• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Model 3D telah menjadi populer dalam dunia sistem informasi geografis (SIG) terutama dalam melakukan visualisasi geospasial. Informasi yang diberikan oleh model 3D dapat disajikan lebih menarik secara visual kepada pengguna sehingga pengguna dapat menerima informasi tersebut dengan baik. Salah satu contoh aplikasi yang dapat diterapkan terkait dengan memberikan informasi visualisasi geospasial kepada pengguna adalah dengan virtual tour.

Model dari suatu kota dapat memberikan suatu tampilan secara visual pada para pengguna yang hampir menyerupai keadaan sesungguhnya seperti di lapangan. Hal ini menjadi lebih atraktif bagi pengguna untuk melakukan analisis spasial terkait dengan hal perencanaan suatu kota. Model 3D dari suatu area dapat merepresentasikan keadaan yang hampir mirip dengan situasi sebenarnya di lapangan.

Di kalangan pengguna SIG, penggunaan data Openstreetmap (OSM) belum maksimal dikarenakan OSM belum dikenal secara luas. Hal ini membuat pembangunan model 3D dengan menggunakan data OSM masih sangat jarang. Akan tetapi, tidak sedikit pula pengguna yang sudah tahu tentang OSM. Namun, mereka hanya menggunakan OSM hanya sebatas untuk penggunaan, pengunduhan, pembaruan, dan pemanggilan kembali.

OSM dikenal sebagai situs peta gratis yang menyajikan data yang dapat diakses oleh siapapun secara bebas dan terbuka. Data yang dapat diunduh dari situs peta tersebut berupa data 2D. Namun demikian, masih sangat jarang orang yang memanfaatkan data tersebut sehingga tercipta suatu model 3D.

(2)

Model yang dibangun dengan menggunakan data dari OSM merupakan hasil dijitasi yang dilakukan oleh pengguna yang di upload pada situs OSM sehingga memungkinkan pengguna dapat juga untuk melakukan pembaruan seperti menambah atau mengurangi data sama halnya dengan data 2D. Hal yang dapat dilakukan pada pembuatan model kota 3D adalah melakukan proses editing seperti menampilkan bentuk atap, menampilkan jendela, dan mengubah warna bangunan.

Proyek ini dilakukan dengan harapan membantu para pengguna sistem informasi geografis (SIG) untuk membuat model kota dengan menggunakan data dua dimensi dari OSM dan penggunaan data 2D OSM dapat dimaksimalkan untuk analisis geospasial.

I.2. Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan yang dilakukan dalam proyek ini adalah sebagai berikut:

1. Dijitasi secara manual di layar komputer pada data citra satelit yang memiliki format data raster dan memberikan informasi yang spesifik pada tiap-tiap objek dijitasi seperti tinggi, tipe atap, banyaknya lantai, dan lain-lain.

2. Menampilkan model dari data hasil dijitasi dengan menggunakan perangkat lunak osm2world.

3. Melakukan proses editing dan rendering dengan menggunakan perangkat lunak Pov-Ray v.3.7.

4. Scene yang diperoleh dari proses rendering dapat disatukan dengan menggunakan perangkat lunak Windows Movie Maker.

Pelaksanaan pembuatan model 3D Kawasan Malioboro dan sekitarnya dilaksanakan di kota Yogyakarta.

Kegiatan dalam pembuatan model dan model situasi ini meliputi dijitasi secara manual di layar komputer, proses rendering , dan proses penggabungan scene yang didapat dari proses rendering. Dijitasi manual pada layar adalah proses pengubahan data dengan format raster menjadi data dengan format vektor. Proses dijitasi ini hampir mirip dengan proses dijitasi manual biasa, hanya yang membedakan adalah alat yang digunakan. Dijitasi pada layar

(3)

menggunakan komputer untuk melakukan dijitasi, sedangkan proses dijitasi manual biasa menggunakan meja dijitasi.

Kegiatan setelah melakukan dijitasi pada layar adalah menampilkan model dengan menggunakan perangkat lunak osm2world. perangkat lunak ini mampu mengubah format data 2D menjadi format data 3D. Dengan memberikan nilai tinggi yang spesifik pada tiap-tiap objek, maka ketinggian dari tiap-tiap objek akan berbeda sehingga tidak dengan nilai tinggi bawaan dari komputer yang membuat tinggi gedung menjadi sama semua.

Tahapan selanjutnya adalah menampilkan model , selanjutnya adalah proses editing dan rendering dengan menggunakan perangkat lunak Pov-Ray version 3.7. Pada proses editing dengan perangkat lunak ini dapat memberikan efek-efek warna dengan cara mengkombinasikan warna, mengubah aspek, memberikan model efek situasi seperti siang, malam, berkabut, dan lain-lain. Pada proses rendering diperoleh scene. Scene ini kemudian akan digabung dengan scene yang lain sehingga dapat menghasilkan virtual tour. Penggabungan scene ini menggunakan perangkat lunak Windows Movie Maker.

I.3. Tujuan

Tujuan dari pembuatan model 3D kawasan Malioboro dan model situasinya dengan menggunakan data 2D dari Openstreetmap adalah sebagai berikut

1. Memanfaatkan data OSM untuk membangun model kota 3D dari kawasan Malioboro.

2. Untuk menunjukkan kepada para pengguna OSM bahwa data 2D OSM dapat dibuat menjadi model kota 3D.

3. Menambahkan objek dan informasi yang spesifik pada situs peta gratis OSM untuk para pengguna OSM.

I.4. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari permodelan 3D kawasan Malioboro dan model situasinya dengan data 2D dari Openstreetmap adalah sebagai berikut

(4)

1. Pengguna dapat memperoleh tampilan secara visual model 3D yang hampir menyerupai keadaan sesungguhnya seperti di lapangan.

2. Virtual tour membuat model situasi daerah urban menjadi lebih atraktif.

3. Model dan model situasi membantu pengguna dalam membuat suatu simulasi virtual.

4. Memberikan informasi terkait dengan daerah urban di suatu kota menjadi lebih mudah.

I.5. Landasan Teori I.5.1. Volunteered Geographic Information

Volunteered Geographic Information (VGI) adalah pengumpulan informasi dari pertumbuhan area yang dilakukan berdasarkan pengetahuan dari orang-orang sipil (Klinkenberg, 2008). Istilah ini pertama kali digunakan oleh seorang ahli geografi bernama Michael F. Goodchild yang mengemukakan bahwa pengumpulan data geospasial juga dapat dilakukan oleh orang-orang sipil yang tidak memiliki kemampuan khusus di bidang geografi terutama dalam bidang SIG (Goodchild, 2008).

VGI adalah sebuah istilah yang menerangkan bahwa para pengguna dari kalangan sipil secara sukarela memberikan informasi mengenai data geospasial pada daerah di sekitar mereka.

VGI telah menjadi metode yang dikenal dan dilakukan oleh banyak orang seiring dengan perkembangan teknologi di bidang informatika. Di dalam bidang ilmu geospasial, hal ini mempermudah bagi orang-orang awam terkait dengan pengumpulan data dan informasi geospasial di daerah sekitar mereka.

Menurut Klinkenberg (2008) ada beberapa alasan mengapa data yang dikumpulkan dengan VGI secara historis sangat berguna untuk peneliti, adalah:

1. Data yang dikumpulkan dengan menggunakan informasi geografis dapat membantu peneliti untuk menemukan tempat yang telah direkam pada peta interaktif.

2. Data yang dikumpulkan dapat disimpan dan atribut dari data yang direkam dapat dimasukkan ke dalam basis data.

(5)

3. Tingkat keakuratan posisi terbatas biasanya hanya sekedar pemberial label pada kota. Akan tetapi, secara umum hal ini dapat diterima oleh peneliti. 4. Tingkat akurasi temporal tinggi seperti tanggal ketika proses pengumpulan

data dilakukan.

5. Tingkat keakurasian dari semantik tinggi karena setiap ada perubahan dari nama akan selalu disimpan.

Goodchild (2008) mengatakan bahwa aktifitas VGI yang lain berfokus dalam menguraikan secara terperinci representasi dari permukaan bumi. Seperti yang dikatakan oleh Goodchild (2008), salah satu hal yang dapat diaplikasikan untuk melakukan aktifitas VGI adalah dengan menggunakan OSM.

Gambar I.1. Tampilan website OSM

OSM adalah media bagi para pengguna untuk mengembangkan peta seperti menambah, mengurangi, memperbaiki objek-objek geospasial. OSM pertama kali ditemukan di Inggris dan OSM lahir dari sebuah gagasan untuk menciptakan dan menyajikan data geografis, peta jalan raya secara gratis. OSM berada dibawah naungan OpenStreetMap Foundation yang dibentuk untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan, dan distribusi data geospasial secara gratis dan menyajikan data geospasial kepada siapapun untuk digunakan dan berbagi.

Salah satu upaya VGI yang dapat dilakukan adalah dengan cara melakukan dijitasi di layar komputer bahkan pengguna dapat menambahkan informasi atau keterangan yang spesifik mengenai suatu objek dengan cara

(6)

menulis note pada OSM. Data dapat dinduh dalam berbagai dalam bentuk format sesuai yang diinginkan oleh pengguna.

Data dari OSM adalah data yang bersifat bebas dan terbuka sehingga data tersebut dapat diunduh dan diakses oleh siapapun secara gratis dan OSM memiliki lisensi General Public License (GPL) sehingga banyak orang dapat menggunakannya secara bebas. Tampilan website OSM dalam format peta standar dapat dilihat pada Gambar I.1.

Proses untuk ikut berkontribusi seperti melakukan pembaruan, pengunduhan, dan pemanggilan kembali dalam OSM tidak sulit. Hanya dengan memiliki akun OSM, maka pengguna bebas untuk mengakses peta dalam OSM. Dalam hal berkontribusi, pengguna dapat mengekspresikan dengan berbagai metode bagaimana cara mereka melakukan penambahan data pada peta seperti pengamatan langsung di lapangan, melakukan dijitasi pada layar komputer, trekking dengan Global Positioning System (GPS), melakukan pengeplotan pada peta dan menambahkan foto sebagai data penunjang, dan lain-lain.

Melakukan dijitasi pada layar merupakan salah satu cara yang banyak digunakan oleh pengguna untuk menambah data pada OSM. Dijitasi pada layar sedikit berbeda dari dijitasi manual. Kraak dan Ormeling (2007) mengatakan bahwa dijitasi manual mengacu pada registrasi kursor dari serangkaian titik-titik disepanjang garis-garis pada peta, melalui gerakan koordinat dari rangkaian posisi-posisi kursor tersebut selanjutnya direkam secara digital.

Dijitasi sendiri adalah konversi dari data analog ke data digit atau pemindahan elemen-elemen peta (titik, garis, luasan) kedalam koordinat-koordinat atau seri koodinat yang dihubungkan dengan suatu kode yang menunjukkan arti dari elemen tersebut (Prihandito, 1989). Untuk melakukan dijitasi di layar komputer, pengguna membutuhkan perangkat lunak Java OpenStreet Map (JOSM) editor (Gambar I.10) atau melakukan akses secara langsung pada OSM. Penambahan yang dapat dilakukan antara lain adalah menambah bidang bangunan, menambah pepohonan, menambah akses jalan, selokan, dll. Dan juga menambahkan key dan value pada masing-masing data.

(7)

I.5.2. Model kota 3D

Model kota 3D mampu untuk mengkomunikasikan data geografis dua dimensi dan 3D yang bersifat kompleks dan dapat memberikan cara yang efektif dalam mengkomunikasikan data geospatial (Klimke dan Döllner, 2012). Hal ini disebabkan karena model 3D dinilai lebih atraktif dan lebih informatif dalam memberikan informasi terutama informasi yang terkait dengan informasi geospasial bagi sebagian besar pengguna. Model 3D mampu merepresentasikan keadaan menyerupai kondisi sebenarnya di lapangan atau di dunia nyata (Gambar I.2).

Gambar I.2. Model 3D kota Berlin (Klimke dan Döllner, 2012)

Hal ini mempermudah bagi pengguna untuk melakukan analisis spasial seperti perencanaan, pemetaan 3D, dan lain-lain.

Komponen-komponen penyusun dari model terdiri dari koordinat X, Y, dan Z. Nilai Z memberikan nilai ketinggian bagi sebuah objek. Model 3D terbentuk dari Triangulasi Irregular Network (TIN) yang saling berhubungan sehingga dapat diperoleh kerangka untuk membangun model 3D.

Salah satu data yang dapat digunakan untuk membuat model 3D dan model situasi adalah data OSM. Data OSM yang berformat 2D dapat diubah menjadi data yang berformat 3D dengan menggunakan perangkat lunak osm2world. Model virtual kota 3D dapat mengkomunikasikan data geospasial dua dimensi dan 3D yang kompleks secara efektif (Klimke dan Döllner, 2012). Banyak aplikasi yang sudah diterapkan dari perencanaan daerah urban, potensi penyinaran matahari dari permukaan atap (Gambar I.3.), dan polusi

(8)

suara dapat dimodelkan dan divisualisasikan. Namun demikian, jumlah data yang sangat banyak perlu diproses (Klimke dan Döllner, 2012).

Gambar I.3. Potensi penyinaran matahari dari permukaan atap (Klimke dan Döllner, 2012)

Pada pelaksanaan pembuatan model daerah urban kota Yogyakarta dan model situasinya berdasarkan Level of Detail (LoD) yang terdiri dari

1. Level of Detail 00 2. Level of Detail 01 3. Level of Detail 02 4. Level of Detail 03 5. Level of Detail 04

LoD adalah tahap-tahap dalam pembuatan model 3D dan model situasi yang menunjukkan progress dari model 3D mengenai tingkat kedetilan objek-objek dan situasinya. Biljecki dan Stoter (2013) mengatakan bahwa LoD adalah sebuah konsep yang terdapat pada macam-macam disiplin ilmu yang terkait dengan komputer grafik, kartografi, dan desain sirkuit listrik. Bagi para pengguna sistem informasi geografis, disiplin ilmu LoD lebih relevan pada permodelan kota (Biljecki dan Stoter, 2013).

(9)

1.5.2.1. LoD 00

LoD 00 meliputi kegiatan dijitasi pada layar komputer secara langsung dan memberikan key dan value pada tiap-tiap objek yang didijitasi. Dijitasi pada layar secara langsung ini dilakukan dengan perangkat lunak JOSM editor version 6891 yang menghasilkan data dengan format dua dimensi (Gambar I.1.). Data ini masih berupa data dua dimensi sehingga data ini kemudian akan diperoses lebih lanjut agar menjadi data .

Data merupakan data planimetris dari objek bangunan yang tidak memiliki nilai ketinggian. Objek-objek bangunan yang masih berformat 2D ini kemudian diberi nilai ketinggian oleh pengguna sehingga akan nampak seperti bangunan yang ada di lapangan dan tidak lagi berbentuk planimetris.

1.5.2.2. LoD 01

LoD 01 meliputi kegiatan pembuatan model 3D sehingga objek-objek yang sebelumnya memiliki format 2D menjadi objek-objek 3D karena memiliki nilai tinggi (Gambar I.4.). Data ini berupa blok-blok . Objek-objek 3D bangunan sudah mulai menunjukkan ketinggian setelah diberi nilai tinggi.

Pada tingkat level ini, tingkat kedetailan objek hanya berupa blok-blok bangunan yang memiliki ketinggian dan belum sampai menunjukkan adanya kedetailan lain seperti detail bentuk atap dan eksterior. Proses untuk membuat blok-blok bangunan ini dapat menggunakan perangkat lunak osm2world.

(10)

1.5.2.3. LoD 02

LoD 02 meliputi pekerjaan untuk menambah tingkat kedetailan pada objek 3D. Pada LoD 02 objek bangunan sudah tampak adanya bentuk atap dan atap sudah tidak berbentuk datar seperti pada Gambar I.5.

Gambar I.5. Kenampakan bangunan dalam LoD 02

Pada JOSM editor, terdapat dua belas tipe atap yang merupakan bentuk dasar dalam melakukan pembuatan atap 3D (Gambar I.6). Pengguna dapat membuat bentuk atap yang lain secara manual sesuai dengan keinginan pengguna diluar kedua belas tipe atap yang sudah tersedia dengan menggunakan bahasa pemrograman Javascript.

(11)

Gambar I.6. Tipe atap

(Sumber: http://wiki.OSM.org/wiki/Simple__Buildings) 1.5.2.4. LoD 03

LoD 03 meliputi pekerjaan untuk membuat objek bangunan 3D menjadi fasad, yaitu objek bangunan telah menunjukkan sisi luar atau eksterior pada bagian depan, belakang, dan samping. Eksterior dapat ditunjukkan dengan adanya jendela, pintu, beranda. Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar I.7.

Tujuan dari LoD 03 adalah untuk memberikan gambaran objek lebih detail daripada LoD 02 dan LoD 01 yang hanya memberikan bentuk berupa data 2D pada LoD 01 dan berupa blok-blok bangunan pada LoD 02.

Gambar I.7. Kenampakan stasiun Hauptbahnhof dalam LoD 03 (Kneer, 2014) (Sumber:

http://wiki.OSM.org/wiki/File:OSM2World-Luebeck-Hauptbahnhof.jpg )

1.5.2.5. LoD 04

LoD 04 meliputi pekerjaan untuk membuat model bangunan 3D menjadi lebih detail dengan cara menambah interior di dalam model bangunan 3D. LoD 04 merupakan tahap paling tinggi tingkat kedetailannya diantara

(12)

LoD yang lain karena pada tahap ini model bangunan 3D memiliki detail pada interiornya dan di dalam bangunan.

Interior dan kondisi di dalam bangunan yang ditampilkan pada model bangunan 3D hampir menyerupai interior dan kondisi di dalam bangunan pada bangunan yang sebenarnya seperti lekukan bangunan, properti di dalam bangunan, kondisi dan lingkungan yang hampir sama dengan bangunan yang sebenarnya.

I.5.3. Model Situasi

Model situasi adalah model yang merepresentasikan keadaan pada model 3D hampir seperti keadaan di lapangan atau di dunia nyata. Model situasi dapat ditunjukkan dengan cara menambahkan efek-efek seperti keadaan siang, sore, malam, beberapa efek seperti menambah kabut, dan menambah pohon-pohon. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan editing pada model 3D.

Perbedaan antara model situasi dengan scene adalah pada scene memiliki posisi kamera yang dapat diubah sehingga antara scene satu dengan scene yang lain memiliki sudut pandang atau aspek yang berbeda-beda pada saat pengambilan scene. Pada model situasi lebih menekankan pada suasana seperti suasana siang hari atau suasan sore hari.

Melakukan editing pada model 3D dapat dilakukan dengan cara antara lain adalah mengkombinasikan warna agar memberikan warna yang berbeda pada objek yang memiliki fungsi yang berbeda-beda atau mengkombinasi warna untuk membuat situasi siang (Gambar I.8.) dan senja (Gambar I.9.).

(13)

Gambar I.8. Situasi siang hari

Gambar I.9. Situasi sore hari

Salah satu aktivitas yang dapat dilakukan untuk membuat model situasi adalah membuat model pohon pada model kota 3D. Model pohon dapat membuat model kota 3D menjadi lebih nyata sehingga model kota tidak hanya diisi dengan blok-blok kotak yang merepresentasikan bangunan dan garis yang merepresentasikan jalan.

Unsur pohon pada model kota 3D dapat merepresentasikan dari kumpulan pohon, taman kota, dan hutan seperti yang ada di lapangan. Bentuk model pohon dapat dibuat sesuai dengan keinginan sehingga mirip dengan

(14)

pohon yang ada di lapangan atau dengan bentuk bidang geometri seperti tabung, kerucut, kubus.

I.5.4. Crowdsourcing Geospatial Data

Heipke (2010) mengatakan bahwa Crowdsourcing Geospatial Data (CGD) merujuk pada pembuatan sebuah peta menggunakan jejaraing sosial informal dan teknologi web 2.0. Pemetaan dengan crowdsourcing data memberikan akses kepada pengguna dari berbagai kalangan untuk ikut berpartisipasi. Peta yang dihasilkan berdasarkan pada lingkungan sekitar para pengguna yang ikut berpartisipasi.

Pemetaan dengan crowdsourcing data berbeda dengan pemetaan dengan cara tradisional. Menurut Heipke (2010) letak perbedaan tersebut adalah pada pemetaan dengan cara tradisional hanya dilakukan oleh organisasi-organisasi besar yang terkoordinasi secara eksklusif untuk membuat peta. Sedangkan crowdsourcing data dilakukan oleh banyak pengguna secara umum dan data yang dihasilkan bersifat open source dan peta dapat digunakan secara gratis oleh umum. Menurut Rice et al (2012) pengumpulan data geospasial secara tradisional biasanya dilakukan oleh badan pemerintah yang memiliki sumber daya teknik dan keuangan yang cukup karena untuk memproduksi data geospasial dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Hal ini membuat adanya sentralisasi data yang perannya diambil alih oleh organisasi pemerintah.

Rice et al (2012) mengatakan bahwa Crowdsourcing Geospatial data merupakan turunan dari sumber-sumber tidak resmi yang terdiri dari partisipasi dari partisipan yang secara sukarela berpartisipasi di media sosial dan aktivitas pada web 2.0 seperti Facebook, Flickr, Twitter, Foursquare. Pada media sosial ini, para pengguna dapat memberikan informasi geospasial terkait dengan lokasi dengan bebas seperti geotagging secara real time. Crouwdsourcing Geospatial Data dapat digunakan untuk melakukan analisis geospasial pada alam atau melakukan analisis karakteristik pada informasi non-geospasial. Aplikasi-aplikasi yang terkait dengan crowdsourcing geospatial data dapat dilihat pada tabel I.1.

Crowdsourcing geospatial data dan VGI adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena crowdsourcing geospatial data dihasilkan dari

(15)

metode VGI. Hanya saja yang membedakan kedua hal tersebut adalah crowdsourcing geospatial data adalah berupa data dan VGI adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan data tersebut.

Informasi-informasi yang terdapat pada aplikasi-aplikasi tersebut dapat diperbarui setiap saat secara real time ketika para pengguna aplikasi-aplikasi tersebut ingin menunjukkan dimana mereka berada pada saat itu dan menunjukkan apa yang ada di daerah tersebut. Oleh karena itu, informasi dengan cepat menyebar secara luas dan menjadi hal atraktif baru bagi para pengguna aplikasi yang lain.

Tabel I.1. Aplikasi-aplikasi crowdsourcing geospatial data (Rice et al, 2012)

Pekerjaan Deskripsi Aplikasi

Pencitraan Mengumpulkan citra

bangunan. Pemetaan udara Georeferensi Merektifikasi peta dan

citra.

Pemetaan udara

Perektifikasi peta NYPL (New York Public Library)

Transkrip Mengubah teks

menjadi format digital. Oldweather Digitasi Mengumpulkan fitur

geospasial geometri dan atribut dari peta atau citra.

OSM

Google MapMaker Wikimapia

Pemberian atribut Menambah deskripsi dari informasi untuk mengetahui fitur geospasial dan dataset.

Galaxy Zoo

Pelaporan Mengumpulkan

informasi mengenai lokasi biasanya melalui observasi atau dengan perangkat penunjang. Lousiana Bucket Brigade GasBUddy Street Bump SyriaTracker Wikipedia Pencarian Pencarian peta atau

citra untuk mengidentifikasi fitur secara spesifik. Ekspedisi lapangan : Mongolia-Proyek lembah Khan. DARPA red ballon Penjelajahan Mengumpulkan data

jalan dan merekamnya biasanya menggunakan GPS.

(16)

Memvalidasi Memverifikasi kualitas informasi dari data geospasial. NAVTEQ Map Reporter Geo-wiki.org OSM Inspector Survei Mengumpulkan

beberapa opini atau informasi dari pengguna.

SurveyMapper

Mensosialisasikan Berkontribusi dalam melakukan referensi geospasial pada sosial media.

Twitter Flickr Foursquare Berbagi Menempatkan konten

pada situs yang menjadi host, termasuk data, aplikasi, atau peta yang telah selesai yang kemudian pengguna dapat mengaksesnya.

ArcGIS Online GeoCommons

Perkembangan teknologi yang pesat terutama dalam informasi dan telekomunikasi menjadikan akses penyampaian informasi menjadi sangat cepat ditambah dengan akses internet. Dalam bidang geospasial, perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap pengumpulan data. Orang-orang awam yang tidak tergabung dengan organisasi-organisasi pemetaan dapat ikut andil dalam pengumpulan data geospasial dan pembaharuan data geospasial dengan menggunakan perangkat keras seperti telepon pintar yang terhubung langsung dengan akses internet dan ditunjang dengan jejaring sosial media, situs peta gratis.

I.5.5. User-generated Content

User-generated content (UGC) pada data geospasial mengacu pada kontribusi dari komunitas atau orang-orang yang tidak memiliki pengalaman dalam bidang pemetaan namun mereka ikut berkontribusi dalam pembaruan atau menambah informasi pada peta yang bersifat bebas dan terbuka seperti Wikimapia, OSM.

Perbedaan antara UGC dan VGI adalah pada UGC lebih menekankan pada lisensi pada situs OSM sehingga orang-orang dengan bebas mengakses

(17)

situs OSM, mengunduh data OSM, dan memperbarui data OSM. Pada VGI lebih menekankan pada metode yang digunakan untuk mendapatkan data geografis yang dilakukan secara sukarela oleh pihak-pihak yang paham dengan SIG maupun pihak-pihak yang awam dengan SIG.

UGC tidak pernah lepas dari aktivitas VGI. Harris et al (2010) mengatakan bahwa ketika istilah web geospasial sering digunakan, peran dari UGC telah tumbuh dengan pesat kemudian berkombinasi atau berpartisipasi dalam pengumpulan data geospasial. Para user-generated content dapat melakukan perannya dengan cara mengakses web dengan perangkat keras telekomunikasi seperti telepon pintar, komputer yang memiliki akses internet.

Dengan menggunakan perangkat keras tersebut, para user-generated content dapat memberikan informasi geospasial mengenai tempat dimana mereka berada pada saat itu. Dengan kata lain, mereka dapat melakukannya secara real time. Informasi geospasial yang dapat diperoleh antara lain adalah keterangan mengenai lokasi, foto lokasi, hasil dari geotagging pada tempat baru, pemberian atribut (Gambar I.10.).

Gambar I.10. Peta kota New York yang atributnya telah diisi (Harris et al, 2010) Para pengguna dapat dengan bebas melakukan pengumpulan data geospasial dan kemudian mempublikasikan atau menginformasikan data hasil pengumpulan mereka kepada publik. Dengan adanya teknologi Web 2.0, implikasi terhadap UGC adalah antar pengguna dapat memberikan respons

(18)

atau feedback terhadap data geospasial yang telah dipublikasikan. Sebagai contoh aplikasi dari teknologi Web 2.0 (Gambar I.11.). Dengan menggunakan aplikasi ini, pengguna dapat memberitahukan posisinya secara real time dan kemudian pengguna yang lain dapat memberikan respons terhadap posisinya tersebut.

Gambar I.11. Contoh aplikasi dari teknologi Web 2.0 (Sumber: http://www.androidtapp.com/foursquare/!

Gambar

Gambar I.1. Tampilan website OSM
Gambar I.2. Model 3D kota Berlin (Klimke dan Döllner, 2012)
Gambar I.3. Potensi penyinaran matahari dari permukaan atap (Klimke dan  Döllner, 2012)
Gambar I.4. Kenampakan bangunan dalam LoD 01
+7

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat bagi masyarakat adalah sebagai sarana edukasi untuk memberikan informasi bahwa difabel memiliki kebutuhan khusus dalam suatu ruang yang berbeda dengan non

Joshi di dalam bahasa jepang ada yang memiliki beberapa fungsi yang berbeda, namun ada juga beberapa partikel yang memiliki fungsi yang hampir mirip satu

Setiap suku bangsa memiliki berbagai macam makanan tradisional dan cara pembuatannya juga berbeda-beda.Sehingga tidak heran apabila banyak jenis makanan yang terkenal di

Sedangkan kegiatan ekstensifikasi adalah penambahan jumlah wajib pajak dengan cara memberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kepada wajib pajak orang pribadi yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kerapatan point cloud dari hasil pemindaian pada warna, material dan jarak objek untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Berdasarkan beberapa masalah dan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti tertarik untu melakukan penelitian yang mengkombinasikan model, media

Untuk melakukan segmentasi nasabah yang potensial dengan cara mengimplementasikannya dalam klasifikasi pohon Fuzzy CHAID.. Sistem tersebut memiliki empat buah komponen

Skripsi ini akan fokus dalam pembahasan regresi fungsi survival dengan menggunakan metode stacked dengan mengkombinasikan model parametrik, nonparametrik, dan