• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUSNUDZON DAN PENERIMAAN DIRI PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUSNUDZON DAN PENERIMAAN DIRI PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Program Studi Psikologi

Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana S1 Psikologi

Oleh :

NADILAH ANWAR 16320093

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2020

(2)

Diajukan Kepada Program Studi Psikologi

Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana S1 Psikologi

Oleh :

NADILAH ANWAR 16320093

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2020

(3)

HALAMAN PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : Nadilah Anwar

No. Mahasiswa : 16320093 Program Studi : Psikologi

Judul Skripsi : Husnudzon dan penerimaan diri pada orang dengan HIV/AIDS

Melalui surat ini saya menyatakan bahwa :

1. Selama melakukan penelitian dan pembuatan laporan penelitian skripsi, saya tidak melakukan tindak pelanggaran etika akademik dalam bentuk apapun seperti penjiplakan, pembuatan skripsi oleh orang lain, atau pelanggaran lain yang bertentangan dengan etika akademik yang dijunjung tinggi Universitas Islam Indonesia. Oleh karena itu, skripsi yang saya buat merupakan karya ilmiah saya sebagai penulis, bukan karya jiplakan atau karya orang lain. 2. Apabila dalam ujian skripsi saya terbukti melanggar etika akademik, maka saya

akan siap menerima sanksi sebagaimana aturan yang berlaku di Universitas Islam Indonesia.

3. Apabila di kemudian hari setelah saya lulus dari Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia ditemukan bukti secara meyakinkan bahwa skripsi ini adalah karya jiplakan atau karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi akademis yang ditetapkan Universitas Islam Indonesia.

Samarinda, 20 April 2020

(4)

HALAMAN MOTTO

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri,” (Qs. An-Nisa’:36)

(5)

seluruh kasih sayang dan segala rezeki yang diberikan sehingga saya mampu menyelesaikan karya yang sederhana ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan

kepada junjungan nabi besar kita Muhammad Shalallahu’alaihi Wassalam. Saya ucapkan terimakasih yang tak terhingga atas segala kasih sayang, dukungan,

kebaikan, perhatian, dan do’a yang selalu mengiringi perjalanan saya dalam menulis karya ini kepada orang-orang yang sangat saya cintai:

Syaiful Anwar dan Ayi Sriyanti

Terimakasih atas segala dukungan yang diberikan dengan penuh kesabaran selama proses pembelajaran, yang selalu mencintai dan menyayangi dengan sepenuh hati.

Terimakasih atas segala kebaikan yang diberikan dengan ikhlas tanpa adanya timbal balik yang diharapkan. Terimakasih atas nasehat yang tiada henti diberikan

sehingga dapat menjadi motivasi yang begitu berarti bagi saya. Putri N.A, Ramadan Anwar, Hendra PP

Terimakasih telah menjadi kakak yang selalu mendukung setiap langkah keputusan yang diambil oleh adiknya, kakak yang selalu mendengarkan keluh

kesah adiknya, kakak yang selalu menyayangi dalam diam. Annisa R.A

Terimakasih telah menjadi adik yang sangat kreatif, adik yang bisa diandalkan, adik yang senantiasa melatih kesabaran. Dengan begitu, Annisa telah berperan

banyak dalam proses pendewasaan diri saya.

(6)

Universitas Ketua P

Yulianti Dwi Ast HIV/AIDS

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu sosial Budaya Universitas Islam Indonesia untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Guna Memperoleh Sarjana S-1 Psikologi

Pada Tanggal 12 Mei 2020 Oleh: Nadilah Anwar 16320093 Mengesahkan , Prodi Psikologi

Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Islam Indonesia

rogram Studi

uti, S.Psi., M.Soc., Sc.

Dosen penguji

1. M.Novvaliant Filsuf Tasaufi S.Psi.,M.Psi, Psi 2. Dr.Ahmad Rusdi, S.Psi., S.Sos.I., MA.Si. 3. Nita Trimulyaningsih, S.Psi.,M.Psi

v

(7)

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’alla atas kasih sayang yang diberikan, pertolongan serta petunjuk-Nya untuk

bisa menuntut ilmu. Kemampuan dan keberhasilan yang dimiliki dalam menyelesaikan skripsi ini semata-mata hanya karena kuasa-Nya. Sholawat serta salam tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa salam.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan serta bantuan baik dalam bentuk apapun itu dari berbagai pihak terkait. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya sehingga dapat membantu dalam proses pengerjaan skripsi serta perkuliahan, kepada:

1. Bapak Dr.H.Fuad Nashori, S.Psi.,M.Si.,M.Ag., selaku Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

2. Ibu Yulianti Dwi Astuti, S.Psi., M.Soc., Sc., selaku Ketua Program Studi Psikologi Universitas Islam Indonesia.

3. Bapak Muhammad Novvaliant Filsuf Tasaufi, S,Psi., M.Psi., Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah rela meluangkan waktu kapan pun itu untuk mendampingi dengan penuh kesabaran, pengertian, dan berbagi ilmu serta wawasan. Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan atas segala kebaikan yang bapak berikan sehingga memberikan banyak sekali pelajaran

(8)

hidup yang begitu berarti bagi penulis. Semoga Allah memberikan kebahagiaan dunia maupun akhirat.

4. Ibu Fani Eka Nurtjahjo, S.Psi., M.Psi., Psi., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang berkenan mendampingi proses perkuliahan penulis sejak awal hingga akhir perkuliahan.

5. Bapak Dr.Ahmad Rusdi, S.Psi., S.Sos.I., MA.Si. dan ibu Nita Trimulyaningsih, S.Psi.,M.Psi, selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberi masukkan kepada penulis sehingga penulis mendapatkan banyak sekali wawasan baru.

6. Seluruh dosen Program Studi Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia, yang berkenan berbagi ilmu pengetahuan dengan penuh perhatian selama kuliah. Terimakasih atas segala ilmu, motivasi, nasehat dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Allah memberikan keberkahan untuk kehidupan bapak dan ibu sekalian.

7. Mama tercinta terkasih dan tersayang, terimakasih sudah melahirkan, merawat hingga membesarkan dengan sepenuh hati, jiwa, dan raga. Mama yang tiada henti-hentinya berdo’a untuk kebaikan, mama yang selalu sabar dan tidak pernah mengeluh dalam mendampingi penulis, mama adalah wanita terkuat dan terhebat yang menjadi panutan bagi penulis. Tiada yang dapat diberikan selain do’a yang dipanjatkan untuk memohonkan ampun serta kebahagiaan dunia dan akhirat kelak.

8. Abah tercinta terkasih dan tersayang, terimakasih sudah mendidik penulis dengan penuh kasih sayang yang tulus, abah yang bijaksana selalu mengajarkan

(9)

kebaikan, yang tiada hentinya mengingatkan untuk selalu bersyukur atas segala bentuk nikmat yang diberikanNya. Terimakasih atas segala dukungan yang diberikan tanpa berharap imbalan, semua pengalaman serta nasehat yang sangat berarti bagi penulis. Abah yang menjadi sosok panutan bagi penulis dalam menjalani kehidupan. Tiada yang dapat diberikan selain do’a yang dipanjatkan untuk memohonkan ampun serta kebahagiaan dunia dan akhirat kelak.

9. Teteh, abang, kakak, adek, ponakan tercinta. Terimakasih telah memberikan warna dalam kehidupan penulis, terimakasih sudah banyak membantu dalam kehidupan, menjadi teman hidup yang begitu berarti bagi penulis. Terimakasih telah menjadi alasan terbesar untuk selalu merindukan rumah. Terimakasih atas kebersamaan dan kebahagiaan yang selalu diberikan. Semoga Allah selalu memberikan kebahagiaan untuk kalian semua.

10. Ketua Yayasan Mahakam Plus serta staf yang sudah bersedia meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam melakukan pengambilan data serta mempermudah prosesnya. Semoga Allah membalas semua kebaikan yang diberikan.

11. Seluruh responden yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam penelitian penulis, semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan kebahagiaan yang tak terhingga.

12. Popie Kisdayani, Nadyah Alya, Rafiqah Rahmadhanty, Luvithie Fesya Ivonda dan Firanty Noor Utami yang sudah menemani sejak hari pertama kuliah sampai skripsi ini selesai dikerjakan, terimakasih sudah setia berbagi canda tawa serta dukungan yang tiada henti selama hidup di Jogja.

(10)

13. Ade Aamaliah F dan Hening Mahardika yang sudah menemani mengerjakan skripsi di perpustakaan setiap hari tanpa mengenal lelah, tanpa mengucap keluhan, terimakasih atas segala bentuk bantuan.

14. Mas Garlianka, Mas Zain, dan Kak Athirah yang sudah sangat membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya atas kebaikan, ilmu dan nasehat yang diberikan kepada saya.

15. Seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih sudah menjadi teman yang menyenangkan dan kebersamaannya selama perkuliahan. Semoga kesuksesan selalu bersama kita.

16. Teruntuk seluruh pihak yang telah terlibat membantu dalam proses perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan saudara/i semua. 17. Terimakasih yang teramat dalam kepada wabah corona, terimakasih telah hadir ditengah hectic-nya penulisan skripsi ini. Keberadaanmu mengajarkan untuk bersabar, pantang menyerah dan terus semangat dalam mencapai mimpiku. Aku mencantumkanmu disini agar aku punya cerita kepada dunia bahwa skripsi ini aku kerjakan di tengah pandemi yang luar biasa melumpuhkan dunia, tapi aku tetap bisa menyelesaikannya. Segeralah pergi, aku dan seluruh partikel di bumi ini ingin segera berpisah denganmu.

Semoga Allah SWT memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat, aamiin yaa

rabbal 'alamiin. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Samarinda, 20 April 2020

Nadilah Anwar

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ...v

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

BAB I ...1

PENGANTAR ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Tujuan Penelitian...9 C. Manfaat Penelitian ...9 D. Keaslian Penelitian ...9 BAB II ...13 TINJAUAN PUSTAKA ...13 A. Penerimaan Diri ...13

1. Definisi penerimaan diri ...13

2. Aspek-aspek penerimaan diri...14

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri ...15

B. Husnudzon...18

1. Definisi Husnudzon ...18

2. Aspek-aspek Husnudzon ...19

C. Hubungan Husnudzon dengan Penerimaan Diri pada ODHA ...21

D. Hipotesis ...26

BAB III ...27

METODE PENELITIAN ...27 x

(12)

1. Penerimaan Diri ...27

2. Husnudzon ...27

C. Responden Penelitian ...28

D. Metode Pengumpulan Data ...28

E. Validitas dan Realibilitas ...31

F. Metode Analisis Data ...31

BAB IV ...33

PELAKSANAAN DAN HASIL PEMBAHASAN ... 33

A. Orientasi Kancah dan Persiapan ...33

1. Orientasi Kancah Penelitian ...33

2. Persiapan Penelitian ...34

B. Laporan Pelaksanaan Penelitian ...38

C. Hasil Penelitian ...39

1. Deskripsi Responden Penelitian ...39

2. Deskripsi Data Penelitian ...40

3. Uji Asumsi ...43 4. Uji Hipotesis ...45 5. Analisis Tambahan ...46 D. Pembahasan ...47 BAB V ...53 PENUTUP ...53 A. Kesimpulan ...53 B. Saran 54 DAFTAR PUSTAKA ...56 LAMPIRAN ...60 xi

(13)

Tabel 3 Rencana Analisis Data dan Taraf Signifikansi ... 30

Tabel 4 Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri ... 36

Tabel 5 Distribusi Aitem Skala Husnudzon ... 37

Tabel 6 Deskripsi Responden Penelitian Berdasarkan Usia ... 38

Tabel 7 Deskripsi Responden Penelitian Berdasarkan Lama Mengidap ... 38

Tabel 8 Deskripsi Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39

Tabel 9 Deskripsi Responden Penelitian Berdasarkan Penyebab Terinfeksi ...39

Tabel 10 Deskripsi Data Penelitian ... 40

Tabel 11 Pembagian Untuk Kategorisasi ... 41

Tabel 12 Kategorisasi Data Penelitian… ... 41

Tabel 13 Uji Normalitas ... 43

Tabel 14 Uji Linearitas ...44

Tabel 15 Uji Hipotesis ... 45

Tabel 16 Uji Korelasi Antar Aspek ... 46

(14)

Lampiran 2 Tabulasi Data Husnudzon ... 71

Lampiran 3 Tabulasi Data Penerimaan Diri ... 77

Lampiran 4 Reliabilitas dan Diskriminasi Aitem ... 83

Lampiran 5 Deskripsi Responden ... 90

Lampiran 6 Deskripsi Data Penelitian ... 93

Lampiran 7 Uji Asumsi ... 97

Lampiran 8 Uji Hipotesis ... 99

Lampiran 9 Analisis Tambahan ... 101

Lampiran 10 Surat Penelitian ... 103

(15)

1,2Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia

E-mail: nadilahanwar@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara husnudzon dan penerimaan diri pada orang dengan HIV/AIDS. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara husnudzon dengan penerimaan diri pada orang dengan HIV/AIDS. Untuk menguji hipotesis tersebut, peneliti melakukan pengambilan data dengan menggunakan skala penerimaan diri yang disusun oleh Djalaluddin (2018) mengacu pada Sheerer (Cronbach, 1963) dan skala husnudzon dengan menggunakan Husn Al-Zhann Scale versi short aitem milik Rusydi (2018). Skala tersebut disebarkan kepada 75 responden ODHA di Samarinda. Hasil analisis data menggunakan Spearman’s Rho menunjukkan nilai koefisien r= 0.355 dengan p= 0.002 (p< 0.05) yang artinya hipotesis pada penelitian ini diterima.

Kata kunci: Penerimaan Diri, Husnudzon, HIV, AIDS

(16)

Nadilah Anwar1, Muhammad Novvaliant Filsuf Tasaufi2

1,2Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia

E-mail: nadilahanwar@gmail.com

ABSTRACT

This study aims to determine the relationship between husnudzon and self- acceptance in people with HIV / AIDS. The hypothesis proposed in this study is that there is a positive relationship between husnudzon and self-acceptance in people with HIV / AIDS. To test this hypothesis, researchers conducted data retrieval using a self-acceptance scale compiled by Djalaluddin (2018) referring to Sheerer (Cronbach, 1963) and husnudzon scale using the short-item version of the

Husn Al-Zhann Scale by Rusydi (2018). The scale was distributed to 75 ODHA

respondents in Samarinda. The results of data analysis using Spearman's Rho show the coefficient value r = 0.355 with p = 0.002 (p <0.05), which means the hypothesis in this study is accepted.

Keywords: Self-Acceptance, Husnudzon, HIV, AIDS

(17)

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR

Memiliki kondisi fisik yang sehat dapat menjadikan seseorang memiliki kehidupan yang baik karena dengan begitu orang tersebut dapat menjalankan aktivitas sehari-harinya dengan lancar tanpa adanya gangguan yang diakibatkan oleh kesehatannya. Namun tidak semua orang memiliki kesehatan yang sempurna, sehingga ada sebagian orang yang dengan terpaksa tidak bisa menjalankan aktivitasnya secara bebas layaknya orang yang memiliki kesehatan utuh. Ada beberapa jenis penyakit yang dapat mengganggu aktivitas kesehariannya bagi individu yang terserang penyakit tersebut, salah satu contoh dari penyakit tersebut adalah HIV/AIDS. Orang yang didiagnosis positif terkena virus HIV biasa disebut dengan ODHA (orang dengan HIV/AIDS).

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyebabkan seseorang terserang penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang biasa disebut sebagai penyakit HIV/AIDS, penyakit ini awalnya dialami oleh kelompok homoseksual di kota San Fransisco, Amerika Serikat pada tahun 1980 (Hawari, 2006). Data yang diterbitkan oleh UNAIDS menunjukkan sebanyak 37.9 juta orang di dunia hidup dengan HIV pada tahun 2018, benua Afrika Timur dan Selatan menjadi benua dengan tingkat kasus tertinggi di dunia yaitu sebesar 13.8 juta. Berdasarkan situasi umum HIV/AIDS dan tes HIV (Infodatin, 2019) diketahui terjadi kasus AIDS di tahun 2018 sebanyak 10.190. Data dari Ditjen P2P menunjukkan pada tahun 2018 untuk kasus AIDS didominasi 67,2% oleh laki-laki

(18)

dan 32,8% oleh perempuan dan kasus AIDS berkisar 20-40 tahun. Untuk kasus AIDS terbanyak pada tahun 2018 ada di Jawa Tengah sebesar 1.941 (Ditjen P2P Kemenkes RI, 2019).

HIV merupakan virus yang dapat menyerang tubuh manusia melalui tiga cara yaitu: secara vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak (selama mengandung, persalinan, menyusui), secara transeksual (homoseksual maupun heteroseksual), secara horizontal yaitu kontak antar darah atau pemakaian jarum suntik bergantian (Nasronudin, 2014). Studi Epidemiologi di Amerika Serikat telah mengidentifikasi 5 kelompok orang dewasa yang berisiko tinggi untuk mengembangkan AIDS, distribusi kasus dalam kelompok-kelompok ini yaitu: homoseksual atau biseksual, penyalahgunaan narkoba, hemofilia, penerima darah, dan kontak heteroseksual, infeksi HIV pada bayi baru lahir (Kumar, Abbas, Fausto, Aster, 2014). Pada studinya tersebut, disebutkan bahwa kontak seksual merupakan penyebab yang paling mendominasi kasus HIV di dunia yaitu sebesar 75% kasus (Kumar dkk, 2014).

Di Indonesia sendiri, masih terdapat banyak stigma negatif masyarakat terhadap ODHA yang mana masyarakat menganggap bahwa orang yang terdiagnosa penyakit tersebut merupakan individu yang berperilaku kurang baik sehingga menyebabkan ODHA tidak mampu menerima dirinya. Hal tersebut sesuai dengan Rachmawati (2013) yang menyebutkan bahwa bagi ODHA tidak mudah untuk bisa menerima dirinya ketika dinyatakan terkena virus HIV positif yang mana tidak hanya menjalani hidup dengan penyakit yang diderita melainkan juga menjalani hidup dengan stigma dan diskriminasi masyarakat.

(19)

Adanya stigma terhadap ODHA dapat memperburuk kondisi fisik dan psikis pada ODHA karena menimbulkan perspektif negatif tentang diri individu tersebut. Stigma terkait HIV diketahui dapat mengurangi kesejahteraan pada ODHA (Sayles, Wong, Kinsler, Martins, & Cunningham, 2009). Diperkuat oleh Mijas, Koziara & Dora (2017) bahwa stigmasisasi yang terjadi pada ODHA mempengaruhi kesehatan mental dan fisik serta kemampuan penerimaan diri atau harga diri yang memadai. Seharusnya ODHA memiliki penerimaan diri yang baik, sebab dengan begitu maka ODHA mampu melihat sisi positif yang ada pada dirinya.

Menurut Putri dan Tobing (2016) orang yang baru mengetahui statusnya HIV positif cenderung tidak menerima dirinya. Sebuah penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Armiyati, Rahayu & Aisah (2015) menunjukkan bahwa ketika pertama kali didiagnosis HIV/AIDS mereka merasa kaget, takut, marah, jengkel, malu, sedih dan tidak berdaya. Bahkan terdapat ODHA yang memiliki keinginan untuk bunuh diri (Hawari, 2006). Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian di Polandia yang menunjukkan bahwa hampir 20% responden yang hidup dengan HIV mengalami pikiran untuk bunuh diri (Mijas dkk, 2017). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Meade, dkk (2010) pada penelitian terkait stres dan coping pada ODHA di China berdasarkan proses cognitive appraisal menunjukkan partisipan dalam penelitian tesebut memiliki tingkat stress, depresi, dan psychological distress yang tinggi sebab sebagian dari mereka lebih memandang stressor sebagai ancaman bukan tantangan.

Peneliti menemukan kasus terkait kurangnya penerimaan diri yang dialami oleh beberapa ODHA. Wawancara dilakukan di Samarinda pada tanggal 12

(20)

Februari 2020, ditemui data bahwa kebanyakan dari ODHA terinfeksi virus HIV karena hubungan seksual. ODHA mengaku merasa stress ketika mengetahui dirinya positif mengidap HIV. Ada pula seorang ODHA yang bertanya-tanya pada Tuhan mengapa dirinya saja yang mendapatkan status tersebut padahal ada banyak orang disekitarnya yang juga melakukan hal yang sama dan layak menerima status itu, akan tetapi orang-orang tersebut tidak mengalami hal yang sama sehingga hal ini membuat semakin terpuruk.

Narasumber mengatakan bahwa hidup sebagai ODHA tidak mudah karena harus mengkonsumsi obat seumur hidup yaitu ARV, ARV menjadi permasalah bagi ODHA karena tidak mau mengkonsumsi obat setiap hari diwaktu yang telah ditentukan. Selain itu narasumber juga mengatakan harus hidup dengan stigma negatif masyarakat karena masih banyaknya masyarakat yang belum paham terkait HIV. Bahkan terdapat pikiran bahwa tempat duduk bekas ODHA dapat menularkan penyakit sehingga tidak mau duduk dari tempat bekas ODHA duduk. Narasumber mengatakan seringkali merasa dikucilkan, hal ini membuat ODHA tertekan dan karena adanya penolakan dari lingkungan itu membuat ODHA tidak mau menerima dirinya sendiri. Kondisi tersebut menyebabkan ODHA yang perlu menghadapi berbagai masalah selain dari penyakit yang diderita seperti yang diterangkan oleh narasumber yang telah diwawancarai.

Penelitian yang dilakukan oleh Khasanan dan Kusumaningsih (2015) menunjukkan bahwa salah satu respondennya tidak menerima kenyataan terinfeksi HIV positif bahkan memiliki keinginan untuk melaporkan kepada polisi orang- orang yang mengetahui dirinya berstatus positif. Penelitian itu bahkan mengatakan

(21)

bahwa responden tersebut meninggal dunia tidak lama setelah dilakukannya wawancara karena tidak rutin mengkonsumsi ARV. Jika dikaitkan pada hasil wawancara yang telah dilakukan, diketahui bahwa motif yang terjadi pada ODHA yang tidak menerima diri karena status HIV positif adalah tidak memiliki keinginan untuk mengkonsumsi ARV, sehingga penelitian tersebut memiliki kaitan dengan hasil wawancara pada penelitian ini.

Berdasarkan hasil wawancara dan pemaparan beberapa penelitian diatas dapat diketahui bahwa terdapat permasalahan pada penerimaan diri ODHA. Menurut Ryff (1995) penerimaan diri adalah individu mampu mengakui dan menerima berbagai aspek dalam dirinya yang bersifat baik maupun buruk dan merasa baik-baik saja dengan kehidupan di masa lalu, sehingga individu ini mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri. Individu yang memiliki penerimaan diri baik tentunya memiliki pandangan positif terhadap segala aspek kehidupan. Hurlock (2006) kemampuan individu dalam menerima berbagai hal yang ada dalam dirinya, kebaikan maupun keburukan yang dimiliki sehingga tetap dapat berpikir logis ketika sedang ada masalah tanpa menimbulkan perasaan rendah diri, malu, permusuhan, dan rasa tidak aman merupakan bentuk dari penerimaan diri.

Kübler-Ross (1987) mengatakan bahwa mungkin ODHA berbeda dari orang-orang penyakit terminal lainnya dalam mengalami depresi yang lebih serius karena ODHA tidak dapat menceritakan penyakitnya kepada orang lain dengan banyaknya perhatian media yang terus-menerus menyorot AIDS, dan beberapa diantaranya menghakimi. Dari pernyataan tersebut maka Ross, Tebble, dan

(22)

Viliunas (1989) mengadaptasi teori Kübler-Ross dengan menyesuaikan pada ODHA dalam reaksi sebagai berikut: tahap pertama dan kedua adalah shock, denial, dan anger, tahap ketiga adalah withdrawal, tahap keempat adalah bargaining, tahap kelima adalah acceptance.

Adapun faktor yang mempengaruhi penerimaan diri yang dirumuskan oleh Hurlock (2006), yaitu : pemahaman tentang diri sendiri, harapan yang realistis, tidak adanya hambatan di dalam lingkungan, sikap anggota masyarakat yang menyenangkan, tidak adanya gangguan emosional yang berat, pengaruh keberhasilan yang dialami baik secara kualitatif maupun kuantitatif, identifikasi terhadap orang yang mampu menyesuaikan diri, adanya perspektif diri yang luas, pola asuh di masa kecil yang baik, dan konsep diri yang stabil. Menurut Hurlock, tidak adanya gangguan emosional yang berat adalah individu memiliki kemampuan beraktivitas sebaik mungkin dan merasa bahagia karena sekecil apapun tekanan emosi dapat megganggu individu tersebut (Ardilla, 2013). Rusydi (2012) mengatakan bahwa individu yang tidak berpikir positif akan mengalami rintangan dalam menjalankan kehidupan yang berdampak pada psikis dan fisiknya. Maka dapat diketahui bahwa salah satu cara untuk mengatasi gangguan emosional yang berat untuk tercapainya penerimaan diri adalah dengan berpikir positif.

Penelitian yang dilakukan oleh Prasojo (2017) menunjukkan adanya peran religiusitas untuk mengatasi depresi pada penderita HIV/AIDS. Penelitian yang dilakukan oleh Mukti dan Dewi (2013) juga menunjukkan bahwa semakin tinggi religiusitas pada penderita stroke iskemik maka semakin tinggi penerimaan diri. Religiusitas dapat diwujudkan dengan bermacam-macam bentuk aktivitas dalam

(23)

kehidupan seseorang, tidak hanya berkaitan dengan bentuk perilaku yang tampak tetapi juga perilaku yang tidak tampak (Ancok & Suroso, 2001). Hadits yang diriwayatkan oleh al-Haakim menunjukkan bahwa berprasangka baik merupakan bagian dari bentuk beribadah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rusydi (2012) menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan antara husn al-zhann dengan kesehatan mental. Individu yang berhusnudzon pada Allah dan sesama manusia maka akan memiliki kesehatan mental yang baik.

Rusydi (2012) dalam penelitiannya mengatakan husn al-zhann memiliki dua aspek yaitu berprasangka baik kepada Allah (husn al-zhann bi Allah) dan berprasangka baik kepada sesama manusia (husn al-Zhann bi al-mu’minin). Dalam konteks ini adapun yang dimaksud dari berprasangka baik adalah yakin bahwa penyakit yang dimiliki oleh pasien saat ini bukanlah hal buruk yang merugikan, melainkan sesuatu yang dapat di atasi dengan berhusnudzon. Uyun dan Siddik (2017) mengatakan bahwa individu yang berprasangka baik kepada Allah maupun sesama manusia cenderung tidak memiliki tekanan sehingga mampu menjalani kehidupan sehari-hari secara damai dan mampu mengatasi permasalahan dengan baik.

ODHA tentu dapat mengelola penyakitnya dengan cara berpikir positif. Sebuah meta-analisis yang dilakukan oleh Lyubomirsky dan King (2005) tentang manfaat sering berpikir positif salah satunya adalah kesehatan dan kesejahteraan fisik. Godefrey (dalam O'Baugh, Wilkes, Luke, & George, 2003) menunjukkan bahwa menjadi positif dapat mencegah penyakit, membantu dalam pemulihan dan bahkan dapat mengarahkan pada penyembuhan. Bentuk sikap positif adalah

(24)

berprasangka baik yang secara konsep perspektif psikologi Islam disebut dengan

husn-al zahnn (Rusydi, 2012). Menurut Rusydi (2012) ada perbedaan berpikir

positif dengan husnudzon yaitu pada husnudzon melibatkan perilaku yang mengarah pada nilai-nilai ketuhanan (vertikal) dan kemanusiaan (horizontal), sedangkan pada berpikir positif tidak ada hubungan dengan Tuhan. Proses kognitif yang terjadi pada konsep Islam dimunculkan dari nafs dan tidak bersifat individual sedangkan proses kognitif pada perspektif barat merupakan proses individual, namun terdapat persamaan antara husnudzon dan berpikir positif yakni memiliki pengaruh yang baik pada kesehatan mental.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Thompson, Chochinov, Wilson, McPherson, Chary, O'Shea, dan Macmillan (2009) bahwa 32,4% partisipan menyatakan keyakinan spiritual mempengaruhi mereka dalam menerima situasi. Pasien yang memiliki penerimaan yang damai memiliki tingkat tekanan psikologis yang lebih rendah. Penelitian tersebut didukung oleh Caprara, Castellani, Alessandri, Mazzuca, La Torre, Barbaranelli, dan Marchetti (2016) yang dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa pasien dengan tingkat positif yang tinggi cenderung melaporkan lebih rendah mengalami kecemasan dan putus asa serta dapat menangani penyakit yang dialami pasien secara efektif.

Berdasarkan pada berbagai pemaparan kajian teori yang telah dijelaskan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan husudzon dengan penerimaan diri pada ODHA. Rumusan permasalahan yang ingin diteliti adalah “apakah ada hubungan positif antara husnudzon dan penerimaan diri pada ODHA?”.

(25)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik hubungan antara

husnudzon dan penerimaan diri pada orang dengan HIV/AIDS.

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam lingkup keilmuan, terutama bidang psikologi klinis dan islami. Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan penelitian yang akan dilakukan selanjutnya, memperbanyak referensi, dan mengembangkan berbagai teori-teori baru. 2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum mengenai husnudzon maupun penerimaan diri ODHA. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat membantu ODHA maupun pihak terkait untuk meningkatkan penerimaan diri dengan menerapkan husnudzon atau pola berpikir positif dalam konsep Islam.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan husnudzon dan penerimaan diri sudah pernah dilakukan namun tidak langsung menghubungkan kedua variabel tersebut. Penelitian yang relevan dengan judul penelitian ini salah satunya yaitu; penelitian yang dilakukan oleh Uyun & Siddik (2017) yang berjudul “Khusnudzon dan Psychological Well Being pada Orang dengan HIV/AIDS”. Berdasarkan pada penelitian ini diketahui bahwa ada korelasi antara variabel husnudzon dengan penerimaan diri sebesar r = 0,543 dengan signifikansi (p) <0,01 sehingga penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara husnudzon dengan penerimaan diri.

(26)

Selain itu terdapat penelitian yang dilakukan oleh Purnama (2016) dengan judul “Dukungan Sosial dengan Penerimaan Diri pada Penderita Gagal Ginjal”, penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan responden sebanyak 138 orang. Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan diketahui terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan penerimaan diri pada penderita gagal ginjal dengan angka korelasi (r) sebesar 0,243 dan taraf signifikansi 0,01.

Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Reza (2013) yang berjudul “Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Penerimaan Diri pada Remaja Penderita HIV di Surabaya”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan penerimaan diri pada remaja yang terkena HIV karena penggunaan narkoba dengan jumlah subjek sebanyak 30 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan penerimaan diri pada remaja pendeita HIV di Surabaya.

Selanjutnya, penelitian dari Utami (2013) “Hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan penerimaan diri individu yang mengalami asma”, penelitian ini menunjukkan hasil nilai r=0,687 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,005) sehingga hipotesis diterima yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan penerimaan diri individu yang mengalami asma.

Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Rusydi (2012) dengan judul “Husn

al-Zhann: Konsep Berpikir Positif dalam Perspektif Psikologi Islam dan

(27)

husn al-zhann terhadap kesehatan mental dengan menggunakan 74 responden laki-

laki. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa terdapat korelasi antara husn al-

zhann dengan kesehatan mental.

1. Keaslian Topik

Penelitian ini memiliki keaslian topik yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Uyun & Siddik (2017) yang mencari korelasi antara

khusnudzon dan psychological well being pada orang dengan HIV/AIDS,

Purnama (2016) terkait dukungan sosial dengan penerimaan diri, Sari dan Reza (2013) yang mengkaji dukungan sosial dengan penerimaan diri, Utami (2013) dukungan sosial dan penerimaan diri, dan Rusydi (2012) yang mengkaji terkait konsep berpikir positif dalam perspektif psikologi islam dan manfaatnya bagi kesehatan mental.

2. Keaslian Teori

Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Uyun dan Siddik (2017) karena menggunakan teori husnudzon yang sama dikemukakan oleh Rusydi (2018), penelitian ini sama juga dengan Rusydi (2018) karena membahas teori husnudzon yang sama dengan dilandasi ayat al-Qur’an dan hadist terkait berpasangka baik. Untuk penerimaan diri, penelitian ini memiliki perbedaan dengan Purnama (2016), Sari dan Reza (2013), dan Utami (2013) karena peneliti menggunakan teori penerimaan diri yang dikemukakan oleh Sheerer (Cronbach, 1963).

3. Keaslian Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan untuk variabel penerimaan diri merupakan hasil modifikasi yang dilakukan oleh Djalaluddin (2018) yang disusun sesuai teori Sheerer (Cronbach, 1963). Untuk variabel husnudzon

(28)

peneliti menggunakan alat ukur husn al-zhann versi short item yang terdiri dari 8 aitem milik Rusydi (2018).

4. Keaslian Subjek Penelitian

Penelitian ini memiliki subjek yag berbeda dikarenakan topik pada penelitian ini belum pernah diteliti sebelumnya.

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Penerimaan Diri

1. Definisi penerimaan diri

Menurut Ryff (1995) penerimaan diri adalah individu mampu untuk mengakui dan menerima berbagai aspek dalam dirinya yang bersifat baik maupun buruk dan merasa baik-baik saja dengan kehidupan di masa lalu, sehingga individu ini mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri. Sheerer (dalam Cronbach, 1963) sikap untuk menilai diri dan keadaannya secara objektif, menerima segala yang ada dalam dirinya termasuk kelebihan- kelebihan dan kekurangan yang dimiliki serta memiliki keyakinan terhadap kemampuannya untuk menghadapi kehidupan dan menganggap dirinya sederajat dengan orang lain.

Hurlock (2006) menambahkan bahwa kemampuan individu dalam menerima berbagai hal yang ada dalam dirinya, kebaikan maupun keburukan yang dimiliki sehingga tetap dapat berpikir logis ketika sedang ada masalah tanpa menimbulkan perasaan rendah diri, malu, permusuhan, dan rasa tidak aman merupakan bentuk dari penerimaan diri. Chaplin (2006) penerimaan diri adalah sikap merasa puas pada diri sendiri dengan kualitas dan bakat yang dimiliki serta mengakui adanya kelemahan-kelemahan yang ada pada diri.

(30)

Berdasarkan pada pemaparan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah kemampuan individu dalam menerima berbagai aspek baik maupun buruk dalam dirinya. Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik diyakini mampu berpikir logis walaupun sedang menghadapi suatu masalah.

2. Aspek-aspek penerimaan diri

Sheerer (Cronbach, 1963) menyatakan bahwa individu yang memiliki penerimaan diri yang baik memiliki kedelapan aspek berikut ini : a. Memiliki kepercayaan atas kemampuan yang dimiliki, individu memiliki kepercayaan atas dirinya terkait keberhasilan yang pernah dilakukan untuk menghadapi masalah yang terjadi di dalam kehidupannya. b. Mengakui bahwa dirinya berharga dan sederajat dengan orang lain, individu memiliki perasaan bahwa dirinya berharga serta berguna seperti orang lain, menyadari bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri.

c. Bertanggung jawab terhadap perilaku yang dimunculkannya, ketika dari suatu perilaku yang dimunculkannya timbul suatu masalah, individu berani mengambil resiko tersebut.

d. Mampu menerima pujian maupun hinaan secara objektif, hal ini berarti individu mau menerima pujian maupun hinaan untuk perbaikan dari kualitas dirinya.

e. Menyadari keterbatasan yang dimilikinya, sehingga individu tidak menyalahkan dirinya sendiri.

(31)

f. Tidak mengganggap dirinya aneh atau abnormal, individu tidak merasa bahwa dirinya menyimpang, sehingga tetap bisa menyesuaikan dirinya dengan baik.

g. Tidak merasa malu akan keadaannya, individu menerima kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki dirinya sendiri.

Berdasarkan pada uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek penerimaan diri (Sheerer dalam Cronbach, 1963) adalah individu memiliki kepercayaan atas kemampuan dirinya, mengakui bahwa dirinya sederajat dengan orang lain, berani menerima resiko dari hasil perbuatannya, mampu menerima pujaan maupun hinaan, tidak menganggap dirinya aneh, tidak merasa malu akan keadaan.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri

Menurut Hurlock (2006) penerimaan diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor dibawah ini, yakni :

a. Adanya pemahaman tentang diri sendiri

Individu mampu memahami dirinya tidak hanya pada kemampuan intelektual melainkan juga menyadari kenyataan dirinya. Ketika individu memiliki pemahaman diri yang baik maka semakin tinggi peluang individu menerima dirinya.

b. Adanya harapan yang realistis

Harapan yang realistis tentunya akan menggiring perasaan puas pada diri individu yang berlanjut pada penerimaan diri. Untuk bisa

(32)

merealisasikan harapannya, individu perlu untuk mengetahui kelebihan-kelebihan serta kelemahan-kelemahan yang dimilikinya. c. Tidak ada hambatan dari lingkungan

Ketika individu sudah memiliki harapan yang realistis, namun ada hambatan dari lingkungan maka hal tersebut dapat mengganggu individu dalam merealisasikan dan mengaspirasikan potensi yang dimiliki individu. Oleh karena itu, untuk dapat merealisasikan potensi yang dimiliki maka hambatan harus dihilangkan.

d. Sikap-sikap masyarakat yang menyenangkan

Individu yang mendapatkan perlakuan yang menyenangkan dari masyarakat, cenderung lebih mudah dalam menerima dirinya. Sikap- sikap masyarakat yang tidak menyenangkan tentu akan mengambat individu dalam mencapai tujuan hidupnya.

e. Tidak adanya gangguan emosional yang berat

Individu yang memiliki emosional yang berat tentu akan menimbulkan permasalahan psikologis yang dapat mengganggu kehidupan sehari-harinya. Hal tersebut dapat membuat individu semakin kesulitan dalam menerima diri.

f. Adanya pengaruh keberhasilan

Untuk mewujudkan penerimaan diri, keberhasilan individu yang pernah dicapai dapat mempengaruhi penerimaan diri dan begitu pula kegagalan akan mempengaruhi penolakan diri pada individu. Oleh

(33)

karena itu, adanya keberhasilan menjadi hal yang penting dimiliki oleh individu untuk bisa mencapai keberhasilan selanjutnya.

g. Identifikasi terhadap orang yang mampu menyesuaikan diri

Individu yang mampu memahami orang yang bisa menyesuaikan diri dengan baik akan melakukan evaluasi diri. Ketika individu melakukan evaluasi diri, hal ini akan membantu dalam menerima diri individu tersebut.

h. Perspektif diri yang luas

Untuk dapat mengembangkan penerimaan diri, individu dituntut untuk bisa memiliki perspektif diri yang luas. Individu yang mampu melihat dirinya dari berbagai perspektif akan lebih mudah dalam memahami dirinya terutama potensi serta tujuan hidupnya. Sebaliknya, perspektif yang sempit akan membuat individu berprasangka negatif. i. Pola asuh di masa kecil yang baik

Pola asuh di masa kecil menentukan penghargaan diri individu, sebab di masa kanak-kanak individu melewati fase tumbuh kembang secara fisik, kognitif, dan sosio-emosional. Pola asuh yang baik akan membantu individu dalam menghargai serta menerima segala aspek pada dirinya.

j. Konsep diri yang stabil

Adanya konsep diri yang baik akan menghasilkan penerimaan diri yang baik. Suatu hal yang sama jika konsep diri yang buruk secara tidak langsung akan menghadirkan penolakan terhadap

(34)

diri sendiri. Sebab, individu yang memiliki konsep diri yang stabil mampu mengenali identitas dirinya.

Berdasarkan pemaparan singkat diatas, dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri dapat dipengaruhi oleh pemahaman tentang diri sendiri, harapan yang realistis, tidak adanya hambatan di dalam lingkungan, sikap anggota masyarakat yang menyenangkan, tidak adanya gangguan emosional yang berat, pengaruh keberhasilan yang dialami baik secara kualitatif maupun kuantitatif, identifikasi terhadap orang yang mampu menyesuaikan diri, adanya perspektif diri yang luas, pola asuh di masa kecil yang baik, dan konsep diri yang stabil. Untuk husnudzon dapat masuk ke dalam harapan yang realistis, yang mana individu dapat berprasangka baik terhadap harapannya serta perspektif diri yang luas karena individu bisa berprasangka baik untuk bisa mendapatkan perspektif diri yang luas.

B. Husnudzon 1. Definisi Husnudzon

Sagir (2011) menjelaskan bahwa istilah husnudzon berasal dari kata arab yang bermakna berbaik sangka, baik itu berbaik sangka pada Allah maupun kepada makhluk ciptaanNya. Menurut Suhana (2018) mengungkapkan lebih lanjut bahwa husnuzon memiliki makna yaitu berbaik sangka, yang memiliki lawan kata yaitu “suuzan” dengan arti berburuk

(35)

sangka, kedua hal tersebut berasal dari bisikan jiwa yang diwujudkan melalui perilaku yaitu ucapan dan perbuatan.

Rusydi (2012) husn al-zhann merupakan perilaku hati dan kebaikan akhlak yang senantiasa mendorong manusia untuk berprasangka baik kepada Tuhan dan kepada orang lain. Rusydi (2012) menjelaskan lebih lanjut bahwa timbulnya sikap husnudzon berasal dari hati yang tentram dan tenang, serta menerima segala yang telah ditetapkan oleh Allah sehingga individu tersebut tidak perlu khawatir atau cemas terkait dengan ketetapanNya. Menurut Yucel (2014) husnudzon adalah pola berpikir yang bebas dari segala kompleksitas, kebencian, dan segala emosi negatif lainnya.

Berdasarkan pada uraian teori diatas dapat disimpulkan bahwa

husnudzon adalah berprasangka baik kepada Tuhan dan orang lain yang

berasal dari hati yang tentram dan damai serta menerima segala ketetapan yang telah ditentukan Allah sehingga individu tidak khawatir terhadap ketetapanNya (Rusydi, 2012). Husnudzon merupakan konsep berpikir positif dalam perspektif pikologi islam.

2. Aspek-aspek Husnudzon

Rusydi (2012) menyebutkan bahwa terdapat dua aspek husnudzon, yaitu :

a. Berprasangka baik kepada Allah (husn al-zhann bi Allah)

Menurut al-Nawaawy (Rusydi, 2012) berprasangka baik kepada Allah ialah berasumsi bahwa Allah akan selalu memberikan kasih sayang,

(36)

kesehatan, dan kemaafan. Adapula menurut al-Wahhaab (Rusydi, 2012) individu yang berprasangka baik kepada Allah ialah individu yang meyakini Allah selalu memberikan rahmat, kesehatan, dan kemaafan, akan tetapi tetap takut akan adzab Allah (khauf) dan mengharap ridhaa (rajaa’). Salah satu bentuk indikator dari berprasangka baik pada Allah adalah tawakkal. Hadits Riwayat al-Baihaqy berbunyi :

“Aku berpendapat bahwa tawakkal adalah sikap berprasangka baik

kepada Allah ‘Azza wa Jalla”.

Tawakkal sendiri berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah.

Maka dapat diketahui bahwa individu yang berprasangka baik kepada Allah dicirikan dengan sikap tawakkal, mampu merasakan kasih sayang dan kemaafan Allah.

b. Berprasangka baik kepada sesama manusia (huzn al-zhann bi al-

mu’miniin)

Individu yang berprasangka baik kepada sesama manusia dicirikan dengan tidak ada atau rendahnya kecenderungan untuk berperilaku tajassus dan tahasus serta tidak ada sikap benci dan hasad (iri dengki). Tajassus adalah upaya untuk mencari-cari keburukan orang lain yang bertujuan untuk membicarakan keburukan tersebut pada orang lain, sedangkan tahasus adalah mencari-cari keburukan orang lain tetapi hanya untuk informasi diri sendiri.

(37)

Menurut Yucel (2014) husnudzon memiliki tiga aspek, yaitu : a. Berprasangka baik kepada Allah, memiliki keyakinan bahwa semua yang diciptakan Allah adalah hal positif yang mengandung banyak manfaat, dan tidak sia-sia.

b. Berprasangka baik kepada sesama manusia, yakin bahwa manusia selalu memiliki sisi baik dibalik sisi buruknya.

c. Berprasangka baik kepada alam semesta, aspek ini ditunjukkan dengan menerima segala apa yang ada dan terjadi di alam semesta, baik itu kejadian yang baik maupun yang buruk karena semuanya tetap ada hikmah yang terkandung.

Berdasarkan pada uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua aspek husnudzon, yaitu berprasangka baik kepada Allah dan berprasangka baik kepada sesama manusia. Individu dapat dikatakan mampu berhusnudzon jika memenuhi kedua aspek tersebut.

C. Hubungan Husnudzon dengan Penerimaan Diri pada ODHA ODHA memiliki kehidupan yang sulit dijalani karena masih sering mendapatkan stigma negatif dari masyarakat, sehingga hal tersebut dapat menjadi salah satu penghambat penerimaan diri pada ODHA. Religiusitas merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang dapat meningkatkan penerimaan diri. Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Mukti dan Dewi (2013) yang menunjukkan adanya hubungan positif antara religiusitas dan penerimaan diri. Nashori dan Mucharam (2002) menyebutkan terdapat lima dimensi religiusitas yaitu, iman, ibadah atau

(38)

ritual, amal, dan sains. Wujud religiusitas pada dimensi ibadah mencakup

husnudzon, sebab husnudzon bukan sekedar suatu kejadian kognitif biasa

melainkan bentuk ibadah yang tidak tampak secara kasat mata. Husnudzon memiliki makna yaitu sikap individu yang berprasangka baik terhadap segala peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam kehidupan individu.

Widiastuti dan Yuniarti (2017) mengkaji penelitian terkait penerimaan diri sebagai mediator hubungan antara religiusitas dengan kecemasan, hasil penelitian menemukan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara religiusitas dan penerimaan diri. Mayasari (2014) mengatakan bahwa religiusitas memberikan kebahagiaan pada individu yang mengarah kepada kehidupan yang lebih bermakna sehingga individu dapat mengoptimalisasikan potensi diri dan mampu menghadapi segala peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.

Pada pemaparan tersebut diketahui bahwa individu yang berprasangka baik terhadap segala hal maka akan memiliki kehidupan yang damai, individu tersebut meyakini bahwa Allah selalu memberikan kebaikan atas segala hal yang terjadi dalam hidupnya sehingga terhindar dari sifat pesimis. Al-Ghazaaliy dalam kitabnya menerangkan bahwa dengan berprasangka baik maka akan mendatangkan manfaat yaitu rezeki dari Allah, berprasangka baik kepada Allah juga dikatakan salah satu cara untuk memandang kebaikan dari sisi agama bahwa hikmak Allah sangat luas. Bentuk rezeki dapat berupa jiwa yang tenang, sebab dalam kitab

(39)

menjauhi prasangka buruk merupakan salah satu indikator jiwa yang tenang (Rusydi, 2012).

Jiwa yang tenang tentunya mempengaruhi penerimaan diri pada seseorang sebab penerimaan diri merupakan bagian dari jiwa. Al-Ghazaaliy mengurutkan jiwa menjadi 3 tingkatan, yaitu: al-nafs al-ammaarah bi al-

suu’ (mengarah kepada keburukan), al-nafs al-lawwaamah (jiwa yang

menyesali diri), dan al-nafs al-muthma’innah (sifat jiwa yang tenang). Penyakit jiwa didasari oleh hawa nafsu sebagaimana Allah memperingatkan bahayanya mengikuti hawa nafsu, “Andaikata kebenaran itu mengikuti

hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini.” (Qs.al-

Mukminum:71). Individu yang berprasangka buruk diketahui didorong oleh hawa nafsu yang mengikuti setan sedangkan individu yang berprasangka baik mengikuti Allah.

Rusydi (2012) menyebutkan bahwa terdapat dua aspek husnudzon, yaitu berprasangka baik kepada Allah (husn al-zhann bi Allah) dan berprasangka baik kepada sesama manusia (huzn al-zhann bi al-mu’miniin). Berprasangka baik kepada Allah dicirikan dengan sikap tawakkal, mampu merasakan kasih sayang dan kemaafan Tuhan. Artinya adalah ketika seseorang berprasangka baik kepada Allah maka senantiasa dirinya akan selalu bersama Allah. Hadits riwayat al-Baihaqy berbunyi :

“Wahai Manusia, berprasangka baiklah kepada Tuhan Semesta alam, karena sesungguhnya Tuhan bersama prasangka hambanya.”

(40)

Selanjutnya, berprasangka baik kepada Allah memunculkan sikap

tawakkal yang mana jika individu menyerahkan dirinya pada Allah maka

individu lebih mudah dalam mencapai penerimaan diri. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2017) yaitu terdapat hubungan positif yang signifikan antara tawakkal dan penerimaan diri. Hadits Riwayat al-Baihaqy berbunyi :

“Berprasangka baik kepada Allah adalah berlepas dari segala hal kecuali Allah ‘Azza wa Jalla”

Hadits tersebut menjelaskan bahwa orang yang berprasangka baik kepada Allah akan menyerahkan dirinya kepada Allah (tawakkal) serta menerima dengan baik segala yang terjadi pada dirinya. Berprasangka baik kepada Allah juga dicirkan dengan merasakan kemaafan Allah. Rusydi (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa yang paling berpengaruh kepada kesehatan mental adalah merasakan kemaafan Tuhan.

Berprasangka baik kepada sesama manusia dapat ditunjukkan dengan cara berpikir positif terhadap orang lain, individu yakin walaupun dirinya memiliki penyakit kronis maka orang lain tidak akan menjauhinya ataupun membenci keberadaannya. ODHA seringkali khawatir bahwa orang yang ada disekitarnya merasa direpotkan karena harus membantu dalam proses pengobatan serta merasa malu terhadap penyakit yang diderita sehingga tak jarang ODHA merasa dijauhi oleh lingkungannya. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hujurat ayat 12 sebagai berikut:

(41)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-

sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.

Ayat diatas menejelaskan bahwa dalam Islam manusia diperintahkan untuk menjauhi prasangka, yaitu berprasangka buruk kepada orang baik.

Adanya prasangka baik yang dijelaskan dengan istilah konsep berpikir positif dalam teori barat dapat memberi pengaruh pada penerimaan diri individu. Hal ini sesuai dengan penelitian Limbert (2004) yang mengungkapkan bahwa berpikir positif memberi peranan penting pada individu dalam menerima kondisi yang sedang dihadapinya secara lebih positif. Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Tentama (2014) menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara berpikir positif dengan penerimaan diri. Hal tersebut menunjukkan bahwa berpikir positif berperan dalam penerimaan diri seseorang. Berprasangka baik memberikan sumbangan penting pada psikologis individu karena ketika individu memiliki suatu prasangka, hal itu akan membentuk perilaku

(42)

sesuai yang ada pada prasangkanya. Shabrina dan Rachmawati (2019) menyebutkan jika individu memiliki kepercayaan akan suatu hal yang terjadi maka individu akan menciptakan perilaku yang mendukung keyakinan itu.

D. Hipotesis

Terdapat hubungan positif antara husnudzon dengan penerimaan diri pada ODHA. Semakin tinggi husnudzon yang dimiliki, maka semakin tinggi penerimaan diri yang dimiliki oleh ODHA. Sebaliknya, jika semakin rendah

husnudzon yang dimiliki, maka semakin rendah pula penerimaan diri yang

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah

1. Variabel Tergantung : Penerimaan Diri

2. Variabel Bebas : Husnudzon B. Definisi Operasional 1. Penerimaan Diri

Penerimaan diri adalah skor yang didapatkan responden pada skala penerimaan diri yang disusun oleh Djalaluddin (2018) berdasarkan aspek-aspek Sheerer (Cronbach, 1963) yang terdiri dari 7 aspek lalu dikembangkan menjadi 24 aitem. Aspek tersebut adalah individu memiliki kepercayaan atas kemampuan dirinya, memiliki prinsip dan standar hidup, mengakui bahwa dirinya sederajat dengan orang lain, berani menerima resiko dari hasil perbuatannya, mampu menerima pujaan maupun hinaan, tidak menganggap dirinya aneh, menyadari keterbatasan yang dimiliki dan tidak merasa dirinya abnormal. Semakin tinggi skor yang diterima responden, semakin tinggi pula tingkat penerimaan diri responden dan sebaliknya semakin rendah skor maka semakin rendah pula tingkat penerimaan diri responden.

2. Husnudzon

Husnudzon adalah skor yang didapatkan responden pada Husn al Zhann Scale (HZS) versi short item yang terdiri dari 8 aitem milik Rusdi

(44)

(2018). Aitem-aitem tersebut meliputi aspek husnudzon yaitu berprasangka baik pada Allah SWT dan berprasangka baik pada sesama. Semakin tinggi skor yang diterima responden, semakin tinggi pula tingkat husnudzon responden dan sebaliknya semakin rendah skor maka semakin rendah pula tingkat husnudzon responden.

C. Responden Penelitian

Penelitian mengambil sampel orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebanyak 75 orang. Sampel berusia 15 sampai 49 tahun dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Karakteristik lainnya adalah responden beragama Islam dan domisili di Samarinda. Untuk pemilihan rentang usia, didasari pada data yang tertera pada kementerian kesehatan 2018 yang menyebutkan bahwa usai 15-49 tahun merupakan rentang usia tertinggi yang terinfeksi virus HIV (Ditjen P2P Kemenkes RI, 2019).

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan angket. Penelitian ini menggunakan skala penerimaan diri sebagai variabel tergantung dan skala husnudzon sebagai variabel bebas. Berikut adalah skala yang digunakan oleh peneliti :

1. Skala Penerimaan Diri

Skala penerimaan diri yang digunakan oleh peneliti adalah skala Sheerer (Cronbach, 1963) yang telah disusun oleh Djamaludin (2018) dalam penelitiannya. Pada penelitian tersebut didapati 24 aitem dengan

(45)

koefisien reliabilitas Cronbach Alpha sebesar 0,906 yang membagi aspek penerimaan diri ke dalam tujuh aspek yaitu individu memiliki kepercayaan atas kemampuan dirinya, memiliki prinsip dan standar hidup, mengakui bahwa dirinya sederajat dengan orang lain, berani menerima resiko dari hasil perbuatannya, mampu menerima pujaan maupun hinaan, tidak menganggap dirinya aneh, menyadari keterbatasan yang dimiliki dan tidak merasa dirinya abnormal.

Dari tujuh aspek tersebut kemudian dikembangkan menjadi 24 aitem dengan 13 aitem favorable dan 11 aitem unfavorable. Terdapat 5 alternatif jawaban pada setiap pernyataan yaitu sangat tidak yakin, tidak yakin, kadang-kadang, yakin, dan sangat yakin. Responden hanya dapat memilih 1 dari 5 alternatif jawaban yang paling mendekati dengan keadaannya saat ini. Bobot nilai aitem favorable pada skala ini bergerak dari angka 1-5, yaitu sangat tidak yakin=1, tidak yakin=2, kadang-kadang=3, yakin=4, sangat yakin=5 sedangkan aitem

unfavorable bergerak dari 5-1, yaitu sangat tidak yakin=5, tidak

yakin=4, kadang-kadang=3, yakin=2, sangat yakin=1. Berikut merupakan tabel distribusi item pada skala penerimaan diri:

Tabel 1.

Blue Print Skala Penerimaan Diri

Aspek Butir Aitem Jumlah

Mempunyai keyakinan akan 24, 2*, 15* 3 menjalani kehidupan

Menganggap dirinya berharga sebagai manusia yang sederajat dengan orang lain

(46)

Berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya

16, 21, 23, 14* 4 Menerima pujian dan celaan secara

objektif

6, 13, 7* 3

Tidak menyalahkan dirinya akan keterbatasan yang dimiliki ataupun mengingkari kelebihannya

18, 20*, 17* 3

Tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal

12, 3*, 22* 3 Tidak merasa malu akan

keadaannya

8, 10, 4*, 5*, 11* 5

Total 24

Keterangan : *aitem unfavorable

2. Skala Husnudzon

Peneliti menggunakan skala Husn al-Zhann Scale (HZS) milik Rusydi (2018). Skala tersebut terdiri atas 8 aitem yang keseluruhannya berbentuk favorable yang didasari dua aspek yaitu berpasangka baik pada Allah dan berprasangka baik pada manusia. Terdapat 5 alternatif jawaban pada setiap pernyataan yaitu sangat tidak yakin, tidak yakin, kadang-kadang, yakin, dan sangat yakin. Responden hanya bisa memilih 1 dari 5 alternatif jawaban yang paling mendekati dengan keadaannya saat ini. Bobot penilaian pada aitem ini bergerak dari 1-5, yaitu sangat tidak yakin=1, tidak yakin=2, kadang-kadang=3, yakin=4, sangat yakin=5. Berikut merupakan tabel distribusi item pada skala husnudzon :

Tabel 2.

Blue Print Skala Husnudzon

Aspek Butir Aitem Jumlah

Berprasangka baik 5, 6, 7, 8 4

(47)

Berprasangka baik kepada sesama manusia.

1, 2, 3, 4 4

Total 8

E. Validitas dan Realibilitas 1. Validitas

Validitas alat ukur mengacu pada pengertian sejauh mana interpretasi skor sebuah alat ukur didukung oleh bukti-bukti empiris yang relevan dengan apa yang seharusnya diukur. Menurut Azwar (2012) validitas merupakan sejauh mana kemampuan sebuah alat ukur melakukan fungsi ukurnya, aitem dalam penelitian dapat dikatakan valid apabila korelasi aitem ≥0.3. Everitt dan Field (Kumar & Shah, 2015) menyatakan suatu aitem memiliki konsistensi aitem yang baik jika korelasi aitem ≥0.2 atau 0.3. Selain itu, alat ukur dalam penelitian ini dilakukan validitas konten yaitu konsultasi kepada ahli.

2. Realibilitas

Reliabilitas alat ukur merujuk pada konsistensi/keajegan hasil pengukuran. Menurut Azwar (2012) reliabilitas adalah kemampuan alat ukur mengukur subjek yang berbeda pada waktu yang berbeda namun tetap memberikan hasil yang sama. Yong, Hua dan Mei mengatakan reliabilitas suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila Cronbach’s alpha memiliki nilai p>0.6 (Kumar & Shah, 2015).

F. Metode Analisis Data

Untuk mengolah data yang diperoleh dari kuesioner, maka peneliti akan melakukan analisis data dengan menggunakan statistik deskriptif

(48)

dengan tujuan untuk mengetahui variabel penelitian dan responden penelitian. Setelah itu, peneliti akan menggunakan statistik inferensial untuk mengetahui hasil dari hipotesis yang telah diajukan. Analisis data ini menggunakan program komputer yaitu SPSS 21.0 for Windows. Berikut ini adalah tabel analisis data beserta taraf signifikansi yang akan menjadi panduan:

Tabel 3.

Rencana Analisis Data dan Taraf Signifikansi

Analisis Jenis Data Statistik Taraf

Signifikansi Uji Reliabilitas Interval Cronbach’s

Alpha

α ≥ 0.06

Uji Normalitas Interval Kolmogrov- Smirnov

p > 0.05 Uji Linearitas Interval Analisis Varians p < 0.05 Uji Hipotesis Interval Product Moment p < 0.05

(49)

BAB IV

PELAKSANAAN DAN HASIL PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan 1. Orientasi Kancah Penelitian

Penelitian ini mengenai hubungan antara husnudzon dan penerimaan diri pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang dilakukan di Samarinda dengan bantuan dari Yayasan Mahakam Plus. Yayasan Mahakam Plus merupakan lembaga yang didirikan pada tahun 2008 dengan tujuan untuk memberikan pelayanan dalam bentuk dukungan psikososial pada ODHA dengan visi lembaga yaitu 80% ODHA yang mengetahui statusnya sudah akses ARV di tahun 2022 serta misi lembaga yaitu meningkatkan mutu hidup ODHA.

Yayasan Mahakam Plus memiliki staf manajemen sebanyak 4 orang dan 29 orang pendukung sebaya (PS) yang merupakan pengidap HIV/AIDS yang telah memiliki kemampuan serta kualitas diri yang lebih baik dibandingkan dengan pengidap lainnya sehingga mampu memberi pelayanan dengan baik. Kegiatan pelayanan yang diberikan dapat berupa dukungan psikologis maupun kesehatan secara fisik dengan mengarahkan ODHA untuk mudah dalam mengakses obat serta mengedukasi bagaimana hidup sebagai ODHA.

Jumlah ODHA yang mendapatkan dukungan psikososial hingga tahun 2019 sebanyak 4.073 orang dengan wilayah intervensi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Yayasan ini mampu

(50)

memberikan layanan pada ODHA dengan rata-rata per tahun berkisar 500 hingga 1000 klien. Sistematika pelayanan yang diberikan dengan cara mendampingi selama 1-3 bulan kemudian klien diarahkan untuk bias mandiri, PS akan terus memantau hingga 6 bulan ke depan sehingga ODHA terjamin telah mengkonsumsi obat sesuai anjuran yang diberikan oleh tenaga medis.

Berdasarkan pada pernyataan salah satu PS, permasalahan yang sering dihadapi ODHA adalah adanya rasa malu terhadap status sebagai HIV positif, depresi, merasa terkucilkan hingga ada perasaan ingin bunuh diri akibat jenuh mengkonsumsi obat. Selain itu, masalah yang kerap muncul adalah terdapat beberapa ODHA yang putus minum obat, hal tersebut menyebabkan kondisi fisik ODHA menurun drastis.

Responden pada penelitian ini merupakan ODHA yang berada dibawah naungan Yayasan Mahakam Plus sebanyak 75 orang dengan rentang usia berkisar antara 15 sampai 49 tahun, karena data Kemenkes (2018) menunjukkan proporsi kasus terbesar HIV/AIDS masih pada penduduk usia produktif (15-49 tahun). Sistematika pengambilan data dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner yang langsung dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh PS Yayasan Mahakam Plus.

2. Persiapan Penelitian

Untuk kelancaran proses penelitian, terdapat beberapa hal yang dilakukan oleh peneliti sebelum melakukan pengambilan data. Berikut ini hal-hal yang dilakukan:

(51)

a. Persiapan Administrasi

Persiapan administrasi pada penelitian ini dilakukan dengan membuat surat izin penelitian guna diajukan kepada yayasan/instansi terkait. Peneliti mengajukan permohonan surat izin penelitian kepada Divisi Umum Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia. Surat izin penelitian kemudian diterbitkan oleh dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia dengan nomor surat : 53/Dek/70/Div.Um/RT/X/2020 tanggal 29 Januari 2020 yang ditujukkan kepada Pimpinan KP Mahakam Plus.

b. Persiapan Alat Ukur

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Husn

al Zhan Scale (HZS) versi short item milik (Rusydi, 2018) terdiri

atas 8 aitem yang keseluruhannya favourable dan skala penerimaan diri yang disusun oleh Djamaludin (2018) mengacu pada aspek- aspek yang dikemukakan Sheerer (Cronbach, 1963) dengan jumlah aitem sebanyak 24 butir dengan 13 aitem favourable dan 11 aitem

unfavorable.

Penelitian ini menggunakan metode try out terpakai yaitu penyebaran kuesioner hanya dilakukan satu kali saja dengan alasan sedikitnya populasi responden sesuai karakteristik yang diinignkan peneliti dan keterbatasan responden yang bersedia untuk menjadi

(52)

responden dalam penelitian ini. Hal tersebut terjadi karena adanya sikap diskriminasi masyarakat sehingga ODHA tidak mau jika statusnya diketahui oleh orang lain.

c. Uji Alat Ukur dan Pengambilan Data

Uji coba alat ukur dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat daya diskriminasi item dari setiap skala dan konsistensi skala alat ukur tersebut, sehingga dapat mengurangi item-item yang kurang berkualitas untuk meyakinkan alat ukur yang digunakan memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan perhitungan menggunakan

software SPSS 21.0 for Windows.

1) Skala Penerimaan Diri

Skala penerimaan diri memiliki 24 butir aitem. Setelah dilakukan analisis didapatkan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0.849. Berdasarkan hasil uji reliabilitas seluruh aitem dapat diketahui nilai corrected item total correlation terdapat 4 aitem yang gugur yaitu aitem 2, 6, 9, dan 15 dengan masing-masing nilai sebesar 0.066, 0.023, 0.110, 0.174 yang mana suatu aitem dinyatakan gugur jika korelasi aitem total kurang dari 0.2 (Kumar dan Shah, 2015).

Setelah empat aitem tersebut digugurkan maka terjadi peningkatan nilai Cronbach’s alpha menjadi sebesar 0.872 dengan nilai aitem korelasi total berkisar antara 0.294 – 0.649.

(53)

Data tersebut menunjukkan bahwa aitem-aitem yang digunakan dapat dikatakan reliabel. Berikut data distribusi skala penerimaan diri setelah uji coba dilakukan:

Tabel 4.

Distribusi aitem skala penerimaan diri setelah uji coba

Aspek Butir Aitem Jumlah

Mempunyai keyakinan akan menjalani kehidupan Menganggap dirinya berharga sebagai manusia yang sederajat dengan orang lain

Berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya Menerima pujian dan celaan secara objektif Tidak menyalahkan dirinya akan keterbatasan yang dimiliki ataupun mengingkari kelebihannya Tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal

Tidak merasa malu akan keadaannya 24, (2*), (15*) 3 1, (9), 19 3 16, 21, 23, 14* 4 (6), 13, 7* 3 18, 20*, 17* 3 12, 3*, 22* 3 8, 10, 4*, 5*, 11* 5 Total 24

Keterangan : *aitem unfavourable dan angka yang berada dalam kurung adalah aitem yang gugur

2) Skala Husnudzon

Skala husnudzon memiliki 8 butir aitem. Setelah dilakukan analisis didapatkan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0.534. Berdasarkan hasil uji reliabilitas seluruh aitem dapat diketahui nilai corrected item total correlation terdapat 2 aitem yang gugur yaitu aitem 3 dan 4 dengan masing-masing nilai sebesar 0.053,

(54)

dan 0.142 yang mana suatu aitem dinyatakan gugur jika korelasi aitem total kurang dari 0.2 (Kumar dan Shah, 2015).

Setelah ketiga aitem tersebut digugurkan maka terjadi peningkatan nilai Cronbach’s alpha menjadi sebesar 0.654 dengan nilai aitem korelasi total berkisar antara 0.212 – 0.719. Data tersebut menunjukkan bahwa aitem-aitem yang digunakan dapat dikatakan reliabel. Berikut data distribusi skala husnudzon setelah uji coba dilakukan:

Tabel 5.

Distribusi aitem skala husnudzon setelah uji coba

Aspek Butir Aitem Jumlah

Berprasangka baik kepada Allah SWT. 5, 6, 7, 8 4 Berprasangka baik 1, 2, (3), (4) 4 kepada sesama manusia. Total 8

Keterangan : angka yang berada dalam kurung adalah aitem yang gugur.

B. Laporan Pelaksanaan Penelitian

Proses pengambilan data dilakukan sejak tanggal 15 s/d 28 Februari 2020 di Yayasan MP. Penelitian ini menggunakan try out terpakai karena alasan keterbatasan responden penelitian. Peneliti melakukan pengambilan data dengan cara memberikan kuesioner secara langsung bertemu dengan ODHA dan ada juga yang dititipkan ke yayasan kemudian dibantu disebarkan oleh pendamping sebaya atau yang biasa disebut PS. PS melakukan penyebaran kuesioner dengan cara menemui langsung ODHA yang sedang mengambil obat/berobat/mengunjungi langsung ke rumahnya.

Gambar

Tabel 14.  Uji Linearitas  Variabel   Koefisien  Linearitas  (F)  Koefisien  Signifikansi (p)  Keterangan
Tabel  15.  Uji Hipotesis  Variabel  Koefisien  Korelasi (r)  Sumbangan Efektif (r2) Koefsisien Signifikan  si (p)  Keterang an  Penerimaan  0.355  0.126  0.002  Berkorelas  diri*Husnu  i positif  dzon
TABEL RELIABILITAS DAN DISKRIMINASI AITEM
TABEL DESKRIPSI DATA PENELITIAN
+2

Referensi

Dokumen terkait

digunakan untuk menyalin file, bedanya dengan xcopy, perintah xcopy dapat menyalin seluruh direktori beserta isinya. Format perintah copy

Menurut pendapat Mahmudi dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: “Efektivitas merupakan hubungan antara output

57 Rencana Strategis Dinas Pendidikan Tahun 2010 - 2015 Meningkatan Kompetens guru 2 Masih tingginya persentase guru yang belum memahami pembelajaran berbasis IT

Program Peningkatan Mutu Publikasi Ilmiah, Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dan Pangkalan Data Karya Akademik DIKTIS diselenggarakan untuk memberikan akses yang luas bagi

Data dari sensor asap yang ditampilkan pada form utama dapat dilihat dalam bentuk grafik yaitu pada form grafik sensor asap dalam satuan volt tiap 1 detik, yang gambarnya

[r]

Berdasarkan pada model persamaan regresi tersebut di atas, dapat diinterprestasikan, yaitu sebagai berikut: (1) Konstanta, konstanta merupakan intersep variabel terikat,

Imam ‘Ala’uddin Ali dalam tafsirnya Tafsir Al Khozin menjelaskan terhadap kedua ayat dalam Surat Yunus di atas bahwa andai saja Allah SWT menghendaki agar