• Tidak ada hasil yang ditemukan

RELIBILITY OF THE LEEDS ASSESSMENT OF NEUROPATHIC SYMPTOMS AND SIGNS (LANSS) SCALE IN TYPE II DIABETIC PATIENTS. I Putu Eka Widyadharma*, Yudiyanta**

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RELIBILITY OF THE LEEDS ASSESSMENT OF NEUROPATHIC SYMPTOMS AND SIGNS (LANSS) SCALE IN TYPE II DIABETIC PATIENTS. I Putu Eka Widyadharma*, Yudiyanta**"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

RELIBILITY OF THE LEEDS ASSESSMENT OF NEUROPATHIC SYMPTOMS AND SIGNS (LANSS) SCALE IN TYPE II DIABETIC PATIENTS

I Putu Eka Widyadharma*, Yudiyanta**

ABSTRACT Background:

One of the most common peripheral nerve complications of diabetes is painful diabetic peripheral neuropathy (DPN). The Leeds assessment of neuropathic symptoms and signs (LANSS) Pain Scale, is a novel tool that provides immediate information in the clinical setting and helps to diagnosis of pain sufferers with a neuropathic component of pain and based on analysis of sensory description and bedside examination of sensory dysfunction, and provides immediate information in clinical settings.

Objective:

To measure Indonesian version of LANSS pain scale reliability for identifiying type II diabetic patients in whom neuropathic mechanism dominate their experience

Patients and Methods:

A Cross-sectional observational study design. Every inclusion patients have been interviewed by 2 phycicians, with 15 minutes interval using LANSS pain scale that has been translated in Indonesian language. Reliability, by means of internal consistency and inter-rater agreement valuation.

Results:

A total of 35 type II diabetic subjects (15 men, 43%) and (20 women,57%) with mean age 62,26 ± 9,7 years were included in the study. The scale showed good reliability

(internal consistency coefficients between 0.75 and 0.88 and inter-rater agreement: kappa coefficient of 0.76)

Conclusion:

Indonesian version of LANSS pain scale showed good reliability with kappa coefficient agreement of 0.76.

PENDAHULUAN

Neuropati diabetika merupakan komplikasi mikrovaskuler tersering diabetes melitus (DM) tipe I (insulin dependent diabetes mellitus – IDDM), maupun tipe II

(non-insulin dependent diabetes mellitus – NIDDM). Kejadian neuropati meningkat sejalan

dengan lama penyakit dan tingginya hiperglikemia. Diperkirakan setelah menderita diabetes selama 25 tahun, prevalensi neuropati diabetika 50% . Kemungkinan terjadi neuropati pada kedua jenis kelamin sama. Dilaporkan 85% neuropati diabetika berusia diatas 40 tahun tetapi perlu diingat bahwa diatas usia 60 tahun adalah normal bila refleks Achilles menurun dan rasa getar hilang (Dyck et al, 1986). Lebih kurang 10% penderita

(2)

2 diabetes mengalami nyeri persisten. Nyeri dapat terjadi secara spontan, dengan intensitas berat dan biasanya memberat terutama pada malam hari (Bansal et al., 2006; Velves et

al.,2007).

Menurut Konferensi Neuropati Diabetika, San Antonio tahun 1992 neuropati diabetika ditandai dengan kerusakan saraf somatis dan atau saraf otonom yang ditemukan secara klinis atau subklinis dan semata karena diabetes melitus, tanpa adanya penyebab neuropati perifer lainnya.

Dalam menghadapi pasien neuropati diabetika perlu diperhatikan, pertama penentuan diagnosis. Pada pasien diabetes yang memperlihatkan gejala baru, harus ditentukan apakah gejala baru tersebut neuropati. Lebih mudah bila klinis ada rasa baal atau rasa terbakar dikaki, lain halnya dengan nyeri dada akibat radikulopati torakal. Hal ini untuk hindari pemeriksaan berlebihan. Kedua, penting untuk menyingkirkan neuropati oleh sebab lain, karena berbeda terapi dan prognosisnya. Disamping itu harus dikuasai tipe neuropati. Ketiga, yang sangat penting bagi pasien adalah terapi. Nyeri neuropati diabetika sebenarnya dapat diterapi walau simtomatis. Penanganan rasional membebaskan pasien dari gejala mengganggu. Keempat, kenali faktor risiko neuropati diabetika seperti usia, tinggi badan, kepekaan genetik, durasi diabetes, pengendalian glukosa buruk, kadar trigliserida dan kolesterol HDL, retinopati dengan mikroalbuminuria, ketoasidosis berat, hipertensi (tekanan diastolik), penyakit kardiovaskuler, inflamasi, stres oksidatif , merokok (Illa,1999) .

Kriteria diagnosis neuropati (Dyck,1992) yaitu apabila ditemukan kelainan dua dari keadaan berikut: pemeriksaan klinis, pemeriksaan elektrodiagnostik, tes sensoris spesifik, pemeriksaan patologis. Kriteria diagnosis ini lebih cocok untuk uji klinis (Widenbank, 1995). Konsensus konferensi San Antonio (1995) mengemukakan kriteria diagnosis neuropati diabetika yaitu minimal ditemukan satu kelainan yaitu dari gejala klinis, tanda klinis, pemeriksaan elektrodiagnostik, test sensoris kwantitatif (test rasa suhu dan rasa getar) dan penilaian fungsi otonom. Diagnosis klinis memerlukan dua dari kelima tersebut diatas .

Neuropati diabetika paling sering mengenai sistem sensorik disamping sistem motorik dan otonom dengan gejala bervariasi dari rasa nyeri sampai hilangnya

(3)

3 sensibilitas. Yang terkena adalah serabut berdiameter kecil maupun besar. Penelitian memperlihatkan bahwa fungsi saraf akan terus menurun sedangkan nyeri neuropati diabetika cenderung akan stabil dan kadang membaik dengan berjalannya waktu

Neuropati diabetika patut dicurigai pada pasien IDDM lebih dari 5 tahun dan pada semua pasien NIDDM. Evaluasi yang akurat penting untuk diagnostik, observasi serial dan untuk penelitian. Dibutuhkan suatu alat diagnosis yang cepat, tepat dan mudah dilaksanakan untuk menilai adanya nyeri neuropati pada penderita NIDDM.

Alat ukur yang didesain untuk tujuan spesifik harus memenuhi empat kriteria metodologik yaitu : valid, reliabel, tepat dan feasible. Reliabilitas suatu alat ukur sangat penting, oleh karena hasil pengukuran akan tidak bisa dipercaya dengan baik tanpa diketahui reabilitas alat ukur tersebut. Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila dipakai berulang-ulang akan menghasilkan ukuran yang berdekatan (Murti, 1997).

Skala nyeri LANSS berdasarkan analisa deskripsi sensoris dan pemeriksaan adanya disfungsi sensoris dan memberikan informasi yang cepat secara klinis (Bennett M., 2001). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat reliabilitas skala nyeri LANSS.

TUJUAN PENELITIAN

Menilai kesepakatan skala nyeri LANSS dalam bahasa Indonesia sebagai instrumen pemeriksaan yang reliabel/dapat dipercaya untuk mengidentifikasi nyeri dengan komponen neuropati yang dominan pada penderita NIDDM.

BAHAN DAN CARA Bahan Penelitian

Menggunakan LEEDS ASSESSMENT OF NEUROPATHIC SYMPTOMS AND SIGNS

(LANSS) SCALE, suatu alat yang digunakan untuk menilai ada/tidaknya nyeri neuropati

pada penderita NIDDM yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh seorang penerjemah. Skala nyeri LANSS adalah alat yang bermanfaat memberikan informasi pada kondisi klinis dan membantu membedakan nyeri nosiseptif dengan nyeri neuropatik berdasarkan gambaran sensorik dan pemeriksaan bedside, dan memberikan informasi

(4)

4 yang cepat (Lavin et al., 2003). LANSS terdiri dari 5 item deskripsi sensoris dan 2 item pemeriksaan disfungsi sensoris.

Subjek Penelitian

Subyek penelitian adalah 2 (dua) orang residen di bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada/ RSUP DR. Sardjito Yogyakarta yang selanjutnya disebut sebagai pemeriksa I dan II yang telah mendapatkan penjelasan tentang cara melakukan penilaian dengan kuisioner LANSS.

Wawancara dilakukan pada pasien NIDDM yang berobat jalan di poliklinik endokrin bagian ilmu penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Kriteria penderita adalah didiagnosis atau pernah didiagnosis sebagai penderita NIDM.

Jumlah penderita DM yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan ukuran sampel studi potong lintang dengan prevalensi penyakit 10%, kepercayaan 95%, dan presisi absolut 0,1 sebanyak 35 orang (Lemeshow et al., 1990).

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional untuk menghitung tingkat kesepakatan antara 2 orang pemeriksa dalam menilai adanya nyeri neuropati menggunakan LANSS pain scale. Pengisian kuesioner dengan cara pemeriksa membacakan setiap item pada kuesioner kemudian meminta penderita untuk memilih salah satu jawaban yang sesuai dengan keadaan pasien, kemudian pemeriksa menuliskannya pada lembar kuesioner sesuai dengan jawaban dari penderita. Selanjutnya pemeriksa melakukan pemeriksaan klinis untuk menilai adanya alodinia dan perubahan ambang rangsang tusukan.

Kedua pemeriksa akan mewawancarai dan memeriksa penderita secara terpisah dengan selang waktu kurang lebih 15 menit (setiap penderita akan diperiksa oleh 2 orang pemeriksa secara bergantian), dan hasil penilaian pemeriksa pertama tidak diketahui oleh pemeriksa kedua dan begitu juga sebaliknya.

(5)

5

Analisis Statistik

Analisis tingkat kesepakatan antara 2 pemeriksa didasarkan pada statistik Kappa Cohen yang dihitung dengan mempergunakan program komputer. Interpretasi koefisien kesepakatan Kappa Cohen, menggunakan petunjuk Landis dan Koch (1977), cit Murti, 1997 yaitu : K > 0,75 menunjukkan kesepakatan sangat baik, 0,4 ≤ K < 0,75 cukup baik, 0 ≤ K < 0,4 lemah.

HASIL

Pada bulan Mei 2008 telah dilakukan penelitian uji reliabilitas skala nyeri LANSS dengan melakukan wawancara dan pemeriksaan pada penderita NIDDM di poliklinik endokrin RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Sebanyak 35 orang penderita berumur antara 41-82 tahun diperiksa dengan usia terbanyak 61-70 tahun sebanyak 16(46%). Penderita laki-laki sebanyak 15(43%) dan perempuan 20(57%) dengan rata-rata umur 62 tahun serta rata-rata menderita NIDDM selama 8 tahun. Sebanyak 24(69%) diantaranya juga menderita hipertensi, 20(57%) menderita dislipidemia, 10(29%) merokok dan 3(9%) dengan kelainan jantung.

Tabel 1. Karakteristik Penderita Penelitian Reliabilitas skala nyeri LANSS

Variabel Kategori Jumlah Penderita(n) Persen(%)

Umur 41 - 50 4 11

51 - 60 9 26

61 - 70 16 46

> 70 6 17

Jenis Kelamin Laki-laki 15 43

Perempuan 20 57 Riwayat Hipertensi Ya 24 69 Tidak 11 31 Riwayat Dislipidemia Ya 20 57 Tidak 15 43 Riwayat Merokok Ya 10 29 Tidak 25 71 Riwayat Jantung Ya 3 9 Tidak 32 91

(6)

6 Pada tabel 2 menunjukkan hasil uji reliabilitas untuk masing-masing item. Nilai Kappa berkisar antara 0.75 and 0.88 dengan nilai terendah pada pemeriksaan ambang rangsang tusukan dan tertinggi pada pertanyaan no.3 dan 4.

Tabel 2. Nilai Kesepakatan 2 Pemeriksa skala nyeri LANSS

Pertanyaan Kappa P 1 0,84 0,00 2 0,82 0,00 3 0,88 0,00 4 0,88 0,00 5 0,80 0,00 Alodinia 0,76 0,00

Ambang rangsang tusukan 0,75 0,00

Berdasarkan interpretasi koefisien kesepakatan kappa, 6 item pada skala nyeri LANSS memiliki nilai kesepakatan sangat baik (K>0,75) dan hanya 1(14%) dengan nilai kesepakatan baik (K=0,75).

14%

86 %

sangat baik baik

Gambar 1. Interpretasi Hasil Kesepakatan Kappa

Berdasarkan kategori hasil pengisian dengan menggunakan nilai cut-off >12 ternyata skala nyeri LANSS mempunyai nilai koefisien kesepakatan Kappa sebesar 0,76, seperti terlihat pada tabel 3. Penentuan nilai cut-off tersebut berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang mempunyai nilai sensitivitas dan spesifisitas yang seimbang.

(7)

7 Tabel 3. Kesepakatan 2 Pemeriksa Berdasarkan Hasil Pengisian skala nyeri LANSS

Pemeriksa II Pemeriksa I Total Score > 12 Score < 12 Score > 12 12 1 13 Score < 12 3 19 22 Total 15 20 35 Kappa : 0,76 Signifikansi : 0,00 PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat reliabilitas skala nyeri LANSS. Skala nyeri LANSS sebagai alat skrining untuk menentukan adanya komponen neuropati pada nyeri yang dialami penderita NIDDM (Lavin et al.,2003). Alat skrining ini belum pernah diterapkan di Indonesia, sehingga perlu dilakukan uji reliabilitas dalam versi bahasa Indonesia.

Evaluasi ada tidaknya komponen neuropati pada penderita nyeri kronis dapat dibedakan dari komponen lainnya seperti nyeri nosiseptik. Penelitian sebelumnya yang melibatkan 40 penderita dengan nyeri kronis menunjukan bahwa skala nyeri LANSS dapat mengidentifikasi penderita dengan komponen neuropati yang dominan pada nyeri kronis yang dialami (Bennete M.,2001). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai koefisien Kappa berkisar antara 0,75 – 0,88 dengan nilai terendah pada pemeriksaan ambang rangsang tusukan dan tertinggi pada pertanyaan no.3 dan 4.

Berdasarkan kategori interpretasi hasil pengisian dengan menggunakan nilai

cut-off > 12, ternyata skala nyeri LANSS mempunyai nilai koefisien kesepakatan Kappa

sebesar 0,76. Hasil ini sesuai dengan penelitian lainnya yang menguji skala nyeri LANSS dalam Bahasa Spanyol pada 156 penderita dengan nyeri neuropati, 89 dengan nyeri tipe campuran (neuropati dan nosiseptik) serta 67 dengan nyeri non neuropati diperoleh realibilitas dengan kappa 0,7, dengan sensitivitas 85,9% dan spesifitas 90,3% (Rejas et

(8)

8 kemungkinan disebabkan oleh perbedaan tekanan saat menggores kapas dan kedalaman tusukan.

Dalam penelitian ini masih terdapat beberapa kemungkinan bias yang dapat mempengaruhi hasil penilaian, yaitu bias pemeriksa, informan dan instrumen. Bias pemeriksa misalnya: keterampilan berkomunikasi dengan penderita, keterbatasan waktu, dan kelelahan fisik. Bias informant misalnya: keterbatasan waktu dan kejenuhan karena karena harus menunggu untuk pemeriksaan kedua. Sedangkan jenis pertanyaan yang kurang spesifik bisa menjadi bias instrumen yang terlihat pada pemeriksaan perubahan ambang rangsang tusukan, sehingga menimbulkan interpretasi yang berbeda baik pada pemeriksa maupun informant. Hal ini akan menyebabkan nilai kesepakatan 2 pemeriksa menjadi lemah.

Berbagai usaha telah dilakukan untuk dapat mengurangi bias seoptimal mungkin. Bias pada pemeriksa dikurangi dengan cara penjelasan berulang terlebih dahulu dan diskusi mengenai kesulitan-kesulitan yang dijumpai saat pemeriksaan. Pembatasan jumlah informant yang diperiksa agar pemeriksa tidak mengalami kelelahan. Dalam penelitian ini jumlah informant yang diperiksa 10 orang/hari. Penjelasan maksud dan tujuan penelitian kepada informant akan mengurangi bias.

SIMPULAN

Skala nyeri LANSS dalam bahasa Indonesia dapat digunakan sebagai instrumen pemeriksaan yang reliabel/dapat dipercaya dengan kappa coefficient agreement adalah 0.76.

DAFTAR PUSTAKA

Bansal V, Kalita J, Misra UK,2006. Diabetic Neuropathy. Postgrad Med J :82:95-100. Dyck PJ, Karnes J, O'Brien PC,1986. Neuropathy Symptom Profile in Health, motor

neuron disease, diabetic neuropathy and amyloidosis. Neurology : 36: 1300 –03. Illa I,1999. Diagnosis and Management of Diabetic Peripheral. Neuropathy.Eur Neurol :

(9)

9 Lavin M, Lo´ pez S, Medina M, Nava A, 2003. Use of the Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs Questionnaire in Patients With Fibromyalgia.

Seminars in Arthritis and Rheumatism: Vol 32, No 6 (June): pp 407-411 407

Lemeshow, S., Hosmer, DW., Klar, J., Lwanga, SK, 1990. Adequacy of Sample Size in

Health Studies . John Wiley & Sons, USA.

Murti B,1997, Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

P´erez C, G´alvez R, Insausti J, Bennett M, D´ıaz S, Rejas J,. Linguistic Validation Into Spanish Of The Lanss (Leeds Assessment Of Neuropathic Symptoms And Signs) Scale.

Rejas J, P´erez c, G´alvez R, Insausti J, Bennet M, D´iaz S. Validity of the LANSS scale for Differential Diagnosis of Patients with Neuropathic or Mixed Pain Versus Non-neuropathic pain.

Veves A, Backonja M, Malik RA, 2007. Painful Diabetic Neuropathy: Epidemiology, Natural History, Early Diagnosis, and Treatment Options, American Academy of

Pain Medicine : 1526-2375.

Windenbank AJ, Evoy KM,1995. Diabetes and the Nervous System. Dalam Aminoff MJ (ed): Neurology and General Medicine. 2nd Ed. Churchill Livingstone, New York. p 349

(10)

10

Lampiran

Skala Nyeri LANSS

Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs

Nama:_____________________________________________________Tanggal_____________________ Skala nyeri ini dapat membantu untuk menentukan saraf yang membawa rangsang nyeri anda bekerja normal atau tidak. Hal ini penting untuk menentukan apakah terapi yang berbeda diperlukan untuk mengatasi nyeri anda

A. KUESIONER NYERI

• Pikirkan bagaimana nyeri yang anda rasakan dalam 1 minggu terakhir • Nyatakan gambaran nyeri seperti apa yang paling cocok untuk nyeri anda 1. Apakah nyeri yang anda rasakan seperti suatu perasaan aneh, perasaan tidak

menyenangkan pada kulit? Perkataan seperti tertusuk jarum atau pin, kesemutan (kebas) mungkin menggambarkan perasaan ini.

a. Tidak – Nyeri yang saya rasakan tidak seperti itu...(0) b. Ya – Saya agak sering merasakan sensasi seperti itu...(5) 2. Apakah nyeri anda menyebabkan kulit di daerah nyeri terlihat berbeda dari normal?

Perkataan seperti kulit terlihat merah, atau merah jambu mungkin menggambarkan keadaannya.

a. Tidak – Nyeri saya tidak menyebabkan perubahan warna di kulit...(0) b. Ya – Saya menemukan bahwa nyeri saya menyebabkan kulit saya berbeda dari

normal...(5) 3. Apakah nyeri anda menyebabkan kulit di daerah yang terkena secara abnormal sensitif terhadap rabaan? Merasakan sensasi tidak nyaman saat kulit diraba secara halus, atau merasakan nyeri saat memakai pakaian ketat mungkin dapat menggambarkan sensitifitas yang abnormal.

a. Tidak – Nyeri saya tidak menyebabkan kulit di daerah tersebut sensitif abnormal..(0) b. Ya – Kulit di daerah itu tampaknya sensitif abnormal saat disentuh...(3) 4. Apakah nyeri anda datang secara tiba-tiba/mendadak dan memuncak tanpa alasan yang jelas saat anda sedang diam? Perkataan seperti tersengat listrik menggambarkan sensasi ini.

a. Tidak – Nyeri saya tidak terasa seperti ini...(0) b. Ya - Saya sering merasakan sensasi seperti ini...(2) 5. Apakah nyeri anda terasa seperti seolah-olah suhu kulit di daerah nyeri berubah

abnormal? Perkataan seperti rasa panas dan terbakar menggambarkan sensasi ini. a. Tidak – Saya tidak merasakan sensasi ini...(0) b. Ya – Saya sering merasakan sensasi ini...(1)

(11)

11

B. PEMERIKSAAN SENSORIK

Sensitivitas kulit dapat diperiksa dengan membandingkan area nyeri dengan daerah kontralateralnya atau daerah di dekatnya yang tidak terasa nyeri untuk adanya alodinia dan perubahan ambang rangsang tusukan.

1. ALODINIA

Periksa respon terhadap sentuhan halus dengan menggunakan kapas sepanjang area tidak nyeri lalu di area nyeri. Jika pada area tidak nyeri terasa sensasi normal, tetapi nyeri atau perasaan tidak nyaman di area nyeri, maka alodinia ada.

a. Tidak – sensasi pada kedua area normal...(0) b. Ya – alodinia hanya pada daerah nyeri...(5) 2. PERUBAHAN AMBANG RANGSANG TUSUKAN

Tentukan ambang rangsang tusukan dengan menggunakan jarum suntik no 23 yang terpasang pada syringe 2 ml yang ditempatkan secara lembut di kulit pada area tidak nyeri dan area nyeri.

Jika terasa tajam pada area tidak nyeri, tetapi sensasi berbeda di area nyeri, misalnya sensasi tumpul (peningkatan ambang rangsang tusukan) atau sensasi sangat nyeri (penurunan ambang rangsang tusukan, maka terjadi perubahan ambang rangsang tusukan.

Jika tidak terasa sensasi tajam pada kedua area, ulangi pemeriksaan dengan menambah tambah jarum sedikit tekanan pada jarum.

a. Tidak – Sensasi di kedua area sama...(0) b. Ya – terjadi perubahan ambang rangsang tusukan di area nyeri...(3) Skor Total:

Jumlahkan keseluruhan skor pada kuesioner nyeri dan pemeriksaan sensorik untuk mendapatkan total skor

Skor Total (maksimum 24)

Jika skor <12, mekanisme neuropatik tampaknya tidak berperan pada nyeri yang dirasakan pasien Jika skor >12, mekanisme neuropatik tampaknya berperan pada nyeri yang dirasakan pasien.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Penderita Penelitian Reliabilitas skala nyeri LANSS  Variabel  Kategori  Jumlah Penderita(n)  Persen(%)
Tabel 2. Nilai Kesepakatan 2 Pemeriksa skala nyeri LANSS

Referensi

Dokumen terkait

Wakil Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI)/ILFA Bali, AA Bayu Joni, Jumat (1/12) mengatakan, jalur Surabaya menjadi salah satu alternatif

Metode Riset Struktur Dan Perilaku Organisasi. Bandung:

[r]

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada peneilitian ini, untuk nilai CBR agregat base b didapat sebesar 76,98%. Sama halnya dengan nilai CBR, semakin tinggi kadar semen nilai

Apakah likuiditas berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Beberapa rumus di dalam matematika dapat dibuat menjadi lagu yang menarik, sehingga siswa akan dapat dengan mudah menghafalkan rumus- rumus yang dipelajari. Oleh karena itu, rumusan

perceive wisdom if people have memories. The Role of Memory towards Jonas’ Capability of Love, and Friendship. Relating to Jonas’s self-actualization obviously he would not