• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 DATA DAN ANALISA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 DATA DAN ANALISA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

DATA DAN ANALISA

2.1Sumber Data

Data-data dan Literature disini didapat dari internet, dan melihat kejadian nyata di Lapangan. Semua sumber merupakan bahan-bahan yang membantu memperkuat data-data teori cerita ataupun data visual referensi mengenai pembuatan PSA ini.

2.1.1 Buku : Penulis mendapat referensi dari Advertising That Sells (Dwi Septa) serta mengambil referensi visual dari buku-buku artbook dari film-film WarnerBros dan Disney (The Art of The Polar Express, The Art of Up, dsb)

2.1.2 Internet : Untuk acuan data penulis mengambil data dari Wikipedia org, suarapembaharuan.com,Kompas.com, dan masih banyak lagi.

2.1.3 Survey : Penulis melakukan survey lapangan yang dilakukan ke sanggar anak Jalanan, dan mewawancarai narasumber yang berkerja di sanggar tersebut.

2.2Data Umum

2.2.1Pendidikan di Indonesia

Kenaikan anggaran pendidikan yang signifikan ternyata tak berbanding lurus dengan upaya penghentian siswa putus sekolah. Siswa putus sekolah dan siswa yang tak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya masih banyak di negeri ini. Sebuah ironi terjadi dalam dunia pendidikan nasional.

Sejak 2009, pemerintah mengklaim telah memenuhi amanat UUD 1945 dengan mengalokasikan minimal 20 persen APBN untuk bidang pendidikan. Meski total dana pendidikan minimal sekitar Rp 200 triliun per tahun dibagi-bagi ke berbagai kementerian dan lembaga, serta pemerintah daerah, dan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) hanya mengelola Rp 50 triliun sampai Rp 60 triliun, kenaikan anggaran pendidikan cukup signifikan. Bahkan sebelum amanat itu

(2)

dipenuhi, sejak 2005 pemerintah telah meluncurkan program bantuan operasional sekolah (BOS) untuk menunjang program wajib belajar (wajar) sembilan tahun.

Sayangnya, di tengah kenaikan anggaran pendidikan dan besarnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan dasar dan menengah, masih terdapat anak Indonesia yang putus sekolah. Kita tercengang mengetahui jumlah anak SD sampai SMA yang putus sekolah pada 2010 mencapai 1,08 juta. Angka itu melonjak lebih dari 30 persen dibanding tahun sebelumnya yang hanya 750.000 siswa. Tak hanya itu, masih ada 3,03 juta siswa yang tak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP, SMA, dan perguruan tinggi.

Setidaknya ada empat persoalan yang membuat angka putus sekolah masih cukup tinggi. Pertama, kemiskinan yang hingga kini belum sepenuhnya teratasi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pada Maret 2011, terdapat 30,02 juta orang miskin atau hanya turun 1 juta orang dibanding tahun sebelumnya. Kemiskinan jelas menjadi momok dalam dunia pendidikan. Program sekolah gratis untuk tingkat SD dan SMP yang didengungkan pemerintah, ternyata belum sepenuhnya terealisasi. Di sana-sini masih terdengar kabar maraknya pungutan liar (pungli) terhadap siswa baru. Demikian juga saat kenaikan kelas, masih saja ada sekolah yang memungut sejumlah uang dari siswa. Belum lagi untuk pembelian buku dan lembaran kerja siswa (LKS), meski pemerintah memiliki program BOS buku dan buku sekolah elektronik (BSE). Semua itu membutuhkan biaya tak sedikit dan pasti sulit dipenuhi keluarga miskin.

Kedua, minimnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan, terutama pada keluarga miskin. Selama ini mereka hanya berpikir pendek untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tak heran bila anak-anak usia sekolah dari keluarga miskin justru “dikaryakan” orangtuanya di berbagai sektor informal. Saat jam-jam sekolah, terlihat anak-anak mengamen di jalanan, mengemis, atau membantu orangtua di kebun dan laut. Padahal, pendidikan merupakan jalan emas menuju perbaikan kualitas kehidupan.

Ketiga, kondisi geografis yang menjadi kendala anak-anak bersekolah. Di kawasan timur Indonesia, ada banyak anak yang harus berjalan berpuluh kilometer

(3)

atau berperahu mengarungi lautan agar bisa sekolah. Kondisi geografis yang tak menguntungkan itu membuat sebagian anak lebih senang berdiam di rumah daripada menimba ilmu di sekolah.

Keempat, alokasi anggaran pendidikan yang tak tepat sasaran dan minim pengawasan. Peningkatan anggaran pendidikan yang signifikan ternyata belum diikuti pemanfaatan yang tepat. Sebagian besar anggaran pendidikan justru lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan birokrasi, daripada meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana-prasarana pendidikan.

Penyelewengan pun tetap berlangsung dalam pengelolaan anggaran pendidikan. Pada 2007 sampai semester pertama 2008 misalnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah kasus penyimpangan dalam pelaksanaan BOS. BPK menemukan 2.592 sekolah (62,84 persen) tidak mencantumkan seluruh penerimaan dana BOS dan dana pendidikan lainnya dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja sekolah. Nilainya mencapai Rp 625 miliar. Dana BOS Rp 28,14 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya.

Buku yang dibeli dari dana BOS buku Rp 562,39 juta tidak sesuai panduan, serta sebanyak 47 SD dan 123 SMP di 15 kabupaten/kota belum membebaskan biaya pendidikan bagi siswa miskin. Semua itu membuktikan pengelolaan anggaran pendidikan masih amburadul dan gampang diselewengkan.

Terkait hal itu, kita mendesak pemerintah lebih serius memberantas kemiskinan yang sesungguhnya menjadi akar dari berbagai persoalan di negeri ini. Dana triliunan rupiah yang tersebar dalam berbagai program pemberantasan kemiskinan hendaknya dikelola oleh satu institusi agar tidak terjadi inefisiensi dan duplikasi. Program yang “memberi kail” seharusnya lebih diprioritaskan daripada program “memberi ikan”.

Demikian juga dengan anggaran pendidikan, sebaiknya dikelola sepenuhnya oleh Kemdiknas. Bila itu dilakukan, beasiswa bagi siswa dari keluarga miskin dan keluarga yang mendekati miskin bisa diperbanyak dan sekolah-sekolah berasrama dapat dibangun di wilayah kepulauan. Dengan demikian, kita tak perlu menunggu hingga 2014 untuk membebaskan anak Indonesia dari tragedi putus sekolah.

(4)

Laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak yang putus sekolah. Bahkan pada tahun 2010 usia sekolah yakni 7-15 tahun yang terancam putus sekolah sebanyak 1,3 juta.

2.2.2 Data Anak Jalanan

Beberapa ahli memaknai iklan dalam beberapa pengertian. Ada yang mengartikan dalam sudut pandang komunikasi, murni periklanan, pemasaran dan ada pula yang memaknaia dalam perspektif psikologi. Kesemua definisi tersebut membawa konsekuensi arah yang berbeda-beda. Bila dalam perspektif komunikasi cenderung menekankan sbegai prosespenyampaian pesan dari komunikator lkepada komunikan. Dalam perspektif iklan cenderung menenkankan pada aspek penyampaian pesan yang kreatif dan persuasive yang disampaiakn melalui media khusus.Perspektif pemasaran lebih menekankan pemaknaan iklan sebagai alat pemasaran yaitu menjual produk. Sementara dalam perspektif psikologi lebih menenkanaknaaspek persuasive pesan.

Keberadaan anak jalanan sudah lazim kelihatan pada kota-kota besar di Indonesia. Kepekaan masyarakat kepada mereka nampaknya tidak begitu tajam. Padahal Anak merupakan karunia Ilahi dan amanah yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945, UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 tahun 1990 tentang pengesahan Convention on the right of the child (Konvensi tentang Hak-hak anak).

Untuk memahami anak jalanan secara utuh, kita harus mengetahui definisi anak jalanan. Departemen Sosial RI mendefinisikan anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.

UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu : Street child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street life (anak

(5)

jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya (H.A Soedijar, 1988 : 16).

Hidup menjadi anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian kita semua. Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana labilitas emosi dan mental mereka yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang diidentikan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, suka mencuri, sampah masyarakat yang harus diasingkan. Pada taraf tertentu stigma masyarakat yang seperti ini justru akan memicu perasaan alienatif mereka yang pada gilirannya akan melahirkan kepribadian introvet, cenderung sukar mengendalikan diri dan asosial. Padahal tak dapat dipungkiri bahwa mereka adalah generasi penerus bangsa untuk masa mendatang.

Anak jalanan dilihat dari sebab dan intensitas mereka berada di jalanan memang tidak dapat disamaratakan. Dilihat dari sebab, sangat dimungkinkan tidak semua anak jalanan berada dijalan karena tekanan ekonomi, boleh jadi karena pergaulan, pelarian, tekanan orang tua, atau atas dasar pilihannya sendiri.

Himpunan mahasiswa Pemerhati Masyarakat Marjinal Kota ( HIMMATA) mengelompokan anak jalanan menjadi dua kelompok, yaitu anak semi jalanan dan anak jalanan murni. Anak semi jalanan diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan mencari penghidupan dijalanan, tetapi tetap mempunyai hubungan dengan keluarga. Sedangkan anak jalanan murni diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan menjalani kehidupannya di jalanan tanpa punya hubungan dengan keluarganya (Asmawati, 2001 : 28 ).

(6)

Sedangkan menurut tata Sudrajat ( 1999 : 5 ) anak jalanan dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok berdasarkan hubungan dengan orang tuanya, yaitu : Pertama, Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah dan tinggal di jalanan ( anak yang hidup dijalanan / children the street ). Kedua, anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah, kembali ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau tiga bulan sekali biasa disebut anak yang bekerja di jalanan ( Children on the street ) Ketiga, Anak yang masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok ini masuk kategori anak yang rentan menjadi anak jalanan ( vulnerable to be street children ).Sementara itu menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia ( 1999 ; 22-24 ) anak jalanan dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu :

1. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya ( children of the street / anak jalanan Tulen ).

Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus. Kelompok anak ini disebabkan oleh factor social psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan perceraian orang tua. Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan jalanan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan mereka.

2. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. mereka adalah anak yang bekerja di jalanan.

Mereka seringkali diindentikan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi hingg sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama dengan saudara atau teman-teman senasibnya.

(7)

3. Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tua

Mereka tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam dijalanan sebelum atau sesudah sekolah. Motivasi mereka ke jalan karena terbawa teman, belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua. Aktivitas usaha mereka yang paling menyolok adalah berjualan Koran.

4. Anak-anak jalanan yang berusia di atas 16 tahun.

Mereka berada di jalanan untuk mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan. Umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Mereka biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa ( orang tua ataupun saudaranya ) ke kota. Pekerjaan mereka biasanya mencuci bus, menyemir sepatu, membawa barang belanjaan ( kuli panggul ), pengasong, pengamen, pengemis dan pemulung.

Fenomena merebaknya anak jalanan di DKI Jakarta merupakan suatu masalah yang kompleks. Secara garis besar terdapat dua kelompok anak jalanan, yaitu :

1. Kelompok anak jalanan yang bekerja dan hidup di jalan. Anak yang hidup di jalan melakukan semua aktivitas dijalan, tidur dan menggelandang secara berkelompok.

2. Kelompok anak jalanan yang berkerja di jalanan (masih pualgn ke rumah orang tua).

Pekerjaan anak jalanan beraneka ragam, dari menjadi tukang semir sepatu, penjual asongan, pengamen sampai menjadi pengemis. Banyak faktor yang kemudian diidentifikasikan sebagai penyebab tumbuhnya anak jalanan. Parsudi Suparlan berpendapat bahwa adanya orang gelandangan di kota bukanlah semata-mata karena berkembangnya sebuah kota, tetapi justru karena tekanantekanan ekonomi dan rasa tidak aman sebagian warga desa yang kemudian terpaksa harus mencari tempat yang diduga dapat memberikan kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di kota (Parsudi Suparlan, 1984 : 36 ).

(8)

Hal senada juga diungkapkan oleh Saparinah Sadli ( 1984 : 126 ) bahwa ada berbagai factor yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap timbulnya masalah gelandangan, antara lain:

faktor kemiskinan (structural dan peribadi )

faktor keterbatasan kesempatan kerja (factor intern dan ekstern) • faktor yang berhubungan dengan urbanisasi dan masih ditambah

lagi dengan faktor pribadi seperti tidak biasa disiplin, biasa hidup sesuai dengan keinginannya sendiri dan berbagai faktor lainnya. Beragam faktor tersebut yang paling dominan menjadi penyebab munculnya anak jalanan adalah faktor kondisi social ekonomi di samping karena adanya faktor broken home serta berbagai faktor lainnya. Hasil penelitian Hening Budiyawati, dkk. (dalam Odi Shalahudin, 2000 : 11 ) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak pergi ke jalanan berdasarkan alasan dan penuturan mereka adalah karena :

1) Kekerasan dalam keluarga. 2) Kemiskinan

3) Dorongan keluarga. 4) Ingin bebas.

5) Ingin memiliki uang sendiri 6) Pengaruh teman.

Persoalan yang kemudian muncul adalah anak-anak jalanan pada umumnya berada pada usia sekolah, usia produktif, mereka mempuanyai kesempatan yang sama seperti anak-anak yang lain, mereka adalah warga negara yang berhak mendapatkan pelayanan pendidikan, tetapi disisi lain mereka tidak bisa meninggalkan kebiasaan mencari penghidupan dijalanan.

(9)

2.2.3Mandatoris

Gambar 2.1 Tut Wuri Handayani

Ki Hajar Dewantara adalah tokoh dan pelopor pendidikan yang telah mendirikan sekolah Taman Siswa pada tahun 1922.

Semboyan "Tut wuri handayani", atau aslinya: ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Arti dari semboyan ini adalah: tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik).

2.1.1.1 Animasi

Animasi, atau lebih akrab disebut dengan film animasi, adalah film yang merupakan hasil dari pengolahan gambar tangan sehingga menjadi gambar yang bergerak. Pada awal penemuannya, film animasi dibuat dari berlembar-lembar kertas gambar yang kemudian di-"putar" sehingga muncul efek gambar bergerak. Dengan bantuan komputer dan grafika komputer, pembuatan film animasi menjadi sangat mudah dan cepat. Wayang kulit merupakan salah satu bentuk animasi tertua di dunia. Bahkan ketika teknologi elektronik dan komputer belum diketemukan, pertunjukan wayang kulit telah memenuhi semua elemen animasi seperti layar, gambar bergerak, dialog dan ilustrasi musik.

(10)

Pada zaman sekarang ini penggunaan teknologi 3d menjadi hal yang umum untuk pembuatan film animasi. Tiga Dimensi, biasanya digunakan dalam penanganan grafis. 3D secara umum merujuk pada kemampuan dari sebuah video card (link). Saat ini video card menggunakan variasi dari instruksi-instruksi yang ditanamkan dalam video card itu sendiri (bukan berasal dari software) untuk mencapai hasil grafik yang lebih realistis dalam memainkan game computer. Sampai saat ini, ada beberapa film animasi yang memiliki keuntungan yang sangat besar, sebut saja Shrek 2 atau Finding Nemo. Selain itu penggunaan animasi untuk iklan sudah banyak sekali digunakan.

Gambar 2.2 Coca Cola Ad

2.1.1.2 Animasi di Indonesia

Animasi, atau lebih akrab disebut dengan film animasi, adalah film yang merupakan hasil dari pengolahan gambar tangan sehingga menjadi gambar yang bergerak. Pada awal penemuannya, film animasi dibuat dari berlembar-lembar kertas gambar yang kemudian di-"putar" sehingga muncul efek gambar bergerak. Dengan bantuan komputer dan grafika komputer, pembuatan film animasi menjadi sangat mudah dan cepat. Wayang kulit merupakan salah satu bentuk animasi tertua di dunia. Bahkan ketika teknologi elektronik dan komputer belum diketemukan, pertunjukan wayang kulit telah memenuhi semua elemen animasi seperti layar, gambar bergerak, dialog dan ilustrasi musik.

(11)

Sejarah Animasi Indonesia sendiri mulai diketahui sejak ditemukannya Cave Pinting yang bercerita mengenai binatang buruan atau hal-hal yang berbau mistis. Sejak tahun 1933 di Indonesia banyak koran lokal yang memut iklan Walt Disney. Kemudian pada tahun 1955, Presiden Soekarno yang sangat menghargai seni mengirim seorang seniman bernama Dukut Hendronoto (Pak Ook) untuk belajar animasi di studio Walt Disney. Setelah belajar selama 3 bulan, ia kembali ke Indonesia dan membuat film animasi pertama bernama “Si Doel Memilih”. . Film animasi 2 dimensi tentang kampanye pemilihan umum pertama di Indonesia itu menjadi tonggak dimulainya animasi modern di negeri ini.

Pada tahun 1963 Pak Ook hijrah ke TVRI (Televisi Republik Indonesia) dan mengembangkan animasi di sana dalam salah satu program namun kemudian program itu dilarang karena dianggap terlalu konsumtif. Di tahun tersebut TVRI merupakan stasiun TV satu-satunya di Indonesia. Stasiun ini sudah memulai menayangkan film-film yang dibuat oleh Walt Disney dan Hanna-Barbera, sekitar tahun 1970. Pada masa yang sama, lahir juga policy baru tentang penayangan iklan di TVRI yang kemudian melahirkan program “Mana Suka Siaran Niaga”. Saat itulah film animasi iklan nasional lahir, yang memberikan gambaran riil tentang keadaan industri film animasi yang tidak bisa lepas dari pertumbuhan televisi.

Pada tahun 70-an terdapat studio animasi di Jakarta bernama Anima Indah yang didirikan oleh seorang warga Amerika. Anima Indah termasuk yang mempelopori animasi di Indonesia karena menyekolahkan krunya di Inggris, Jepang,Amerika dan lain-lain. Anima berkembang dengan baik namun hanya berkembang di bidang periklanan. Di tahun 70-an banyak film yang menggunakan kamera seluloid 8mm, maraknya penggunaan kamera untuk membuat film tersebut, akhirnya menjadi penggagas adanya festival film. di festival film itu juga ada beberapa film animasi Batu Setahun, Trondolo, Timun Mas yang disutradarai Suryadi alias Pak Raden (animator Indonesia Pertama).

Era tahun 80-an ditandai sebagai tahun maraknya animasi Indonesia Ada film animasi “Rimba Si Anak Angkasa” yang disutradarai oleh Wagiono Sunarto dan dibuat atas kolaborasi ulangan “Si Huma” yang diproduksi oleh PPFN dan

(12)

merupakan animasi untuk serial TV. Beberapa animator lokal. ada juga film animasi pet sekitar tahun 1980-1990-an. Hal ini ditandai dengan lahirnya beberapa studio animasi seperti Asiana Wang Animation yang bekerjasama dengan Wang Fim Animation, Evergreen, Marsa Juwita Indah, Red Rocket Animation Studio di Bandung, Bening Studio di Yogyakarta dan Tegal Kartun di Tegal.

Pada era tahun 90-an sudah banyak bertaburan berbagai film animasi diantaranya Legenda Buriswara, Nariswandi Piliang, Satria Nusantara yang kala itu masih menggunakan kamera film seluloid 35 mm. Kemudian ada serial “Hela,Heli,Helo” yang merupakan film animasi 3D pertama yang di buat di Surabaya. Tahun 1998 mulai bermunculan film-film animasi yang berbasis cerita rakyat seperti Bawang Merah dan Bawang Putih, Timun Mas dan petualangan si Kancil. Dan pada era 90-an ini banyak terdapat animator lokal yang menggarap animasi terkenal dari negara Jepang seperti Doraemon dan Pocket Monster.

Diantara sekian banyak studio animasi yang terdapat di Indonesia, Red Rocket Animation termasuk yang paling produktif. Pada tahun 2000 Red Rocket memproduksi beberapa serial animasi TV seperti Dongeng Aku dan Kau, Klilip dan Puteri Rembulan, Mengapa Domba Bertanduk dan Berbuntut Pendek, Si Kurus dan Si Macan. Pada masa ini serial animasi cukup populer karena sudah menggabungkan 2D animasi dengan 3D animasi. Lalu pada tahun 2003, serial 3D animasi merambah ke layar lebar diantaranya “Janus Perajurit Terakhir”

Pada 7 Mei 2004, hadir film 3D animasi berdurasi panjang (full animation) buatan Indonesia sekitar 30 menit yaitu “Homeland” yang ceritanya diolah bersama tim Visi Anak Bangsa dan Kasatmata. Film ini berkisah soal petulangan seorang bocah bernama Bumi yang berusaha menemukan tempat tinggalnya di dunia yang imajiner. Dalam menempuh perjalanan itu Bumi ditemani beragam binatang yang memiliki indra dan berjiwa dan mempunyai kepribadian serta bisa berbicara Studio Kasatmata di Jogjakarta. Walaupun film kurang meraih sukses tapi menjadi babak baru bagi dunia peranimasian di bumi Nusantara.

(13)

Gambar 2.3Homeland

Di antara suguhan berbagai serial kartun dari Nickelodeon, Global TV menyelipkan satu program anak-anak Kabayan dan Liplap. Animasi buatan asli anak negeri ini yang merupakan buah karya Castle Production, perusahaan animasi lokal yang sebelumnya lebih sering menangani proyek animasi untuk negara lain. Animasi ini mencitrakan Kabayan sebagai seorang anak berumur 10 tahun, bertubuh gemuk, rajin, jujur, dan bijaksana. Kabayan memiliki teman imajinasi seekor kunang-kunang bernama Lip Lap. Dia selalu mengikuti dan menemani Kabayan ke mana pun. Lip Lap sering menyemangati Kabayan bila sedang putus asa dan mengingatkan bocah tersebut bila berbuat salah.

Selain Kabayan Liplap yang merupakan tokoh khas Indonesia, ada pula film animasi pendek superhero asal Tasikmalaya yang telah dua kali memenangkan ajang penghargaan INAICTA (Indonesia ICT Awards), yaitu Hebring. Nama aslinya adalah Heru, yang menetap di rumah susun dan bekerja sebagai tukang ojek. Saat ini Hebring sudah dibuat dalam dua sekuel. Hebring 1 berhasil memenangkan INAICTA 2007 dan selang dua tahun kemudian sekuel kedua animasi ini mendapat juara pada penghargaan yang sama.

(14)

Gambar 2.4 Hebring

2.3Solusi

Berikut solusi yang penulis tawarkan adalah dengan membuat PSA kampanye yang mengajak orang untuk lebih aware tentang masalah ini.Diharapkan PSA ini dapat membuat orang yang menonton lebih memperhatikan anak jalanan. Kita bisa membantu mereka dengan menyumbang kepada lembaga anak-anak seperti GNOTA.

2.3.1 Sinopsis cerita

2.3.1.1 Versi 1

Ujang terbangun bahagia, ia kaget ia dikelilingi oleh kado-kado. Ia kemudian melihat sekeliling ruangan yang penuh berisi kado-kado tersebut. Saat ia membuka kado yang besar itu, Ujang terlihat sangat bahagia. Ternyata isi kado tersebut adalah topi sekolah dan buku. Saat Ujang hendak mengambil kadonya ia

(15)

jatuh ke dalam kotak itu. Suasana gelap gulita. Ujang terjatuh dari ranjangnya , teryata ia hanya bermimpi. Sudah waktunya ia bangun. Ia kemudian mengambil perlengkapan memulungnya. Ia pun bergegas pergi memulung Tagline narasi voice over : Di Indonesia saat ini masih ada 10 juta siswa yang tidak menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Kita Bisa Membuka Kesempatan Untuk Mereka.

2.3.1.2 Versi 2

Santi terbangun bahagia, ia kaget teryata ia sedang naik sebuah balon udara yang membawanya terbang di langit malam yang indah. Di bintang-bintang itu terlihat ada bayangan bebek, bayangan mobil, bayangan boneka. Ada Sebuah bintang dengan bayangan berisi Buku dan topi sekolah. Santi bahagia sekali dan kemudian mencoba mengambil bayangan yang ada di bintang, ada satu bayangan yang berupa baju sekolah dan buku-buku, melihat itu lili senang sekali, tetapi bintang itu berada di tempat yang lebih jauh daripada bintang lainnya. Lili berusaha mengapai bintang tersebut sambil jinjit dengan tangan mungilnya ia terjatuh. Brak! Lili terbangun dari tidurnya. teryata ia hanya bermimpi. Sudah waktunya ia bangun.. Ia kemudian mengambil perlengkapannya untuk mengamen. Ia pun bergegas pergi mengamen. Tagline narasi voice over : Buka Kesempatan Untuk Anak Jalanan. Di Indonesia saat ini masih ada 10 juta siswa yang tidak menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Mari salurkan bantuan anda. Klik www.GNOTA.com untuk memberi bantuan.

2.4Target Audience 2.4.1 Demografi

Laki-laki dan Perempuan Usia antara 24 - 45 tahun

Dari Golongan menengah ke atas dan executive 2.4.2 Geografi

(16)

2.4.3 Psikografi

Orang-orang terpelajar, memiliki tingkat kepedulian yang tinggi, Peduli pada pendidikan, nasionalis, prihatin dengan kondisi Negara ini, mapan, suka ikut kegiatan menyumbang/charithy.

Gambar

Gambar 2.1 Tut Wuri Handayani
Gambar 2.2 Coca Cola Ad

Referensi

Dokumen terkait

hukum. Hak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. Perlindungan hukum terhadap hak-hak tersangka/terdakwa di atas merupakan upaya-upaya untuk mendukung asas praduga

Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan dan memperoleh bukti empiris adanya perbedaan volume perdagangan dan return saham sebelum dan setelah adanya pengumuman

Melalui model pembelajaran Discovery Learning dengan menggali informasi dari berbagai sumber belajar, penyelidikan sederhana dan mengolah informasi, diharapkan peserta

Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa industri tekstil dan garmen yang sahamnya dimiliki oleh investor asing belum dapat melaksanakan pengendalian

tubuh untuk terpapar langsung dengan benda relative jauh lebih kecil dari pada paparan dengan udara, dan sifat isolator benda menyebabkan proses perpindahan panas tidak dapat

Inovasi atau pesan yang disampaikan oleh penyuluh serta pengaturan (regulation) yang dikeluarkan oleh pemerintah hanya sebagian peternak yang mau mengikuti hal ini

Hasil penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas yang diproksi dengan ROA menunjukkan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR dengan nilai t hitung -0,378 pada