• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber Daya Air

Air merupakan kebutuhan utama mahluk hidup, salah satu manfaat air adalah sebagai sumber irigasi untuk keperluan budidaya pertanian. Dengan semakin meningkatnya jumlah manusia, semakin berkembangnya daerah pertanian dan pemukiman, serta menurunnya daerah resapan, kualitas lingkungan dan berubahnya pola cuaca, maka mulai dirasa ketidakseimbangan antara pemanfaatan dan ketersediaan air dalam jumlah dan kualitas yang mencukupi. Dengan itu masyarakat perlu diberi peran dalam pengelolaan sumber daya air.

Didasarkan pada pertimbangan diatas, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PERMEN PUPR) Nomor 12/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi, pengaturan dan pembuangan irigasi sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

2.2 Pengertian dan Definisi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian irigasi adalah pengaturan pembagian atau pengaliran air menurut sistem tertentu untuk sawah dan sebagainya. Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PERMEN PUPR) Nomor 12/PRT/M/2015 pasal 1, pengertian dari :

1. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.

(2)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 2

2. Daerah Irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi 3. Jaringan Irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang

merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.

2.3 Sistem Irigasi

Irigasi secara umum dapat didefenisikan sebagai suatu upaya kegiatan yang bertujuan untuk penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan dan mendistribusikan secara teknis dan sistematis.

Adapun manfaat suatu sistem irigasi adalah :

a. Untuk membasahi tanah, yaitu membantu pembasahan tanah pada daerah yang curah hujannya kurang atau tidak menentu.

b. Untuk mengatur pembasahan tanah, yang dimaksudkan agar daerah pertanian dapat di airi sepanjang waktu, baik pada musim kemarau maupun pada musim penghujan c. Untuk menyuburkan tanah, yaitu dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur

pada daerah pertanian sehingga tanah dapat menerima unsur-unsur penyubur. d. Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah (rawa) dengan endapan

lumpur yang di kandung oleh air irigasi.

e. Untuk penggelontoran air di kota, yaitu dengan menggunakan air irigasi, kotoran/sampah di kota digelontorkan ke tempat yang telah disediakan dan selanjutnya dibasmi secara ilmiah

f. Pada daerah dingin, dengan mengalirkan air yang suhunya lebih tinggi daripada tanah, dimungkinkan untuk mengadakan pertanian juga pada musim tersebut. 2.3.1 Jenis-Jenis Irigasi

Dalam perkembangannya, Irigasi dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:

(3)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 3

1. Irigasi gravitasi ( Open gravitation irrigation )

Irigasi gravitasi merupakan sisten irigasi yang telah lama dikenal dan diterapkan dalam kegiatan usahatani. Dalam sistem irigasi ini, sumber air diambil dari air yang ada di permukaan bumi yaitu dari sungai, waduk dan danau di dataran tinggi. Pengaturan dan pembagian air irigasi menuju ke petak-petak yang membutuhkan, dilakukan secara gravitatif. Jenis irigasi yang menggunakan sistem irgiasi seperti ini adalah :

a) Irigasi genangan liar

Irigasi mengalirkan air ke permukaan sawah melalui bangunan pengatur meliputi :

- Irigasi tanah lebak

Pada Irigasi tanah lebak ( lebak tanah yang lebih rendah di sepanjang sungai ) pada saat air besar ( sehabis hujan ),air akan melimpah ke sisi sungai. Pada saat air surut maka ada sedikit sisa air yang tertinggal.

- Irigasi banjir

Prinsip irigasi banjir ini hamper sama dengan irigasi tanah lebak, yang membedakan pada irigasi banjir dataran di sisi sungai bukan dataran lebak sehingga diperlukan pintu air. Pinti air dibuka sewaktu sungai mulai banjir agar air dapat mengairi dataran sisi sungai. Bila air mulai surut maka pintu air ditutup agar air tidak kembali ke sungai.

- Irigasi pasang surut

Sisitem irigasi ini memanfaatkan pasang surut dari air laut untuk mengairi sawah. Irigasi pasang surut ini dapat dikendalikan

(4)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 4

sepenuhnya dengan cara pada saat air pasang diharapkan lapisan air bagian atas yang masih tawar dapat memenuhi kebutuhan lahan. Sedangkan pada saat surut dilakukan proses drainase

b) Irigasi genangan dari saluran

Sistem pemberian air dan pembuangan dapat dikendalikan seluruhnya meliputi :

- Irigasi genangan

Digunakan untuk tanaman yang memerlukan banyak air ( misalnya : padi ). Sistem ini murah dalam penyelengaraan akan tetapi air yang digunakan cenderung banyak dan boros, karena lahan harus tetap basah.

- Irigasi petak jalur ( border strip irrigation )

Jenis irigasi ini sangat baik untuk tembakau, jagung, dan tanaman yang sejenisnya. Dalam jenis irigasi ini diusahakan agar lahan tidak terlalu landai agar air tidak terlalu cepat turun.

- Irigasi petak ( basin irrigation )

Jenis irigasi ini dipergunakan untuk perkebunan c) Irigasi alur dan gelombang

Irigasi mengalirkan air melalui alur-alur yang ada di sisi deretan tanaman. Banyaknya alur akan sangat bergantung pada macam tanah, kemiringan, dan jenis tanaman. Kecepatan pengaliran tidak boleh terlalu besar, karena apabila terlalu besar akan terjadi pengerusan. 2. Irigasi siraman (close gravitation irrigation)

Pada sistem irigasi ini air dialirkan melalui jaringan pipa dan disemprotkan ke permukaan tanah dengan kekuatan mesin pompa air. Sistem ini biasanya

(5)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 5

digunakan apabila topografi daerah irigasi tidak memungkinkan untuk penggunaan irigasi gravitasi. Ada dua macam sistem irigasi saluran :

a) Pipa tetap

Sistem ini membutuhkan banyak instalasi pipa. Oleh karena itu pengunaan sistem seperti ini akan lebih mahal, tetapi lebih awet

b) Pipa bergerak

Sistem ini membutuhkan sedikit instalasi pipa, namun biasanya pipa yang digunakan cepat rusak.Keuntungan dengan menggunakan sistem irigasi ini adalah tanah dengan topografi tidak teratur dapat dialiri serta erosi dapat dihindari,kehilangan air sedikit, serta suhu udara dapat diatur. Kerugian dengan menggunakan sistem ini adalah modal yang diperlukan cukup besar, pemberian air dipengaruhi angina, sera pekerjaan tanah dilakukan dalam keadaan tanah basah.

3. Irigasi bawah permukaan (sub-surface irrigation)

Pada sistem ini air dialirakan dibawah permukaan melalui saluran-saluran yang ada di sisi-sisi petak sawah. Adanaya air ini mengakibatkan muka air tanah pada petak sawah naik. Kemudian air tanah akan mencapai daerah penakaran secara kapiler sehingga kebutuhan air akan dapat terpenuhi. Syarat untuk menggunakan jenis sistem irigasi seperti ini antara lain :

a. Lapisan tanah atas mempunyai permeabilitas yang cukup tinggi

b. Lapisan tanah bawah cukup stabil dan kedap air berada pada kedalaman 1,5 meter – 3 meter.

c. Permukaan tanah relatif sangat datar

d. Air berkualitas baik dan berkadar garam rendah e. Organisasi pengaturan air berjalan dengan baik

(6)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 6 4. Irigasi tetesan (trickle irrigation)

Air dialirkan melalui jaringan pipa dan diteteskan tepat di daerah penakanran tanaman dengan menggunakan mesin pompoa sebagai tenaga penggerak. Perbedaan jenis sistem irigasi ini dengan sistem irigasi siraman adalah pipa tersier jalurnya melalui pohon, tekanan yang dibutuhkan kecil ( 1 atm ). Sistem irigasi tetsan ini memiliki keuntungan antara lain :

a. Tidak ada kehilangan air,karena air langsung menetes dari pohon b. Air dapat dicampur dengan pupuk

c. Pestisida tidak tercuci

d. Dapat digunakan di daerah yang miring

2.4 Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya. Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut dengan Daerah Irigasi.

Adapun Skema Jaringan Irigasi seperti pada gambar di bawah ini :

(7)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 7

Gambar 2.1 Skema Jaringan Irigasi Sumber (Modul Bab II Jaringan Irigasi) Jaringan Irigasi dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Jaringan irigasi utama

Adalah jaringan irigasi yang ada pada satu sistem irigasi mulai dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran sekunder dan bangunan sadap serta bangunan perlengkapnya.

a. Saluran primer membawa air dari bendung ke saluran sekunder dan ke petak – petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah bangunan bagi yang terakhir.

b. Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak – petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini adalah pada bangunan sadap terakhir.

(8)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 8

c. Saluran pembawa membawa air irigsi dari sumber air lain (bukan sumber yang memberi air pada bangunan utama proyek ) ke jaringan irigasi primer.

d. Saluran muka tersier membawa air di bangunan sadap tersier ke petak tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya. Saluran ini termasuk dalam wewenang dinas irigasi dan oleh sebab itu pemeliharaannya menjadi tanggung jawabnya.

2. Jaringan irigasi tersier

Adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air didalam petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa (saluran tersier), saluran pembagi (saluran kuarter) dan saluran pembuang berikut saluran bangunan turutan serta pelengkapnya, termasuk jaringan irigasi pompa yang luas areal pelayanannya disamakan dengan areal tersier.

a) Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah boks bagi kuarter yang terakhir.

b) Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke sawah – sawah.

c) Perlu dilengkapi jalan petani di tingkat jaringan tersier dan kuarter sepanjang itu memang diperlukan oleh petani setempat dan dengan persetujuan petani setempat juga, karena banyak ditemukan di lapangan jalan petani yang rusak sehingga akses petani ke sawah menjadi terhambat terutama untuk petak sawah yang paling ujung.

d) Pembangunan sanggar tani sebagai sarana untuk diskusi antar petani sehingga partisipasi petani lebih meningkat dan pembangunannya disesuaikan

(9)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 9

dengan kebutuhan serta kondisi petani setempat sehingga diharapkan letaknya dapat mewakili wilayah P3A atau GP3A setempat.

2.4.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi

Untuk klasifikasi jaringan irigasi bila ditinjau dari cara pengaturan, cara pengukuran aliran air dan fasilitasnya, dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu: 1. Jaringan Irigasi Sederhana.

2. Jaringan Irigasi Semi Teknis. 3. Jaringan Irigasi Teknis.

Secara singkat perbedaan ketiga jenis jaringan irigasi tersebut dapat diperlihatkan pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi

Klasifikasi Jaringan Irigasi

Teknis Semi Teknis Sederhana 1 Bangunan

Utama Bangunan Permanen Permanen atau Bangunan semi Permanen Bangunan Sederhana 2 Kemampuan Bangunan dalam mengukur dan mengatur debit

Baik Sedang Jelek

3 Jaringan

Saluran Saluran Irigasi dan pembuang terpisah Saluran Irigasi dan Pembuang tidak sepenuhnya terpisah Saluran Irigasi dan pembuang jadi satu 4 Petak Tersier Dikembangkan sepenuhnya Belum dikembangkan atau identitas bangunan tersier jarang Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan 5 Efisiensi secara keseluruhan Tinggi 50 – 60 % ( ancar – ancar ) Sedang 40 -50 % ( Ancar – ancar ) Kurang , 40 % (Ancar – ancar) 6 Ukuran Tak ada batasan Sampai 2.000

ha Tak lebih dari 500 ha 7 Jalan Usaha

Tani Ada ke seluruh areal Hanya sebagian areal Cenderung tidak ada 8 Kondisi O &

P - Ada instansi yang menangani - Dilaksanakan

teratur

Belum Teratur Tidak ada O & P

Sumber (Standar Perencanaan Irigasi KP – 01)

(10)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 10 2.4.2 Jaringan Irigasi Sederhana

Di dalam jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur sehingga air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang dan curam. Oleh karena itu hamper-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air. Jaringan irigasi ini walaupun mudah diorganisir namun memiliki kelemahan-kelemahan serius, yakni:

a) Adanya pemborosan air dank arena pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang subur.

b) Terdapat banyaknya pengendapan yang memerlukan lebih banyak biaya dari penduduk karena tiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri. c) Karena bangunan penangkap air bukan bangunan tetap/permanen, maka

umurnya pendek.

Gambar 2.2. Jaringan Irigasi Sederhana

(11)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 11 2.4.3 Jaringan Irigasi Semi Teknis

Pada jaringan irigasi semi teknis, bangunan bendungnya terletak di sungai lengkap dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur di bagian hilirnya. Beberapa bangunan permanen biasanya serupa dengan jaringan sederhana. Bangunan pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang lebih luas dari pada daerah layanan jaringan sederhana.

Gambar 2.3. Jaringan Irigasi Semi Teknis

(12)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 12 2.4.4 Jaringan Irigasi Teknis

Salah satu prinsip pada jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara saluran irigasi/pembawa dan saluran pembuang/pematus. Ini berarti bahwa baik saluran pembawa maupun saluran pembuang bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing. Saluran pembawa mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang mengalirkan kelebihan air dari sawah-sawah ke saluran pembuang. Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhan yang umumnya berkisar antara 50 – 100 ha kadang-kadang sampai 150 ha.

Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air ditampung didalam suatu jaringan saluran pembuangan tersier dan kuarter san selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang sekunder dan kuarter.

Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip-prinsip di atas adalah cara pembagian air yang paling efisien dengan mempertimbangkan waktu-waktu merosotnya persediaan air serta kebutuhan petani.

2.4.5 Petak Irigasi

Untuk menghubungkan bagian-bagian dari suatu jaringan irigasi dibuat suatu peta yang disebut peta petak. Peta petak ini dibuat berdasarkan peta topografi yang dilengkapi dengan garis-garis kontur dengan skala 1 : 2500.

Peta petak tersebut memperlihatkan : - Bangunan-bangunan utama - Jaringan dan trase saluran irigasi - Jaringan dan trase saluran pembuang

(13)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 13

- Petak-petak primer, sekunder, dan tersier - Lokasi bangunan

- Batas-batas daerah irigasi - Jaringan dan trase jalan

- Daerah-daerah yang tidak diairi (missal: desa-desa)

- Daerah-daerah yang tidak dapat diairi (tanah yang tidak bagus, terlalu tinggi, dst).

Umumnya petak irigasi dibagi atas tiga bagian, yaitu: 1. Petak Primer

Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya langsung dari sumber air, biasanya dari sungai. Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil air langsung dari saluran primer. Daerah-daerah irigasi tertentu mempunyai dua saluran primer, ini menghasilkan dua petak primer.

2. Petak Sekunder

Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder.

Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas, misalnya saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbeda-beda tergantung pada situasi daerah.

3. Petak Tersier

Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (off take) tersier.

(14)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 14

Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder atau saluran primer, kecuali apabila petak-petak tersier tidak secara langsung terletak disepanjang jaringan saluran irigasi utama.

Petak tersier mempunyai batas-batas yang jelas seperti parit, jalan, batas desa dan sesar medan.

2.5 Saluran Irigasi

Air yang dibutuhkan oleh tanaman biasanya akan dialirkan melalui saluran pembawa. Sedangkan kelebihan air yang ada pada suatu petak akan dibuang melewati saluran pembuang. Saluran pembawa dan pembuang ini merupakan saluran irigasi yang paling utama. Apabila dilihat dari segi fungsinya, maka saluran irigasi dapat dibagi atas:

1. Saluran Pembawa

Saluran pembawa berfungsi membawa dan mengalirkan air dari sumber ke petak sawah. Dari tingkat percabangannya, maka saluran pembawa ini dibedakan menjadi:

• Saluran Primer

Berfungsi membawa air dari sumbernya dan membagikannya ke saluran sekunder atau membawa air dari jaringan utama ke jaringan sekunder untuk dibagikan ke petak-petak tersier yang akan dialiri.Air yang dibutuhkan untuk irigasi dapat berasal dari sungai, danau, maupun waduk. Akan tetapi umumnya penggunaan air sungai lebih baik, karena air sungai mengandung banyak zat lumpur yang merupakan pupuk bagi tanaman. Batas akhir dari saluran primer adalah bangunan bagi yang terakhir.

• Saluran Sekunder

(15)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 15

Dari saluran primer air disadapa melalui saluran-saluran sekunder untuk mengaliri daerah yang sedapat mungkin dikitari oleh saluran-saluran alam yang dapat digunakan untuk membuang air hujan yang berlebihan. Fungsi utama dari saluran sekunder adalah membawa air dari saluran primer dan membagikannya ke saluran tersier. Sedapat mungkin saluran pemberi merupakan saluran punggung sehingga dengan demikian air dapat dibagi untuk kedua belah sisi. Yang dimaksud dengan saluran punggung adalah saluran yang memotong atau melintang terhadap garis tinggi sedemikian rupa melalui titik tertinggi daerah sekitarnya, sehingga dapat mengaliri petak yang ada di bagian kiri dan kanan dari saluran.

• Saluran Tersier

Fungsi utama dari saluran tersier adalah membawa air dari saluran sekunder dan membagikannya ke petak-petak sawah yang memiliki luas antara 75 ha- 125 ha. Jika saluran tersier disadap dari saluran sekuder, maka saluran tersier juga dapat membagikan air ke sisi kanan-kiri saluran.

2. Saluran Pembuang

Fungsi utama dari saluran pembuang adalah membuang sisa atau kelebihan air yang terdapat pada petak sawah ke sungai. Biasanya digunakan saluran lembah yaitu saluran yang memotong atau melintang terhadap garis tinggi sedemikian rupa hingga melewati titik terendah dari daerah sekitar. Jadi saluran melalui lembah dari ketinggian tanah setempat.

2.6 Bangunan Irigasi

Keberadaan bangunan ingasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijurnpai dalam praktek irigasi antara

(16)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 16

lain bangunan utama, bangunan pembawa, bangunan bagi, bangunan sadap, bangunan pengatur muka air, bangunan pernbuang dan bangunan penguras serta bangunan pelengkap.

2.6.1 Bangunan Utama

Bangunan utama (head works) dapat didefinisikan sebagai kompleks bangunan yang direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Bangunan utama dapat mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan serta mengukur debit air yang masuk. Bangunan utama terdiri dari bendung dengan peredam energi, satu atau dua pengambilan utama pintu bilas kolam olak dan kantong lumpur, tanggul banjir pekerjaan sungai dan bangunan – bangunan pelengkap. Sehingga bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air untuk dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber airnya, bangunan utama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu bendung, pengambilan bebas, pengambilan dari waduk, dan stasiun pompa.

(1) Bendung

Bendung adalah bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat dengan maksud untuk meninggikan elevasi muka air sungai. Apabila muka air di bendung mencapai elevasi tertentu yang dibutuhkan, maka air sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke tempat-ternpat yang mernerlukannya. Terdapat beberapa jenis bendung, diantaranya adalah bendung tetap (weir), bendung gerak (barrage) dan bendung karet (inflamble weir). Pada

(17)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 17

bangunan bendung biasanya dilengkapi dengan bangunan pengelak, peredam energi, bangunan pengambilan, bangunan pembilas , kantong lumpur dan tanggul banjir.

(2) Pengambilan Bebas

Adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai menyadap air sungai untuk dialirkan ke daerah irigasi yang dilayani. Perbedaan dengan bendung adalah pada bangunan pengambilan bebas tidak dilakukan pengaturan tinggi muka air di sungai. Untuk dapat mengalirkan air secara gravitasi muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah irigasi yang dilayani. (3) Pengambilan Dari Waduk

Salah satu fungsi waduk adalah menampung air pada saat terjadi kelebihan air dan mengalirkannya pada saat diperlukan. Dilihat dari kegunaannya, waduk dapat bersifat eka guna dan multi guna. Pada urnumnya waduk dibangun memiliki banyak kegunaan seperti untuk irigasi, pernbangkit listrik, peredam banjir, pariwisata, dan perikanan. Sehingga pada bangunan outlet dilengkapi dengan bangunan sadap untuk irigasi. Alokasi pernberian air sebagai fungsi luas daerah irigasi yang dilayani serta karakteristik waduk.

(4) Stasiun Pompa

Bangunan pengambilan air dengan pompa menjadi pilihan apabila upaya-upaya penyadapan air secara gravitasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, baik dari segi teknik maupun ekonomis. Salah satu karakteristik pengambilan irigasi dengan pompa adalah investasi awal yang tidak begitu besar namun biaya operasi dan eksploitasi yang sangat besar.

(18)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 18 2.6.2 Bangunan Pembawa

Bangunan pernbawa mempunyai fungsi mernbawa/mengalirkan air dari sumbernya menuju petak irigasi. Bangunan pernbawa meliputi saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter. Termasuk dalam bangunan pernbawa adalah talang, gorong-gorong, siphon, tedunan dan got miring. Saluran primer biasanya dinamakan sesuai dengan daerah irigasi yang dilayaninya. Sedangkan saluran sekunder sering dinamakan sesuai dengan nama desa yang terletak pada petak sekunder tersebut. Berikut ini penjelasan berbagai saluran yang ada dalam suatu sistern irigasi.

a. Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir.

b. Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran primer menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir

c. Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran sekunder menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks tersier terkahir

d. Saluran kuarter mernbawa air dari bangunan yang menyadap dari boks tersier menuju petak-petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks kuarter terakhir

(19)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 19 2.6.3 Bangunan Bagi dan Sadap

Bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada saluran primer, sekunder dan tersier yang berfungsi untuk membagi air yang dibawa oleh saluran yang bersangkutan. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter bangunan bagi ini masing-masing disebut boks tersier dan boks kuarter. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder menuju saluran tersier penerima. Dalam rangka penghematan bangunan bagi dan sadap dapat digabung menjadi satu rangkaian bangunan. Bangunan bagi pada saluran-saluran besar pada umumnya mempunyai 3 bagian utama, yaitu:

a. Alat pembendung bertujuan untuk mengatur elevasi muka air sesuai dengan tinggi pelayanan yang direncanakan.

b. Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain menuju saluran cabang. Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka ataupun gorong-gorong. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu pengatur agar debit yang masuk saluran dapat diatur.

c. Bangunan ukur debit yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan untuk mengukur besarnya debit yang mengalir.

2.6.4 Bangunan Pengatur dan Pengukur

Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan perlu dilakukan pengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran primer) cabang saluran jaringan primer serta bangunan sadap primer dan sekunder. Bangunan pengatur muka air bertujuan untuk dapat mengatur muka air sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang konstan dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Sedangkan bangunan pengukur dimaksudkan

(20)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 20

untuk dapat memberi informasi mengenai besar aliran yang dialirkan. Kadang-kadang bangunan pengukur dapat juga berfungsi sebagai bangunan pangatur.

Tabel 2.2 Alat Ukur Debit

TIPE ALAT UKUR MENGUKUR DENGAN KEMAMPUAN MENGATUR

Ambang Lebar Aliran Atas Tidak

Parshal Flume Aliran Atas Tidak

Cipoletti Aliran Atas Tidak

Romjin Aliran Atas Ya

Ceump de Gruyter Aliran Bawah Ya

Constant Head Orifice Aliran Bawah Ya

Bangunan sadap pipa

sederhana Sumber(Standar Perencanaan Irigasi KP – 01) Aliran Bawah Ya

2.6.5 Bangunan Drainase

Bangunan drainase bertujuan untuk membuang kelebihan air di petak sawah maupun saluran. Kelebihan air di petak sawah dibuang melalui saluran pernbuang, sedangkan kelebihan air disaluran dibuang melalui bengunan pelimpah. Terdapat beberapa jenis saluran pembuang yaitu saluran pembuang kuerter, saluran pernbuang tersier, saluran pernbuang sekunder dan saluran pernbuang primer. Jaringan pembuang tersier dimaksudkan untuk :

a. Mengeringkan sawah.

b. Mernbuang kelebihan air hujan. c. Mernbuang kelebihan air irigasi.

Saluran pernbuang kuarter menampung air langsung dari sawah di daerah atasnya atau dari saluran pernbuang di daerah bawah. Saluran pernbuang tersier menampung air buangan dari saluran pernbuang kuarter. Saluran pernbuang

(21)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 21

primer menampung dari saluran pernbuang tersier dan membawanya untuk dialirkan kernbali ke sungai.

2.6.6 Bangunan Pelengkap

Bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap bangunan- bangunan irigasi yang telah disebutkan sebelumnya serta untuk memperlancar para petugas dalam eksploitasi dan pemeliharaan. Bangunan pelengkap dapat dimanfaatkan untuk pelayanan umum. Jenis-jenis bangunan pelengkap antara lain jalan inspeksi, tanggul, jernbatan penyebrangan, tangga mandi manusia, sarana mandi hewan serta bangunan lainnya.

2.7 Pengelolaan Irigasi

Irigasi diselenggarakan dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan air yang menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya Petani. Irigasi berfungsi mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan untuk mencapai hasil pertanian yang optimal tanpa mengabaikan kepentingan lainnya.

Pengelolaan irigasi diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat petani dan dengan menempatkan perkumpulan petani pemakai air (P3A) sebagai pengambil keputusan dan pelaku utama dalam pengelolaan irigasi yang menjadi tanggungjawabnya. Oleh karena itu perlu dilakukan pemberdayaan P3A secara berkesinambungan dan berkelanjutan untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan irigasi yang efisien dan efektif serta dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat petan. Pengelolaan irigasi dilaksanakan dengan mengoptimalkan pemanfaatan air permukaan dan air bawah tanah secara terpadu.

(22)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 22

Pengelolaan air irigasi dilaksanakan dengan prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengelolaan dengan memperhatikan kepentingan pengguna dibagian hulu, tengah dan hilir secara seimbang serta melibatkan semua pihak yang berkepentingan agar dapat dicapai pemanfaatan jaringan irigasi yang optimal. Keberlanjutan sistem irigasi dilaksanakan dengan dukungan keandalan air irigasi dan prasarana irigasi yang baik guna menunjang peningkatan pendapatan petani dengan mengatisispasi modernisasi pertanian dan diversifikasi usaha tani dengan dukungan penyediaan insfrastuktur sesuai kebutuhan. Waduk dukungan keandalan air irigasi yaitu pembanguan waduk dan atau waduk lapangan, pengendalian kualitas air, jaringan drainase yang sepadan, dan pemanfaatan kembali air pembuangan/drainase air permukaan atau air bawah tanah setelah mendapat izin dari pihak yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada kondisi ketersedian air terbatas bupati/walikota atau gubernur menetapkan penyesuaian alokasi air bagi para pemenang hak guna air sesuai asas keadilan dan keseimbangan

.

2.8 Curah Hujan dan Klimatologi

Beberapa pengertian yang berhubungan dengan curah hujan antara lain :

1. Hujan (Rain), adalah bentuk tetesan air yang mempunyai garis tengah lebih dari 0.5mm atau lebih kecil dan terhambur luas pada suatu kawasan.

2. Curah Hujan (rain fall), adalah banyak air yang jatuh kepermukaan bumi, dalam hal ini permukaan bumi dianggap datar dan kedap, tidak mengalami penguapan dan tersebar merata serta dinyatakan sebagai ketebalan air (rainfall depth, cm, mm). Data klimatologi terdiri dari:

a. Temperature, dalam derajat Celcius dapat berupa temperature rata-rata harian atau sebagai temperature maksimum dan minimum dalam bulanan.

(23)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 23

b. Penyinaran (daily sunshine), dapat diberikan sebagai presentase dari perbandingan penyinaran terhadap panjang hari atau pecahan sebagai lamanya penyinaran dalam jam.

c. Kelembaban Udara (air humidity) dapat diberikan sebagai kelembaban relative dalam persen (relative humidity) atau dalam mbar (vapour pressure)

d. Kecepatan angin (windspeed), dapat diberikan dalam km/hari atau km/jam.

2.8.1 Analisis Frekuensi

Analisis frekuensi merupakan perkiraan (forecasting), dalam arti probabilitas untuk terjadinya suatu peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan rencana yang berfungsi sebagai dasar perhitungan perencanaan hidrologi untuk antisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi.

Besarnya dispersi didapatkan dari pengukuran dispersi melalui parameter statistic untuk (Xi-X), (Xi-X)2, (Xi-X)3, (Xi-X)4 terlebih dahulu. Secara

sistemasis metode analisis frekuensi perhitungan hujan rencana ini dilakukan secara berurutan sebagai berikut.

1. Perhitungan Dispersi

Pada kenyataanya tidak semua varian dari suatu variabel hidrologi terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya. Variasi atau disperse adalah besarnya derajat dari sebaran varian disekitar nilai rata-ratanya. Adapun cara perhitungan dispersi adalah sebagai berikut:

a. Nilai Rata-rata

(24)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 24 Dimana :

= Nilai rata – rata curah hujan

= Nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke – i n = Jumlah data curah hujan

b. Standar Deviasi (S)

Dimana :

S = Standar Deviasi

= Nilai rata – rata curah hujan DAS = Nilai hujan DAS ke – i

n = Jumlah data curah hujan

c. Koefisien Skewness (Cs), yaitu suatu nilai yang menunjukan derajat ketidaksimetrisan dari suatu bentuk distribusi.

Dimana :

Cs = Koefisien Skewness

= Nilai rata – rata curah hujan DAS = Nilai hujan DAS ke – i

n = Jumlah data curah hujan

d. Pengukuran Kurtosis (Ck), yaitu untuk mengukur keruncingna yang muncul dari bentuk kurva distribusi

(25)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 25 Dimana :

Ck = Koefisien Kurtosis

= Nilai rata – rata curah hujan DAS = Nilai hujan DAS ke – i

n = Jumlah data curah hujan

e. Keofisien Variasi (Cv), yaitu nilai perbandingan antara standar deviasi dengan nilai rata-rata hitung suatu distribusi

Dimana :

Cv = Koefisien Variasi S = Standar Deviasi

= Nilai rata – rata curah hujan DAS 2. Pemilihan Jenis Sebaran

Jenis sebaran memiliki sifat-sifat yang khas sehingga setiap data hidrologi harus diuji kesesuaiannya dengan sifat statistic masing-masing sebaran tersebut. Untuk memilih jenis sebaran ada beberapa macam distribusi yang sering dipakai, yaitu :

a. Distribusi Normal.

Distribusi normal biasa digunakan untuk menganalis frekuensi curah hujan, analisis statistic dari distribusi curah hujan tahunan, dan debit rata-rata tahunan.

(26)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 26 Dimana :

= Nilai rata – rata curah hujan maksimum DAS Xt = curah hujan rencana

S = Standar Deviasi

z = Faktor Frekuensi Normal

Tabel 2.3 Faktor Frekuensi Normal

Distribusi normal memiliki koefisien kemencengan (Cs) = 0 b. Distribusi Log Normal.

Distribusi Log normal merupakan hasil transformasi distribusi normal, yaitu dengan mengubah varian X menjadi logaritmik varian X.

Dimana:

= Nilai rata – rata hujan

Xt = Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada perode ulang T tahun

(27)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 27 S = Standar Deviasi

Kt = Standart Variable untuk periode ulang tahun Tabel 2.4 Standart Variable (Kt)

Distribusi Log Normal mempunyai koefisien kemencengan (Cs) = 3 Cv + Cv3. Syarat lain distribusi sebaran log normal Ck = Cv8 + 6 Cv6 + 15 Cv4 + 16 Cv2 + 3.

c. Distribusi Gumbel.

Distribusi Gumbel digunakan untuk analisis data maksimum, misalnya untuk analisis frekwensi banjir.

Distribusi Gumbel mempunyai koefisien kemencengan (Cs) = 1,139.

Dimana :

= Nilai rata – rata hujan

(28)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 28

Xt = Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada perode ulang T tahun

S = Standar Deviasi

Yt = Reduced variable, parameter Gumbel untuk Periode T tahun Yn = Reduced mean, merupakan fungsi dari banyaknya data

Sn = Reduced standar Deviasi, merupakan fungsi dari banyaknya data.

Tabel 2.5 Reduced Mean (Yn)

Tabel 2.6 Reduced Standart Deviation (Sn)

(29)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 29 d. Distribusi Log Pearson Tipe III.

Distribusi Log Pearson III digunakan untuk analisis variable hidrologi dengan nilai varian minimum. Langkah-langkah perhitungan distribusi ini adalah sebagai berikut :

i. Mengubah data curah hujan X1, X2, …. Xn menjadi log X1, log X2,

… log Xn.

ii. Menghitung harga rata-rata dengan rumus :

Dimana :

= Harga rata-rata logaritmik

n = jumlah data

Xi = nilai curah hujan tiap tahun

iii. Menghitung harga standar deviasi dengan rumus :

iv. Menghitung Koefisien Skewness (Cs), dengan rumus :

v. Menghitung logaritma hujan rencana dengan periode ulang T tahun dengan rumus :

(30)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 30 Dimana :

= Harga rata-rata logaritmik

Log X = Logaritma curah hujan dalam periode ulang T tahun K = faktor frekuensi sebaran log person III

Tabel 2.7 Faktor Frekuensi Sebaran Log Pearson III

vi. Menghitung koefisien Kurtosis (Ck) dengan rumus :

vii. Menghitung koefisien variasi (Cv) dengan rumus :

(31)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 31

Distribusi Log Person Tipe III mempunyai koefisien kemencengan atau Cs ≠ 0.

3. Uji Keselarasan Distribusi a. Uji Chi-Kuadrat

Adapun prosedur pengujian Chi-Kuadrat adalah sebagai berikut :

i. Urutkan data pengamatan dari yang terbesar ke yang terkecil atau sebaliknya.

ii. Hitung jumlah kelas yang ada dengan rumus Nc = 1+1,33 ln (n) iii. Dalam pembagian kelas disarankan agar dalam masing-masing kelas

terdapat minimal tiga buah data pengamatan.

iv. Tentukan derajat kebebasan (DK) = G-P-1 dimana nilai P=2 untuk distribusi normal dan binominal dan nilai P=1 untuk distribusi Gumbel

v. Hitung n

vi. Nilai Ef = jumlah data (n) dibagi jumlah kelas vii. Tentukan nilai Of untuk masing-masing kelas

viii. Jualan G Sub-group untuk menentukan Chi-Kuadrat dengan rumus :

Dimana :

X2 = Harga Chi-Kuadrat

G = jumlah sub-kelompok

Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama

Ef = Frekuensi yang dihrapkan sesuai pembagian kelasnya

(32)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 32

ix. Didapat nilai X2, harus < X2 Critic.

Tabel 2.8 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Kuadrat

(33)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 33 b. Uji Smirnov – Kolmogrov

Pengujian kecocokan sebaran dengan ini dinilai lebih sederhana daripada pengujian dengan Chi Kudrat. Dengan membandingkan kemungkinan (probability) untuk setiap varian dari distribusi enpiris dan teoritisnya akan didapat perbedaan tertentu. Prosedur uji kecocokan

Smirnov-Kolmogorv adalah :

i. Urutkan data (dari besar hingga kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya nilai masing-masing data tersebut.

ii. Tentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data.

iii. Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antara peluang pengamatan dengan peluang teoritis.

iv. Berdasarkan tabel Smirnov-Kolmogrov tentukan harga Do.

(34)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 34

Tabel 2.9 Nilai D Kritis Uji Keselarasan Smirnov-Kolmogorov

2.8.2 Inetensitas Curah Hujan

Intensitas Curah Hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air tersebut berkonsentrasi. Pada perhitungan ini akan dikemukakan perhitungan debit banjir sungai dengan daerah pengaliran paling kecil. Yakni cara pemikiran dan cara jangka pendek dinyatakan intensitas per-jam, yang disebut intensitas curah hujan.

Menurut Dr. Monobe, intensitas curah hujan dapat dihitung dengan rumus :

Dimana :

I = Intensitas Curah hujan (mm/jam)

(35)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 35

R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

t = lamanya curah hujan (jam)

2.9 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan proses penguapan yang terjadi dari permukaan bumi yang berasal dari air dan tanaman karena konsentrasi uap pada udara tipis dekat permukaan air atau tanah melebihi konsentrasi uap pada udara di atasnya. Perubahan besarnya ketersediaan air pada lahan ditentukan oleh adanya curah hujan serta laju evapotranspirasi. Hal tersebut terjadi karena adanya sirkulasi air di bumi yang berlangsung secara terus-menerus.

Evapotranspirasi merupakan 2 proses yang saling berhubungan antara evaporasi dan transpirasi. Dimana evaporasi adalah perpindahan uap air dari permukaan tanah ke atmosfer sedangkan transpirasi adalah perpindahan uap air melalui tumbuhan menuju atmosfer. Evapotranspirasi tanaman acuan (Eto) merupakan suatu hal yang sangat penting karena berpengaruh langsung terhadap transport nutrien dan hasil metabolism tanaman. Pada dasarnya proses evaotranspirasi ditentukan oleh gradient tekanan uap yaitu perbedaan tekanan uap di atas permukaan air atau tanah dengan tekanan uap atmosfer.

Dari beberapa rumus yang ada, Metode Penman yang sudah dimodifikasi sangat dianjurkan untuk digunakan Karena menggunakan banyak data meteorologi dan klimatologi diantaranya temperatur/suhu, sinar matahari, kelembaban, kecepatan angin dan letak lintang sehingga lebih akurat untuk digunakan dan biasanya metode penman modifikasi dilanjurkan pada daerah yang memiliki intensitas curah hujan sedang sampai tinggi seperti pada daerah sumatera, Kalimantan, jawa dan bali.

Evapotranspirasi tanaman yang dijadikan acuan adalah rerumputan pendek dengan nilai koefisien reaksi adalah (albedo (α) 0,25). Dari harga evapotranspirasi yang diperoleh

(36)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 36

kemudian nilai tersebut digunakan untuk menghitung kebutuhan air bagi pertumbuhan dengan menyertakan data curah hujan efektif. Berikut rumus penman modifikasi :

Eto = C.[w(0,75Rs-Rn

1

)+(1-w).f(u).(ea-ed)]

Adapun langkah-langkah perhitungan metode penman modifikasi sebagai berikut : a. Data Klimatologi yang digunakan adalah data rerata 10 tahunan adapun

data yang diperlukan adalah Temperatur Udara (T) °C, Kelembaban Relatif (Rh) %, Kecepatan Angin (U) km/jam, data lintang dan Penyinaran Matahari (s = n/N) %.

b. Perhitungan Rs (α= 0,25)

- Nilai Ra (mm/hari) didapat dari tabel dibawah ini

Tabel 2.10 Angka Angot (Ra) mm/hari untuk 5o LU – 10o LS

Bulan L U L S 5 4 2 0 2 4 6 8 10 Januari 13.0 14.3 14.7 15.0 15.3 15.5 15.8 16.1 16.1 Pebruari 14.0 15.0 15.3 15.5 15.7 15.8 16.0 16.1 16.0 Maret 15.0 15.5 15.6 15.7 15.7 15.6 15.6 15.5 15.3 April 15.1 15.5 15.3 15.3 15.1 14.9 14.7 14.4 14.0 Mei 15.3 14.9 14.6 14.4 14.1 13.8 13.4 13.1 12.6 Juni 15.0 14.4 14.2 13.9 13.5 13.2 12.8 12.4 12.6 Juli 15.1 14.6 14.3 14.1 13.7 13.4 13.1 12.7 11.8 Agustus 15.3 15.1 14.9 14.8 14.5 14.3 14.0 13.7 12.2 September 15.1 15.3 15.3 15.3 15.2 15.1 15.0 14.9 13.3 Oktober 15.7 15.1 15.3 15.4 15.5 15.6 15.7 15.8 14.6 Nopember 14.8 14.5 14.8 15.1 15.3 15.5 15.8 16.0 15.6 Desember 14.6 14.1 14.4 14.8 15.1 15.4 15.7 16.0 16.0 Sumber (Penman 1948) - Hitung Rs = (1 - r) Ra (0,25+0,54 x S) mm/hari. c. Perhitungan Rn1

- Nilai FT dan Ea (mbar) didapat dari tabel dibawah ini.

(37)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 37

Tabel 2.11 Hubungan Antara T,ea,W,f(t)

Suhu (°C) ea (mbar) w f(t) Suhu (°C) ea (mbar) w f(t)

24.0 29.85 0.735 15.40 26.6 34.83 0.761 16.02 24.2 30.21 0.737 15.45 26.8 35.25 0.763 16.06 24.4 30.57 0.739 15.50 27.0 35.66 0.765 16.10 24.6 30.94 0.741 15.55 27.2 36.09 0.767 16.14 24.8 31.31 0.743 15.60 27.4 36.50 0.769 16.18 25.0 31.69 0.745 15.65 27.6 36.94 0.771 16.22 25.2 32.06 0.747 15.70 27.8 37.37 0.773 16.26 25.4 32.45 0.749 15.75 28.0 37.81 0.775 16.30 25.6 32.83 0.751 15.80 28.2 38.25 0.777 16.34 25.8 33.22 0.753 15.85 28.4 38.70 0.779 16.38 26.0 33.62 0.755 15.90 28.6 39.14 0.781 16.42 26.2 34.02 0.757 15.94 28.8 39.61 0.783 16.46 26.4 34.42 0.759 15.98 29.0 40.06 0.785 16.50 Sumber (Penman 1948) - Hitung ed = Rh x ea (mbar). - Hitung F(ed) = (0,34-0,044 x ). - Hitung F(n/N) = (0,1+0,9 x S).

- Hitung Rn1 = F(t) x F(ed) x F(n/N) mm/hari.

d. Perhitungan Ea - Hitung Ea-ed.

- Hitung F(u) = 0,27 x (1+0,864 x U). - Hitung Ea = F(u) x (Ea-ed) mm/hari. e. Perhitungan Et

- Nilai W didapat dari Tabel 2.4. - Hitung (1-W).

- Hitung Rs-Rn1.

- Nilai C diperoleh dari tabel dibawah ini :

Tabel 2.12 Angka Koreksi Bulanan Penman

Bulan C Bulan C

Januari 1,04 Juli 0,9 Februari 1,05 Agustus 1

(38)

Bab II Tinjauan Pustaka II - 38 Maret 1,06 September 1,1 April 0,9 Oktober 1,1 Mei 0,9 Nopember 1,1 Juni 0,9 Desember 1,1

Sumber (Ir.Agus Suroso, MT)

- Hitung ETo = C x (W x (0,75 x Rs-Rn1)+(1-W) x F(u) x (ea-ed)). Dimana:

Eto : Evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari). C : Angka koreksi bulanan penman (Tabel 2.12).

W : Faktor yang berhubungan dengan Temperatur (T) dan elevasi daerah (Tabel 2.11).

Rs : Radiasi gelombang pendek dalam satuan evaporasi

Ra : Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfer (angka angot) yang dipengaruhi oleh letak lintang daerah (Tabel 2.10).

Rn1 : Radiasi bersih gelombang panjang. f(t) : Fungsi suhu (tabel 2.11).

f(ed) : Fungsi tekanan uap. f(n/N) : Fungsi kecerahan.

f(u) : Fungsi dari kecepatan angin. U : Kecepatan angina.

(ea-ed) : Perbedaan tekanan uap jenuh dengan uap yang sebenarnya. Ed : Tekanan uap sebenarnya.

Rh : Kelembaban udara relative. Ea : Tekanan uap jenuh (Tabel 2.11).

(39)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 39

2.10 Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan kontribusi air tanah.(Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997).

2.10.1 Curah Hujan Efektif

Curah hujan efektif adalah curah hujan yang pada suatu daerah secara efektif dan secara langsung dapat digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Kriteria perencanaan irigasi mengusulkan hitungan curah hujan efektif berdasarkan data pengukuran curah hujan dengan panjang pengamatan 10 tahun. Curah hujan efektif (Re) adalah bagian dari curah hujan total yang digunakan oleh akar-akar tanaman selama masa pertumbuhan. Besarmya curah hujan efektif dipengaruhi oleh :

1. Cara pemberian air irigasi (rotasi,menerut atau berselang).

2. Laju pengurangan air genangan disawah yang harus ditanggulangi. 3. Kedalaman lapisan air yang harus dipertahankan di sawah.

4. Cara pemberian air pada petak.

5. Jenis tanaman dan tingkat ketahanan tanaman terhadap kekurangan air. Data curah hujan yang digunakan adalah data hujan rata-rata setengah bulanan yang terlampaui 80% berdasarkan data curah hujan yang ada. Hujan rancangan dengan probabilitas R50 dan R80 dapat diketahui dengan membuat rangking data curah hujan dari yang terkecil hingga data yang terbesar berdasarkan curah hujan pertahunnya. Persamaan yang digunakan untuk mengetahui curah hujan efektif terletak pada tahun keberapa adalah sebagai berikut :

(40)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 40 m = = Untuk Tanaman Palawija. m = = Untuk Tanaman Padi.

Untuk tanaman curah hujan efektif dihitung dengan rumus sebagai berikut : Re = R80 x 0,7 Untuk Tanaman Padi.

Re = R50 x 0,7 Untuk Tanaman Palawija. Keterangan :

Re : Hujan Efektif Tanaman (mm).

R80 : Hujan rancangan dengan probabilitas 80% untuk tanaman padi (mm).

R50 : Hujan rancangan dengan robabilitas 50% untuk tanaman palawija (mm).

2.10.2 Kebutuhan Air Selama Penyiapan Lahan

Kebutuhan air selama masa penyiapan lahan/ lahan penyiapan (Line Preparation) adalah pekerjaan sebelum tanah sawah digunakan untuk menanam, maka tanah harus disiapkan terlebih dahulu. Pekerjaan penyiapan lahan dilakukan supaya diperoleh tanah yang baik digunakan untuk penanaman, maka kebutuhan air selama penyiapan lahan harus diperhitungkan dengan baik.

Penyiapan lahan merupakan pekerjaan pengelolahan secara basah mulai dari pemberian air yang pertama, membersihkan jerami dan akar (akar sisa tanaman yang lalu) sampai tanah tersebut siap untuk ditanami. Tanah permukaan dibajak atau dicangkul sedalam 20-30 cm agar tanam menjadi lunak dan membalikan permukaan, kemudian digemburkan lalu dibuat rata dan siap untuk ditanami bibit padi yang diambil dari tempat persemaian. Biasanya pengelolahan lahan dilakukan sebelum masa tanam padi sekitar 30-45 hari. Kondisi sosial dan tradisi yang ada serta ketersediaan tenaga kerja manusia, hewan atau traktor disuatu

(41)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 41

daerah sangat menentukan lamanya pengelolahan lahan. Pada umumnya periode yang diperlukan setiap petakan sawah untuk pengelolahan lahan dari mulai air diberikan sampai siap tanam adalah sekitar 30 hari sebagai suatu pegangan biasanya dilakukan 45 hari namun jika alat yang diperlukan tersedia dengan baik dan tanah merupakan jenis tanah yang basah (mengandung banyak air) maka jangka waktu dapat diperpendek menjadi 30 hari.

Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan untuk penyiapan lahan adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan dan jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Volume air yang diperlukan untuk pengelolahan lahan mencakup menjenuhkan tanah dan suatu lapisan genangan yang diperlukan segera setelah tanam.

Untuk tanah dengan tekstur berat tanpa rekatan keperluan air diambil sebesar 200 mm kemudian ditambah dengan 50 mm untuk penjenuhan, pelumpuran dan penggenagan segera setelah tanam maka jumlahnya menjadi 250 mm namun apabila lahan dibiarkan bera untuk waktu yang cukup lama sekitar 45 hari maka kondisi tanah akan retak-retak sehingga jumlah air yang diperlukan sekitar 300 mm.

Untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1986). Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam lt/dt selama periode penyiapan lahan. Adapun langkah-langkah perhitungan lahan penyiapan sebagai berikut:

1. Urutkan nilai Evapotransirasi (Eto) berdasarkan jenis bulan pertahun dalam periode 10 pengamatan.

2. Eo adalah evaporasi air terbuka yang diambil = Eto x 1,1 selama penyaiapan laham (mm/hari).

(42)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 42

3. Perkolasi (P) berdasarkan Direktorat jendral pengairan (1986) besar perkolasi adalah 2,0 mm/hari.

4. M adalah kebutuhan air untuk mengganti air yang hilang akibat evaporasi dan perkolasi disawah yang telah dijenuhkan. M = Eo + P (mm/hari).

5. K = M x (T/S)

6. T adalah jangka waktu penyiapan lahan (hari).

7. S adalah air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm.

8. Ir adalah kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan (mm/hari).

.

Tabel 2.13 Koefisien Kebutuhan Air Irigasi Selama Penyiapan Lahan M Eo + P

Mm/ hari S = 250 mm T = 30 hari S = 300 mm S = 250 mm T = 45 hari S = 300 mm

5,0 5,5 11,1 11,4 12,7 13,0 8,4 8,8 9,5 9,8 6,0 6,5 11,7 12,0 13,3 13,6 9,1 9,4 10,1 10,4 7,0 7,5 12,3 12,6 13,9 14,2 10,1 9,8 10,8 11,1 8,0 8,5 13,0 13,3 14,5 14,8 10,5 10,8 11,4 11,8 9,0 9,5 13,6 14,0 15,2 15,5 11,2 11,6 12,1 12,5 10,0 10,5 14,3 14,7 15,8 16,2 12,0 12,4 12,9 13,2 11,0 15,0 16,5 12,8 13,6

Sumber (Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985)

2.10.3 Kebutuhan Air Untuk Konsumtif Tanaman

Kebutuhan air bagi tanaman (Etc / Etcorp) didefinisikan sebagai tebal air yang dibutuhkan untuk memenuhi jumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi suatu tanaman dimana evapotranspirasi adalah gabungan dari 2 proses yaitu evaporasi besarnya nilai evporasi dipengaruhi oleh iklim, variates, jenis dan

(43)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 43

umur tanaman sedangkan transpirasi adalah proses penguapan dari daun tanaman, tumbuh pada areal luas, pada tanah yang menjamin cukup lengas tanah, kesuburan tanah, dan lingkungan hidup tanaman cukup baik, sehingga secara potensial tanaman akan berproduksi secara baik. Dengan memasukan nilai efisiensi tanaman (Kc) maka dapat dihitung nilai penggunaan konsumtifnya dimana besarnya koefisien tanaman untuk setiap jenis tanaman berbeda-beda. Penggunaan konsumtif dihitung dengan rumus berikut:

Dimana:

ETc : Kebutuhan air bagi tanaman, mm/hari. ET0 : Evapotranspirasi tetapan, mm/hari. Kc : Koefisien Tanaman (Tabel 2.8,2.9,2.10) 2.10.4 Perkolasi

Air irigasi yang mengalir ke sawah sebagian hilang karena menguap dan sebagian lagi hilang karena meresap kedalam tanah. Masuknya air kedalam tanah disebut sebagai laju infiltrasi. Jumlah air yang masuk ke dalam tanah tiap satuan waktu disebut sebagai laju infiltrasi. Laju infiltrasi ditentukan oleh jenis permukaan tanah. Dari permukaan tanah air masuk kedalam tanah, mengisi rongga – rongga antara butir tanah tidak mampu lagi menampung air tanah mencapai kapasitas lapang (field capacity), maka air akan mengalir menuju zona jenuh air. Peristiwa inilah yang disebut dengan perkolasi. Jumlah air yang mengalir dari zona tidak jenuh air tiap satuan waktu disebut sebagai laju perkolasi.

(44)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 44

Perkolasi merupakan gerakan air kebawah dari zona air tidak jenuh (daerah antara permukaan tanam sampai ke permukaan air tanah) ke dalam daerah yang jenuh (daerah dibawah permukaan air). Proses ini merupakan proses kehilangan air yang terjadi pada penanaman disawah. Adapun faktor yang mempengaruhi perkolasi adalah Tekstur Tanah, Premeabilitas tanah, Letak permukaan air tanah dan Tebal lapisan tanah bagian atas.

Daya infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum yang dimungkinkan ditentukan oleh kondisi permukaan termasuk lapisan atas tanah. Daya perkolasi adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh air yang terletak antara permukaan tanah dengan permukaan air tanah. Daya perkolasi kecil akan terjadi dipermukaan air tanah yang terbentuk karena mengumpulnya air tanah diatas lapisan semi kedap air yang dinamakan perched groundwater table. Perkolasi mempunyai arti penting dalam teknik pengisian buatan (artificial recharge), yang memerlukan proses infiltrasi yang menerus.

Laju perkolasi sangat tergantung kepada sifat-sifat tanah seperti semakin besar tekstur tanah maka semakin besar angka perkolasinya, semakin besar permeabilitasnya maka semakin kecil angka perkolasinya, semakin tipis lapisan tanah bagian atas maka semakin kecil angka perkolasinya dan semakin dangkal air tanah maka semakin kecil angka perkolasinya hingga mencapai 1 - 3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, lalu perkolasi bias lebih tinggi. (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997).

Besarnya perkolasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tektus tanah (makin besar tekstur tanah maka makin besar angka perkolasinya), permeabilitas tanah,

(45)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 45

tebal lapisan tanah bagian atas dan letak permukaan air tanah. Berikut adalah table koefisien perkolasi :

Tabel 2.14 Koefisien Laju Perkolasi

Sumber (Standart Perencanaan Irigasi KP-01)

Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah dimana perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah guna menentukan laju perkolasi tinggi muka air harus diperhitungkan dengan baik apabila tidak diketahui sifat-sifat tanah yang dimilikinya maka berdasarkan Direktorat jendral pengairan (1986) besarnya laju perkolasi diasumsikan 2,0 mm/hari.

2.10.5 Pergantian Lapisan Air (WLR)

Penggantian lapisan air dilakukan setelah pemupukan dan dilakukan selama 2 kali, masing-masing 50 mm selama setengah bulan atau 15 hari, lama pengelolahan sawah diasumsikan 30 hari baik dengan tenaga kerbau atau traktor. Maka diperoleh nilai WLR sebesar 3,33 mm/hari dari hasil perhitungan 50 mm/15 hari. Pergantian lapisan air selama 1 periode 3,33 mm/hari kemudian dilakukan 3 kali pegantian air karena bisa saja air tersebut sudah terserang hama oleh karena itu dilakukan 3 kali pergantian air supaya air yang diserap oleh tanaman adalah air yang jernih maka koefisiennya menjadi 1,11 mm/hari (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997)

(46)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 46 2.10.6 Kebutuhan Air Sawah

Kebutuhan air untuk tanaman yaitu banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk membuat jaringan tanaman (batang dan daun) dan untuk diuapkan (evapotranspirasi), perkolasi, curah hujan, pengolahan lahan dan pertumbuhan tanaman. Banyaknya air disawah untuk tanaman padi dan palawija berbeda sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Kebutuhan air di sawah untuk Padi

2. Kebutuhan air di sawah untuk palawija NFR = Etc - Re

Dimana :

NFR = Kebutuhan air untuk tanaman (mm/hari) ETcrop = Evaporasi potensial (mm/hari)

WLR = Penggantian lapisan air (mm/Hari) P = Perkolasi (mm/hari)

Rc = Curah hujan efektif (mm/hari) 2.10.7 Kebutuhan Air Irigasi Untuk Padi

Kebutuhan air untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut: 1. Penyiapan lahan

2. Penggunaan Konsumtif 3. Perkolasi dan rembesan 4. Pergantian lapisan air 5. Curah hujan efektif

(47)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 47

Untuk irigasi Padi, curah hujan efektif bulanan 70% dari curah hujan minimum tengah bulan dengan periode ulang 5 tahun. Re = 70% x ½ Rs dimana Rs adalah curah hujan minimun dengan periode ulang 5 tahun (mm).

Tabel 2.15 Harga Koefisien Tanaman (Kc) Padi

Bulan Ke Varias i Bias a Varias i Unggul Varias i Bias a Varias i Unggul Ne de co/pros ida FAO

0,5 1,20 1,20 1,10 1,10 1,0 1,20 1,27 1,10 1,10 1,5 1,32 1,33 1,10 1,05 2,0 1,40 1,30 1,10 1,05 2,5 1,35 1,30 1,10 0,95 3,0 1,25 0,00 1,05 0,00 3,5 1,12 0,00 0,95 - 4,0 0,00 0,00 0,00 -

Sumber (Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985)

2.10.8 Kebutuhan Air Irigasi Untuk Palawija

Seperti halnya tanaman padi, kebutuhan air irigasi untuk tanaman palawija ditentukan oleh penyiapan lahan, penggunaan konsumtif, perkolasi, curah hujan efektif, namun tidak dipengaruhi oleh penggenangan. Masa prairigasi diperlukan guna menggarap lahan untuk ditanami dan untuk menciptakan kondisi lembab yang memadai untuk tanaman yang akan tumbuh. Banyaknya air tergantung kepada kondisi tanah dan pola tanam yang diterapkan. Jumlah air 50 – 100 mm dianjurkan untuk tanaman palawija dan 100 – 200 mm untuk tebu, kecuali apabila ada kondisi khusus. Pada tanaman palawija, perkolasi air kedalam lapisan tanah bawah hanya akan terjadi setelah pemberian air irigasi.

(48)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 48

Tabel 2.16 Harga Koefisien Tanaman (Kc) Palawija

S

umber (Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985)

Tabel 2.17 Harga Koefisien Tanaman (Kc) Tebu

(Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985)

2.10.9 Efisiensi Irigasi

Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi merupakan faktor penentu utama dari unjuk kerja suatu sistem jaringan irigasi. Efisiensi irigasi terdiri atas

(49)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 49

efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).

Besarnya efisiensi irigasi tergantung dari besarnya kehilangan air yang terjadi pada saluran pembawa, mulai dari bendung sampai petak sawah. Kehilangan air tersebut disebabkan karena penguapan, perkolasi, kebocoran dan sadap liar. Besarnya angka efisiensi tergantung pada penelitian lapangan pada daerah irigasi.

Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah.

Efisiensi Irigasi adalah angka perbandingan jumlah debit air irigasi terpakai dengan debit yang dialirkan dinyatakan dalam (%) dengan maksud seperempat atau sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air tersebut sampai disawah yang disebabkan oleh kegiatan eksploitasi,evaporasi dan perkolasi. Adapun pembagian efisiensi irigasi adalah sebagai berikut :

1. Saluran tersier kehilangan air 20% sehingga efisiensi 80% 2. Saluran sekunder kehilangan air 10% sehingga efisiensi 90% 3. Saluran utama/primer kehilangan air 10% sehingga efisiensi 90%

Efisiensi secara keseluruhan dihitung sebagai berikut = efisiensi jaringan tersier 80% x efisiensi jaringan sekunder 90% x efisiensi jaringan primer 90% sehingga efisiensi secara keseluruhan adalah 65%. Secara matematis hubungan

(50)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 50

faktor yang menentukan kebutuhan air irigasi di atas dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut :

Dimana :

KAI : Kebutuhan air irigasi/ Jumlah air yang dibutuhkan diintake (ltr/dtk/hektar).

NFR : Kebutuhan air sawah (ltr/dtk/hektar). Ei : Efisiensi irigasi (65 %).

2.11 Pola Tanam

Pengaturan pola tata tanam adalah kegiatan mengatur awal masa tanam, jenis tanaman dan varitas tanaman dalam suatu tabel perhitungan. Tujuan utama dari penyusunan pola tanam adalah untuk mendapatkan besaran kebutuhan air irigasi pada musim kemarau sekecil mungkin. Di dalam penyusunan pola tata tanam dilakukan simulasi penentuan awal tanam. Dari alternatif tersebut dipilih alternatif yang “kebutuhan air irigasi” nya paling rendah. Rencana pola tata tanam dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi pengunaan air serta menambah intensitas luas tanam. Suatu daerah irigasi pada umumnya memiliki pola tanam tertentu. Pemilihan pola tanam ini didasarkan pada sifat tanaman hujan dan kebutuhan air. Setelah diperoleh kebutuhan air untuk pengelolaan lahan dan pertumbuhan kemudian dicari besarnya kebutuhan air untuk irigasi berdasarkan pola tanam dan rencana tata tanam dari daerah yang bersangkutan.

Penyusunan pola tata tanam didasarkan pada tengah bulanan atau tiap 15 harian artinya besaran-besaran yang ikut di dalam perhitungan dihitung selama 15 harian ditandai dengan adanya angka I dan II yang dimaksudkan minggu pertama dan minggu kedua.

(51)

Bab II Tinjauan Pustaka

II - 51

Penyusunan pola tanam dilakukan selama 1 tahun dengan disisipi 1 musim untuk tanaman palawija hal ini dimaksudkan untuk memutus rantai serangan hama pada tanaman padi serta memberi kesempatan tanah untuk memulihkan unsur-unsur haranya setelah berturut-turut ditanami padi. Notasi pola tanam dibuat miring-miring dimaksudkan bahwa penanaman untuk seluruh areal persawahan tidak dilakukan sertak melainkan bertahap dan berperiode setengah bulanan sehingga dapat disusun waktu penyaiapan lahan (Line Preparation) nya.

Tabel 2.18 Pola Tanam

Ketersediaan air untuk jaringan

irigasi Pola tanam dalam 1 tahun

Tersedia air cukup banyak PADI-PADI-PALAWIJA

Tersedia air dalam jumlah yang cukup PADI-PADI-BERA PADI-PALAWIJA-PALAWIJA

Daerah yang cendrung kekurangan air PADI-PALAWIJA-BERA PALAWIJA-PAD-BERA

Gambar

Gambar 2.1 Skema Jaringan Irigasi  Sumber (Modul Bab II Jaringan Irigasi)
Tabel 2.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi  Klasifikasi Jaringan Irigasi
Gambar 2.2. Jaringan Irigasi Sederhana
Gambar 2.3. Jaringan Irigasi Semi Teknis
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Pada bulan September 2003, Nike membeli Converse seharga $305 juta untuk meningkatkan penawarannya dalam pasar sepatu Retro popular dan klasik saat itu.

Agar suatu pabrik berjalan dengan baik di samping tersedianya alat-alat proses yang lengkap dan bahan baku yang dipergunakan, diperlukan juga tenaga kerja guna menjalankan proses

92.. Diharapkan untuk Tugas Akhir selanjutnya dengan topik yang sama perlu dikaji tentang besarnya anggaran biaya pada pekerjaan struktur bagian bawah jembatan, karena item

Jadi usaha budidaya pembenihan pare pada tingkat suku bunga 25% dan 35% layak untuk diusahakan, karena tidak akan menyebabkan kerugian dan pada usaha yang dilakukan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, yaitu pentingnya penyesuaian perkawinan yang harus dilakukan oleh suami istri untuk menjaga keharmonisan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang backpack safety dengan keluhan nyeri punggung pada siswa Sekolah Dasar

Metode ini menggunakan kertas milimeter dan peralatan menggambar untuk mengukur luas daun.Metode ini dapat diterapkan cukup efektif pada daun dengan bentuk daun