• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KONVERSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI PROVINSI JAWA BARAT ELVIRA G.V. BUTAR-BUTAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KONVERSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI PROVINSI JAWA BARAT ELVIRA G.V. BUTAR-BUTAR"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KONVERSI LAHAN SAWAH

IRIGASI TEKNIS DI PROVINSI JAWA BARAT

ELVIRA G.V. BUTAR-BUTAR

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat” belum pernah diajukan pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga menyatakan skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah.

Bogor, Maret 2012

Elvira GV Butar-Butar H44070033

(3)

RINGKASAN

Elvira GV Butar-Butar. Analisis Faktor-Faktor Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh UJANG SEHABUDIN.

Dalam periode 2007-2010, konversi lahan sawah di Pulau Jawa mencapai 600.000 ha. Lahan tersebut digunakan untuk kepentingan di luar pertanian seperti jalan tol, industri, perumahan, pusat perbelanjaan, dan fasilitas umum lainnya. Konversi lahan sawah tidak menguntungkan bagi sektor pertanian karena dapat menurunkan produksi dan daya serap tenaga kerja pertanian. Hal ini dapat merugikan ketahanan pangan karena sekitar 55% konsumsi kalori dan 45% konsumsi protein rumah tangga berasal dari beras, sedangkan sekitar 90% produksi beras nasional dihasilkan dari lahan sawah. Dalam situasi tersebut upaya untuk mengurangi “kehilangan produksi pangan” yang terjadi akibat alih fungsi lahan tanaman pangan menjadi penting guna mengimbangi stagnasi pertumbuhan produksi pangan. Seperti halnya Provinsi Jawa Barat yang merupakan sentra produksi padi nasional dengan luas lahan sawah terbesar di Indonesia. Jenis lahan sawah terluas adalah lahan sawah irigasi teknis dengan laju konversi yang tinggi pula. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2003-2008, jaringan irigasi dalam kondisi rusak berat dan ringan telah berkurang dari sekitar 74% menjadi 51%, kemudian lahan sawah irigasi teknis merupakan lahan sawah dengan dataran rendah yang menyebabkan pembangunan industri, pemukiman, serta sarana/prasarana lain semakin mudah dilaksanakan sehingga daerah ini memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, kemudahan aksesibilitas dan letak geografis yang strategis dengan wilayah pusat pertumbuhan seperti Bandung, Bogor, dan Bekasi.

Luas lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2000 sampai tahun 2010 terus mengalami penurunan. Luas lahan sawah irigasi teknis yang terkonversi dari tahun 2000-2010 mencapai 87.095 hektar atau 7917,73 hektar per tahun, dengan laju konversi 1,80% per tahun. Dengan adanya konversi lahan sawah tersebut mengubah luas lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2000 seluas 458.240 hektar menjadi 371.145 hektar pada akhir tahun 2010.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah irigasi teknis dan menganalisis dampak ekonomi konversi lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Jawa Barat selama periode 2001-2010. Pengambilan data sekunder dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2011 di Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Badan Pusat Statistik, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Analisis data dilakukan dengan mengestimasi model regresi linear berganda dan menganalisis kuantitas serta nilai produksi yang hilang.

Hasil estimasi pada model regresi menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap konversi lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Jawa Barat adalah laju pertumbuhan PDRB industri dan laju pertumbuhan panjang jalan. Sementara itu, laju pertumbuhan penduduk, harga Gabah Kering Panen (GKP), laju pertumbuhan luas lahan pemukiman, dan Nilai Tukar Petani tidak berpengaruh nyata. Dampak yang ditimbulkan dari adanya konversi lahan sawah adalah berkurangnya jumlah produksi padi dan nilai produksi padi serta jumlah dan upah tenaga kerja yang

(4)

hilang. Selama periode 2001-2010 jumlah produksi padi yang hilang adalah sebesar 1.308.420,30 ton sehingga dengan menggunakan harga GKP tahun dasar 2000 diperoleh nilai produksi padi yang hilang adalah sebesar Rp 2.008.252.301 per ton atau mencapai Rp 2,0 triliun. Serta Hari Orang Kerja yang hilang dalam pola tiga kali tanam adalah sebesar 452,8 juta atau 45,28 juta setiap tahun dan upah tenaga kerja yang hilang Rp 350,12miliar atau Rp 35,01 miliar setiap tahun.

(5)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KONVERSI LAHAN SAWAH

IRIGASI TEKNIS DI PROVINSI JAWA BARAT

ELVIRA G.V. BUTAR-BUTAR H44070033

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(6)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat

Nama : Elvira GV Butar-Butar

NRP : H44070033 Disetujui Dosen Pembimbing, Ir.Ujang Sehabudin NIP. 19680301 199303 1 003 Diketahui Ketua Departemen,

DR. Ir. Aceng Hidayat, MT. NIP. 19660717 199203 1 003

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan Program Sarjana Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini, antara lain kepada:

1. Bapak Ir. Ujang Sehabudin selaku pembimbing atas bimbingan dan sarannya dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Ir. Nindyantoro, M.SP selaku dosen penguji utama dan Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen penguji wakil Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.

3. Badan Pusat Statistik Nasional, Badan Pusat Statistik Jawa Barat, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Barat.

4. Orang tua, adik-adikku serta semua pihak yang selalu mendukung dan berdoa demi keberhasilan penulisan skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Elvira GV Butar-Butar lahir pada tanggal 18 November 1989 di Gunung Sitoli, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Marojahan Butar-Butar dan Damaris Sirait.

Penulis mengawali pendidikan di SD Sibogat 3 Kisaran pada tahun 1995 sampai tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Kisaran dan lulus tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 1 Kisaran dan lulus pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor dengan jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2008.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan seperti Komisi Pelayanan Anak Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen Institut Pertanian Bogor (KPA UKM PMK IPB) periode 2009-2010.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……….. i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah... 4 1.3. Tujuan Penelitian... 7 1.4. Manfaat Penelitian... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Sumberdaya Lahan... 9

2.2. Penggunaan Lahan…...………..………. 9

2.3. Konversi Lahan Sawah... 11

2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah……. 14

2.5. Dampak Konversi Lahan Sawah ... 17

2.6. Landasan Hukum Kebijakan Konversi Lahan Sawah... 18

2.7. Penelitian Terdahulu ... 22

III. KERANGKA PEMIKIRAN………..…………... 24

IV. METODE PENELITIAN………….…..………... 28

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 28

4.2. Jenis dan Sumber Data... 28

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data….………...…. 28

4.4. Perumusan Model………... 30

4.4.1. Faktor-Faktor Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat... 31

4.4.2. Estimasi Dampak Ekonomi Konversi Lahan Sawah…... 32

4.4.2.1. Produksi dan Nilai Produksi Padi ... 33

4.4.2.2. Penyerapan Tenaga Kerja dan Upah Tenaga Kerja Usahatani Padi... 33

4.5. Pengujian Model…………...………... 34

4.5.1. Kriteria Ekonomi ... 34

4.5.2. Kriteria Statistik ... 35

(10)

4.5.2.2. Uji F……… 36 4.5.2.3. Uji t………. 37 4.5.3. Kriteria Ekonometrika ... 38 4.5.3.1. Uji Normalitas………. 38 4.5.3.2. Uji Autokorelasi……….. 39 4.5.3.3. Uji Multikolinearitas……… 40 4.5.3.4. Uji Heteroskedastisitas……… 41

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT…….……... 43

5.1. Kondisi Geografis……….…..………... 43 5.2. Kependudukan ………... .. 45 5.3. Perekonomian ……….….………... .. 48 5.4. Pertanian Padi..………..…….. ... 49 5.5. Lahan pemukiman .…..…...………... . 55 5.6. Infrastruktur Jalan ……..………... 57

5.7. Infrastruktur Sumberdaya Air dan Irigasi …………..…………... 59

5.8. Infrastruktur Energi dan Kelistrikan……….. 60

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ...….……... 61

6.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat ... 61

6.1.1. Laju Pertumbuhan Penduduk …...……… .. 64

6.1.2. Harga GKP …………..………... 65

6.1.3. Laju Pertumbuhan Luas Lahan Pemukiman ………. . 65

6.1.4. Laju Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan ... 66

6.1.5. Laju Pertambahan Panjang Jalan ……….. . 68

6.1.6. Nilai Tukar Petani ………. . 70

6.2. Dampak Ekonomi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat ……….…... 71

6.2.1. Produksi dan Nilai Produksi Padi... 71

6.2.2. Penyerapan Tenaga Kerja dan Upah Tenaga Kerja Petani Padi ... 72

KESIMPULAN DAN SARAN …...…….……... ... 74

7.1. Kesimpulan ………..……….….………... .. 74

7.2. Saran ………...………...…. 75

DAFTAR PUSTAKA ………..………... 76

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Luas Lahan Sawah Irigasi Teknis, Luas Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis, dan Laju Konversi Lahan Sawah Irigasi

Teknis di Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2010 ... 5 2. Luas Wilayah per Kabupaten di Jawa Barat... 43 3. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan di Provinsi Jawa Barat

Tahun 2007-2009………... 45 4. Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Jawa Barat Tahun 2010... 46 5. Banyaknya Penduduk Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan

Kerja di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 dan Tahun 2009... 47 6. Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut

Kelompok Umur dan Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Barat

Tahun 2009 (%)... 48 7. PDRB Provinsi Jawa Barat tiap Sektor Ekonomi dan

Kontribusinya atas dasar Harga Berlaku Tahun 2008-2009

(Juta Rupiah)... 49 8. Rataan Luas Lahan Sawah Menurut Jenis Pengairannya di

Jawa Barat Tahun 2001-2010... 50 9. Rataan Luas Lahan Sawah Irigasi Teknis di Jawa Barat Tahun

2001-2010 ... 51 10. Luas lahan Sawah, Luas Panen, dan Produksi Padi di Jawa

Barat Tahun 2009... 52 11. Rataan Harga Gabah dan Harga Beras di Jawa Barat Tahun

2001-2010 ... 53 12. Indeks Harga yang Diterima dan Dibayar Petani serta NTP di

Jawa Barat Tahun 2001-2010 (1993=100)... 55 13. Perkembangan Luas Lahan Pemukiman dalam Hektar di Jawa

Barat tahun 2009-2010... 56 14. Panjang Jalan Menurut Kondisinya di Jawa Barat Tahun 2010.. 57 15. Kinerja Pengelolaan Jaringan Irigasi Kewenangan Provinsi... 59 16. Hasil Dugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi

Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat... 61 17. Hubungan antara Rataan Banyaknya Industri dengan Konversi

(12)

Lahan Sawah Irigasi Teknis di Jawa Barat Selama Periode

2001-2010 ... 67 18. Hubungan antara Rataan Panjang Jalan Menurut Kondisinya

dengan Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Jawa Barat

Selama Periode 2001-2010... 69 19. Panjang Jalan Menurut Tingkat Pemerintah yang Berwenang di

Jawa Barat Periode 2001-2010... 70 20. Perhitungan Nilai Produksi Padi yang Hilang di Provinsi Jawa

Barat Tahun 2001-2010... 72 21. Perhitungan Jumlah dan Upah Tenaga Kerja Petani Padi yang

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Operasional……… 25 2. Klasifikasi Keputusan Statistik d………... 40

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Estimasi Model Regresi ...……….… 80 2. Pangsa Produksi Padi di Jawa Barat Terhadap Produksi

Padi Nasional Tahun 2009-2010 ……….…. 82 3. Data Variabel yang diduga Mempengaruhi Konversi Lahan

Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Periode 2001-2010. 83 4. Luas Lahan Sawah Irigasi per Kabupaten Teknis di Jawa Barat

Tahun 2001-2010 ... 84 5. Jumlah Industri di Jawa Barat per Kabupaten Tahun 2001-2010.. 85 6. Jumlah Panjang Jalan per Kabupaten di Jawa Barat Tahun

2001-2010 ... 86 7. Jumlah Luas Lahan Pemukiman per Kabupaten di Jawa Barat

Tahun 2001-2010 ... 87 8. Peta Wilayah Provinsi Jawa Barat ……… 88 9. Penggunaan Lahan di Jawa Barat Tahun 2001-2010 ……… 89

(15)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya lahan. Luas lahan sawah pada tahun 2010 terkonversi menjadi 3,5 juta hektar dari 4,1 juta hektar pada tahun 2007. Dalam periode 2007-2010, konversi lahan mencapai 600.000 ha. Tingginya konversi lahan di Pulau Jawa umumnya digunakan untuk kepentingan di luar pertanian, seperti jalan tol, industri, perumahan, pusat perbelanjaan, dan fasilitas umum lainnya (BPS, 2010).

Hal ini sejalan dengan uraian Barlowe (1978) bahwa dari segi penggunaannya lahan mempunyai kompetisi, yakni adanya ketidakseimbangan antara penawaran yang terbatas dan permintaan yang tak terbatas. Pada kondisi tersebut maka peningkatan kebutuhan lahan untuk suatu kegiatan produksi atau pembangunan akan mengurangi ketersediaan lahan untuk kegiatan lainnya. Karena pembangunan ekonomi cenderung meningkatkan permintaan lahan di luar sektor pertanian dengan laju lebih besar dari pada sektor pertanian maka pertumbuhan ekonomi cenderung memacu konversi lahan pertanian ke penggunaan non-pertanian terutama di daerah dengan ketersediaan lahan terbatas.

Konversi lahan sawah terjadi karena pertama, adanya desakan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin bertambah jumlahnya seperti pemukiman, industri, maupun prasarana dengan tujuan memperluas kegiatan

(16)

perekonomian. Hal ini disebabkan karena sebagai negara agraris, basis perekonomian Indonesia pada awalnya bersumber pada pengembangan sektor pertanian. Oleh sebab itu pengembangan sektor pertanian pada umumnya terjadi pada wilayah yang berlahan subur seperti Provinsi Jawa Barat. Kedua meningkatkan mutu kehidupan yang lebih baik merupakan dampak positif dari keberhasilan pembangunan yang telah dilaksanakan.

Terjadinya konversi lahan sawah tidak menguntungkan bagi sektor pertanian karena dapat menurunkan kapasitas produksi dan daya serap tenaga kerja pertanian. Akibat dari pembangunan sektor non pertanian yang relatif intensif dalam menggunakan kapital sehingga sektor pertanian dituntut agar menyediakan lapangan kerja untuk mengantisipasi pertumbuhan angkatan kerja (Winoto, 1995). Adanya konversi ini juga dapat merugikan ketahanan pangan karena sekitar 55% konsumsi kalori dan 45% konsumsi protein rumah tangga berasal dari beras, sedangkan sekitar 90% produksi beras nasional dihasilkan dari lahan sawah (Irawan, 2004).

Untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan tersebut, produksi beras nasional harus meningkat secara memadai dalam rangka mempertahankan kecukupan pangan. Peningkatan produktivitas padi tersebut merupakan faktor utama bagi peningkatan produksi beras nasional. Pertumbuhan produksi bersumber dari dua faktor (a) pertambahan areal panen dan (b) peningkatan produktivitas.

Asyik (1996) dalam Irawan (2002) berpendapat bahwa pemantapan ekosistem sawah baru membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun. Sebaliknya areal sawah produktif yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap produksi pangan justru telah mengalami penyusutan akibat konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah.

(17)

Secara agregat luas areal baku tanaman pangan cenderung menurun secara kualitas sehingga masalah pengadaan pangan akan semakin kompleks di masa yang akan datang yang dicirikan dengan menyusutnya lahan baku tanaman pangan, dan semakin terbatasnya anggaran pemerintah untuk memacu peningkatan produksi beras. Di satu sisi kebutuhan pangan terutama beras terus meningkat akibat pertambahan penduduk dan peningkatan daya beli. Oleh karena itu impor beras dalam tiga tahun terakhir ini berfluktuatif. Pada tahun 2008 impor beras sebesar 289,6 juta kg. kemudian pada tahun 2009 menurun sebesar 250,4 juta kg dan pada tahun 2010 kembali meningkat tajam sebesar 687,5 juta kg (BPS, 2011). Dalam situasi tersebut upaya untuk mengurangi “kehilangan produksi pangan” yang terjadi akibat alih fungsi lahan tanaman pangan menjadi penting guna mengimbangi stagnasi pertumbuhan produksi pangan.

Provinsi Jawa Barat merupakan sentra produksi padi nasional dengan luas lahan sawah terbesar di Indonesia. Pada tahun 2010, produksi padi wilayah ini sebesar 17,66% dari total produksi padi nasional dan 32,27% dari total produksi padi di Pulau Jawa. Jenis lahan sawah yang ada di wilayah ini adalah sawah irigasi teknis, setengah teknis, sederhana, tadah hujan, dan jenis sawah lainnya. Lahan sawah terluas di Jawa Barat adalah lahan sawah irigas teknis dengan laju konversi yang tinggi pula. Lahan sawah irigasi teknis adalah sawah yang memperoleh pengairan dimana saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian irigasi dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah. Jaringan seperti ini biasanya terdiri dari saluran induk, sekunder dan tersier. Pada tahun 2003-2008, jaringan irigasi dalam kondisi rusak berat dan ringan telah berkurang dari sekitar 74% menjadi 51%

(18)

(Bappeda, 2009). Lahan sawah irigasi teknis merupakan lahan sawah dengan dataran rendah, hal ini menyebabkan pembangunan industri, pemukiman, serta sarana/prasarana lain semakin mudah dilaksanakan sehingga daerah ini memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Kemudahan aksesibilitas dan letak geografis yang strategis dengan wilayah pusat pertumbuhan seperti Bandung, Bogor, dan Bekasi juga merupakan penyebab terjadinya konversi lahan sawah irigasi teknis.. 1.2 Perumusan Masalah

Konversi lahan dapat bersifat permanen dan juga dapat bersifat sementara. Jika lahan sawah beririgasi teknis berubah menjadi kawasan pemukiman atau industri, maka konversi lahan ini bersifat permanen. Akan tetapi, jika sawah tersebut berubah menjadi perkebunan tebu, maka konversi lahan tersebut bersifat sementara, karena pada tahun-tahun berikutnya dapat dijadikan sawah kembali. Konversi lahan permanen biasanya lebih besar dampaknya daripada konversi lahan sementara (Utomo, 1992).

Pada dasarnya konversi lahan tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan pembangunan, namun perlu dikendalikan. Peningkatan kebutuhan lahan akibat semakin tingginya aktivitas perekonomian secara langsung maupun tidak langsung telah menyebabkan terjadinya pengurangan luas lahan pertanian.

Sampai saat ini peran pulau jawa dalam produksi beras nasional sangatlah nyata, terutama saat pemerintah sedang gencar-gencarnya melaksanakan program swasembada beras pada tahun 1984. Pada waktu itu Pulau Jawa mampu memberikan kontribusi 63,12% dari total produksi nasional beras. Angka ini sangat fantastis,

(19)

melihat luas Pulau Jawa hanya 7% dari luas total daratan Indonesia, kontribusi Pulau Jawa terhadap produksi beras nasional tidak pernah kurang dari 50%.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi padi di Indonesia yang harus dipertahankan tetapi tidak terlepas dari masalah konversi lahan sawah ke penggunaan non-sawah dan merupakan jalur utama dalam pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa. Daerah-daerah pertanian diantara dua pusat industri (Jakarta – Cirebon) menjadi stimulus terhadap sektor lainnnya untuk berkembang, misalnya sektor transportasi, komunikasi, jasa, dan perdagangan. Dengan berkembangnya industri di Provinsi Jawa Barat menjadi daya tarik bagi penduduk luar wilayah untuk bermigrasi ke wilayah ini. Luas lahan sawah irigasi teknis, luas konversi lahan sawah irigasi teknis, dan laju konversi lahan sawah di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2000 sampai tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Lahan Sawah Irigasi Teknis, Luas Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis, dan Laju Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2010

Tahun

Luas Lahan Sawah Irigasi Teknis (hektar) Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis (hektar) Laju Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis (%) 2000 458.240 0 0 2001 398.275 59.965 13,09 2002 368.273 30.002 7,53 2003 376.865 -8.592 -2,33 2004 383.261 -6.396 -1,70 2005 380.996 2.265 0,59 2006 380.348 648 0,17 2007 374.850 5.498 1,45 2008 378.856 -4.006 -1,07 2009 374.156 4.700 1,24 2010 371.145 3.011 0,80 Total 4.245.265 87.095 19,77 Rata-Rata 385.933,18 7.917,73 1,80

(20)

Diketahui bahwa luas lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2000 sampai tahun 2010 terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya tren konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah seperti untuk pembangunan kawasan pemukiman, perindustrian, infrastruktur, dan sebagainya. Secara umum konversi lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Jawa Barat periode 2000-2010 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Luas lahan sawah irigasi teknis yang terkonversi dari tahun 2000-2010 mencapai 87.095 hektar atau 7917,73 hektar per tahun, dengan laju konversi 1,80% per tahun. Dengan adanya konversi lahan sawah tersebut mengubah luas lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2000 seluas 458.240 hektar menjadi 371.145 hektar pada akhir tahun 2010.

Konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah mempunyai opportunity cost yang sangat besar, diantaranya adalah penurunan produksi beras lokal/nasional yang secara tidak langsung akan mengurangi kontribusi sektor pertanian dalam produk domestik regional bruto (PDRB) dan penurunan laju pertumbuhan daya serap tenaga kerja sektor pertanian. Padahal dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan kesempatan kerja juga semakin meningkat.

Permasalahan konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah dalam pelaksanaan pembangunan menunjukkan masih lemahnya pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang pertanahan dan masih belum adanya sinkronisasi dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan tanah dan instansi yang terkait (Irawan, 2005). Oleh karena itu permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(21)

1) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi konversi lahan sawah irigasi teknis ke penggunaan non-sawah di Provinsi Jawa Barat?

2) Bagaimanakah dampak ekonomi konversi lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Jawa Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka muncul beberapa tujuan penelitian yang ingin dicapai diantaranya:

1) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah irigasi teknis ke penggunaan non-sawah di Provinsi Jawa Barat.

2) Menganalisis dampak ekonomi konversi lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Jawa Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak pemerintah dan masyarakat. Manfaat-manfaat tersebut diantaranya:

1) Pemerintah dapat menggunakan hasil dari penelitian ini untuk membuat kebijakan yang dapat menekan konversi lahan sawah.

2) Sebagai bahan pertimbangan, referensi, dan literatur bagi peneliti-peneliti selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Jawa Barat selama periode 2001-2010 dengan mengestimasi model regresi linear berganda. Lahan sawah irigasi teknis menerapkan pola tanam padi tiga kali tanam. Estimasi dampak ekonomi konversi

(22)

lahan sawah irigasi teknis yang dihitung berupa produksi dan nilai produksi padi serta jumlah dan upah tenaga kerja yang hilang selama periode 2001-2010. Pada penelitian ini faktor-faktor yang diduga mempengaruhi konversi lahan sawah irigasi teknis yaitu:

1. Laju pertumbuhan penduduk 2. Harga Gabah Kering Panen (GKP) 3. Laju pertumbuhan luas lahan pemukiman 4. Laju pertumbuhan PDRB industri pengolahan 5. Laju pertambahan panjang jalan

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Lahan

Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, industri, pemukiman, jalan, rekreasi, dan daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Sitorus (2001) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia yang terus berkembang dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, pengelolaan sumberdaya lahan sering kali kurang bijaksana dan tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutannya (jangka pendek) sehingga kelestariannya semakin terancam. Akibatnya sumberdaya lahan yang berkualitas tinggi menjadi berkurang dan manusia semakin bergantung pada sumberdaya lahan yang bersifat marginal (kualitas lahan yang rendah). Hal ini berdampak pada semakin berkurangnya ketahanan pangan, tingkat dan intensitas pencemaran yang berat dan kerusakan lingkungan lainnya. Oleh karena itu, aktifitas kehidupan cenderung menuju sistem pemanfaatan sumberdaya alam dengan kapasitas daya dukung yang menurun. Di lain pihak, permintaan akan sumberdaya lahan terus meningkat akibat tekanan pertambahan konsumsi per kapita. 2.2 Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Saefulhakim

(24)

dan Nasoetion (1995) bahwa penggunaan lahan merupakan suatu proses yang dinamis, sebagai hasil dari perubahan pada pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu. Sehingga masalah yang berkaitan dengan lahan merupakan masalah yang komplek. Oleh karena itu upaya pemanfaatan sumberdaya lahan yang optimal memerlukan alokasi penggunaan lahan yang efisien.

Dalam pertanian, lahan merupakan faktor penting dalam fungsi produksi disamping modal, tenaga kerja, dan manajemen. Menurut Hermanto (1988) dalam Lubis (1991), lahan sebagai faktor produksi di Indonesia pada umumnya bersifat:

1) Relatif langka dibandingkan dengan faktor produksi lain 2) Distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata 3) Luasnya relatif tetap dan dianggap tetap

4) Tidak dapat dipindahkan

5) Dapat dipindahtangankan dan atau diperjualbelikan

Sihaloho (2004) membedakan penggunaan lahan ke dalam tiga kategori, yaitu:

1) Masyarakat yang memiliki lahan luas dan menggarapkannya kepada orang lain, pemilik tanah menerapkan sistem sewa atau bagi hasil.

2) Pemilik lahan sempit yang melakukan pekerjaan usaha tani dengan tenaga kerja keluarga, sehingga tidak memanfaatkan tenaga kerja buruh tani.

3) Pemilik lahan yang melakukan usaha tani sendiri tetapi banyak memanfaatkan tenaga kerja buruh tani, baik petani berlahan sempit maupun berlahan luas. Rencana tata guna lahan yang baik akan menciptakan suatu lingkungan fisik yang serasi untuk kegiatan ekonomi maupun politik. Pemanfaatan lahan harus

(25)

sungguh-sungguh membantu usaha peningkatan kesejahteraan rakyat dalam mewujudkan keadaan sosial. Meningkatnya kebutuhan akan lahan bagi pembangunan menyebabkan tanah semakin mempunyai nilai dalam kehidupan masyarakat, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Pembangunan desa di negara agraris umumnya bertujuan memajukan sektor pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani (Jayadinata, 1986).

Pembangunan pertanian di Indonesia harus memanfaatkan secara efisien sumberdaya yang ada dan dikembangkan secara seimbang dengan peningkatan usaha-usaha lain. Peningkatan produksi pangan perlu dilanjutkan untuk memantapkan swasembada pangan.

Menurut Barlowe (1986) faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan faktor institusi (kelembagaan). Faktor fisik dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor pertimbangan ekonomi dicirikan oleh keuntungan, keadaan pasar dan transportasi. Faktor institusi dicirikan oleh hukum pertanahan, keadaan politik, keadaan sosial dan secara administrasi dapat dilaksanakan.

2.3 Konversi Lahan Sawah

Sebagai sumberdaya alam, lahan merupakan wadah dan faktor produksi strategis bagi kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Perubahan pola penggunaan lahan pada dasarnya bersifat dinamis mengikuti perkembangan penduduk dan pola pembangunan wilayah (Utomo, 1992).

(26)

Konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian periode 1990-1995 di Jawa secara keseluruhan paling besar terjadi di Jawa Timur dan Jawa Barat, masing-masing mengalami konversi lahan sekitar 23.448 dan 21.447 hektar. Konversi lahan sawah yang terjadi di Jawa Barat, sekitar 66% lahan sawah dialihkan fungsinya untuk kebutuhan penggunaan perumahan dan industri. Konsekuensi logis yang terjadi di Jawa Barat karena daerah tersebut merupakan daerah tujuan untuk berimigrasi dan pusat-pusat pertumbuhan industri. Akibatnya alokasi lahan untuk kepentingan tersebut semakin meningkat dari tahun ke tahun (Sumaryanto, 1994).

Hasil sensus pertanian 2003 mengungkapkan bahwa selama tahun 2000-2002 total luas lahan sawah di Indonesia yang dikonversi ke penggunaan lain rata-rata 187,7 ribu hektar per tahun, sedangkan luas percetakan sawah baru hanya 46,4 ribu hektar per tahun, sehingga luas lahan sawah rata-rata berkurang 141,3 ribu hektar per tahun (Sihaloho, 2004).

Sihaloho (2004) membagi konversi lahan kedalam tujuh pola atau tipologi, antara lain:

1) Konversi gradual berpola sporadik; dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu lahan yang kurang/tidak produktif dan keterdesakan ekonomi pelaku konversi. 2) Konversi sistematik berpola ‘enclave’; dikarenakan lahan kurang produktif,

sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk meningkatkan nilai tambah.

3) Konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population

(27)

demografi, dimana dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan terkonversi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal.

4) Konversi yang disebabkan oleh masalah sosial (social problem driven land

conversion); disebabkan oleh dua faktor yakni keterdesakan ekonomi dan

perubahan kesejahteraan.

5) Konversi tanpa beban; dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk mengubah hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin keluar dari kampung. 6) Konversi adaptasi agraris; disebabkan karena keterdesakan ekonomi dan

keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan tujuan meningkatkan hasil pertanian.

7) Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk; konversi dipengaruhi oleh berbagai faktor, khususnya faktor peruntukan untuk perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak dijelaskan dalam konversi demografi.

Sumaryanto (1994) memaparkan bahwa jika suatu lokasi terjadi konversi lahan pertanian maka lahan-lahan di sekitarnya akan terkonversi juga dan sifatnya cenderung progresif.

Irawan (2005) mengemukakan bahwa konversi lahan lebih besar terjadi pada lahan sawah dibandingkan dengan lahan kering karena dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu pertama, pembangunan kegiatan non-pertanian seperti kompleks perumahan, pertokoan, perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah dilakukan pada tanah sawah yang lebih datar dibandingkan dengan tanah kering. Kedua, akibat pembangunan masa lalu yang terfokus pada upaya peningkatan produk padi maka

(28)

infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerah persawahan daripada daerah tanah kering. Ketiga, daerah persawahan secara umum lebih mendekati daerah konsumen atau daerah perkotaan yang relatif padat penduduk dibandingkan daerah tanah kering yang sebagian besar terdapat di wilayah perbukitan dan pegunungan.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah

Isa (2004) mengatakan faktor-faktor yang mendorong terjadinya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian adalah:

1) Faktor kependudukan

2) Kebutuhan lahan untuk kegiatan non-pertanian 3) Faktor ekonomi

4) Faktor sosial budaya 5) Degradasi lingkungan 6) Otonomi daerah

7) Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum

Kustiwan (1997) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:

1) Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi maupun ekonomi. 2) Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi

sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.

3) Faktor Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.

(29)

Ilham et al (2004) menyatakan konversi lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1) Faktor sosial atau kependudukan. Berkaitan erat dengan peruntukan lahan bagi pemukiman atau perumahan secara luas. Khususnya pertambahan penduduk di kota, kenaikan itu disebabkan oleh kelahiran alamiah dan urbanisasi.

2) Kegiatan ekonomi dan pembangunan. Merupakan kegiatan pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat.

3) Penggunaan jenis teknologi. Seperti penggunaan pestidida dapat menyebabkan rusaknya potensi lahan yang dikenai dan berakibat lebih jauh pada penurunan potensi lahan.

4) Kebijaksanaan pembangunan makro. Kebijaksanaan ini akan mempengaruhi terhadap pemilihan investasi yang ditanam dan akan mempengaruhi konversi lahan.

Pasandaran (2006) menjelaskan paling tidak ada tiga faktor, baik sendiri sendiri maupun bersama-sama yang merupakan determinan konversi lahan sawah, yaitu:

1) Kelangkaan sumberdaya lahan dan air 2) Dinamika pembangunan

3) Peningkatan jumlah penduduk

Pakpahan, et.al (1993) membagi faktor yang mempengaruhi konversi dalam kaitannya dengan petani, yakni faktor tidak langsung dan faktor langsung. Faktor tidak langsung antara lain perubahan struktur ekonomi, petumbuhan penduduk, arus

(30)

urbanisasi dan konsistensi implementasi rencana tata ruang. Sedangkan faktor langsung dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan sarana transportasi, pertumbuhan kebutuhan lahan untuk industri, pertumbuhan sarana pemukiman dan sebaran lahan sawah.

Hayat (2002), faktor-faktor yang diduga mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat wilayah dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) dengan menggunakan pendekatan dua variabel, variabel tak bebas yaitu penurunan jumlah luas lahan dan variabel yang bebas yaitu kepadatan penduduk, produktivitas padi sawah, persentase luas lahan sawah, kontribusi sektor non-pertanian, pertambahan jalan aspal dan proporsi jumlah tenaga kerja sektor non-pertanian. Namun dalam hasil penelitiannya, faktor tenaga kerja sektor non-pertanian dihilangkan karena terdapat kontribusi positif yang kuat dengan faktor kontribusi sektor non-pertanian. Dari hasil perhitungan, faktor produktivitas lahan sawah, persentase luas lahan sawah, kontribusi sektor non-pertanian, pertambahan jalan aspal berpengaruh nyata, sedangkan kepadatan penduduk merupakan faktor yang tidak mempengaruhi secara nyata dalam model ini pada taraf uji 0,1.

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, secara garis besar terdapat dua faktor penyebab konversi, yaitu pada tingkat makro dan mikro. Dalam bidang makro, konversi lahan sawah disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi sektor non-pertanian yang pesat, implementasi undang-undang yang lemah, serta nilai tukar petani yang rendah. Dalam skala mikro, alasan utama petani melakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan, lahannya berada dalam kawasan industri, serta harga lahan yang menarik. Pajak lahan yang tinggi juga cenderung

(31)

mendorong petani melakukan konversi. Faktor pendorong konversi yang tidak kalah pentingnya khususnya di Pulau Jawa adalah adanya kesempatan membeli lahan di tempat lain yang lebih murah. Semua penyebab konversi itu akhirnya bermuara pada motif ekonomi, yaitu penggunaan lahan untuk peruntukan yang baru dipandang lebih menguntungkan daripada digunakan untuk lahan sawah (Ashari, 2003).

2.5 Dampak Konversi Lahan Sawah

Secara teoritis, konversi lahan sawah dapat menimbulkan kerugian, terutama hilangnya lahan produktif penghasil beras, disamping tidak dipungkiri adanya manfaat ekonomi. Namun demikian, tidaklah mudah untuk membuat perhitungan pasti dari manfaat dan kerugian akibat konversi ini, karena cukup banyak manfaat dan kerugian yang sulit diukur.

Furi (2007) menjelaskan konversi lahan yang terjadi mengubah status kepemilikan lahan dan penguasaan lahan. Perubahan dalam penguasaan lahan di pedesaan membawa implikasi bagi perubahan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat yang menjadi indikator kesejahteraan masyarakat desa. Terbatasnya akses untuk menguasai lahan menyebabkan terbatas pula akses masyarakat atas manfaat lahan yang menjadi modal utama mata pencaharian sehingga terjadi pergeseran kesempatan kerja ke sektor non-pertanian (sektor informal).

Sumaryanto et al. (1994) menyatakan dampak negatif konversi lahan adalah hilangnya “peluang” memproduksi hasil pertanian di lahan sawah yang terkonversi, di antaranya hilangnya produksi pertanian dan nilainya, pendapatan usaha tani, dan kesempatan kerja yang tercipta secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan usaha tani tersebut, misalnya usaha traktor dan penggilingan padi. Namun demikian,

(32)

diakui bahwa selain mengakibatkan kerugian, konversi lahan juga memberikan banyak manfaat. Hasil ini didasarkan pada fakta bahwa sebagai bagian dari sumberdaya ekonomi, lahan akan dialokasikan pada penggunaan yang menghasilkan

land rent tertinggi. Dengan demikian, konversi lahan dikatakan memberi manfaat

tertinggi apabila perubahan tersebut dapat memberikan peningkatan kesejahteraan bagi petani. Manfaat yang timbul dari konversi lahan, berdasarkan hasil studi Sumaryanto et al. (1994) di Jawa Timur dan Jawa Barat adalah berupa tambahan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan, dan dalam skala makro berupa perkembangan ekonomi wilayah.

Menurut Ilham et al (2004), dampak konversi lahan sawah dapat dipandang dari dua sisi. Pertama, dari fungsinya, lahan sawah diperuntukan untuk memproduksi padi. Dengan demikian adanya konversi lahan sawah ke fungsi lain akan menurunkan produksi padi nasional. Kedua, dari bentuknya perubahan lahan sawah ke pemukiman, perkantoran, prasarana jalan dan lainnya berimplikasi besarnya kerugian akibat sudah diinvestasikannya dana untuk mencetak sawah, membangun waduk sistem irigasi.

2.6 Landasan Hukum Kebijakan Konversi Lahan Sawah

Konversi lahan sawah merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah. Walaupun pada dasarnya konversi lahan sawah memiliki dampak positif, berupa peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Akan tetapi hendaknya dampak konversi lahan tidak hanya diukur dari variabel yang dikuantifikasikan. Dampak lain seperti dampak

(33)

aspek sosial dan budaya serta lingkungan merupakan dampak lain yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan untuk menkonversi lahan sawah.

Landasan konstitusional dari kebijakan konversi lahan sawah adalah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Pada pasal 3, perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan diselenggarakan dengan tujuan:

1. Melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan 2. Menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan 3. Mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan 4. Melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani

5. Meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat 6. Meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani

7. Meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak 8. Mempertahankan keseimbangan ekologis

9. Mewujudkan revitalisasi pertanian

Pada pasal 5, lahan pertanian pangan yang ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat berupa lahan beririgasi, lahan reklamasi rawa pasang surut dan non pasang surut (lebak), dan lahan tidak beririgasi. Pasal 6 yaitu, perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan terhadap lahan pertanian pangan dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan yang berada di dalam atau di luar kawasan pertanian pangan.

Perencanaan terhadap kawasan pertanian pangan berkelanjutan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan tertulis dalam aturan pasal 9 sampai pasal 16.

(34)

Sedangkan untuk jenis perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan terdapat pada pasal 9 ayat 2 dilakukan pada kawasan pertanian pangan berkelanjutan, lahan pertanian pangan berkelanjutan, dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan.

Pengembangan kawasan pertanian pangan berkelanjutan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan meliputi intensifikasi dan ekstensifikasi tertulis dalam pasal 27 ayat 1. Intensifikasi kawasan pertanian pangan berkelanjutan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan dengan:

1 Peningkatan kesuburan tanah 2 Peningkatan kualitas benih/bibit 3 Pendiversifikasian tanaman pangan

4 Pencegahan dan penanggulangan hama tanaman 5 Pengembangan irigasi

6 Pemanfaatan teknologi pertanian 7 Pengembangan inovasi pertanian 8 Penyuluhan pertanian

9 Jaminan akses permodalan

Ekstensifikasi kawasan pertanian pangan berkelanjutan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan dengan

1 Pencetakan lahan pertanian pangan berkelanjutan

2 Penetapan lahan pertanian pangan menjadi lahan pertanian pangan berkelanjutan

3 Pengalihan fungsi lahan nonpertanian pangan menjadi lahan pertanian pangan berkelanjutan

(35)

Pengendalian lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah melalui pemberian insentif, disinsentif, mekanisme perizinan, proteksi, dan penyuluhan. Pemberian insentif kepada petani berupa:

1 Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan 2 Pengembangan infrastruktur pertanian

3 Pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan varietas unggul 4 Kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi

5 Penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian

6 Jaminan penerbitan sertifikat bidang tanah pertanian pangan melalui pendaftaran tanah secara sporadik dan sistematik

7 Penghargaan bagi petani berprestasi tinggi

Lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan. Dalam hal untuk kepentingan umum, lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat dialihfungsikan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengalihfungsian lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk kepentingan umum dilakukan dengan syarat:

1 Dilakukan kajian kelayakan strategis 2 Disusun rencana alih fungsi lahan

3 Dibebaskan lahan pengganti terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dialihfungsikan

(36)

Dalam hal ini perlu adanya perlindungan dan pemberdayaan petani, kelompok petani, koperasi petani, serta asosiasi petani yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Perlindungan petani dilakukan dengan pemberian jaminan berupa harga komoditas pangan pokok yang menguntungkan, memperoleh sarana/prasarana produksi pertanian, pemasaran hasil pertanian pangan pokok, pengutamaan hasil pertanian pangan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, dan ganti rugi akibat gagal panen.

Sedangkan untuk pemberdayaan petani dapat dilakukan dengan cara penguatan kelembagaan petani, penyuluhan dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, pemberian fasilitas sumber pembiayaan/permodalan, pemberian bantuan kredit kepemilikan lahan pertanian, pembentukan Bank Bagi Petani, pemberian fasilitas pendidikan dan kesehatan rumah tangga petani, dan pemberian fasilitas untuk mengakses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi. 2.7 Penelitian Terdahulu

Hayat (2002) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di Kabupaten Bogor dengan menggunakan metode LQ menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor pada periode 1991-2000 terdapat empat sektor basis yaitu sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik gas dan air bersih dan sektor bangunan, sedangkan sektor pertanian bukan merupakan sektor basis karena memiliki nilai LQ lebih kecil dari satu sehingga prioritas pembangunan lebih condong diarahkan ke pembangunan sektor industri dibandingkan dengan sektor pertanian. Hal ini menyebabkan terjadinya konversi lahan sawah sebagai prioritas pengalokasian lahan bagi kawasan industri.

(37)

Anugerah (2006) dalam penelitiannya juga menggunakan alat analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dalam menganalisis konversi lahan di Kabupaten Tangerang. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap konversi lahan sawah adalah produktivitas padi sawah, luas lahan sawah irigasi, kontribusi sektor non-pertanian dan kebijakan pemerintah. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk dan pertambahan jalan aspal tidak berpengaruh nyata terhadap terjadinya konversi lahan sawah.

Utama (2006) dalam penelitiannya menggunakan alat analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square untuk menganalisis konversi lahan sawah di Kabupaten Cirebon. Hasil analisisnya menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah yaitu kepadatan penduduk, produktivitas lahan sawah, kontribusi PDRB non pertanian, dan pertumbuhan jalan aspal. Keempat faktor tersebut memiliki pengaruh positif terhadap konversi lahan sawah. Adapun faktor luas lahan sawah beririgasi teknis tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan luas lahan sawah di Kabupaten Cirebon.

(38)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Lahan merupakan sumberdaya strategis yang memiliki nilai secara ekonomis. Saat ini, jumlah luasan lahan pertanian tiap tahunnya terus mengalami pengurangan. Berkurangnya jumlah lahan pertanian ini merupakan akibat dari adanya peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk serta aktivitas pembangunan.

Pertambahan jumlah penduduk memerlukan lahan yang lebih luas, tidak saja perluasan pemukiman, tetapi juga untuk perluasan kegiatan-kegiatan perekonomian pada umumnya guna menunjang kebutuhan penduduk yang semakin bertambah jumlahnya tersebut.

Peningkatan kebutuhan lahan karena peningkatan keperluan untuk pembangunan pemukiman dan industri, pembangunan jaringan prasarana dan berbagai fasilitas umum akan berarti pengurangan terhadap luas lahan-lahan pertanian sehingga mengakibatkan konversi lahan buatan yang telah direncanakan wilayah berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang. Adanya konversi lahan ini merupakan suatu tuntutan pembangunan terkait dengan keterbatasan lahan terutama di perkotaan karena sifat lahan yang relatif tetap. Sebagian besar wilayah Provinsi Jawa Barat merupakan lahan sawah, maka sebagian besar lahan yang dikonversi adalah lahan sawah. Menyempitnya lahan sawah akan berdampak langsung terhadap produktivitas padi di wilayah tersebut. Penurunan produksi padi ini akan menghilangkan nilai produksi padi sawah yang seharusnya dapat diperoleh jika konversi lahan tersebut tidak terjadi. Oleh karena itu, masalah ini membutuhkan suatu kebijakan dan

(39)

langkah-langkah strategis dalam mencegah meluasnya konversi lahan sawah terutama lahan sawah produktif.

Skema faktor-faktor konversi lahan sawah irigasi teknis dan dampak ekonomi yang ditimbulkan dalam pembangunan wilayah ditampilkan secara sederhana dalam Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Operasional Implikasi/Kebijakan Keterbatasan Sumberdaya Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi

- Analisis Linear Berganda - Analisis Ekonomi

- Analisis Statistik - Analisis Ekonometrika

Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis

Dampak Konversi Lahan Sawah Irigasi Pembangunan

Perkembangan Sektor-Sektor

Pertanian Industri Pemukiman Jasa Sektor Kependudukan

(40)

3.1 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran serta permasalahan yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut:

1 Laju pertumbuhan penduduk berkorelasi positif terhadap konversi lahan sawah irigasi teknis. Adanya proses kelahiran telah menambah jumlah penduduk secara alamiah, selain itu berkembangnya sektor industri telah menarik penduduk dari luar daerah untuk bermigrasi. Hal itu menyebabkan jumlah penduduk semakin meningkat. Sebagian besar penduduk tersebut membutuhkan tempat tinggal baru sehingga permintaan akan lahan terutama lahan sawah irigasi teknis meningkat sehingga konversi lahan sawah irigasi teknis semakin tinggi.

2 Harga GKP berpengaruh negatif terhadap konversi lahan sawah irigasi teknis. Harga GKP yang semakin bertambah dapat meningkatkan kontribusinya dalam sektor pertanian sehingga pengembangan sektor tersebut akan terus ditingkatkan. Berkembangnya usahatani padi sawah irigasi teknis dapat meningkatkan permintaan terhadap lahan sehingga konversi lahan sawah irigasi teknis akan berkurang.

3 Laju pertumbuhan luas lahan pemukiman berkorelasi positif terhadap konversi lahan sawah irigasi teknis. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan permintaan terhadap lahan untuk pemukiman juga akan semakin meningkat sehingga konversi lahan sawah irigasi teknis juga akan semakin tinggi.

(41)

4 Laju pertumbuhan PDRB industri pengolahan berkorelasi positif terhadap konversi lahan sawah irigasi teknis. Semakin meningkatnya PDRB industri maka akan meningkatkan perekonomian daerah tersebut sehingga permintaan lahan untuk pembangunan industri juga akan semakin meningkat. Lahan yang terkonversi adalah lahan sawah irigasi teknis.

5 Laju pertambahan panjang jalan berkorelasi positif terhadap konversi lahan sawah irigasi teknis. Artinya bahwa semakin membaiknya aksesibilitas suatu wilayah, kecenderungan terjadinya konversi lahan sawah irigasi teknis adalah semakin tinggi.

6 Nilai Tukar Petani (NTP) berpengaruh negatif terhadap konversi lahan sawah irigasi teknis. NTP merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Jika NTP meningkat maka petani lebih memilih untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan sawahnya dibandingkan mengkonversinya ke bentuk yang lain.

(42)

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengambilan data sekunder untuk keperluan penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan juli hingga bulan agustus 2011 selama dua bulan. Lokasi penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan sentra produksi padi dan proses pembangunan pemukiman, industri, dan prasarana perkotaannya berlangsung dengan cepat.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang akan dikumpulkan meliputi data-data sekunder yang berhubungan dengan konversi lahan sawah irigasi teknis selama jangka waktu 10 tahun (2001-2010). Data yang digunakan untuk analisis konversi lahan sawah irigasi teknis adalah menggunakan data kependudukan, perkembangan luas lahan sawah irigasi teknis. panjang jalan, luas lahan pemukiman, pertumbuhan PDRB industri, harga GKP, produktivitas lahan sawah, Nilai Tukar Petani (NTP), dan data lain yang dianggap perlu.

Data yang dibutuhkan diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Jawa Barat, Badan Pusat Statistik Nasional, Badan Pusat Statistik Jawa Barat, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat, Pemerintah Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait.

(43)

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi metode inferensia dan statistika deskriptif. Metode inferensia menggunakan analisis regresi linear berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Jawa Barat. Metode statistika deskriptif terdiri atas metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian data untuk mencari dan menyajikan informasi dalam suatu kumpulan data agar mudah diinterpretasi. Selain itu digunakan perhitungan-perhitungan lain untuk menganalisis dampak konversi lahan sawah secara kuantitatif. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excell dan Minitab 14.

Metode pendekatan statistik yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju konversi lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Jawa Barat adalah dengan metode regresi linear dengan kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least

Square = OLS). Metode ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non-sawah di tingkat wilayah (Gujarati, 2002).

Model regresi secara umum dituliskan sebagai berikut :

Y = β + β X + β X + ⋯ + β X + u i = 1,2,…,n Keterangan :

Yt = Variabel tak bebas (dependent variabel)

0 = Intersep

i = Kemiringan

Xit = Variabel bebas

ut = Galat

t = Tahun (2001 sampai dengan 2010)

(44)

Dalam penggunaan metode estimasi OLS terdapat asumsi yang melandasi estimasi koefisien regresi (Gujarati, 2002) yaitu :

1. E(u ) = 0 atau E(uixit) = 0 atau E(Y ) = β + β X

Galat atau ui menyatakan variabel-variabel lain yang mempengaruhi Ytakan tetapi

tidak terwakili dalam model, sehingga pada saat Xit terobservasi, pengaruh ui

terhadap Ytdiabaikan atau ui tidak mempengaruhi E(Yt) secara sistematis.

2. Tidak ada korelasi antara uidengan uj {cov (ui , uj) = 0} ; i≠ j

Artinya, deviasi Yt dari rata-rata populasi (mean) tidak menunjukkan pola {E(ui,

uj) = 0}.

3. Homoskedastisitas

Yaitu besarnya varian uisama, atau var (ui) = 2 untuk setiap i.

4. Kovarian antara ui dan Xit nol {cov (ui , Xit) = 0}

Artinya, tidak ada korelasi antara ui dan Xit sehingga jika ada hubungan dimana Xit

meningkat dan mengakibatkan ui juga meningkat atau ketika Xit menurun, maka ui

juga mengalami penurunan, dapat dikatakan adanya korelasi antara ui dan Xit.

5. Tidak ada multikolinearitas, artinya tidak ada hubungan yang nyata antar variabel bebas dalam model regresi.

Jika asumsi di atas dapat terpenuhi, maka metode OLS dapat memberikan penduga koefisien regresi yang bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) (Gujarati, 2002).

(45)

Perumusan model yang dilakukan dibagi menjadi dua jenis. Perumusan ini meliputi identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Jawa Barat dan analisis kuantitatif estimasi dampak ekonomi konversi lahan sawah irigasi teknis.

4.4.1. Faktor-Faktor Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat

Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang diduga akan mempengaruhi konversi lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Jawa Barat dibuat dalam model regresi linear berganda yang dituliskan sebagai berikut:

KLSITt= β0+ β1LPPt+ β2GKPt+ β3LPLLPt+ β4LPPIt+ β5LPPJt + β6NTPt+ µt

Tanda yang diharapkan: β1 > 0 β2< 0 β3 > 0 β4 > 0 β5> 0 β6 < 0 Keterangan:

KLSITt = Konversi lahan sawah irigasi teknis per tahun (hektar)

β0 = Intersep

β1…β6 = Koefisien regresi

LPPt = Laju pertumbuhan penduduk per tahun (%)

GKPt = Harga Gabah Kering Panen (ribu rupiah/ton)

LPLLPt = Laju pertumbuhan luas lahan pemukiman (%)

LPPIt = Laju pertumbuhan PRDB riil sektor industri per tahun (%)

LPPJt = Laju pertambahan panjang jalan per tahun (%)

NTP = Nilai Tukar Petani (%) µt = standar eror

(46)

Variabel-variabel yang digunakan dan diduga berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan sawah dan cara pengukurannya sebagai berikut:

1) Penurunan luas lahan sawah irigasi teknis (konversi lahan sawah) diukur dalam satuan hektar selama jangka waktu 10 tahun dan dilambangkan dengan KLSIT. Variabel KLSIT adalah variabel terikat, dimana variabel KLSIT diperoleh dengan cara menghitung pengurangan luas lahan sawah irigasi teknis per tahun.

2) Laju pertumbuhan penduduk dihitung berdasarkan jumlah penduduk tahun sekarang dikurang jumlah penduduk tahun sebelumnya dibagi dengan jumlah penduduk tahun sebelumnya dikali 100% dilambangkan dengan LPP akan mempengaruhi permintaan terhadap lahan, seperti untuk pemukiman maupun untuk sarana dan prasarana lainnya seperti fasilitas umum, misalnya jalan raya, pasar, rumah sakit, dan lain-lain.

3) Harga Gabah Kering Panen (GKP) dilambangkan dengan GKP adalah harga padi konstan ditingkat petani.

4) Laju pertumbuhan luas lahan pemukiman dihitung berdasarkan luas lahan pemukiman tahun sekarang dikurang luas lahan pemukiman tahun sebelumnya dikali 100% dilambangkan dengan LPLLP merupakan luas properti untuk memenuhi kebutuhan papan penduduk.

5) Laju pertambahan PDRB riil sektor industri pengolahan dilambangkan dengan LPPI dengan menggunakan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000.

(47)

6) Laju pertumbuhan panjang jalan dilambangkan dengan LPPJ merupakan perhitungan dari panjang jalan tahun sekarang dikurang panjang jalan tahun sebelumnya dibagi panjang jalan tahun sebelumnya dikali 100%.

7) Nilai Tukar Petani dilambangkan dengan NTP merupakan rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase.

4.4.2. Estimasi Dampak Ekonomi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis

Kerugian yang ditimbulkan dari konversi lahan sawah irigasi teknis diantaranya berupa hilangnya peluang memperoleh produksi dan nilai produksi padi penyerapan tenaga kerja dan upah tenaga kerja usahatani padi seluas lahan sawah irigasi teknis yang terkonversi.

4.4.2.1 Produksi dan Nilai Produksi Padi

Dalam penelitian ini mengasumsikan sawah irigasi teknis yang terkonversi merupakan sawah dengan sistem tiga kali tanam dengan menggunakan produktivitas lahan sawah. Produksi dan nilainya yang hilang merupakan akumulasi dari peluang produksi yang hilang selama kurun waktu akibat konversi tersebut. Sehingga secara kumulatif produksi yang hilang selama periode t tahun adalah (Irawan dan Friyatno, 2002). Secara matematis dapat dihitung:

Q =∑ 3 S KLS Keterangan:

Q = Produksi kumulatif padi yang hilang selama kurun waktu n tahun (ton)

S = Produktivitas padi sawah per tahun (ton/hektar) KLS = Konversi lahan sawah irigasi teknis per tahun (hektar)

(48)

Sedangkan nilai produksi padi yang hilang dapat dirumuskan sebagai berikut: NQ = ∑( P Q )

Keterangan:

NQ = Nilai produksi padi yang hilang (rupiah) P = Harga komoditi padi (rupiah/ton)

Q = Produksi padi yang hilang per tahun (ton) t = 1, 2,…., 10

4.4.2.2 Penyerapan Tenaga Kerja dan Upah Tenaga Kerja Usahatani Padi

Dalam penelitian ini, penyerapan tenaga kerja dalam setiap proses produksi padi yang dipakai berdasarkan Hari Orang Kerja (HOK) per hektar. Dan upah tenaga kerja dalam setiap proses produksi berdasarkan upah per hari per hektar lahan sawah. Secara matematis penyerapan tenaga kerja yang hilang dapat dihitung (1 HOK = 6 jam):

PTKhilang= Lahan yang terkonversi x HOK

Sedangkan upah tenaga kerja yang hilang dapat dihitung:

Upahhilang= Lahan yang terkonversi x Upah

4.5. Pengujian Model

Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian ekonomi, pengujian statistik dan pengujian ekonometrik. Pengujian ekonomi dilakukan untuk melihat apakah tanda dan besaran koefisien dugaan yang diperoleh sesuai dengan karakteristik ekonomi. Pengujian statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen berpengaruh secara nyata atau tidak terhadap variabel dependennya. Pengujian ekonometrik dilakukan untuk mengetahui apakah parameter yang diestimasi melakukan pelanggaran atau tidak terhadap asumsi klasik OLS (Utama, 2006).

(49)

4.5.1. Kriteria Ekonomi

Pengujian ekonomi dilakukan untuk melihat apakah tanda dan besaran koefisien dugaan yang diperoleh sesuai dengan karakteristik ekonomi. Koefisien dalam model ekonomi adalah konstan dari teori ekonomi: elastisitas, nilai marginal, multiply, dll. Teori ekonomi mendefinisikan tanda dan nilai dari koefisien tersebut secara umum penting dalam hubungan teori ekonomi.

Jika hasil dari parameter tidak sesuai dengan teori ekonomi harus ditolak kecuali ada alasan yang kuat kenapa teori ekonomi tidak berlaku pada model tersebut. Namun pada kebanyakan kasus yang salah disebabkan karena kurangnya data empiris. Selain itu sampel yang diambil tidak representatif pada kondisi ekonomi secara keseluruhan, kurangnya jumlah sampel, atau pelanggaran beberapa asumsi dari metode tersebut. Intinya, jika kriteria teori yang priori tersebut tidak terpenuhi maka model akan ditolak (Koutsoyiannis, 1977).

4.5.2. Kriteria Statistik

Pengujian statistik yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga pengujian. Pengujian ini meliputi uji koefisien determinasi R-Squared, uji F, dan uji t. 4.5.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R-Squared)

Nilai R-squared mencerminkan seberapa besar keragaman dari variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen. Nilai R-squared memiliki dua sifat yang memiliki besaran yang positif dan besarannya adalah 0 <

R-squared < 1. Jika R-R-squared bernilai nol maka artinya keragaman dari variabel

dependen tidak dapat diterangkan oleh variabel independennya. Sebaliknya, jika nilai

(50)

dapat diterangkan oleh variabel independennya secara sempurna (Gujarati, 2002). Koefisien determinasi (R-Squared) dari model yang digunakan adalah rasio dari jumlah kuadrat regresi dan total jumlah kuadrat seperti yang terlihat berikut ini:

R = R = = 1 -Keterangan:

JKR = Jumlah kuadrat regresi JKT = Jumlah kuadrat total JKG = Jumlah kuadrat galat

Salah satu masalah jika menggunakan ukuran R2untuk menilai baik buruknya suatu model adalah mendapatkan nilai yang terus naik seiring dengan penambahan variabel bebas ke dalam model. Adjusted R-Squared secara umum memberikan

finalty atau hukuman terhadap penambahan variabel bebas yang tidak mampu

menambah daya prediksi suatu model. Nilai R2(Adj) tidak akan pernah melebihi nilai R2 bahkan bisa turun jika ditambahkan variabel bebas yang tidak perlu. Adjusted

R-Squared dapat bernilai negatif jika model memiliki kecocokan rendah (goodness of fit). Nilai R2 (Adj) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Ř2= 1

-∑

( )

∑ ²

(51)

4.5.2.2. Uji F

Pengujian variabel secara keseluruhan, dimaksudkan untuk melihat pengaruh bersama-sama antar variabel dependen dengan variabel independen secara keseluruhan (Gujarati, 2002). Hipotesa yang digunakan adalah sebagai berikut:

H : β1= β2= β3= β4= β5= β6= βi = 0

H : minimal ada satu variabel βi≠ 0

Uji statistik yang digunakan:

F = /(/( )) Keterangan:

JKR = Jumlah kuadrat regresi JKG = Jumlah kuadrat galat

k = Jumlah variabel terhadap intersep n = Jumlah pengamatan/sampel Kaidah pengujian:

Jika Fhit> Ftabelmaka tolak H0

Jika Fhit < Ftabelmaka terima H0

Jika hasil pengujian menolak H , maka paling tidak ada satu atau seluruh variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependennya atau signifikan secara statistik. Atau dengan kata lain model tepat untuk meramalkan pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen. Sebaliknya, jika hasil pengujian menerima H0, maka tidak ada variabel independen yang mempengaruhi konversi

lahan sawah dan model tidak tepat untuk meramalkan pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependennya (Gujarati, 2002).

(52)

Pengujian ini digunakan untuk menghitung koefisien regresi masing-masing variabel independen sehingga dapat diketahui pengaruh variabel independen tersebut terhadap variabel dependennya (Gujarati, 2002). Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah:

H : βi = 0

H : βi > 0 atau βi< 0

Uji statistik yang digunakan:

t =

β

Keterangan:

βi = Koefisien regresi suatu variabel bebas

Se = Standar eror Kaidah pengujian:

Jika thit> ttabelmaka tolak H

Jika thit< ttabelmaka terima H

Jika hasil pengujian menolak H maka variabel yang diuji secara nyata berpengaruh terhadap variabel dependen atau signifikan secara statistik. Namun, sebaliknya jika hasil pengujian menerima H maka variabel yang diuji tidak memiliki pengaruh nyata terhadap variabel dependen (Gujarati, 2002).

4.5.3. Kriteria Ekonometrika

Pengujian ekonometrika yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis pengujian. Pengujian ini meliputi uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas.

4.5.3.1. Uji Normalitas

Uji normalitas atau uji kenormalan sisaan Kolmogorov-Smirnov dilakukan untuk memeriksa apakah sisaan mendekati distribusi normal. Uji ini bertujuan untuk

(53)

membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal. Hipotesis pada uji

Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut (Lanis, 2006):

H0 : Sisaan menyebar normal

H1 : Sisaan tidak menyebar normal

Uji statistik yang digunakan:

Z(X) = Keterangan:

Z(X) = Angka baku X = Angka pada data S = Simpangan baku Kaidah pengujian:

Jika Zhit> Ztabel maka tolak H0

Jika Zhit< Ztabelmaka terima H0

Jika keputusan yang diperoleh menolak H0, artinya error term atau sisaan

yang diperoleh tidak menyebar normal. Sebaliknya, jika keputusan yang diperoleh menerima H0artinya sisaan yang diperoleh telah menyebar normal.

4.5.3.2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Adanya autokorelasi dalam persamaan regresi dapat mengakibatkan bahwa penduga yang diperoleh dengan menggunakan OLS tidak lagi bersifat BLUE. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson.

Rumus statistik Durbin-Watson adalah (Yuwono, 2005):

d =

∑ (

Gambar

Tabel 1. Luas  Lahan  Sawah  Irigasi  Teknis,  Luas  Konversi Lahan  Sawah  Irigasi  Teknis,  dan  Laju  Konversi  Lahan  Sawah  Irigasi  Teknis  di  Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2010
Gambar 1. Kerangka OperasionalImplikasi/Kebijakan Keterbatasan Sumberdaya Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi
Tabel 2. Luas Wilayah per Kabupaten di Jawa Barat
Tabel 3.  Jenis  dan  Luas  Penggunaan  Lahan  di  Provinsi  Jawa  Barat  Tahun  2007-2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Skripsi / Tugas Akhir yang berjudul “ Korelasi Koefisien Permeabilitas dari Uji Constant Head dan Hasil Permeabiltas dari Uji

Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kebersihan, Ketertiban, dan Keindahan diharapkan mampu menjadi payung hukum terkait masalah kebersihan

5 Akademi Teknik Wacana Manunggal Semarang Semarang 6 Akademi Teknologi Pekanbaru Pekanbaru 7 Akademi Teknologi Ronggolawe Cepu Cepu 8 Akademi Teknologi Sapta Taruna (ATST)

Contoh waham yang aneh, misalnya: merasa dirinya bisa membunuh 100.000 orang dengan kekuatan pikirannya, atau yakin bahwa cermin, TV, dan komputer mengawasi

3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang telah disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh

Website tidak sekedar menjual produk lurik tradisional, tetapi juga menampilkan proses pembuatan lurik yang rumit dan melalui proses yang panjang dengan pengerjaan

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang selalu penulis panjatkan atas nikmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Araştırma sonucunda yabancı dil ders kaygısına yönelik görüşler cinsiyete ve yurt dışı deneyimine göre karşılaştırıldığında ölçeğin dil dersinde