• Tidak ada hasil yang ditemukan

CAMPUR KODE MASYARAKAT BATAK TOBA DI PASAR PORSEA KECAMATAN PORSEA. Oleh. Ruben Sitorus Drs.Syamsul Arif, M.Pd. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CAMPUR KODE MASYARAKAT BATAK TOBA DI PASAR PORSEA KECAMATAN PORSEA. Oleh. Ruben Sitorus Drs.Syamsul Arif, M.Pd. Abstrak"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

1

CAMPUR KODE MASYARAKAT BATAK TOBA DI PASAR PORSEA KECAMATAN PORSEA

Oleh Ruben Sitorus Drs.Syamsul Arif, M.Pd

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wujud dan faktor penyebab terjadinya campur kode dalam percakapan masyarakat Batak Toba di pasar Porsea Kecamatan Porsea. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data adalah dengan teknik rekam, simak, dan pilah. Teknik analisis data adalah mengidentifikasi data, mentraskrip data ke dalam bentuk tulisan, mendeskripsikan data, kemudian mengemukakan faktor penyebab campur kode, selanjutnya memberikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan 4 (empat) wujud campur kode dalam masyarakat Batak Toba di pasar Porsea yaitu, penyisapan berwujud kata, penyisapan berwujud frasa, penyisapan berwujud kata ulang, dan penyisapan berwujud ungkapan atau idiom. Faktor penyebab terjadinya campur kode masyarakat Batak Toba di pasar Porsea adalah faktor kebiasaan, adanya keinginan penutur untuk memperoleh ungkapan yang pas, adanya keinginan untuk menjelaskan, dan adanya keinginan penutur untuk lebih prestise.

Kata kunci: Campur kode, Batak Toba PENDAHULUAN

Bahasa merupakan alat komunikasi yang menjadi bagian vital dalam kelangsungan hidup manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dan bertukar informasi dengan sesamanya. Berbagai ragam bahasa digunakan oleh manusia di dalam kehidupan mereka. Bagi masyarakat Indonesia, bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan dalam berkomunikasi. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku dan etnis. Setiap suku tersebut masing-masing mempunyai kebudayaan dan bahasa yang berbeda. Dalam keberagaman suku ini, pada umumnya masyarakat

(3)

2

di Indonesia memiliki keterampilan menggunakan dua bahasa atau lebih, yakni bahasa daerah sebagai bahasa ibu dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

Kemampuan masyarakat dalam menggunakan dua bahasa atau lebih tidak menutup kemungkinan mereka mencampur dua bahasa yang berbeda dalam berinteraksi sehingga terjadi campur kode. Salah satu suku yang ada di Indonesia ini adalah suku Batak Toba yang juga mempunyai bahasa daerah sendiri yaitu bahasa Batak Toba. Pasar Porsea yang berada di Kecamatan Porsea menjadi salah satu tempat yang mayoritas dihuni oleh suku Batak Toba tetapi tidak mutlak 100% menggunakan bahasa Batak Toba dalam berkomunikasi. Percampuran tersebut biasa terjadi karena pelaku tindak bahasa menguasai dua bahasa atau bisa juga dilakukan dengan sengaja kerena belum menguasai suatu bahasa kemudian mencari padanan kata yang tidak dimengerti tersebut. Selain karena tidak menguasai bahasa, campur kode juga biasa dilakukan untuk mempermudah atau memperlancar tindak komunikasi yang dilakukan oleh pelaku tindak komunikasi.

Peristiwa kebahasaan seperti yang terjadi dikalangan masyarakat ini dapat dikaji melalui pendekatan sosiolinguistik. Sosiolinguistik membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan faktor-faktor kemasyarakatan (Umar, 2011:13).

Menurut Rokhman (2013: 1) “Sosiolinguistik merupakan ilmu antar disiplin antara sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah kajian mengenai manusia di dalam masyarakat, dan proses sosial di dalam masyarakat, sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Sehingga sosioligistik dapat didefenisikan sebagai kajian tentang bahasa dalam hubungannya dengan masyarakat”. Campur kode menjadi salah satu kajian sosiolinguistik. Peristiwa campur kode ini akan terjadi dalam masyarakat masyarakat bilingual (menguasai dua bahasa) atau multilingual (menguasai lebih dari tiga bahasa).

(4)

3

Menurut Chaer dan Lionie (2004: 114), “Campur kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Akibatnya akan muncul satu ragam bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan (dalam hal ini bahasa Indonesia yang kebatak-batakan)”. Campur kode terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristik penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan, dan sebagainya. Pendapat lainnya menjelaskan bahwa campur kode terjadi “Jika dalam suatu peristiwa tutur terjadi penggunaan satu kata atau satu frasa dari bahasa lain, maka peristiwa tersebut merupakan peristiwa campur kode” (Fasold 1984 dalam Adisaputera, 2010: 64).

Menurut Suwito (1983: 76), ada lima bentuk satuan bahasa dalam campur kode, yaitu: 1) Penyisipan unsur yang berwujud kata, 2) Penyisipan unsur berwujud frasa, 3) Penyisipan unsur bentuk baster, 4) Penyisipan unsur-unsur berwujud kata ulang, 5) Penyisipan unsur-unsur-unsur-unsur berwujud ungkapan atau idiom.

Adapun teori yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah defenisi Campur kode yang diutarakan oleh Kachru (dalam Umar, 2011: 51) yaitu, “Peristiwa pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten”.

Rumusan yang menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut: 1)Bagaimana wujud campur kode dalam percakapan masyarakat Batak Toba di pasar Porsea Kecamatan Porsea? 2) Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya campur kode dalam percakapan masyarakat Batak Toba di pasar Porsea Kecamatan Porsea?

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain: 1) Untuk mengetahui wujud campur kode dalam percakapan masyarakat Batak Toba di pasar

(5)

4

Porsea Kecamatan Porsea. 2) Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya campur kode dalam percakapan masyarakat Batak Toba di pasar Porsea Kecamatan Porsea.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian memegang peranan penting dalam sebuah penelitian karena semua kegiatan yang dilakukan dalam upaya membuktikan sesuatu dalam penelitian dan sangat bergantung dalam metode penelitian dalam menjawab segala permasalahan dalam penelitian. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif yang berupa data-data dalam bentuk kata-kata atau percakapan.

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Hasil Penelitian

a. Wujud campur kode dalam percakapan masyarakat Batak Toba di pasar Porsea Kecamatan Porsea

Wujud campur kode dalam percakapan masyarakat Batak Toba di pasar Porsea Kecamatan Porsea ada 4 empat, yaitu:

1. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata 2. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa 3. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata ulang 4. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan/idiom

b. Faktor yang Melatarbelakangi Campur Kode Masyarakat Batak Toba di pasar Porsea Kecamatan Porsea

Ada empat faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode dalam percakapan masyarakat Batak Toba di pasar Porsea Kecamatan Porsea. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Faktor kebiasaan

2. Tidak adanya padanan kata yang tepat

3. Faktor adanya keinginan penutur untuk menjelaskan

(6)

5 Pembahasan Penelitian

a. Wujud campur kode dalam percakapan masyarakat Batak Toba di pasar Porsea Kecamatan Porsea

1. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata

a. “Molo on dang begu ni mie on, alai anggo si sorta tolu porsi pe mittop”.(tuturan R.Panjaitan dalam data 1)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “porsi” yang berasal dari bahasa Indonesia disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Kata “porsi” yang merupakan bahasa Indonesia langsung diserap ke dalam bahas Batak Toba dan digunakan dalam tuturannya.

b. “Hu tuhor ma muse, I campur ma bakwan, goreng pisang, sappe sa sabbong. Anggo on daong” (tuturan R.Panjaitan dalam data 1)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “campur” dan kata “bakwan” yang berasal dari bahasa Indonesia dan disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Kata “campur” sama dengan kata ipasada dalam bahasa Batak Toba sedangkan kata “bakwan” merupakan jenis makanan yang merupakan bahasa Indonesia yang langsung diserap ke dalam bahasa batak Toba.

c. “Contohna mangallang mi, ala kadar na songoni”. (Tuturan R.Panjaitan dalam data 1)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “contoh” yang berasal dari bahasa Indonesia dan disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Kata “contoh” sama dengan kata umpamana dalam bahasa Batak Toba.

d. “Molo si Sorta join do tuson”. (tuturan R.Panjaitan dalam data 1)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “join” yang berasal dari bahasa Inggris dan disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Berdasarkan tuturan di atas, kata “join” dapat dimaknai dengan kata cocok dalam bahasa Indonesia.

e. “Saratus dua puluh do inna imana, i patudu surat na tu au.”. (tuturan L.Manurung dalam data 2)

(7)

6

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “surat” yang berasal dari bahasa Indonesia dan disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba.

f. “Agoh…sada tolu do inang uda. Bah au do manukkar. Sada tolu. On ma buat. Anggo tu jambi do na merah do lekket, i hita on do na birong i godang. (tuturan M.Butar-butar dalam data 2)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “merah” yang berasal dari bahasa Indonesia dan disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Kata “merah” dalam bahasa Indonesia sama engan kata rara dalam bahasa Batak Toba.

g. “Nomor piga?” (tuturan L.Tambunan dalam data 3)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “nomor” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba untuk menyatakan ukuran.

h. “Karet doi tulang?” (tuturan R.Sitorus dalam data 3)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “karet” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Kata “karet” langsung diserap dan digunakan dalam tuturannya oleh masyarakat Batak Toba di pasar porsea. i. “Ahh dang pola, hu leon pe tu ho modal nai ala buka dasar “(tuturan

L.Tambunan dalam data 3)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “modal” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba.

j. “Toe ma, saratus dua puluh lima ma. Molo partiga-tiga dabah songoni do rahasia na, unang sappe dang jadi molo buka dasar. Toe ma, tabba i ma lima ribu nai dah. Masi kopi” (tuturan L.Tambunan dalam data 3)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “rahasia” dan kata “kopi” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba.

k. “Toe ma toe…Laris ma dah” (tuturan L.Tambunan dalam data 3)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “laris” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba.

(8)

7

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “jaket” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Kata “jaket” langsung diserap dan digunakan dalam tuturannya oleh masyarakat Batak Toba di pasar porsea. m. “Ai dang naung sian on hamu nakkin pagi tahe Namboru? Aha dope?”

(tuturan S.Panjaitan dalam data 4)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “pagi” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Kata “pagi” sama dengan kata manogot dalam bahasa Batak Toba.

n. “Ehe, imadah adong na lupa saotik. So hu ingot nakkin manuhor penghapus dohot buku tulis ni gelleng ku. Ai ikkon adong inna sadari on poang, nga mardandi imana nakkin.” (tuturan B.Nainggolan dalam data 4) Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “lupa” dan kata “penghapus” oleh penutur. Dalam bahasa Batak Toba, kata “penghapus” sama dengan panesa. Akan tetapi penggunaan kata panesa dalam bahasa Batak Toba ini sudah jarang digunakan oleh penutur bahasa Batak Toba di pasar Porsea.

o. “Bah tahe, alai denggan doi. Berarti adong do lao roha ni imana belajar”. (tuturan S.Panjaitan dalam data 4)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “belajar” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Kata “belajar” sama dengan kata marsiajar dalam bahasa Batak Toba.

p. “Ahh unga, sian onan on ma tuhor hamu asa ummurah” (tuturan S.Panjaitan dalam data 4)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “murah” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba.

q. “Jeruk on ma jo muse baen sakilo. Manis do on kan?” (tuturan A.Sirait) Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “jeruk” dan kata “manis” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Kata “jeruk” langsung diserap ke dalam bahasa batak Toba, sementara kata “manis” sama dengan kata tonggi dalam bahasa Batak Toba.

(9)

8

r. “Plastik na birong i jo baen namboru”. (tuturan A.Sirait)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata “plastik” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba.

2. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata

a. “Adong mie putih? Mie putih ma di au boh”. (tuturan R.Panjaitan dalam data 1)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan frasa “mie putih” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Mie putih merupakan jenis makanan dalam bahasa Indonesia yang diserap langsung ke dalam bahasa batak Toba.

b. “Ateh na boi do mie ayam bakso mon satonga?” (tuturan R.Panjaitan dalam data 1)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan frasa “mie ayam bakso” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Mie ayam bakso merupakan jenis makanan dalam bahasa Indonesia yang diserap langsung ke dalam bahasa batak Toba.

c. “Hu tuhor ma muse, i campur ma bakwan, goreng pisang, sappe sa sabbong”. (tuturan R.Panjaitan dalam data 1)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan frasa “goreng pisang” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Goreng pisang merupakan jenis makanan dalam bahasa Indonesia yang diserap langsung ke dalam bahasa batak Toba.

d. Bah au do mambaen arga. Saratus tolu puluh do. I nama i. Pas ma naeng lao hami tu pasar malam tikki i. (tuturan M.Butar-butar dalam data 2)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan frasa “pasar malam” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Penggunaan frasa pasar malam digunakan untuk menjelaskan tempat.

e. “Adong celana panjang Tulang?” (tuturan R.Sitorus dalam data 3)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan frasa “celana panjang” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Frasa celana panjang dalam bahasa Batak Toba sama dengan sauar gajjang.

(10)

9

f. “Ahh…dang adong songon on molo warna biru. Nion ma buat na”. (tuturan L.Tambunan dalam data 3)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan frasa “warna biru” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Penggunaan frasa “warna biru” digunakan untuk menjelaskan warna.

g. “Ehe, imadah adong na lupa saotik. So hu ingot nakkin manuhor penghapus dohot buku tulis ni gelleng ku. Ai ikkon adong inna sadari on poang, nga mardandi imana nakkin” (tuturan B.Nainggolan dalam data 4)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan frasa “buku tulis” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba.

h. “Ahh toe ma. Asal ma toho burju-burju belajar i sikkola. Ai hu dokkon do nian i sikkola tuhor on na alai so adong inna manggais buku tulis seratus lembar disi.” (tuturan B.Nainggolan dalam data 4)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan frasa “buku tulis seratus lembar” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. 3. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata ulang

a. “Alai on dang adong surat-surat na nimmu” (tuturan L.Manurung dalam data 2).

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata ulang “surat-surat” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba.

b. “Marmacam-macam do. Adong saratus dua puluh lima, saratus”. (tuturan L.Tambunan dalam data 3)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata ulang “macam-macam” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba.

c. “Manis-manis do on?”. (tuturan A.Sirait dalam data 5)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan kata ulang “macam-macam” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba.

4. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan/idiom

a. “Toe ma, saratus dua puluh lima ma. Molo partiga-tiga dabah songoni do rahasia na, unang sappe dang jadi molo buka dasar”. (tuturan L.Tambunan dalam data 3)

(11)

10

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan ungkapan “buka dasar” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Ungkapan “buka dasar” mempunyai makna barang pertama yang dijual.

b. “Ahh saratus ma Tulang, dang pola gulung tikar ra hamu molo ittor i lean hamu on saratus kan? Heheheee” (tuturan R.Sitorus dalam data 3)

Campur kode yang terjadi adalah penggunaan ungkapan “gulung tikar” dalam bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Batak Toba. Ungkapan “gulung tikar” mempunyai makna bangkrut.

b. Faktor yang Melatarbelakangi Campur Kode Masyarakat Batak Toba di pasar Porsea Kecamatan Porsea

1. Faktor kebiasaan

Kebiasaan menjadi salah satu penyebab terjadinya campur kode dalam percakapan masyarakat Batak Toba di Porsea. Peningkatan penggunaan bahasa Indonesia di kalangan masyarakat membuat mereka terbiasa menggunakan “kata tertentu” untuk mengungkapkan sesuatu, padahal kata tersebut mempunyai padanan kata dalam bahasa Batak Toba. Akibat dari kebiasaan ini, kelompok kata tertentu menjadi jarang terdengar dan digantikan oleh kata tertentu yang berasal dari bahasa Indonesia.

Dalam data yang diperoleh, faktor kebiasaan ditandai dengan penyisipan frasa “celana panjang” dalam kalimat: “Adong celana panjang Tulang?” (tuturan R.Sitorus dalam data 3). Penggunaan frasa “celana panjang” dalam kalimat tersebut telah menjadi sebuah kebiasaan di kalangan masyarakat Batak Toba di pasar Porsea. Sementara, “celana panjang” sama dengan sauar gajjang dalam bahasa Batak Toba. R.Sitorus (penutur) yang merupakan orang Batak asli, sebenarnya mengetahui bahwa “celana panjang” sama dengan sauar gajjang dalam bahasa Batak Toba, akan tetapi kebiasaan penutur membuatnya selalu menggunakan frasa “celana panjang”. Akibat dari kebiasaan ini, sauar gajjang dalam bahasa Batak Toba telah digantikan oleh “celana panjang” yang merupakan bahasa Indonesia.

(12)

11 2. Tidak adanya padanan kata yang tepat

Tidak adanya padanan kata yang tepat dalam bahasa Batak Toba, juga menjadi penyebab terjadinya campur kode dalam masyarakat Batak Toba di pasar Porsea. Tidak semua hal yang ada disekitar kita bisa diungkapkan dengan menggunakan bahasa Batak Toba. Seiring perkembangan jaman, banyak hal-hal baru yang masuk ke dalam lingkungan masyarakat yang tidak bisa dinamai dengan menggunakan bahasa Batak Toba sehingga untuk mengungkapkan hal tersebut terjadilah campur kode.

Faktor tidak adanya padanan kata yang tepat dalam bahasa batak Toba untuk mengungkapkan suatu hal ditandai dengan penyisipan kata “nomor”, “karet”, “modal”, dalam kalimat:

1) “Nomor piga?” (tuturan L.Tambunan dalam data 3) 2) “Karet doi tulang?” (tuturan R.Sitorus dalam data 3)

3) “Ahh dang pola, hu leon pe tu ho modal nai ala buka dasar “(tuturan L.Tambunan dalam data 3)

Semua kelompok kata tersebut yang merupakan bahasa Indonesia tidak mempunyai padanan kata dalam bahasa Batak Toba sehingga campur kode pun dilakukan oleh penutur untuk memperoleh ungkapan kata yang tepat.

3. Faktor adanya keinginan penutur untuk menjelaskan

Campur kode dilakukan masyarakat Batak Toba di porsea, salah satu penyebabnya karena adanya keinginan penutur untuk menjelaskan. Penutur ingin menyampaikan maksud dan tujuannya yang terkadang harus melakukan campur kode dalam tuturannya agar pesan yang disampaikannya lebih cepat sampai dan dimengerti oleh mitra tuturnya..

Faktor adanya keinginan penutur untuk menjelaskan ditandai oleh penyisipan frasa “warna biru” dalam kalimat:

1) “Ahh…dang adong songon on molo warna biru. Nion ma buat na” (tuturan L.Tambunan dalam data 3).

(13)

12

2) “Bah au do mambaen arga. Saratus tolu puluh do. I nama i. Pas ma naeng lao hami tu pasar malam tikki i ”. (tuturan M.Butar-butar dalam data 2)

Penggunaan frasa “warna biru” oleh L.Tambunan (penutur) karena adanya keinginan untuk menjelaskan bahwa barang jualan yang berwarna biru tidak tersedia, dan campur kode dengan penggunaan “pasar malam” oleh M.Butar-butar merupakana adanya keinginan penutur untuk menjelaskan tempat tujuan bahwa mereka pergi ke pasar malam.

d. Faktor adanya keinginan penutur untuk menunjukkan prestise

Salah satu penyebab terjadinya campur kode dalam percakapan masyarakat Batak Toba di pasar porsea adalah adanya keinginan penutur untuk menunjukkan prestise. Dalam hal ini, penutur cenderung dimotivasi oleh usahanya untuk menunjukkan status keterpelajarannya.

Berdasarkan data yang diperoleh, faktor adanya keinginan penutur untuk menunjukkan prestise ditandai oleh penyisipan kata “join” dalam kalimat: “Molo si Sorta join do tuson”. (tuturan R.Panjaitan dalam data 1). Penggunaan kata “join” oleh R.Panjaitan (penutur) karena adanya keinginan penutur untuk menunjukkan keterpelajarannya bahwa ia mampu menggunakan kosakata dalam bahasa Inggris. PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis data campur kode masyarakat Batak Toba di pasar Porsea Kecamatan Porsea, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Wujud campur kode dalam bahasa Batak Toba di pasar Porsea Kecamatan Porsea yaitu, penyisipan berwujud kata (21 penyisipan), penyisipan berwujud frasa (8 penyisipan), penyisipan berwujud kata ulang (3 penyisipan), penyisipan berwujud ungkapan (2 penyisipan). (2) Faktor penyebab campur kode masyarakat Batak Toba di Pasar Porsea adalah faktor kebiasaan, tidak adanya padanan kata yang tepat dalam bahasa Bahasa Batak Toba, adanya keinginan penutur untuk menjelaskan, dan adanya keinginan penutur untuk menunjukkan prestise.

(14)

13

Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan diatas, saran-saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, penelitian ini merupakan penelitian awal mengenai campur kode masyarakat Batak Toba di pasar Porsea Kecamatan Porsea, kiranya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut karena bahasa selalu mengalami perubahan dan perkembangan, sehingga didapatkan hasil penelitian yang terus berkesinambungan. Kedua, sebaiknya penutur bahasa Batak Toba yang berada di pasar Porsea Kecamatan Porsea lebih cermat dalam berkomunikasi agar kedudukan bahasa daerahnya tetap bertahan. Ketiga, bagi penutur bahasa Batak Toba yang ada di Porsea hendaknya memperhatikan kembali kosakata dalam bahasa Batak Toba yang telah jarang digunakan agar tidak menjadi hilang dari masyarakat penuturnya.

Daftar Pustaka

Adisaputra, Abdurahman. 2010. Ancangan Terhadap Kebertahanan Bahasa Melayu Langkat : Studi Pada Komunitas Remaja di Stabat Kabupaten Langkat. Denpasar: Universitas Udayana.

Chaer, Abdul dan Lionel Agustina. 2004. Sosioliguistik: Suatu Perkenalan Awal, Edisi Revisi. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Fathur, Rokhman. 2013. Sosioliguistik. Yogyakarta: Graham ilmu.

Suwito. 1983. Sosiolinguistik: Teori dan Problema. Surakarta: Henary Offset.

Umar, Azhar. 2011. Sosiolinguistik: Studi Deskriptif tentang Hubungan Bahasa dengan Masyarakat. Medan: Unimed.

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan KKN -PPM akan dibim bing oleh D osen Pem bim bing Lapangan yang akan m endam pingi m asing-m asing unit KKN - PPM dan untuk pelaksanaan kegiatan KKN -PPM di tingkat D

Dari grafik lama waktu penyelesaian KTI mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan tingkat akhir di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta didapatkan hasil dengan presentase

[r]

Bila hal ini ingin lebih dicermati, sebenarnya dapat dilakukan estimasi yang lebih cermat dengan melakukan pendekatan dengan perhitungan statistik untuk pengujian dengan

Dengan metode Fast Grey-Level Grouping (FGLG) dengan nilai bin standar 20, didapatkan peningkatan kualitas kontras suatu citra yang cukup baik bagi citra yang memiliki

Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai peranan komunikasi dalam mempengaruhi kinerja

Peta tangan kiri-tangan kanan merupakan suatu alat dari studi gerakan untuk mengetahui gerakan-gerakan yang dilakukan oleh tangan kiri dan tangan kanan dalam

Tarif mempunyai peran yang sangat penting dalam angkutan udara baik bagi perusahaan penerbangan, pengguna jasa angkutan udara maupun bagi pemerintah. Dalam