KEPATUHAN PERAWAT
KEPATUHAN PERAWAT MELAKSANAKMELAKSANAKAN AN STANDAR STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL:PROSEDUR OPERASIONAL: PENCEGAHAN PASIEN RESIKO JATUH
PENCEGAHAN PASIEN RESIKO JATUH
DI GEDUNG YOSEF 3 DAGO DAN SURYA KENCANA DI GEDUNG YOSEF 3 DAGO DAN SURYA KENCANA
RUMAH SAKIT BORROMEUS RUMAH SAKIT BORROMEUS El
El izaizabebeth Arth Ar i Sei Setyatyariri ni, Lni, L ususiana Liiana Li na Hna H eerlrl inaina
A
ABSTRAK BSTRAK
Latar belakang penelitian ini adalah perawat belum optimal melaksanakan pencegahan pasien resiko Latar belakang penelitian ini adalah perawat belum optimal melaksanakan pencegahan pasien resiko jatuh
jatuh dan dan masih masih ada ada pasien pasien yang yang jatuh. jatuh. Tujuan Tujuan dari dari penelitian penelitian ini ini mengemengetahui tahui gambaran gambaran kepatuhankepatuhan perawat
perawat dalam melaksanakan dalam melaksanakan SPO SPO pencegahan pasien pencegahan pasien resiko resiko jatuh.jatuh. Patient Patient SafetySafety atau keselamatan atau keselamatan pasien
pasien adalah adalah suatu suatu sistem sistem yang yang membuamembuat t asuhan asuhan pasien pasien di di rumah sakit rumah sakit menjadi lmenjadi lebih ebih aman. aman. SalahSalah satu dari
satu dari six goal six goal patient safetypatient safety adalah pencegahan pasien jatuh. Dalam pencegahan pasien jatuh ada adalah pencegahan pasien jatuh. Dalam pencegahan pasien jatuh ada langkah-langkah sesuai SPO RS Santo Borromeus. Metode yang digunakan adalah deskriptif langkah-langkah sesuai SPO RS Santo Borromeus. Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif yaitu
kuantitatif yaitu dengan mengobservadengan mengobservasi pelaksanaan pencegahan pasien jatuh. si pelaksanaan pencegahan pasien jatuh. Jumlah responden yangJumlah responden yang diamati 50 perawat yaitu perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana. Hasil penelitian yang patuh diamati 50 perawat yaitu perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana. Hasil penelitian yang patuh melaksana
melaksanakan pencegahan pasikan pencegahan pasien jatuh en jatuh yaitu tentang penilaian MFS hasil 98 %, pemasangayaitu tentang penilaian MFS hasil 98 %, pemasangan gelangn gelang patuh 68%, pemasangan label segitiga 68%, penulisan di
patuh 68%, pemasangan label segitiga 68%, penulisan di whiteboard whiteboard 58%, merendahkan tempat tidur 58%, merendahkan tempat tidur 62%, pemasangan pagar pengaman tempat tidur 96%. Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan perawat 62%, pemasangan pagar pengaman tempat tidur 96%. Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan perawat melaksanakan pencegahan pasien jatuh di ruang Yosef 3 Surya Kencana dan Yosef 3 Dago dengan melaksanakan pencegahan pasien jatuh di ruang Yosef 3 Surya Kencana dan Yosef 3 Dago dengan hasil rata-rata 75% patuh melaksanakan, 25% tidak patuh melaksanakan. Dengan adanya penelitian hasil rata-rata 75% patuh melaksanakan, 25% tidak patuh melaksanakan. Dengan adanya penelitian ini diharapkan para perawat dapat meningkatkatkan lagi kepatuhan melaksanakan SPO pencegahan ini diharapkan para perawat dapat meningkatkatkan lagi kepatuhan melaksanakan SPO pencegahan pasien
pasien resiko resiko jatuh jatuh dan dan RS RS mengadamengadakan kan sarana sarana tambahan tambahan untuk untuk pijakan pijakan kaki kaki pasien pasien berupa berupa kayukayu pendek atau d
pendek atau dingklik.ingklik. Kata kunci : kepatuhan,
Kata kunci : kepatuhan, patient safety patient safety, SPO, SPO
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
Rumah Sakit merupakan salah satu sarana Rumah Sakit merupakan salah satu sarana pelayanan
pelayanan kesehatan kesehatan yang yang bertujuan bertujuan untukuntuk pemulihan
pemulihan dan dan pemeliharapemeliharaan an kesehatan kesehatan yangyang lebih baik. Pelayanan kesehatan di Rumah lebih baik. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit merupakan pemenuhan kebutuhan dan Sakit merupakan pemenuhan kebutuhan dan tuntutan dari pemakai jasa pelayanan (pasien) tuntutan dari pemakai jasa pelayanan (pasien) yang mengharapkan penyembuhan dan yang mengharapkan penyembuhan dan pemulihan
pemulihan yang yang berkualitas berkualitas dan dan penyediaapenyediaann pelayanan k
pelayanan kesehatan yaesehatan yang nyamang nyaman dan aman.n dan aman. Era global seperti saat ini tuntutan Era global seperti saat ini tuntutan pelayanan
pelayanan kesehatakesehatan n termasuk termasuk pelayananpelayanan keperawatan yang
keperawatan yang profesional profesional dengan dengan standarstandar internasional sudah didepan mata. Pelayanan internasional sudah didepan mata. Pelayanan tidak lagi hanya berfokus pada kepuasan tidak lagi hanya berfokus pada kepuasan pasien
pasien tetapi tetapi lebih lebih penting penting lagi lagi adalahadalah keselamatan pasien
keselamatan pasien (patient safety)(patient safety). Harapan. Harapan pelayanan
pelayanan profesional profesional yang yang bermutu bermutu tinggitinggi yang berfokus pada keselamatan
yang berfokus pada keselamatan (safety) (safety) dan dan kepuasan pasien dapat terlaksana.
kepuasan pasien dapat terlaksana.
Keselamatan pasien merupakan prioritas Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan hal itu terkait dengan isu mutu dan citra hal itu terkait dengan isu mutu dan citra rumah
rumah sakit. sakit. Rumah Rumah Sakit mSakit menuju pengakuanenuju pengakuan internasional harus melalui proses akreditasi internasional harus melalui proses akreditasi dilakukan oleh lembaga independen yang dilakukan oleh lembaga independen yang memiliki kewenangan untuk memberikan memiliki kewenangan untuk memberikan penilaian
penilaian tentang tentang kualitas kualitas pelayanan pelayanan didi institusi pelayanan kesehatan. Salah satu institusi pelayanan kesehatan. Salah satu lembaga akreditasi internasional rumah sakit lembaga akreditasi internasional rumah sakit yang telah diakui oleh dunia adalah
yang telah diakui oleh dunia adalah Joint Joint Commission Internasional (JCI).
Commission Internasional (JCI). JCI merupakan salah satu divisi
JCI merupakan salah satu divisi daridari Joint Joint Commission International Resqurces. Commission International Resqurces. JCIJCI telah bekerja dengan organisasi perawatan telah bekerja dengan organisasi perawatan kesehatan, departemen kesehatan, dan kesehatan, departemen kesehatan, dan organisasi global di lebih dari 80 negara sejak organisasi global di lebih dari 80 negara sejak tahun 1994. JCI merupakan lembaga non tahun 1994. JCI merupakan lembaga non pemerintah
pemerintah dan dan tidak tidak terfokus terfokus padapada keuntungan. Fokus dari JCI adalah keuntungan. Fokus dari JCI adalah meningkatkan keselamatan perawatan pasien meningkatkan keselamatan perawatan pasien
melalui penyediaan jasa akreditasi dan sertifikasi serta melalui layanan konsultasi dan pendidikan yang bertujuan membantu organisasi menerapkan solusi praktis dan berkelanjutan.
Departemen Kesehatan R.I telah mencanangkan Gerakan Keselamatan Pasien RS ditahun 2005. Perhimpunan Rumah sakit Indonesia atau PERSI menjadi pemrakarsa utama dengan membentuk Komite Keselamatan Pasien RS. Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. Meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat
Rumah Sakit yang memperoleh suatu akreditasi internasional, harus menerapkan beberapa syarat yang ditetapkan untuk keselamatan pasien yaitu Six Goal Pasient safety atau Enam Sasaran Keselamatan Pasien, meliputi ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat lokasi-tepat prosedur-tepat pasien post operasi, pengurangan resiko infeksi, dan pengurangan
resiko pasien jatuh.
Rumah Sakit Santo Borromeus sebagai market leader di Bandung dan menuju pengakuan internasional melalui JCI. Rumah Sakit Santo Borromeus dalam meningkatkan keselamatan pasien berkomitmen untuk melaksanakan standar keselamatan pasien yaitu mengacu pada enam sasaran keselamatan pasien, maka dibutuhkan budaya kerja setiap tenaga kesehatan dan kualitas yang sesuai dengan standar ketenagaan yang diperlukan dalam layanan keselamatan pasien. Rumah Sakit Santo Borromeus membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah sakit (KKP-RS) untuk gerakkan keselamatan pasien.
RS Santo Borromeus mulai diadakan program patient safety tahun 2007 dan pelaksanaan secara resmi tahun 2010. Dengan diresmikan patient safety RS Santo Borromeus sudah membuat suatu kebijakan yaitu Standar Prosedur Operasional (SPO) pencegahan pasien resiko jatuh. Pencegahan pasien resiko
jatuh adalah serangkaian tindakan keperawatan yang merupakan acuan dalam penerapan langkah-langkah untuk mempertahankan keselamatan pasien yang beresiko jatuh dengan melakukan pengkajian melalui Morse Fall Scale (MFS). MFS bertujuan untuk memberikan keselamatan pasien dewasa di RS, mencegah terjadinya pasien jatuh di RS. Intervensi pencegahan pasien jatuh antara lain penilaian MFS, memasang gelang identifikasi pasien resiko jatuh berwarna kuning pada pergelangan pasien, tanda pencegahan jatuh (label segitiga kuning/merah) dipapan tempat tidur, menuliskan di whiteboard pada nurse station, mengatur tinggi rendahnya tempat tidur sesuai dengan prosedur pencegahan pasien jatuh, memastikan pagar pengaman tempat tidur dalam keadaan terpasang, pada pasien gelisah menggunakan restrain atau baju
Apollo.
Berdasarkan data yang didapat dari team patient safety RS Borromeus, pasien yang beresiko jatuh tahun 2012 bulan Januari sampai Agustus sekitar 2593 pasien. Pasien yang jatuh sebelum ada pencegahan pasien jatuh peneliti mendapatkan laporan dari team patient safety pada tahun 2010 sebanyak 7 orang dan pada tahun 2011 sebanyak 5 orang. Setelah adanya program pencegahan pasien resiko jatuh masih di dapatkan angka kejadian jatuh pada bulan januari sampai bulan oktober 2012 sebanyak 4 orang. Dampak dari pasien jatuh, Rumah Sakit Santo Borromeus banyak
dirugikan contohnya mengeluarkan uang untuk pemeriksaan-pemeriksaan penunjang, hari rawat menjadi panjang, dan tidak ada kepercayaan pasien terhadap pelayanan Rumah Sakit. Harapan Rumah Sakit Santo Borromeus terhadap pasien jatuh adalah nol/ zero.
Pelaksanaan pencegahan pasien jatuh salah satunya adalah penilaian MFS dan pada prinsipnya adalah bagian dari, kinerja dan perilaku perawat dalam bekerja sesuai tugas-tugasnya dalam organisasi, biasanya berkaitan dengan kepatuhan. Menurut Sarwono (2004) bahwa patuh adalah taat atau tidak taat terhadap perintah, dan merupakan titik awal dari perubahan sikap dan perilaku individu.
Berdasarkan studi pendahuluan, peneliti telah melakukan observasi terhadap 10 perawat dalam menerima pasien baru 15 orang yang di rawat di gedung Maria pada tanggal 19 sampai tanggal 21 Oktober 2012. Menunjukkan dari 15 pasien ada 3 pasien yang
tempat tidurnya tidak di rendahkan, 5 pasien tidak diberi label segitiga, 2 pasien tidak dilakukan penilaian MFS, 2 pasien tidak diberi gelang resiko jatuh, 3 pasien pagar tempat tidur tidak terpasang. Hal ini menggambarkan bahwa pelaksanaan asuhan keperwatan kepada pasien secara aman yang merujuk pada patient safety belum optimal. Maka dalam upaya pelaksanaan pencegahan pasien resiko jatuh
masih perlu menjadi perhatian bagi perawat di RS.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk membuat karya tulis
ilmiah dengan judul “Kepatuhan Perawat melaksanakan Standar Prosedur Operasional pencegahan pasien resiko jatuh di gedung Yosef 3 Dago dan Surya Kencana Rumah Sakit Santo Borromeus.”
TINJAUAN PUSTAKA
Patient safety (keselamatan pasien) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Patient safety merupakan assement resiko, identifikasi yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisa insiden. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjut serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan (Permenkes RI No 1691, 2011).
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera di rumah sakit, maka dibuatlah standar keselamatan pasien yang terdiri dari tujuh standar, yaitu :
a. Hak Pasien.
b. Mendidik pasien dan keluarga.
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
d. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Tujuan Keselamatan Pasien
Bisnis utama rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan tujuan agar pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat kembali, sehingga tidak dapat ditoleransi bila dalam perawatan di rumah sakit pasien menjadi lebih menderita akibat dari terjadinya risiko yang sebenarnya dapat dicegah, dengan kata lain pasien harus dijaga keselamatannya dari akibat yang timbul karena error . Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien,tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error ) maupun yang dapat dicegah (error ), berasal dari berbagai asuhan pelayanan pasien. Bila program keselamatan pasien tidak dilakukan akan berdampak pada terjadinya tuntutan sehingga meningkatkan biaya urusan hukum, menurunkan efisisiensi.
Ada beberapa tujuan keselamatan pasien yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Terciptaya budaya keselamatan pasien rumah sakit.
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
c. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian yang tidak diharapkan.
Untuk mencapai tujuan keselamatan pasien, perlu dibuat langkah-langkah menuju
keselamatan pasien rumah sakit, yaitu :
a. Bangun Kesadaran akan nilai keselamatan pasien
b. Pimpin dan dukung staf anda
c. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko d. Kembangkan sistem pelaporan
e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
g. Cegah cedera mealui implementasi sistem keselamatan pasien
Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
Sasaran keselamatan pasien diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor
Keselamatan Pasien Rumah Sakit BAB IV pasal 8. Dalam pelaksanaannya, Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit mengacu pada enam sasaran ( Six Goals Patient Safety ) yaitu :
a. Ketepatan identifikasi pai efektif b. Meningkatkatkan komunikasi efektif
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
d. Kepastian tepat lokasi-tepat prosedur-tepat pasien operasi
e. Pengurangan resiko infeksi terkai pelayanan kesehatan
f. Pengurangan pasien jatuh
Program Sasaran Keselamatan Pasien RS Santo Borromeus mengacu pada Nine Saving Safety Solution dari WHO Patient Safety 2007 yang digunakan oleh Komite Keselamatan Pasien RS PERSI (KKPRS PERSI), dan dari JCI yang merupakan badan dunia yang pertama kali terakreditasi oleh International Standar Quality yang menjadikan sasaran keselamatan pasien menjadi salah satu tolak ukur dalam akreditasi.
Pengurangan Pasien Jatuh a. Standar
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk mengurangi resiko membahayakan pasien akibat dari cedera jatuh.
b. Tujuan
Menilai dan menilai kembali risiko secara berkala setiap pasien untuk jatuh, termasuk potensi risiko yang terkait dengan rejimen pengobatan pasien, dan mengambil tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko yang teridentifikasi.
c. Elemen yang dapat diukur :
1) Rumah sakit menerapkan suatu proses untuk penilaian awal pasien untuk risiko jatuh dan penilaian ulang pasien ketika ditunjukkan oleh perubahan dalam kondisi atau pengobatan, atau yang lain.
2) Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada assessment dianggap rawan jatuh.
3) Langkah tersebut dipantau untuk hasil, baik kesuksesan pengurangan cedera jatuh dan apapun yang terkait konsekuensi yang tidak diinginkan.
4) Kebijakan dan atau prosedur terus mendukung pengurangan resiko membahayakan pasien akibat jatuh di organisasi.
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap. Dalam konteks populasi atau masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila pasien jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan anamnesa terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Melalui pengkajian awal pasien risiko jatuh ini,
kejadian pasien jatuh dapat dicegah.
d. Implementasi pencegahan pasien resiko jatuh di Rumah Sakit
Pencegahan pasien jatuh yaitu dengan penilaian awal risiko jatuh, penilaian berkala setiap ada perubahan kondisi pasien, serta melaksanakan langkah –
langkah pencegahan pada pasien berisiko jatuh. Implementasi di rawat inap berupa proses identifikasi dan penilaian pasien dengan risiko jatuh serta memberikan tanda identitas khusus kepada pasien tersebut, misalnya gelang kuning, penanda resiko, serta informasi tertulis
kepada pasien atau keluarga pasien. Intervensi Jatuh Risiko Tinggi:
1) Pakaikan gelang risiko jatuh berwarna kuning. Pasang tanda peringatan risiko jatuh warna merah pada bed pasien
2) Strategi mencegah jatuh dengan penilaian jatuh yang lebih detil seperti analisa cara berjalan sehingga dapat ditentukan intervensi spesifik seperti menggunakan terapi fisik atau alat bantu jalan jenis terbaru untuk membantu mobilisasi.
3) Pasien ditempatkan dekat nurse station.
4) Lantai kamar mandi dengan karpet anti slip/ tidak licin, serta anjuran menggunakan tempat duduk di kamar mandi saat pasien mandi. 5) Dampingi pasien bila ke kamar
mandi, jangan tinggalkan sendiri di toilet, informasikan cara mengunakan bel di toilet untuk memanggil perawat, pintu kamar mandi jangan dikunci.
6) Lakukan penilaian ulang risiko jatuh tiap shif.
Prosedur pencegahan pada pasien berisiko jatuh
1. Morse Scale Fall/MFS
MFS merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko jatuh. Dengan menghitung skor MFS pada pasien dapat ditentukan risiko jatuh dari pasien tersebut, sehingga dengan demikian dapat diupayakan pencegahan jatuh yang perlu dilakukan. Pengkajian resiko jatuh dilakukan pada saat pasien baru masuk ruangan,setiap shift, pernah terjadi jatuh, dilakukan bila ada perubahan status mental sesuai dengan prosedur yaitu SPO. Penilaian resiko jatuh jatuh menggunakan MFS untuk pasien dewasa. Hasil penilaian MFS bila ≥45 resiko tinggi dan ≤45 resiko rendah. Lihat instrumen pengkajian MFS di tabel 2.1
Keterangan : bila total score < 45 resiko rendah dan bila total score ≥ 45 resiko tinggi
Kesimpulan :
RR ( Resiko Rendah ) < 45 RT (Resiko Tinggi ) > 45
2. Pemasangan label segitiga merah untuk resiko tinggi dan segitiga kuning untuk resiko rendah
3. Pemasangan gelang resiko jatuh dilakukan setelah penilaian MFS hasilnya ≥ 45.
4. Tempat tidur pasien
Tempat tidur pasien merupakan salah satu alat yang digunakan oleh pasien. untuk mencegah resiko pasien jatuh dari tempat tidur, maka tempat tidur dalam posisi rendah dan terdapat pagar pengaman/ sisi tempat tidur.
5. Penggunaan restrain sesuai prosedur
Restrain merupakan alat atau tindakan pelindung untuk membatasi gerakan atau aktifitas pasien secara bebas. Untuk menghindari jatuh dapat dimodifikasi dengan memodifikasi lingkungan yang dapat mengurangi cedera seperti memberi keamanan pada tempat tidur (Potter dan perry, 1997).
Variabel Pernyataan Scor
e Riwayat jatuh (jatuh akibat penyakit akut atau dalam 3 bulan terakhir Tidak 0 Ya 25 Diagnosis Sekunder (lebih dari satu diagnosa) tidak 0 Ya 15
Alat bantu jalan
Tidak menggunakan 0 Bedrest/kruk/tongkat/wa
lker/
Selalu dibantu perawat
15
Furniture (berpegangan pada kursi, meja, tempat
tidur) 30 Pemakaian IV Catheter Tidak 0 Ya 20 Kemampuan berjalan Normal/bedrest/kursi roda 0 Lemah (menggunakan pegangan untuk keseimbangan) 10 Terganggu 20 Status mental Sadar akan kemampuannya 0 Tidak sadar akan
kemampuannya 15 Total Score Kesimpulan Nama jelas perawat
Edukasi pasien dan penunggu pasien mengenai pencegahan pasien jatuh yaitu:
a. Keadaan pasien yang tidak stabil harus ditunggu
b. Tanyakan pada perawat tentang cara memasang/ mengoprasionalkan alat untuk keamanan pasien
c. Gunakan sisi tubuh/sisi tempat tidur yang kokoh saat mobilisasi turun/naik tempat tidur.
d. Jika terpaksa meninggalkan pasien lakukan: pastikan pengaman tempat tidur terpasang, informasikan pada pasien untuk memanggil perawat (menggunakan bel), beritahukan perawat bahwa akan
meninggalkan pasien.
e. Segera laporkan jika ada alat yang tidak berfungsi.
Standar Prosedur Operasional
Suatu standar/pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. SPO merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. a. Tujuan SPO
1) Agar petugas/pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/pegawai atau tim dalam
organisasi atau unit kerja.
2) Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi
3) Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas/pegawai terkait.
4) Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya. 5) Untuk menghindari kegagalan
/kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi
Dalam menjalankan operasional perusahaan , peran pegawai memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat signifikan. Oleh karena itu diperlukan standar-standar operasi prosedur sebagai acuan kerja secara sungguh-sungguh untuk menjadi sumber daya manusia yang
profesional, handal sehingga dapat mewujudkan visi dan misi perusahaan. SPO Pencegahan Pasien jatuh RS Santo Borromeus terbit tanggal 01 Februari 2012 a. Perawat melakukan penilaian resiko
jatuh dengan menggunakan MFS dan hasil didokumentasikan, pada pasien: 1) Saat masuk ruangan
2) Setiap hari saat pergantian shift 3) Ketika kondisi pasien berubah yang
dapat membuat pasien beresiko jatuh 4) Pasien pindah ke bagian lain
5) Setelah pasien jatuh 6) Pasien lanjut usia
b. Setelah mendapatkan hasil MFS ≥45, gelang identifikasi pasien warna kuning dipasang pada pergelangan pasien.
c. Hasil MFS ≥45, beri tanda pencegahan jatuh dengan memasang label segitiga kuning/merah) di papan tempat tidur pasien.
d. Membuat tulisan di whiteboard pada nurse station: pasien yang beresiko jatuh dan menginformasikan ke perawat yang lainnya pada saat pergantian shift .
e. Mengatur tinggi rendahnya tempat tidur sesuai dengan prosedur pencegahan dan penanganan pasien jatuh.
f. Memastikan pagar pengaman tempat tidur selalu dalam keadaan terpasang
g. Pada pasien gelisah menggunakan restrain, kalau perlu menggunakan baju Apollo dengan meminta ijin terlebih dahulu kepada keluargaBottom of Form METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif yaitu menggambarkan kepatuhan perawat dalam melaksanakan SPO pencegahan pasien resiko jatuh di gedung Yosef 3 Surya
Kencana dan Yosef 3 Dago Rumah Sakit Borromeus Bandung.Desain penelitian menggunakan deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional . Populasi dalam
penelitian ini adalah semua perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana sebanyak 50 orang.
Sampling dalam penelitian ini adalah sampel jenuh karena semua perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana merupakan sampling penelitian yang berjumlah 50 orang. Penelitian ini menggunakan metode mengumpulkan data dengan cara observasi, dimana peneliti hanya mengamati responden dan memberi tanda cheklist pada kolom ya bila responden melaksanakan dan kolom tidak bila responden tidak melaksanakan.Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan lembaran observasi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
a. Karakteristik responden Tabel 1.1
Distribusi responden berdasarkan pendidikan di Ruang Yosef 3 Dago dan
Suryakencana RS Santo Borromeus (n=50)
Pendidikan Jumlah Persentas e D-3 Keperawatan SPK 45 orang 5 orang 90 10 Total 50 orang 100 Interpretasi :
Dari tabel 1.1 diketahui bahwa hampir seluruh responden mempunyai latar belakang pendidikan D-3 Keperawatan
yaitu 45 orang (90%) Tabel 1.2
Distribusi responden berdasarkan usia di Ruang Yosef 3 Dago dan Suryakencana
RS Santo Borromeus (n=50)
Usia Jumlah Persentase < 25 tahun 26 – 35 tahun 36 – 45 tahun 46 – 55 tahun 14 orang 24 orang 8 orang 4 orang 28 48 16 8 Total 50 orang 100 Interpretasi :
Dari tabel 1.2 diperoleh data bahwa sebagian responden berusia 26 – 35 tahun yaitu 24 orang (48%)
Tabel 1.3
Distribusi responden berdasarkan masa kerja di Ruang Yosef 3 Dago dan Suryakencana RS Santo Borromeus
(n=50)
Masa Kerja Jumlah Persentase 1 - 5 tahun 6 – 10 tahun 11 – 20 tahun 21 – 35 tahun 22 orang 10 orang 12 orang 6 orang 44 20 24 12 Total 50 orang 100 Interpretasi :
Dari tabel 1.3 diketahui bahwa berdasarkan masa kerja, sebagian responden mempunyai masa kerja 1 – 5 tahun yaitu 22 orang (44%)
b. Berdasarkan tujuan penelitian maka diperoleh hasil peneltiian sbb :
1) Melakukan pengkajian MFS Tabel 1.4
Distribusi kepatuhan perawat melakukan pengkajian MFS di Ruang Yosef 3 Dago dan Suryakencana RS Santo Borromeus
(n=50) Kepatuhan Perawat Jumlah Persentase a. Melakukan pengkajian MFS b. Tidak melakukan pengkajian MFS 49 1 98 2 Total 50 orang 100 Interpretasi :
Berdasarkan tabel 1.4 kepatuhan perawat melakukan pengkajian MFS diketahui bahwa hampir seluruh responden patuh melakukan pengkajian MFS yaitu 49 orang (98%).
2) Memasang gelang di pergelangan tangan pasien
Tabel 1.5
Distribusi kepatuhan perawat memasang gelang di pergelangan tangan pasien di Ruang Yosef 3 Dago dan Suryakencana
RS Santo Borromeus (n=50) Kepatuhan Perawat Jumlah Persentase a. Memasang gelang dipergelangan tangan pasien b. Tidak memasang gelang dipergelangan tangan pasien 34 16 68 32 Total 50 orang 100 Interpretasi :
Berdasarkan tabel 1.5 kepatuhan perawat memasang gelang di pergelangan tangan pasien diketahui bahwa sebagian besar
responden patuh yaitu 34 orang (68%).
3) Meletakkan tanda pencegahan jatuh (label setigita kuning/merah) di papan tempat tidur
Tabel 1.6
Distribusi kepatuhan perawat dalam meletakkan tanda pencegahan jatuh (label setigita kuning/merah) di papan tempat tidur di Ruang Yosef 3
Dago dan Suryakencana RS Santo Borromeus (n=50) Kepatuhan Perawat Jml % a. Meletakkan tanda pencegahan jatuh (label setigita kuning/merah) di papan tempat tidur b. Tidak meletakkan tanda pencegahan jatuh (label setigita kuning/merah) di papan tempat tidur 34 16 68 32 Total 50 100 Interpretasi :
Berdasarkan tabel 1.6 kepatuhan perawat dalam meletakkan tanda pencegahan jatuh
(label setigita kuning/merah) di papan tempat tidur diketahui bahwa sebagian besar responden patuh meletakkan tanda pencegahan jatuh (label setigita kuning/merah) di papan tempat tidur yaitu 34 orang (68%).
4) Menuliskan di whiteboard pada nurse station
Tabel 1.7
Distribusi kepatuhan perawat menuliskan di whiteboard padanurse stati on di Ruang Yosef 3 Dago dan Suryakencana
RS Santo Borromeus (n=50) Kepatuhan Perawat Jumlah Persentase a. Menuliskan di whiteboard pada nurse station b. Tidak menuliskan di whiteboard pada nurse station 29 21 58 42 Total 50 orang 100 Interpretasi :
Berdasarkan tabel 1.7 kepatuhan perawat dalam menuliskan pada whiteboard diketahui bahwa sebagian responden patuh melakukan menuliskan pada whiteboard yaitu 29 orang (58%).
5) Mengatur Tinggi Rendahnya Tempat Tidur Sesuai Dengan Prosedur Pencegahan Pasien Jatuh
Tabel 1.8
Distribusi kepatuhan perawat dalam Mengatur Tinggi Rendahnya Tempat
Tidur Sesuai Dengan Prosedur Pencegahan Pasien Jatuh Di Ruang Yosef
3 Dago dan Suryakencana RS Santo Borromeus (n=50)
Kepatuhan Perawat Jm l
% a. Mengatur tinggi
rendahnya tempat tidur sesuai dengan prosedur pencegahan pasien jatuh b. Tidak mengatur tinggi
rendahnya tempat tidur sesuai dengan prosedur pencegahan pasien jatuh
31
19
62
38
Interpretasi :
Berdasarkan tabel 4.8 kepatuhan perawat dalam mengatur tinggi rendahnya tempat tidur sesuai dengan prosedur pencegahan pasien jatuh diketahui bahwa sebagian besar
responden patuh yaitu 31 orang (62%).
6) Memastikan Pagar Pengaman Tempat Tidur Dalam Keadaan Terpasang
Tabel 4.9
Distribusi kepatuhan perawat Memastikan Pagar Pengaman Tempat
Tidur Dalam Keadaan Terpasang di Ruang Yosef 3 Dago dan Suryakencana
RS Santo Borromeus (n=50) Kepatuhan Perawat Jumlah Persentase a. Memastikan pagar pengaman tempat tidur dalam keadaan terpasang b. Tidak memastikan pagar pengaman tempat tidur dalam keadaan terpasang 48 2 96 4 Total 50 100 Interpretasi :
Berdasarkan tabel 4.9 kepatuhan perawat memasang pagar pengaman (hek) diketahui bahwa hampir seluruh responden patuh memasang pagar pengaman (hek) yaitu 48 orang (96%).
b. Pembahasan Penelitian
Berdasarkan hasil yang didapat di lapangan, peneliti melihat bahwa:
1. Melakukan pengkajian dengan n Penilaian MFS
Morse Fall Scale (MFS) merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien beresiko jatuh. Penilaian MFS dapat dilakukan setiap pergantian shift, pasien baru masuk ruangan, pasien pernah terjadi jatuh dan apabila ada perubahan kondisi pasien . Dengan menilai skor MFS dapat ditentukan pasien yang beresiko jatuh, yaitu ≥45
menandakan resiko jatuh, dan MFS ≤45 menandakan resiko rendah.
Menurut Skhafer, dkk (2000 ) kepatuhan adalah ketaatan seseorang pada tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan merupakan suatu permasalahan bagi semua disiplin kesehatan, salah satunya adalah pelayanan perawatan di Rumah Sakit. Menurut Sarwono (2004) bahwa patuh adalah taat atau tidak taat terhadap perintah, dan merupakan titik awal dari perubahan sikap dan perilaku individu.
Kepatuhan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang tinggi karena akan lebih rasional serta terbuka dalam menerima adanya bermacam program pembaharuan.
Berdasarkan tabel 1.4 menunjukkan bahwa kepatuhan perawat dalam penilaian MFS sebanyak 49 responden (98%), maka kategorinya menandakan bahwa perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana hampir seluruh responden patuh melaksanakan penilaian MFS.
Menurut analisa peneliti hal ini karena setiap hari disosialisasikan oleh Kabag dan team patient safety RS Santo Borromeus tentang pencegahan pasien resiko jatuh dengan menilai MFS.
2. Pemasangan gelang resiko
Gelang resiko merupakan suatu identifikasi untuk mengetahui pasien yang beresiko jatuh. apabila nilai MFS ≥ 45 gelang resiko ini dipasang dipergelangan tangan pasien.
Tingkat kepatuhan adalah kepatuhan petugas dalam pelayanan yang sesuai dengan standar pelayanan kesehatan ( Depkes RI, 1998 ). Menurut Notoadmojo (2003) faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah umur, pendidikan, masa kerja dan jenis kelamin. Berdasarkan karakteristik masa kerja 3-5 tahun 30%, dimana pengalaman kerja juga ikut menentukan kinerja seseorang.
Berdasarkan tabel 1.5 menunjukkan bahwa kepatuhan perawat dalam pemasangan gelang resiko sebanyak 34 responden (68%), maka kategorinya menandakan perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana sebagian besar responden patuh melaksanakan pemasangan gelang.
ada tindak lanjut untuk intervensi pemasangan gelang resiko jatuh, misalnya karena belum menjadi kebiasaan tentang prosedur pencegahan pasien resiko jatuh. Dan dari pernyataan perawat bahwa pasien sudah terpasang gelang resiko jatuh tapi digunting karena ada pemindahan pemasangan infus.
3. Pemasangan label segitiga merah Label segitiga merah merupakan tanda untuk mengidenditifikasi pasien beresiko jatuh. Dimana label segitiga merah dipasang di depan tempat tidur, supaya semua perawat dan keluarga tahu pasien tersebut beresiko jatuh. Label
dipasang setelah mendapatkan nilai MFS ≥45.
Menurut Aditama (1998) patuh adalah suatu sifat yang berfungsi untuk mendorong seseorang taat terhadap suatu ketentuan atau aturan. Kepatuhan ini bisa dipengaruhi oleh faktor pengetahuan. Pengetahuan merupakan kumpulan informasi yang dipahami, diperoleh dari proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sebagai alat penyesuaian diri baik terhadap diri sendiri maupun
lingkungannya.
Berdasarkan tabel 1.6 menunjukkan bahwa kepatuhan perawat melaksanakan pemasangan label segitiga merah
sebanyak 34 responden (68%), berdasarkan kategori perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana sebagian besar responden patuh melaksanakan pemasangan label segitiga merah.
Menurut analisa peneliti hal ini karena kurangnya kesadaran dari perawat tentang pentingnya pemasangan label segitiga merah dan beberapa faktor diantaranya kesibukan atau mobilitas yang tinggi.
4. Penulisan hasil MFS diWhiteboard Whiteboard merupakan sarana untuk pendokumentasian berupa papan putih. Whiteboard juga untuk menulis hal-hal yang penting dan sebagai sarana informasi mengingat. Hasil penilaian MFS ditulis di whiteboard , untuk mengingatkan dan menginformasikan pasien yang beresiko tinggi jatuh dan beresiko rendah jatuh.
Kepatuhan merupakan suatu hal yang penting agar dapat mengembangkan rutinitas (kebiasaan) yang dapat membantu dalam mengikuti jadwal yang kadang kala rumit dan mengganggu kegiatan sehari-hari. Kepatuhan dapat sangat sulit dan membutuhkan dukungan agar menjadi biasa dengan perubahan. Dengan mengatur, meluangkan waktu dan kesempatan yang dibutuhkan untuk menyesuaikan diri. Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta pemberiannya diikuti dengan benar
(Tambayong,2002).
Faktor yang mempengaruhi kepatuhan yaitu dari sikap seseorang. Sikap adalah keadaan mental dalam kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh terhadap respon individu.
Berdasarkan tabel 1.7 menunjukkan bahwa sebagian responden patuh dalam melaksanakan penulisan di whiteboard sebanyak 29 responden (58%), maka kategorinya bahwa perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana sebagian responden patuh melaksanakan penulisan di
whiteboard.
Menurut analisa peneliti karena yang menulis di whiteboard hanya perawat primer saja dan oleh perawat yang lainnya tidak dikontrol lagi sehingga tidak ad penulisan di whiteboard.
5. Merendahkan tempat tidur
Tempat tidur merupakan salah satu fasilitas yang digunakan oleh pasien. Dari tempat tidur pasien bisa beresiko jatuh, maka untuk mencegah jatuh posisi tempat tidur harus direndahkan.
Kepatuhan adalah suatu kondisi yang tercipta dan berbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama sekali tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akan mebebani dirinya bila mana ia tidak dapat berbuat sebagaimana lazimnya (Prijadarminto, 2003).
Berdasarkan diagram 4.5 menunjukkan bahwa kepatuhan perawat dalam pelaksanaan merendahkan tempat tidur sebanyak 31 responden (62%),
maka kategorinya menunjukkan perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana sebagian besar responden patuh melaksanakan merendahkan tempat tidur.
Menurut analisa peneliti hal ini disebabkan karena bentuk dari tempat tidur yang tidak bisa direndahkan, maka perawat tersebut tidak bisa melaksanakan merendahkan tempet tidur sesuai standar prosedur operasional pencegahan pasien
resiko jatuh.
6. Pemasangan pagar pengaman tempat tidur (hek)
Tempat tidur merupakan salah satu fasilitas yang digunakan oleh pasien. Dari tempat tidur pasien bisa beresiko jatuh, terutama bila pasien ditinggal sendiri, maka untuk mencegah jatuh pagar pengaman harus selalu terpasang dan perawat selalu menginformasikan pada
keluarga pasien.
Kepatuhan merupakan suatu bentuk perilaku. Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia (Heri P, 1999).
Berdasarkan tabel 1.8 menunjukkan bahwa kepatuhan perawat dalam pelaksanaan memasang pagar pengaman sebanyak 48 responden (96%), maka kategorinya menandakan perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana hampir seluruh responden patuh melaksanakan pemasangan pagar pengaman tempat
tidur.
Menurut analisa peneliti hal ini karena karena sudah menjadi budaya sebelum meninggalkan pasien perawat memasang pagar pengaman .
PENUTUP 1. Simpulan
Peneliti telah melaksanakan penelitian pada bulan Mei sampai Juni 2013 tentang
Kepatuhan Perawat melaksanakan Standar Prosedur Operasional pencegahan Pasien Resiko Jatuh di gedung Yosef 3 Dago dan Surya Kencana, didapatkan hasil penelitian bahwa kepatuhan perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana Patuh 75% melaksanakan SPO pencegahan
melaksanaan pencegahan pasien resiko jatuh sebagai berikut :
a. Penilaian MFS
Kepatuhan perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana hampir seluruh responden patuh melaksanakan penilaian MFS 98% dan yang tidak patuh 2%.
b. Pemasangan gelang resiko jatuh
Kepatuhan perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana sebagian besar patuh melaksanakan pemasangan gelang resiko jatuh 68% dan yang tidak patuh 32%.
c. Pemasangan label segitiga merah Kepatuhan perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana sebagian besar patuh melaksanakan pemasangan label segitiga merah 68% dan tidak patuh 32%.
d. Penulisan MFS di whiteboard
Kepatuhan perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana sebagian patuh melaksanakan penulisan MFS di whiteboard 58% dan yang tidak patuh 42%.
e. Merendahkan tempat tidur
Kepatuhan perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana sebagian besar patuh melaksanakan merendahkan tempat tidur 62% dan yang tidak patuh 38%. f. Pemasangan pagar pengaman tempat
tidur
Kepatuhan perawat Yosef 3 Dago dan Surya Kencana hampir seluruh patuh melaksanakan pemasangan pagar pengaman tempat tidur 96% dan yang
tidak patuh 4%. 2. Saran
Rumah Sakit Santo Borromeus
a. Bagi team Pasient Safety senantiasa tetap melakukan sosialisasi kembali dan evaluasi tentang program pasient safety terutama dalam pencegahan pasien resiko jatuh
b. Kepada seluruh perawat dalam bekerja sesuai dengan standar yang sudah dibakukan sesuai dengan SPO pencegahan pasien jatuh.
c. Mengadakan sarana atau fasilitas tambahan untuk tempat tidur yang tidak bisa direndahkan berupa pijakan kaki pasien yaitu kayu pendek atau trap pendek yang
d. Menyediakan tempat tidur yang dapat direndahkan sesuai Standar Pencegahan Operasional pencegahan pasien resiko jatuh dengan mengacu pada rencana anggaran RS.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika
Arikunto, (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik . Jakarta : Rineka
Cipta
Bakti Husada, (2008). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit . Jakarta
: KKPS-RS.
Hidayat, AA. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. (Eds 2).
Jakarta : Salemba Medika.
KARS. (2006). Standar Pelayanan Rumah Sakit, Instrumen Penilaian Akreditasi RS. Pelayanan Intensif , Bandung.
KARS. KKP-RS. (2011). Workshop Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit . Jakarta :
PERSI.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :
Rineka Cipta.
Joint Commission Resources, Good Practices in Preventing Patient Falls http://www.jcrinc.com/Preventing-Patient-Falls/ diunduh tanggal 01 Maret 2013
Boushon B, Nielsen G, Quigley P, Rutherford P, Taylor J, Shannon D. Transforming Care at the Bedside How-to Guide: Reducing Patient Injuries from Falls. Cambridge, MA: Institute for Healthcare Improvement; 2008. Available at : http://www.IHI.org. diunduh tanggal 01 Maret 2013