• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deliniasi Wilayah Amblesan Semburan Lumpur Sidoarjo Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Korelasi Geokimia pada Sistem Vulkanik Kuarter Sekitarnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Deliniasi Wilayah Amblesan Semburan Lumpur Sidoarjo Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Korelasi Geokimia pada Sistem Vulkanik Kuarter Sekitarnya"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Deliniasi Wilayah Amblesan Semburan Lumpur Sidoarjo

Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Korelasi Geokimia pada

Sistem Vulkanik Kuarter Sekitarnya

1Panji Ridwan dan 1M. Jihad Abdurahman

1Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jalan Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor,

Sumedang, 45363, Jawa Barat Panjiridwan91@gmail.com

Abstrak

Dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat adanya semburan lumpur di Porong, Sidorajo sejak tanggal 29 Mei 2006 tidak dimungkiri telah menggenangi daerah seluas 5 km2 mencakup tiga kecamatan: Porong, Tanggulangin, dan Jabon hingga menimbulkan kerusakan infrastruktur dan pengurangan daya dukung lahan akibat amblesan yang terbentuk. Studi ini bertujuan untuk mendeliniasi pola amblesan yang terbentuk berdasarkan data peginderaan jauh serta geomikia dari semburan lumpur. Data penginderaan jauh yang dianalisis diperoleh dari hasil monitoring GPS dan interferogram Pusat Lingkungan Geologi (2008) yang dikorelasikan dengan hasil studi kimia unsur lumpur PSDG (2007). Hasil analisis data menunjukkan bahwa pola amblesan berbentuk elips memanjang berarah utara─selatan dengan luas 6,3 km2 mencakup Kecamatan Tanggulangin (Desa

Kedungbendo), Kecamatan Porong (Desa Siring, Desa Jatirejo, Desa Mindi, dan Desa Renokenongo), serta Kecamatan Jabon (Desa Pejarakan dan Desa Besuki). Kecepatan amblesan yang termonitor adalah diperkirakan sebesar 2 cm/hari. Hasil korelasi geokimia semburan lumpur panas memprediksi adanya pengaruh hidrotermal pada suhu sekitar 100 C yang bersumber dari sistem vulkanik kuarter sekitarnya: Gunung Penanggungan dan Gunung Arjuno, sehingga pola amblesan yang terbentuk cenderung mengkuti jalur vulkanisme sekitarnya.

Kata kunci: amblesan, geokimia, penginderaan jauh, Sidorajo, vulkanik

A. Pendahuluan

Lokasi semburan Lumpur Sidoarjo, Terletak di Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo Semburan lumpur panas di Sidoarjo merupakan fenomena geologi yang menarik dan menjadi perhatian tidak saja para ahli dari dalam negeri namun juga dari luar negeri. Awal semburan terjadi di sekitar Sumur Banjar Panji 1 (BJP-1), dengan debit 5.000 m3/hari. Lubang semburan terjadi di beberapa tempat, sebelum akhirnya menjadi satu lubang yang dari waktu ke waktu menyemburkan lumpur panas dengan

volume yang terus meningkat. Pada bulan Mei-Agustus 2006 debit lumpur telah mencapai 126.000 m3/hari (Suprapto dkk, 2007).

Fenomena luapan lumpur panas Sidoarjo telah memicu banyak pakar untuk membuat telaah dan hipotesis tentang mekanisme keterjadiannya, termasuk aspek di luar geologi perminyakan yang ikut menyertai dalam mekanisme terjadinya lumpur panas. Suhu lumpur yang panas, semula dianggap hanya pengaruh faktor gradien geotermis. Akan tetapi dengan tingginya suhu mendekati

(2)

100oC memberikan alternatif lain di luar aspek gradien panas bumi yang ikut mempengaruhi suhu lumpur (suprapto dkk, 2007). Meskipun titik semburan berada pada lingkungan geologi berupa cekungan sedimenter, akan tetapi mengingat Pulau Jawa berada pada busur volkanik, pengaruh magmatik sangat mungkin ikut menyertai mekanisme munculnya lumpur panas. Hal ini didukung dengan adanya batuan gunung api Kuarter yang terdapat sekitar dua kilometer di selatan pusat semburan, dan dijumpai juga adanya aktivitas gunung api .

Berdasarkan uraian di atas, tujuan kajian ini adalah untuk menganalisis korelasi pola amblesan yang terjadi di daerah semburan utama berdasarkan data peginderaan jauh dengan data geomikia semburan lumpur tersebut, sehingga dapat dilakukan deliniasi pola keterbentukan amblesan dengan system vulkanik Kuarter sekitarnya (fokus pada sistem vulkanik Gunung Penanggungan dan Gunung Arjuno).

B. Geologi Daerah Kajian

Semburan utama terletak pada ujung lembah datar sekitar 20 km dari pantai dengan ketinggian sekitar 3 m di atas permukaan laut (dpl). Lembah tersebut mempunyai ketinggian 1 - 2 m dpl diapit oleh Sungai Balongati dan Sungai Porong yang memanjang ke arah timur sampai ke laut dengan kemiringan sangat landai (0,015%).

Ujung lembah tersebut sedikit membelok ke timur laut karena terhalang oleh delta yang dibentuk oleh Sungai Porong daerah sekitar amblesan adalah dataran aluvium yang merupakan delta dikenal sebagai Delta Bran-tas, yang secara stratigrafis oleh Kadar dkk. (2007), diuraikan sebagai berikut (Lampiran 1): perselingan antara pasir dengan serpih setebal ± 848 m (2.782,2 kaki) yang

dikorelasikan dengan Formasi Pucangan. Di bagian tengah berupa lempung abu-abu kebiruan Formasi Kalibeng Atas setebal 1.285 m (4.215,9 kaki). Di bawah Formasi Kalibeng didapatkan pasir vulkanik abu-abu tua berbutir sedang sampai kasar, dengan tebal lebih dari 944 m ( > 3.097,1 kaki) (Sudarsono dkk, 2007).

Menurut Suprapto dkk (2007), secara fisiografis daerah kegiatan termasuk ke dalam Zona Randublatung yang merupakan zona sempit memanjang sekitar 250 km dan lebar 10 km dari Semarang sampai Surabaya. Secara struktur bawah permukaan Zona Randublatung diindikasikan sebagai triangle zone, sebuah zona segitiga yang diapit zona-zona sesar yang saling berlawanan kemiringan dan arahnya. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Zona Randublatung merupakan wilayah pertemuan dua buah zone besar yakni Zona Rembang dan Zona Kendeng. Zona Rembang merupakan daerah paparan dan slope yang dicirikan dengan dominasi sesar naik yang mengarah (vergency) ke selatan. Zona Kendeng merupakan slope dan bathyal dengan dominasi sesar naik ke arah utara. Di daerah pertemuan tersebut terbentuk sebuah zona sangat sempit, memanjang, dan sangat dalam yang disebut Zona Randublatung.

Pada Oligo-Miosen zona ini secara isostatik tenggelam untuk mengkompensasi pengangkatan di kedua zona pengapitnya dan menjadi dapur yang baik untuk terakumulasinya hidrokarbon selama ada suplai sedimen yang kaya organik dan diendapkan di dalamnya. Subsided triangle zone memberikan implikasi terhadap pematangan batuan induk dan adanya subthrust structure di bawah zona sesar naik menjadi perangkap yang baik, sedangkan reservoir akan tergantung kepada adanya sedimen berkualitas reservoir dari lingkungan

(3)

yang lebih dangkal. Batupasir kuarsa Formasi Kerek dan Merawu yang berumur Miosen Tengah dan sedimen debris kuarsaan dari Formasi Ngrayong berumur Miosen Tengah yang diendapkan ke Zona Randublatung dan Kendeng, sumbernya banyak mengandung serpih napalan dan sedimen calcareous lainnya (Suprapto dkk, 2007).

C. Metode

Data penginderaan jauh yang digunakan dalam kajian ini bersumber dari hasil monitoring dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) dan interferogram dari Pusat Lingkungan Geologi (2007). Analisis interferogram dilakukan berdasarkan data PALSAR (Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar) dengan latar belakang ASTER (Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer) L3A. PLG (2007) melakukan pengamatan selama 46 hari (4 Oktober 2006 sampai 19 November 2006). Hasil analisis interferogram tersebut kemudian digambarkan dalam peta topografi.

Data geokimia Lumpur Sidoarjo yang digunakan dalam kajian ini bersumber dari Pusat Sumber Daya Geologi (2007). Pengambilan sampel lumpur dilakukan di antara tanggal 28 Maret 2007 dan 11 Mei 2007. Sampel lumpur diambil pada lokasi di sekitar tanggul. Fluida yang diambil memiliki suhu 100˚C yang potensial melarutkan unsur-unsur logam Cu, Pb, Zn, Mn, Ag, Fe, Cd, As, Sb, Au, dan Se. Pada setiap lokasi diambil satu conto.

Hipotesis yang dikumukakan bawa ada korelasi antara pola amblesan dari data penginderaan jauh terhadap geokimia Lumpur Sidoarjo yang dipengengaruhi adanya sistem hidrotermal dari Gunung Penanggungan dan Gunung Arjuno.

D. Hasil dan Pembahasan

D. 1 Analisis Data Penginderaan Jauh

Berdasarkan analisis data GPS, terlihat keterjadian gerakan vertikal dan horizontal yang besar dan arahnya bervariasi. Akan tetapi secara umum, gerakan horizontal memusat ke arah semburan utama. Besarnya gerakan tersebut selama pengamatan 122 hari di dekat semburan utama adalah sebesar 76,2 cm untuk gerakan horizontal dan 225,8 cm untuk gerakan vertikal. Apabila diambil rata-rata maka gerakan horizontal sebesar 0,6 cm/hari dan gerakan vertikal sekitar 1,85 cm/hari (Lampiran 2).

Hasil analisis interferogram menggunakan data PALSAR menunjukkan bahwa di sekitar semburan utama terdapat gejala amblesan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa telah terjadi amblesan sebesar 90 cm atau sekitar 1,96 cm/hari dan berbentuk elips dengan luas 5,2 km2. Hasil analisis interferogram tersebut kemudian digambarkan dalam peta topografi seperti terlihat dalam (Lampiran 3).

Inventarisasi kerusakan-kerusakan berupa pe-cahnya saluran air minum, rel kereta api melengkung dan retakan-retakan di permukaan tanah (Lampiran 4), menunjukkan telah terjadi amblesan dengan pola arah sebagai berikut: di Desa Renokenongo di bagian timur genangan mempunyai arah utara - selatan (N50E) dan di Desa Siring di bagian barat ditunjukkan oleh kelurusan bual berarah utara-selatan (N180E), dan di dekat semburan utama kelurusan bual berarah timur - barat (N295E). Dari pola lokasi kerusakan-kerusakan, terlihat bahwa kerusakan terjadi di sekitar daerah genangan, terutama di bagian barat dan timur genangan (Lampiran 4).

Dengan memadukan hasil pengamatan dengan GPS dan hasil analisis interferogram, serta kerusakan-kerusakan yang terjadi

(4)

disimpulkan bahwa daerah rentan terhadap amblesan akan mencakup seluas 6,3 km2 meliputi Kecamatan Tanggulangin: Desa Kedungbendo, Kecamatan Porong: Desa Siring, Desa Jatirejo, Desa Mindi, dan Desa Renokenongo, serta Kecamatan Jabon: Desa Pejarakan dan Desa Besuki (Lampiran 4).

D. 2 Analisis Data Geokimia

Menurut Pusat Sumber Daya Geologi, fluida geotermal bersifat asam, potensial melarutkan unsur logam, sehingga kandungan unsur pada lumpur akan terpengaruh. Suhu dengan kisaran mendekati 100oC merupakan

zona epitermal yang umumnya merupakan zona dijumpainya Cu, Pb, Zn, Mn, Fe, Cd, As, Sb, Au, Ag, Hg, dan Se (Lampiran 5).

Fluida panas bumi berasal dari cairan sisa magma, dapat juga dari air tanah yang terkonduksi panas magmatik, atau percampuran keduanya. Karakteristik fluida geotermal tidak selalu konstan, dapat berubah-ubah tergantung aktivitas magmatik itu sendiri serta siklus geohidrologi pada zona di sekitarnya. Hasil pengukuran pH di lapangan menunjukan lumpur bersifat basa dengan kisaran nilai pH 8-9. Hasil analisis kimia diperoleh perbandingan antara harga kisaran kandungan logam dalam lumpur dan kandungan rata-rata unsur logam dalam batulempung pada kerak bumi terdapat nilai sedikit lebih tinggi untuk beberapa unsur.

Sebaran Unsur Logam hasil analisis statistik terhadap kandungan unsur diperoleh kandungan rata-rata beberapa unsur umumnya di atas rata-rata kandungan unsur yang umum pada batu lempung. Rata-rata kandungan unsur agak tinggi tersebut terdiri dari Pb, Zn, Mn, Ag, Cd, Sb, Au, Se dan Hg (Lampiran 6).

Pola sebaran unsur menunjukkan peninggian harga Ag di sekitar pusat

semburan. Kandungan As di bawah harga rata-rata kandungan As umumnya pada batulempung, namun pola sebaran unsur menunjukkan harga yang relative meninggi ke arah sekitar pusat semburan. Pola peninggian As di sekitar pusat semburan menunjukkan kemungkinan bahwa terdapat dispersi nilai As yang bersumber dari semburan lumpur. Rata-rata kadar Au relatif lebih tinggi dibandingkan rata-rata umumnya pada batulempung. Sebaran Au pada dekat pusat semburan mempunyai nilai rendah. Akan tetapi sedikit ke arah utara pusat semburan terdapat pola peninggian nilai Au.

Pola tersebut kurang memberikan gambaran asal dispersi dari Au. Namun kemungkinan besar peninggian tersebut terdispersi dari dari pusat semburan, hal ini mengingat kuantitas Au secara keseluruhan cukup besar maka apabila sebagai akibat kontaminasi dari lingkungan sekitarnya sangat kecil kemungkinannya. Endapan lumpur di Desa Siring dan Kedung Bendo yang terendapkan relatif lebih awal mempunyai pola kandungan Au lebih tinggi dibandingkan pola sebaran kandungan Au di dekat pusat semburan yang merupakan endapan luapan lumpur lebih belakangan, hal ini kemungkinan sebagai akibat fluktuasi kandungan Au pada lumpur yang keluar (Lampiran 6).

D. 3 Korelasi Data Penginderaan Jauh dan Geokimia

Semburan lumpur dengan suhu yang cukup tinggi yaitu sekitar 100oC telah menimbulkan dugaan atau hipotesis akan adanya sistim geotermal hasil proses magmatik yang ikut mempengaruhi suhulumpur yang keluar. Keterlibatan sistem geothermal tentu saja akan memberikan pengaruh tidak hanya pada efek naiknya suhu,

(5)

akan tetapi fluida yang dihasilkan mempunyai sifat melarutkan unsur-unsur logam, sehingga apabila ikut terbawa keluar bersama lumpur akan mempengaruhi kandungan unsur logam pada endapan lumpur.

Peninggian kandungan beberapa jenis unsur yang umum terlarut pada fluida geothermal memperkuat dugaan akan adanya aktivitas geothermal yang ikut mempengaruhi keterjadian lumpur panas. Unsur yang terbawa fluida geotermal yang keluar bersama semburan lumpur akan berpotensi terakumulasi pada daerah aliran lumpur. Oleh karena itu pemantauan terhadap perubahan kandungan unsur tersebut secara periodik dalam kurun waktu tertentu sangat diperlukan untuk mendapatkan gambaran pola sebaran secara lebih lengkap.

Berdasarkan analisis data GPS, terlihat keterjadian gerakan vertikal dan horizontal yang besar dan arahnya bervariasi. Akan tetapi secara umum, gerakan horizontal memusat ke arah semburan utama. Besarnya gerakan tersebut selama pengamatan 122 hari di dekat semburan utama adalah sebesar 76,2 cm untuk gerakan horizontal dan 225,8 cm untuk gerakan vertikal. Apabila diambil rata-rata maka gerakan horizontal sebesar 0,6 cm/hari dan gerakan vertikal sekitar 1,85 cm/hari (Lampiran 2).

Berdasarkan data penginderaan jauh yang dianalisis dan diperoleh dari hasil monitoring GPS dan interferogram Pusat Lingkungan Geologi (2008) dan sebaran unsur geokimia, terdapat kesamaan unsur unsur kimia antara semburan lumpur dari sumber utama dengan proses hidrotermal yang ada di gunung api terdekat (Gunung Pananggungan dan Gunung Arjuno), hal ini mengindikasikan adanya jalur hidrotermal dari gunung api menuju daerah sumber utama, didukung dengan data pola amblesan dari sumber utama yang menuju

arah utara-selatan mengarah ke Gunung Pananggungan dan Gunung Arjuno.

E. Simpulan

Dari data yang diperoleh terdapat korelasi antara sumber utama lumpur dengan sistem hidrotermal dari gunung api terdekat, terbukti adanya kesamaan unsur unsur kimia yang terdapat dalam lumpur Sidoarjo dengan sistem hidrotermal yang ada di gunung Pananggungan dan Gunung Arjuno, didukung dengan pola amblesan dari sumber utama yang menuju arah utara selatan.

G. Daftar Pustaka

Kadar, dkk., 2007. Biostratigrafi sumur Banjarpanji 1, daerah Porong, Kabupaten Sidoarjo

Sudarsono, U. dan Sudjarwo, I. B., 2007. Aspek geologi teknik lumpur Sidoarjo, Jawa Timur (dalam persiapan terbit di Buletin Geologi Tata Lingkungan). Suprapto,J.S, Gunradi R., dan Ramli,Y,R.,

2007. Geokimia Sebaran Unsur Logam Pada Endapan Lumpur Lapindo. Pusat Sumber Daya Geologi

Abidin, H.Z., Kusuma, M.A., Sumintadiredja, P., Purwaman, I., Andreas, H., and Gamal, M., 2007. GPS-Based monitoring of subsidence phenomenon in the mud extrusion areas, Sidoarjo, East Java. Makalah dipresentasikan dalam The International Geological Workshop of Sidoarjo Mud Volcano, Jakarta 20-21 February 2007.

Deguchi, T., Maruyama, J., and Kobayashi, C., 2007. Monitoring of deformation caused by development of oil and gas

(6)

field using PALSAR and ASTER data. Makalah dipresentasikan dalam The International Geological Workshop of

Sidoarjo Mud Volcano, Jakarta 20-21 February 2007.

Panteleyev, A., 1990. A Canadian Cordilleran Model for Epithermal Gold-Silver Deposits. Di dalam : Roberts, R.G. dan Sheahan, P.A. Ore Deposit Models. Geological Association of Canada, Ontario

(7)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Biostratigrafi sumur Banjarpanji 1, daerah Porong, Kabupaten Sidoarjo

(modifikasi dari Kadar drr., 2007).

(8)

Lampiran 3. Hasil analisis interferogram ( Deguchi dkk., 2007.)

(9)

Lampiran 5. Model sebaran unsur logam pada zona epitermal

(Buchanan, 1981 dalam Panteleyev, 1990)

Lampiran 6. Ringkasan statistik kandungan unsur logam 86 sampel lumpur dan kadar pembanding pada batulempung

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah perbedaan yang signifikan dari kemampuan siswa dalam kemampuan menulis pada siswa kelas X SMA N 1 Tayu

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Nama-nama Desa, Kelurahan dan Penyebutan Desa,

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini yaitu: (1) Memberikan pre- test kepada seluruh kelas X SMA Negeri 1 Sengah Temila yaitu kelas XA, XB, XC, XD, XE, XF, XG, dan XH;

Surya Persindo (Media Indonesia Grup) miliknya Surya Paloh. Ketika itu, redaksional dan perwajahan “GALA” berubah total, Tampil Full color sehingga menarik. Sementara

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Analisis uji hipotesis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar kognitif siswa kelas kontrol

Setelah pecahnya perang dunia 1, Cekoslovakia merupakan negara tempat memproduksi senjata dan merupakan gudang senjata. Pada akhir Perang Dunia I,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati Illetrisoy pada tanaman kedelai belum memberikan pengaruh plikasi pupuk hayati Illetrisoy pada tanaman kedelai belum

Penelitian deskriftif digunakan dalam penelitian ini karena sesuai dengan kebutuhan dimana penelitian ini bertujuan untuk mendeskrifsikan secara terperinci mengenai