• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) DI SEKOLAH INKLUSI: STUDI DESKRIPTIF SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) DI SEKOLAH INKLUSI: STUDI DESKRIPTIF SKRIPSI"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) DI SEKOLAH INKLUSI: STUDI DESKRIPTIF

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Ardika Gea Prabawati NIM: 151134057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2019

(2)

i

PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) DI SEKOLAH INKLUSI: STUDI DESKRIPTIF

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Ardika Gea Prabawati NIM: 151134057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2019

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

Dalam nama Tuhan Yesus skripsi ini aku persembahkan untuk: 1. Tuhan Yesus yang telah memberikan berkat dan mujizatNya.

2. Ayah dan Ibuku tercinta, Bapak Ignatius Prayitna dan Ibu Elisabeth Maryati yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan yang tak terhingga besar dan waktunya.

3. Adikku Daru Titah Prasetya yang selalu memberikanku dukungan untukku. 4. Ibu Erlita dan Ibu Laura selaku dosen pembimbing yang selalu membimbing

dan membantuku dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Sahabat perjuangan skripsiku, Afri, Intan, Zindy, Sasa, Evita, Novi, Tiwi, dan Farika yang saling memberikan dukungan dan bantuan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma, yang telah memberiku pengalaman dan ilmu.

(6)

v

MOTTO

“Kesuksesan adalah buah dari usaha-usaha kecil, yang diulang hari demi hari.” (Robert Collier)

“Banyak kegagalan hidup yang terjadi karena orang-orang tidak menyadari seberapa dekat kesuksesan mereka saat mereka menyerah.”

(7)
(8)
(9)

viii

ABSTRAK

PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) DI SEKOLAH INKLUSI: STUDI DESKRIPTIF

Ardika Gea Prabawati Universitas Sanata Dharma

2019

Sekolah inklusi merupakan salah satu bentuk hak untuk setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan tanpa membeda-bedakan karakteristik setiap warga negara, terutama bagi yang memiliki kebutuhan khusus sehingga dapat memperoleh pendidikan yang setara dengan warga negara lainnya. Sekolah yang ditunjuk untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi harus memperhatikan 8 aspek penyelenggaraan sekolah inklusi. Salah satu aspek dalam penyelenggaraan sekolah inklusi yaitu aspek penerimaan peserta didik baru yang mengakomodasikan semua anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan aspek penerimaan peserta didik baru yang ada di sekolah dasar inklusi.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus. Peneliti mengumpulkan data dengan wawancara dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) 1 dari 4 sekolah inklusi sudah menyediakan kuota peserta didik berkebutuhan khusus dengan jumlah 1-3 siswa, 2) 4 sekolah inklusi sudah mempertimbangkan sarana dan prasarana di dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru, 3) 4 sekolah inklusi yang ada, 1 diantaranya mempertimbangkan sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan dengan maksimal, 1 diantaranya mempertimbangkan sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan namun belum maksimal, dan 2 kurang mempertimbangkan sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan secara maksimal, 4) 4 sekolah inklusi sudah menggunakan sumber biaya yang sesuai dengan peraturan pemerintah dalam pelaksanaan PPDB, 5) 4 sekolah inklusi membentuk panitian PPDB yang melibatkan GPK, dan 6) 4 sekolah inklusi menggunakan persyaratan PPDB yang sesuai dengan peraturan dalam pedoman PPDB.

(10)

ix ABSTRACT

ADMISSION OF NEW STUDENTS IN INCLUSIVE SCHOOLS: DESCRIPTIVE STUDY

Ardika Gea Prabawati Sanata Dharma University

2019

Inclusion school is a kind of rights for every citizen in obtaining education without discriminating every citizen, especially for those who have special needs, so that they can obtain an education equivalent to that of other citizens. Schools that were appointed to organize inclusive education must pay attention to 8 aspects of implementing inclusive schools. One aspect of the implementation of inclusive schools is the aspect of acceptance of new students that accommodates all children. The purpose of this study is to describe the application of aspects of the acceptance of new students in elementary school inclusion.

This research is a qualitative descriptive research with a case study method. The researcher collected data by interviewing and studying documentation. The results of this study indicate that:1) 1 out of 4 inclusive schools had provided quota of special needs students with a number of 1-3 students,2) 4 inclusive schools had considered the facilities and infrastructures in the implementation of accepting new students,3) from 4 inclusion schools, 1 of them considered the resources of educators and the educators maximally, another 1 considered the resources of educators and educators but not maximal, and other 2 not really considered the maximum resources of educators and educators,4) 4 inclusive schools had used the funding sources in accordance with government regulations in implementing PPDB, 5) 4 inclusion schools formed the PPDB committee involving GPK, and 6) 4 inclusive schools used PPDB requirements that complied with the regulations in the PPDB guidelines.

Keywords: inclusion schools, children with special needs, applying aspects of PPDB

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Sekolah Inklusi: Studi Deskriptif”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memenuhi gelar sarjana. Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat selesai dan berhasil dengan baik. Dengan segenap hati, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan bantuan kepada penulis dengan penuh kesabaran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan bantuan kepada penulis dengan penuh kesabaran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Kepala Sekolah SD “Cinta Kasih” di wilayah Kota Yogyakarta yang memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Guru Kelas dan GPK SD “Cinta Kasih” di wilayah Kota Yogyakarta yang telah membantu dan menjadi narasumber dalam penelitian ini.

8. Kedua orangtuaku yang telah memberikan doa, dukungan, dan kasih sayang untuk kelancaran skripsiku.

(12)

xi

9. Teman-teman seperjuanganku, Afri, Zindi, Intan, Tiwi, Sasa, Evita, Novi, dan Farika yang telah memberikan dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini selesai.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca sekaligus menjadi sumber belajar bagi peneliti lain yang memiliki tujuan mengembangkan pendidikan inklusi.

(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 5 C. Tujuan Penelitian ... 5 D. Manfaat Penelitian ... 5 E. Asumsi Penelitian ... 6 F. Definisi Operasional ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Kajian Pustaka ... 8

1. Anak Berkebutuhan Khusus ... 8

2. Pendidikan Inklusi ... 11

a. Pengertian Pendidikan Inklusi ... 11

b. Tujuan Pendidikan Inklusi ... 12

3. Sekolah Inklusi ... 13

(14)

xiii

5. Aspek Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) ... 18

B. Penelitian yang Relevan ... 20

C. Kerangka Berpikir ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26

A. Jenis Penelitian ... 26

B. Setting Penelitian ... 27

1. Tempat Penelitian ... 27

2. Waktu Penelitian ... 27

C. Desain Penelitian ... 27

D. Teknik Pengumpulan Data ... 28

1. Wawancara ... 28

2. Dokumentasi ... 29

E. Instrumen Penelitian ... 30

1. Pedoman Wawancara ... 30

2. Pedoman Daftar Dokumen ... 32

F. Kredibilitas dan Transferabilitas ... 32

1. Kredibilitas ... 32

2. Transferabilitas ... 33

G. Teknik Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Deskripsi Penelitian ... 36

B. Hasil Penelitian ... 37

1. Wawancara ... 37

C. Pembahasan ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61 B. Keterbatasan Penelitian ... 62 C. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN ... 66 BIOGRAFI PENELITI ... 117

(15)

xiv

DAFTAR BAGAN

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara ... 31

Tabel 3.2 Pedoman Studi Dokumentasi ... 32

Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Wawancara SD Mekar Jaya ... 37

Tabel 4.2 Jadwal Pelaksanaan Wawancara SD Cinta Kasih ... 37

Tabel 4.3 Jadwal Pelaksanaan Wawancara SD Pagi Cerah ... 37

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 66

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 67

Lampiran 3. Pedoman Wawancara ... 68

Lampiran 4. Reduksi Hasil Wawancara ... 70

Lampiran 5. Pedoman Dokumentasi ... 96

Lampiran 6. Hasil Studi Dokumentasi ... 97

Lampiran 7. Display Data Wawancara ... 98

(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, dan definisi operasional. A. Latar Belakang Masalah

Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusi berisi pengertian pendidikan inklusi yaitu sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Pendidikan inklusi ini berbeda dengan pendidikan khusus. Selama ini pendidikan khusus bagi anak yang memiliki keterbatasan disediakan dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu SLB (Sekolah Berkelainan), SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa), dan Pendidikan Terpadu. SLB sudah ada sejak tahun 1945 karena di tahun tersebut sudah ada anak berkebutuhan khusus dengan jumlah 100 anak. Setelah SLB didirikan, 6 tahun kemudian pemerintah mendirikan SDLB karena pemerintah mewajibkan sekolah 6 tahun (Budiyanto, 2017: 7).

Di Indonesia, praktik penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dimulai sejak tahun 1990 melalui kerjasama antara Kementerian Pendidikan Nasional pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Norwegia. Kemunculan pendidikan inklusi di Indonesia diawali oleh ketidakpuasan sistem segregasi dan pendidikan khusus yang terlebih dahulu mengiringi perjalanan anak berkebutuhan khusus dalam memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan mereka. Sistem segregasi yang ada dianggap gagal serta kurang mampu mengembangkan potensi dan keterampilan anak didik (Ilahi, 2013: 7). Hal lain yang melatarbelakangi pendidikan inklusi ini muncul adalah akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus semakin tidak terjangkau karena

(19)

2

lokasi sekolah yang tersebar tidak merata. SLB (Sekolah Luar Biasa) jarang sekali ditemui di lingkungan pedesaan yang terpencil. Padahal anak berkebutuhan khusus banyak ditemui di daerah-daerah kecil. Di tengah permasalahan tentang sistem pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, pendidikan inklusi muncul sebagai solusi untuk melanjutkan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tanpa harus merasa kecil hati ketika harus berkumpul dengan anak-anak normal lainnya (Ilahi, 2013: 9).

Pendidikan inklusi hadir dengan tujuan untuk membangun dan menciptakan suasana kelas yang menghargai keanekaragaman dan perbedaan yang menyangkut fisik, sosial, ekonomi, suku, agama dan sekaligus mengakomodasi semua anak tanpa terkecuali (Ardika, 2016: 11). Selain itu, sekolah inklusi bertujuan untuk mengembangkan kemampuan sosial siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus dalam menjalin sebuah pertemanan (Olivia, 2017: 9).

Konsep pendidikan inklusi ini merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Pendidikan inklusi ini hadir untuk membantu anak-anak yang mengalami keterbatasan dalam memperoleh hak pendidikan yang sama dengan anak-anak lainnya (Ilahi, 2013: 26). Dengan adanya sistem pendidikan inklusi, anak-anak yang memiliki keterbatasan dididik secara bersama-sama dengan anak reguler supaya dapat memaksimalkan potensi dan keterampilan mereka. Sistem pendidikan ini menjadi penopang dalam menciptakan rasa saling menghargai dan keterbukaan antar mereka yang memiliki keterbatasan dengan mereka yang normal, sehingga tidak ada lagi sikap diskriminasi yang muncul (Ilahi, 2013: 4-6).

Kustawan (2013: 5) mengatakan bahwa untuk untuk menyelenggarakan sebuah sekolah dengan sistem pendidikan inklusi, sekolah harus memperhatikan kompetensi pendidik dan tenaga pendidikan yang ada. Salah satu tenaga pendidik yang harus diperhatikan oleh sekolah yaitu kepala sekolah. Kepala sekolah adalah sosok yang sangat berperan penting dalam

(20)

3

mengembangkan mutu sekolah. Kepala sekolah harus memahami filosofi dan konsep pendidikan inklusi dan harus berani menjamin serta bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan yang dapat mengakomodasi semua anak. Sekolah inklusi yang dipimpin oleh tenaga pendidik yang profesional, dapat merancang agar sekolah menjadi ramah anak, terbuka, dan tidak ada sikap mendiskriminasi. Triani (2013: 4) memaparkan bahwa guru-guru di sekolah inklusi harus mampu mempersiapkan diri dengan keberagaman yang dimiliki peserta didik. Guru harus mempersiapkan metode yang sesuai dengan karakteristik setiap peserta didik. Selain itu, kurikulum yang digunakan untuk mengajar anak berkebutuhan khusus juga harus diperhatikan karena kurikulum yang digunakan berbeda dengan anak reguler.

Dalam penyelenggaran pendidikan inklusi, sekolah harus memperhatikan beberapa aspek. Kustawan (2013: 90) menyebutkan ada 8 aspek penting yang harus diperhatikan dalam penyelenggaran pendidikan inklusi. Salah satu aspeknya yaitu, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasi semua anak.

Dalam proses PPDB, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 17 Tahun 2017 tentang penerimaan peserta didik baru pada pasal 5 menyebutkan bahwa syarat calon peserta didik baru kelas 1 sekolah dasar yaitu berusia 7 (tujuh) tahun dan paling rendah 6 (enam) tahun pada tanggal 1 Juli tahun berjalan. Disebutkan juga bahwa calon peserta didik yang berusia 6 tahun tersebut diperuntukkan bagi calon peserta didik yang memiliki kecerdasan istimewa atau bakat istimewa yang kesiapan belajarnya dibuktikan dengan rekomendasi tertulis dari psikologi profesional. Pedoman PPDB ini juga menyebutkan bahwa jumlah peserta didik dalam satu rombongan belajar belajar yaitu paling sedikit berjumlah 20 (dua puluh) peserta didik dan paling banyak 28 (dua puluh delapan) peserta didik. Kustawan (2012: 91) menambahkan bahwa sekolah inklusi perlu menyediakan kursi atau kuota paling sedikit 1 (satu) peserta didik dan paling banyak 3 (tiga) peserta didik. Sekolah juga perlu membentuk panitia PPDB yang dilengkapi dengan Guru Pendamping Khusus (GPK) dan menyiapkan panduan PPDB yang

(21)

4

mencantumkan mekanisme penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus. Selain itu, sekolah perlu mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah, seperti sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan, sumber daya sarana dan prasarana, dan sumber daya biaya pada setiap tahunnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulistyaningsih (2017), di wilayah Kota Yogyakarta saat ini sudah ada 29 sekolah dasar negeri yang dianggap mampu untuk menerapkan pendidikan inklusi. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui kesesuaian penyelenggaraan sekolah dasar inklusi dengan aspek-aspek sekolah inklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 dari 7 sekolah dasar yang dijadikan sampel sudah menerapkan 8 aspek penyelenggaraan sekolah inklusi. Hasil yang kedua yaitu tentang penerapan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi dengan hasil menunjukkan bahwa semua sekolah yang dijadikan sampel sudah melaksanakan aspek penerimaan peserta didik baru yang mengakomodasi semua anak. Selanjutnya, Pradevi (2018) melakukan penelitian di salah satu sekolah dasar di wilayah Kota Yogyakarta. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui permasalah yang muncul di sekolah dalam menyelenggarakan sekolah inklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari delapan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi, hanya tiga yang dapat memenuhi. Ketiga aspek tersebut yaitu aspek identifikasi, penataan kelas yang ramah anak, dan penilaian dan evaluasi pembelajaran. Salah satu aspek yang belum terpenuhi yaitu aspek penerimaan peserta didik baru yang mengakomodasi semua anak. Peneliti bermaksud ingin mengetahui secara mendalam, bagaimana penerapan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi di wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Oleh karena iu, penelitian ini fokus mengkaji salah satu penerapan aspek yaitu aspek penerimaan peserta didik baru di sekolah inklusi yang terletak di wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Sekolah inklusi yang dijadikan objek penelitian adalah SD Tadika Mesra, SD Cinta Kasih, SD Pagi Cerah, dan SD Harapan Mulia. Peneliti mengangkat judul “Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Sekolah Inklusi : Studi Deskriptif”.

(22)

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti menentukan rumusan masalah yang akan diteliti. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan aspek Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah inklusi ?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan penerapan aspek Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah inklusi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi tentang penerapan aspek-aspek penyelengaaran sekolah inklusi, salah satunya adalah aspek Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Sekolah Dasar Inklusi

Melalui penelitian ini, sekolah dapat mengkaji dan membuat evaluasi tentang penerapan aspek-aspek dalam penyelenggaraan sekolah inklusi, terutama penerapan dalam aspek Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

b. Bagi Guru

Guru dapat mengetahui sejauh mana penerapan aspek Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah dan bisa mengidentifikasi kesesuaian aspek sekolah inklusi dengan penerapannya di sekolah. c. Bagi Peneliti

(23)

6

Peneliti dapat mendeskripsikan penerapan aspek PPDB di sekolah inklusi dan dapat mempelajari kesesuaian aspek dalam penerapannya di sekolah.

E. Asumsi Penelitian

Dalam penyelenggaraan sekolah inklusi, sekolah harus memperhatikan aspek-aspek penting yang ada. Salah satu aspek yang harus diperhatikan yaitu aspek penerimaan peserta didik baru yang mengakomodasi semua anak. Dalam penerimaan peserta didik baru, Kustawan (2013: 91) menyebutkan bahwa sekolah harus memperhatikan beberapa hal seperti, kuota atau kursi bagi calon peserta didik berkebutuhan khusus, sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan, sumber daya biaya, sumber daya sarana dan prasarana, persyaratan dan panitia pelaksanaan PPDB.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pradevi (2018) menunjukkan bahwa salah satu sekolah inklusi yang berada di wilayah Kota Yogyakarta belum menerapkan aspek-aspek penyelenggaraan sekolah inklusi secara maksimal, terutama pada aspek Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Peneliti berasumsi bahwa sekolah mengalami kendala dalam menerapkan aspek PPDB.

F. Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi adalah sebuah konsep pendidikan yang terbuka dan mengakomodasi semua anak berkebutuhan khusus ataupun tidak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan anak seusianya di sekolah reguler.

(24)

7

2. Sekolah Inklusi

Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengakomodasi siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus dan memberikan pelayanan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh siswa tersebut.

3. Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus adalah anak – anak yang mengalami gangguan fisik maupun mental dan juga anak potensial berbakat yang memerlukan pendidikan secara khusus.

4. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah inklusi perlu memperhatikan beberapa hal yaitu, sumber sarana dan prasarana, sumber pendidik dan tenaga kependidikan, sumber biaya, kuota peserta didik berkebutuhan khusus, panitian PPDB, dan persyaratan bagi calon peserta didik berkebutuhan khusus.

(25)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II membahas mengenai kajian pustaka, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir.

A. Kajian Pustaka

1. Anak Berkebutuhan Khusus

a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat diartikan sebagai anak yang mengalami gangguan fisik, mental, intelegensi serta emosi sehingga diharuskan mendapat pembelajaran secara khusus (Atmaja, 2017: 6). Anak berkebutuhan khusus memerlukan perhatian yang lebih agar mereka dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Anak berkebutuhan khusus memerlukan pendidikan khusus dan pelayanan yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Ilahi (2013: 137) berpendapat bahwa anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak – anak yang tergolong cacat atau menyandang ketunaan dan juga anak berbakat.

Dari beberapa pendapat di atas, anak berkebutuhan khusus adalah anak – anak yang mengalami gangguan fisik maupun mental dan juga anak potensial berbakat yang memerlukan pendidikan secara khusus. b. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Kauffman dan Hallahan (dalam Delphie, 2006: 15) mengungkapkan ada sepuluh tipe anak berkebutuhan khusus. Kesepuluh tipe anak berkebutuhan khusus tersebut yaitu:

1) Tunagrahita (mental retardation), memiliki kesulitan belajar karena terhambat dalam perkembangan intelegensi, mental, fisik, dan emosi sosial.

2) Kesulitan belajar (learning disabilities), memiliki masalah dalam perkebangan kognitif, emosi dan sosial.

(26)

9

3) Hiperaktif, memiliki gangguan mental yang dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya, kurangnya asupan gizi pada saat kehamilan dan faktor radiasi yang menyerang anak saat balita. Ciri-ciri yang dapat dilihat antara lain tidak mau diam, suka mengganggu teman, sulit berkonsentrasi, sulit mengikuti perintah, dan bermasalah dalam belajar.

4) Tunalaras (emotional or behavior disorder), memiliki hambatan emosional dan tingkah laku sehingga mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

5) Tunarungu wicara (communication disorder and deafness), memiliki hambatan pendengaran sehingga sulit berkomunikasi secara lisan dengan orang lain.

6) Tunanetra (partially seing and legally blind), individu yang memiliki hambatan penglihatan.

7) Anak autistik (autistic children), memiliki gangguan intelektual dan fungsi saraf. Kelainan yang dimiliki meliputi kelainan bicara, kelainan fungsi saraf, intelektual, dan perilaku.

8) Tunadaksa (physical disability), ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya secara normal.

9) Tunaganda (multiple handicapped) memiliki kelainan perkembangan neurologis yang disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan kemampuan intelegensi, gerak, bahasa, atau hubungan pribadi masyarakat. Kelain ini juga mencakup kelainan perkembangan fungsi adaptif.

10) Anak berbakat (giftedness and special talents) memiliki kemampuan yang unggul dalam segi intelektual, fisik, dan perilakuk sosial.

Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 (dalam Sartika, 2013: 7) tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan/bakat istimewa, bahwa peserta didik yang memiliki

(27)

10

kelainan fisik, emosi, mental, dan memiliki potensi kecerdasan yaitu sebagai berikut:

1) Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan yang diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu buta total dan low vision.

2) Tunarungu adalah individu yang mengalami hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen.

3) Tunawicara adalah individu yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit dimengerti orang lain.

4) Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.

5) Tunadaksa adalah individu yang mengalami gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-maskular dan struktur tulang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, amputasi, polio, dan lumpuh.

6) Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial.

7) Kesulitan belajar (learning disability) adalah gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar yang melibatkan pemahaman bahasa, lisan maupun tulis, sehingga sering mengalami kesulitan untuk mendengarkan, berpikir, bicara, membaca, menulis, mengeja, maupun melakukan perhitungan. Jenis-jenis kesulitan belajar ini diantaranya diskalkulia, disgraphia, disleksia, dan dispraksia. 8) Lambat belajar (slow learner) adalah individu yang memiliki

prestasi belajar rendah dan di bawah rata-rata anak pada umumnya tapi bukan tergolong anak keterbelakangan mental. Jika dilakukan pengetesan, IQ mereka menunjukkan skor antara 70-90.

9) Autis (autism spectrum disorder) adalah keadaan gangguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi

(28)

11

menutup diri. Gangguan ini membuat anak mengalami keterbatasan dalam berinteraksi, berkomunikasi, dan berperilaku.

Dari beberapa pernyataan di atas, klasifikasi anak berkebutuhan khusus yaitu tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, autisme, hiperaktif, kesulitan belajar (learning disability), lambat belajar (slow learner), tunaganda, dan gifted.

2. Pendidikan Inklusi

a. Pengertian Pendidikan Inklusi

Ilahi (2013: 24) mendefinisikan pendidikan inklusi sebagai sebuah konsep pendidikan yang menampung semua anak yang berkebutuhan khusus tanpa membeda-bedakan latar belakang dan keterbatasan pada diri anak. Konsep dalam pendidikan inklusi ini merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan seluruh aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar sebagai warga negara. Sebagai konsep pendidikan terpadu, pendidikan inklusi mencerminkan pendidikan untuk semua anak tanpa terkecuali. Rosilawati (2013: 9) memaparkan bahwa pendidikan inklusi adalah sebuah pendidikan yang memberikan layanan kepada semua anak tanpa terkecuali.

Pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Model pendidikan ini berupaya memberikan kesempatan yang sama terhadap anak berkebutuhan khusus dengan anak reluger lainnya dalam mencari sumber-sumber belajar yang tersedia (Ilahi, 2013: 27).

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, pendidikan inklusi adalah sebuah konsep pendidikan yang terbuka dan mengakomodasi semua anak berkebutuhan khusus ataupun tidak berkebutuhan khusus

(29)

12

untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan anak seusianya di sekolah reguler.

b. Tujuan Pendidikan Inklusi

Kustawan (2013: 10) menyebutkan bahwa pendidikan inklusi yang ramah anak bertujuan untuk membangun konsep yang koheren dan kerangka kebijakan yang kontekstual dengan kondisi lingkungan, sehingga tersedia akses pendidikan dasar untuk semua anak. Ilahi (2013: 39) memaparkan beberapa tujuan pendidikan inklusi, yaitu:

1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. Santoso (dalam Ardika, 2016: 11) memaparkan tujuan pendidikan inklusi, yaitu:

1) Menciptakan dan membangun pendidikan yang berkualitas, menciptakan kelas yang hangat, menerima dan menghargai keanekaragaman, menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak dan menekankan suasana kelas yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi, suku, agama, dan sekaligus mengakomodasi anak tanpa memandang fisik, sosial, dan intelektual.

2) Memberikan kesempatan agar memperoleh pendidikan yang sama bagi semua anak dan orang dewasa yang memerlukan pendidikan baik yang memiliki kercerdasasan tinggi, memiliki hambatan fisik atau intelegensi dan bagi mereka yang terpisahkan.

(30)

13

3. Sekolah Inklusi

Ilahi (2013: 87) berpendapat bahwa sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengakomodasi siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama. Penerapan pendidikan inklusi pada sekolah inklusi dapat membuat anak berkebutuhan khusus merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai dan diperhatikan. Murtie (2014: 225) mengemukakan pendapat tentang sekolah inklusi yaitu sekolah yang dibuat untuk mendidik anak-anak pada umumnya namun menyediakan tempat juga bagi anak berkebutuhan khusus yang mampu didik. Sekolah ini merupakan sekolah yang menyiapkan pelayanan untuk siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus dengan dampingan seorang guru pendamping. Pendidikan yang dikembangkan sesuai dengan siswa reguler dan siswa khusus sesuai dengan potensi masing-masing.

Dari beberapa pendapat di atas, sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengakomodasi siswa reguler maupun siswa berkebutuhan khusus dan memberikan pelayanan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh siswa tersebut.

4. Aspek – aspek Penyelenggaraan Sekolah Inklusi

Kustawan (2013) dalam bukunya yang berjudul “Model Implementasi Pendidikan Inklusif Ramah Anak” menyebutkan ada 8 aspek penyelenggaraan sekolah inklusi, yaitu:

a. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasi Semua Anak

Kustawan (2013: 90) berpendapat bahwa guru perlu memahami keberagaman anak dalam haknya untuk memperoleh pendidikan yang bermutu tanpa melihat perbedaan fisik, intelektual, sosial, emosi atau kondisi lainnya. Dalam hal ini, semua anak memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, termasuk dengan anak berkebutuhan khusus. Hal inilah yang menjadi dasar bagi sekolah inklusi untuk menerima dan mengakomodasi semua anak termasuk

(31)

14

dengan anak berkebutuhan khusus agar mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Ilahi (2013: 24) juga memaparkan pendapat yang sama, yaitu bahwa pendidikan inklusi memang mencerminkan pendidikan untuk semua tanpa terkecuali, apakah dia mengalami keterbatasan fisik atau tidak memiliki kemampuan finansial.

b. Identifikasi

Identifikasi adalah upaya pendidik dan tenaga kependidikan lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami hambatan/kelainan/gangguan baik fisik, intelektual, mental, emosional dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhannya (Kustawan, 2013: 93).

Guru melaksanakan identifikasi dengan cara mengamati gejala-gejala yang nampak, seperti gejala-gejala fisik, perilaku dan hasil belajar. Tujuan dari identifikasi ini adalah untuk menghimpun informasi atau data apakah seorang anak mengalami kelainan atau penyimpangan dalam pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Hasil yang diperoleh dari proses identifikasi ini nantinya digunakan sebagai dasar penyusunan program pembelajaran dan penanganan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya (Kustawan, 2013: 94).

c. Assesmen

Pedoman umum penyelenggaraan pendidikan inklusi mendefinisikan istilah assesmen sebagai suatu upaya seseorang (dalam hal ini orang tua, guru maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan atau penyimpangan (dalam hal ini fisik, intelektual, sosial, emosional atau tingkah laku) dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai (Kustawan, 2013: 93). Assesmen juga didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk memantau

(32)

15

kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan yang diperlukan (Friend dan Bursuck, 2015: 209).

Lerner dalam (Kustawan, 2013: 95) mengemukakan bahwa identifikasi dilakukan untuk lima keperluan yaitu penjaringan (screening), pengalihtanganan (referral), klasifikasi (classification), perencanaan pembelajaran (instructional planning), dan pemantauan kemajuan belajar (monitoring pupil progress).

Ketika melakukan assesmen, seorang guru harus memahami hal-hal sebagai berikut: 1) menyadari kegiatan-kegiatan assesmen yang sedang dilakukannya, 2) memiliki bekal yang cukup tentang bagaimana melakukan assesmen, 3) memiliki alat atau instrumen yang baik untuk melakukan penelahan secara seksama dari data yang diperolehnya, 4) memiliki kemampuan untuk menganalisa dan menginterpretasi data yang sudah diperolehnya (Kustawan, 2013: 98). Hal-hal tersebut sangat penting dipahami oleh guru agar informasi yang didapat dari proses assesmen dapat menjadi dasar bagi seorang pendidik untuk menyusun pembelajaran yang efektif yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

d. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel)

Kurikulum fleksibel yakni kurikulum yang mengakomodasi anak dengan berbagai latar belakang kemampuan dan disusun sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik anak (Kustawan, 2013: 107).

Kustawan (2013: 107-108) memaparkan model pengembangan kurikulum yang bisa dilakukan dalam upaya penyusunan kurikulum yang fleksibel, yaitu: 1) model eskalasi (ditingkatkan), 2) model duplikasi (meniru atau menggandakan), 3) model duplikasi (merubah untuk disesuaikan), 4) model substitusi (mengganti), dan 5) model omisi (menghilangkan).

Prinsip pengembangan kurikulum fleksibel yaitu kurikulum umum yang diberlakukan untuk anak pada umumnya perlu diubah

(33)

16

atau dimodifikasi untuk disesuaikan dengan kondisi anak berkebutuhan khusus (Kustawan, 2013: 108). Modifikasi yang dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan anak. Anak berkebutuhan khusus yang sekolah di sekolah reguler secara umum menggunakan kurikulum standar, kurikulum di atas standar, dan kurikulum di bawah standar. Hal tersebut disesuaikan dengan kemampuan IQ anak.

e. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran yang Ramah Anak Bahan ajar atau materi pembelajaran yang fleksibel atau ramah anak secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari anak berkebutuhan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan atau hambatannya dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan (Kustawan, 2013: 111).

f. Penataan Kelas yang Ramah Anak

Kustawan (2013: 115) menjelaskan bahwa menciptakan suasana belajar yang menggairahkan, perlu memperhatikan pengaturan atau penaatan ruang kelas. Meja dan kursi diatur dengan mudah dipindahkan agar anak dapat duduk secara berkelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa. Friend (2015: 285) menjelaskan bahwa penataan ruang kelas mencakup semua hal yang dilakukan oleh para guru demi mengoptimalkan proses belajar-mengajar yang efektif, mulai dari mengatur peserta didik, ruang, waktu, hingga materi.

g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif

Media pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan khusus pada hakekatnya adalah media yang dirancang, dibuat, dipilih dan digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam kegiatan pembelajaran (Kustawan, 2013: 117). Dalam hal ini, media yang digunakan untuk anak berkebutuhan khusus harus sesuai dengan kebutuhan anak tersebut dan bersifat

(34)

17

adaptif. Media adaptif yang dimaksud merupakan media yang disesuaikan dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus.

h. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran

Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun non tes. Penilaian dalam konteks sekolah inklusi adalah sebuah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja anak berkebutuhan khusus setelah selesai mengikuti kegiatan pembelajaran (Kustawan, 2013: 123). Sedangkan, evaluasi adalah sebuah kegiatan mengumpulkan tentang bekerjanya sesuatu yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan (Kustawan, 2013: 125).

Kustawan (2013: 127-129) memaparkan beberapa teknik penilaian yang dapat digunakan oleh guru di sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi, yaitu: 1) teknik tertulis, 2) observasi, 3) tes kinerja, 4) penugasan, 5) tes lisan, 6) penilaian portofolio, 7) jurnal, 8) inventori 9) penilaian diri, dan 10) penilaian antar teman.

Dari uraian di atas, delapan aspek dalam penyelenggaraan sekolah inklusi antara lain: a) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasi semua anak; b) identifikasi; c) adaptasi kurikulum (kurikulum fleksibel); d) merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran ramah anak; e) penataan kelas ramah anak; f) assesmen; g) penilaian dan evaluasi pembelajaran.

(35)

18

5. Aspek Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasi Semua Anak

Terdapat delapan (8) aspek yang harus ada dalam penyelenggaraan sekolah inklusi. Dari delapan (8) aspek tersebut, peneliti memfokuskan penelitian pada salah satu aspek yaitu aspek “Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasi semua anak”.

Salah satu konsep dari pendidikan inklusi adalah bersifat terbuka dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara (Ilahi, 2013: 24). Melalui kegiatan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) ini, sekolah inklusi memberikan keleluasaan dalam menerima semua anak berkebutuhan khusus.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusi bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa menambahkan bahwa pendidikan inklusi memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan bersama dengan peserta didik pada umumnya. Menindaklanjuti peraturan ini, semua guru harus memahami keberagaman karakteristik anak. Pemahaman ini diawali pada kegiatan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasi semua anak tanpa memandang keterbatasan ataupun kecerdasasan yang dimiliki oleh anak tersebut. Dalam proses PPDB, SD/MI di setiap tahunnya perlu mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah, yaitu sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan, sumber daya sarana dan prasarana, dan sumber daya biaya (Kustawan, 2013: 90).

Dalam sekolah inklusi, Kustawan (2013: 91) memaparkan bahwa satuan pendidikan harus mengalokasikan kursi peserta didik atau kuota paling sedikit 1 (satu) anak berkebutuhan khusus dan paling banyak 3 (tiga) peserta didik berkebutuhan khusus dalam setiap rombongan belajar. Pada Pedoman Umum Penerimaan Peserta Didik Baru tahun pelajaran

(36)

19

2017/2018 juga menyebutkan hal yang berkaitan dengan sumber dana yang digunakan untuk pelaksanaan PPDB. Dalam pedoman umum PPDB tersebut disebutkan bahwa sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah dan menerima dana BOS dari pemerintah dilarang untuk melakukan pemungutan yang terkait pelaksanaan PPDB. Selain sumber dana, dalam pedoman PPDB tahun 2017/2018 juga memaparkan tentang persyaratan dalam pelaksanaan PPDB. Dalam pedoman penerimaan peserta didik baru disebutkan bahwa persyaratan calon peserta didik baru yang berumur 7 (tujuh) tahun wajib diterima sebagai peserta didik dan calon peserta didik baru berusia paling rendah 6 (enam) tahun pada tanggal 1 Juli. Syarat usia ini dibuktikan dengan akta kelahiran atau surat keterangan lahir yang dikeluarkan oleh pihak berwenang. Disebutkan juga bagi calon peserta didik berkebutuhan khusus harus dibuktikan dengan rekomendasi tertulis dari psikolog profesional.

Kustawan (2013: 91) berpendapat bahwa sekolah inklusi perlu membentuk panitia PPDB yang dilengkapi dengan pendidik (dalam hal ini guru pendidikan khusus atau konselor) yang sudah memahami tentang pendidikan inklusi dan keberagaman karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus. Selaras dengan yang diungkapkan Kustawan, Friend dan Bursuck (2015: 68) berpendapat bahwa ada dua sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan dalam pendidikan inklusi yaitu guru pendidikan umum dan pendidikan khusus. Guru pendidikan umum adalah tenaga profesional yang mengetahui paling banyak tentang keseharian, keunggulan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Sedangkan guru pendidikan khusus atau sering disebut dengan guru pendamping khusus adalah guru yang memiliki pengetahuan dan keahlian dalam bidang anak berkebutuhan khusus (Murtie, 2014: 126).

Dari beberapa pendapat para ahli mengenai proses PPDB yang mengakomodasi semua anak dalam sekolah inklusi, peneliti menyimpulkan bahwa dalam proses PPDB yang mengakomodasi semua anak, sekolah perlu mengalokasikan kuota bagi calon peserta didik

(37)

20

berkebutuhan khusus pada setiap rombongan belajar dengan jumlah paling sedikit 1 (satu) dan paling banyak 3 (tiga), memberikan pelayanan dengan cara menyediakan guru pendamping khusus dalam pelaksanaan PPDB untuk membantu melayani dan melakukan assesmen awal pada peserta didik yang berkebutuhan khusus, memperhatikan sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah, memperhatikan sumber dana yang digunakan dalam pelaksanaan PPDB, dan memperhatikan sarana dan prasarana yang ada di sekolah.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Rika Widyawati pada tahun 2017. Judul penelitian tersebut adalah Evaluasi Pelaksanaan Program Inklusi Sekolah Dasar. Jenis Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode yang digunakan untuk pengambilan data yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan program inklusi di SD Negeri Klero 02 Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. Teknis analisis data pada penelitian ini menggunakan uji triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Hasil dari penelitian ini adalah SD Negeri Klero 02 secara keseluruhan sudah melaksanakan program inklusi dengan baik, namun ada beberapa hal yang kurang maksimal seperti, kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana bagi ABK dan belum adanya GPK yang memadahi.

Penelitian yang kedua dilakukan oleh Fannisa Aulia Rahmania pada tahun 2016 dengan judul Tugas Guru Pendamping Khusus (GPK) dalam Memberikan Pelayanan Pendidikan Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusif SD Negeri Giwangan Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Analisis data menggunakan reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tugas GPK sudah terlaksana dalam melayani kebutuhan diantaranya

(38)

21

menyelenggarakan administrasi khusus yaitu catatan harian, pencatatan hasil assesmen dan dokumen identitas siswa.

Penelitian yang ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Ana Nastiti pada tahun 2017 dengan judul Manajemen Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di SD Muhammadiyah 2 Kota Magelang. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan peserta didik berkebutuhan khusus, pembinaan peserta didik berkebutuhan khusus, layanan khusus peserta didik berkebutuhan khusus dan evaluasi peserta didik berkebutuhan khusus. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan triangulasi sumber dan teknik. Hasil dari penelitian ini yaitu tidak adanya GPK dalam manajemen peserta didik.

Berdasarkan ketiga penelitian di atas terdapat relevansi antara penelitian yang akan peneliti lakukan oleh peneliti. Penelitian pertama memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu untuk mengevaluasi penyelenggaraan sekolah inklusi dengan memperhatikan aspek dalam penyelenggaraan sebuah sekolah inklusi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sekolah sudah melaksanakan program inklusi dengan baik, namun ada beberapa hal yang kurang maskimal seperti sarana dan prasarana di sekolah. Penelitian yang kedua memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu mengetahui tugas dan peran GPK (guru pendamping khusus), dimana GPK termasuk sumber daya pendidik yang harus diperhatikan untuk menyelenggarakan sekolah inklusi. Penelitian yang ketiga memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu untuk mengetahui pelayanan yang dilakukan sekolah kepada peserta didik berkebutuhan khusus dan evaluasi peserta didik berkebutuhan khusus. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa sekolah tidak memiliki GPK (guru pendamping khusus) sebagai salah satu layanan bagi peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah inklusi. Selain itu, relevansi ketiga penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh

(39)

22

peneliti yaitu menggunakan jenis penelitian yang sama; yaitu penelitian deskriptif kualitatif.

Ketiga penelitian tersebut memberikan relevansi kepada peneliti yang akan melakukan penelitian mengenai penerapan salah satu aspek dalam penyelenggaraan sekolah inklusi di 4 sekolah inklusi yang ada di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Penelitian ini juga melanjutkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pradevi (2018) tentang permasalah yang ada di sekolah selama melaksanakan program sekolah inklusi. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa dari delapan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi, hanya ada tiga aspek yang diterapkan secara maksimal, yaitu aspek identifikasi, penataan kelas yang ramah anak, dan penilaian dan evaluasi pembelajaran. Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan mengetahu lebih dalam mengenai salah satu aspek yang belum dilaksanakan secara maksimal, yaitu aspek penerimaan peserta didik baru yang mengakomodasi semua anak.

Di bawah ini digambarkan dengan bagan bagaimana hubungan antara ketiga penelitian yang relevan di atas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dalam bentuk literature map.

(40)

23

Bagan 2.1 Literature Map

C. Kerangka Berpikir

Pendidikan inklusi adalah sebuah konsep pendidikan yang memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan yang setara dengan anak reguler dalam satu lingkungan pendidikan. Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi, sekolah harus mampu menerapkan delapan (8) aspek penyelenggaraan sekolah inklusi dengan maksimal. Kustawan (2015: 90-118) memaparkan bahwa aspek penyelenggaraan sekolah inklusi yaitu, penerimaan peserta didik baru yang mengakomodasi semua anak, identifikasi, assesmen, adaptasi kurikulum, merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak, penataan kelas yang ramah

Rika Widyawati “Evaluasi Pelaksanaan Program Inklusi Sekolah Dasar”

Fannisa Aulia Rahmannia “Tugas Guru Pendamping Khusus dalam Memberikan Pelayanan Pendidikan Siswa Berkebutuhan Khsusus di Sekolah Inklusif SD Negeri Giwangan” Ana Nastiti “Manajemen Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di Muh. 2 Kota Magelang”

Ardika Gea Prabawati “Penerapan PPDB di Sekolah

Inklusi: Studi Deskriptif”

Manajemen peserta didik berkebutuhan khusus.

Tugas GPK dalam aspek penyelenggaraan sekolah inklusi dalam proses PPDB.

Evaluasi tentang penerapan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi.

(41)

24

anak, pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, dan penilaian dan evaluasi pembelajaran.

Ferinda dan Sulistyaningsih (2017) pernah melakukan penelitian survei di wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman untuk mengetahui penerapan aspek-aspek penyelenggaraan sekolah inklusi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa 14,2% sekolah dasar inklusi di wilayah Kota Yogyakarta telah mencakup 8 aspek. Sedangkan, di Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa 22% sekolah dasar inklusi telah mencakup 8 aspek. Pradevi (2018) melakukan penelitian lanjutan dari penelitian survei sebelumnya. Penelitian tersebut meneliti tentang permasalahan yang ada dalam penyelenggaraan sekolah inklusi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari delapan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi, hanya ada tiga aspek yang dilaksanakan dengan maksimal. Ketiga aspek tersebut yaitu, identifikasi, penilaian dan evaluasi pembelajaran, dan penataan kelas yang ramah anak. Penelitian tersebut menjadi acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian tentang penerapan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi, tetapi peneliti memfokuskan penelitian pada salah satu aspek saja. Aspek yang diteliti yaitu aspek penerimaan peserta didik baru yang mengakomodasi semua anak.

Dalam proses pelaksanakan PPDB, sekolah harus memperhatikan beberapa hal seperti, jumlah kuota bagi calon peserta didik berkebutuhan khusus. Sekolah inklusi harus menyediakan kuota setiap tahunnya bagi calon peserta didik berkebutuhan khusus dengan jumlah paling sedikit satu (1) dan paling banyak tiga (3). Selain menyediakan kuota, sekolah perlu membentuk panitia sebelum pelaksanaan penerimaan peserta didik baru. Panitia yang dibentuk sekolah harus melibatkan guru dan guru pendamping khusus. Keterlibatan guru pendamping khusus ini tidak lain adalah untuk membantu menganalisa hasil assesmen yang telah dibawa oleh calon peserta didik berkebutuhan khusus. Setelah guru pendamping khusus melakukan analisa, hasil analisa selanjutnya akan didiskusikan dengan guru lain dan kepala sekolah untuk menentukan tipe anak berkebutuhan khusus yang akan diterima

(42)

25

sekolah. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah juga harus diperhatikan sebelum memutuskan untuk menerima tipe anak berkebutuhan khusus. Sekolah inklusi yang tidak memiliki fasilitas lengkap untuk anak berkebutuhan khusus, disarankan untuk tidak menerima tipe anak berkebutuhan khusus tersebut. Sekolah juga harus memperhatikan guru yang menangani anak berkebutuhan khusus seperti guru pendamping khusus (GPK) dan guru kelas, agar anak berkebutuhan khusus bisa menerima pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Biaya dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik juga menjadi salah satu hal penting di sekolah. Sekolah tidak diperbolehkan untuk memungut biaya penerimaan peserta didik baru kepada calon peserta didik. Hal tersebut sudah tercantum dalam Pedoman Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Dalam pedoman tersebut juga dicantumkan bahwa semua biaya yang digunakan untuk pelaksanaan PPDB berasal dari biaya BOS.

Peneliti terdorong untuk melakukan wawancara kepada kepala sekolah, guru pendamping khusus, dan guru di sekolah untuk mengetahui proses pelaksanaan penerimaan peserta didik baru yang mengakomodasi semua anak yang berpedoman dengan salah satu aspek penyelenggaraan sekolah inklusi, yaitu aspek penerimaan peserta didik baru yang mengakomodasi semua anak. Peneliti membuat 14 butir pertanyaan, namun karena peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur, maka ada kemungkinan pertanyaan lain akan terlontar ketika melakukan wawancara. Data wawancara yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis dan digunakan untuk mendeskripsikan penerapan aspek penerimaan peserta didik baru yang mengakomodasi semua anak di empat sekolah inklusi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti mengambil judul “Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Sekolah Inklusi: Studi Deskriptif”. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan melakukan pengambilan data dengan cara wawancara dan dokumentasi di sekolah inklusi wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

(43)

26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bagian metode penelitian ini menjelaskan jenis penelitian, setting penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, kredibilitas dan transferabilitas, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif. Sugiyono (2010: 15) berpendapat bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara pusposive dan snowbaal, teknik pengumpulan data dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Ahmadi (2014: 15) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena yang sedang terjadi secara alamiah (natural) dalam keadaan-keadaan yang sedang terjadi secara alamiah.

Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus. Emzir (2012: 20) mengemukakan bahwa penelitian studi kasus adalah suatu penelitian kualitatif yang berusaha menemukan makna, menyelidiki proses, dan memperoleh pengertian dan pemahaman yang mendalam dari individu, kelompok, atau situasi. Penelitian yang menggunakan metode ini adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang dipelajari sebagai suatu kasus. Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Penelitian studi kasus ingin mempelajari secara intensif latar belakang serta interaksi lingkungan dari unit-unit sosial yang menjadi subjek (Nazir, 2013: 45).

(44)

27

B. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di empat (4) sekolah inklusi yang terletak di wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, yaitu SD Mekar Jaya, SD Pagi Cerah, SD Cinta Kasih, dan SD Harapan Mulia.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Agustus 2018 hingga bulan Juni 2019. Peneliti menentukan judul pada bulan Desember 2018. Peneliti kemudian menyusun pedoman wawancara dan observasi yang dilakukan dari bulan Desember 2018 hingga bulan Februari 2019. Pada akhir bulan Februari, peneliti membuat surat ijin melakukan observasi dan wawancara di SD Mekar Jaya. Setelah mendapat ijin, peneliti langsung memulai penelitian pada bulan April 2019. Di bulan April hingga Juni, peneliti melakukan pengolahan data.

C. Desain Penelitian

Emzir (2012: 14-16) memaparkan prosedur atau desain dalam penelitian kualitatif. Prosedur tersebut meliputi:

1. Mengidentifikasi sebuah topik atau fokus. Topik-topik tersebut diidentifikasi berdasarkan pengalaman dan obervasi. Topik-topik ini ditentukan pada awal studi, namun fokus studi dapat ditulis kembali selama fase pengumpulan data.

2. Melakukan tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka ini dilakukan oleh peneliti untuk mengidentifikasi informasi yang relevan dengan studi. Tinjauan pustaka berlanjut sampai data terkumpul dan memungkinkan peneliti mendefinisikan kembali pertanyaan penelitian.

3. Mendefinisikan peran peneliti. Peneliti menjalin hubungan yang akrab dengan partisipan untuk memperoleh data yang benar. Sebagaimana dengan partisipan, peneliti harus menjadi bagian dari budaya yang akan diteliti.

(45)

28

4. Mengelola jalan masuk lapangan dan menjaga hubungan baik di lapangan. Peneliti mendefinisikan fokus penelitian dan lapangan studi (tempat untuk melaksanakan penelitian) harus diidentifikasikan. Pemilihan lapangan harus disesuaikan dengan topik atau fokus penelitian 5. Memilih partisipan. Peneliti akan memilih partisipan yang dapat

menyediakan informasi penting, yaitu kunci untuk studi tersebut.

6. Menulis pertanyaan-pertanyaan bayangan. Pertanyaan bayangan dirancang oleh peneliti dan didasarkan pada topik penelitian yang sudah diidentifikasi baik pada permulaan studi maupun selama studi berlangsung. Pertanyaan ini membantu peneliti untuk mengumpulkan data.

7. Pengumpulan data. Penelitian kualitatif secara umum menggunakan teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan analisis dokumen.

8. Analisis data. Data dalam penelitian kualitatif dianalisis melalui membaca dan mereview data (catatan observasi, transkrip wawancara) untuk mendeteksi tema-tema dan pola-pola yang muncul.

9. Interpretasi dan disseminasi hasil. Peneliti merangkum dan menjelaskan hasil dalam bentuk naratif. Lebih lanjut peneliti kualitatif berusaha berbagi temuan mereka melalui jurnal, laporan, webside, dan pertemuan formal atau informasi.

D. Teknik Pengumpulan Data

Emzir (2012: 65) memaparkan tiga macam teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yaitu: pengamatan, wawancara, dan studi dokumentasi. Penelitian ini hanya menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu wawancara dan studi dokumentasi.

1. Wawancara

Djamal (2015: 75) mengemukakan wawancara merupakan salah satu teknik mendapatkan data dengan cara mengadakan percakapan secara langsung antara pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan

(46)

29

dengan pihak yang diwawancarai yang menjawab pertanyaan itu. Wawancara juga dapat didefinisikan sebagai sebuah proses interaksi komunikasi yang dilakukan oleh setidaknya dua orang, atas dasar ketersediaan dan dalam setting alamiah, dimana arah pembicaraan mengacu kepada tujuan yang telah ditetapkan dengan mengedepankan kepercayaan sebagai landasan utama dalam memahami (Herdiansyah, 2013: 31).

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara untuk menggali informasi tentang proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah dasar inklusi. Wawancara dilakukan dengan guru, kepala sekolah, dan Guru Pendamping Khusus (GPK) dalam sekolah tersebut.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk wawancara semi terstruktur. Sugiyono (2015: 267) memaparkan bahwa wawancara semi terstruktur termasuk dalam kategori wawancara mendalam (in-dept interview). Bentuk wawancara ini lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara semi terstruktur adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara dimintai pendapat dan ide-idenya.

2. Dokumentasi

Djamal (2015: 86) berpendapat dokumen ialah setiap bahan tertulis atau film yang tidak dipersiapkan karena ada permintaan seorang peneliti. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan, misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dll.

Djamal (2015: 86-87) memberikan alasan kenapa studi dokumen berguna bagi penelitian kualitatif, diantaranya:

(47)

30

a) Dokumen merupakan sumber informasi yang stabil, karena tidak mengalami perubahan yang disebabkan faktor-faktor seperti perubahan tempat maupun perubahan waktu.

b) Dokumen dapat dipergunakan sebagai bukti untuk pengujian apakah data yang diperoleh benar atau salah.

c) Dokumen bersifat alamiah sesuai dengan konteksnya.

d) Dokumen tidak reaktif seperti manusia yang memiliki keinginan, perasaan dan pikiran sehingga dapat memberikan reaksi terhadap setiap pengaruh yang datang dari luar.

Penelitian ini menggunakan studi dokumentasi sebagai salah satu bentuk teknik pengumpulan data. Studi dokumentasi ini meliputi studi dari skripsi tentang permasalahan yang ada di sekolah inklusi. Selain menggunakan skripsi, peneliti juga mengumpulkan data dari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kegiatan PPDB di sekolah inklusi.

E. Instrumen Penelitian

Sugiyono (2015: 191) mengungkapkan bahwa instrumen penelitian merupakan alat ukur seperti tes, kuesioner, pedoman wawancara dan pedoman observasi yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif sebagai instrumen penelitian, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya (Sugiyono, 2012: 306).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data wawancara dan studi dokumentasi. Berikut pedoman wawancara dan studi dokumentasi:

1. Pedoman Wawancara

Peneliti melakukan wawancara untuk memperoleh data tentang penerapan PPBD di sekolah dasar inklusi. Peneliti memilih kepala

(48)

31

sekolah, guru kelas bawah, guru kelas atas dan Guru Pendamping Khusus (GPK) sebagai narasumber. Berikut tabel kisi-kisi wawancara yang akan diajukan kepada narasumber:

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara

No. Aspek Indikator Pertanyaan Pokok

1. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengalokasi semua anak Menyediakan kursi/kuota bagi siswa berkebutuhan khusus

Apakah setiap tahun sekolah menyediakan kursi/kuota untuk siswa berkebutuhan khusus ? Berapa jumlah kursi/kuota yang disediakan ?

Apakah ada tes khusus yang diberikan bagi siswa berkebutuhan khusus saat PPDB ? Menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus Apakah sekolah menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus ?

Syarat PPDB Dokumen apa yang harus dipersiapkan calon peserta didik ketika proses PPDB ? Apakah ada dokumen khusus yang harus dilengkapi siswa berkebutuhan khusus saat PPDB ? Menyediakan sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah Apakah sekolah membentuk panitia khusus untuk PPDB ? Apakah sekolah melibatkan Guru Pendamping Khusus (GPK) ketika proses PPDB ?

Apa peran GPK ketika proses PPDB ?

Mempersiapkan sarana dan prasarana

Fasilitas apa yang disediakan pihak sekolah untuk menunjang proses PPDB ?

(49)

32

khusus yang

disediakan untuk siswa berkebutuhan khusus ? Mempersiapkan

sumber biaya

Darimana asal biaya yang digunakan untuk PPDB ?

Apakah ada biaya khusus yang dipersiapkan untuk siswa berkebutuhan khusus saat PPDB ?

2. Pedoman Daftar Dokumen

Peneliti menggunakan pedoman daftar dokumen ketika melakukan studi dokumentasi. Studi dokumentasi ini memudahkan peneliti untuk memperoleh informasi penting yang terkait dengan penerapan PPDB di SD Mekar Jaya. Berikut ini adalah pedoman daftar dokumen yang digunakan oleh peneliti:

Tabel 3.2 Pedoman Studi Dokumen

No. Dokumen Keterangan Deskripsi

Ada Tidak 1. Pedoman PPDB 2. Formulir PPDB 3. Susunan Kepanitiaan PPDB 4. Dokumen syarat-syarat PPDB

F. Kredibilitas dan Transferabilitas 1. Kredibilitas

Djamal (2015: 127) memaparkan fungsi kredibilitas adalah untuk menjelaskan bahwa data hasil penelitian yang dilakukan benar-benar menggambarkan keadaan objek yang sesungguhnya. Kredibel berarti peneliti dipercaya telah mengumpulkan data yang real di lapangan serta menginterpretasi data autentik tersebut dengan akurat. Uji kredibilitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Literatur Map  ..................................................................
Tabel 3.1 Pedoman Wawancara
Tabel 3.2 Pedoman Studi Dokumen
Tabel 4.1 Jadwal Wawancara SD Mekar Jaya

Referensi

Dokumen terkait

Bahkan secara garis besar rezim orde baru mampu memaksakan rakyat untuk patuh dan tunduk terhadap segala kebijakan yang diarahkan pemerintah, baik dengan cara- cara persuasif

Babat Toman APBD Tahun Anggaran 2017 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Musi Banyuasin dinyatakan GAGAL karena tidak ada penyedia yang memasukkan dokumen

Artinya, jamur kuping dengan kelopak segar ukuran A dengan randemen yang kecil maka ukuran keringnya akan lebih besar daripada jamur kuping dengan ukuran kelopak segar yang sama

Proses ini juga melibatkan sekurang kurangnya 4 use case yaitu proses identifikasi sidik jari sebagai key unik setiap pegawai yang nantinya terhubung dengan data

selanjutnya untuk melihat signifikan persamaan regresi antara variabel motivasi instrinsik (X) dan motivasi ekstrinsik (X2) dengan kinerja pegawai (Y) dapat dilihat dari

Gejala-gejala tersebut telah dipelajari sebelumnya oleh Newton sehingga menghasilkan Hukum II Newton, yang menyatakan bahwa jika resultan gaya yang bekerja pada suatu benda

Konsep zero runoff system (ZROS) dikaji untuk diterapkan melalui penentuan arah aliran berdasarkan peta topografi, penentuan curah hujan harian maksimum, perancangan saluran

[r]