BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BenzenaBenzena adalah produk minyak bumi, awalnya dibuat dari ter batubara yang digunakan sebagai komponen dalam berbagai produk konsumen dan industri. Benzena menjadi bahan yang sangat penting pada dunia industri di Amerika.
Benzena ditemukan oleh Faraday kemudian rumus molekulnya ditetapkan oleh Mitscherlich sebagai C6H6. Menurut Kekule (1866) rumus bangun benzena berupa
segi enam datar dengan ikatan rangkap selang-seling, dimana jarak antar atom C sama besar yaitu 1,39 Ao dan dengan sudut ikatan 120 o.
Gambar 2.1 Struktur Molekul Benzena
Produksi benzena secara komersial yang paling awal adalah proses polimerisasi asetilena. Kemudian proses berkembang menjadi beberapa cara yaitu:
1. Distilasi bertingkat batubara. Pada proses ini selain benzena diperoleh pula zat-zat lain yaitu toluena dan xilena.
2. Distilasi bertingkat residu crude oil. Pada proses ini selain benzena diperoleh pula zat-zat lain yaitu toluena dan xilena.
3. Hidrodealkilasi toluena. Pada proses ini reaksi yang terjadi adalah : C7H8 + H2 C6H6 + CH4 ( reaksi utama)
2 C6H6 C12H10 + H2 ( reaksi samping)
Proses ini sekarang banyak digunakan untuk pembuatan benzena karena efisiensi proses lebih baik dan diperoleh benzena yang lebih banyak dibanding dengan proses yang lain.
Sifat-sifat Fisika Benzena
Berat molekul ( BM ) : 78,11
Titik didih : 80,1 0C
Densitas : 0,905 gr /cm3 ( -47 0C ) Kelarutan : 1 - 5 mg / ml air : ≥ 100 mg /ml aceton Flash point : -11 0C (12 0F ) Autoignition temperatur : 562 0C Critical temperatur : 289,1 0C Critical pressure : 48,9 atm
Fase : cair ( 30 0C, 1 atm )
(Wikipedia, 2010) Sifat-sifat Kimia Benzena
a. Halogenasi
Halogenasi ini dicirikan oleh brominasi benzena dengan katalis FeBr3. Peranan katalis ini adalah membelah ikatan Br – Br. Perhatikan reaksi halogenasi pada benzena berikut.
b. Nitrasi
Reaksi nitrasi terjadi jika benzena diolah dengan HNO3 dengan katalis H2SO4. Reaksi yang terjadi adalah seperti berikut.
c. Alkilasi
Alkilasi sering disebut juga dengan Friedel – Crafts. Reaksi ini menggunakan katalis AlCl3. Reaksi ini dikembangkan oleh ahli kimia Perancis Charles
Friedel dan James Crafts. Perhatikan reaksi alkilasi 2 kloro propana dengan
d. Sulfunasi
Reaksi sulfunasi suatu benzena dengan asam sulfat berasap menghasilkan asam benzena sulfonat. Perhatikan reaksi sulfunasi berikut.
(Anonim, 2011)
2.2 Propilena
Propilena diproduksi dari produk sampingan pemurnian minyak bumi dan produksi etilen oleh uap retak feedstocks hidrokarbon. Turunan propilena yang paling penting adalah polimer propilena, akrilonitril, propilena oksida, isopropanol, dan cumene.Propilena juga terbentuk dari proses vegetasi alami, dan juga merupakan hasil pembakaran bahan organik (asap kendaraan bermotor dan asap tembakau).
Gambar 2.2 Struktur Molekul Propylene
Sifat-sifat Fisika Propilena
Berat molekul ( BM ) : 42,08 Titik didih : - 47,7 0C Titik lebur : -185,2 0C
Densitas : 0,609 gr /cm3 ( -47 0C ) Kelarutan : 44,6 ml / 100 ml air
: 500 ml /100 ml aceton Flash point : -108 0C ( -162 0F ) Autoignition temperatur : 455 0C
Critical temperatur : 91,8 0C Critical pressure : 45,6 atm
Fase : gas ( 30 0C, 1 atm )
(Wikipedia, 2010)
Sifat-sifat kimia Propilen a. Alkilasi
Reaksi alkilasi terhadap benzene oleh propilen dengan adanya katalis AlCl3akan
menghasilkan suatu alkil benzene Reaksi :
C6H6 + C3H6 C6H6CH(CH3)2
b. Khlorinasi
Alkil klorida dapat dibuat dengan cara khlorinasi dan non katalitik terhadap propilen fase gas pada suhu 5000C dalam reaktor adiabatic. Prinsip reaksi ini terdiri dari substitusi sebuah atom khlorinasi terhadap atom hydrogen pada propilen.
Reaksi :
Cl2 + CH2CHCH3 CH2CHCH2Cl + HCl
2.3 Propana
Propana adalah senyawa alkana tiga karbon (C3H8) yang berwujud gas dalam keadaan normal, tapi dapat dikompresi menjadi cairan yang mudah dipindahkan dalam kontainer yang tidak mahal. Senyawa ini diturunkan dari produk petroleum lain pada pemrosesan minyak bumi atau gas alam. Propana umumnya digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin, barbeque (pemanggang), dan di rumah-rumah. Dijual sebagai bahan bakar, propana dikenal juga sebagai LPG (liquified petroleum gas - gas petroleum cair) yang dapat berupa campuran dengan sejumlah kecil propena, butana, dan butena. Kadang ditambahkan juga etanetiol sebagai bahan pemberi bau agar dapat digunakan sebagai deteksi jika terjadi kebocoran.
Sifat-sifat Propana
Berat molekul ( BM ) : 44,09 Titik didih : -42,2 0C Densitas : 0,585 gr /cm3 Critical temperatur : 96,8 0C Critical pressure : 42,5 atm
Fase : gas ( 30 0C, 1 atm ) (Wikipedia, 2010)
Sifat-sifat kimia Propana
a. Reaksi monoklorinasi propana (pengantian satu atom H oleh satu atom Cl) Reaksi :
C3H8 + Cl2 C3H7Cl + HCl
b. Reaksi dibrominasi propana (penggantian dua atom H oleh dua atom Br) Reaksi :
C3H8 + 2Br2 C3H6Br2 + 2HBr
(Anonim, 2011)
2.4 Isopropilbenzena (Cumene)
Cumen adalah bahan kimia murni yang dibuat dari propilen dan benzena. Nama lain dari cumen adalah isopropylbenzena, cumol, isopropylbenzol dan 2-phenylpropane.
Cumen adalah nama umum untuk isopropylbenzene, merupakan senyawa organik yang merupakan hidrokarbon aromatik. Ini adalah konstituen dari minyak mentah dan bahan bakar halus. Ini adalah cairan tak berwarna yang mudah terbakar yang memiliki titik didih 152 ° C. Hampir semua cumene yang dihasilkan sebagai senyawa murni pada skala industri dikonversi menjadi cumene hidroperoksida, yang merupakan intermediate dalam sintesis bahan kimia industri penting lainnya seperti fenol dan aseton.
Sifat-sifat fisika Cumen
Berat molekul ( BM ) : 120,19 Titik didih : 152,4 0C Titik lebur : -96,0 0C Densitas : 0,862 gr /cm3
Kelarutan : insoluble in water
Flash point : 39 0C
Critical temperatur : 358,1 0C Critical pressure : 32,1 atm
Fase : cair ( 30 0C, 1 atm )
(Wikipedia, 2010)
Sifat-sifat kimia Cumen
Cumen dapat dioksidasi menjadi Cumen Hidroperoksida dengan udara atmosfer atau udara yang kaya oksigen dalam satu atau beberapa oksidasinya. Temperatur yang digunakan adalah antara 80 0C – 130 0C dengan tekanan 6 atm, serta dengan penambahan Na2CO3.
Reaksi :
C6H5CH(CH3)2→ C6H5(CH3)2→ C6H5OH + C3H6O
(Anonim, 2011)
2.5 Diisopropilbenzena (DIPB)
Diisopropilbenzena adalah cairan yang mudah menguap sehingga sangat mungkin terhirup ataupun kontak dengan kulit manusia. diisopropilbenzena diproduksi sebagai produk samping dari sintesis cumene.
Sifat-sifat fisika DIPB
Berat molekul ( BM ) : 162 Titik didih : 194 0C
Densitas : 0,859 gr /cm3 Critical temperatur : 4850C
Critical pressure : 21,3 atm
Fase : cair ( 30 0C, 1 atm ) (Wikipedia, 2010)
Sifat-sifat kimia DIPB
Dalam pembuatan resorcinol dengan teknologi hidroperoksida adalah dengan mengoksidasi Diisopropilbenzen yang menghasilkan dihidroperoksida.
Reaksi :
C12H18 + O2 C18H34O5
(Anonim, 2011)
2.6 Proses Pembuatan Cumene
Proses dasar pembuatan cumen adalah propylalkylation dari benzena pada fase cair dengan menggunakan katalis asam sulfat. Karena kompleksnya reaksi penetralan dan banyaknya langkah recycle, maka proses ini jarang digunakan. Selanjutnya seiring dengan perkembangan jaman, proses pembuatan cumen berkembang menjadi beberapa proses diantaranya :
Proses Alumunium khloride
Pada proses ini reaksi pembentukan cumen berlangsung pada fase cair dengan menggunakan katalis alumunium khloride. Proses ini sudah jarang digunakan karena memiliki biaya produksi yg relative tinggi dan memiliki masalah dalam pembuangan dan pengolahan limbah katalis AlCl3.
(Anonim, 2011, UOP LLC, a Honeywell Company) Proses Catskill
Proses Catskill mengkombinasikan reaksi katalitik dan distilasi dengan menggunakan katalis zeolit. Dari segi pengadaan katalis dan biaya prosess relative rendah. Tapi pada proses ini sudah jarang digunakan, dikarenakan proses pada produksi yang rumit.
(Anonim, 2011)
Proses Mobil / Badger
Proses ini merupakan reaksi katalitik fase cair dengan menggunakan katalis zeolit serta menghasilkan produk dengan kemurnian yang tinggi, yield tinggi dengan biaya operasi yang rendah. Dalam proses ini memiliki kendala dalam mendapatkan kataliis zeolit (MCM-22).
(Anonim, 2011).
Proses Phosporic Acid Catalitic
Proses ini dikembangkan oleh Universal Oils Products ( UOP ), merupakan reaksi katalitik yang berlangsung pada fase gas dengan menggunakan katalis asam phospat kiselguhr. Untuk metode ini sangat effisien dikarenakan biaya proses yg relative murah dan katalis mudah didapat. Prosess ini juga berlangsung dalam fasa gas, sehingga gas buang dapat dipakai kembali menjadi bahan bakar (fuel gass).
(Setiawan, 2002)
2.7 Perbandingan dan Pemilihan Proses
Dari beberapa proses pembuatan cumen diatas, proses Phosporic Acid Catalitic merupakan proses yang paling banyak digunakan dalam industry. (Setiawan, 2002)
Reaksi pembentukan cumen dari benzena dan propilen dengan proses phosporic acid catalitic adalah sebagai berikut :
C3H6 (g) + C6H6(g) C9H12(g) ….( 1 )
( Cumen )
C9H12(g) + C3H6(g) C12H18(g) ….( 2 )
( Diisopropilbenzena )
Supaya reaksi berlangsung dengan baik , maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Temperatur.
Reaksi pembentukan cumen berlangsung pada suhu > 200 0C. Suhu operasi yang dipilih adalah 275 0C, karena pada suhu ini diperoleh konversi propylene yang optimum yaitu 88-92 %.
Suhu reaksi dibatasi hanya sampai suhu 300 0C, karena pada suhu 300 0C katalis asam phosphat kieselguhr akan rusak (Mimin & Sutoyo, 2002).
2. Tekanan.
Tekanan operasi berlangsung dari 13 atm – 34 atm. Untuk skala komersial dipilih tekanan 18 atm, karena untuk selektivitas yang sama, jika dipilih tekanan yang lebih besar, akan didapatkan keuntungan yang sedikit. Dan selektivitas yang diperoleh tetap sama dengan tekanan operasi 18 atm. (Mimin & Sutoyo, 2002). 3. Perbandingan mol reaktan
Besarnya perbandingan mol pereaksi akan berpengaruh pada konversi propilen dan pembentukan reaksi samping diisopropil benzena. Perbandingan mol pereaksi benzena dengan propilen ( 5 : 1 ) akan menghasilkan konversi hingga 92 %. Perbandingan mol pereaksi yang lebih rendah ( 4 : 1 ) hanya menghasilkan konversi sebesar 70 %, sedangkan perbandingan pereaksi diatas 5 : 1 tidak memberikan kenaikan terhadap konversi. (Kirk and Othmer, 1952)
Karena itu dalam proses ini digunakan perbandingan pereaksi benzena dengan propilen berkisar ( 5 : 1 ).
Disamping itu, kecepatan pembentukan diisopropilbenzena ( C12H18 ) sebagai hasil
samping dibatasi + 7 % dari reaksi utama ( 1 ) agar reaksi lebih mudah berlangsung dan dikendalikan ( Y. Mita and Kametaka, 1968 )
2.8 Deskripsi Proses
Gas propylen dari tangki (TT-101) yang mengandung sedikit propane dipanaskan di HE (E-103) dari suhu 30 0C menjadi 265,86 0C. Setelah itu tekanan gas dinaikkan di kompresor (JC-101) dari 7,5 atm menjadi 18 atm (sesuai dengan tekanan operasi yg dibutuhkan). Bersamaan dengan kenaikan tekanan, suhu gas propylene juga naik menjadi 272,04 0C.
Benzena segar ( cair ) dari tangki ( TT-102 ) dialirkan untuk dicampur dengan benzena recycle yang mengandung sedikit cumene yang berasal dari hasil atas menara distilasi ( MD-101. Kemudian benzena cair yang mengandung sedikit cumene tersebut diuapkan sebagian didalam vaporizer (E-101). Benzena yang teruapkan ( fase gas ) dinaikkan suhunya di HE (E-102) dari suhu 92,314 0C menjadi 269,473 0C. Dari HE (E-102), campuran gas tersebut dinaikkan tekanannya didalam kompresor (JC-102) dari tekanan 1 atm menjadi 18 atm sekaligus menaikkan suhunya dari 269,473 0C menjadi 278,77 0C.
Campuran gas benzene, cumene, propilen, propane yang kondisinya suhu 278,23 0C dan tekanan 18 atm di umpankan kedalam reaktor. Reaktor yang digunakan adalah reakor fixed bed multitube yang bekerja secara non isothermal - non adiabatis. Reaksi terjadi secara eksothermis didalam pipa – pipa yang berisi katalisator asam phospat kieselguhr. Untuk menjaga agar suhu operasi tetap berada pada kisaran 278,23 0C, maka didalam shell dialirkan pendingin Dowterm A.
Gas yang keluar reaktor berupa campuran gas hasil reaksi dan gas sisa reaktan mempunyai kondisi suhu 278,23 0 C dan tekanan 18 atm. Selanjutnya campuran gas tersebut diturunkan tekanannya di expansion valve ( EV-101 ) dari 18 atm menjadi 1 atm. Setelah diturunkan tekanannya, campuran gas tersebut diumpankan ke condenser subcooler (E-104) untuk diturunkan suhunya dari 274,83 0C menjadi 60,265 0C dan sekalian merubah fasa benzene, cumene dan diisipropylbenzene dari gas menjadi cair.
Setelah diembunkan, maka campuran gas dan cairan tersebut dipisahkan antara fase cair dan fase gasnya di dalam flash drum (F-101). Propilen dan propana dalam fase gas yang keluar dari flash drum kemudian dialirkan oleh kompresor (JC-103) ke udara, yang kemudian dibakar . Sedangkan fase cairnya dipompa ke heater (HE-105) untuk di naikkan suhunya hingga suhu operasi destilasi pada suhu menara distilasi (MD-101) pada suhu 113,58 0C dan tekanan 1 atm dan kemudian dipompakan ke menara destilasi (MD-101)
Didalam menara destilasi (MD-101) terjadi proses pemisahan menjadi hasil atas dan hasil bawah. Hasil atas yang telah didinginkan dan dikondensasikan di condenser subcooler (HE-107) pada suhu 81,87 0C dan tekanan 1 atm yang berupa benzene yang mengandung sedikit cumene direcyle untuk diumpankan kembali kedalam reactor. Sedangkan hasil bawah pada suhu 159,28 0C dan tekanan 1 atm yang sebagian besar terdiri dari cumen di umpankan kedalam menara distilasi (MD-102).
Didalam menara distilasi (MD-102) terjadi proses pemisahan. Hasil atas pada suhu 156,779 0C dan tekanan 1 atm diambil sebagai produk,yang mengandung cumen dengan kemurnian 99,20 %. Sedangkan hasil bawah pada suhu 165,102 0C dan tekanan 1 atm yang mengandung diisopropilbenzena diambil sebagai hasil samping.
Hasil atas menara distilasi (MD-102) selanjutnya di umpankan ke HE (E-109) untuk diturunkan suhunya dari 156,77 0C menjadi 30 0C, kemudian dipompa untuk disimpan di tangki penyimpan ( TT-103 ). Sedangkan hasil bawahnya diturunkan suhunya di HE (E-111) dari 165,10 0C menjadi 30 0C, Selanjutnya hasil samping tersebut dipompa untuk disimpan didalam tangki penyimpan (TT-104).