• Tidak ada hasil yang ditemukan

* jam (1 jam, 35 menit, 20 detik) * jam (20 menit, 30 detik) * jam (30 detik) e. Tanda titik dipakai di antara nama penulis,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "* jam (1 jam, 35 menit, 20 detik) * jam (20 menit, 30 detik) * jam (30 detik) e. Tanda titik dipakai di antara nama penulis,"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 1

Tata bahasa Kata Berimbuhan

Kata berimbuhan adalah kata dasar yang diberi imbuhan. Imbuhan ada beberapa macam, antara lain:

1. awalan (prefiks): ber-, ter -, me -, di-, dan ke- 2. akhiran (sufiks): - an, - i, - kan

3. sisipan (infiks): - er - , - el - , dan – em –

4. awalan-akhiran (konfiks): ke – an, me – kan, per – an

Bahasa Indonesia mempunyai banyak awalan, akhiran, maupun sisipan, baik yang asli dari bahasa-bahasa Nusantara maupun dipinjam dari bahasa-bahasa asing, antara lain:

1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:

* Bacalah buku itu baik-baik.

* Jakarta adalah ibu kota Republik Indonesia. * Siapakah gerangan dia?

2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: * Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.

* Jangan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku. Catatan:

Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun ditulis serangkai. Misalnya:

* Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu.

* Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan. * Walaupun miskin, ia selalu gembira.

3. Partikel per yang berarti 'mulai', 'demi', dan 'tiap' ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya. Misalnya:

* Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April. * Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.

* Harga kain itu Rp 2.000 per helai.

4. Imbuhan -is, -isme, dan –isasi berfungsi sebagai berikut. a. Membentuk kata benda atau nomina.

b. Sebagian kata sifat yang dihasilkan melalui pengimbuhan dengan ketiga imbuhan tersebut.

Arti baru yang dihasilkan melalui pengimbuhan dengan -is, -isme, dan -isasi adalah:

a. Imbuhan –is;

1) Orang yang memiliki keahlian; Contoh: gitaris, pianis, komponis. 2) Orang yang memiliki sifat / jiwa; Contoh: egois, nasionalis, humoris.

b. Imbuhan –isme; berarti paham/ajaran/aliran. Contoh: nasionalisme, komunisme, animisme.

c. Imbuhan –isasi; menunjukkan makna proses. sinestesia.

5. Kata berimbuhan -man, -wan, dan -wati merupakan nomina atau kata benda. Adapun perubahan makna yang diakibatkan pengimbuhan dengan -man, -wan, dan -wati sebagai berikut.

a. Menunjuk bidang pekerjaan orang yang disebut. Contoh : Pabrik sepatu itu memberikan cuti kepada karyawati yang hamil.

b. Menunjuk sifat orang yang disebut. Contoh : Korban gempa di Bengkulu menunggu kedatangan relawan ke sana.

c. Menunjuk keahlian yang ditekuni orang yang disebut. Contoh : Dua olahragawan mendapat penghargaan dari pemerintah.

6. Fungsi utama awalan me- adalah membentuk kata kerja. Adapun arti awalan me- adalah sebagai berikut.

a. Melakukan pekerjaan; Contoh: Ida membaca naskah drama. (melakukan pekerjaan membaca)

(2)

c. Menjadi; Contoh: Sobekan di celananya melebar. (menjadi lebar)

d. Menyerupai; Contoh: Karena tidak memerhatikan lingkungan, sampah di kota ini menggunung. (menyerupai gunung)

e. Menuju ke; Contoh: Garuda Indonesia mendarat di Bandar Udara Adisutjipto. (menuju ke darat)

Penulisan Kata 1. Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya: * Ibu percaya bahwa engkau tahu.

* Kantor pajak penuh sesak. * Buku itu sangat tebal. 2. Kata Turunan

a. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya:

* bergeletar * menengok * dikelola * mempermainkan * penetapan

b. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya: * bertepuk tangan * menganak sungai

* garis bawahi * sebar luaskan

c. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya:

* menggarisbawahi * dilipatgandakan * menyebarluaskan * penghancurleburan

d. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya:

adipati mahasiswa ekawarna saptakrida

aerodinamika mancanegara dwiwarna reinkarnasi antarkota multilateral demoralisasi purnawirawan anumerta narapidana dekameter prasangka

audiogram nonkolaborasi dasawarsa pramuniaga awahama Pancasila ekstrakurikuler semiprofesional bikarbonat panteisme elektroteknik subseksi

biokimia paripurna infrastruktur swadaya caturtunggal poligami introspeksi transmigrasi Catatan:

(1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-). Misalnya: * non-Indonesia

* pan-Afrikanisme

(2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah. Misalnya:

* Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita. * Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih. 3. Kata Ulang

Kata ulang dapat dikelompokan menjadi:

a. Kata ulang utuh murni: rumah-rumah, anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-undang, biri-biri, kupu-kupu, kura-kura, laba-laba, sia-sia, hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra, dst.

b. Kata ulang sebagian: berjalan-jalan, dibesar-besarkan, menulis-nulis, terus-menerus, tukar-menukar, dst.

c. Kata ulang berimbuhan: rumah-rumahan, anak-anakan, kuda-kudaan, dst. d. Kata ulang suku depan: pepohonan, leluhur, lelaki, dst

e. Kata ulang berubah bunyi: gerak-gerik, huru-hara, lauk-pauk, mondar-mandir, ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-poranda, tunggang-langgang, dst. Fungsi Gramatik kata ulang antara lain:

(3)

a. Membentuk adverbia: sebaik-baiknya, secantik-cantiknya, sehebat-hebatnya, dst

b. Membentuk Nomina: Kuda-kudaan, rumah-rumahan, dst c. Membentuk Ajektif: pening-pening, pusing-pusing, dst d. Membentuk Verba: hormat-menghormati

4. Kata Depan

Kata depan merupakan kata yang bertugas menghubungkan kata atau bagian kalimat.Yang termasuk kata depan adalah: di, ke , dari, pada, daripada. 5. Kata Sambung

Kata sambung merupakan kata yang berfungsi untuk menyambung kalimat atau anak kalimat

Singkatan dan Akronim

1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.

a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik. Misalnya:

* A.S. Kramawijaya * Muh. Yamin * Suman Hs. * Sukanto S.A.

* Bpk. = Bapak * Sdr. = saudara

* Kol. = Kolonel * M.B.A. = master of business administration * M.Sc. = master of science * S.E. = sarjana ekonomi

* S.Kar. = sarjana karawitan * S.K.M. = sarjana kesehatan masyarakat b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik. Misalnya:

* DPR = Dewan Perwakilan Rakyat * PGRI = Persatuan Guru Republik Indonesia * PT= Perseroan Terbatas * GBHN = Garis-Garis Besar Haluan Negara

* KTP = Kartu Tanda Penduduk * SMTP = Sekolah Menengah Tingkat Pertama c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Misalnya:

* dll. = dan lain-lain * dsb. = dan sebagainya * dst. = dan seterusnya * hlm. = halaman

* sda. = sama dengan atas * Yth. = Yang terhormat * a.n. = atas nama * d.a. = dengan alamat

* u.b. = untuk beliau * u.p. = untuk perhatian * s.d.= sampai dengan

d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik. Misalnya:

* Cu = kuprum * TNT = trinitrotoluen * cm = sentimeter * kVA =kilovolt-ampere * l = liter * kg = kilogram

* Rp (5.000,00) = (lima ribu) rupiah

2. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.

a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Misalnya:

* ABRI = Angkatan Bersenjata Republik Indonesia * LAN = Lembaga Administrasi Negara

* PASI = Persatuan Atletik Seluruh Indonesia * IKIP = Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan * SIM = Surat Izin Mengemudi

b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital. Misalnya: * Akabri = Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

* Bappenas = Badan Perencanaan Pembangunan Nasional * Iwapi = Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia

(4)

* Kowani = Kongres Wanita Indonesia

* Sespa = Sekolah Staf Pimpinan Administrasi

c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil. Misalnya:

* pemilu = pemilihan umum * radar = radio detecting and ranging * rapim = rapat pimpinan * rudal = peluru kendali

* tilang = bukti pelanggaran Catatan:

Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut:

* Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazin pada kata Indonesia

* Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.

Bab 2

Tanda Baca Dan Ejaan Yang Disempurnakan Pemakaian Tanda Baca

1. Tanda Titik (.)

a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya:

* Ayahku tinggal di Solo. * Biarlah mereka duduk di sana.

* Dia menanyakan siapa yang akan datang. * Marilah kita mengheningkan cipta.

b. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Misalnya:

* a. * III. Departemen Dalam Negri

* B. Direktorat Jendral Agraria * 1. Patokan Umum * 1.1 Isi Karangan * 1.2 Ilustrasi

* 1.2.1 Gambar Tangan * 1.2.2 Tabel * 1.2.3 Grafik

Catatan:

Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.

c. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.

Misalnya:

* pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)

d. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. Misalnya:

(5)

* 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik) * 0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)

* 0.0.30 jam (30 detik)

e. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya:

* Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka. f. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. Misalnya:

* Desa itu berpenduduk 24.200 orang.

* Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa. Catatan:

Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. Misalnya:

* Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung. * Lihat halaman 2345 dan seterusnya.

* Nomor gironya 5645678.

g. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Misalnya:

* Acara Kunjungan Adam Malik * Salah Asuhan * Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD'45)

h. Tanda titik tidak dipakai di belakang alamat pengirim dan tanggal surat atau nama dan alamat penerima surat. Misalnya:

* Jalan Diponegoro 82 * Jakarta (tanpa titik)

* 1 April 1985 (tanpa titik) * Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik) * Jalan Arif 43 (tanpa titik) * Palembang (tanpa titik)

Atau:

* Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik) * Jalan Cikini 71 (tanpa titik) * Jakarta (tanpa titik)

2. Tanda Koma (,)

a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya:

* Saya membeli kertas, pena, dan tinta.

* Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko. * Satu, dua, ... tiga!

b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.

Misalnya:

* Saya ingin datang, tetapi hari hujan.

* Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.

c. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya:

* Kalau hari hujan, saya tidak akan datang. * Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.

Catatan:

Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya:

* Saya tidak akan datang kalau hari hujan. * Dia lupa akan janjinya karena sibuk.

* Dia tahu bahwa soal itu penting.

d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi. Misalnya:

* ... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati. * ... Jadi, soalnya tidak semudah itu.

e. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya:

(6)

* Wah, bukan main!

f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Misalnya:

* Kata Ibu, "Saya gembira sekali."

* "Saya gembira sekali," kata Ibu, "karena kamu lulus." g. Tanda koma dipakai di antara

1) nama dan alamat, 2) bagian-bagian alamat, 3) tempat dan tanggal, dan

4) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya:

* Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.

* Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor * Surabaya, 10 mei 1960

* Kuala Lumpur, Malaysia

h. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya:

* Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949 Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.

i. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki. Misalnya: * W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.

j. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya: * B. Ratulangi, S.E. * Ny. Khadijah, M.A.

k. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya:

* 12,5 m * Rp12,50

l. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Misalnya

* Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.

* Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih. * Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan paduan suara.

Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma:

* Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.

m. Tanda koma dapat dipakai—untuk menghindari salah baca—di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya:

* Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.

* Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih. Bandingkan dengan:

* Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa.

* Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.

n. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya:

* "Di mana Saudara tinggal?" tanya Karim. * "Berdiri lurus-lurus!" perintahnya.

3. Tanda Titik Koma (;)

a. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya:

* Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.

b. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk. Misalnya:

(7)

* Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran "Pilihan Pendengar".

4. Tanda Titik Dua (:)

a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian. Misalnya:

Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari. Hanya ada dua pilihan bagi pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.

b. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya:

* Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.

* Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi Perusahaan. c. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Misalnya:

* Ketua : Ahmad Wijaya * Sekretaris : S. Handayani * Bendahara: B. Hartawan * Tempat Sidang : Ruang 104 * Pengantar Acara : Bambang S * Hari : Senin

* Waktu : 09.30

d. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Misalnya:

* Ibu : (meletakkan beberapa kopor) "Bawa kopor ini, Mir!" Amir : "Baik, Bu." (mengangkat kopor dan masuk)

Ibu : "Jangan lupa. Letakkan baik-baik!" (duduk di kursi besar)

e. Tanda titik dua dipakai; di antara jilid atau nomor dan halaman, di antara bab dan ayat dalam kitab suci, di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.Misalnya:

* Tempo, I (1971), 34:7 * Surah Yasin: 9

* Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit. * Tjokronegoro, Sutomo, Tjukupkah Saudara membina Bahasa Persatuan Kita?, Djakarta: Eresco, 1968.

5. Tanda Hubung (–)

a. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris. Misalnya:

Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris. Misalnya:

b. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. Misalnya:

Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.

c. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya: * anak-anak, * berulang-ulang,

* kemerah-merahan.

Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.

d. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal. Misalnya:

* p-a-n-i-t-i-a * 8-4-1973

e. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan penghilangan bagian kelompok kata. Misalnya:

* ber-evolusi

* dua puluh lima-ribuan (20 x 5000)

* tanggung jawab-dan kesetiakawanan-sosial Bandingkan dengan:

* be-revolusi

* dua-puluh-lima-ribuan (1 x 25000)

* tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial f. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan:

(8)

(i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka,

(iii) angka dengan -an,

(iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap

Misalnya

* se-Indonesia, * se-Jawa Barat, * hadiah ke-2, * tahun 50-an, * mem-PHK-kan, * hari-H,

* sinar-X, * Menteri-Sekretaris Negara

g. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Misalnya:

* di-smash * pen-tackle-an 6. Tanda Pisah (—)

a. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat. Misalnya:

* Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.

b. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya:

* Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom —telah mengubah persepsi kita tentang alam semesta.

c. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti 'sampai ke' atau 'sampai dengan'. Misalnya:

* 1910—1945 * tanggal 5—10 April 1970 * Jakarta—Bandung

Catatan:

Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.

7. Tanda Elipsis (...)

a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya: * Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.

b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya:

* Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut. Catatan:

Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat. Misalnya:

* Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati .... 8. Tanda Tanya (?)

a. Tanda tanya dipakai pada akhir tanya. Misalnya: * Kapan ia berangkat? * Saudara tahu, bukan?

b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya: * Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).

* Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang. 9. Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau

perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat. Misalnya:

* Alangkah seramnya peristiwa itu! * Bersihkan kamar itu sekarang juga!

* Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak-istrinya! * Merdeka!

10. Tanda Kurung ((...))

a. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan. Misalnya:

(9)

itu.

b. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. Misalnya:

* Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.

* Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri.

c. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.

Misalnya:

* Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a). * Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.

d. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan. Misalnya:

* Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.

11. Tanda Kurung Siku ([...])

a. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya:

* Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.

b. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.

Misalnya:

* Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35-38]) perlu dibentangkan di sini.

12. Tanda Petik ("...")

a. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain. Misalnya:

* "Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"

* Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia."

b. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya:

* Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.

* Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul "Rapor dan Nilai Prestasi di SMA" diterbitkan dalam Tempo.

* Sajak "Berdiri Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.

c. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya:

* Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.

* Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama "cutbrai". d. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.

Misalnya:

Kata Tono, "Saya juga minta satu."

e. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.

Misalnya:

Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "Si Hitam".

Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak tahu sebabnya. Catatan:

Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.

13. Tanda Petik Tunggal ('...')

a. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. Misalnya:

(10)

* "Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang', dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.

b. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. Misalnya:

* feed-back 'balikan'→ 14. Tanda Garis Miring (/)

a. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.

Misalnya:

* No. 7/PK/1973 * Jalan Kramat III/10 * tahun anggaran 1985/1986

b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap. Misalnya: * dikirimkan lewat darat/laut (dikirimkan lewat darat atau laut)→

* harganya Rp25,00/lembar (harganya Rp25,00 tiap lembar)→ 15. Tanda Penyingkat (Apostrof) (')

Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya:

* Ali 'kan kusurati. ('kan = akan)→ * Malam 'lah tiba. ('lah = telah)→ * 1 Januari '88 ('88 = 1988→

Penyempurnaan Ejaan

Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Ejaan van Ophuijsen, ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:

a. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.

b. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb. c. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.

d. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.

2. Ejaan Republik, ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:

a. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.

b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.

c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.

d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.

3. Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)

Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.

4. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD), ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin

dibakukan.

Indonesia (pra-1972) Malaysia (pra-1972) Sejak 1972

tj ch c

dj j j

ch kh kh

(11)

sj sh sy

j y y

oe* u u

Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring 1. Huruf Kapital atau Huruf Besar

a. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Misalnya:

* Dia mengantuk. * Kita harus bekerja keras. * Apa maksudnya? * Pekerjaan itu belum selesai.

b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. Misalnya: * Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"

* "Kemarin engkau terlambat," katanya.

c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan. Misalnya: * Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam, Kristen

* Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.

* Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat. d. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Misalnya:

* Sultan Hasanuddin * Imam Syafii * Haji Agus Salim * Nabi Ibrahim

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar, kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang. Misalnya:

* Dia baru saja diangkat menjadi sultan. * Tahun ini ia pergi naik haji.

e. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya:

* Wakil Presiden Budiono * Laksamana Muda Udara Husen Sastranegara * Perdana Menteri Nehru * Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian * Profesor Supomo

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat.

Misalnya:

* Siapa gubernur yang baru dilantik itu?

* Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal. f. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang. Misalnya:

* Amir Hamzah * Wage Rudolf Supratman * Dewi Sartika * Halim Perdanakusumah

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama sejenis atau satuan ukuran. Misalnya:

* mesin diesel * 10 volt * 5 ampere

g. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa. Misalnya: * bangsa Indonesia * suku Sunda * bahasa Inggris

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan. Misalnya:

* mengindonesiakan kata asing * keinggris-inggrisan

h. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya:

* bulan Agustus * hari Natal * bulan Maulid * Perang Candu * hari Galungan * tahun Hijriah * hari Jumat * tarikh Masehi

* hari Lebaran * Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

(12)

tidak dipakai sebagai nama. Misalnya:

* Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya. * Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.

i. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi. Misalnya: * Asia Tenggara * Kali Brantas

* Banyuwangi * Lembah Baliem

* Bukit Barisan * Ngarai Sianok * Cirebon * Pegunungan Jayawijaya * Danau Toba * Selat Lombok

* Daratan Tinggi Dieng * Tanjung Harapan * Gunung Semeru * Teluk Benggala

* Jalan Diponegoro * Terusan Suez

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Misalnya:

* berlayar ke teluk * menyeberangi selat * mandi di kali * pergi ke arah tenggara

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis. Misalnya:

* garam inggris * kacang bogor * gula jawa * pisang ambon

j. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketata-negaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan. Misalnya:

* Republik Indonesia

* Majelis Permusyawaratan Rakyat

* Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

* Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi. Misalnya:

* menjadi sebuah republik * kerja sama antara pemerintah dan rakyat * beberapa badan hukum * menurut undang-undang yang berlaku

k. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Misalnya:

* Perserikatan Bangsa-Bangsa * Undang-Undang Dasar Republik Indonesia * Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial * Rancangan Undang-Undang Kepegawaian

l. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Misalnya:

* Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. * Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.

* Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan. * Ia menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".

m. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Misalnya:

* Dr. = doktor * Prof. = profesor * M.A. = master of arts * Tn. = tuan * S.H. = sarjana hukum * Ny. = nyonya * S.S. = sarjana sastra * Sdr. = saudara

n. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan

kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Misalnya:

* "Kapan Bapak berangkat?" tanya Harto. * "Silakan duduk, Dik!" kata Ucok.

(13)

* Surat Saudara sudah saya terima. * Para ibu mengunjungi Ibu Hasan. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan. Misalnya:

* Kita harus menghormati bapak dan ibu kita. * Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.

o. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda. Misalnya: * Sudahkah Anda tahu? * Surat Anda telah kami terima.

2. Huruf Miring

a. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menulis nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya:

* majalah Bahasa dan Kesusastraan

* buku Negarakertagama karangan Prapanca * surat kabar Suara Karya

b. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Misalnya:

* Huruf pertama kata abad ialah a. * Dia bukan menipu, tetapi ditipu.

* Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.

c. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Misalnya:

* Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.

* Politik divide et impera pernah merajalela di negeri ini.

* Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi 'pandangan dunia'. Catatan:

Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu garis di bawahnya.

Angka dan Lambang Bilangan

1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi, antara lain:

Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9

Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1.000)

2. Angka digunakan untuk menyatakan ukuran panjang, berat, luas, isi, satuan waktu, nilai uang, dan kuantitas. Misalnya:

* 0,5 sentimeter * 5 kilogram * 4 meter persegi * 10 liter * 1 jam 20 menit * pukul 15.00 * tahun 1928 * 17 Agustus 1945 * Rp5.000,00

* US$3.50 * $5.10 * ¥100

* 2.000 rupiah * 50 dolar Amerika * 10 paun Inggris * 100 yen * 10 persen * 27 orang

Catatan; tanda titik di sini merupakan tanda desimal.

3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat. Misalnya:

* Jalan Tanah Abang I No. 15 * Hotel Indonesia, Kamar 169

4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci. Misalnya:

* Bab X, Pasal 5, halaman 252 * Surah Yasin: 9

5. Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut: a. Bilangan utuh. Misalnya:

* dua belas = 12 * dua puluh dua = 22 * dua ratus dua puluh dua = 222

b. Bilangan pecahan Misalnya:

* setengah = ½ * tiga perempat = 3/4

* seperenam belas = 1/16 * tiga dua pertiga = 3 2/3 * seperseratus = 1/100 * satu persen = 1%

* satu dua persepuluh = 1,2

(14)

Misalnya:

* Paku Buwono X * pada awal abad XX

* dalam kehidupan pada abad ke-20 ini * lihat Bab II, Pasal 5 * dalam bab ke-2 buku itu * di tingkat kedua gedung itu

* di tingkat ke-2 itu * kantornya di tingkat II itu

7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti. Misalnya: * tahun '50-an = (tahun lima puluhan) * uang 5000-an = (uang lima ribuan) * lima uang 1000-an = (lima uang seribuan)

8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, sperti dalam perincian dan pemaparan.

Misalnya:

* Amir menonton drama itu sampai tiga kali. * Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.

* Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang memberikan suara blangko.

* Kendaraan yang ditempah untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 helicak, 100 bemo.

9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Misalnya:

* Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu. * Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.

Bukan:

* 15 orang tewas dalam kecelakaan itu.

* Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.

10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Misalnya:

* Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah. * Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang.

11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. Misalnya:

* Kantor kami mempunya dua puluh orang pegawai. * DI lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah. Bukan:

* Kantor kamu mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai.

* Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.

12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat. Misalnya:

* Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).

* Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.

(15)

Bab 3

TATA KALIMAT

Kalimat adalah gabungan dari beberapa kata yang mengungkapkan suatu maksud (elspresif). Secara lisan, kalimat diiringi dengan nada bicara, jeda dan

intonasi. Secara tertulis, kalimat ditandai dengan huruf kapital dan tanda baca yang sesuai.

Kalimat Klausa Dan Kalimat Tak Berklausa

1. Klausa merupakan kalimat yang hanya mengandung satu predikat (S-P-O-K), bersifat manasuka (boleh ada/boleh tidak), misalnya:

a. Bapak direktur besok pagi akan ke Jakarta. (S-K-P) b. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila. (S-P-O)

2. Kalimat tak berklausa; merupakan kalimat yang tidak memiliki predikat, misalnya:

a. Astaga!

b. Mas Anang Wijayanto Jabatan Kalimat

1. Subyek (pokok Klaimat); merupakan bagian yang berfungsi sebagai pokok persoalan, Subyek biasa diduduki oleh kata benda atau kara ganti. Ciri-ciri subyek, antara lain:

a. Biasanya diikuti kata itu, contoh: d. Bagian yang didahului kata yang, contoh:

* Belajar itu penting bagi para pelajar. * Yang itu pacatnya. * Peristiwa itu tidak dapat kulupakan. * Yang mengrim surat itu Ana.

b. Biasanya diikuti kata ganti empunya, contoh: e. Berupa jenis kata benda atau kata ganti, contoh:

* Bukumu akan aku pinjam. * Kepala Sekolah Kita sangat baik. * Wali kelas kita memang bikjaksana. * Kebaikan harus kita jaga.

c. Biasanya diikuti pun, contoh: * Itu pun aku mau

* Mereka pun berangkat.

2. Predikat, merupakan bagian kat kerja, dikelompokkan menjadi: a. Predikat verbal, terdiri dari:

(16)

* Bambang minum.(kata kerjanya tidak memelukan afiks)

* Reni menyanyi lagu “kakatua”. (semitransitif / dapat ditambah maupun tanpa obyek)

2) Menunjukan suatu perbuatan, contoh:

* Sekolah itu memberikan nilai lebih pada siswa kelas XII SMU yang akan menempuh Ujian Nasional.

b. Predikat nominal, terdiri dari:

1) Bagian yang menyatakan suatu keadaan, contoh: * Hasil kita belum sempurna.

2) Dapat merupakan aspek penanya, contoh: * Siapa yang akan ikut bimbingan?

3) Bagian yang didahuli kata kerja bantu (adalah, menjadi, dsb), contoh: * Mbak Iik menjadi tentor bimbingan itu.

4) bagian yang diikuti lah, contoh: * Itulah yang aku sesali.

3. Obyek, merupakan bagian yang di kenai predikat / kata kerja, meliputi: a. Berupa kata benda atau kata ganti, contoh:

* Inug berhasil memacari cewek cakep.

b. Dapat digeser menjadi subyek dalamat aktif-pasif, contoh: 1) Aktif, contoh: 2) Pasif, contoh:

* Rudy memacari Linda. * Lida dipacari Rudy

4. Ketrangan; merupakan bagian yang berfungsi menerangkan / mejelaskan kalimat, dikelompokkan menjadi:

a. Keterangan tempat, contoh:

* Dewi siswa di Ganesha Study Club. b. Ketrangan sebab, contoh:

* Ia gagal masuk sekolah favorit, karena malas belajar.

c. Keterangan syarat, didahului kata jika, jikalau, dsb, contoh: * Dia akan lulus, jika rajin belajar

d. Keterangan keadaan, didahului kata dengan atau diiluti keadaan, contoh: * Dwika menerima beasiswa dengan gembira

e. Keterangan alat, didahului kata dengan serta diikuti kata benda, contoh: * Bintang melukis dengan cat minyak.

d. Keterangan waktu, contoh: * Ayu menerima lamaran hari ini e. Keterangan tujuant, contoh:

* Saya harus rajin belajar, agar lulus ujian Naional. Bentuk Kalimat

Bentuk-bentuk kalimat dapat dibedakan menjadi: 1. Kalimat Aktif

Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan suatu pekerjaan. Biasanya memiliki predikatnya berupa kata kerja berawalan me atau ber. Contoh :

* Nina menulis surat untuk nenek.

Cara mengubah kalimat aktif menjadi kalimat pasif :

a. Subjek pada kalimat aktif dijadikan objek pada kalimat pasif. b. Awalan me- diganti dengan di-.

c. Tambahkan kata oleh di belakang predikat. Contoh : * Bapak memancing ikan. (aktif)

* Ikan dipancing oleh bapak.(pasif)

d. Jika subjek kalimat aktif berupa kata ganti maka awalan me- pada predikat dihapus, kemudian subjek dan predikat dirapatkan. Contoh :

* Aku harus memngerjakan PR. (aktif) * PR harus kukerjakan. (pasif) 2. Kalimat Pasif

Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya dikenai pekerjaan. Biasanya memiliki predikat berupa kata kerja berawalan di-. Contoh :

(17)

3. Kalimat Langsung

Kalimat langsung merupakan kalimat yang secara cermat menirukan ucapan orang lain. Bagian kutipan dalam kalimat langsung dapat berupa kalimat tanya atau kalimat perintah. Biasanya ditandai dengan tanda petik ( “....” ). Contoh:

* Ibu berkata, “Anis, jangan bermain-main saja, kamu harus belajar !” 4. Kalimat Tidak Langsung

Kalimat tidak langsung adalah kalimat yang menceritakan kembali ucapan orang lain. Bagian kutipan pada kalimat langsung berubah menjadi kalimat berita. Contoh : * Ibu berkata bahwa aku harus rajin belajar.

5. Kalimat Berita

Kalimat berita adalah kalimat yang isinya memberitahukan sesuatu. Umumnya mendorong orang untuk memberikan tanggapan. Macam-macam kalimat berita :

a. Kalimat berita kepastian. Contoh : Nenek akan datang dari Bandung besok pagi.

b. Kalimat berita pengingkaran. Contoh : Saya tidak akan datang pada acara ulang tahunmu.

c. Kalimat berita kesangsian. Contoh : Bapak mungkin akan tiba besok pagi. d. Kalmat berita bentuk lainnya. Contoh : Kami tidak tahu mengapa dia datang terlambat.

6. Kalimat Perintah

Kalimat perintah adalah kalimat yang bertujuan memberikan perintah kepada orang lain untuk melakukan sesuatu. Dalam bentuk lisan, kalimat perintah ditandai dengan intonasi tinggi. Biasanya diakhiri dengan tanda seru (!). Macam-macam kalimat perintah :

a. Kalimat perintah biasa, ditandai dengan partikel lah. Contoh : Gantilah bajumu !

b. Kalimat larangan, ditandai dengan penggunaan kata jangan. Contoh ; Jangan membuang sampah sembarangan !

c. Kalimat ajakan, ditandai dengan kata mohon, tolong, silahkan. Contoh : Tolong temani nenekmu di rumah !

7. Kalimat Tanya

Kalimat tanya adalah kalimat yang isinya menanyakan sesuatu atau seseorang sehingga diperoleh jawaban tentang suatu masalah. Kalimat tanya mengandung beberapa ciri yang dapat dibedakan dengan kalimat lain, yaitu menggunakan: a. intonasi (bila diucapkan),

b. partikel tanya kah,

c. tanda tanya (?) bila tertulis,

d. secara lisan dan tertulis dapat menggunakan kata tanya, yaitu untuk menanyakan:

- orang ”siapa” - benda ”apa” - jumlah ”berapa” - tempat ”di mana”

- waktu ”kapan, bila, bilamana” - keadaan atau situasi ”bagaimana” - sebab atau alasan ”mengapa, kenapa”

Contoh :

* Apakah kamu sakit ? * Siapa yang membeli buku ini ? 8. Kalimat Efektif

Kalimat efektif memiliki syarat :

a. Secara tepat mewakili gagasan penulis atau pembicaranya.

b. Menimbulkan gambaran yang sama antara penulis dengan pembaca atau pembicara dengan pendengar.

Ciri-ciri :

a. Memiliki kesatuan gagasan atau ide pokok

b. Menggunakan kata atau frase imbuhan yang memiliki kesamaan. c. Tidak menggunakan kata-kata yang tidak perlu.

d. Memberikan penekanan pada bagian-bagian yang penting. 9. Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri dari inti kalimat atau satu kalimat. Inti kalimat dibentuk oleh subjek dan predikat. Jenis-jenis kalimat

(18)

tunggal :

a. Kalimat nominal adalah kalimat yang predikatnya berupa kata benda. Contoh : Saya siswa kelas VI.

b. Kalimat verbal adalah kalimat yang predikatnya berupa kata kerja. Contoh : Adik bernyanyi.

Perluasan kalimat tunggal dilakukan dengan menambah unsur baru yang disebut keterangan Dapat berupa keterangan tempat, keterangan cara, maupun keterangan waktu. Contoh :

* Saya siswa kelas VI di SD Negeri Merdeka. * Adik bernyanyi dengan sangat merdu.

11. Kalimat Inti

Kalimat inti adalah kalimat tunggal yang hanya terdiri dari subyek-predikat (S-P), contoh:

* Lonceng berbunyi 12. Kalimat Luas

Kalimat luas adalah kalimat yang memiliki unsur inti diperluas tanpa membentukpola baru. Dapat berupa kalimat tunggal yang diperluas, contoh:

a. Perluasan subyek:

* Mas Toni guru fisika kakak Ryan membawa roti ulang tahun di pesta itu. b. Perluasan predikat:

* Mas Toni membawa dengan penih semangat roti ulang tahun di pesta itu. c. Perluasan obyek:

* Mas Toni membawa roti ulang tahun bulat panjang di pesta itu. d. Perluasan keterangan:

* Mas Toni membawa roti ulang tahun di pesta yang sangat meriah itu. e. Perluasan seluruh unsur:

* Mas Toni guru fisika kakak Ryan membawa dengan penih semangat roti ulang tahun bulat panjang di pesta yang sangat meriah itu.

13. Kalimat Mayor

Kalimat mayor adalah kalimat yang mempunyai pola kalimat sempurna, terdapat subyek-predikat,obyek-keterangan, misalnya:

* Dwika menemukan serangga langka di hutan Sumatra. 14. Kalimat Minor

Kalimat minor adalah kalimat yang polanya tidak sempurna. Dalam kalimat ini hanya terdapat satu unur pembentuk pola kalimat. Disebut juga kalimat

penggalan/elips/eliptis, misalnya:

* Pergi! * besok

15. Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari dua kalimat tunggal atau lebih. Kalimat majemuk dapat dibentuk dari paduan beberapa buah kalimat tunggal.

Pembentukan kalimat majemuk ada yang memerlukan kata penghubung ada pula yang tidak. Kalimat majemuk dibedakan menjadi

a. Kalimat Majemuk Setara

Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk dimana hubungan antar unsur-unsurnya sederajat. Kalimat majemuk setara terdiri dari :

1) Kalimat majemuk penjumlahan ditandai dengan kata sambung lalu, lagi, kemudian, dan. Contoh :

* Kakak membaca buku, kemudian menulis surat.

2) Kalimat majemuk pemilihan ditandai dengan kata sambung atau. Contoh : * Ibu membeli ikan atau ayam.

3) Kalimat majemuk pertentangan ditandai dengan kata penghubung tetapi, melainkan. Contoh :

* Ayah tidak pergi ke kantor melainkan ke rumah sakit. b. Kalimat Majemuk Rapatan

Kalimat majemuk rapatan adalah kalimat majemuk setara yang bagian-bagiannya dirapatkan. Hal tersebut terjadi karena kata-kata yang dirapatkan pada bagian-bagian kaliamat itu memiliki fungsi yang sama. Perapatan dilakukan dengan

(19)

dikelompokkan menjadi:

a. Kalimat majemuk rapatan subjek Contoh : * Pak Adi guru mengaji.

* Pak Adi ketua RT.

Menjadi; Pak Adi guru mengaji dan ketua RT.

b. Kalimat majemuk rapatan predikat. Contoh : * Kiki pandai bermain bola.

* Galih pandai bermain bola.

Menjadi; Kiki dan Galih pandai bermain bola.

c. Kalimat majemuk rapatan keterangan. Contoh : * Sore hari kakak menyiram bunga.

* Sore hari adik menyapu halaman.

Menjadi; Sore hari kakak menyiram bunga dan adik menyapu halaman. c. Kalimat Majemuk Bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang hubungan antar unsur-unsurnya tidak sederajat. Salah satu unsurnya sebagai induk kalimat, sedangkan unsur lainnya sebagai anak kalimat. Jenis-jenis kalimat mejemuk bertingkat :

1) Kalimat majemuk hubungan pengandaian, ditandai dengan kata penghubung jika, seandainya, andaikan. Contoh :

* Jika tidak hujan, saya akan datang ke rumahmu.

2) Kalimat majemuk hubungan perbandingan, ditandai dengan kata sambung ibarat, seperti, bagaikan, daripada, laksana. Contoh :

* Doni lebih senang bermain sepakbola daripada bermain basket.

3) Kalimat majemuk hubungan penyebabab, ditandai dengan kata sambung sebab, karena, oleh karena. Contoh :

* Amir tidak masuk sekolah karena sakit.

4) Kalimat majemuk hubungan akibat, ditandai dengan kata sambung sehingga, sampai-sampai, maka. Contoh :

* Ia bekerja terlalu keras sehingga jatuh sakit.

5) Kalimat majemuk hubungan cara, ditandai dengan kata sambung dengan. Contoh :

* Sari dapat mempertahankan prestasinya dengan cara berlatih dengan giat. 6) Kalimat majemuk hubungan penjelasan, ditandai dengan kata sambung bahwa, yaitu. Contoh :

* Pak Madi telah menggemburkan tanah, yaitu dengan mencangkul tanah itu sampai kedalaman 10 centimeter.

7) Kalimat majemuk hubungan waktu, ditandai dengan kata sambung ketika, sewaktu, semasa. Contoh :

* Ibu selesai memasak ketika saya pulang sekolah. d. KALIMAT MAJEMUK CAMPURAN

Kalimat majemuk campuran merupakan gabungan dari kelimat majemuk setara dengan kalimat majemuk bertingkat. Kalimat majemuk campuran dibentuk sekurang-kurangnya oleh tiga kalimat tunggal. Contoh :

* Adik selesai mengerjakan PR ketika ayah datang dari kantor dan ibu selesai memasak.

Transfomasi Kalimat

Transformasi kalimat merupakan proses mengubah seuatu bentuk kalimat menjadi bentuk kalimat lain, dengan cara:

1. Mengubah urutan subyek-preidikatnya 2. Mengubah inronasinya

3. Memperluas ataupun menggabungkan kalimat Bentuk kalimat transfomasi, antara lain:

1. Tranformasi interogatif / tanya, merupakan transformasi yang menghasilkan kalimat tanya, terdiri dari:

a. Kalimat tanya berkata tanya, misalnya:

* Bagaimana hasil ujianmu? * Kapan kamu berangkat ke Jakarta? 2. Tranformasi negatif, merupakan transformasi yang menghasilkan kalimat

(20)

negatif, misalnya:

* Dia bukan pacarku. * Beliau tidak berkenan memberi sambutan.

* Pak Bambang tidak datang. * Cara penyelesaiannya tidak seperti itu. 3. Tranformasi pasif, merupakan transformasi yang menghasilkan kalimat pasif, misalnya

* Risma dicubiti Trinyani. * Masalah banjir itu harus segera diatasi. * Ita dioperasi dr. Adi.

4. Tranformasi inverse / balik, merupakan transformasi yang menghasilkan kalimat balik, berpola P-S, misalnya:

* Sudah pergi mereka. * Tidak keberatan kami mengantarnya. * Tidak tahu-menahu kami akan hal itu.

5. Tranformasi imperatif, merupakan transformasi yang menghasilkan kalimat perintah, misalnya

* Duduklah dengan tenang! * Kerjakan soal-soal berikut ini dengan tulisan yang baik!

* Jangan pergi dulu!

6. Tranformasi perluasan, merupakan transformasi yang menghasilkan kalimat luas. (baca kaliamat luas)

7. Tranformasi gabungan, merupakan transformasi yang menghasilkan kalimat majemuk / gabung, misalnya

* Ibu pergi ke Jakarta dan Bapak ke Bandung Merupakan gabungan dari kalimat:

• Ibu pergi ke Jakarta • Bapak pergi ke Bandung

Bab 4 KARANGAN

1. Tema Karangan

Tema adalah pokok pembicaraan, atau jiwa dari karangan yang tersaji yang bermuara pada tema tersebut. Cara mencari tema karangan:

a. Tentukan kata dan kalimat kunci pada tiap paragraf. b. Tentukan tujuan penulisan.

c. Hubungkan kalimat kunci dengan kalimat lain.

d. Apa yang mendominasi dari tiap kalimat kunci tersebut, itulah tema karangan. 2. Pikiran utama

Pikiran utama disebut pula dengan istilah ide pokok. Pikiran utama merupakan hal pokok atau hal penting yang dikemukakan dalam paragraf. Dalam sebuah paragraf

(21)

ditemukan hanya satu pikiran utama dan didukung oleh beberapa kalimat penjelas. 3. Kalimat utama

Kalimat utama ialah kalimat yang berisi pernyataan umum tentang sesuatu yang

diuraikan dalam paragraf atau kesimpulan isi paragraf. Menurut letak kalimat utama parangraf dapat dibedakan menjadi:

a. Paragraf Deduktif; kailmat utama di awal paragraf.

b. Paragraf Induktif; kailmat utama di awal paragraf di akhir paragraf.

c. Paragraf Induktif-Deduktif (campuran); kailmat utama di awal dan di akhir paragraf.

d. Paragraf Naratif / Deeskriptif; kalimat utamanya tersebar di sekuruh alenia. 4. Kalimat topik

Sebuah paragraf mengungkapkan satu masalah atau satu gagasan. Gagasan tersebut biasanya diungkapkan dalam kalimat topik (kalimat utama). Kalimat topik tersebut didukung atau diperjelas dengan beberapa kalimat penjelas yang mengacu kepada kalimat topik tersebut.

5. Paragraf

Paragraf yang padu adalah paragraf yang kalimat-kalimatnya saling mengkait, mengikat, bersinambung. Dengan adanya hubungan antarkalimat yang saling mengait, membuat paragraf tersebut memiliki kesatuan gagasan yang utuh atau padu. Paragraf yang baik harus memiliki persyaratan sebagai berikut:

a. Kesatuan; semua tema di dalamparagraf secara bersama-sama menyatakan tema tertentu.

b. Koherensi; kekompakan hubungan natara kalimat dengan kalimat lainnya dalam satu paragraf.

c. Perkembangan paragraf; terjadi karena hubungan alamiah, logis dan ilustrasi. 6. Pemilihan Judul

a. Menarik perhatian pembaca. c. Dapat menggambarkan isi karangan. b. Menamai karangan.

7. Bentuk Karangan a. Narasi

• Biasanya disampaikan secara kronologis dan mengandung plot atau rangkaian peristiwa.

• Ada tokoh yang diceritakan.

• Bersifat informatif dan tidak menekankan ide secara eksplisit. b. Deskripsi

• Bersifat informatif namun berusaha memberikan kesan khusus dengan cara menonjolkan kata-kata kunci yang menyentuh (berkonotasi kuat).

• Pembaca diajak menikmati apa yang dinikmati oleh penulis. c. Eksposisi

• Menjelaskan suatu permasalahan dengan alasan yang logis dan tidak ada kesan subyektif.

• Bentuk karangan yang menjelaskan sesuatu dengan data, angka, maupun kritik dengan detail.

• Penutup karangan berupa penegasan. d. Argumentasi

• Bentuk karangan yang berusaha mengungkapkan permasalahan dalam kerangka menjelaskan dan meyakinkan pembaca.

• Penutup karangan berupa kesimpulan. e. Persuasi

• Bentuk karangan yang bersifat menawarkan sesuatu, atau mengajak pembaca untuk melakukan sesuatu.

8. Unsur-unsur Intrisik Dalam Karangan

a. Tokoh adalah orang yang berperan dalam suatu cerita. Tokoh memiliki sifat dan watak masing-masing.

b. Watak adalah cara pengarang menggambarkan atau mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Untuk menggambarkan watak seorang tokoh-tokoh pengarang dapat

menggunakan teknik :

(22)

bahwa tokoh itu baik hati, jujur, pemarah dll.

2) Penggambaran melalui fisik dan perilaku tokoh. 3) Penggambaran melalui lingkungan kehidupan tokoh. 4) Penggambaran melalui tata kebahasaan tokoh. 5) Penggambaran melalui jalan pikiran tokoh. 6) Penggambaran oleh tokoh lain.

Macam-macam watak :

1) Tokoh berwatak baik misalnya suka menolong, peyabar, dan pemaaf. 2) Tokoh berwatak jahat misalnya suka mencuri, menghina, pemarah, dan pendendam.

3) Tokoh berwatak baik sekaligus berwatak jahat misalnya suka menolong tapi pendendam, penyabar tapi pelit.

c. Latar adalah keterangan mengenai tempat, waktu, dan budaya dalam cerita. Macam-macam latar :

1) Latar tempat yaitu penggambaran tempat kejadian di dalam cerita, misalnya di Bandung, Jakarta, Bogor .

2) Latar waktu yaitu penggambaran waktu kejadian di dalam cerita, misalnya pagi hari, siang hari, dahulu kala dsb.

3) Latar budaya yaitu penggambaran budaya yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa dalam cerita misalnya budaya masyarakat Jawa, Betawi, Sunda, Melayu dsb. d. Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam karangannya. e. Alur adalah rangkaian peristiwa dan konflik yang dijalin dan menggerakkan jalan certia melalui rumitan ke arah klimaks dan penyelesaiannya. Macam-macam alur :

1) Alur garis lurus (progresif / alur konvensional / Alur maju) yaitu

penceritaan rangkaian peristiwa dari peristiwa yang paling awal sampai peristiwa akhir.

2) Alur sorot balik (flash back / regresif / Alur mundur) yaitu penceritaan rangkaian peristiwa dari peristiwa yang paling akhir kemudian berbalik ke peristiwa yang paling awal.

3) Alur campuran yaitu perpaduan antara alur maju dan alur mundur digunakan sekaligus di dalam suatu cerita.

Secara umum alur cerita meliputi bagian-bagian :

1) Eksposisi; Pengenalan situasi cerita dimana pengarang memperkenalkan para tokoh dan menata adengan serta hubungan antar tokoh. Dan hal-hal yang

melatarbelakangi tokoh itu sehingga mempermudah pembaca mengetahui jalinan cerita sesudahnya.

2) Inciting Moment; Pengungkapan peristiwa dimana disajikan peristiwa awal yang menimbulkan masalah, pertentangan, atau kesulitan-kesulitan para tokoh.

3) Rising action; Menuju pada konflik dimana terjadi peningkatan masalah, pertentangan, atau bertambahnya kesulitan para tokoh.

4) Complication; Konflik makin kompleks atau semakin ruwet.

5) Puncak konflik (klimaks) yang merupakan bagian yang paling besar dalam cerita dimana ditentukan perubahan nasib beberapa tokohnya.

6) Falling action dan denoument; Penyelesaian yang merupakan akhir dari cerita dimana berisi penjenlasan nasib dari tokoh setelah mengalami konflik.

f. Point of View (sudut pandang) adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Posisi pengarang ada dua macam yaitu :

1) Berperan langsung sebagai orang pertama yaitu sebagai tokoh yang terlibat dalam cerita.

(23)

Bab 5

Makna, Ungkapan Dan Gaya Bahasa Makna

1. Makna konotasi (emotif) : makna tambahan terhadap makna dasarny berupa nilai rasa tertentu, misalnya perasaan hormat, kesal ata merendahkan. Makna konotasi tidak sama dengan makna kiasan. Makna konotasi ada yang positif dan ada yang negatif. Contoh;

Kata Makna Dasar Makna tambahan

Mampus mati kurang hormat, kasar Gugur jatuh / mati mati di medan juang

2. Makna Denotasi (referensial): makna kata lugas dan menunjuk langsung pada acuan tanpa disertai nilai rasa atau emosi. Contoh;

* merah; warna seperti darah * Babi; jenis binatang

3. Makna Lesikal (kamus): makna kata secara lepas, tanpa kaitan dengan kata yang lain. Contoh;

* rumah; bangunan untuk tempat tinggal * sepeda; kendaraan roda dua tanpa mesin.

4. Makna Gramatikal; makna baru yang timbul akibat proses gramtika. Contoh; * berumah; memiliki rumag

* meluas; menjadi luas

5. HOMONIM adalah kata yang tulisan dan cara pelafalannya sama tetapi memiliki makna yang berbeda. Contoh :

genting = keadaan genting = gawat genting = genting rumah = atap

jarak = pohon jarak = tanaman jarak = jarak jauh = ukuran bisa = bisa berjalan = dapat

(24)

bisa = bisa ular = racun

6. HOMOFON adalah kata cara pelafalannya sama tetapi penulisan dan maknanya berbeda. Contoh :

kol = sayur kol = tanaman kol = naik colt = kendaraan bang = Bang Ali = kakak

bang = Bank Mandiri = lembaga penyimpanan uang

7. HOMOGRAF adalah kata yang tulisannya sama tetapi pelafalan dan maknanya berbeda. Contoh :

seri = berseri-seri = gembira seri = bermain seri = seimbang teras = pejabat teras = inti

teras = teras rumah = bagian depan rumah apel = makan apel = buah

apel = apel bendera = upacara apel = kencan

8. Hiponim adalah kata-kata yang tingkatannya berada di bawah kata yang lain. Contoh: katak, kera, buaya, dan ayam merupakan hiponim dari hewan.

* Beberapa orang berburu katak pada malam hari.

* Pengelola kebun binatang memberi makan beberapa kera.

* Pawang itu berhasil menangkap buaya di sungai dekat rumahku.

9. SINONIM adalah persamaan makna antara dua kata atau lebih. Contoh agar = supaya

ahli = pakar badai = topan bagan = skema

10. ANTONIM adalah kata-kata yang berlawanan maknanya Contoh : siang >< malam

hidup >< mati gelap >< terang

11. Polisemi: satu kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Polisemi timbul karena perkembangan makna suatu kata. Sebab-sebab timbulnya polisemi antara lain: a. Akibat pemakaian khusus; “bedah (jawa)” memiliki arti robek, sobek atau rusak. Sebagai akibat pemakaian khusus dlam bidang kedokteran bedah berarti “operasi”.

b. Pemakaian dalam arti kiasan; darikata membanting, timbul kiasan membanting tulang, membanting harga, membanting stir.

Ungkapan

Ungkapan (Idiom) adalah gabungan kata yang maknanya tidak sama dengan gabungan unsur-unsur kata pembentuknya. Ungkapan disebut juga frase idomatikal, contoh ungkapan:

* membanting tulang = bekerja keras * tinggi hati = sombong

* memeras keringat = bekerja keras * darah daing = anak kandung * mengadu domba = memecah belah * tebal muka = tidak punya malu Majas (Gaya Bahasa)

Merupkan pengungkapan berkias unruk memperoleh efek makna tertentu. Gaya bahasa dapat dikelompokan menjadi:

1. Majas perbandingan:

a. Metafora; majas yang menyamakan suatu benda dengan benda lain secara langsung karena persamaan sifat.Contoh:

* Karena seorang lintah darat, ia dijauhi penduduk. (rentenir) * Dewi malam telah keluar dari balik awan. (Bulan)

b. Personifikasi; majas yang menggambarkan benda-banda mati seolah-olah hidup. Contoh:

* Bulan tersenyum menyaksikan keguyuban anak-anak dolanan di halaman rumah. * kapal layar itu hilang direlan ombak.

(25)

c. Simile; majas yang menggunakan kata-kata perbandingan (seperti, bagaikan, laksana, dll). Contoh:

* bagai telur di ujung tanduk * dagunya bak lebah bergantung

* pipinya bagai pauh dilayang * Hidup tanpa cinta bagai sayur tanpa garam d. Asosiasi; majas yang membandingkan benda lain dengan memberikan

persamaanterhasdap benda tersebut. Contoh: * Mukanya pucat bagaikan mayat.

* Semangatnya keras seperti baja.

f. Simbolik; Majas yang melukiskan sesuatu dengan benda lain sebagai simbol atau lambang. Contoh:

* Akhirnya cucunguk itu mendapatkan ganjaran atas tindakkannya. (suka mengacau)

* Bunglon itu akhirnya terjebak dengan sendiri. (tidak punya pendirian) 2. Majas pertentangan:

a. Hiperbola; Majas yang melukiskan sesuatu secara berlebihan. Contoh: * Tono bekerja membanting tulang untuk membiayai sekolahnya.

* Sejuta indah bertaburan saat-saat kami berduaan

b. Litotes; Majas yang melemahkan diri/ merendahkan diri agar lebih sopan. Contoh:

* Mampirlah ke gubuk kami sekadar melepas penat.

* Kami harap bapak berkenan atas bingkisan yang tidak berharga ini.

c. Ironi; Majas yang menyindir secara halus dengan membalikan kata-katanya. Contoh:

* Disiplin sekali Anda, tiga hari berturut-turut terlambat sampai sekolah! * Bagus sekali gambarmu, dik! (buruk)

d. Paradoks; Majas yang mempertentengkan suatu situasi dengan situasi yang lain. Contoh:

* Memang ia kecil tetapi kuat

* dalam dunia yang ramai ini aku merasa sepi tanpa kau di sisiku. e. Sinisme; Majas yang lebih kasar daripada ironi Contoh:

* Muntah aku, melihat perbuatanmu ini!

* “Harum sekali badanmu dik!”, kata sang suami kepada istrinya yang belum mandi.

f. Sarkasme; Majas yang sangat kasar sekali.Contoh: * Hai anjing! Keluar kau dari sini.

* jijik aku melihat mukamu yang seperti monyet!

g. Repetisi; Majas yang mengulang kata beberapa kali untuk mempertegas, sering terdapat pada prosa atau bahasa bertutur. Contoh:

* Selama jantung masih berdetak, selama darah masih mengalir, selama napas masih mengalum, aku tidak akan pernah berhenti mencintaiMu.

* Bahagia tak perlu dicari ke mana-mana, bahagia tak perlu jauh-jauh diburu, bahagia itu ada di dalam hati sanubari sendiri .

h. Koreksio; Majas penegas yang digunakan untuk membetulkan kata yang salah diucapkan sebelumnya, baik sengaja ataupun tidak. Contoh:

* Dia adikku, eh bukan, kekasihku.

* silahkan pulang saudara-saudara, eh maaf, silahkan makan!.

i. Antitesis; Majas yang mempergunakan paduan kata-kata yang berlawanan artinya Contoh:

* Hidup matinya, susah senagnya, serahkanlah padaku.

* Tua muda, besar kecil, laki perempuan hadir dalam rapat raksasa itu. 3. Majas pertautan:

a. Metonimia; Majas yang hanya mengemukakan merk tetapi yang dimaksud adalah mengacu pada sekelompok benda secara keseluruhan Contoh:

* Para siswa karya wisata ke Bali naik Garuda. * Nikmat sekali gudang garam ini.

b. Sinekdoke; majas ini dapat dikelompokkan menjadi:

1) Pars pro Toto; majas yang menyebutkan bagian suatu hal untuk mengganti nama keseluruhan dari hal tersebut. Contoh:

(26)

* Tiap kepala mendapat jatah Rp 25.000,00 per hari.

* Sudah satu minggu ini Bambang tidak menampakkan batang hidungnya.

2) Totem Pro Toto; Majas yang menyebutkan benda secara keseluruhan dengan acuan yang hanya dari suatu benda tersebut. Contoh:

* Indonesia menang 2 – 1 atas Malaysia

* Jakarta memimpin sementara perolehan medali pada Pekan Olah Raga Nasional kali ini.

c. Alusio; Majas yang menyatakan suatu tindakan dengan kata lain yang sejalan. Contoh:

* Ia pun setali tiga uang dengan kakaknya kalau disuruh belajar.

d. Eufemisme; Majas yang berupa ungkapan untuk menggantikan ungkapan lain yang dirasa kasar / tabu. Contoh:

* Karang Taruna Putra Bangsa menciptakan unit usaha produktif untuk mengurangi tunakarya.

* Putra bapak memang agak ketinggalan. * Saya minta ijin ke belakang.

e. Tropen; Majas yang mengugkapkan suatu tindakan dengan kata lain yang sejalan. Contoh:

* Sejak mendapat surat putus, Susi mengubur dirinya terus di dalam kamar. * Betapapun sulitnya hidup ini, saya tak akan pernah menjual diri.

f. klimaks; Majas yang beisi urutan kejadian yang semakin naik Contoh: * Mula-mula ia tersenyum, tertawa lalu terbahak-bahak.

* Demi Sayngku, kurelakan harta bendaku dan bahkan jiwa ragaku. * Jangankan hanya rumah, emas segudangpun akan aku berikan

g. Antiklimaks; Majas yang berisi urutan kejadian yang semakin menurun Contoh: * Jangankan seribu ruiah, seratus bahkan serupiahpun aku tak punya.

* Setelah berlari cepat ia berjalan, tergeletak lemas dan pingsan.

h. Pleonasme; Majas penegas dengan menggunakan kata yang sebenarnya tidak perlu. Contoh:

* Ia menoleh ke samping.

* Peristiwa itu kami saksikan dengan mata kepala sendiri.

i. Retoris; Majas yang menggunakan kalimat tanya tetapi tidak bertannya, sering bersifat mengejek atau menyatakan kesangsian, digunalan para ahli pidato. Contoh: * Inikah yang dinamakan bekerja? (pekejaan buruk).

j. Inversi; Majas yang membalikan subyek-predikat menjadi predikat-subyek, dengan tujuan agar penekanan jatuh pada predikatnya Contoh:

* Turun hujan, patahlah dahan.. * Dimalam knk, terang benar bulan. Peribahasa

Peribahasa adalah ungkapan bahasa secara berkias dalam bentuk kalimat yang susunannya tetap dan maknyannya pun relatif tetap dan berkias. Peribahasa dapat dikelompokan menjadi:

1. Pepatah; peribahasa yang berisi nasehat atau ajaran hidup, misalnya: • Air tenang menghanyutkan (orang pendiam banyak ilmunya).

• Tak ada gading yang tak retak (setiap orang pasti ada kekurangannya). • Besar pasak dari pada tiang (Pengeluaran lebuh beasar daripada pemasukan). 2. Perumpamaan; peribahasa yang berisi perbandingan, biasanya menggunakan kata-kata; seperti, laksana, bagai, dan seterusnya, misalnya:

• Bagai air di daun talas (Orang yang tak punya pendirian). • Bagai diiris denga sembilu (hatinya sangat sedih)

• Seperi air jatuh ke pasir ( kebaikan yang tidak terbalas).

3. Pameo; peribahasa yang umunya dijadikan semboyan atau penggugah semangat, misalnya:

• Esa hilang dua terbilang (Bertetap hati untuk mengerjakan sesuatu yang berbahaya).

• Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.

(27)

pada hidup menanggung malu, lebih baik mati)

4. Tamsil; ungkapan yang bersanjak dan berirama, misalnya: • Ada ubi ada talas, ada budi ada bakas

• Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi Bab 6

Membaca Dan Menulis Menulis

1. Petunjuk

Di dalam menulis petunjuk melakukan sesuatu harus dilakukan dengan cara: a. urutan yang tepat,

b. menggunakan bahasa yang efektif. 2. Biodata

Pengisian biodata haruslah sesuai dengan urutan isian format tersaji. 3. Surat

Surat merupakan karangan yang ditujukan kepada seseorang ataupun beberapa orang. Surat dikelompokkan menjadi:

a. Surat resmi (surat dinas) harus menggunakan bahasa resmi (baku), yaitu bahasa yang sesuai dengan kaidah bahsa Indonesia yang sedang berlaku ( EYD dan tata bahasa baku). Merupakan sarana komunikasi tertulis untuk menyampaikan

informasi dari seseorang, organisasi, instansi, maupun swasta kepada pihak lain. Fungsi surat dinas:

1) sebagai sarana untuk menyampaikan permohonan, pemberitahuan, pemikiran, 2) alat bukti tertulis dan alat pengingat,

3) bukti sejarah, contohnya surat-surat bersejarah, 4) pedoman kerja, misalnya surat keputusan.

Komponen surat dinas: kepala surat, tanggal surat, nomor lampiran hal, alamat surat, salam pembuka, isi surat, salam penutup, tanda tangan, dan nama pengirim. b. Surat tidak resmi (surat pribadi), menggunakan bahasa sehari-hari atau

pergaulan. Surat pribadi berisi keperluan pribadi yang ditulis secara pribadi dan ditujukan kepada orang lain dengan menggunakan bahasa tidak baku. Secara umum, bentuk surat pribadi memiliki struktur seperti berikut.

(1). Alamat surat, tanggal, tahun (5). Penutup (2). Tujuan (6). Salam penutup

(3). Salam pembuka (7). nama (4). Isi surat (8). tanda tangan 4. Buku Harian

Buku harian merupakan buku catatan harian yang berisi curahan perasaan atau peristiwa-peristiwa pribadi. Kalian dapat menulis buku harian dengan langkah-langkah berikut ini.

a. Menulis pokok-pokok sebuah pengalaman pribadi.

b. Mengembangkan pokok-pokok pengalaman tersebut dengan memerhatikan waktu dan tempat peristiwa.

c. Menggunakan bahasa yang ekspresif untuk mencurahkan perasaan dan pemikiranmu.

5. Menyunting

Kemampuan menyunting sangat penting untuk dikuasai agar dapat menghasilkan karangan yang baik. nsur-Unsur Karangan yang Perlu Disunting, antara lain: a. Menyunting Penulisan Ejaan

Penyuntingan penulisan ejaan meliputi pemakaian huruf (penulisan huruf kapital, penulisan huruf cetak miring), penulisan kata (kata dasar, kata bentukan, kata ulang, gabungan kata, kata ganti, kata depan, partikel, singkatan, akronim),

penulisan angka dan lambang bilangan, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca.

b. Menyunting tanda baca

Kesalahan penggunaan tanda baca sering dilakukan oleh penulis terutama penulis pemula. Penyuntingan tanda baca meliputi pemakaian tanda titik, koma, titik dua, titik koma, tanda hubung, tanda kurung, tanda kurung siku, tanda pisah, tanda tanya, tanda seru, tanda petik dua, tanda petik satu. Penjelasan mengenai

Referensi

Dokumen terkait

14 Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau

Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda

2.3.b.14 Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau

Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda

 Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat apabila petikan langsung tersebut berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru,

Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian yang lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.

Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan dari bagian lain dalam kalimat apabila petikan langsung tersebut berakhir deng n tanda Tanya atau tanda seru, dan mendahului

Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda