purwaka Caruban Nagari" saja.

http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=88540 Sejarah Indramayu

Delapan Gugatan Menguak Sejarah

KOMPLEKS makam Raden Aria Wiralodra, kakek moyang pendiri Indramayu, yang terbengkalai dan tak terawat di tengah areal sawah di Desa Pecuk, Kec. Sindang, Kab. Indramayu. Kompleks makam ini berisi tiga makam utama, yakni Wiralodra IV, Wiralodra V, dan Wiralodra VI

Sejarah suatu daerah, seperti seputar cikal bakal dan asal-muasal terbentuknya, sering tidak logis dan kabur. Meski begitu, daerah tidak peduli. Cerita masa lalu itu tetap diakui sebagai sejarahnya. Makanya, tak heran jika kontroversi terjadi. Polemik sejarah kerap muncul, terutama menjelang peringatan hari jadi. Dan, itu pula yang terjadi di Kab. Indramayu.

Sejarah Indramayu yang menjadi versi resmi pemerintah kabupaten, selama ini, disusun berdasarkan sumber sekunder yang lemah, seperti babad, legenda, dongeng, mitos, dan cerita dari mulut ke mulut yang menjadi ciri historiografi tradisional. Padahal, yang kerap disebut sejarah, dalam terminologi keilmuan, ialah historiografi modern. Konstruksi sejarah harus bersandar kepada sumber primer, didukung data sekunder, tersier, dan seterusnya sehingga mendekati kebenaran fakta masa lalu.

Adalah Supali Kasim, budayawan Indramayu, salah seorang yang menggugat validitas sejarah daerahnya. Menurut dia, secara keilmuan, susunan sejarah daerahnya mengandung kelemahan. "Ini sejarah gelap atau peteng. Yang terlanjur menjadi sejarah resmi itu lemah dari banyak sisi, tak bisa dipertanggungjawabkan karena tidak logis," tutur mantan Ketua Dewan Kesenian Indramayu (DKI) itu. Gugatan itu, kata dia, sebagai upaya pelurusan sejarah. Dengan demikian, kelak, anak cucu wong Dermayu tak dibuat bingung oleh kehidupan masa lalu. "Saya mengajukan delapan gugatan sisi gelap sejarah Indramayu. Ini penting sebagai pekerjaan rumah. Perlu ada rekonstruksi sejarah, supaya tidak terlalu melenceng. Jangan sampai sejarah yang diyakini ternyata cuma cerita yang diliputi mitologi dan mistikologi," tuturnya.

Selama ini, sejarah Indramayu didasarkan kepada dua sumber. Pertama, buku Sejarah Indramayu (1977) yang disusun Bupati Indramayu H.A. Dasuki (1958-1965). Kedua, Dwitunggal Pendiri Darma Ayu Nagari (2003) yang disusun H.R. Sutadji K.S., keturunan kedua belas Arya Wiralodra, pendiri

(6)

Indramayu.

Secara garis besar, Indramayu dinyatakan memiliki akar sejarah dari Jawa Tengah, daerah Bagelen (Kabupaten Purworejo). Raden Bagus Arya Wiralodra adalah seorang Bagelen yang mendirikan pedukuhan Dermayu antara abad XVI-XVII. Ada dua versi identitas Wiralodra. Versi pertama menyebutkan, Wiralodra adalah utusan Kerajaan Islam Demak yang sengaja ditempatkan untuk persiapan penyerangan ke Kerajaan Hindu Padjajaran (abad XVI). Namun, versi kedua menyebutkan bahwa Wiralodra merupakan sisa laskar Mataram yang berserakan setelah kalah dalam penyerangan Mataram di bawah Sultan Agung ke Batavia (abad XVII).

Dari pedukuhan kecil, Wiralodra membangun daerah yang memiliki tempat strategis, yakni Pelabuhan Cimanuk. Wiralodra memerintah secara turun-temurun hingga Wiralodra XII. Di sepanjang alur besar sejarah tadi, bermunculan banyak tokoh seperti Nyi Endang Dharma, Pangeran Selawe, Pangeran Guru, Ki Sidum, Ki Tinggil, dan lain-lain. Di dalamnya, terdapat sederet babad, legenda, dan dongeng yang sarat mitologi serta mistikologi, di mana batas fiksi dan nonfiksi sangat kabur.

Mitologi dan mistikologi itu, menurut Supali Kasim, melahirkan apa yang disebut sejarah peteng. Selama menelusuri sejarah, ia menemukan delapan gugatan. Rencananya, kedelapan gugatan itu akan dirangkumnya ke dalam sebuah buku untuk menguak sisi gelap sejarah Indramayu.

"Lagi pula, dalam pengantar buku sejarah, Dasuki menyebut kemungkinan ada kekeliruan, termasuk dalam penetapan hari jadi. Dasuki mengemukakan kemungkinan kalau suatu saat sejarah versinya diperbaiki, diubah, atau bahkan dibatalkan bila ada fakta sejarah lain yang lebih objektif," tuturnya. Atas dasar itu, setelah penyelenggaraan seminar sejarah Indramayu di tahun 2007, Supali Kasim meneliti sejarah daerahnya. Selama dua tahun ini, ia mengonfirmasikan berbagai hal dengan sumber-sumber lain yang lebih valid sebagai referensi, mencari benang merah, serta korelasi faktual untuk dihubungkan satu sama lain.

"Kesimpulannya, ada sejumlah hal strategis yang enggak nyambung. Ini sangat menganggu. Banyak fakta, cerita, kronologi yang tertulis dalam sejarah susunan Dasuki, tidak logis, lemah, bahkan bertentangan dengan fakta sejarah lain yang justru metode penyusunannya lebih ilmiah. Saya khawatir, jangan-jangan, penentuan hari jadi Indramayu 7 Oktober ternyata berdiri di atas landasan fakta sejarah yang sumir," ujarnya.

**

Menurut Supali Kasim, sejarah Indramayu versi dua buku tersebut menyisakan delapan pertanyaan. Pertama, kenapa Wiralodra ke Indramayu? Apakah semata mencari sungai Cimanuk berdasarkan wangsit? Atau, Wiralodra itu utusan Demak (Raden Patah) pada abad XVI untuk misi mengamankan pelabuhan Cimanuk dalam rangka penyerbuan ke Pajajaran. Atau, Wiralodra itu sisa laskar Mataram (Sultan Agung) abad XVII yang tidak kembali ke Bagelen setelah kalah menyerbu Batavia lalu ditugaskan Sultan Agung menetap di Indramayu, bersama sisa pasukan lainnya.

Sumber berbeda itu sama-sama menyebut Wiralodra sesuai versi masing-masing. Anehnya, satu sama lain tidak saling terkait. Setiap versi, malah menjadi cerita utuh yang berdiri sendiri.

Gugatan kedua, menurut lontar babad Dermayu, Wiralodra adalah putra Adipati Bagelen. Tapi mengapa tidak pernah disebut dalam sejarah Bagelen maupun latar sejarah Kabupaten Purworejo? Apalagi,

(7)

Wiralodra disebut sebagai anak Gagak Singalodra, Tumenggung Bagelen sekaligus cicit Hayam Wuruk, Raja Majapahit.

Ketiga, mengapa keberadaan Endang Dharma Ayu hanya disebut dalam babad Dermayu. Wanita cantik, konon asal Palembang yang namanya menjadi cikal bakal "Indramayu" (Dharma Ayu) ini disebut memiliki nama lain, seperti Nyi Mas Gandasari, Siti Maemunah, Ratna Gumilang, Ratu Saketi dan Nyai Panguragan. Akan tetapi, mengapa Endang Dharma Ayu tak disebut-sebut di dalam naskah tradisional Cirebon? Padahal, di dalam babad Dermayu, disebutkan bahwa Endang merupakan adik Fatahillah, anak Maulana Makhdar Ibrahim, cucu Maulana Malik Ibrahim, tetapi mengapa pada catatan sejarah Fatahilah tidak menyebutkan keberadaan Endang Dharma Ayu?

Gugatan keempat adalah soal Pangeran Guru yang identik dengan Arya Damar atau Arya Dilla (Bupati Palembang asal Majapahit). Mengapa sumber tentang Arya Damar tak pernah menyebut identik dengan Pangeran Guru ataupun tidak ada cerita mengenai Arya Damar pergi ke Cimanuk dan bertempur dengan Endang Dharma?

Gugatan kelima, babad Dermayu menyebut Ki Sidum identik dengan Purwakali atau Kidang Pananjung, pengasuh Prabu Siliwangi. Mengapa sumber sejarah Prabu Siliwangi tak menyebut keidentikan itu?

Keenam, berdasarkan penafsiran Dasuki, tahun 1527 menjadi tahun kelahiran Indramayu. Saat itu, Wiralodra pulang dari Pegaden setelah membunuh Arya Kemuning yang menuduhnya lancang membuka pedukuhan Cimanuk tanpa seizin Sunan Gunungjati.

Ironisnya, berdasarkan naskah sejarah Cirebon, Arya Kamuning malah disebut membantu Sunan Gunung Jati mengalahkan Rajagaluh pada tahun 1528. Lantas, mungkinkah Arya Kemuning yang sudah dibunuh Wiralodra di tahun 1527 hidup lagi lalu membantu Sunan Gunung Jati mengalahkan Rajagaluh setahun kemudian?

Gugatan ketujuh, di dalam naskah Wangsakerta tentang pengaruh aliran dalam Islam di abadXVI, disebut seorang tokoh bernama Ki Gede Dermayu. Siapakah dia? Apakah Ki Gede Dermayu itu Wiralodra, tetapi mengapa tidak disebut dalam naskah tadi?

Terakhir, Wiralodra merupakan tokoh sentral, tetapi mengapa pengaruh itu tidak menyentuh Ki Gede di desa-desa? Mengapa sekitar tujuh puluh Ki Gede dari desa-desa kuno di Indramayu justru dimakamkan di area makam Astana Gunungjati Cirebon, bukan di area makam Wiralodra di Indramayu? Ah, kejanggalan-kejanggalan itu... (Agung Nugroho/"PR")***.

"By The Way" Red Hot Chili Papers

Standing in line To see the show tonight

And there's a light on Heavy glow By the way I tried to say I'd be there... waiting for

(8)

Dani the girl is singing songs to me Beneath the marquee... overload

Steak Knife Caro Shark Con Job Boot Cut

Skin that flick She's such a little DJ

Get there quick By street but not the freeway

turn that trick to make a little leeway

Beat that nic

But not the way that we play Dog Town Blood Bath

Rib Cage Soft Tail Standing in line To see the show tonight

And there's a light on Heavy glow By the way I tried to say I'd be there... waiting for Black Jack Dope Dick Pawn Shop Quick Pick

Kiss that Dyke I know you want to hold one

Not on strike But I'm about to bowl one

Bite that mic

I know you never stole one Girls that like A story so I told one Song Bird Main Line

Cash Back Hard top Standing in line To see the show tonight

And there's a light on Heavy glow By the way I tried to say I'd be there... waiting for

Dani the girl is singing songs to me

(9)

Beneath the marquee... of her soul By the way I tried to say I'd be there... waiting for

Chant Standing in line To see the show tonight

And there's a light on Heavy glow By the way I tried to say I'd be there... waiting for

Dani the girl is singing songs to me Beneath the marquee... of her soul

By the way I tried to say I know you Looking for Standing in line To see the show tonight

And there's a light on Heavy glow By the way I tried to say I'd be there... waiting for

Referensi

Dokumen terkait

wan Proyek yang bertanggung jawab baik dari segi fisik maupun keuangan atas pelaksanaan proyek dimaksud ;.. bahwa berhubung dengan hal tersebut

Hasil yang dicapai adalah : (1) mitra mampu melakukan dan mengaplikasikan teknik dasar olahraga permainan petanque dengan baik dan benar, (2) mitra memiliki

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan batuan software SPSS 16, penelitian pada kelas eksperimen menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari aktivitas siswa

Dari analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa konsep dan desain Integrasi Terminal dan Pasar di Kabupaten Polewali Mandar menggabungkan dua fungsi bangunan

Kebutuhan nonfungsional dari segi ECONOMY-nya adalah sistem dapat mengurangi waktu bagi pengunjung ataupun peminjam buku dalam mengakses buku-buku

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25 April – 25 Mei 2016 di Pasar Langgam Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

tentang ―Perbedaan Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dan Media Poster. Dalam Meningkatkan Pengetahuan Siswa Tentang Demam Berdarah

Diharapkan penurunan vigor benih dapat diatasi dengan peningkatan kerapatan benih untuk meningkatkan jumlah kecambah normal kuat yang akan digunakan untuk kegiatan