• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Ketinggian Air Media Dalam Wadah Sederhana Terhadap Inkubasi Telur Ikan Nilem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Efektivitas Ketinggian Air Media Dalam Wadah Sederhana Terhadap Inkubasi Telur Ikan Nilem"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional Biologi FMIPA UNM ISBN: ISBN: 978-602-52965-8 Inovasi Penelitian Biologi dan Pembelajarannya di Era Merdeka Belajar Makassar, 8 Agustus 2020

1

Efektivitas Ketinggian Air Media Dalam Wadah Sederhana

Terhadap Inkubasi Telur Ikan Nilem

Effectiveness Of Water Levels In Simple Containers On Nilem Fish

Egg Incubation

Dian Bhagawati1*), Agus Nuryanto1), Aswi Andriasari Rofiqoh1)

1) Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto *)Korespondensi: dian.bhagawati@unsoed.ac.id

ABSTRAK

Analisis aktivitas inkubasi telur ikan nilem dalam wadah sederhana dengan ketinggian air berbeda telah dilakukan untuk mengetahui waktu penetasan, daya tetas telur dan visualisasi perkembangan telur selama masa inkubasi. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2020, menggunakan rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan dan tiga kali ulangan. Wadah inkubasi berupa kotak kayu, dibagian dalam dilapisi terpal plastik, berukuran 90 x 60 x 20cm. Tinggi air pada media inkubasi yang dicobakan adalah 16cm, 12cm, 8cm, 4cm dan 1,5cm. Telur yang ditetaskan pada masing-masing wadah berjumah 3.500 butir. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa media inkubasi dengan ketinggian air 1,5cm memberikan hasil terbaik, yaitu waktu menetas tercepat dan daya tetas telurnya tertinggi. Perkembangan embrio selama inkubasi, pada fase cleavage, morula, blastula, gastrula, organogenesis, hingga menetas menjadi larva normal, dapat teramati dengan baik. Kata kunci : ketinggian air media, waktu penetasan, daya tetas, ikan nilem.

ABSTRACT

Analysis of the incubation activity of nilem fish eggs in simple containers with different water levels was carried out to determine the hatching time, hatcing rate of eggs and visualization of egg development during the incubation period. This activity was carried out in January-February 2020, using a completely randomized design with five treatment and three replications. Incubation container in the form of a wooden box, inside coated with plastic sheeting, measuring 90 x 60 x 20cm. The water heights in the incubation media that were tested were 16cm, 12cm, 8cm, 4cm and 1.5cm. The eggs that are hatched in each container are 3,500 eggs. ANOVA test results showed that the incubation medium with a water height of 1.5 cm gave the best results, namely the fastest hatching time and the highest hatcing rate. Embryo development during incubation, in the cleavage phase, morula, blastula, gastrula, organogenesis, until hatching into normal larvae can be observed well.

Keywords: water level, hatching time, hatcing rate, nilem fish.

PENDAHULUAN

Salah satu ikan budidaya air tawar yang dikelola oleh sebagian besar pembudidaya ikan di wilayah Kabupaten Banyumas Jawa Tengah, adalah ikan Nilem (Osteochilus hasselti Valencienes, 1842). Bhagawati et al (2009) menginformasikan bahwa masyarakat di Kabupaten Banyumas selama ini mengenal tiga jenis ikan Nilem, yaitu Seruni, Mangut dan Gunung. Ketiga jenis ikan tersebut dapat dibedakan berdasarkan warna tubuhnya. Ikan Nilem Seruni berwarna coklat kehitaman dengan binti-bintik merah, Nilem Mangut berwarna hitam kehijauan dan Nilem Gunung berwarna kemerahan

Cita rasa ikan Nilem lebih gurih dibandingkan jenis ikan air tawar lainnya, sehingga pembudidaya bersemangat untuk memeliharanya, guna memenuhi kebutuhan pribadi

(2)

maupun permintaan pasar. Menurut Rahardjo & Marliani (2007), ikan Nilem sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk unggulan perikanan budidaya, karena dari sisi ekonomi, kelestarian lingkungan, dan produksi budidayanya dapat mendatangkan keuntungan. Nilai ekonomis ikan Nilem meningkat setelah dijadikan produk olahan misalnya baby fish goreng, dendeng, dipindang, diasap dan dikalengkan.

Bertambahnya keragaman variasi olahan ikan Nilem, mengakibatkan permintaan pasar meningkat, baik untuk ikan berukuran kecil, sedang maupun induk. Kondisi tersebut menuntut pembudidaya untuk dapat memproduksi ikan Nilem dalam berbagai ukuran secara kontinyu. Di sisi lain, selama masa Pandemi Covid-19 kegiatan di luar rumah sangat dibatasi, sehingga perlu solusi dan inovasi, agar pemijahan dan penetasan ikan tidak lagi dilakukan di sawah, yang lokasinya jauh dari rumah. Upaya yang dapat dilakukan adalah pembenihan ikan skala rumah tangga, menggunakan wadah sederhana.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas media inkubasi pada wadah sederhana, yang diisi air sumur dengan ketinggian air berbeda terdahap daya tetas telur dan waktu penetasannya. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan inkubasi telur ikan Nilem pada skala rumah tangga, sehingga bisa tetap produktif di masa Covid-19.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2020 di lokasi pembenihan ikan milik Pokdakan Kelurahan Sumampir, Kecamatan Purwokerto Utara, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah dan di Laboratorium Taksonomi Hewan Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Kegiatan eksperimental ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan lima perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan yang dicobakan adalah:

A = tinggi air media 16 cm B = tinggi air media 12 cm C = tinggi air media 8 cm D = tinggi air media 4 cm E = tinggi air media 1,5 cm

Dasar penentuan ketinggian air pada penelitian ini adalah dari hasil melakukan uji pendahuluan.

Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah penetasan telur yang berupa kotak kayu berukuran 90 x 60 x 20 cm, dibagian dalamnya dilapisi plastik terpal; rak kayu bertingkat untuk menempatkan wadah; papan untuk menutup permukaan wadah; ‘milk jar’ untuk menakar telur dan seser. Mikroskop binokuler, cavity slide, pipet, mikrometer, dan kamera digital untuk melakukan pengamatan perkembangan telur.

Telur yang digunakan berasal dari hasil pemijahan alami ikan Nilem jenis Mangut, yang diinduksi dengan hormon sintetis (Ovaprim). Jumlah telur yang ditebar pada masing-masing perlakuan sebanyak 3.500 butir. Air yang digunakan untuk media inkubasi adalah air sumur, dan selama masa inkubasi, tidak diberi aerasi. Kualitas air media inkubasi yang diukur adalah temperatur, pH dan zat padat terlarut (Total Dissolved Solids/TDS).

Data yang dikumpulkan adalah daya tetas telur dan waktu penetasan. Daya tetas telur merupakan jumlah telur yang menetas menjadi larva dari seluruh telur yang telah dibuahi, dan nilai daya tetas telur dinyatakan dalam persen (%) (Muchlisin et al., 2015).

(3)

3 melakukan pemijahan. Data yang diperoleh kemudian ditabulasikan, diuji reabilitas dan homogenitasnya; dianalisis korelasi dan regresi serta dianalisis menggunakan Sidik Ragam (one way ANOVA), dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Telur diamati secara mikroskopis untuk memperoleh visualisasi perkembangannya selama masa inkubasi hingga menetas.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Penelitian Pendahuluan

Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan dilakukan pengamatan pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui tinggi air minimal yang masih dapat mendukung proses perkembangan telur ikan pada wadah kotak kayu. Diperoleh data awal, bahwa telur ikan Nilem mampu menetas dalam media inkubasi yang berupa kotak kayu berukuran 90 x 60 x 20 cm, yang dibagian dalamnya dilapisis plastik terpal dan diisi air sumur dengan ketinggian 1,5 cm. Atas dasar hasil uji pendahuluan tersebut, kemudian dilakukan penelitian dengan mencoba 5 taraf ketinggian air, yaitu 16 cm, 12cm, 8 cm, 4cm dan 1,5cm.

Uji pendahuluan juga dilakukan untuk mengetahui tata letak wadah inkubasi yang efektif dan efisien, untuk menghitung jumlah telur terbuahi yang terdapat dalam ‘milk jar’ takar; serta untuk mengetahui cara tebar telur yang efektif dan efisien. Manfaat penelitian awal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam penanganannya, mengingat cara inkubasi sederhana ini akan diterapkembangkan kepada kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan).

Penempatan wadah inkubasi yang dicobakan adalah: (1) wadah diletakkan di lantai dengan posisi berjejer; (2) wadah diletakkan di lantai dengan posisi 3 wadah berjejer dan 2 wadah diletakkan diatasnya; dan (3) wadah ditempatkan pada rak bertingkat (Gambar 1-2). Saat digunakan untuk inkubasi telur, permukaan wadah diberi penutup dengan papan kayu, namun untuk wadah yang berada pada rak bertingkat, hanya wadah paling atas yang diberi penutup. Sementara itu, cara tebar telur yang dicobakan adalah (1) ditebar secara asal dan (2) ditebar secara merata.

Penempatan wadah inkubasi yang dilakukan dalam tiga macam posisi, menunjukkan hasil daya tetas telur yang relatif sama, artinya bahwa perbedaan persentase penetasannya tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Berdasarkan hasil tersebut, maka selama penelitian penempatan wadah dilakukan dalam rak bertingkat dan penutupan wadah hanya dilakukan pada kotak yang berada di posisi paling atas. Pertimbangan dipilihnya penempatan wadah dalam rak bertingkat, adalah dapat menghemat tempat dan tenaga, sehingga teknologi sederhana ini mampu diaplikasikan dalam lahan yang terbatas.

(4)

Gambar 2. Penempatan Wadah Inkubasi Secara Bersusun di Lantai (A) dan pada Rak Bertingkat(B)

Hasil penelitian pendahuluan juga mendapatkan informasi bahwa jumlah telur yang terdapat dalam ‘milk jar’ sebanyak 3.275 butir (Gambar 4.), kemudian untuk diaplikasikan pada penelitian ini jumlah telur ditambah sebanyak 225 butir, agar mencapai 3.500 butir. Cara tebar telur kedalam wadah inkubasi yang mampu memberikan hasil penetasan yang baik adalah ditebar secara merata, sehingga seluruh dasar wadah berisi telur. Berdasarkan hasil pengamatan, apabila telur tidak ditebar merata, maka akan terjadi penumpukan telur pada sebagian wadah, sementara bagian lainnya kosong. Telur yang bertumbuk tersebut terkadang gagal menetas, dan hal ini kemungkinan karena perkembangannya tidak berlangsung dengan baik, akibat kurang mendapakan suplai oksigen. Atas dasar hasil ini, maka cara penebaran telur saat penelitian, dilakukan secara merata menggunakan sendok makan.

Gambar 1. ‘Milk Jar’ Penakar Telur

Telur yang gagal berkembang berwarna putih keruh dan berbau tidak sedap, bau anyir dan busuk. Apabila telur gagal tetas itu tidak dibuang dan dibiarkan tetap berada di dalam wadah inkubasi, maka dapat menurunkan kualitas air media. Disamping itu, telur gagal tetas biasanya akan ditumbuhi oleh jamur yang berwarna putih dan bentuknya seperti helaian kapas. Secara umum ciri-ciri morfologi jamur yang menyerang telur gagal tetas tersebut mengarah kepada karakter dari Saprolegnia sp.

Menurut Bruno et al (2011), saprolegniasis merupakan infeksi jamur yang bersifat superfisial dan kronis, yang ditandai dengan munculnya filamen seperti kapas pada telur, integumen dan insang ikan. Bruno & Wood (1999), deskripsi morfologi jamur Saprolegnia

A B

bhagawati_2020 bhagawati_2020

(5)

5 putih atau abu-abu, dan kemunculan warna abu-abu yang terjadi mengindikasikan bahwa telah terdapat bakteri yang tumbuh bersama-sama dengan struktur jamur Saprolegnia sp tersebut. Beberapa waktu berikutnya, jamur Saprolegnia sp, juga dapat berubah warna menjadi coklat atau kehijauan, ketika partikel-partikel di dalam air melekat pada filamen, misalnya alga.

.

2. Kualitas Air Media Inkubasi

Wadah sederhana yang digunakan untuk inkubasi telur ikan Nilem terbuat dari kotak kayu berukuran 90 x 60 x 20 cm, yang diisi air sumur dengan ketinggian berbeda, dan setelah dihitung volumenya, maka masing-masing berisi air sebanyak 86,4 liter (perlakuan A), 64,8 liter (perlakuan B), 43,2 liter (perlakuan C), 21,6 liter (perlakuan D) serta 8,1 liter (perlakuan E). Wadah tersebut ditempatkan dalam ruangan terbuka dengan temperatur air media inkubasi berkisar antara 25,1 oC -26,9oC, pH air antara 6,8-7,2 dan nilai TDS berkisar

antara 138 mg/L sampai dengan 144 mg/L. Pengukuran kualitas air dilakukan sekali pukul 11.00 WIB, pada saat cuaca cerah, setelah telur ikan dimasukkan kedalam media inkubasi. Hasil pengukuran selengkapnya ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Kisaran Kualitas Air pada Media Inkubasi Telur Ikan Nilem dalam Kotak Kayu Sederhana Perlakuan (tinggi air media (cm) Volume air (liter) Temperatur air media inkubasi (oC) TDS (mg/L) pH A (16) 86,4 25,1-25,3 138-140 6,8-7,2 B (12) 64,8 25,5-25,6 138-140 6,8-7,2 C (8) 43,2 26,2-26,3 138-140 6,8-7,2 D (4) 21,6 26,5-26,7 138-140 6,8-7,2 E (1,5) 8,1 26,7-26,9 138-140 6,8-7,2

Kualitas air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi kegiatan budidaya. Temperatur air mempengaruhi berbagai proses biologi dan kimiawi dalam tubuh ikan, sehingga pengelolaan temperatur air harus menjadi perhatian utama (Parker 2012). Temperatur media inkubasi telur, selama pelaksanaan penelitian berada pada kisaran yang dapat mendukung proses perkembangan telur, sehingga telur mampu menetas. Menurut Gheyas et al. (2001) keberhasilan penetasan dan pengkulturan dipengaruhi kesesuaian kualitas air terutama temperatur.

Temperatur media inkubasi selama penelitian memiliki kisaran 25,1-26,9oC dan masih

berada pada kisaran optimum untuk penetasan dan pemeliharaan nilem. Hal ini sesuai dengan penelitian Wijayanti et al. (2010), temperatur yang baik untuk kelangsungan hidup ikan Nilem berkisar 26-29oC.

Kisaran pH selama penelitian adalah 6,8-7, nilai yang terukur tergolong baik untuk mendukung kegidupan ikan Nilem. Menurut Wijayanti et al. (2010) pH yang sesuai untuk kelangsungan hidup larva ikan Nilem berkisar antara 6-8, baik pada wadah berupa akuarium ataupun bak pemijahan.

Hasil pengukuran jumlah zat padat terlarut (Total Dissolved Solids) pada air media inkubasi yang berasal dari sumur gali menunjukkan nilai yang tergolong baik, dapat dimanfaatkan untuk kegiatan domestik rumah tangga, karena memenuhi syarat kesehatan air untuk keperluan higiene sanitasi dan budidaya ikan. Nilai TDS air sumur yang digunakan untuk inkubasi telur tersebut, berdasarkan Permenkes RI No 32 tahun 2017 tentang Standar

(6)

Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua dan Pemandian Umum, tergolong baik karena nilainya masih jauh di bawah batas kadar maksimum TDS yang diperbolehkan, adalah1000 mg/l.

Berdasarkan standar baku mutu air PP No 82 tahun 2001 (kelas II), jumlah zat padat terlarut (Total Dissolved Solids) pada media inkubasi tergolong bagus (138-140mg/L), yaitu jauh lebih rendah dari dari batas maksimal yang ditetapkan, yaitu 1000mh/L. Menurut PP No 82 tahun 2001, klasifikasi mutu air kelas dua, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3. Perkembangan Telur dan Waktu Pertama Kali Menetas

Telur yang digunakan sebagai bahan penelitian berasal dari hasil pemijahan enam ekor induk betina, yang masing-masing dipasangkan dengan dua ekor induk jantan. Induk betina yang dipijahkan memiliki ukuran panjang tubuh berkisar antara 20-22cm dengan berat tubuh antara 150-175g. Induk jantan memiliki panjang antara 15-17cm dengan berat tubuh berkisar antara 120-130g. (Gambar 5).

Gambar 5 . Induk Ikan nilem Jantan (A) dan betina (B)

Pemihajan dilakukan secara alami, pada temperatur media 26-27oC, pH 6,8-7 dan TDS

berkisar antara 138-140 mg/L. Induk jantan dan betina yang dipijahkan terlebih dahulu diinduksi hormon sintetis (Ovaprim), dengan dosis pada induk betina 0,4 mg/Kg berata badan, sedangkan untuk induk jantan dengan dosis 0,3mg/Kg berat badan. Penyuntikan hormon pada induk jantan dan betina, dilakukan sekali pada sore hari (jam 17.00). Pengamatan terhadap terjadinya pemijahan dilakukan pada jam 24.00, dan jam 02.00, 04.00 serta 06.00 pada hari berikutnya. Berdasarkan hasil pengamatan pada jam 06.00, dari semua telur yang dipijahkan, terlihat bahwa kedua induk yang dipijahkan sudah memijah, namun belum tuntas. Proses pemijahan telah selesai pada jam 07.00, kemudian dilakukan sapih induk untuk dilakukan pemulihan dan pemindahan telur ke wadah inkubasi, dilakukan pada jam 07.30.

Pengamatan perkembangan telur dilakukan dua jam sekali, sejak dimasukkan ke dalam wadah inkubasi. Penetasan telur pertama kali terjadi 18 jam, terhitung setelah pemijahan berakhir. Pencapaian waktu tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Nawir et al (2016).

Ikan Pawas (O. hasselti C.V) yang diteliti oleh Nawir et al (2016), dipijahkan secara buatan, yang didahului dengan induksi hormon (Ovaprim) terhadap induk jantan dan betina. Telur hasil pemijahan buatan kemudian diinkubasi dalam akuarium temperatur berbeda

A B

bhagawati_2020

(7)

7 yaitu 18 jam 36 menit. Visualisasi hasil pengamatan perkembangan telur selama masa inkubasi ditampilkan pada Gambar 6.

Selama masa inkubasi, umumnya telur mengalami proses embriogenesis, yaitu proses perkembangan hingga menjadi larva definitif. Embriogenesis diawali dengan proses pembelahan sel telur (cleavage), morulasi, blastulasi, gastrulasi, dan dilanjutkan dengan organogenesis yang selanjutnya menetas. Cleavage merupakan proses pembelahan sel pada perkembangan embrio, ukuran sel tersebut makin lama makin mengecil atau menjadi unit-unit kecil yang disebut blastomer (Affandi et al., 2005).Berdasarkan tampilan pada Gambar 6 terlihat bahwa embrio ikan Nilem yang diinkubasikan dalam wadah sederhana mampu berkembang dengan baik dan menghasilkan larva normal (Gambar 7.). Selama penelitian, tidak teramati adanya larva yang abnormal, namun yang terjadi adalah kegagalan pada proses pembelahan (cleveage), dan terlihat didalam tampilan inti sel telur yang berupa gumpalan hitam (Gambar 6A).

Gambar 6. Perkembangan embriogenesis ikan Nilem (O. hasselti C.V) Keterangan: A. telur terbuahi gagal berkembang; B. Telur terbuahi; C. Cleavage; D.Morula

E. Blastula F. Gastrula; G-H. Organogenesis ; I. Menetas; J. Larva

Gambar 7. Larva normal

4. Daya tetas telur

Daya tetas telur atau kemampuan telur menetas (hatching rate), adalah jumlah telur menetas menjadi larva dibandingkan dengan jumlah telur terbuahi, kemudian dinyatakan dalam persen (Don & Avtalion, 1986). Telur ikan Nilem yang diinkubasikan dengan ketinggian air yang berbeda menghasilkan daya tetas telur yang bervariasi, dengan nilai rata-rata berkisar antara 60,81% sampai dengan 95,23% (Gambar 8). Daya tetas telur pada tiap perlakuan juga bervariasi untuk masing-masing ulangan (Gambar 9).

A B C

D E F

G H I

J bhagawati_2020

(8)

Persentase penetasan telur kan Nilem yang dilakukan dalam wadah sederhana ini, nilainya nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Rahmadani et al (2015), yang mengkaji penetasan telur ikan Kalabau (O.melanopleura Blkr.). Ikan tersebut berasal

dari genus yang sama dengan ikan Nilem, yaitu Osteochilus. Telur ikan Kalabau yang ditetaskan dalam akuarium berdinding kaca dan tertutup 100%, daya tetas telurnya mencapai 63,80%. Telur yang ditetaskan dalam akuarium dinding kaca, yang tertutup 50%, daya tetas telurnya 54,66%, sedangkan yang ditetaskan dalam akuarium kaca dalam kondisi terbuka 100%, daya tetas telurnya mencapai 50,47%.

Gambar 8. Nilai Rata-rata Daya Tetas Telur Tiap Perlakuan

Gambar 9. Variasi Daya Tetas Telur Ikan Nilem pada Media Inkubasi dengan Ketinggian Air Berbeda

Data persentase penetasan telur yang diperoleh dalam penelitian ini, selanjutnya dianalisis untuk mengetahui korelasinya dengan ketinggian air media inkubasi, dan untuk mengetahui perlakuan yang memberikan hasil terbaik. Analisis data didahului dengan melakukan uji normalitas dan homogenitas data. Hasil analisis diperoleh informasi bahwa

60,81 62,73 80,87 88,37 95,23 0 20 40 60 80 100 16cm 12cm 8cm 4cm 1,5cm Daya Tet as Tel u r (% )

Ketinggian Air Media Inkubasi

Rata-rata

61,3160,51 62,5161,94 80,8 88,57 95,31 79,6 88,37 94,94 60,6 63,8 82,23 88,06 95,49 16cm 12cm 8cm 4cm 1,5cm

KETINGGIAN AIR MEDIA INKUBASI

DAYA TETAS TELUR (%)

(9)

9 ketinggian air terhadap daya tetas telur ikan tersebut mencapai 94,7%, sedangkan 5,3% dipengaruhi oleh faktor lain.

Persentase penetasan telur yang dicapai pada masing-masing perlakuan, menunjukkan nilai yang bervariasi, dan untuk mendapatkan informasi tentang perlakuan yang memberikan hasil terbaik, telah dilakukan uji Anova yang dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (Tabel 2.).

Tabel 2. Hasil Analisis Variansi Daya Tetas Telur Ikan Nilem dalam Media Inkubasi dengan Ketinggian air Berbeda

Tinggi air media inkubasi (cm)

Temperatur air (oC) Daya Tetas Telur

(min-max(X# ±stdev) % 16 25,1-25,3 60,5-61,3 (60,8±0,004)a 12 25,5-25,6 61,9-63,8 (62,73±0,009)b 8 26,2-26,3 79,6-82,2 (80,87±0,013)c 4 26,5-26,7 88,1-88,6 (88,37±0,002)d 1,5 26,7-26,9 94,9-95-5(95,23±0,003)e

Hasil analisis yang terangkum dalam Tabel 2. menunjukkan bahwa ketinggian air yang berbeda pada media inkubasi telur ikan Nilem memberikan pengaruh signifikan (p>0,05) terhadap daya tetas telurnya. Hasil uji BNT menunjukkan bahwa antar perlakukan terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05). Perlakuan yang memberikan persentase penetasan tertinggi adalah wadah inkubasi berukuran 90 x 60 x 20 cm dan diisi air sumur setinggi 1,5cm (perlakuan E).

Secara umum dapat dikatakan bahwa derajat penetasan telur yang diperoleh tergolong baik, terutama pada media inkubasi dengan tinggi air 1,5cm. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa semakin rendah ketinggian air pada media inkubasi, maka semakin besar daya tetas telur yang diperoleh. Tinggi air media inkubasi sangat terkait dengan temperatur air. Hasil pengukuran temperatur media pada masing-masing perlakuan menunjukkan bahwa semakin tinggi air media, maka semakin rendah temperaturnya. Oleh karena itu, dapat dipahami apabila pada penelitian ini, perbedaan ketinggian air media dapat memberikan pengaruh yang sangat kuat (94,7%) terhadap daya tetas telur ikan Nilem. Namun, proses penetasan telur memerlukan temperatur yang sesuai, dan untuk masing-masing spesies memiliki kisaran temperatur optimal yang tidak sama.

Selama masa inkubasi, temperatur media yang terukur berada dalam kisaran 25,1-26-9, dan pada perlakuan C antara 26,2-26,9oC, D antara 26,5-26,7 oC serta E memiliki

temperatur berkisar 26,7-26,9 oC. Temperatur ketiga perlakuan tersebut berada dalam

rentang nilai temperatur tempat pemijahan induknya, yaitu 26-27oC, sehingga dapat

difahami apabila pada perlakuan C, D dan E persentase penetasan telurnya relatif tinggi, terutama perlakuan E. Menurut Kucharczyk et al (1997) nilai derajat penetasan telur dipengaruhi oleh temperatur, dan nilai derjat penetasan yang tinggi akan dihasilkan jika temperatur inkubasi telur sama dengan kisaran temperatur pada saat pemijahan. Hal tersebut dikarenakan kisaran temperatur optimal untuk perkembangan embrio memiliki korelasi dengan temperatur ketika pemijahan berlangsung.

Temperatur air berpengaruh terhadap tingkat metabolisme, pertumbuhan dan konsumsi pakan, perkembangan embrio dan larva, penurunan kualitas dan kuantitas dari telur ikan tersebut (Slembrouck et al., 2012). Woynarovich dan Horvath (1980) mengemukakan bahwa semakin tinggi temperatur media penetasan maka semakin cepat telur menetas, tetapi juga akan mengakibatkan larva akan lahir prematur, sehingga larva tidak bisa hidup dengan baik. Menurut Febrina et al (2019) temperatur air antara 26-28oC,

(10)

masih berada pada kisaran optimum untuk penetasan dan pemeliharaan ikan Nilem. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka temperatur air pada masing-masing perlakuan masih berada dalam kondisi yang optimal untuk perkembangan embrio ikan Nilem.

Selain terkait dengan temperatur, proses perkembangan embrio ikan juga dipengaruhi oleh tercukupinya suplai oksigen, guna mendukung proses metabolismenya. Menurut Wolpert et al (1998), telur ikan sebagai sel hidup, selalu bermetabolisme untuk memperoleh energi guna mempertahankan kehidupannya, meskipun pada tingkat metabolisme dasar. Mengingat dalam penelitian ini selama masa inkubasi tidak diberi aerasi, maka sumber oksigen berasal dari proses difusi. Suplai oksigen yang dibutuhkan selama perkembangan embrio akan berjalan lancar apabila telur yang sedang berkembang berada dalam kondisi tidak bertumpuk-tumpuk. Upaya yang dilakukan pada penelitian ini untuk menghindari terjadinya penumpukan telur adalah dengan menebar telur secara merata didasar wadah, sehingga selama proses perkembangan embrio, kebutuhan oksigen melalui difusi dapat terdistribusi secara merata.

KESIMPULAN

Wadah kotak kayu sederhana yang pada bagian dalamnya dilapisis plastik terpal, berukuran 90 x 60 x 20 cm, diisi air sumur setinggi 1,5cm dan ditempatkan pada rak bertingkat merupakan media inkubasi yang efektif dan efisien untuk penetasan telur ikan Nilem. Rata-rata daya tetas telur yang dicapai adalah 95,23 % ±0,003. Penetasan telur pertama kali terjadi sekitar 18 jam, setelah pemijahan berlangsung hingga tuntas. Proses perkembangan telur berjalan dengan baik, dan agar suplai oksigen dapat terdistribusi merata selama masa inkubasi, maka penebaran telur pada dasar wadah, juga harus merata.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono. 2005. Fisiologi Ikan. Pencernaan danPenyerapan Makanan. Dep. Managemen Sumberdaya Perairan. FPIK, IPB. Bogor

Bhagawati, D., Muh.Nadjmi Abulias dan A.Nuryanto. 2009. Penelusuran Status Species Tiga Jenis Ikan Nilem Hasil Budidaya Di Kabupaten Banyumas Berdasarkan Karakter Morfologi. Seminar Nasional ”Masyarakat Taksonomi Fauna Indonesia”. Bogor, 11 – 12 Nopember 2009.

Bruno DW, VanWest P, & Beakes GW. 2011.Saprolegnia and other oomycetes. In: Woo PTK; Bruno DW, ed. Fish Diseases and Disorders: Volume 3: Viral, Bacterial and Fungal Infections, 2nd Edition. Wallingford, UK: CABI International, pp.669-720.

Bruno, D.W. and Wood, B.P 1999. Saprolegnia and Other Oomycetes. In Woo, P.T.K and Bruno, D.W. (eds) Fish diseases and disorders, volume 3: Viral, bacterial and fungal infections. Wallingford, Oxon. CAB International. pp. 599-659.

Don, J. and R.R. Avtalion. 1986. The Induction of Triploidy in Oreochromis aureus by Heat Shock. Theoritical and Applied Genetic 72: 186-192.

Febrina, C. D., Sistina, Y., & Sulistyo, I. 2019. Efektivitas Tetraploidisasi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti Valenciennes 1842) dengan Kejut Temperatur Dingin 4oC. Jurnal Akuakultura Universitas Teuku

Umar, 3(2), 40-48.

Gheyas, A.A., M.F.A Mollah and M.G Hussain. 2001. Triploidy Induction in Stinging Catfish Heteropneustes fossilis Using Cold Shock. Asian Fisheries Science 14: 323-332

.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dilaksanakan dengan dana BLU Unsoed tahun 2020, berdasarkan SK Ketua LPPM No.124/UN23.18/PM.01.00/2020, dan atas dana yang kami terima, disampaikan terima kasih.

Gambar

Gambar 1. Penempatan Wadah Inkubasi Secara Berjejer di Lantai
Gambar 2. Penempatan Wadah Inkubasi Secara Bersusun di Lantai (A) dan pada Rak  Bertingkat(B)
Tabel 1.  Nilai Kisaran Kualitas Air pada Media Inkubasi Telur Ikan Nilem dalam Kotak  Kayu Sederhana  Perlakuan  (tinggi air  media (cm)  Volume air (liter)  Temperatur air media inkubasi (oC)  TDS (mg/L)  pH  A (16)  86,4  25,1-25,3  138-140  6,8-7,2  B
Gambar 5 . Induk Ikan nilem Jantan (A) dan betina (B)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Nilai signifikan 0,019 < 0,05 hal ini membuktikan inventory turnover , total asset turnover , dan net profit margin secara simultan berpengaruh signifikan

Dengan adanya sistem informasi data survei sosial ekonomi daerah di BPS Kota Lubuklinggau dapat membantu kinerja petugas sensus maupun bagian pegawai bps untuk mengatasi

Na osnovu rezultata reoloških merenja i biofarmaceutske karakterizacije model formulacija gela sa 2,5% ketoprofena, može se zaklju č iti da model formulacija (uzorak gela)

Jumlah benih per lubang tanam yang tinggi pada petani pengguna benih padi tidak bersubsidi disebabkan oleh kekhawatiran petani akan serangan hama dan penyakit yang

Berangkat dari hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti pemikiranpemikiran KH Abdurrahman Wahid untuk kemudian dijabarkan dalam konsep pendidikan Islam yang mampu menjadi

Berdasarkan variabel kualitas buah pada indikator kualitas buah pilihan yaitu buah yang tidak rusak maupun busuk ataupun yang tidak tercampur dengan buah yang kurang baik yang

Hak dan kewajiban perawat dan bidan di rumah sakit (SK. Dirjen Yanmed No. 2) Mengembangkan diri melalui kemampuan spesialisasi sesuai latar belakang pendidikannya. 3)

Modul ini kelanjutan dari modul sebelumnya yaitu Melakukan perhitungan-dasar (modul dengan kode M). Ruang lingkup modul ini sesuai dengan GBPP meliputi Menaksir jawaban perkiraan;