• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH BMT DI TEGAL. Abdulloh Mubarok 1* Yuni Utami 1.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH BMT DI TEGAL. Abdulloh Mubarok 1* Yuni Utami 1."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN Print 2477-2836/ISSN Online 2528-6692

PENERAPAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH “BMT” DI TEGAL

Abdulloh Mubarok1*

Yuni Utami1 1FE UPS Tegal

*Email: mubarokfeups@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan sistem informasi akuntansi pada lembaga keuangan mikro syariah Baitul Maal Wa Tamwiil (BMT) yang ada di Tegal. Untuk mencapai tujuan tersebut dikumpulkan data dengan cara survei (kuesioner) terhadap 15 responden (BMT) yang ada di Tegal (convenience sampling). Analisis data dilakukan dengan meringkas dan mentabulasi jawaban untuk setiap pertanyaan dari seluruh responden dan mengelompokan dalam kelompok: informasi staturi (statutory), informasi anggaran (budget) dan informasi tambahan (additional). Tingkat penerapan dihitung dengan membandingkan hasil perhitungan dengan skor ideal. Hasil penelitian ini menyimpulkan secara umum BMT di Tegal telah menerapkan sistem informasi akuntansi secara baik. Dari unsur sistem informasi akuntansi yang diterapkan, yang tertinggi adalah unsur pencatatan modal. Hal ini berarti sebagian besar BMT telah meyelenggarakan pencatatan modal secara baik. Sedangkan unsur terendah yang diterapkan oleh BMT adalah penyusunan analisis laporan keuangan. Hal ini menunjukan bahwa penyusunan analisis ini kurang dipraktikan BMT di Tegal. Padahal analisis ini sangat penting karena analisis ini memberikan gambaran tentang kinerja keuangan BMT pada periode tertentu. Dengan analisis laporan keuangan, manajemen akan memahami keuangan BMT yang dikelolanya seperti likuiditas, aktivitas atau profitabilitas.

Kata Kunci: BMT, Sistem Informasi Akuntansi (SIA), Informasi Staturi (statury), informasi Anggaran

(budget), Informasi Tambahan (additional)

PENDAHULUAN

Pembiayaan oleh Lembaga Keuangan Mikro (LKM) mengalami perkembangan yang sangat pesat selama dua dasawarsa terakhir (Baskara, 2013). Hal ini berarti LKM sekarang ini menjadi alternatif akses permodalan yang diminati masyarakat disamping lembaga perbankan. Undang Undang No.1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro men-difinisikan LKM sebagai lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengem-bangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, penge-lolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan. Secara umum LKM di Indonesia terdiri pertama LKM berbentuk bank seperti BPR, BPR Syariah dan bank umum (konvensional atau syariah) yang menyalurkan kredit mikro atau mempunyai unit mikro. Kedua LKM berbentuk Koperasi seperti

Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit Simpan Pinjam (USP) dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS).

Ketiga LKM nonbank dan nonkoperasi, seperti

Badan Kredit Desa (BKD) dan Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP) (Baskara, 2013).

Salah satu LKM yang menerapkan prinsip syariah adalah KJKS Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Istilah BMT terdiri dari dua kata; baitul mal yang berarti rumah dana dan baituttamwil berarti rumah usaha (Podungge, 2014). BMT secara umum memiliki tiga bidang kegiatan, pertama, sebagai lembaga keuangan yang mengelola uang dengan pola dan akad layaknya perbankan syariah seperti bagi hasil, jual beli, ijarah, dan lain-lain. Kedua, sebagai lembaga yang bergerak dalam unit usaha sektor riil. Ketiga, bergerak dalam bidang sosial dengan cara mengelola dana yang bersumber dari zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf (Pekapontren,

(2)

2004). BMT dicanangkan pertama kali pada tahun 1992 oleh ICMI yang kemudian ditindaklanjuti secara operasional oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) (Mulyaningrum, 2009). Pada saat itu BMT lebih banyak berperan sebagai pengelola zakat, infaq dan shadaqah. Mulai tahun 1995 peran ini berubah menjadi gerakan pemberdayaan ekonomi untuk usaha kecil. Dewasa ini keberadaan BMT sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Populasi terbanyak berada di Pulau Jawa kemudian Sulewesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat (Baskara, 2013).

Seperti halnya UKM dan LKM lainnya, BMT juga memiliki beberapa permasalahan dan kelemahan. Permasahan dan kelemahan tersebut antara lain permasalahan kelembagaan, permasalahan sumber daya manusia, permasalahan tingkat kepercayaan dan pemahaman masyarakat terhadap BMT (Pratiwi dan Janah, 2015), permasalahan manajerial (Karsidi et al, 2011) dan permasalahan sistem informasi akuntansi (Hidayat, 2013; Sodikin, 2014; Naimah dan Ridwan, 2014). Terkait dengan permasalahan sistem informasi akuntansi, Hidayat (2013) dan Naimah dan Ridwan (2014) menemukan ketidaksesuaian pencatatan transaksi keuangan dengan ketentuan PSAK Syari‘ah 101. Sementara Sodikin (2014) menemukan adanya kelemahan pengendalian internal pada BMT yang dianalisisnya.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan dengan waktu, lokasi dan jenis responden yang berbeda. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan temuan empiris mengenai: penerapan sistem akuntansi pada lembaga keuangan mikro syariah “BMT” di Tegal.

TELAAH LITERATUR Sistem Informasi Akuntansi

Sistem Informasi Akuntansi (SIA) merupakan se buah sistem yang memproses data dan transaksi guna meng-hasilkan informasi yang bermanfaat untuk meren-canakan, megendalikan dan mengoperasikan bisnis (Krismiaji, 2002: 4). SIA dapat diselenggarkan secara manual, dengan teknologi komputer atau kombinasi keduannya (Krismiaji, 2002). Kegiatan SIA akan menghasilkan output berupa laporan keuangan yang akan menjadi bahan pengambilan keputusan bagi pihak intern perusahaan (manajemen) atau pihak ekstern (investor, kreditur, instansi pemerintah, dll)

(Musmini, 2013). Bagi UKM, SIA merupakan alat bagi manajemen (pemilik) untuk mengarahkan dan mengendalikan usaha serta mengelola organisasi secara menguntungkan sehingga kelangsungan hidup usaha terjamin (Budhijono dan Kristyowati, 2005).

Murniati (2002) dan Solovida (2010) membagi output SIA dalam tiga komponen, yaitu informasi statutori (statutory), informasi anggaran (budget), dan informmasi tambahan (additional). Informasi statutori merupakan informasi akuntansi yang harus disajikan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Contohnya adalah neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Terkait UKM, IAI telah menerbitkan SAK-ETAP yang mengatur jenis-jenis laporan keuangan apa saja yang harus disajikan UKM. Informasi anggaran merupakan data atau informasi yang berkaitan dengan perencanaan keuangan seperti anggaran penjualan, anggaran produksi, anggaran biaya produksi, anggaran kas dan lain-lain. Budget merupakan bagian informasi manajemen. Informasi ini menjamin operasi perusahaan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Disamping itu dapat menjadi standar prestasi untuk penilaian kinerja usaha. Informasi tambahan merupakan informasi untuk melengkapi informasi yang telah dibuat. Informasi tambahan menjadikan keputusan yang diambil menjadi semakin akurat dan tepat waktu. Contohnya adalah laporan biaya produksi, rasio keuangan, laporan sumber dan penggunaan modal kerja, daftar umur piutang, analisis break-even dan lain-lain.

Usaha Kecil Menengah (UKM)

Istilah UKM telah didefinisikan beberapa pihak antara lain Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pemerintah baik melalui UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil ataupun UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Pihak-pihak tersebut mendefinisikan UKM berdasarkan kriteria berbeda-beda seperti jumlah kekayaan, omset pen-jualan dan jumlah tenaga kerja. Menegkop dan UKM melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, misal-nya, menggolongkan suatu usaha sebagai Usaha Mikro apabila memiliki hasil penjualan tahunannya paling banyak Rp. 100.000.000. Usaha Kecil

(3)

apabila memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000 dan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dengan berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Usaha Menengah apabila memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) sampai Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar) dengan bentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, dan/atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi (Mubarok dan Faqihudin, 2011). BPS mendifinisikan UKM berdasarkan jumlah tenaga kerja, yaitu usaha kecil apabila memiliki jumlah tenaga kerja lima sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah apabila memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang (Bank Indonesia, 2011). UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mendefinisikan Usaha Mikro apabila suatu usaha memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Usaha Kecil apabila memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). Usaha Menengah apabila memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

Beberapa negara juga mendifinisikan UKM dengan kriteria yang berbeda-beda (Bank Indonesia, 2011). Ada yang mendefinisikan berdasarkan jumlah tenaga kerja seperti Maroko (kurang dari 200 orang), Brazil (kurang dari 100 orang), El Salvador (kurang dari empat orang untuk usaha mikro, antara lima hingga 49 orang untuk usaha kecil, dan antara 50 – 99 orang untuk usaha menengah) dan Kolombia (kurang dari 10 orang untuk usaha mikro, antara 10 – 50 orang untuk usaha kecil, dan antara 51 – 200 orang untuk usaha menengah). Ada yang mendasarkan pada nilai total penjualan per tahun, seperti Chile (kurang dari USD 2.400 untuk usaha mikro, USD 25.000 untuk usaha kecil, dan USD 1

juta untuk usaha menengah). Ada yang mendasarkan kombinasi dari berbagai tolok ukur seperti Afrika Selatan yang menggunakan kombinasi antara jumlah karyawan, pendapatan usaha, dan total aset. Peru dan Republik Dominika yang mendasarkan kombinasi jumlah karyawan dan tingkat penjualan per tahun. Costa Rica yang menggunakan sistem poin berdasarkan tenaga kerja, penjualan tahunan, dan total aset. Bolivia yang mendasarkan pada tenaga kerja, penjualan per tahun, dan besaran asset.

Penerapan Sistem Informasi Akuntansi di UKM

Mengacu pada definisi UKM sesuai KMK No. 316/ KMK.016/1994 secara umum LKM BMT masuk dalam golongan usaha kecil dan menengah. Hal ini dapat dilihat dari segi kelembagaan dan permodalan. Secara kelembagaan, bentuk badan usaha BMT adalah koperasi, sementara jumlah permodalannya masih pada kisaran kategori UKM.

Kajian penerapan SIA pada usaha kecil dan menengah telah banyak dilakukan. Budhijono dan Kristyowati (2005), misalnya, meneliti penerapan SIA pada usaha-usaha kecil di kota Salatiga. Hasil penelitian menyimpulkan secara umum pengusaha UKM telah mengetahui dan menggunakan catatan jurnal, kas, pembelian, penjualan, nota atau faktur, tetapi belum menggunakan catatan persediaan barang, perhitungan laba rugi serta perhitungan modal. Musmini (2013) menemukan masih adanya pen-catatan akuntansi yang masih sangat sederhana dan belum sistematis pada UKM yang ditelitinya (Rumah Makan Taliwang Singaraja). Astuti (2010) meneliti penerapan SIA pada UKM bidang jasa perbengkelan (bengkel “accesories goro profesional”) dan menemukan masih adanya pencatatan secara manual dan belum menyusun laporan keuangan. Prastika dan Purnomo (2014) menemukan rendahnya penerapan SIA di UMKM kota Pekalongan. Hasil penelitian Pinasti (2001) menyimpulkan bahwa para pedagang kecil di pasar tradisional Kabupaten Banyumas tidak menyelenggarakan dan tidak menggunakan informasi akuntansi dalam pengelolaan usahanya. Kesimpulan yang sama juga dijelaskan Bachtiar et al. (2014) terkait dengan UKM usaha Genteng Sokka di Wilayah Kabupaten Kebumen. Penelitian Anggraeni (2012) pada UKM Cireng Cageur Group menemukan bahwa secara umum UKM Cireng Cageur Group telah melakukan pencatatan mengenai kebutuhan biaya dan pendapatan, namun

(4)

belum dilakukan sesuai prinsip akuntansi yang baku sehingga masih sulit untuk menilai kinerjanya (laba atau rugi). Latifah (2007) menemukan bahwa Home industri kerajinan olahan berbasis kedelai Di Desa Beji Batu Jawa Timur masih menyelenggarakan proses pencatatan akuntansi secara sederhana yaitu hanya sebatas buku kas masuk, buku kas keluar dan laporan laba rugi. Hasil penelitian Solovida (2010) salah satunya menyimpulkan bahwa penerapan SIA, khususnya akuntansi manajemen, oleh UKM di Jawa Tengah secara umum masih rendah. Pengusaha UKM belum memperhatikan penggunaan sejumlah laporan akuntansi untuk manajemen seperti harga pokok pesanan, harga pokok proses, harga pokok variabel, harga pokok penuh, harga pokok standar dan lain-lain. Temuan berbeda dijelaskan Indralesmana dan Suaryana (2014). Mereka menemukan penerapan SIA secara baik pada UKM Kecamatan Nusa Penida, Bali.

Terkait SIA BMT, Hidayat (2013) menemukan produk atau jenis – jenis usaha yang tidak sesuai dengan PSAK Syari‘ah pada BMT Lisa Sejahtera. Pencatatan transaksi keuangan tampak berbeda dengan ketentuan yang ada pada PSAK Syari‘ah 101 yang meliputi Neraca, Laba Rugi, Arus Kas, Laporan Perubahan Equitas, Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebijakan dan Catatan atas Laporan Keuangan. Hal yang sama ditemukan oleh Naimah dan Ridwan (2014) terkait penelitian di BMT ‘X’ Kudus. Mereka menemukan tidak ada pemisahan antara kewajiban dengan Dana Syirkah Temporer (DST). Laporan keuangan BMT ‘X’ Kudus juga masih menggunakan istilah “Laporan Sumber dan Pengggunaan Dana ZIS” dan “Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan” yang dalam PSAK 10, istilah tersebut sudah tidak digunakan lagi. Sementara Sodikin (2014) menemukan adanya kelemahan pengendalian internal pada BMT yang dianalisisnya (BMT “QM Sejahtera Mandiri”). Yaitu masih dilakukan kerangkapan tugas yang ada dibagian teller, otorisasi dan wewenang dan sistem informasi dan komunikasi yang kurang memadai.

METODOLOGI PENELITIAN Data Penelitian

Data penelitian ini merupakan data primer berupa sistem informasi akuntansi. Dalam penelitian ini sistem informasi akuntansi merupakan laporan atau

informasi yang dibuat perusahaan dan dikelompokan dalam tiga kelompok: informasi staturi, informasi anggaran dan informasi tambahan. Informasi staturi merupakan informasi akuntansi yang harus disajikan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Informasi anggaran merupakan data atau informasi yang berkaitan dengan perencanaan keuangan. Informasi tambahan merupakan informasi untuk melengkapi informasi yang telah dibuat sebelumnya (informasi staturi dan informasi anggaran).

Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara. Pertama melalui observasi, yaitu dengan mengamati secara langsung pada lokasi penelitian. Kedua kuesioner, yaitu meminta jawaban (data) melalui instrumen angket/kuesioner tentang penerapan sistem informasi skuntansi.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh BMT yang ada di daerah Tegal. Dari jumlah BMT tersebut sebagian dipilih sebagai responden dan dijadikan sebagai sample penelitian. Sample dikumpulkan dengan teknik convenience (convenience sampling), yaitu dengan mengumpulkan BMT-BMT di daerah Tegal yang mampu ditemui dan dijangkau peneliti. Teknik ini dipilih dengan pertimbangan bahwa wilayah kabupaten Tegal cukup luas dan tidak diketahuinya jumlah dan alamat BMT yang ada di daerah Tegal.

Analisis Data

Jawaban untuk setiap pertanyaan dari seluruh res-ponden akan diringkas dan ditabulasi dalam kelom-pok sebagai berikut: informasi staturi (statutory), informasi anggaran (budget) dan informasi tambahan (additional). Untuk mengetahui seberapa baik tingkat penerapan sistem akuntansi, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) menghitung nilai total untuk seluruh jawaban responden. b) menghitung nilai total tertinggi (ideal) seluruh ja-waban responden yang seharusnya (ST/I). c) mem-proporsikan (membandingkan) nilai total untuk seluruh jawaban responden terhadap total skor ideal. d) Hasil proporsi ini kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria interpretasi skor sebagai berikut (Riduwan dan Akdon, 2008):

(5)

PEMBAHASAN Deskripsi Responden

Dari proses pengumpulan data, dihasilkan 15 BMT sebagai responden penelitian. BMT-BMT tersebut antara lain.

Tabel 2 Nama-Nama BMT

No. Nama BMT

1. BMT Bina Umat Sejahtera 2. BMT Arta Surya 3. BMT MWC NU Dukuhturi 4. BMT DRI Muamalat 5. BTM Nurul Umah 6. BMT SM PC NU Kab. Tegal 7. BMT PC NU Kab. Tegal 8. BMT SM NU Alamanah

9. BMT Syirkah Muawanah Kajen 10. BMT Syirkah Muawanah Tegal 11. BMT Al Maarif

12. BMT SM MWC NU Adiwerna 13. BMT Bina Insan Sejahtera 14. BMT Bina Umat Mandiri 15. BMT Al Multazam Tabel 1 Tabel Klasifikasi Nilai ( %) Klasifikasi 80 - 100 Sangat baik 60 – 80 Baik 40 – 60 Sedang 20 – 40 Buruk < 20 Sangat buruk

Responden tersebut dapat dijelaskan berdasar-kan jenis kelamin pengelolanya, pendidiberdasar-kan terakhir pengelolanya, masa kerja pengelolanya, jumlah karyawan dan modal yang dimilikinya. Berdasarkan jenis kelamin pengelolanya, pengelola BMT lebih didominasi laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari komposisi laki-laki dan perempuan, masing-masing 73,33 % dan 26,67%. Berdasarkan pendidikan

terakhir pengelolanya, terlihat bahwa kebanyakan pengelola BMT berpendidikan sarjana (66,67%), kemudian SMA (20%) dan Diploma (13,33%). Berdasarkan masa kerjanya, pengelola BMT telah mengelola usahanya antara 0 sampai 5 tahun. Hanya 3 BMT yang pengelolanya telah bekerja lebih dari 10 tahun. Berdasarkan jumlah karyawannya, secara umum karyawan BMT yang menjadi responden

(6)

penelitian berjumlah antara 5 sampai 19 orang (66,67%) hanya 4 BMT yang karyawanya lebih dari 19 orang dan 1 BMT yang karyawannya berjumlah 1-4 orang (6.67%). Berdasarkan modal usahanya, secara umum BMT yang menjadi responden penelitian memiliki modal usaha kurang dari Rp. 100 juta (46,67%) dan lebih dari Rp. 200 juta (46,67%),

hanya 1 BMT (6,67%) yang modalnya antara Rp. 100 juta s/d Rp. 200 juta

Tingkat Penerapan Sistem Informasi Akuntansi

Ringkasan jawaban responden terhadap tingkat pe-nerapan sistem akuntansi dapat digambarkan dalam tabel 3 berikut ini

Tabel 3

Ringkasan Jawaban Responden

No. Sistem Informasi Akuntansi Skor Penerapan Tingkat Penerapan (%)

1. Pencatatan transaksi 70 93

2. Penyelenggaraan buku kas 69 92

3. Pembuatan dokumen 72 96

4. Penyelenggaraan buku piutang 67 89

5. Penyelenggaraan buku utang 69 92

6. Pembuatan SOP pengajuan kredit 67 89

7. Pecatatan gaji 63 84

8. Frekuensi pemeriksaan kas 66 88

9. Pencatatan laporan laba rugi 72 96

10. Pencatatan modal 68 90

11. Penyusunan laporan keuangan 71 95

12. Penyusunan anggaran kas 66 88

13. Penyusunan anggaran biaya 61 81

14. Pelaksanaan analisis keuangan 59 79

15. Penyusunan laporan sumber dan penggunaan dana 64 85

16. Penyusunan analisis piutang 68 86

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa secara umum BMT di Tegal telah menerapkan sistem akuntansi secara baik. Hal ini terlihat dari skor setiap unsur sistem akuntansi yang tinggi (di atas 70%). Dari unsur sistem akuntansi yang diterapkan, yang tertinggi adalah unsur pencatatan modal. Sebagian besar BMT telah meyelenggarakan pencatatan modal secara baik. Sedangkan unsur terendah yang diterapkan oleh BMT adalah penyusunan analisis laporan keuangan (79%). Hal ini menunjukan bahwa penyusunan analisis ini kurang dipraktikan BMT di

Tegal. Padahal analisis ini sangat penting karena analisis ini memberikan gambaran tentang kinerja keuangan BMT pada periode tertentu. Dengan analisis laporan keuangan, manajemen BMT akan memahami keuangan BMT yang dikelolanya seperti likuiditasnya, aktivitasnya atau profitabilitasnya.

Apabila ringkasan jawaban responden dalam tabel 1 diklasifikasikan dalam informasi staturi, infor masi anggaran dan informasi tambahan akan tampak sebagai berikut:

(7)

Tabel 4

Ringkasan Jawaban Responden berdasarkan klasifikasi informasi staturi, informasi anggaran dan informasi tambahan

No. Sistem Informasi Akuntansi Skor Penerapan Tingkat Penerapan (%)

1. Informasi Staturi 69 92

2. Informasi Anggaran 65 87

3. Informasi Tambahan 64 85

Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa komponen informasi tambahan memiliki tingkatan yang lebih rendah dibandingkan informasi staturi dan informasi anggaran. Hal ini menunjukan bahwa penyelenggaran laporan atau informasi tambahan yang dilakukan oleh BMT di Tegal masih perlu ditingkat karena laporan ini akan melengkapi laporan keuangan yang wajib diselenggarakan BMT. Dengan laporan tambahan ini manajemen akan mendapatkan gambaran keuangan BMT secara lengkap, utuh dan menyeluruh.

KESIMPULAN

Secara umum BMT di Tegal telah menerapkan sistem akuntansi secara baik. Dari unsur sistem informasi akuntansi yang diterapkan, yang tertinggi adalah unsur pencatatan modal. Hal ini berarti sebagian besar BMT telah meyelenggarakan pencatatan modal secara baik. Sedangkan unsur terendah yang diterapkan oleh BMT adalah penyusunan analisis laporan keuangan. Hal ini menunjukan bahwa penyusunan analisis ini kurang dipraktikan BMT di Tegal. Padahal analisis ini sangat penting karena analisis ini memberikan gambaran tentang kinerja keuangan BMT pada periode tertentu. Dengan analisis laporan keuangan, manajemen akan memahami keuangan BMT yang dikelolanya seperti likuiditasnya, aktivitasnya atau profitabilitasnya.

BMT sebagai salah satu lembaga keuangan mikro sudah selayaknya menerapkan sistem administrasi yang baik. BMT perlu memberikan pelayanan dan melakukan pembenahan administrasi dalam segala hal untuk memuaskan pelanggan. Hal ini karena lembaga ini bergerak dalam jasa keuangan yang menge depankan kepercayaan. Terkait pembenahan administrasi, BMT dapat melakukan dengan me-nerapkan sistem informasi akuntansi yang baik, lengkap dan menyeluruh. Yaitu menyajikan infor-masi staturi (statutory), inforinfor-masi anggaran (budget) dan informasi tambahan (additional).

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, I. (2012). Penerapan Sistem Akuntansi

Sederhana pada UKM Cireng Cageur Group Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Astuti, D. S. P. (2010). Perlunya Penerapan Sistem Akuntansi pada Usaha Kecil Menengah. Jurnal

Ekonomi dan Kewirausahaan, 10(2), 152-163.

Bachtiar, D. I., Atmoko, A. D., dan Priyanti, T. S. (2014). Implementasi Sistem Informasi Akuntansi bagi Usaha Kecil dan Menengah dalam Meningkatkan Akuntabilitas Laporan Keuangan. Jurnal Ekonomi dan Teknik

Informatika, 2(1), 59-67.

Bank Indonesia. (2011). Kajian Akademik Kelayakan

Pendirian Pemeringkat Kredit Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia,

1-138.

Baskara, I. G. K. (2013). Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, 18(2), 114-125.

Budhijono, F. & Kristyowati. (2005). Sistem Informasi Akuntansi pada Usaha Kecil.

Akuntabilitas, 5(1), 47-60.

Indralesmana, K.W. & Suaryana, I.G.N.A. (2014). Pengaruh Penerapan Sistem Informasi Akuntansi terhadap Kinerja Individu pada Usaha Kecil dan Menengah di Nusa Penida.

E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 8.1,

hlm. 14-26

Hidayat, S. (2013). Penerapan Akuntansi Syariah pada BMT LISA Sejahtera Jepara. Jurnal

Dinamika Ekonomi & Bisnis, 10 (2), 167-179.

Karsidi, Rahab & Mustofa, R.M. (2011). Strategi Peningkatan Profesionalisme Praktisi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di Kabupaten Banyumas. PERFORMANCE, 14(2), 13-34.

(8)

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/ KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara

Krismiaji. (2002). Sistem Informasi Akuntansi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN

Latifah, S.W. (2007). Penerapan Sistem Pemasaran Terpadu dan Sistem Informasi Akuntansi pada Sentra Industri Pengolahan Berbasis Kedelai.

Jurnal DEDIKASI Vol. 4, hlm. 1-11.

Mubarok, A. & Faqihudin, M. (2011). Pengelolaan

Keuangan untuk Usaha Kecil dan Menengah.

Yogyakarta: Suluh Media.

Mulyaningrum. Baitul maal wat Tamwil (BMT): Peluang dan Tantangan dalam Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Seminar

on Islamic Finance. Theme: Opportunity and Challenge on Islamic Finance. Bakrie School of Management (BSM) & Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) January 6, 2009.

Murniati. (2002). Investigasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyiapan dan Penggunaan informasi akuntansi Perusahaan Kecil dan Menengah, Simposium Nasional Akuntansi 5. Musmini, L.S. (2013). Sistem Informasi Akuntansi

untuk Menunjang Pemberdayaan Pengelolaan Usaha Kecil (Studi Kasus Pada Rumah Makan Taliwang Singaraja) Vokasi Jurnal Riset

Akuntansi. 2(1), 62-81.

Naimah, U.F. & Ridwan, M. (2014). Analisis Implementasi Akuntansi Syariah di BMT “X” Kudus. Iqtishadia, 7(1), 59-84.

Pekapontren, T. (2004). Potensi Ekonomi Pondok Pesantren di Indonesia. Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Departemen Agama RI. http://journal.iaingorontalo.ac.id/ index.php/am

Pinasti, M. (2001). Penggunaan Informasi Akuntansi dalam Pengelolaan Usaha Para Pedagang Kecil di Pasar Tradisional Kabupaten Banyumas.

Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi, 3(1), .

Prastika, N.E. & Purnomo, D.E. (2014). Pengaruh Sistem Informasi Akuntansi terhadap Kinerja Perusahaan pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Pekalongan.

Jurnal LITBANG Kota Pekalongan, 74-102.

Pratiwi, E.K. & Janah, N. (2015). Inventarisasi Permasalahan Industri Keuangan Mikro Syariah (Studi pada BMT-BMT di Kota dan Kabupaten Magelang). Cakrawala. 10(1), 1-22.

Podungge, R. (2014). Potensi BMT (Baitul Mal Wattamwil) Pesantren Guna Menggerakkan Ekonomi Syari’ah di Masyarakat. Jurnal

Al-Mizan, 10(1), 48-68.

Republik Indonesia. Undang Undang No.1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Riduwan & Akdon. (2008). Rumus dan Data dalam

Analisis Statistika. Alfabeta. Bandung

Sodikin, M. (2014). Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Penerimaan Kas pada BMT QM Sejahtera Mandiri. Prosiding

Seminar Ilmiah Nasional Komputer dan Sistem Intelijen (KOMMIT 2014), 303-310.

Solovida, G.T. (2010). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyiapan dan Penggunaan Informasi Akuntansi pada Perusahaan Kecil dan Menengah di Jawa Tengah. Jurnal Prestasi. 6(1), 70-100.

Gambar

Tabel 2 Nama-Nama BMT

Referensi

Dokumen terkait

jika kedua ha1 cersebut tidak ada, misalnya karena paru atau dada terkompresi (seperti pada hernia diafragma atau oligohidramnion) , atau jika per napasan janin

Simpanan Idul Qurban tersebut telah dibagikan kepada para anggota yang menyimpan untuk digunakan berqurban pada bulan November 2009 sebesar Rp13.200.000.. Layanan

Dalam bidang analisis sebagai pereaksi untuk estimasi asam empedu (Gorecka D., 2002). Sementara di Indonesia, permintaan furfural diprediksikan akan terus meningkat

Berkas adm tenaga honorer berupa data base digunakan untuk penyusunan kebijakan Pemerintah Pusat oleh BKN dan Kemenpan RB, data nya dapat dilihat oleh pemohon

Guna menumpas pemberontakan tersebut maka pemerintah membentuk pasukan baru yang disebut Banteng Raiders dengan operasinya yang disebut Gerakan Benteng Negara (GBN).. Pada

Pengadaan Jasa konsultansi IAIN Palangka Raya mengundang Bapak/Ibu Direktur sebagaimana tersebut di atas untuk melakukan pembuktian kualifikasi dengan melihat

  jalur lur bio biosin sintes tesis is yan yang g mel meliba ibatka tkan n int interm ermedi ediet et suk suksin sinilat ilate e ata atau u jal jalur ur var varias