• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TEORI YANG MENDUKUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III TEORI YANG MENDUKUNG"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TEORI YANG MENDUKUNG

3.1 TEORI DASAR

Pengkodisian udara dan Refrigerasi merupakan terapan dari ilmu perpindahan kalor dan termodinamika, refrigerasi merupakan proses penyerapan kalor dari suatu lokasi tertentu dan pelepasan kalor tersebut akan selalu menggunakan fluida kerja yang disebut dengan REFRIGERAN. Dalam penggunaannya secara luas refrigeran dapat berfasa gas dan cair, refrigeran pada system pendingin ini mengalir melalui katub ekspansi dan selanjutnya menguap di coil evaporator. Di dalam penguapannya refrigeran mengabsorb kalor dari udara sekitar dan akibatnya udara ruangan menjadi dingin.

Agar dapat mengabsorb panas dari sekitarnya maka temperatur dari refrigeran harus lebih rendah dari temperatur udara disekitarnya. Refrigeran yang menyerap kalor ruangan di evaporator akan mengalami pengekspansian di dalam kompresor, refrigeran yang sudah di dalam fasa gas selanjutnya akan mengalami proses pendingin dikondesor, refrigeran yang sudah dalam fasa cair akan mengalami penurunan tekanan di dalam katup ekspansi.

(2)

Sifat – sifat termodinamik dapat dibagi dalam dua golongan yaitu :

1. Sifat Intensif, adalah sifat yang tidak tergantung pada massa zat. Jadi bila sejumlah zat dalam suatu keadaan dibagi menjadi dua bagian yang sama, tiap bagian akan memiliki harga sifat intensif yang sama seperti dalam keadaan sebelum dibagi. Tekanan, suhu dan massa jenis adalah contoh sifat intensif. 2. Sifat Ektensif, adalah sifat zat yang tergantung pada massa zat. Jadi bila

sejumlah zat dalam suatu keadaan tertentu dibagi menjadi dua bagian yang sama, tiap bagian tidak akan memiliki sifat ektensif yang sama seperti dalam keadaan sebelum dibagi. Massa dan volume adalah contoh sifat ektensif. Sifat ektensif persatuaan massa akan menjadi sifat intensif misalnya volume jenis, enthalpy jenis dan entropi jenis merupakan sifat intensif.

3.1.1 Hukum Termodinamika Ke Nol

Tinjau dua batang tembaga dan sebuah thermometer, bila thermometer disentuh pada batang tembaga yang satu, maka keduanya akan mengalami perubahan temperatur sampai pada akhirnya mencapai temperatur yang sama. Misalkan sekarang thermometer tadi diambil dan disentuh pada batang tembaga yang kedua, ternyata tidak menghasilkan pembacaan perbedaan temperatur (tidak ada perbedaan tinggi permukaan air raksa) maka dapat dikatakan bahwa kedua batang tembaga ada dalam keseimbangan termik dengan temperatur tadi.

Hukum termodinamika yang ke nol menyatakan bahwa bila dua masing – masing ada dalam keadaan keseimbangan termik dengan benda yang ketiga, jadi menunjukkan temperatur yang sama, maka kedua benda tersebut ada dalam keseimbangan termik satu sama lain, Artinya temperatur

(3)

kedua benda ini sama. Aksioma ini kelihatannya sangat jelas dan dikenal dengan hokum termodinamika yang ke NOL.

3.1.2 Hukum Termodinamika Pertama

Bila diberikan energi panas infinitesimal (dQ) pada suatu system, maka system tersebut akan berekspansi dan melakukan kerja luar yang infinitesimal (dw). Tetapi disamping itu, pemanasan terhadap system juga akan menimbulkan hal sebagai berikut :

1. Pertambahan kecepatan molekuler dari system.

2. Pertambahan jarak antara molekul – molekul system karena system berekspansi.

Energi yang diperlukan untuk hal ini disebut pertambahan energi dalam (internal energi). Jadi panas dQ sebagian dirubah untuk pertambahan energi dalam. Selain itu system juga mengalami pertambahan energi kinetik dan pertambahan energi potensial luar akibat gaya – gaya konservatif luar.

3.1.3 Hukum Termodinamika ke Dua

Dalam hukum termodinamika pertama (konservasi energi) belum dijelaskan kearah mana suatu perubahan keadaan itu berjalan, juga belum dijelaskan apakah perubahan itu reversible atau irreversible. Dari hukum termodinamika pertama diketahui bahwa panas dapat dirubah jadi kerja dan sebaliknya. Kerja mekanik dapat diubah seluruhnya menjadi panas tetapi panas tidak dapat seluruhnya dirubah menjadi kerja mekanik pada siklus termodinamika. Jadi hukum termodinamika kedua memberikan batasan – batasan tentang arah yang dijalani suatu proses yang sekaligus memberikan

(4)

3.2 PERPINDAHAN PANAS

Perpindahan panas melalui suatu bahan padat yang disebut peristiwa konduksi, menyangkut pertukaran energi pada tingkat molekuler. Perpindahan panas konveksi bergantung pada konduksi antara permukaan benda padat dengan fluida terdekat yang bergerak, Jadi masing – masing mekanisme perpindahan panas berbeda satu sama lainnya. Akan tetapi semuanya mempunyai karakteristik umum karena masing – masing tergantung pada temperatur dan dimensi benda.

Dalam sistem pengkondisian udara terdapat beberapa proses perpindahan panas karena pengaruh dari dua lingkungan yang berbeda temperatur, proses perpindahan yang terjadi yaitu : konduksi, konveksi dan radiasi.

3.2.1 Konduksi

Kepadatan aliran (flux) energi perpindahan panas secara konduksi di sepanjang sebuah batangan padat, sebanding dengan beda temperatur dan luas penampang, serta berbanding terbalik dengan panjangnya. daya hantar (konduktivitas) termal dan laju perpindahan panas konduktif ditentukan oleh struktur molekul bahan. Semakin rapat dan tersusun rapinya molekul yang umumnya terdapat pada logam akan memindahkan energi yang semakin cepat dibandingkan dengan susunan yang acak dan jarang.

Konduksi adalah proses perpindahan panas antara dua partikel (tingkat molekuler) dalam suatu benda padat / dianggap padat dan diam, dengan cara kontak langsung antara partikel yang satu yang lebih panas terhadap yang lain yang temperaturnya lebih rendah.

(5)

3.2.2 Konveksi

Konveksi adalah proses perpindahan panas dari suatu titik dalam suatu ruangan ketitik lain karena adanya gerakan atau perpindahan dari partikel itu sendiri, yang pada umumnya berupa media cair atau gas.

3.2.3 Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas dari satu benda kebenda yang lain dengan menggunakan gelombang elektromagnetik atau istilah radiasi adalah pancaran (emisi) energi terus – menerus dari permukaan suatu benda. Pemindahan energi secara radiasi berlangsung jika foton – foton dipancarkan dari suatu permukaan ke permukaan lain, pada saat mencapai permukaan lain foton yang diradiasikan juga diserat, dipantulkan atau diteruskan melalui permukaan. Energi yang diradiasikan dari suatu permukaan ditentukan dalam bentuk daya pancar (emissive power). Gelombang ini bergerak secepat kecepatan cahaya dan dapat melewati ruang hampa dan juga melewati udara (yang terbaik melewati ruang hampa, karena jika lewat udara sebagian kecil panas diserap oleh udara). Jika terhalang oleh suatu benda / zat yang tidak dapat dilaluinya maka gelombang tersebut akan diserapnya.

3.3 SIKLUS THERMODINAMIKA

Secara prinsip untuk mendinginkan suatu ruangan atau benda, kita harus mendekatkan ruangan atau benda tersebut dengan sebuah permukaan atau fluida yang bertemperatur lebih rendah dari temperatur yang didinginkan. Dengan demikian energi dalam bentuk panas dapat dipindahkan dari ruangan atau benda

(6)

dipergunakan untuk dibuang maka haruslah disirkulasikan melalui sistem sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan pula pembuangan energi yang diambil dari ruang atau benda yang didinginkan tadi kelingkungan. Proses pengambilan energi tersebut terjadi di evaporator dengan laju perpindahan panas, sedangkan pembuangan energi dalam bentuk panas ke sekeliling tersebut terjadi di kondensor.

Dalam digram entalpi – tekanan terdapat 4 (empat) proses dan terbagi dalam 2 (dua) daerah, yaitu daerah bertekanan tinggi dari outlet kompresor sampai dengan inlet katub ekspansi dan daerah bertekanan rendah dari outlet katub ekspansi sampai dengan inlet kompresor.

Siklus termodinamika dari sebuah mesin pendingin kompresi uap yang memiliki komponen – kompenen utama dapat dilukiskan dalam diagram tekanan entalpi atau diagram temperatur – entropi berikut :

(7)

Proses yang terjadi pada cycle pendingin tersebut adalah : 1. (1-2) Proses throttling dalam katub ekspansi

2. (2-3) Proses penguapan dievaporator 3. (3-4) Proses kompresi dalam kompresor 4. (4-1) Proses pengembunan dalam kondensor

Pada proses Throttling didalam katub ekspansi fluida yang masuk harus dalam keadaan cair. Kondisi tersebut didukung dengan adanya sistem subcooled yang memastikan bahwa fluida yang keluar dari kondensor tersebut sudah dalam phasa cair (1-2). Proses throttling merupakan proses terjadinya penurunan tekanan pada entalpi konstan.

Proses (2-3) merupakan proses penguapan yang terjadi pada evaporator dengan temperatur tetap. Proses ini bertujuan agar refrigeran dapat dirubah menjadi phase gas sehingga dapat menyerap kalor udara ruangan.

Fluida yang sudah berubah menjadi phase gas akan diteruskan memasuki katub inlet kompresor. Namun untuk memastikan bahwa fluida berubah seluruhnya menjadi phase gas diperlukan proses superheat. Dalam proses (3-4) yang terjadi pada kompresor adalah proses pengkompresian atau penekanan terhadap refrigerant yang sudah dalam phase gas. Pada titik 4 itu merupakan phase uap yang akan memasuki katub inlet kondensor.

Fluida tersebut selanjutnya memasuki katub inlet dari kondensor, dimana pada proses (4-1) sejumlah kalor akan dibuang keluar sistem dalam temperatur tetap. Didalam kondensor ini fluida yang dalam phase gas dirubah kembali menjadi phase cair.

(8)

3.4 FUNGSI KOMPONEN UTAMA PENDINGIN

Dalam sistem pendingin siklus kompresi uap secara sistematis komponen-komponen utamanya diperlihatkan pada gambar (3.2).

Komponen – komponen utama tersebut adalah : 1. Kompresor 2. Kondensor 3. Katup Ekspansi 4. Evaporator KOMPRESOR KONDENSOR EVAPORATOR TANGKI PENAMPUNGAN KATUP EKSPANSI 1 2 3 4

(9)

3.4.1 Kompresor

Kompresor mengisap uap refrigeran dari sisi keluar evaporator. Pada sisi evaporator ini, tekanannya diusahakan tetap rendah agar supaya refrigeran senantiasa berada dalam fasa gas dan bertemperatur rendah. Di dalam kompresor, uap refrigeran ditekan sehingga tekanan dan temperaturnya tinggi untuk menghindarkan terjadinya kondensasi dengan membuang energinya kelingkungan.

Energi yang diperlukan untuk kompresi diberikan oleh motor listrik atau penggerak mula lainnya. Dalam proses kompresi energi diberikan kepada uap refrigeran, pada waktu uap refrigeran diisap masuk ke dalam kompresor, temperatur masih rendah tetapi selama proses kompresi berlangsung temperatur dan tekanannya naik. Jumlah refrigeran yang bersikulasi dalam siklus refrigerasi tergantung pada jumlah uap yang diisap masuk ke dalam kompresor.

3.4.2 Kondensor

Kondensor dimaksudkan untuk mengkondensasikan uap refrigeran (fluida kerja) pada tekanan dan temperatur cukup tinggi. Uap refrigeran yang bertekanan dan bertemperatur tinggi pada akhir kompresi dapat dengan cara mudah dicairkan dengan mendinginkannya dengan air atau dengan udara. Dengan kata lain uap refrigeran memberikan panasnya (kalor latent pengembunan) kepada air pendingin atau udara pendingin melalui dinding kondensor.

Karena air atau udara pendingin menyerap panas dari refrigeran maka temperaturnya menjadi lebih tinggi pada waktu keluar dari kondensor.

(10)

Selama refrigeran mengalami perubahan fasa uap ke fasa cair, tekanan (tekanan pengembunan) dan temperaturnya konstan.

3.4.3 Katup Ekspansi

Untuk menurunkan tekanan refrigeran cair dari kondensor dipergunakan katup ekspansi atau pipa kapiler. Setiap alat tersebut dirancang untuk suatu penurunan tekanan tertentu. Katup ekspansi yang biasa dipergunakan adalah katup ekspansi termostatik yang dapat mengatur laju aliran refrigeran, agar sesuai dengan beban pendinginan. Dalam pendinginan yang berskala kecil dipergunakan pipa kapiler sebagai pengganti katup ekspasi. Diameter dalam dan panjang pipa kapiler ditentukan berdasarkan besarnya perbedaan tekanan yang diinginkan, antara bagian yang bertekanan tinggi dan bagian bertekanan rendah serta jumlah refrigeran yang bersikulasi.

3.4.4 Evaporator

Fungsi evaporator adalah untuk menguapkan cairan refrigeran pada tekanan dan temperatur rendah. Selama proses evaporator refrigeran memerlukan atau mengambil energi dalam bentuk panas dari lingkungan atau sekelilingnya, sehingga temperatur sekeliling turun dan terjadi proses pendinginan.

Macam – macam evaporator yang sering digunakan pada sistem pendinginan kompresi uap ini antara lain :

a. Pipa bersirip

(11)

3.5 PERHITUNGAN BEBAN KALOR

3.5.1 Beban kalor radiasi matahari melalui kaca

Beban kalor radiasi yang berasal dari sinar matahari yang menembus kaca dapat dibedakan menjadi :

1. Penyinaran langsung sinar matahari kedalam ruangan melalui kaca. 2. Melalui kaca yang berada dalam bayangan (shaded)

Radiasi matahari sebagai salah satu beban pendinginan dinyatakan sebagai perolehan kalor matahari atau SHG (Solar Heat Gain). Radiasi ini sebagian akan diteruskan (transmitted) kedalam ruangan, sebagian lagi dipantulkan, dan diserap oleh kaca.

Pada kaca biasa (ordinary glass) sinar matahari yang diserap akan lebih kecil dibandingkan dengan sinar matahari yang dipantulkan dan yang diteruskan. Sedangkan pada jenis kaca lain seperti kaca yang menggunakan kaca film, sinar matahari yang diserap dan yang dipantulkan akan lebih besar dibandingkan dengan yang diteruskan.

Diserap Dipantulkan

Radiasi

Transmisi 30o

(12)

3.5.2 Beban kalor dari radiasi sinar matahari

Beban kalor akibat radiasi sinar matahari melalui kaca dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

QR = SHG x A x FH x FA x FSL x FS

Dimana :

QR = Beban kalor dari radiasi sinar matahari secara langsung

Menembus kaca tanpa bayangan (BTU/hr) SHG = Kalor radiasi matahari (BTU/hr ft2)

A = Luas bagian kaca yang dikenai radiasi matahari (ft2) FH = Faktor untuk angin (haze)

FA = Faktor penyimpanan beban (storage load factor)

FSL

3.5.3 Beban kalor melalui dinding, atap dan kaca

= Faktor untuk bingkai (sash)

Perolehan kalor melalui konstruksi bangunan bagian luar (dinding, atap dan kaca), dievaluasi pada saat beban maksimum. Beban kalor ini disebabkan oleh sinar matahari yang diserap pada permukaan bagian luar (exterior) dan oleh adanya perbedaan temperatur udara bagian luar (out door) dengan udara yang ada didalam ruangan (indoor). Perbedaan temperatur ini setiap saat selalu berubah – ubah melewati struktur bangunan bagian luar. Kondisi aliran transmisi ini sulit dievaluasi untuk masing – masing situasi, tetapi keadaan ini dapat disederhanakan dengan menggunakan konsep perbedaan temperatur equivalent (equivalent temperature difference).

(13)

Perbedaan temperatur (ΔT adalah perbedaan temperatur yang e) menghasilkan laju aliran kalor total yang disebabkan radiasi matahari dan temperatur udara luar yang berubah – ubah. Jadi perbedaan temperatur, arah menghadap dan lokasi bangunan harus diperhitungkan, demikian juga harga koefisien perpindahan panas dari atap dan dinding.

Laju aliran kalor melalui struktur bangunan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan temperatur equivalent :

Q = A x U x ΔT e Dimana :

Q = Laju aliran kalor (BTU/hr)

A = Luas permukaan dinding, atap dan lantai (ft2) U = Koefisien perpindahan kalor (BTU/hr ft2o

e

ΔT

F) = Perbedaan temperatur equivalent o

3.5.4 Beban kalor melaui partisi

F

Beban ini disebabkan karena adanya kalor yang mengalir melalui partisi diakibatkan karena adanya perbedaan temperatur udara ruangan yang dikondisikan. Jenis partisi yang digunakan pada gedung ini semua adalah dinding dari campuran semen dan pasir.. Dengan menggunakan persamaan berikut ini maka dapat dihitung transmisi melalui partisi

Q = A x U x ΔT e Dimana :

(14)

U = Koefisien perpindahan kalor (BTU/hr ft2o

e

ΔT

F) = Perbedaan temperatur equivalent o

3.5.5 Beban kalor akibat kebocoran uap air

F

Kebocoran uap air disebabkan karena adanya perbedaan kadar uap air yang terjadi diluar ruangan dan didalam ruangan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung kebocoran uap air adalah sebagai berikut : Q = A x Upermeance x (WOA – WRM)

Dimana :

Q = Beban kalor akibat kebocoran uap air (BTU/hr) A = Luas dinding (ft2)

Upermeance = Faktor kebocoran uap air (BTU lb/hr ft2 gr)

WOA = Kadar uap air luar ruangan (gr/lb)

WRM

3.5.6 Beban kalor dari lampu penerangan

= Kadar uap air dalam ruangan (gr/lb)

Jumlah perolehan kalor dalam ruangan yang disebabkan oleh penerangan tergantung dari daya lampu dan jenis lampu. Jika digunakan neon (fluorescent), kalor yang dipancarkan oleh balast harus diperhitungkan juga, yaitu sebagai beban internal.

Total daya penerangan dikalikan dengan 1,25. penambahan ini merupakan besarnya energi kalor yang dikonsumsi oleh balast. Perolehan kalor dari lampu penerangan merupakan bentuk radiasi yang menjadi beban pendinginan. Untuk dapat menghitung beban kalor dari penerangan maka digunakan persamaan berikut:

(15)

Q = Daya lampu x Fb x Fk x jumlah lampu

Dimana :

Q = beban kalor dari lampu penerangan (BTU/hr)

Fb = Faktor balast (1,25 untuk yang fluorescent dan 1 untuk yang

Nonfluorescent) F k

• Radiasi dari permukaan tubuh kesekitarnya. = Faktor konversi

3.5.7 Beban kalor dari penghuni ruangan

Tubuh manusia dapat mengeluarkan kalor dan kalor yang dikeluarkan terdiri dari dua jenis, yaitu kalor sensibel dan kalor laten. Kalor sensibel adalah kalor yang terjadi akibat adanya perubahan temperatur, sedangkan kalor laten adalah kalor yang terjadi akibat adanya perubahan fase. Kalor – kalor tersebut disebabkan karena adanya proses oksidasi atau yang umum proses metabolisme dalam tubuh manusia. Proses ini bervariasi dan tergantung dari individu dan tingkat aktivitasnya. Kalor – kalor dari tubuh manusia tadi disebarkan kelingkungan dengan cara :

• Konveksi dari permukaan tubuh kesekitarnya.

Karena perbedaan metabolisme dari setiap individu dan begitu juga dengan aktivitas dan kegiatannya, maka kalor sebagai beban pendinginan yang dihasilkan manusia akan bervariasi pula. Untuk menghitung beban kalor sensibel dan kalor laten dapat digunakan cara dengan persamaan berikut ini :

QS = Perolehan kalor sensibel x jumlah orang

(16)

3.5.8 Beban kalor dalam ruangan

Beban kalor dalam ruangan yang tidak dikondisikan, selain dihasilkan oleh lampu penerangan dan penghuninya, dapat juga ditimbulkan oleh peralatan lainnya misalnya; komputer, dispenser, TV, lemari es, OHP,dll dapat dicari dengan menggunakan persamaan

Q = Total daya x Fk

Dimana :

Q = Perolehan kalor akibat peralatan (BTU/hr) Fk = Faktor konversi

3.5.9 Beban kalor dari udara ventilasi

Untuk menambah oksigen kedalam ruangan yang dikondisikan perlu adanya pemasukan udara bersih. Udara yang dimasukan kedalam ruangan dapat dilakukan secara langsung. Keadaan ini akan menambah beban pendinginan, besar udara ventilasi tergantung dari

luas ruangan, jumlah penghuni, kegiatan penghuni dan lain sebagainya. Besarnya harga ventilasi yang dibutuhkan tergantung dari jenis kegiatan yang dilakukan didalam ruangan dan sesuai dengan standar yang dapat dilihat pada tabel 45. Untuk menghitung beban ventilasi dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :

QS = 1,08 x cfmOA x (TOA – TRM) x BF

(17)

3.5.10 Beban kalor dari udara infiltrasi

Jumlah udara infiltrasi adalah bervariasi tergantung dari kerapatan pintu, jendela dan lainnya yang berkaitan dengan celah. Pada umumnya faktor infiltrasi yang mempengaruhi adalah :

• Kecepatan angin, hal ini akan menyebabkan tekanan pada sisi bangunan yang diterpa angin. Tekanan ini menyebabkan merembesnya udara kecelah konstruksi bangunan.

• Perbedaan temperatur dan kelembaban antara udara luar dan udara didalam ruangan akan menyebabkan adanya perpindahan kalor. Pada bangunan yang tinggi selain infiltrasi juga bisa terjadi justru sebaliknya dimana udara dari ruangan yang dikondisikan merembes keluar ruangan dan peristiwa ini disebut ekfiltrasi.

Untuk menghitung beban kalor dari udara infiltrasi dan ekfiltrasi dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :

QS = 1,08 x cfmOA x panjang crack x (TOA – TRM) x BF

QL = 0,68 x cfmOA x panjang crack x (WOA – WRM) x BF

Dimana :

QS = Beban kalor sensibel akibat udara infiltrasi (BTU/hr)

QL = Beban kalor laten akibat udara infiltrasi (BTU/hr)

cfm = Perolehan udara infiltrasi akibat celah (ft3/menit) TOA = Temperatur udara luar ruangan (oF)

TRM = temperatur udara kamar atau ruangan (oF)

WOA = Kelembaban spesifik udara luar ruangan (gr/lb)

(18)

3.6 PERENCANAAN SALURAN UDARA

3.6.1 Kontruksi Saluran Udara

Dalam perencanaan saluran udara harus pula diperhatikan kontruksi saluran udara. Saluran udara harus dibuat sedemikian sehaingga :

1. Meminimumkan deformasi karena tekanan udara yang mengalir. 2. Meminimumkan getaran dan tingkat kebisingan udara pada saluran. 3. Memiliki tahanan aliran udara yang serendah – rendahnya.

4. meminimumkan kebocoran udara

Untuk keperluan penguat dan penggantung saluran dapat dipergunakan berbagai macam batang, siku dan bentuk lain yang terbuat dari baja.

3.6.2 Ukuran dan Lay-Out Saluran Udara

Lay-out saluran udara sebaiknya direncanakan sesederhana mungkin demi pertimbangan ekonomi dan kemudahan balancing sistem. Juga sedapat mungkin Lay-out saluran udara dibuat “self-balancing” sehingga waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk balancing dapat dikurangi.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanan ukuran penampang dan Lay-out saluran udara, diantaranya adalah :

1. Perolehan dan kehilangan panas pada saluran udara.

Perolehan panas pada saluran udara suplai dan balik dapat menjadi besar nilainya. Semakin besar aspek rasio (perbandingan lebar dan tinggi saluran) dari saluran udara, semakin besar pula perolehan panas pada saluran udara. Juga saluran udara yang membawa jumlah udara sedikit dengan kecepatan rendah perolehan panasnya akan lebih besar. Oleh

(19)

saluran udara. Selain itu, isolasi saluran udara berfungsi juga untuk mencegah kondensasi pada permukaan saluran udara. Dengan demikian perencanaan sistem saluran udara lebih baik dengan aspek rasio rendah dan kecepatan tinggi untuk meminimumkan perolehan panas pada saluran udara.

2. Aspek rasio saluran udara.

Aspek rasio adalah rasio sisi panjang terhadap sisi pendek dari penampang saluran. Meningkatkan aspek rasio akan diikuti oleh meningkatnya biaya instalasi. Biaya awal dari saluran udara tergantung dari banyaknya material yang dipakai dan derajat kesulitan pembuatan saluran udara. Karena itulah saluran udara dirancang dengan aspek rasio kecil, bahan yang paling ringan dan kelas saluran udara yang terendah untuk meminimumkan biaya awal dan biaya operasi sistem. Namun tetap tahan terhadap korosi akibat terjadinya pengembunan.

3. Tahanan aliran udara

Kerugian (losses) dalam sistem saluran udara adalah akibat transformasi irreversibel dari energi mekanik menjadi panas. Bentuk kerugian ini adalah kerugian gesek dan kerugian dinamik. Kerugian gesek disebabkan oleh viskositas udara dan sebagai hasil dari pertukaran momentum antar molekul dan antar partikel yang bergerak dengan kecepatan berbeda. Kerugian gesekan terjadi sepanjang saluran udara. Semakin tinggi aspek rasio semakin kecil diameter ekivalennya sehingga untuk laju alir udara yang tetap, kerugian gesekan akan semakin tinggi pula, akibatnya biaya operasi akan meningkat pula. Disamping itu semakin tinggi kecepatan aliran udara semakin tinggi pula kerugian gesekan udara. Adapun

(20)

belokan (elbow), inlet balik, outlet, nosel, sudu pengarah dan benda penghalang lainnya yang menyebabkan terjadinya perubahan arah dan perubahan luas penampang aliran udara. Karena itu dalam perancangan saluran udara diusahakan jumlah sambungan yang terbatas. Dan untuk menjamin aliran yang lebih sempurna digunakan damper pemisah atau damper volume. Kerugian aliran pada fitting umumnya dinyatakan dalam panjang ekivalen saluran udara lurus.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa harus ada kompromi antara luas penampang saluran udara dan kecepatan udara dengan kerugian gesekan saluran udara. Bila penampang saluran udara kecil (kecepatan udara tinggi), kerugian gesekan menjadi besar. Akibatnya fan yang harus dipilih menjadi lebih besar (atau putarannya lebih besar) dengan konsumsi energi yang lebih besar pula.

3.6.3 Metode Penentuan Ukuran Penampang Saluran Udara

Seperti telah dibahas di atas, dalam setiap seksi saluran udara dimana udara mengalir terjadi kehilangan tekanan yang kontinu. Besar kerugian gesekan saluran udara ini tergantung dari kecepatan udara, ukuran penampang saluran udara, kekasaran permukaan dalam saluran udara dan panjang saluran udara.

Ada dua jenis saluran udara (yang umum dipakai) menurut bentuk penampangnya, yakni saluran bulat dan segi empat. Dilihat dari efektivitas penampang saluran dalam mengalirkan udara, saluran berpenampang bulat jauh lebih efektif daripada saluran segi empat. Dengan demikian untuk mengalirakn sejumlah udara yang sama saluran bulat membutuhkan luas

(21)

saluran udara. Tetapi pembuatan saluran bulat umumnya lebih sulit sehingga harganya relatif lebih mahal. Karena adanya limitasi tempat menyimpan saluran udara dan kemudahan pembuatannya, maka saluran segi empat lebih banyak digunakan.

Kecepatan aliran udara dalam perencanaan sistem saluran udara dibatasi pada nilai tertentu. Hal ini umumnya untuk mengurangi kebisingan akibat aliran udara yang mengalir terlalu cepat dan juga untuk membatasi kerugian gesekan sistem (terutama untuk memilih fan yang sesuai).

Ada beberapa metode untuk menentukan ukuran saluran udara, yaitu : 1. Metode Reduksi Kecepatan (Velocity Reduction Method).

Metode ini terdiri dari pemilihan kecepatan udara pada bagian keluaran fan (fan discharge) dan perencanaan secara progresif kecepatan – kecepatan yang lebih rendah sepanjang saluran udara terutama setelah sambungan (fitting). Persyaratan tekanan statik yang harus diatasi fan ditentukan dengan perhitungan kerugian gesekan untuk saluran udara dengan sepanjang ekivalen yang besar. Metode ini sebaiknya hanya dipakai untuk lay-out yang amat sederhana.

2. Metode Gesekan Sama (Equal Friction Method)

Dengan metode ini ukuran saluran udara ditentukan sedemikian sehingga kerugian tekanan per satuan panjang saluran ditentukan sedemikian rupa agar tingkat kebisingan saluran udara tersebut masih dapat ditolelir. Untuk menentukan kerugian tekanan statik yang harus diatasi fan, harus dihitung kerugian tekanan pada saluran udara yang memiliki tahanan aliran tertinggi. Metode ini baik untuk lay-out yang simetri karena

(22)

membutuhkan banyak damper volume dan balancing sistem menjadi lebih sulit.

3. Metode Statik Regain (Static Regain Method)

Prinsip dasar dari metode ini adalah untuk menentukan ukuran saluran udara sedemikian sehingga peningkatan tekanan statik atau static regain (karena pengurangan kecepatan) pada setiap cabang dan terminal udara akan dapat mengatasi kerugian gesekan pada saluran udara seksi berikutnya. Dengan prosedur perencanan ini akan terjadi tekanan statik yang relatif sama pada bagian awal (entrance) setiap cabang dan terminal, yang pada akhirnya akan memudahkan pemilihan unit terminal atau outlet dan balancing sistem. Kerugian metode ini adalah ukuran saluran udara yang relatif lebih besar daripada metode gesekan sama.

3.6.4 Kecepatan Udara Dalam Saluran

Kecepatan udara di dalam saluran dibatasi berdasarkan rekomendasi tingkat kebisingan maksimum yang diijinkan untuk sistem saluran udara kecepatan rendah. Besar kecepatan udara maksimum untuk perkantoran misalnya adalah :

- Saluran udara utama suplai = 2000 fpm - Saluran udara utama balik = 1600 fpm - Saluran udara cabang suplai = 1600 fpm - Saluran udara cabang balik = 1200 fpm

Sedangkan untuk area industri seperti bengkel, pabrik dan sebagainya, kecepatan aliran maksimum yang direkomendasi ini dapat lebih tinggi.

(23)

3.7 PERHITUNGAN MASSA UDARA DAN MASSA AIR PADA AHU 3.7.1 Perhitungan Massa Udara pada AHU

Beban udara ventilasi adalah salah satu faktor untuk menentukan massa udara pada AHU, karena udara ventilasi didapat tergantung dari luas ruangan, jumlah penghuni dan apa kegiatan dari penghuni tersebut sehingga banyaknya massa udara pada tiap – tiap AHU harus sesuai dengan ketiga hal tersebut. Untuk menghitung massa udara pada tiap – tiap AHU digunakan persamaan sebagai berikut :

Qudara = mudara x CPudara x ∆Tudara

Dimana :

Qudara = Beban ventilasi (BTU/hr)

mudara = Massa udara (lb/menit)

CPudara = Panas jenis udara (BTU/lb 0F)

∆Tudara = Selisih temperatur udara (0F)

Sedangkan ∆Tudara didapat dari selisih TOA (temperatur out door air)

dengan TCA (temperatur chilled air). Dengan menggunakan psychrometric

chart maka dapat ditentukan TOA. Karena apabila sedikitnya dua sifat udara

diketahui, maka dapat diketahui yang lainnya melalui psychrometric chart.

3.7.2 Perhitungan Massa Air pada AHU

Perhitungan massa air ini adalah agar dapat mengetahui berapa banyak jumlah air yang mengalir, laju aliran air, diameter pipa dan penurunan tekanan (pressure loss) pada pemipaan chiller water. Untuk menghitung massa air pada AHU digunakan persamaan sebagai berikut :

(24)

Dimana :

Qudara = mudara x CPudara x ∆Tudara dan didapat dengan perhitungan massa

udara pada tiap – tiap AHU Mair = Massa air (lb/menit)

CPair =Panas jenis air (BTU/lb 0F)

Gambar

Gambar 3.1 Diagram Tekanan – entalpi teoritis
Gambar 3.2 Cycle mesin Pendingin
Gambar 3.3 Radiasi sinar matahari pada kaca

Referensi

Dokumen terkait

(1) Kepala Cabang mempunyai tugas pokok memimpin seluruh kegiatan pengelolaan Kantor Cabang Pelayanan dalam daerah pelayanannya sesuai dengan rencana anggaran

PENGARUH FRASKI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (PIPER CROCATUM LINN.) TERHADAP KADAR GULA DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN DENGAN METODE.. UJI

Peter piper picked a pack of pickle

PENGGUNAAN PROJECT BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENUMBUHKAN PERILAKU PEDULI LINGKUNGAN DALAM PEMBELAJARAN IPS. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Beranjak dari pentingnya memahami siklus hara dari suatu eksosistem pada kondisi vegetasi dan penggunaan lahan yang bervariasi maka penulis melakukan penelitian tentang

Bahan ES sudah dipelajari secara luas dan dipurifikasi sebagai antigen potensial yang mengandung protease dan dapat mengganggu pencernaan makanan pada larva maupun pada lalat

Setiap guru senantiasa mengharapkan agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar secara maksimal baik dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun pada

Ruangan yang terdapat dalam halaman naskah harus terisi penuh, artinya pengetikan harus dari tepi kiri sampai batas tepi kanan dan jangan sampai ada ruangan