• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINAAN PEMAKAIAN BAHASA BALI YANG BAIK DAN BENAR DALAM UPAYA MEMINIMALISASI DEGRADASI DI DESA PANCASARI, BULELENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBINAAN PEMAKAIAN BAHASA BALI YANG BAIK DAN BENAR DALAM UPAYA MEMINIMALISASI DEGRADASI DI DESA PANCASARI, BULELENG"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM UPAYA MEMINIMALISASI DEGRADASI DI DESA PANCASARI, BULELENG

Ni Made Suryati, Putu Sutama, I Wayan Suteja, T. I. A. Mulyawati R.

Progam Studi Sastra Bali, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana E-mail: suryati.jirnaya@yahoo.com

Abstrak

Bahasa Bali sebagai bahasa daerah digunakan sebagai alat komunikasi bagi masyarakat Bali memiliki variasi baik secara geografis maupun secara stratifikasi sosial. Dengan adanya variasi ini, masyarakat sering merasa takut berbahasa Bali karena kurang memahami hal itu.

Desa Pancasari merupakan salah satu desa yang menjadi objek wisata di Kabupaten Buleleng yang mewilayahi Danau Tamblingan dan Danau Buyan yang sering dikunjungi oleh wisatawan asing maupun lokal. Tempat ini menjadi objek yang digunakan untuk perkemahan. Oleh karena itu masyarakat banyak yang menganggap sangat penting berbahasa nasional (Indonesia) dan berbahasa Inggris sehingga agak mengabaikan bahasa Bali karena dianggap tidak bisa digunakan untuk mencari uang. Oleh karena itu, perlu diberikan pemahaman tentang pembinan dan pelestarian bahasa Bali. Sementara itu di pihak lain, masyarakat yang masih mencintai bahasa Bali ada yang kurang paham dengan penggunaan bahasa Bali yang memiliki variasi secara Geografis dan penggunaan sesuai dengan anggah-ungguhing Basa. Gejala ini juga terjadi di daerah-daerah lain.

Berdasar latar belakang di atas, kami dari Program Studi Sastra Bali, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana mengadakan pengabdian kepada masyarakat di Desa Pancasari, Kabupaten Buleleng dengan biaya dari PNBP Universitas Udayana. Sasarannya adalah guru-guru bahasa Bali, tokoh masyarakat yang berkecimpung di adat, dan muda-mudi di Desa Pancasari.

Kegiatan ini disambut baik oleh masyarakat dan dibuka oleh Sekretaris Desa. Peserta sangat antusias, terbukti dengan banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengenai cara pelestarian bahasa Bali; penggunaan bahasa Bali yang baik sesuai dengan aturan tata bahasa maupun sesuai dengan anggah-ungguhing basa. Mereka berharap, kegiatan ini dapat dilaksanakan secara berkesinambungan karena masih banyak masalah-masalah bahasa Bali yang tidak sempat dibicarakan karena terbatasnya waktu. Bahkan mereka berharap kami dapat memberikan pembinaan dibidang Gegitan khususnya Kidung.

Kata Kunci: pembinaan, pelestarian, degradasi, multilingual, dan anggah ungguhing basa

PENDAHULUAN Analisis Situasi

Desa Pancasari Buleleng merupakan salah satu desa binaan Unud. Artinya desa tersebut masih perlu ditingkatkan di segala sektor. Masyarakatnya sangat majemuk sebagai konsekuensi dari desa yang memiliki pasar terbuka. Desa Pancasari menjadi objek wisata dengan adanya danau Buyan dan Danau Tamblingan. Wilayah ini sering digunakan sebagai tempat kemah, konser, dan lain-lain.

Dampak dari kondisi tersebut, yang paling terlihat adalah penggunaan bahasa Bali yang terkadang memperihatinkan. Banyak kalangan khawatir karena generasi muda lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dan mempelajari bahasa asing jika dibandingkan mempelajari bahasa Bali. Alasannya karena bahasa Bali tidak bisa digunakan untuk mencari uang. Di samping itu, eksistensi bahasa Bali masih sering menjadi keluhan masyarakat mengenai kerumitan pemakaiannya. Kerumitan yang timbul karena adanya variasi secara geografis dan stratifikasi sosial (anggah-ungguhing basa). Masyarakat

(2)

perlu juga mengatahui tata bahasa Bali atau bahasa Bali Baku dan penggunaan bahasa Bali sesuai dengan anggah-ungguhing Basa.

Kita mengetahui bahwa bahasa Bali merupakan bahasa penyangga budaya, adat, dan agama Hindu. Untuk itu, harus segera dibina dan diberikan penyuluhan secara berkelanjutan agar masyarakat (khususnya generasi muda) memahami betapa pentingnya pelestarian bahasa Bali. Kami tim dari Sastra Bali siap untuk membina dan memberikan penyuluhan agar bahasa Bali terselamatkan di sana melalui program Pengabdian pada masyarakat.

Rumusan Masalah

Berdasarkan gambaran analisis situasi di atas sesungguhnya telah tergambar beberapa permasalahan. Adapun masalah tersebut adalah disajikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.

Bagaimanakah cara membina dan melestarikan

a. bahasa Bali?

Bagaimanakah wujud

b. bahasa Bali yang baik dan benar?

Unsur apa saja yang berpengaruh terhadap kerancuan berbahasa Bali? c.

Kenapa harus berbahasa Bali yang baik dan benar? d.

Apa relevansi

e. bahasa Bali dikaitkan dengan adat, budaya, dan agama Hindu?

TUJUAN, MANFAAT, DAN PEMECAHAN MASALAH Tujuan Kegiatan

Tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk memberikan sumbangan pengetahuan tentang: pentingnya pembinaan dan pelestarian bahasa Bali, penggunaan bahasa Bali yang baik dan benar sesuai dengan tata bahasa dan anggah-ungguh basa, serta menyadarkan masyarakat bahwa bahasa Bali sangat penting sebagai penyangga adat, budaya, dan agama Hindu.

Manfaat Kegiatan

Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat desa Pancasari. Secara rinci

manfaatnya diuraikan sebagai berikut:

Khususnya generasi muda agar menyadari pentingnya

a) bahasa Bali dan dapat

menularkan kepada anak-anaknya di kemudian hari.

Bagi masyarakat baik generasi tua maupun generasi muda akan memiliki b)

kemampuan berbahasa Bali yang baik dan benar sesuai dengan sistem dan kaidah bahasa Bali.

Bahasa Bali yang selama ini dianggap sulit dan terabaikan, akan semakin disadari c)

fungsi dan maknanya terkait dengan pelestarian adat, budaya, dan agama Hindu.

Pemecahan Masalah

Memperhatikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat baik generasi muda maupun generasi tua di masyarakat Desa Pancasari Kabupaten Buleleng, maka pemecahan masalah tersebut harus menerjunkan para ahli (expert) di bidang bahasa Bali dari Program Studi Sastra Bali Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Tim ini terdiri atas: Dr. Ni Made Suryati, M.Hum; Dr. Putu Sutama, M. S.; Dra. Tjok. Istri Agung Mulyawati R., M.Si.; dan Drs. I Wayan Suteja, M.Hum. Tim dengan kordinator Dr. Ni Made Suryati, M.Hum. secara bergantian memberikan pembinaan dan pelestarian bahasa Bali; pemakaian bahasa Bali yang baik dan benar sesuai dengan tata bahasa dan anggah-ungguhing basa

(3)

dan strategi pemahamannya; serta memberikan penjelasan keterkaitan antara bahasa Bali dengan adat, budaya, dan agama Hindu, Dengan demikian masalah yang terkait dengan pelestarian dan penggunaan bahasa Bali yang baik dan benar sesuai dengan kaidah tata bahasa dan anggah-ugguhing basa dapat diatasi.

METODE PELAKSANAAN

Di dalam operasional kegiatan pengabdian ini memakai tiga buah metode. Ketiga metode tersebut adalah sebagai berikut.

Metode ceramah, dipakai dalam menyampaikan materi pembinaan dan pelestarian a.

bahasa Bali; pemakaian anggah-ungguhing basa Bali, dan hubungan bahasa Bali dengan adat, budaya, dan agama Hindu, serta kesalahan-kesalahan umum dalam penggunaan anggah-ungguhing Basa . Di dalam ceramah, materi rencana disampaikan dengan power point. Sarana ini sangat berguna di samping efisiensi waktu, para peserta dapat dengan fokus mengikuti kegiatan ceramah. Akan tetapi karena fasilitas gedung yang disediakan Kepala Desa tidak memungkinkan untuk memasang LCD maka penyaji hanya bisa menyajikan dengan lisan. Namun demikian peserta sudah diberikan materi yang disajikan.

Metode diskusi, dipakai untuk pendalaman pemahaman diberikan kesempatan b.

tanya jawab dan menyampaikan masalah-masalah yang sering mereka hadapi ketika berkomunikasi dengan bahasa Bali.

Metode praktik, dipakai untuk mencoba mengaplikasikan apa yang telah mereka c.

peroleh dengan latihan. Dalam sesi latihan, peserta diberikan selembar teks berbahasa Bali yang isinya kerancuan pemakaian anggah-ngguhing basa Bali. Peserta diberikan kesempatan mengoreksinya.

HASIL YANG DICAPAI

Penyampaian materi rencananya akan ditayangkan dengan menggunakan alat bantu berupa power point. Akan tetapi karena fasilitas ruangan yang disediakan Kepala Desa tidak memungkinkan untuk menggunakan LCD maka materi disampaikan secara lisan. Walaupun demikian, tidak mengurangi keseriusan peserta untuk mendengarkan materi yang berisi tentang “Pembinaan dan Pelestarian Bahasa Bali”. Di samping itu, materi penggunaan bahasa Bali yang baik dan benar sesuai dengan anggah-ungguhing Basa Bali juga dibagikan kepada semua peserta. Pada saat pemaparan materi yang berisi tentang “Pembinaan dan Pelestarian Bahasa Bali” yang disertai penggunaan bahasa Bali yang baik dan benar sesuai dengan anggah-ungguhing Basa Bali terlihat para peserta memperhatikan dan menyimak dengan serius. Indikasi lain terlihat bahwa para peserta mencatat hal-hal penting yang diuraikan oleh narasumber.

Keseriusan para peserta menyimak dan mendengarkan penjelasan penyaji karena baru pertama kali mendapatkan materi tentang pembinaan dan pelestarian bahasa Bali. Penyajian pembinaan dan pelestarian bahasa Bali dilakukan untuk meminimalisasi degradasi pemakaian bahasa Bali yang disebabkan oleh situasi multilingual, terutama oleh kalangan muda mudi. Sebelum membahas tentang pembinaan dan pelestarian bahaa Bali terlebih dahulu disajikan tentang keberadaan bahasa Bali seperti berikut ini. Bahasa Bali adalah bahasa Daerah besar dengan jumlah penutur di seluruh Indonesia mencapai 4,5 juta. BB menjadi lambang identitas etnik. Penutur BB disebut sebagai orang Bali karena menggunakan BB sebagai bahasa Ibu. BB dipelajari oleh suku bangsa lain yang menetap di Bali, dan juga etnik lain di daerah-daerah Transmigrasi suku Bali seperti di Sulawesi

(4)

Selatan, Sulawesi Tengah, dan di Pulau Lombok. BB adalah bahasa daerah yang sudah memiliki standar yang lengkap seperti: Tata Bahasa, Kamus dan Ejaan. BB dipelajari di lembaga pendidikan sebagai mata pelajaran. Pertumbuhan penutur BB mencapai 100.000 orang pertahun (kelahiran). BB mampu menjadi wahana pengembangan dan pertumbuhan kebudayaan Bali. BB memiliki nilai prestise yang lengkap, karena memiliki anggah-ungguhing Basa. Keberadaan BB di Provinsi Bali masih bertahan dan lestari di seluruh wilayah Desa Adat, baik di desa maupun di perkotaan. Pada bagian ini juga dijelaskan mengenai penggunaan bahasa bali yang baik dan benar, yang meliputi baik dan benar sesuai dengan aturan tata bahasa maupun baik dan benar sesuai anggah-ungguhing Basa Bali. Penggunaan bahasa Bali yang baik dan benar sesuai anggah-ungguhing Basa difokuskan pada adanya pembagian bahasa Bali berdasarkan tingkat-tingkatan berbahasa. Selama ini buku acuan yang mereka pelajari memang belum ada yang memasukkan Kruna Mider dan Kruna Alus Mider ke dalam bagian dari anggah-ungghing Basa Bali (lihat Bagus, 1975; Narayana, 1979; Tinggen, 1986; Anom, dkk., 2008).

Di dalam presentasi tersebut dipaparkan dengan jelas beserta contoh kalimat pemakaiannya tentang bentuk, posisi, dan pemakaian Kruna Mider dan Kruna Alus Mider. Pembagian bahasa Bali yang lengkap dengan masuknya kruna Mider merupakan hasil penelitian kecil (studi kasus) dari Ni Made Suryati tahun 2008.

Pada bagian ceramah pembinaan bahasa Bali dijelaskan bahwa BB yang kita miliki dan warisi turun temurun penting sekali untuk dibina kehidupannya agar tumbuh, berkembang terus dan lestari sepanjang zaman. Pembinaan BB dilakukan oleh seluruh penutur bahasa Bali. Fokus pembinaan adalah: (1) dari kita semua, (2) oleh kita semua, dan (3) untuk kita semua. Dengan kata lain, tanggung jawab pembinaan bahasa Bali terletak dipundak kita bersama. Kewajiban pembinaan bahasa Bali juga dilakukan oleh stake holder yaitu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pembinaan BB dijamin oleh Undang-Undang dan berbagai peraturan seperti:

UUD 1945 (Amandemen) Bab xiii tentang Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 32 ayat 1.

(2) dan Bab XV tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan pasal 36.C.

UU Republik Indonesia No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang 2.

Negara, serta Lagu Kebangsaan: Bab III tentang Bahasa Negara, Pasal 42 ayat (1), (2) dan (3).

Permendagri No 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengembangan 3.

Bahasa Negara dan Bahasa Daerah.

Perda No 3 Tahun 1992 tentang Bahasa, Aksara dan Sastra Bali. 4.

Surat Keputusan Gubernur Bali No 179 Tahun 1995 dan Peraturan Gubernur Bali 5.

Tahun 2013.

Untuk materi pelestarian bahasa Bali disajikan bahwa bahasa Bali sebagai aset Kebudayaan Bali penting untuk dilestarikan yaitu dipertahankan, diselamatkan, dikembangkan serta dilindungi dari segala ancaman. Pelestarian BB dilakukan dengan cara: menggunakan atau memakai atau memungsikan sebagai alat komunikasi baik lisan maupun tulisan pada ranah-ranah kebudayaan, seperti rumah tangga; Lingkungan Banjar, Desa; Komunikasi melalui telepon, HP, dan lain sebagainya.; Agama; Adat; Lembaga tradisional maupun kedinasan; Pertanian; Pariwisata; Kesenian; Perdagangan; Sekolah; Kampus; Politik; dan lain sebagainya.

Sebelum sesi diskusi, sebagai penutup ceramah disertakan pula beberapa contoh pemakaian bahasa Bali yang rancu, dan sepintas terdengar maupun terlihat seperti kalimat

(5)

yang sudah benar, tetapi sesungguhnya masih terjadi kesalahan. Bentuk kesalahan yang terakhir ini paling banyak mewarnai bahasa Bali dewasa ini. Artinya sebuah kesalahan yang tidak dirasakan salah dan tetap bahasa tersebut dipakai oleh masyarakat. Kesalahan model ini disebut dengan salah kaprah.

Salah satu contoh (contoh yang lain lihat pada lampiran) pada kalimat, Jerone saking napi, napi tetujone rauh meriki? ‘Tuan dari mana, apa tujuannya dating ke mari? . Kalimat ini sepintas terlihat tidak ada kesalahan dan sudah umum dipakai oleh masyarakat Bali. Karena penutur tidak berani memakai kata saking dija ‘dari mana’ yang mana kata dija merupakan kata mider (kata yang hanya memiliki bentuk satu), dikira merupakan bentuk kasar. Oleh karena itu dipakai kata napi yang arti sesungguhnya adalah apa.

Setelah selesai ceramah, peserta diberi kesempatan untuk menyampaikan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Pancasari, Kabupaten Buleleng. Pada sesi ini, waktu benar-benar dimanfaatkan oleh peserta untuk menanyakan berbagai hal tentang bahasa Bali.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta cukup banyak, namun pada tulisan ini hanya disajikan empat buah, yaitu 1) mengapa penggunaan bahasa Bali dewasa ini kelihatannya berkurang karena anak-anak lebih suka menggunakan bahasa Indonesia?; 2) bagaimana sebenarnya cara untuk melestarikan bahasa Bali agar generasi muda mau berbahasa Bali, karena generasi muda mengatakan bahwa bahasa Bali tidak bisa digunakan mencari uang; 3) bagaimana cara berbahasa Bali yang baik dan benar sesuai dengan Anggah-ungghing Basa, mana sebenarnya bentuk yang benar karena pada saat menggunakan bahasa Bali sesuai anggah-ungguhing Basa sering adanya penggunaan kata yang berlebihan (redundansi), seperti pada saat pembukaan suatu acara orang sering mengatakan Ratu, Ida, dane, sane wangiang titiang, para sameton sane ....; 4) dari wakil guru bahasa Bali juga menanyakan penggunaan sufiks {-aN} dan {-in} karena menurut mereka dalam sebuah buku ajar ditemukan sebuah kalimat: Sesubane tamat SMP, tiang lakar nutugin masuk ka SMA.

Selain pertanyaan-pertanyaan peserta kami tanggapi satu persatu. Pertanyaan pertama intinya terletak pada orang tua. Jika dalam rumah tangga orang tua menggunakan bahasa Bali kepada anak-anaknya maka anak-anak akan berbahasa Bali dengan lingkungan yang patut menggunakan bahasa Bali. Umumnya ada beberapa hal yang menyebabkan pengalihan penggunaan bahasa Bali ke bahasa Indonesia, antara lain (1) ada indikasi para ibu-ibu gengsi menggunakan bahasa Bali, dikira dengan menggunakan bahasa Bali statusnya menjadi rendah; (2) ada kekhawatiran orang tua jika anaknya diajar bahasa Bali maka pada saat bersekolah tidak mampu berbahasa Indonesia; (3) perubahan status lawan bicara; (4) perubahan latar belakang seorang ibu dari masa mudanya ke latar belakang suaminya; lingkungan berbahasa Indonesia. Untuk permasalahan yang nomor 2) dijelaskan seperti apa yang dipaparkan pada materi, akan tetapi ditambahkan penanaman kedudukan dan pentingnya fungsi bahasa Bali, serta kami sarankan agar penggunaan bahasa Bali di kalangan anak-anak tidak dipaksakan mengikuti angga-ungguhing basa yang penting mereka mau berbahasa Bali. Di Samping itu karena Desa Pancasari merupakan desa yang termasuk multilinguial, kami sarankan agar jika berkomunikasi dengan selain suku Bali juga diusahakan menggunakan bahasa Bali. Biarkan mereka (suku luar Bali) yang beradaptasi menggunakan bahasa Bali, jangan kita menggunakan bahasa mereka agar bahasa Bali juga digunakan oleh pendatang. Pertanyaan nomor 3) kami tanggapi, sesungguhnya penggunaan bahasa tidak ada yang salah karena bahasa itu juga seni, walaupun kata ida sudah mewakili keseluruhan peserta yang termasuk tri

(6)

wangsa dan yang patut dihormati tetapi sering pembicara menggunakan kata ratu yang juga ditujukan untuk orang yang patut dihormati. Di samping itu, kalau dihubungkan dengan definisi bahasa, sepanjang penggunaan kata itu disepakati oleh penutur tidak ada salahnya. Namun jika ingin berbicara sesuai dengan aturan keefektipan penggunaan kata-kata, sebaiknya kata ratu tidak dibutuhkan. Kemudian permasalahan terakhir kami tanggapi bahwa sesungguhnya sufiks {-aN} dan {-in} secara baku dalam bahasa Bali memiliki fungsi dan makna yang berbeda. Secara dialektal penggunaan sufiks itu di daerah yang satu dengan daerah yang lainnya memiliki fungsi yang sama. Misalnya, secara baku penggunaan kedua sufiks itu di daerah Karangasem, Buleleng, dan Klungkung sangat berbeda. Sufiks {-aN} ‘-kan’ dalam bahasa Indonesia dan sufiks {-in} ‘-i’ dalam bahasa Indonesia, sedangkan di daerah Denpasar penggunaan kedua sufiks itu rancu. Jika benar kalimat yang diajukan oleh peserta itu ada dalam sebuah buku ajar, itu berarti penulis buku ajar kurang menguasai penggunaan kedua sufiks itu secara baku.

Setelah diskusi secara santai tetapi serius dalam kurun waktu satu setengah jam (90 menit) akhirnya kegiatan pengabdian selesai. Walaupun acara sudah ditutup tetapi peserta tetap berincang-bincang dengan kami hampir sampai satu jam.

Acara pengabdian ini dibuka oleh Sekretaris Desa Pancasari, Kabupaten Buleleng. Dalam penutupannya beliau sangat mengharapkan kegiatan serupa sering diselenggarakan lagi. Hal ini tentu melihat keseriusan serta responsif para peserta yang baik dan serius. Sesuai dengan amatan beliau yang memang mengikuti acara pengabdian ini dari awal sampai akhir.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan kegiatan pengabdian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa pengabdian pada masyarakat dengan materi Pembinaan dan Pelestarian Bahasa Bali dan Penggunaan Bahasa Bali yang Baik dan Benar yang lengkap memang sangat penting. Selama ini belum pernah diadakan kegiatan serupa menyasar pemakai yang langsung berkecimpung di dunia pendidikan dan pengajaran, masyarakat, serta adat.

Para peserta yang terdiri dari Guru Bahasa Bali, Muda-mudi, dan pemuka adat terlihat selama ini lebih sering menggunakan bahasa Bali lisan (nonbaku) di dalam pengajaran. Indikasinya ketika mengikuti pengabdian baru mereka menyadari kekeliruannya dan bahasa Bali memiliki sistem yang baku.

Mereka berharap kegiatan serupa lebih sering diadakan dan terus dilaksanakan. Mereka merasa kekurangan waktu untuk mengikuti acara pengabdian ini karena masih banyak hal yang terkait dengan bahasa Bali yang ingin didiskusikan termasuk sastra, dan aksaranya.

Saran

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat terkait dengan bahasa Bali seperti yang dilaksanakan di Desa pancasari sangat penting dilaksanakan demi tetap lestarinya bahasa Bali dan dalam dunia pendidikan dapat diajarkan bahasa Bali secara baik dan benar, begitu juga di masyarakat bahasa Bali dapat diterapkan sesuai dengan anggah-ungguhing Basa. Barangkali masih banyak guru bahasa Bali, muda-mudi, dan pemuka adat memerlukan pembinaan dan pelatihan, pelestarian, serta penggunaan anggah-ungguhing Basa Bali yang benar. Untuk itu kami harapkan Universitas Udayana melalui

(7)

LPPM dan bekerjasama dengan Program Studi Sastra Bali dapat mengakomodasikan keinginan masyarakat tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anom, I Gusti Ketut. Dkk. 2008. Kamus Bali-Indonesia Beraksara Latin dan Bali. Denpasar: Dinas Kebudayaan Kota Denpasar Bekerjasama dengan Badan Pembina Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali Provinsi Bali.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2011.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Jakarta.

Bagus, I Gusti Ngurah. 1975/1976. “Tingkat-Tingkat Bicara dalam Bahasa Bali”. Denpasar: Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Moeliono, Anton M. 1981. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.

Narayana, Ida Bagus Udara. 1984. “Tingkatan Anggah-Ungguhing Basa Bali “. Widya Pustaka. Th. I, Nomor 1. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Suwija, I Nyoman. 2008. Kamus Anggah-Ungguhing Basa Bali. Denpasar: Pelawa Sari.

Suryati, Ni Made. 2008. “Masalah Pemakaian Bahasa Bali Mider dan Bahasa Alus Mider: Sebuah Studi Kasus”, dalam Karaket Antuk Tresna Sebuah Persembahan kepada Guru. Denpasar: Jurusan Sastra Daerah dan Program Doktor (S3) Kajian Budaya Universitas Udayana. Hlm. 18-31. Tim Redaksi Pustaka Yustisia. 2008. Undang-Undang Dasar 1945. Yogyakarta: Pustaka Yustisia Tinggen, I Nengah. 1993. Tata Bahasa Bali Ringkes. Singaraja: Rhika.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah diadakan Koreksi Aritmatik terhadap panawaran yang masuk dari urutan Penawar Terendah ke - 1 ( Pertama ) s/d Penawar Urutan 13 ( Tiga Belas ) / terakhir pada saat

Berdasarkan analisis dan pembahasan diatas, penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang berbunyi “Model kooperatif tipe jigsaw lebih efektif

Ketika sistem dibuat dengan cepat, tanpa adanya metodologi pengembangan yang formal, pengajuan dan dokumentasi mungkin tidak dilakukan dengan memadai.Untuk membantu

Upaya peningkatan minat belajar dan prestasi belajar siswa melalui metode mendongeng dilaksanakan dengan langkah-langkah yakni (1) Pemilihan cerita yang sesuai dengan

Persepsi kepala sekolah terhadap pelaksanaan kurikulum 2013 yang terbukti dari hasil penelitian bahwa SMK Negeri 5 Surabaya sudah sangat siap dalam melaksanakan

Metode analisis yang digunakan adalah analisis jalur ( Path Analysis ) , denganhasil yang menunjukkan bahwa Internet Marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap

latihan tahanan ( resistance exercise ) ’. Alasan adanya penelitian ini a dalah untuk meningkatkan power lengan khususnya pada cabang olahraga bola voli. Tujuan dari

Pengawasan (controlling) merupakan bagian akhir dari fungsi pengelolaan/manajemen. Fungsi manajemen yang dikendalikan adalah perencanaan, pengorganisasian, penggerakan