• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Pengembangan Obyek Wisata Kawasan Kota Lama Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Manajemen Pengembangan Obyek Wisata Kawasan Kota Lama Semarang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

“Manajemen Pengembangan Obyek Wisata Kawasan Kota Lama

Semarang”

Oleh :

Febrianna Chadijah, Mochammad Mustam, Hesti Lestari Jurusan Administrasi Publik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

Jalan Profesor Haji Soedarto, Sarjana Hukum Tembalang Semarang Kotak Pos 1269 Telepon (024) 7465407 Faksimile (024) 7465405

Laman : http://www.fisip.undip.ac.id Email : fisip@undip.ac.id

ABSTRACT

The old area in Semarang is one of assets the city of Semarang and a number of the building worth of the high historical. The condition is currently very poor, so it needs special development and management of governmment in doing conservation and revitalization to revive the area. Revitalization area program the old city Semarang proposed by the government the city of Semarang based on the bylaw year 2003 on spatial planning buildings and environments area the old city Semarang. The local regulations in question is an effort to produce guidelines in developing and managing the old city Semarang be a tourist attraction that can be enjoyed within the city of Semarang.

This research should be conducted based on the existing problems in the management and the development of its old city Semarang. Problems arise in the form of what factors be a barrier in development and management of old town area to get into an area of tourism in Semarang city. The purpose of this research is to describe the process of management the development of its old city Semarang as a tourist attraction and analyzing the factors an impediment to the case for the government city of Semarang in the development of tourism old town area Semarang.

Efforts to answers questions and the purpose of this research by the use of the theory of public administration, public management, public organization and public policy, management and tourism. The writing of this analysis uses the technique of qualitative data descriptive. Based on the results of this research that there are still several problems that is situated on the weakness of coordination between the relevant SKPD that was one of factors that hampers in development and management of old town area Semarang. In addition there are some forms of market not according to rule areas which have been made municipalities to enhance old town area Semarang.

Keywords: Management, development, revitalization, the old city of Semarang, a tourist attraction.

(2)

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kota Semarang pada dasarnya memiliki banyak potensi wisata yang dapat dikembangkan sebagai obyek wisata rekreatif, namun keterbatasan dalam pengelolaan dan pengembangan lebih lanjut menyebabkan daya tarik pariwisata yang ada belum dapat ditangani secara serius. Secara bertahap, sesuai dengan kemampuan dan dana yang terbatas diusahakan untuk mewujudkan adanya suatu obyek wisata yang layak dan mampu menawarkan kenyamanan secara umum. Melihat dari sisi produk wisata di kota Semarang mempunyai potensi yang baik diantaranya terdiri dari potensi alam, budaya dan buatan, selain daya tarik alam, budaya dan buatan, juga terdapat potensi atraksi dan hiburan lainnya.

Kawasan Kota Lama Semarang atau “The Little Netherland” merupakan salah satu kawasan yang heritage (bersejarah) karena memiliki keanekaragaman budaya masyarakat peninggalan penjajahan Belanda dan bangunan – bangunan yang masih berdiri dengan kokoh hingga saat ini. Kawasan Kota Lama Semarang terletak di Jl. Let Jen Soeprapto, Kelurahan Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara. Batas Kota Lama Semarang adalah sebelah Utara Jalan Merak dengan stasiun Tawang-nya, sebelah Timur berupa Jalan Cendrawasih, sebelah Selatan adalah Jalan Sendowo dan sebelah Barat berupa Jalan Mpu Tantular dan sepanjang sungai Semarang. Luas Kota Lama Semarang sekitar 0,3125 km2.

Total bangunan yang mencapai 274 unit menunjukkan bahwa kawasan kota lama dulunya merupakan kawasan pemukiman, sekarang dari total keseluruhannya 157 unit berstatus sebagai bangunan yang dihuni (baik untuk perumahan ataupun perkantoran, didominasi untuk perkantoran), 87 unit berstatus sebagai bangunan kosong (baik

yang masih terawat maupun yang sudah rusak/mangkrak), 28 unit berstatus disewakan (perkantoran), dan hanya 2 unit yang statusnya sekarang di jual (menurut Grand Design Kota Lama Tahun 2011).

Padahal sesuai Pasal 25 Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 3 Tahun 2010 tentang kepariwisataan setiap orang berkewajiban untuk menjaga dan melestarikan daya tarik wisata, membantu terciptanya suasana aman, tertib, dan bersih di lingkungan destinasi pariwisata serta berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata. Pemerintah Kota Semarang telah mengeluarkan Perda Nomor 8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Kota Lama. Namun, walaupun sudah terdapat Perda yang mengaturnya, kondisi kawasan Kota Lama lama masih memprihatinkan, hal tersebut dikarenakan Perda Nomor 8 Tahun 2003 tidak di implementasikan dengan baik, strategi yang telah disusun belum terpadu dengan penanganan dan pengelolaan Kawasan Kota Lama Semarang.

Kawasan Kota Lama Semarang berada dibawah pengawasan Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Kota Semarang, Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP) Kota Semarang, dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Semarang. Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) merupakan lembaga yang dibentuk melalui peraturan Walikota No. 12 Tahun 2007 yang memiliki tugas mengelola, mengembangkan dan mengoptimalisasikan potensi Kawasan Kota Lama yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan pengendalian kawasan.

Berdasarkan hasil pengamatan pra-survei, melihat banyaknya bangunan yang tak berpenghuni membuat bangunan tersebut akan semakin mangkrak dan dapat rusak seiring berjalannya waktu. Menjadi

(3)

perhatian untuk Kota Semarang sendiri, kawasan Kota Lama (The Little Netherlands) sebenarnya dapat menarik wisatawan dari dalam negeri maupun luar negeri untuk mengunjunginya. Selain itu, banyaknya sarana dan prasarana yang rusak sertaadanya banjir rob juga mengakibatkan berkurangnya nilai estetika yang ada di dalam kawasan Kota Lama Semarang. Kantor BPK2L Kota Semarang sendiri kini tidak ada karena masih dalam masa perbaikan, sehingga untuk kegitan sehari-hari layaknya sebuah kantor tidak ada, hal tersebut kemudia memperparah kinerja BPK2L Kota Semarang dalam mengelola kawasan Kota Lama.

B. TUJUAN

Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui proses dalam manajemen

pengembangan pariwisata yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan Kawasan Kota Lama Semarang.

2. Menganalisis faktor-faktor penghambat yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Semarang didalam pengembangan kepariwisataan kawasan Kota Lama Semarang.

C. Kerangka Pemikiran Teoritis 1. Administrasi Publik

Administrasi menurut Sondang P. Siagian (Yeremias, 2008:15) pengertian administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya Administrasi publik menurut Dimock (Yeremias, 2008:20) merupakan produksi barang barang dan jasa yang direncanakan untuk melayani kebutuhan masyarakat konsumen. Definisi tersebut melihat administrasi publik sebagai kegiatan ekonomi atau serupa dengan bisnis, tetapi

khusus menghasilkan barang dan pelayanan publik.

2. Manajemen Publik

Pada dasarnya manajemen publik, yaitu manajemen instansi pemerintah. Overman (dalam Pasolong, 2010:83) mengemukakan bahwa manajemen publik bukanlah “scientific management”, meskipun sangat dipengaruhi oleh “scientific management”. Manajemen publik bukanlah juga administrasi publik, merefleksikan tekanan-tekanan antara orientasi “rasional-instrumental” pada satu pihak, dan orientasi politik kebijakan dipihak lain. Manajemen publik adalah suatu studi interdisipliner dari aspek-aspek umum organisasi, dan merupakan gabungan antara fungsi manajemen seperti planning, organizing, dan controlling satu sisi, dengan SDM, keuangan, fisik, informasi dan politik disisi lain.

Berikut ini akan dijelaskan fungsi-fungsi manajemen yang didasarkan pada doktrin PAFHRIER, dimana merupakan tanggung jawab para manajer publik (pemangku eselon) dituntut untuk menerapkannya secara tepat (Pasolong, 2010:101-106):

1) Manajemen Kebijakan

Pada proses kebijakan, seorang manajer secara aktif terlibat dalam penentuan program-program dan proyek-proyek yang diusulkan untuk ditangani dalam tahun anggaran tertentu. Ia harus menyelenggarakan rapat, memberikan pikiran-pikiran dan saran-sarannya kepada para analisis kebijakan dan berpartisipasi dalam proses pemilihan alternatif terbaik, yang kemudian diusulkan kedalam rapat umum untuk dijadikan program atau proyek.

2) Manajemen Sumber Daya Manusia Stoner dkk (dalam Pasolong, 2010: 101), mengatakan bahwa human resource management (manajemen sumber daya

(4)

manusia) adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan rekrutmen, penempatan, pelatihan, dan pengembangan organisasi. Selanjutnya Keban (dalam Pasolong, 2010:101), mengatakan bahwa dalam manajemen SDM perlu diperhatikan jumlah, jenis kualitas, dan distribusi dan utilitasi SDM yang bekerja dalam organisasi. Jumlah, jenis dan kualitas sangat berkenaan dengan tuntutan pekerjaan-pekerjaan yang ada.

3) Manajemen Keuangan

Pengelolaan keuangan merupakan tanggung jawab seorang manajer meskipun dalam kenyataan ditangani oleh unit keuangan. Tugas utama seorang manajer dalam bidang ini adalah bagaimana mencari dana, merencanakan dan mengalokasikannya sesuai dengan kebutuhan yang ada, memanfaatkannya secara optimal, dan mengendalikan penggunaannya sesuai rencana.

4) Manajemen Informasi

Informasi dan data selalu dipandang sebelah mata oleh para birokrat disektor publik, padahal semua keputusan seorang manajer baik berkenaan dengan perencanaan, budgeting, pengambilan keputusan, pengembangan unit-unit organisasi, pengendalian dan koordinasi, sangat membutuhkan data dan informasi. Bahkan jumlah dan kualitas informasi pada saat sekarang ini merupakan “keuatan” untuk bekerjasama dengan pihak-pihak luar termasuk pengusaha pasar.

5) Manajemen Hubungan Luar

Hubungan luar selama ini nampak kurang diperhatikan. Manajer publik jarang melakukan hubungan luar khususnya berinteraksi dengan masyarakat, padahal ini merupakan hubungan yang harus dikelola sama baiknya dengan dimensi keuangan, SDM, data, dan sebagainya. Hal tersebut disebabkan oleh kecenderungan sentralisasi yang berlebihan, yang telah membelokkan kepentingan masyarakat

serta menjadi kepentingan birokrat pada pemerintahan yang lebih tinggi.

3. Organisasi Publik

Organisasi publik sering dilihat pada bentuk organisasi pemerintah yang dikenal sebagai birokrasi pemerintah (organisasi pemerintahan). Menurut Prof. Dr. Taliziduhu Ndraha, organisasi publik adalah organisasi yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan msyarakat akan jasa publik dan layanan civil (Taliziduhu, 2005:18). Organisasi publik adalah organisasi yang terbesar yang mewadahi seluruh lapisan masyarakat dengan ruang lingkup Negara dan mempunyai kewenangan yang absah (terlegitimasi) di bidang politik, administrasi pemerintahan, dan hukum secara terlembaga sehingga mempunyai kewajiban melindungi warga negaranya, dan melayani keperluannya, sebaliknya berhak pula memungut pajak untuk pendanaan, serta menjatuhkan hukuman sebagai sanksi penegakan peraturan.

4. Kebijakan Publik

Kebijakan publik menurut Thomas Dye (dalam subarsono, 2009:2) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan apapun atau tidak melakukan (public policy is whatever governtment choose to do or not to do). Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah disamping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik.

Definisi kebijakan publik dari Thomas Dye tersebut mengandung makna bahwa kebijakan publik tersebut dibuat oleh pemerintah, bukan organisasi swasta dan kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah. Menurut Islamy (dalam Suwitri, 2009:69), pendekatan yang lazim dipakai dalam mempelajari siklus

(5)

kebijakan publik adalah membagi proses kebijakan kedalam fase-fase dan tahap-tahap, dimulai dari perumusan kebijakan, implementasi dan diakhiri evaluasi.

D. METODE 1. Desain Penelitian

Di dalam penelitian yang berjudul “Manajemen Pengelolaan Obyek Wisata Kawasan Kota Lama Semarang” ini digunakan metode penelitian kualitatif. 2. Situs Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kawasan Kota Lama Semarang.

3. Subjek Penelitian

Pengurus Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang. Pegawai Bappeda Kota Semarang, pegawai DTKP Kota Semarang, pengunjung obyek wisata Kawasan Kota Lama Semarang.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

b. Wawancara c. Dokumentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

MANAJEMEN PENGEMBANGAN

OBYEK WISATA KAWASAN KOTA LAMA SEMARANG DAN FAKTOR PENGHAMBATNYA

1. Kondisi Pariwisata Kawasan Kota

Lama Semarang dan

Permasalahannya

Di dalam melakukan manajemen pengembangan kawasan Kota Lama sebagai salah satu kawasan pariwisata, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kondisi dari kawasan Kota Lama itu sendiri. Kawasan Kota Lama Semarang adalah suatu kawasan historik

yang kaya akan bangunan dan rancang kota khas masa kolonial yang merupakan bagian dari masa lalu dan kebudayaan kota, baik bangunan maupun desain kota yang ada. Untuk menjaga kawasan yang penuh nilai sejarah dan dapat dikembangkan menjadi sebuah kawasan wisata perlu dilakukannya pengelolaan dan pengembangan terhadap Kawasan Kota Lama Semarang. Kawasan Kota Lama Semarang sendiri memiliki kondisi dan keadaan sarana dan prasarana yang masih belum baik dalam kondisi bangunan, dimana hal tersebut dapat terlihat dari beberapa bangunan yang tidak terawat bahkan terbengkalai atau mangkrak karena ditinggal oleh pemiliknya.

Selain itu, berdasarkan informasi yang didapat dari narasumber dari Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang, memberitahukan bahwa berdasarkan Perda No.8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kota Lama Semarang terdapat sejumlah 105 bangunan kuno/bersejarah yang dilindungi atau dikonservasi di kawasan Kota Lama Semarang, disebut sebagai bangunan yang dilindungi atau dikonservasi adalah karena keadaan bangunan yang mulai memprihatinkan serta bangunan-bangunan tersebut mempunyai nilai-nilai baik sejarah keilmuwan arsitektur, sosial, sehingga untuk penanganannya harus sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi dan harus dilakukan secara benar dan tepat.

Untuk mengatasi permasalahan yang ada, perlu adanya pengelolaan dan pengembangan terhadap kawasan Kota Lama dengan diadakan studi khusus melalui beberapa tahap bagi suatu kawasan Kota Lama. Pengelolaan dan pengembangan kawasan Kota Lama dengan memanfaatkan kembali bangunan-bangunan tua merupakan pilihan positif, sudah tentu konsekuensinya adalah melakukan beberapa penyesuaian dan kegiatan konservasi pada kawasan yang dianggap bersejarah, kuno, atau memiliki

(6)

kekayaan, yang mempunyai nilai sejarah atau bangunan kuno berasitektur spesifik. Hal tersebut dilakukan melalui penyesuaian dan penerapan metode-metode konservasi dalam suatu kawasan bersejarah dan tidak menutup kemungkinan kehadiran desain baru serta perubahan bangunan dan lingkungan yang bertujuan untuk menyesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan baru.

2. Organisasi Pengelolaan Kawasan Kota Lama Semarang dan Permasalahannya

Untuk pengelolaan dan pengembangan kawasan Kota Lama perlu adanya organisasi Pemerintahan yang menjadi pengatur serta bertindak sebagai fasilitator dalam mngembangkan kawasan Kota Lama agar menjadi lebih baik. Di dalam hal ini terdapat tiga lembaga terkait yang mengelola kawasan Kota Lama, antara lain: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Semarang, Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang, dan Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP) Kota Semarang.

Bappeda Kota Semarang memiliki tim ahli khusus yang profesional dalam masalah di kawasan Kota Lama yaitu melalui BPK2L, sedangkan pada Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP) Kota Semarang memiliki tim ahli khusus yaitu Tim Ahli Cagar Budaya (TACB). Pengelolaan dan pengembangan bangunan kuno dan bersejarah yang dilakukan dan dikelola oleh Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang melibatkan unsur Pemerintahan, swasta, masyarakat untuk melaksanakan kewenangan konservasi dan revitalisasi kawasan Kota Lama Semarang.

Di dalam pelaksanaan kinerja dari organisasi-organisasi tersebut masih ditemukan beberapa kendala antara lain masalah dana anggaran seperti sifat dana anggaran yang diberikan kepada BPK2L yang berupa dana hibah, dana hibah

tersebut tidak dapat diberikan secara tiga kali berturut-turut setiap tahunnya, sehingga untuk menutupi kekurangan dana anggaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang lain selama ini Pemerintah bekerjasama melalui sponsorship, dengan pihak ketiga yang tidak mengikat.

3. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Kota Lama Semarang dan Permasalahannya

Terdapat Perda No. 8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) kawasan Kota Lama, dimana itu memuat rumusan kebijakan pelestarian dan revitalisasi kawasan Kota Lama. Di dalam Perda ini terdapat ketentuan yang menjadi pedoman, landasan, dan garis besar kebijakan bagi pelestarian dan revitalisasi kawasan Kota Lama. Oleh karena itu, dalam melaksanakan manajemen pengembangan kawasan Kota Lama maka harus mengacu pada Perda ini dalam rangka pelaksanaan program dan pengendalian pembangunan kawasan Kota Lama yang dilaksanakan oleh Pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Di dalam mewujudkan visi dan misi diatas Pemerintah Kota Semarang, Bappeda memiliki perencanaan strategis dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan Kota Lama berupa grand design Grand Design Kota Lama ini dibuat karena melihat kondisi Kota Lama saat ini sebagai kawasan bersejarah di Kota Semarang. Terdapat permasalahan-permasalahan yang meliputi aspek fisik dan non fisik yang terjadi didalam dan disekitarnya yang mempengaruhi kelestarian Kota Lama Tersebut. Selain itu juga Grand Design Kota Lama dibuat untuk mengkaji Perda No.8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) kawasan Kota Lama, serta mengkaji kondisi eksisting kawasan Kota Lama.

(7)

4. Manajemen Pengembangan Kawasan Kota Lama Semarang Di dalam manajemen pengembangan kawasan Kota Lama Semarang ini, fungsi-fungsi manajemen tersebut dijabarkan sebagai berikut.

1. Manajemen Kebijakan

Pada kebijakan kawasan Kota Lama, terdapat kurangnya keseriusan pemerintah dalam mengelola kawasan Kota Lama, dimana pemerintah itu yang seharusnya merencanakan sebuah perencanaan bagaimana kawasan Kota Lama itu akan dikelola, itu tidak sejalan dengan apa yang dilaksanakan, ada banyak yang belum tercapai dari kebijakan-kebijakan yang telah dibuat, seperti perencanaan revitalisasi pada polder, hingga saat ini belum terlaksana. Padahal sejatinya itu kebijakan dibuat untuk menyelesaikan masalah yang ada, sedangkan yang terjadi disimi adalah pemerintah hanya menyarankan rencana apa yang diimplementasikan di masa mendatang, tetapi bagaimana prosesnya pengambilan keputusan terhadap suatu program itu belum terlaksana dengan semestinya.

2. Manajemen Sumber Daya Manusia Keberhasilan pengelolaan dan pengembangan kawasan Kota Lama itu tergantung dari sumber daya manusianya, kemudian permasalahan yang ada adalah adanya keterbatasannya sumber daya manusia yang memahami akan pengelolaan kawasan Kota Lama atau ahli dalam masalah konservasi yang tidak hanya mengetahui bagaimana memperindah sebuah bangunan tetapi harus memahami juga bagaimana kadiah-kaidah konservasi. Sepertit pada bangunan-bangunan bersejarah, dimana jika dibangun tidak mengikuti kaidah-kaidah konservasi ilmunya menjadi hilang.

3. Manajemen Keuangan

Sebagian besar bangunan di kawasan Kota Lama bukan merupakan milik Pemerintah Kota semata, sehingga dalam mengatur berdasar pada pemilik bangunan itu sendiri sangat sulit, ditambah permasalahan disini dikarenakan terbentur oleh adanya keterbatasan anggaran, dimana untuk menata bangunan agar lebih menarik atau lebih terlihat terawat mereka membutuhkan anggaran yang besar ditambah dalam renovasi bangunan harus sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi, sedangkan Pemerintah didalam aturannya tidak dapat memberikan bantuan ataupun dana begitu saja untuk membangun gedung yang bukan milik Pemerintah, karena terbentur oleh adanya peraturan-pearaturan dan birokrasi yang ada, sehingga kondisinya menjadi tidak terawat. Pemerintah Kota hanya bisanya memperbaiki lingkungan, jalan, drainase, taman itukan milik kota, dan sebagainya.

4. Manajemen Informasi

SKPD terkait kekurangan data-data mengenai kepemilikkan bangunan yang sudah tidak berpenghuni yang ditinggalkan oleh pemiliknya, selain itu kan karena itu juga bukan milik pemerintah membuat semakin sulit untuk dilakukannya revitalisasi dan konservasi, untuk itu prosesnya menjadi lama. Pelaksanaannya harus dijalankan sesuai dengan kaidah konservasi agar tidak mengurangi nilai sejarah dan budaya yang ada di kawasan Kota Lama.

5. Manajemen Hubungan Luar

Ada beberapa penyimpangan yang terjadi dalam koordinasi antar instansi atau dinas didalam manajemen pengembangan kawasan Kota Lama, antara lain seperti pada pembangunan menara di Jl. Kedasih yaitu menara komunikasi, dimana surat permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sudah masuk kedalam rapat BPK2L, kemudian disepakati oleh

(8)

BPK2L untuk dilakukan tinjauan lapangan bersama dengan DTKP, tetapi kemudian BPK2L tidak pernah diundang untuk tinjauan lapangan oleh DTKP dan pembangunan menara di Jl. Kedasih sudah terjadi dan bahkan berdiri disitu. 6. Faktor-faktor Penghambat dalam

Pengelolaan Kawasan Kota Lama Semarang

Di dalam pengelolaan Kawasan Kota lama, Peran serta masyarakat yang diwadahi dalam BPK2L (Badan Pengelola Kawasan Kota Lama) belum dapat dijalankan dengan baik karena tidak mendapat dukungan pemerintah dalam melaksanakan tugasnya tersebut. Wewenang BPK2L masih tumpang tindih dengan dinas-dinas terkait. Pada Leadership atau Kepemimpinan ditemukan sebuah permasalahan dimana pimpinan Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang tidak menguasai permasalahan dan manajemen dalam pengembangan kawasan Kota Lama khususnya sebagai obyek wisata.

Di dalam produktivitas SDM, karena minimnya tenaga ahli yang paham mengenai konservasi dan revitalisasi di kawasan Kota Lama, menyebabkan pengelolaan dan pengembangan kawasan Kota Lama pada revitalisasi dan konservasi bangunan-bangunan di kawasan Kota Lama Semarang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi. Anggaran pun juga mengahambat didalam Pengelola Kawasan Kota Lama, nampaknya Pemerintah Kota Semarang belum terlalu komitmen dan serius, dari hasil penelitian terbukti tidak masuknya anggaran revitalisasi maupun kegiatan konservasi di Kawasan Kota Lama Semarang. Dana yang banyak digunakan didalam pelaksanaan di Kawasan Kota Lama Semarang kebanyakan hanya dana

hibah dari pemerintah dan dukungan investor.

PENUTUP KESIMPULAN

1. Manajemen Pengembangan obyek Wisata Kawasan Kota Lama Semarang

1) Terkait manajemen yang dilakukan oleh BPK2L Kota Semarang, Bappeda Kota Semarang, dan DTKP Kota Semarang, pengelolaan dan pengembangan yang dilakukan oleh SKPD terkait belum dapat dikatakan baik, masih terdapat banyak permasalahan yang ada di kawasan Kota Lama Semarang, sehingga perlu adanya perbaikan pada lingkungan dan sarana dan prasarana di kawasan Kota Lama Semarang untuk dapat mengembangkan obyek wisata kawasan Kota Lama Semarang. 2) Pemerintah Kota memiliki lembaga

non-pemerintahan yang bertindak sebagai fasilitator dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan Kota Lama yaitu Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang dibawah pengawasan Bappeda Kota Semarang, serta dinas terkait yaitu Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP) Semarang. Ketiganya bekerjasama dalam membuat perencanaan dan mengelola kawasan Kota Lama sebagai salah satu obyek wisata di Kota Semarang. Kendala yang dimiliki oleh organisasi publik ini adalah kurangnya dana anggaran dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan Kota Lama Semarang sebagai obyek wisata.

3) Pemerintah Kota Semarang mewujudkan visi dan misi pengembangan kawasan Kota Lama semarang melalui perencanaan strategis dalam bentuk Grand

(9)

Design Kota Lama sebagai acuan dalam menjalankan visi dan misi yang telah dibuat oleh Pemerintah Kota, serta mengacu pada Perda No. 8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) kawasan Kota Lama. 2. Faktor-faktor Penghambat dalam

menghambat manajemen pengembangan obyek wisata kawasan Kota Lama Semarang

1) Pada Leadership atau Kepemimpinan, pimpinan Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang tidak menguasai permasalahan dan manajemen dalam pengembangan kawasan Kota Lama khususnya sebagai obyek wisata.

2) Di dalam produktivitas SDM, karena minimnya tenaga ahli yang paham mengenai konservasi dan revitalisasi di kawasan Kota Lama. 3) Pada keuangan dan penganggaran,

karena terbatasnya jumlah anggaran yang ada, Pemerintah Kota tidak dapat mengeluarkan dana diluar perbaikan lingkungan, jalan, drainase, taman, serta sarana dan prasarana lainnya.

4) Pada hubungan luar, kurangnya koordinasi antara SKPD terkait dan partisipasi masyarakat pada upaya pengembangan kawasan Kota Lama.

SARAN

1. Perlu adanya pengaturan lebih lanjut dari Pemerintah Kota khususnya Bappeda, BPK2L, DTKP dalam pengelolaan kawasan Kota lama dengan memberikan perlindungan terhadap bangunan yang telah ditetapkan untuk dikonservasi sesuai dengan RTBL yang berlaku, khususnya memberikan insentif

kepada pemilik untuk melakukan pemeliharaan bangunan.

2. Belum adanya sumber daya manusia yang ahli atau tenaga profesional yang bekerja di BPK2L. Untuk itu diperlukan usaha dalam menutup kekurangan ini dengan mencari SDM yang berkompeten dalam bidangnya dan bekerja penuh waktu di BPK2L. Selain itu, perlu adanya pelatihan dan pembinaan bagi anggota BPK2L dan juga tim ahli lainnya melalui kerjasama dengan organisasi lain yang ahli dibidang konservasi untuk meningkatkan kompetensi anggota BPK2L dalam melakukan manajemen pengembangan kawasan Kota Lama Semarang.

3. Di dalam mengatasi kurangnya dana anggaran pemerintah dalam manajemen pengelolaan kawasan Kota Lama serta minimnya dana anggaran untuk pelaksanaan tugas operasional BPK2L perlu adanya usaha untuk menutup kurangnya dana anggaran pemerintah tersebut dengan cara melakukan penawaran investasi bagi wirausahawan untuk membuka usaha di kawasan Kota Lama dan sponsorship yang lebih menarik. 4. Perlunya dilakukan kerjasama antara

BPK2L dengan SKPD terkait dalam setiap kegiatan di kawasan Kota Lama, baik dari kegiatan yang berhubungan dengan pariwisata, pelestarian bangunan, maupun pembenahan kawasan Kota Lama seperti jalan, lampu, dan taman. Selain itu, perlu adanya penegasan mengenai tupoksi dari masing-masing organisasi terkait, guna menghindari adanya tumpang tindih tupoksi antar organisasi.

5. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk pelestarian kawasan Kota Lama yang menyebabkan belum maksimalnya pengelolaan. Untuk itu

(10)

Pemilik aset dan bangunan di kawasan Kota Lama Semarang perlu didorong untuk bersikap lebih positif dan aktif dalam upaya revitalisasi Kawasan Kota Lama Semarang dengan melaksanakan program-program yang secara langsung dan nyata lebih bermanfaat bagi mereka.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Anggara, Hadi. 2012. Ilmu Administrasi Negara. Bandung: CV. Pustaka Setia. BAPPEDA. 2011. Grand Design Kota Lama Tahun 2011 (Buku III) Laporan Akhir. Semarang: CV. Rekayasa Jati Mandiri.

BAPPEDA. 2011. Grand Design Kota Lama Tahun 2011 (Buku II) Buku Antara. Semarang: CV. Rekayasa Jati Mandiri. Bayu, Bima. 2005. Manajemen Kota : Prespektif Spasial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodelogis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Pemerintah Kota Semarang. 2003. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Kota Lama Semarang. Bappeda: Semarang..

Thoha, Mifthah. 2011. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta: Kencana Predana Media Group.

Keban, Yeremias T. (2008). Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta: Gava Media.

Pasolong, Herbani. (2010). Teori Administrasi Publik. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Non Buku

Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Kota Lama Semarang.

Keputusan Walikota Semarang No. 12 Tahun 2007.

Hasil pendokumentasian Aset dan Bangunan yang diKonservasi di Kota Lama Semarang, Desember 2014 (BPK2L Semarang).

Best Practice Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka Semarang, Walikota Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

Location Manager Freelance Location Manager atau sering disebut dengan Manager Lokasi berperan dalam pencarian lokasi yang sesuai dengan konsep yang diinginkan oleh director..

Berdasarkan perhitungan dengan metode center of gravity maka alternatif lokasi yang terpilih sebagai lokasi gudang akhir rumput laut optimal, ditinjau dari pemilihan koordinat

Sesuai dengan pendapat di atas, kinerja seorang guru bisa dipengaruhi oleh lingkungan sekolah, guru dengan karyawan/pegawai tata usaha, antara guru dengan guru, guru

Keberadaan mableuen sampai saat ini masih juga diperlukan meskipun sebagai mableuen tradisional tetapi ia juga mengikuti berbagai pelatihan yang diadakan oleh

Fokus dari penelitian yuridis normatif ini dalam menjelaskan dan menjawab pokok permasalahan yang diajukan dengan melihat kepada perlindungan yang dapat diberikan

Undang-undang Nomor 43 tahun 2008 Timbulnya keracunan tersebut tentang Wilayah Negara berdasarkan Pengaturan kewenangan penyidikan terhadap tindak pidana Pasal 1 angka 3

menggunakan password. Alat pembuka pintu brankas memiliki 4 tombol, yaitu Connect, berfungsi untuk menghubungkan alat ke komputer. Disconnect , berfungsi untuk

Ini adalah rangkain keseluruhan prototipe alat untuk pengontrolan pintu guna mengamankan naskah soal ujian nasional, pada rangkaian ini terdapat motor DC yang berkerja