• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Uraian tumbuhan meliputi habitat dan daerah tumbuh, sistematika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Uraian tumbuhan meliputi habitat dan daerah tumbuh, sistematika"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi habitat dan daerah tumbuh, sistematika tumbuhan, nama asing, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia, serta penggunaan tumbuhan.

2.1.1. Habitat Tumbuh

Attarasa (Litsea cubeba Pers.) tumbuh pada ketinggian 700-2300 meter dari permukaan laut (Depkes,1980). Banyak terdapat di daerah Jawa, yaitu disekitar gunung Arjuno, India di sebelah Timur Himalaya, Taiwan, Sumatera, Kalimantan, Malaya, Borneo, dan Morotai. Tumbuh subur di hutan tropis, hutan di punggung gunung, tetapi paling banyak dalam semak, cepat menginvansi tempat terbuka, dan mudah mendominasi daerah terbakar ( Steenlis, Van, 2006). 2.1.2. Sistemetika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan attarasa menurut Hutapea, J.R. (1994) adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Rhamnales Suku : Lauraceae Marga : Litsea

(2)

2.1.3. Nama Asing

Nama asing tumbuhan Attarasa (Litsea cubeba Pers.) adalah May chang oleh masyarakat Cina (Anonim, 2009), Ki lemo, Krangeyan (Jawa), Lemo (Sunda), Krangean (Indonesia) (Depkes, 1980).

2.1.4. Morfologi Tumbuhan

Attarasa mempunyai ciri-ciri berupa pohon, tinggi lebih kurang 15 m. Batang: tegak, berkayu, bulat, percabangan simpodial, putih kotor. Daun: tunggal, lonjong, tepi rata ujung runcing, pangkal meruncing, pertulangan menyirip, panjang 10-14cm, lebar 7-9cm, hijau. Bunga: majemuk, bentuk malai, berkelamin dua, kelopak hijau muda, bentuk mangkok, berbulu halus, mahkota bulat melengkung, kepala sari bulat, hijau kehitaman. Buah: bulat, keras, hitam. Biji: bulat, putih kotor. Akar: tunggang, coklat kehitaman (Hutapea, J.R., 1994).

2.1.5. Kandungan Kimia

Kulit batang dan daun tumbuhan attarasa (Litsea cubeba Pers.) mengandung saponin, flavonoida, dan tanin (Hutapea, J.R., 1994). Buah mengandung senyawa asam laurat, asam kaprik, asam oleat, minyak atsiri, glikosida, resin, dan alkaloid (Perry, M. Lily, 1980).

2.1.6. Penggunaan Tumbuhan

Buah tumbuhan attarasa digunakan sebagai lalapan (Suku Batak Toba), bahan pembuat parfum (Cina), membuat balsem dan salep (Jawa), mengobati demam dan mengatasi kedinginan (Kalimantan Timur), (Mackinnon, K., 2000). Kulit batang digunakan untuk penawar bisa akibat gigitan serangga, dan buah sebagai obat batuk (Hutapea, J.R., 1994).

(3)

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri disebut juga minyak menguap, minyak ateris, atau minyak esensial. Dalam keadaan segar dan murni minyak atsiri umumnya tidak berwarna, namun pada penyimpanan yang lama warnanya berubah menjadi lebih gelap. Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus terlindung dari pengaruh cahaya, diisi penuh, ditutup rapat, serta disimpan di tempat yang kering dan gelap (Gunawan & Mulyani, 2004).

Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu terdapat pada fraksi atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi, harum, atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-rempah serta sebagai senyawa cita rasa di dalam industri makanan. Terpena juga sering kali terdapat dalam fraksi yang berbau, bersama-sama dengan senyawa yang aromatik seperti fenilpropanoad (Harborne, J.B., 1987).

2.2.1 Keberadaan Minyak Atsiri dalam Tanaman

Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut kelenjar (famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (famili Piperaceae), di dalam saluran minyak yang disebut vittae (famili umbelliferae), di dalam rongga-rongga

skizogen dan lisigen (famili Pinaceae dan Rutaceae), terkandung di dalam semua

jaringan (famili Coniferae). Pada bunga mawar, kandungan minyak atsiri terbanyak terdapat pada mahkota bunga, pada kayu manis banyak ditemui di kulit batang (korteks), pada famili Umbelliferae banyak terdapat dalam perikarp buah, pada Menthae sp. terdapat dalam rambut kelenjar batang dan daun, serta pada jeruk terdapat pada kulit buah dan dalam helai daun (Claus, P.Edward, 1961).

(4)

2.2.2 Komposisi Kimia Minyak Atsiri

Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia. Umumnya komponen kimia minyak atsiri terdiri dari golongan hidrokarbon dan hidrokarbon teroksigenase.

Golongan hidrokarbon terbentuk dari unsur karbon (C) dan hidrogen (H). golongan hidrokarbon teroksigenase terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, dan ester (Ketaren, 1985).

2.3 Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri 2.3.1 Sifat Fisika Minyak Atsiri

Sifat-sifat fisika minyak atsiri, yaitu : Bau yang karakteristik, mempunyai indeks bias yang tinggi, bersifat optis aktif, dan mempunyai sudut putar yang spesifik.

Parameter yang digunakan untuk tetapan fisik minyak atsiri antara lain: a. Bobot Jenis

Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25oC terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Penentuan bobot jenis menggunakan alat Piknometer. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam penentuan mutu dan kemurnian minyak atsiri (Guenther, 1987).

b. Indeks Bias

Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Jika cahaya melewati media kurang padat ke media lebih padat, maka sinar akan membelok atau membias dari garis

(5)

normal. Penentuan indeks bias menggunakan alat Refraktometer. Indeks bias berguna untuk identifikasi suatu zat dan deteksi ketidakmurnian (Guenther, 1987). c. Putaran Optik

Setiap jenis minyak atsiri memiliki kemampuan memutar bidang polarisasi cahaya ke arah kiri atau kanan. Besarnya pemutaran bidang polarisasi ditentukan oleh jenis minyak atsiri, suhu, dan panjang gelombang cahaya yang digunakan. Penentuan putaran optik menggunakan alat Polarimeter (Ketaren, 1985).

2.3.2 Sifat Kimia Minyak Atsiri

Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari kerusakan minyak yang mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak atsiri adalah proses oksidasi, hidrolisa, dan polimerisasi (resinifikasi).

a. Oksidasi

Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutama terjadi pada ikatan rangkap dalam terpen. Peroksida yang bersifat labil akan berisomerisasi dengan adanya air, sehingga membentuk senyawa aldehid, asam organik, dan keton yang menyebabkan perubahan bau yang tidak dikehendaki (Ketaren, 1985).

b. Hidrolisis

Proses hidrolisis terjadi pada minyak atsiri yang mengandung ester. Proses hidrolisis ester merupakan proses pemisahan gugus OR dalam molekul ester sehingga terbentuk asam bebas dan alkohol. Ester akan terhidrolisis secara sempurna dengan adanya air dan asam sebagai katalisator (Ketaren, 1985).

c. Resinifikasi

Beberapa fraksi dalam minyak atsiri dapat membentuk resin, yang merupakan senyawa polimer. Resin ini dapat terbentuk selama proses pengolahan

(6)

(ekstraksi) minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu tinggi selama penyimpanan (Ketaren, 1985).

2.4 Cara Isolasi Minyak Atsiri 2.4.1 Metode Penyulingan a. Penyulingan dengan Air

Pada metode ini, bahan tumbuhan direbus dalam air mendidih dalam satu wadah. Minyak atsiri akan dibawah oleh uap air yang kemudian didinginkan dengan mengalirkanya melalui pendingin. Hasil sulingan adalah minyak atsiri yang belum murni. Perlakuan ini sesuai untuk minyak atsiri yang tidak rusak oleh pemanasan (Guenther, 1987).

b. Penyulingan dengan Air dan Uap

Bahan tumbuhan yang akan disuling dengan metode penyulingan air dan uap ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlubang-lubang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Ketel diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan, uap air akan naik bersama minyak atsiri kemudian dialirkan melalui pendingin. Hasil sulingan adalah minyak atsiri yang belum murni (Guenther, 1987).

c. Penyulingan dengan Uap

Pada metode ini bahan tumbuhan dialiri dengan uap panas dengan tekanan tinggi. Uap air selanjutnya dialirkan melalui pendingin dan hasil sulingan adalah minyak atsiri yang belum murni. Cara ini baik digunakan untuk bahan tumbuhan yang mempunyai titik didih yang tinggi (Guenther, 1987).

(7)

2.4.2 Metode Pengepresan

Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah, atau kulit buah yang memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir kepermukaan bahan (Ketaren, 1985).

2.4.3 Ekstraksi dengan Pelarut Menguap

Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik umumnya untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air, terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga misalnya bunga cempaka, melati, mawar, dan kenanga. Pelarut yang umum digunakan adalah petroleum eter, karbon tetraklorida dan sebagainya (Ketaren, 1985).

2.4.4 Ekstraksi dengan Lemak Padat

Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendemen minyak atsiri yang tinggi. Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu enfleurasi dan maserasi.

a. Enfleurasi

Pada proses ini, absorbsi minyak atsiri oleh lemak digunakan pada suhu rendah (keadaan dingin) sehingga minyak terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh panas. Metode ini digunakan untuk mengekstraksi beberapa jenis minyak bunga yang masih melanjutkan kegiatan fisiologinya dan memproduksi minyak setelah bunga dipetik (Ketaren, 1985).

(8)

b. Maserasi

Pada cara ini, absorbsi minyak atsiri oleh lemak dalam keadaan panas pada suhu 80oC selama 1,5 jam. Cara ini digunakan terhadap bahan tumbuhan yang bila dilakukan penyulingan atau enfleurasi akan menghasilkan minyak atsiri dengan rendemen yang rendah. Setelah selesai pemanasan, campuran disaring panas-panas, jika perlu kelebihan lemak pada ampas disiram dengan air panas. Kemudian dilakukan penyulingan untuk memperoleh minyak atsiri (Ketaren, 1985).

2.5 Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS

Analisa komponen minyak atsiri merupakan masalah yang cukup rumit karena minyak atsiri mengandung campuran senyawa dan sifatnya yang mudah menguap pada suhu kamar. Setelah ditemukan Kromatografi Gas (GC), kendala dalam analisis komponen minyak atsiri mulai dapat diatasi. Pada penggunaan GC, efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan teknologi instrumentasi yang pesat akhirnya dapat menghasilkan suatu alat yang merupakan gabungan dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrometer massa. Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai campuran komponen dalam sampel sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing komponen yang telah dipisahkan pada kromatografi gas (Agusta, 2000).

2.5.1 Kromatografi Gas

Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran kimia dalam suatu bahan. Komponen yang akan dipisahkan di bawa oleh suatu

(9)

gas lembam (gas pembawa) melalui kolom. Campuran cuplikan akan terbagi diantara gas pembawa dan fase diam. Fase diam akan menahan komponen secara selektif berdasarkan koefisien distribusinya, sehingga terbentuk sejumlah pita yang berlainan pada gas pembawa. Pita komponen ini meninggalkan kolom bersama aliran gas pembawa dan dicatat sebagai fungsi waktu oleh detektor (Mc Nair and Bonelli, 1988).

Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom disebut dengan waktu tambat (waktu retensi) yang diukur mulai saat penyuntikn sampai saat elusi terjadi (Gritter, dkk., 1991).

Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu , dan detektor.

2.5.1.1 Gas Pembawa

Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni, dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai. Keuntunganya adalah karena semua gas ini harus tidak reaktif, dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki bertekanan tinggi. Gas pembawa yang sering dipakai adalah helium (He), Argon (Ar), Nitrogen (N), Hidrogen (H), karbon dioksida (Agusta, 2000).

2.5.1.2 Sistem Injeksi

Cuplikan dimasukkan kedalam ruang suntik melalui gerbang suntik, biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom, dan biasanya pada suhu 10-15oC lebih tinggi dari suhu maksimum. Jadi cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, dkk.,1991).

(10)

2.5.1.3 Kolom

Kolom dapat dibuat dari tembaga, baja nir karat, aluminium, dan kaca yang berbentuk lurus, lengkung, melingkar (Agusta, 2000).

2.5.1.4 Fase Diam

Fase diam dibedakan berdasarkan kepolaranya, yaitu non polar, semi polar, dan polar. Berdasarkan sifat minyak atsiri yang non polar sampai sedikit polar, maka untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom fase diam yang bersifat non polar, misalnya SE-52 dan SE-54 (Agusta, 2000).

2.5.1.5 Suhu

Tekanan uap sangat tergantung pada suhu, maka suhu merupakan faktor utama dalam kromatografi gas. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang berbeda yaitu: suhu injektor, suhu kolom, dan suhu detektor.

a. Suhu Injektor

Suhu pada injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan sedemikian cepat (Mc Nair and Bonelli, 1988).

b. Suhu Kolom

Pemisahan dapat dilakukan pada suhu tetap (isotermal), atau pada suhu yang berubah secara terkendali (suhu diprogram). Kromatografi gas suhu isotermal paling baik digunakan pada analisis rutin atau jika kita mengetahui agak banyak mengenai yang akan dipisahkan. Pilihan awal yang baik adalah suhu beberapa derajat dibawah titik didih komponen campuran utama. Pada kromatografi gas suhu diprogram, suhu dinaikkan mulai dari suhu tertentu sampai suhu tertentu yang lain dengan laju diketahui dan terkendali dalam waktu tertentu (Gritter, dkk.,1991).

(11)

c. Suhu Detektor

Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan atau fase diam tidak mengembun (Mc Nair and Bonelli, 1988).

2.5.1.6 Detektor

Menurut Mc Nair and Bonelli, (1988) ada dua detektor yang populer yaitu Detektor Hantar Termal (DHT) dan Detektor Pengion Nyala (DPN).

2.5.2 Spektrometer Massa

Molekul senyawa organik pada spektrometer massa, ditembak dengan berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positip yang mempunyai energi yang tingggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion yang lebih kecil. Spektrum massa merupakan gambaran antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan (Sastrohamidjojo, 1985).

2.5.2.1 Sistem Pemasukan Cuplikan

Bagian ini terdiri dari suatu alat untuk memasukkan cuplikan, sebuah makromanometer untuk mengetahui jumlah cuplikan yang dimasukkan, sebuah alat pembocor molekul untuk mengatur cuplikan kedalam kamar pengion, dan sebuah sistem. Cuplikan berupa cairan dimasukkan dengan menginjeksikanya melalui karet silikon kemudian dipanaskan untuk menguapkan cuplikan kedalam sistem masukan. Cara pemasukan cuplikan langsung kekamar pengionan dilakukan terhadap senyawa yang sukar menguap dan tidak stabil terhadap panas. 2.5.2.2 Ruang Pengion dan Percepatan

Arus uap dari pembocor molekul masuk ke dalam kamar pengion ditembak pada kedudukan tegak lurus oleh seberkas elektron dipancarkan dari

(12)

ionisasi molekul yang berupa uap dengan kehilangan satu elektron dan terbentuk ion molekul bermuatan positif, karena molekul senyawa organik mempunyai elektron berjumlah genap maka proses pelepasan satu elektron menghasilkan ion radikal.

2.5.2.3 Tabung Analisis

Tabung yang digunakan adalah tabung yang dihampakan, berbentuk lengkung tempat melayangnya berkas ion dari sumber ion ke pengumpul.

2.5.2.4 Pengumpul Ion dan Penguat

Pengumpul terdiri dari satu celah atau lebih serta silinder Faraday. Berkas ion membentur tegak lurus pada plat pengumpul dan isyarat yang timbul diperkuat dengan pelipat ganda elektron.

2.5.2.5 Pencatat

Spektrum massa biasanya dibuat dari massa rendah ke massa tinggi. Pencatat yang banyak digunakan mempunyai 3-6 galvanometer yang mencatat secara bersama-sama. Galvanometer menyimpang jika ada ion yang menabrak lempeng pengumpul, berkas sinar ultraviolet dapat menimbulkan berbagai puncak pada kertas pencatat yang peka terhadap sinar ultraviolet. Cara penyajian yan lebih jelas dari puncak-puncak utama dapat diperoleh dengan membuat harga m/z terhadap kelimpahan relatif (Silverstein, Bassler & Morril, 1986).

2.5.3 Spektrofotometer Infra Merah

Apabila radiasi Inframerah telah mengenai molekul organik, frekuensi tertentu yang energinya sesuai dengan frekuensi energi vibrasi dan rotasi atom/gugus atom dalam molekul, akan diabsorbsi dan digunakan untuk eksitasi pada tingkat energi vibrasi dan rotasi khas dari molekul. Spektrum absorbsi

(13)

radiasi yang terbentuk, khas untuk molekul senyawa organik yang bersangkutan dan dapat digunakan untuk analisis kuantitatif, sedangkan absorban pada frekuensi khas tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorbsi radiasi dan dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.

Identifikasi senyawa yang tidak diketahui dengan mengkaji spektrum inframerah dapat dilakukan apabila menggunakan suatu sistem identifikasi yang telah dikembangkan oleh berbagai laboratorium atau perusahaan swasta. Salah satu sistem yang telah digunakan secara luas adalah Sadler yang memberikan kode angka kepada setiap senyawa yang sudah dibuat spektrum inframerahnya. Bilangan kode yang signifikan adalah angka persepuluhan dibelakang bilangan bulat panjang gelombang dalam μm. Misalnya, antara 2-3 μm terdapat puncak di 2,5 μm, kodenya adalah 5, dan seterusnya. Dengan demikian setiap spektrum inframerah suatu senyawa mempunyai kode yang terdiri dari 16 angka, masing-masing antara nol dan sembilan. Ternyata bahwa tidak ada dua spektrum inframerah yang mempunyai kode sama, kecuali untuk senyawa yang sama (Satiadarma, K., 2004).

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat produktivitas di sektor pertanian jauh lebih rendah dibandingkan dengan tingkat produktivitas di sektor industri.karena tingkat produktivitas dan pendapatan yang

Revisi 0 Halaman 1/2 PROSEDUR TETAP POI THT Tanggal Terbit 30 Desember 2009 Diteta!kan. Ke!ala UPT Rumah Sakit

Melarang orang- orang yang akan masuk pada malam hari kecuali kedatangan tamu tersebut telah diketahui dan disetujui oleh Penghuni / Management yang masih operasional saat

Outlook energi Indonesia 2013 : pengembangan energi dalam mendukung sektor transportasi dan industri pengolahan mineral = Indonesia energy outlook 2013 : energy development

Metode tahanan jenis 3 dimensi akan memberikan informasi sebaran tahanan jenis bawah permukaan dalam arah vertikal yaitu penggambaran sebaran tahanan jenis ke arah kedalaman

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya serta dukungan dan doa kedua orang tua, penulis

Perumusan strategi pengembangan penggunaan bahan baku kayu bersertifikat ekolabel dilakukan dengan meminta pendapat para ahli yang selama ini aktif mengembangkan isu

Masih ada kepala Masih ada kepala desalurah dan petugas desalurah dan petugas ke0amatan belum ke0amatan belum mengetahui %ad,al mengetahui %ad,al  posyandu balita  posyandu