• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMODELAN PENJADWALAN OTOMATIS SISTEM KERETA REL LISTRIK (KRL) PT. KAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMODELAN PENJADWALAN OTOMATIS SISTEM KERETA REL LISTRIK (KRL) PT. KAI"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN PENJADWALAN OTOMATIS

SISTEM KERETA REL LISTRIK (KRL) PT. KAI

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Manajemen Konsentrasi Manajemen Sistem Informasi

Oleh :

YUMARSONO MUHYI, ST No. Pokok: 207.811.254

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

(2)

TESIS

PEMODELAN PENJADWALAN OTOMATIS

SISTEM KERETA REL LISTRIK (KRL) PT. KAI

Diajukan oleh :

YUMARSONO MUHYI, ST No. Pokok: 207.811.254

Telah disetujui untuk ujian tesis

Pembimbing I

(Prof. Dr. Ir. Jafar Basri, MSc.)

Pembimbing II

(Dr. Dwi Nugroho, MSc.)

Jakarta, 30 April 2010 Mengesahkan

(3)

TESIS BERJUDUL

PEMODELAN PENJADWALAN OTOMATIS

SISTEM KERETA REL LISTRIK (KRL) PT. KAI

dipersiapkan dan disusun oleh :

YUMARSONO MUHYI, ST No. Pokok: 207.811.254

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal: 30 April 2010

maka dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Pembimbing I

(Prof. Dr. Ir. Jafar Basri, MSc.)

Pembimbing II

(Dr. Dwi Nugroho, MSc.)

Jakarta, 30 April 2010 Mengesahkan

(4)

PERNYATAAN ORISIONALITAS TESIS

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa dalam naskah tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia Tesis dibatalkan, serta diproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jakarta, 30 April 2010 Mahasiswa

(5)

KATA PENGANTAR

Atas berkat rahmat Allah S.W.T., yang telah memberikan kesehatan, kemauan dan kemampuan kepada penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul:

PEMODELAN PENJADWALAN OTOMATIS SISTEM KERETA REL LISTRIK (KRL) PT. KAI

Pembuatan tesis ini di susun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-2 Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jakarta.

Keberhasilan penulis menyelesaikan tesis ini adalah berkat bantuan arahan, petunjuk, bimbingan, dorongan dan perhatian dari berbagai pihak. Dan untuk itu pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan rasa terimakasih sebesar besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. H. M. Aris Munandar, MPA., selaku Direktur Program Pascasarjana UPN “Veteran” Jakarta.

2. Bapak Dr. Said Djamaluddin, selaku Ketua Program Magister Manajemen Pascasarjana UPN “Veteran” Jakarta.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Jafar Basri, MSc., selaku Dosen Pembimbing Pendamping Pertama yang telah memberikan banyak bantuan materi teknis dalam bidang Sistem Informasi dalam penyelesaian tesis ini.

4. Bapak Dr. Dwi Nugroho, MSc., selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, dan semangat dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak/Ibu para dosen pengajar Program Pascasarjana UPN “Veteran” Jakarta. 6. Istri tercinta yang selalu berdoa dan memberikan dorongan moril dalam rangka

(6)

7. Rektor Institut Teknologi dan Bisnis KALBE (ITBK) Bapak Dr. Panutan S. Sulendrakusuma, SE., MT., Ak., yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

8. Rekan-rekan saya yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis senantiasa berdoa kepada Allah S.W.T., semoga bantuan Bapak/Ibu dari berbagai pihak di berikan balasan yang setimpal dan selalu melimpahkan taufik serta hidayah-Nya kepada kita sekalian.

Dengan segala keterbatasan, penulis berharap tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khususnya PT. KAI, dan semoga dapat menjadi sumbangan pemikiran yang berarti bagi kita semua.

Jakarta, 30 Apr 2010

(7)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...iii DAFTAR GAMBAR...viii DAFTAR TABEL...ix ABSTRACT...x

BAB I. PENYAJIAN MASALAH PENELITIAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi Masalah...5

C. Ruang Lingkup Penelitian...6

D. Rumusan Masalah...9

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian...10

F. Asumsi...11

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN...16

A. Hasil Penelitian Yang Relevan...16

1. Optimasi Penjadwalan Kereta...16

2. Model Transportasi...18

3. Metode Job Shop...18

B. Teori Yang Mendukung...20

1. Sistem Pakar...21

2. Constraint Satisfaction Problem (CSP)...23

3. Constraint Programming...24

4. Logic Programming...25

5. Constraint Logic Programming...27

6. Sistem Perkeretaapian di Indonesia...27

C. Kerangka Pemikiran...29

(8)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...31

A. Penelitian dan Analisis...31

1. Bentuk Penelitian...31

2. Tipe Penelitian...31

3. Metode Analisis Data...32

B. Model Sistem...32 1. Waktu...32 2. Jalur Kereta...33 3. Kereta...34 4. Permintaan Penumpang...35 B. Peubah...38 C. Rumusan Syarat...39

1. Persyaratan Sistem Kereta...39

2. Persyaratan Penumpang...39

D. Analisis...40

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...43

A. Deskripsi Obyek Penelitian...43

B. Deskripsi Hasil Penelitian...46

1. Jumlah Penumpang...46

2. Distribusi Penumpang...47

C. Analisis...50

1. Fungsi Distribusi Polinomial...50

2. Kodifikasi...51 3. Luaran ECLiPSe...52 D. Pembahasan...53 1. Kapasitas Rangkaian...53 2. Kecepatan Kereta...54 3. Optimasi Perhitungan...54

(9)

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN...57

A. Simpulan...57

B. Implikasi...58

C. Saran...58

DAFTAR PUSTAKA...60

LAMPIRAN 1. MODEL DISTRIBUSI PENUMPANG...61

A. Agregat Seluruh Stasiun...61

B. Jakarta Kota...62 C. Jayakarta...63 D. Mangga Besar...64 E. Sawah Besar...65 F. Juanda...66 G. Gambir...67 H. Gondangdia...68 I. Cikini...69 J. Manggarai...70 K. Tebet...71 L. Cawang...72 M. Duren Kalibata...73

N. Pasar Minggu Baru...74

O. Pasar Minggu...75 P. Tanjung Barat...76 Q. Lenteng Agung...77 R. Universitas Pancasila...78 S. Universitas Indonesia...79 T. Pondok Cina...80 U. Depok Baru...81 V. Depok...82 W. Citayam...83

(10)

X. Bojong Gede...84

Y. Cilebut...85

Z. Bogor...86

LAMPIRAN 2. MODEL POLINOMIAL DISTRIBUSI PENUMPANG...87

A. Agregat...87 B. Jakarta Kota...88 C. Jayakarta...89 D. Mangga Besar...90 E. Sawah Besar...91 F. Juanda...92 G. Gambir...93 H. Gondangdia...94 I. Cikini...95 J. Manggarai...96 K. Tebet...97 L. Cawang...98 M. Duren Kalibata...99

N. Pasar Minggu Baru...100

O. Pasar Minggu...101 P. Tanjung Barat...102 Q. Lenteng Agung...103 R. Universitas Pancasila...104 S. Universitas Indonesia...105 T. Pondok Cina...106 U. Depok Baru...107 V. Depok...108 W. Citayam...109 X. Bojong Gede...110 Y. Cilebut...111 Z. Bogor...112

(11)

LAMPIRAN 3. KODE PROGRAM ECLiPSe...113

LAMPIRAN 4. TABEL JADWAL KEBERANGKATAN HASIL PERHITUNGAN. 128 A. Kapasitas 1.800 Penumpang...128

B. Kapasitas 2.000 Penumpang...130

LAMPIRAN 5. TABEL JADWAL KEBERANGKATAN KRL...132

A. Kelas Ekonomi...132

B. Kelas Ekonomi AC...133

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Data Statistik Penumpang Kereta Hingga Maret 2009...1

Gambar 2. Grafik Statistik Penumpang Kereta Hinga Maret 2009...2

Gambar 3: KRL Kelas Ekonomi di Pagi Hari...4

Gambar 4: Peta Rute Busway dan KRL...7

Gambar 5: Persimpangan Rel Tunggal (Kiri) dengan Rel Ganda (Kanan) di Ashfield Junction, Inggris...8

Gambar 6: Sebuah Jalur Kereta di Roxy, Tanah Abang...11

Gambar 7: Persimpangan Rel Yang Padat di Clapham Junction, Inggris...13

Gambar 8: Persimpangan "Jalur Salah" (Rel Ganda Sebelah Kanan) di Whitacre Junction, Inggris...15

Gambar 9: Model Jalur Kereta...19

Gambar 10: Visualisasi Delay Tambahan...20

Gambar 11: Empat Definisi Kecerdasan Buatan...21

Gambar 12: Visualisasi Agen dalam Kecerdasan Buatan...22

Gambar 13: Model Jalur Kereta...33

Gambar 14: Pola Distribusi Beta...37

Gambar 15: Rute Perjalanan KRL Jabotabek...43

Gambar 16: Masterplan Kereta Jabotabek...45

Gambar 17: Rute Rangkaian Ekspres Jabotabek...47

Gambar 18: Grafik Agregat Penumpang Seluruh Stasiun...49

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3-1: Jadwal Keberangkatan Kereta ...38 Tabel 4-1: Jarak Antar Stasiun...46

(14)

ABSTRACT

Yumarsono Muhyi, ST., Pemodelan Penjadwalan Otomatis Sistem Kereta Rel Listrik (KRL) PT. KAI (Automated Scheduling Modeling of PT. KAI Eletrical Rail

Train). Kereta Rel Listrik (KRL) or Electrical Rail Train is one of Jakarta urban

people’s favorite transport modes. Its fair-price ticket and traffic-jam-free way makes this mass rapid transport highly dependable to those live in Jakarta’s suburbs. But this favorite mode of transportation often get stuck by some common problems: halted old-aged train, jammed rail juction, electricity cut, and some others.

The daily (routine) passangers are quite used to these problems, which make them late in their way from surrounding cities to get to their destination in Jakarta , but still the problems need to be solved. It’s hard to solve systematic failures in PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) or Indonesian Train Company: old trains, low maintenance, low service level, and so on.

But there is a chance to reduce this lateness, by making an automated train scheduling system. This automated train scheduling method is useful to deliver best service to the passangers, and even more, this method is also able to create the most optimum routine schedule, which will be explaind in this thesis.

The common method in rail traffic scheduling is by using Job-Shop method. This this will use the same method and the same parameters, with stressing in the passanger demand in each station and the departure amount. With the given information, a routine (strategic) schedule can be automatically generated with most optimum condition. The modeling in this thesis will be using ECLiPSe, an advanced enhancement of Prolog Language.

This thesis will not be a final research in automated train scheduling, nor solving all the problems, since this thesis is only preliminary research in the field. But al least, hopefully, this thesis will contribute in solving rail scheduling problem in PT. KAI. With more research, it would be possible to create an automated ad hoc rail scheduling (in case of problems), not only automated routine (strategic) scheduling.

(15)

BAB I

PENYAJIAN MASALAH PENELITIAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan akan adanya mass rapid transport (MRT) atau transportasi padat masa di kota-kota besar dan metropolitan sudah menjadi kebutuhan yang mutlak. Kota metropolitan kini menjadi pusat seluruh kegiatan perekonomian dan perputaran uang, sementara kota-kota satelit di sekitarnya adalah tempat tinggal bagi para pekerja kota metropolitan tersebut. Perpindahan manusia dalam jumlah yang sangat besar pada hari-hari kerja sangat tinggi dengan pola yang khusus, dimana pada pagi hari-hari para pekerja itu berangkat dari kota-kota satelit menuju kota metropolitan, dan pada sore hari pada pekerja itu pulang dari kota metropolitan ke kota-kota satelit.

Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta adalah salah satu contoh metropolitan yang memiliki berbagai macam moda MRT. Begitu besarnya jumlah orang yang masuk dan keluar Jakarta, di pagi hari dari kota satelit ke Jakarta, dan sore hari dari Jakarta ke kota satelit, membuat masalah tersendiri bagi para penyedia layanan publik dan penyedia

Sumber: Situs Ditjen Perkeretapian Dephub RI http://perkeretaapian.dephub.go.id

(Diakses: 23 Oktober 2009) Gambar 1. Data Statistik Penumpang

(16)

jasa MRT. Termasuk di dalam penyedia jasa MRT itu adalah PT. KAI dengan armada Kereta Rel Listrik (KRL) yang menjadi andalan banyak pekerja di Jakarta.

Penumpang KRL yang berjumlah besar selalu bertambah setiap tahun, menjadi potensi bagi pendapatan dan operasi bagi PT. KAI. Setiap pertambahan penumpang, artinya potensi pertambahan pemasukan profit bagi penyedia jasa KRL. Namun di saat yang sama, setiap pertambahan ini juga berarti KRL juga semakin dituntut untuk memiliki layanan yang prima.

Sebagai gambaran tentang besarnya jumlah penumpang KRL, akan dipaparkan data-data statistik dari layanan KRL PT. KAI beberapa tahun ke belakang. Angka-angka statistik penumpang KRL tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2, yang diperoleh dari situs Ditjen KA (Direktorat Jenderal Perkeretaapian) Dephub (Departemen Perhubungan).

Pada tahun 2008, PT. KAI melayani tidak kurang dari 101.615.000 penumpang KRL kelas ekonomi, 10.359.000 penumpang KRL kelas Ekonomi AC, dan 14.725.000 penumpang KRL kelas Komersial atau Eksekutif. Sehingga total untuk tahun 2008, KRL telah melayani tidak kurang dari 126.699.000 penumpang. Atau bila angka total penumpang ini dirata-ratakan menjadi per hari (dimana 1 tahun adalah 365 hari), maka

Sumber: Situs Ditjen Perkeretapian Dephub RI http://perkeretaapian.dephub.go.id

(Diakses: 23 Oktober 2009)

Gambar 2. Grafik Statistik Penumpang Kereta Hinga Maret 2009

(17)

KRL pada tahun 2008 per harinya melayani penumpang dari berbagai kelas, tidak kurang dari 347.120 orang.

Jumlah 347.120 penumpang tiap hari adalah menunjukkan sebuah potensi pasar yang sangat besar bagi PT. KAI, dan jumlah ini selalu meningkat setiap tahun. Seiring dengan berbagai pemekaran kota-kota satelit di sekitar DKI Jakarta, maka hampir bisa dipastikan bahwa jumlah pertumbuhan penduduk di sekitar DKI Jakarta akan semakin cepat, dan artinya juga bahwa pergerakan penduduk pulang/pergi dari/ke DKI Jakarta akan semakin banyak.

Selain merupakan potensi profit yang menjanjikan, jumlah penumpang yang sangat besar (dan akan terus meningkat ini) ini juga menimbulkan potensi masalah. Dengan jumlah penumpang yang sangat besar, dan terlebih sebagian besar dari mereka adalah

captive market atau pasar karena keterpaksaan karena tidak ada pilihan moda

transportasi lain yang memadai, maka KRL dituntut untuk melayani dengan prima seluruh penumpangnya tanpa kecuali. Sedikit saja terjadi gangguan layanan di KRL, dan penumpang terlantar, maka itu merupakan preseden buruk dan kerugian bagi semua pihak.

Gangguan layanan KRL saat ini pun sesungguhnya sudah dirasakan oleh para pengguna jasa KRL. Bukan sebuah hal yang aneh, terutama bagi para komuter yang tiap hari menggunakan KRL, bahwa layanan KRL sering bermasalah. Hampir bisa diduga, bahwa tiap pekan itu akan ada saja KRL yang bermasalah dengan berbagai bentuk. Masalah yang paling sering dan paling utama dialami para komuter KRL, termasuk penulis sendiri sebagai pengguna setia KRL, adalah seringnya kereta tidak datang dan/atau tiba tepat waktu.

Hal berikutnya yang sering menjadi masalah bagi para komuter KRL adalah cukup seringnya perjalanan kereta dibatalkan, entah karena rangkaian rusak atau karena kedatangan kereta sangat terlambat, sehingga tidak mungkin berangkat dan tiba tepat waktu. Masalah pembatalan perjalanan kereta ini paling sering dialami oleh komuter KRL kelas Ekonomi, karena rangkaian KRL kelas Ekonomi sudah sangat tua sehingga sering bermasalah, entah mogok atau lainnya.

(18)

Terakhir adalah permasalahan yang rutin dialami oleh komuter KRL di semua, baik di kelas Ekspres, kelas AC Ekonomi, atau pun kelas Ekonomi, yaitu padatnya penumpang di kereta atau pun penumpukan calon penumpang di stasiun-stasiun. Hal ini terus terjadi setiap pagi hari menuju DKI Jakarta, dan di sore hari menuju kota-kota satelit, di antaranya adalah Bogor, Bekasi, Serpong, dan Tangerang.

Di kelas Ekspres mungkin tidak terlalu padat penumpangnya, karena harga tiketnya yang mahal (relatif terhadap tingkat pendapatan masyarakat) membuat tidak banyak penumpang yang menggunakan moda ini. Ketika tesis ini dibuat, harga tiket KRL kelas Ekspres adalah Rp 9.000-11.000. Sementara kelas AC Ekonomi Rp 5.500-6.000, dan kelas Ekonomi Rp 1.000-2.000.

Sebagai simulasi tingkat kemahalan harga karcis atau tiket ini, maka akan diambil contoh kelas AC Ekonomi, yaitu Rp 6.000. Bila seorang penumpang bekerja di Jakarta dan tinggal di kota satelit, maka dia akan dua kali membeli tiket. Bila pola kerjanya normal, maka hari Sabtu dan Minggu dia libur, artinya dia hanya bekerja sekitar 22 hari setiap bulannya. Dengan data ini, maka bisa dihitung bahwa setiap bulannya orang ini harus mengalokasikan uang sebesar Rp 264.000 untuk kereta saja. Dengan tingkat UMR (Upah Minimum Regional) yang berkisar antara Rp 800.000 sampai Rp 1.000.000, alokasi uang sebesar itu untuk KRL saja sudah merupakan jumlah yang besar.

Sumber: Flickr

http://www.flickr.com/photos/dmahendra/3426799582/ (Diakses: 23 Oktober 2009)

(19)

Dengan disparitas harga antar kelas yang cukup tinggi ini bisa diduga, masalah kepadatan penumpang KRL di kelas Ekonomi bisa dikategorikan dengan ”luar biasa”. Pada jam-jam sibuk di pagi dan sore hari, KRL kelas Ekonomi selalu penuh ke satu arah dan para penumpangnya tidak punya pilihan lain selain menaikinya dan menambah kepadatan penumpang, jika tidak ingin terlambat tiba di DKI Jakarta. Dengan sangat banyaknya penumpang, akibatnya adalah banyak penumpang yang harus bergelantungan di pintu-pintu, sambungan antar kereta, dan bahkan rela membahayakan diri dengan naik dan duduk di atap kereta (Gambar 3 halaman 4).

Akibatnya, KRL akan selalu mengalami masalah. Dengan penumpang yang penuh sesak hingga melebihi kapasitas dan bahkan kemampuan angkut, KRL tidak bisa berjalan dengan cepat. Waktu berangkat dan waktu tiba praktis juga ikut mundur. Penumpang pada stasiun-stasiun selanjutnya semakin tidak punya pilihan selain menambah penuh sesak. Penambahan armada KRL dengan kondisi perekonomian negara Indonesia yang sedang sulit, maka hal ini tidak atau belum bisa diharapkan. Dan akhirnya kereta semakin terlambat dan semakin rusak, yang akibatnya semakin sering perjalanan KRL dibatalkan. Hasilnya adalah lingkaran masalah yang tidak dapat dicari ujung pangkalnya atau pun ujung akhirnya.

Kondisi ini yang terus terjadi sudah belasan tahun dan hampir tanpa perubahan yang berarti. Lingkaran masalah yang tanpa henti itu terus terjadi setiap hari, dan penumpang KRL dalam posisi yang tidak bisa berbuat apa-apa selain harus menjalani semua masalah itu dan menambah masalah itu sendiri.

B. Identifikasi Masalah

Masalah-masalah KRL di atas sesungguhnya adalah akibat dari masalah utama penyelenggara atau operator kereta. Para pengguna moda KRL hanya sebagai korban dan menerima akibat atau ekses dari masalah utama dari operator KRL, dalam hal ini adalah PT. KAI. Masalah utama PT. KAI ini adalah permasalahan klasik dari semua operator (semua jenis) kereta, bahkan dari semenjak kereta pertama kali dibuat dan digunakan di dunia, tidak lama setelah ditemukannya mesin uap pada tahun 1785 (Bussieck et al., 1997).

(20)

Masalah klasik itu adalah penjadwalan atau scheduling dari perjalanan kereta, dan kereta dalam konteks tesis ini adalah KRL. Sejak digunakannya kereta dalam pengangkutan barang hingga pengangkutan penumpang, pertumbuhan kebutuhan penggunaan kereta meningkat drastis, sementara pertumbuhan armada dan jaringan kereta tidak sebanding dan tidak secepat peningkatan kebutuhannya. Sehingga dibutuhkan suatu perencanaan penjadwalan agar kereta dapat menarik minat pelanggan lebih banyak, dan dapat melayani dengan lebih optimum. Sampai di sini, maka tujuan penjadwalan ini telah fokus, yaitu optimasi atau optimization dari penjadwalan kereta.

Dalam konteks KRL di DKI Jakarta, maka optimasi penjadwalan dalam perjalanan KRL menjadi mutlak. KRL memiliki sarana yang terbatas (jaringan rel, stasiun, jumlah rangkaian KRL), harus melayani penumpang dalam jumlah yang sangat banyak, di mana puncaknya adalah pagi dan sore hari, di waktu-waktu tertentu dimana para komuter berangkat dan pulang kerja.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Masalah penjadwalan kereta dan optimasinya sangat luas dan multidisiplin. Aspek-aspek yang terlibat dalam berbagai bahasan tersebut juga bervariasi, sesuai dengan tujuan dari optimasi yang ingin dicapainya. Sebagian besar dari bahasan tersebut masuk ke dalam disiplin Teknik Sipil, dengan subdisiplin Teknik Transportasi. Namun dalam teknis perhitungan optimasinya masuk ke dalam distriplin Matematika dan Teknik Industri.

Penulis dalam tesis ini, selaku mahasiswa Magister Manajemen dengan konsentrasi Sistem Informasi, berusaha memberikan sedikit gambaran praktis dalam masalah penyelesaian optimasi penjadwalan KRL, menggunakan sebuah metode perhitungan matematis dan dengan bantuan komputer. Dengan demikian, penulis tidak mendalamkan pembahasan ke ranah teori tentang transportasi, teori trafik, dan sebagainya yang kompleks. Namun penulis mengambil kesimpulan-kesimpulan dari berbagai penelitian dan literatur yang bermanfaat dalam melakukan penelitian ini.

Berdasarkan batasan tersebut, maka tesis ini hanya fokus kepada pembahasan pemodelan untuk penjadwalan KRL saja, dan tidak masuk ke dalam moda-moda

(21)

transportasi lainnya dan tidak masuk ke dalam saling-keterkaitannya atau intermoda. Setiap moda transportasi pada dasarnya saling terintegrasi, terlebih untuk kota metropolitan seperti DKI Jakarta, sebagaimana terlihat pada peta rute Busway dan KRL di Gambar 4 berikut ini.

Sistem transportasi pada kota metropolitan saling tergantung dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya, bahkan sampai ke tingkat mikro hingga jalur pejalan kaki (pedestrian). Namun bila pemodelan ini dilakukan dari tingkat makro hingga tingkat mikro dan mengintegrasi keseluruhan secara detail, hal ini sulit sekali dilakukan, karena begitu banyak parameter yang terlibat dan harus dianalisa seluruhnya satu per satu.

Batasan-batasan yang penulis lakukan dalam melakukan penelitian dalam tesis ini antara lain:

• Objek pemodelan adalah penjadwalan KRL di DKI Jakarta, dengan demikian penulis tidak membahas tentang kereta yang non-KRL. Meskipun demikian, teknik penyelesaian optimasi ini dapat digunakan untuk kereta lain non-KRL dan untuk di luar DKI Jakarta.

• KRL tidak dibedakan kelasnya, apakah Ekspres atau Ekonomi, atau lainnya. Sumber: http://www.semboyan35.com

(Diakses: 11 April 2010)

(22)

• Setiap stasiun hanya diketahui agregat dari penumpang yang berangkat dan tiba secara kumulatif, tidak secara detail dari asal hingga tujuan masing-masing penumpang.

• Dari seluruh rangkaian jaringan rel KRL di DKI Jakarta dan sekitarnya, penulis hanya mengambil jaringan rel Jakarta-Bogor. Dengan hal ini juga, penulis membatasi tidak masuk ke dalam ranah pengembangan jaringan rel kereta, maupun pengembangan rute kereta.

Sistem rel (track) yang akan digunakan adalah sistem yang digunakan rangkaian Jakarta-Bogor, yaitu rel ganda (double track), yang berarti setiap arah perjalanan kereta memiliki jalur sendiri-sendiri, dan tidak saling berhubungan. Dengan demikian hal-hal yang berkenaan dengan sistem rel tunggal (single track) dan tidak relevan dengan sistem rel ganda, tidak akan dimasukkan dalam pembahasan. Perbedaan rel tunggal dan rel ganda dapat dilihat pada Gambar 5 (halaman 8).

Sumber: Geograph British Isles http://www.geograph.org.uk/photo/591295

(Diakses: 23 Oktober 2009)

Gambar 5: Persimpangan Rel Tunggal (Kiri) dengan Rel Ganda (Kanan) di Ashfield Junction, Inggris

(23)

• Penulis melakukan pemodelan dari satu arah perjalanan KRL rute Jakarta-Bogor, yaitu untuk arah dari Bogor ke Jakarta, yang pada umumnya ini sudah mewakili perjalanan sebaliknya untuk arah dari Jakarta ke Bogor.

• Perhitungan matematika untuk pemodelan matematis dari optimasi penjadwalan ini menggunakan metode Constraint Programming dan Prolog.

• Simulasi dan perhitungan dengan bantuan komputer akan menggunakan aplikasi-aplikasi yang ada, dan tidak akan melakukan pengembangan aplikasi baru untuk hal ini.

• Tesis ini akan membatasi dengan pemodelan secara aplikatif berdasarkan penelitian-penelitian yang relevan dan ada saat ini. Dengan demikian, penulis membatasi ruang lingkup dengan tidak masuk ke ranah teori atau penelitian yang spesifik di bidang teknik optimasi dan penyelesaiannya.

D. Rumusan Masalah

Optimasi penjadwalan KRL penulis ambil sebagai penelitian, karena tema ini memiliki aspek sains yang menarik untuk diteliti. Selain itu, hasil penelitian ini bisa bermanfaat bagi perkembangan operasi KRL di Indonesia, dan di DKI Jakarta pada khususnya, untuk jangka pendek maupun masa depan.

Penulis yakin bahwa sesungguhnya masalah-masalah yang dihadapi PT. KAI dalam mengoperasikan KRL dapat diselesaikan dengan beberapa pendekatan yang sederhana dan aplikatif. Meskipun demikian, aspek sains dan pengetahuannya tetap diterapkan dengan baik. Sehingga, hasil akhir dari penelitian pemodelan optimasi penjadwalan dalam tesis ini dapat segera diaplikasikan, untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah KRL, baik dari sisi PT. KAI maupun para komuter pengguna jasa KRL.

Masalah-masalah yang ada di KRL sesungguhnya bermula dari masalah optimasi penjadwalannya, dimana dengan tidak baiknya penjadwalan kereta akan menimbulkan banyak masalah turunan: mulai dari keterlambatan berangkat/datang, pembatalan kereta, maupun penuh-sesaknya kereta. Dengan memberikan jadwal yang tepat, maka bisa dipastikan bahwa seluruh penumpang dapat terlayani kebutuhannya dengan optimum,

(24)

sesuai dengan kapasitas yang dimiliki KRL.

Hal di atas berlaku untuk penjadwalan yang rutin, dengan pola harian dan pekanan, dimana kecenderungan penumpang KRL untuk menggunakan KRL sesungguhnya secara statistik memiliki pola tertentu. Apabila pola ini dapat ditangkap dan dimasukkan dalam optimasi penjadwalan, maka masalah-masalah yang terjadi dalam operasi KRL selama ini dapat ditekan seminim mungkin.

Untuk kasus-kasus khusus, dimana diperlukan penjadwalan yang fakultatif atau ad

hoc sesuai dengan kondisi lapangan, maka optimasi penjadwalan yang persis sama

modelnya juga bisa diaplikasikan dengan beberapa penyesuaian pemodelan. Sebagai contoh, ketika terjadi suatu rangkaian KRL mogok dan tidak dapat beroperasi, satu petak atau blok rel ada ganggunan, dan selainnya, jadwal KRL segera dapat dilakukan penyesuaian. Sehingga semua penumpang KRL tetap dapat terlayani dengan baik seluruhnya, tidak perlu sampai terjadi penumpukan penumpang di beberapa stasiun, atau sampai KRL penuh sesak dengan penumpang.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan sebuah solusi aplikatif untuk masalah optimasi penjadwalan KRL. Dengan memberikan pemodelan dan perhitungan yang tepat dari berbagai parameter yang terlibat dalam penjawalan KRL, dapat ditemukan berbagai jadwal perjalanan KRL yang sesuai dengan kondisi yang ada. Penjadwalan yang diperoleh ini bisa diterapkan untuk jadwal baku yang rutin, atau jadwal yang ad

hoc atau dadakan karena adanya masalah atau lainnya.

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat diterapkannya hasil penelitian ini ke dalam operasional KRL, untuk dapat menetapkan jadwal perjalanan KRL, baik untuk jadwal perjalanan yang rutin harian, pekanan, maupun untuk jadwal perjalanan KRL yang ad

hoc. Dengan demikian, perjalanan KRL saat ini dapat dijadwalkan dengan lebih baik,

dan disesuaikan dengan kondisi yang ada sekarang atau pun yang akan datang. Manfaat lainnya adalah bahwa penjadwalan KRL akan bersifat dinamis dan gesit, dimana saat dibutuhkan perubahan maka jadwal baru bisa segera dikeluarkan.

(25)

F. Asumsi

Penulis memfokuskan masalah pada teknis optimasi penjadwalan KRL, sehingga beberapa hal teknis di luar itu (yang relevansinya kurang terhadap masalah penjadwalan secara keilmuan atau keteknikan) tidak dimasukkan dalam penelitian dan/atau disederhanakan. Beberapa hal teknis yang tidak dibahas dan/atau disederhanakan dalam penelitian ini adalah:

• Ketertiban para pengguna KRL dianggap ideal dan sempurna, dimana pada realitanya hal ini cukup memberikan kontribusi bagi keterlambatan perjalanan KRL. Termasuk ke dalam masalah ketertiban yang dianggap tidak ada itu adalah:

◦ Penumpang yang tidak mengantri atau tidak tertib saat keluar atau masuk KRL.

◦ Penumpang bergelantungan di pintu-pintu kereta, naik ke atap KRL, atau bahkan di sambungan gerbong (Gambar 3 halaman 4).

Sumber: Flickr

http://www.flickr.com/photos/86915472@N00/2484776681/ (Diakses: 23 Oktober 2009)

(26)

◦ Penjaja atau pedagang kaki lima (PKL) yang masuk KRL dan hilir mudik berjualan di dalam kereta.

• Kondisi lingkungan di sekitar jalur rel yang dianggap ideal. Meskipun pada kenyataannya dengan kondisi banyaknya area pemukiman di sekitar rel dengan jarak yang dekat dengan rel memiliki pengaruh yang cukup tinggi pada perjalanan KRL. Pada Gambar 6 (halaman 11) terlihat suasana lingkungan sebuah jalur kereta di Roxy, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Terlihat bahwa areal pemukiman begitu dekat dengan rel kereta di sepanjang jalur kereta, bahkan orang-orang sudah terbiasa berjalan dan beraktifitas lain di atas rel, yang tentu membahayakan dirinya dan membahayakan perjalanan kereta.

• Fasilitas pendukung KRL dianggap tidak bermasalah, ideal, dan sempurna. Meskipun pada kenyataannya KRL sering juga terlambat datang dan/atau berangkat karena adanya:

◦ Gangguan pensinyalan dan komunikasi kereta. ◦ Gangguan listrik atas (traksi).

◦ Gangguan telekomunikasi dan sebagainya.

• Kondisi rangkaian KRL dianggap ideal dan sempurna. Meskipun realitanya rangkaian KRL saat ini cukup buruk, karena perawatan yang kurang dan keberadaan suku cadang yang tidak memadai.

Adapun untuk masalah teknis KRL yang relevan dengan penjadwalan secara keilmuan atau keteknikan, juga akan dilakukan beberapa penyederhanaan dalam pemodelannya. Penyederhanaan-penyederhanaan tersebut di antaranya adalah:

• Persimpangan antara jalur kereta dengan jalur kendaraan bermotor lainnya diabaikan atau dianggap tidak ada. Atau jikapun persimpangan ini dianggap ada, maka persimpangan ini dianggap dalam kondisi tidak menghambat atau tidak berpengaruh pada perjalanan kereta atau KRL. Sebenarnya tidak mungkin dihindari adanya persimpangan antara jalur kereta dengan jalan biasa, namun hal ini pada umumnya sudah diakomodir di seluruh dunia dalam perundangan,

(27)

bahwa jalur kereta harus didahulukan daripada jalur kendaraan bermotor lain. • Persimpangan (junction) antar rel kereta akan diasumsikan tidak ada. Jika

memang dianggap perlu atau harus dimasukkan dalam pemodelan, maka akan dimodelkan dalam bentuk yang sederhana dan dalam relevansi yang tinggi dengan penjadwalan kereta. Persimpangan antar rel di dalam jaringan kereta api di DKI Jakarta cukup banyak, dimana persimpangan ini terbagi menjadi beberapa jenis. Menurut pengamatan penulis, jenis-jenis persimpangan yang terdapat di rangkaian Jakarta-Bogor adalah:

◦ Persimpangan antar rute tujuan/asal yang berbeda (Gambar 5 halaman 8), sebagai contoh:

▪ Rute Jakarta (Kota)-Bekasi dan Rute Jakarta (Kota)-Bogor bersimpangan di Stasiun Manggarai (untuk lebih jelas, lihat Gambar 15 dan 16 halaman 43 dan 45).

▪ Rute Jakarta (Tanah Serpong dan Rute Jakarta (Tanah Abang)-Sumber: Flickr

http://www.flickr.com/photos/61132483@N00/347928333 )

Diakses: 23 Oktober 2009 (

Gambar 7: Persimpangan Rel Yang Padat di Clapham Junction, Inggris

(28)

Bogor bersimpangan di Stasiun Tanah Abang (untuk lebih jelas, lihat Gambar 15 dan 16 halaman 43 dan 45).

▪ Rute Jakarta (Kota)-Bogor dan Rute Jakarta (Tanah Abang)-Bogor bersimpangan di Stasiun Manggarai (untuk lebih jelas, lihat Gambar 15 dan 16 halaman 43 dan 45).

◦ Persimpangan antar jalur dalam satu stasiun (Gambar 7 halaman 13), sebagai contoh:

▪ Di Stasiun Depok baru terdiri atas 3 jalur, dimana jalur 2 dan jalur 3 dihubungkan dengan sebuah wesel (alat pemindah jalur). Sehingga ketika ada kereta yang akan disalip/disusul di Depok Lama, maka kereta tersebut harus “menepi” dan berhenti jalur 3, agar kereta yang akan mendahului bisa melalui jalur 2.

▪ Stasiun Manggarai memiliki 7 jalur aktif lalu lintas dan beberapa jalur menuju ke dipo atau bengkel atau parkir (storing). Setiap jalur ini memiliki penghubung, sehingga kereta dapat berpindah atau langsir dari satu jalur ke jalur lainnya.

◦ Persimpangan “jalur salah” (Gambar 8), sebagai penjelasan adalah sebagai berikut:

▪ Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa rangkaian Jakarta-Bogor memiliki sistem rel ganda, dimana setiap arah dilayani oleh jalur yang tersendiri.

▪ Namun karena sebab-sebab tertentu, dua jalur ini harus dipersimpangkan, sehingga kereta dapat “melompat” atau “menyeberang” ke jalur yang berlawanan arah.

▪ Salah satu sebabnya adalah kebutuhan untuk menanggulangi rel yang putus atau mengalami kerusakan atau ada kereta yang mogok di dalam ruas rel tersebut. Sehingga perjalanan ke semua arah dalam sistem rel ganda dapat tetap berjalan atau dilayani, meskipun ada satu rel yang

(29)

terputus perjalanannya.

▪ Contoh adanya persimpangan jalur salah ini adalah di Stasiun Cilebut dan Stasiun Citayam.

• Jenis kereta, performa kereta, sistem kereta, tahun kereta, dan negara pembuat kereta diasumsikan memiliki spesifikasi teknis sama, meskipun pada kenyataannya ada perbedaan-perbedaan. Indonesia menggunakan rel sistem Belanda dan sebagian Inggris, sementara seluruh KRL dan jaringan listriknya berasal dari sistem Jepang, yang memiliki sistem berbeda. Kereta listrik buatan Belgia dengan kereta listrik buatan Jepang memiliki kemampuan yang berbeda, dimana kereta Jepang umumnya dapat berlari kencang dan memiliki berat kosong yang ringan. Spesifikasi gauge atau rentang antara roda rel kiri dan kanan kereta dari kedua negara tersebut juga berbeda. Hal-hal tersebut disederhanakan, dan spesifikasi teknis keretanya akan mengambil kereta listrik buatan Jepang, karena pada kenyataannya saat ini kereta listrik buatan Jepang yang masih layak digunakan dan memiliki performa yang baik untuk operasional KRL.

Sumber: Flickr

http://www.geograph.org.uk/photo/1017140 (Diakses: 23 Oktober 2009)

Gambar 8: Persimpangan "Jalur Salah" (Rel Ganda Sebelah Kanan) di Whitacre Junction,

(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian tentang optimasi penjadwalan kereta api terus berkembang, sebagaimana terus berkembangnya penelitian di bidang optimasi atau riset operasi atau operational

research. Penelitian dalam bidang optimasi biasanya tidak pernah berhenti, karena sifat

dari optimasi itu sendiri yang umumnya dinamis dan multidisiplin.

Dalam bagian ini akan dipaparkan beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dan dominan digunakan dalam penelitian ini. Beberapa dari perhitungan optimasi yang terdapat dalam penelitian-penelitian terdahulu ini akan ada yang digunakan, dan dituliskan rumusnya. Selebihnya adalah pemaparan konsep dari penelitian-penelitian sebelumnya, yang bermanfaat dalam penelitian dalam tesis ini.

Hasil-hasil penelitian ini penulis rangkum dengan urutan tertentu, agar memiliki kesamaan alur dengan analisa permasalahannya. Penulis memulai dengan optimasi penjadwalan kereta, yang menjadi pusat masalahnya. Kemudian penulis mulai mendekati masalah penjadwalan dengan beberapa bentuk model umum yang diterapkan dalam mencari optimasi penjadwalan kereta, dimana yang penulis rangkum adalah tentang model perencanaan transportasinya. Selanjutnya penulis memaparkan tentang metode optimasi yang lazim digunakan dalam perkeretaapian, yaitu metode job shop.

1. Optimasi Penjadwalan Kereta

Bussieck, Winter, dan Zimmermann (Bussieck et al., 1997) dalam artikelnya mengungkapkan bahwa optimasi penjadwalan kereta sudah ada mulai sejak dibuatnya lokomotif bermesin uap, kurang dari 20 tahun setelah ditemukannya mesin uap pada tahun 1785. Semenjak lokomotif ditemukan dan digunakan, maka penggunaan kereta api terus meningkat. Awalnya kereta api ini hanya digunakan untuk mengangkut barang-barang berat. Namun pada tahun 1830, sebagian besar jaringan rel kereta di Eropa telah

(31)

digunakan untuk mengangkut penumpang.

Dengan digunakannya kereta api sebagai penumpang, maka penggunaan kereta api semakin tinggi dan semakin diharapkan. Bahkan penggunaan kereta api sebagai sarana angkutan barang semakin berkurang, dimana penggunaan kereta api sebagai angkutan penumpang jauh semakin tinggi. Terlebih lagi dengan digunakannya kereta dengan energi listrik, dan digunakannya kereta-kereta listrik supercepat untuk menghubungkan antar kota yang berjauhan.

Semakin tingginya intensitas penggunaan kereta sebagai moda transportasi penumpang, maka optimasi dalam penjadwalan kereta dibutuhkan untuk dapat melayani penumpang dengan optimum, dengan keterbatasan sarana yang ada. Sarana sesungguhnya terus meningkat, namun peningkatan penumpang yang jauh lebih tinggi membuat sarana kereta akan semakin terbatas, sehingga optimasi semakin diperlukan.

Optimasi penjadwalan kereta sebenarnya merupakan satu bagian dari masalah perencanaan lalu lintas kereta. Bussieck mengungkapkan bahwa masalah perencanaan lalu lintas kereta terdiri atas 3 (tiga) hal utama, yaitu: perencanaan jaringan (network

planning), perencanaan rute (line planning), dan perencanaan jadwal (schedule generation). Khusus untuk masalah penjadwalan, Bussieck dan rekan-rekannya dalam

artikel mereka menetapkan bahwa tujuan dari optimasi penjadwalan kereta adalah ketepatan waktu dari keberangkatan dan kedatangan kereta.

Bussieck juga membahas tentang masalah passenger demand atau permintaan keberangkatan penumpang. Hanya saja, Bussieck memisahkan antara menentukan permintaan keberangkatan penumpang dengan optimasi penjadwalan, dan merupakan dua proses optimasi yang berbeda.

Untuk optimasi penjadwalan, Bussieck membagi hal ini menjadi 3 (tiga) tahapan dasar, yaitu:

1. Strategic planning atau perencanaan strategis, yaitu perencanaan jadwal berdasarkan kondisi umum dan rutin yang terjadi secara berulang.

2. Tactical planning atau perencanaan taktis, yaitu perencanaan jadwal secara taktis ketika terjadi deviasi atau perubahan dari jadwal strategis yang telah ditetapkan.

(32)

3. Real time planning atau perencanaan waktunyata, yaitu kondisi-kondisi ketika terjadi sesuatu yang di luar rencana, sehingga dibutuhkan perencanaan jadwal baru yang mendadak, dan hanya berlaku untuk saat itu saja.

2. Model Transportasi

Dalam buku “Handbook of Transportation Engineering“ (Tarko, 2004) Andrew P. Tarko dalam tulisannya mengungkapkan bahwa desain dan pemodelan transportasi dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Demand model atau model permintaan, dimana pemodelan dilakukan atas faktor permintaan dan ekonomi.

2. Network model atau model jaringan, dimana pemodelan dilakukan dengan mengutamakan ketersiadaan infrastruktur dan fasilitas transportasi serta interaksinya.

3. Traffic model atau model lalu lintas, yang mirip dengan network model, tetapi dengan penekanan atas kondisi lalu lintas yang ada.

4. Performance model atau model kinerja, yang mengutamakan kinerja dari beberapa aspek dari transportasi, misalnya: tingkat polusi suara, polusi udara, dan sebagainya.

3. Metode Job Shop

Penjadwalan kereta api jalur tunggal, menurut Oliveira dalam makalah tesisnya (Oliveira & Smith, 2000), dapat dimodelkan dan diselesaikan dengan model job shop. Berbagai kondisi dalam kereta api dapat dijabarkan dengan baik dengan model ini, antara lain adalah: perjalanan kereta, pemberhentian kereta, dan segmen rel (track

segment) kereta (atau dalam terminologi perkeretaapian indonesia disebut dengan

“petak”).

Sebuah perjalanan kereta didefinisikan dengan Ji, yaitu Ji = {ti1, ti2, ... tik} dimana k

adalah jumlah tugas (task) yang harus dijalankan, atau sejumlah petak yang harus dilalui. Setiap tugas t memiliki rencana keberangkatan (departure) atau pelepasan

(33)

dtij dan waktu pengerjaan tugas yang tetap ptij , sehingga adakan diperoleh dti j1=dtijptij untuk setiap j. Setiap perjalanan kereta Ji dimasukkan ke dalam set

atau himpunan total perjalanan kereta J. Visualisasi rumusan-rumusan ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Dalam konteks jalur tunggal dari penelitian Oliveira, untuk mengatasi adanya kedatangan dan keberangkatan yang tiba pada waktu yang bersinggungan (artinya ada petak yang dipakai secara bersamaan), maka perlu adanya pelambatan atau pendundaan (delay) untuk menghindari hal tesebut (Gambar 10). Sehingga jika awalnya jadwal keberangkatan adalah dtij , maka jadwal keberangkatan yang ditundakan adalah

dtij , dengan selisihnya waktu adalah dtij= dtijdtij .

Dimisalkan R adalah set atau himpunan dari sumberdaya (resources), dimana R =

{r1, r2, ... rk} diasumsikan sudah terurut dan setiap sumberdaya digunakan untuk tugas

yang tertentu. R di sini adalah petak kereta digunakan untuk perjalanan kereta, dimana disyaratkan bahwa petak yang digunakan untuk perjalanan harus memiliki kapasitas (atau jumlah) sebesar 1 (satu) kereta, sementara petak yang digunakan untuk mendahului (passing point) memiliki kapasitas yang lebih besar dari 1 (satu) kereta. Setiap r dipergunakan tepat untuk t yang sama.

Tujuan dari penelitian Oliveira dan Barbara ini adalah pemenuhan semua batasan (Oliveira & Smith, 2000)

(34)

yang ada, dan meminimasi total penundaan yang terjadi, yang dirumuskan sebagai D=

1 m

1 n

dmn , dimana m adalah jumlah perjalanan kereta dan n adalah jumlah tugas dalam tiap perjalanan tersebut.

B. Teori Yang Mendukung

Berikut ini dipaparkan teori-teori yang berkenaan dengan tema penelitian dalam tesis ini. Penulis memaparkan dasar-dasar teori yang memiliki relevansi cukup dalam pemodelan penjadwalan kereta otomatis. Penulis memaparkannya dalam urutan, sehingga konteksnya dengan penelitian ini tetap fokus.

Secara khusus, penelitian ini terfokus dengan Constraint Logic Programming (CLP), sebagai alat bantu pemodelan. Namun karena CLP ini memiliki beberapa aspek yang berbeda, maka penulis membaginya ke dalam tiga bagian. Ketiga bagian itu adalah pertama Sistem Pakar itu sendiri sebagai pendahuluan, lalu Constraint Programming (CP), Logic Programming (LP), dan terakhir adalah CLP yang merupakan gabungan antara CP dan LP. Kemudian penulis mengakhiri dengan teori tentang Pemodelan Simulasi, dan sedikit informasi tentang perkeretaapian di Indonesia yang memiliki kaitan erat dengan tesis ini.

(Oliveira & Smith, 2000)

(35)

1. Sistem Pakar

Tema penelitian ini berkaitan dengan masalah Kecerdasan Buatan atau Artificial

Intelligence, sehingga perlu diberikan pengantar tentang Kecerdasan buatan. Sumber

yang dipakai untuk masalah ini adalah buku rujukan utama dalam perkuliahan, yaitu “Artificial Intelligence: A Modern Approach” (Russel & Norvig, 1995).

Kecerdasan Buatan memiliki dua dimensi yang saling berkombinasi, yaitu pertimbangan (rasionality) dan perilaku (behaviour). Dua sisi ekstrem untuk pertimbangan adalah: pertimbangan yang rasional dan pertimbangan yang seperti manusia (yang melingkupi banyak hal dan tidak hanya masalah rasional). Dua sisi ekstrem untuk perilaku adalah: berpikir (think) dan bertindak (act).

Dua dimensi dengan masing-masing nilai ekstremnya ini dikombinasikan menjadi empat definisi dasar dari Kecerdasan Buatan (Gambar 11), yaitu:

1. Berpikir seperti manusia. 2. Bertindak seperti manusia.

3. Berpikir rasional. 4. Bertindak rasional.

Hal selanjutnya yang perlu dipaparkan adalah tentang konsep agen (agent), yaitu sesuatu yang memiliki kemampuan untuk mengindera (perceiving) melalui sensor-sendornya untuk memahami lingkungan (environment) di sekitarnya, dan mampu untuk bertindak (acting) di lingkungan itu dengan bantuan alat (effector atau actuator).

Agen rasional (rational agent) adalah agen yang memiliki kemampuan untuk memaksimalkan nilai yang diharapkan (expected value), berdasarkan penginderaan atas lingkungan di sekitarnya. Agen rasional ini bekerja secara mandiri atau autonomous, dan memiliki sifat eksplorasi dan belajar.

Untuk merancang sebuah agen rasional, maka dia harus memiliki lingkungan kerja yang disingkat dengan PEAS. PEAS adalah:

(Russel & Norvig, 1995)

(36)

Performance measure atau ukuran-ukuran yang digunakan dalam menganalisa.

Environment atau lingkungan tempatnya melakukan eksplorasi.

Actuator atau alat bantu untuk bertindak.

Sensor atau pengindera.

Lingkungan adalah hal yang utama dipertimbangkan dalam merancang agen, karena agen menganalisa lingkungan yang ada di sekitarnya, dan bertindak di dalam lingkungan itu juga. Untuk itu perlu beberapa dimensi lingkungan yang harus diketahui, yang digunakan untuk menganalisa sifat-sifat dari lingkungan. Dimensi lingkungan tersebut adalah:

1. Observable atau dapat diamati.

2. Deterministic atau keadaan selanjutnya dapat diketahui berdasarkan keadaan saat ini.

3. Episodic atau berjangka waktu tertentu, dimana setiap episode memiliki independensi dan tidak memiliki ketergantungan.

4. Static atau lingkungannya tidak berubah dengan berjalannya waktu. Lawan dari

static adalah dynamic.

5. Discrete atau dapat dipilah-pilah dengan jelas dan terdefinisi keadaannya. Lawan dari discrete adalah continous.

Kondisi lingkungan yang paling ideal untuk merancang agen adalah semua dimensi (Russel & Norvig, 1995)

(37)

yang disebutkan diatas, yaitu: observable, deterministic, episodic, static, dan discrete. Kondisi tersulit untuk merancang agen adalah lawan dari kondisi ideal, yaitu:

unobeservable, non-deterministic, non-episodic, dynamic, dan continous.

Agen terbagi menjadi empat jenis dasar, diurutkan berdasarkan keumumannya: 1. Simple reflex agent yaitu agen yang bertindak langsung berdasarkan lingkungan

yang diinderanya.

2. Reflex agent with state yaitu agen yang bertindak berdasarkan lingkungan yang diinderanya, dan dengan pengetahuan internal tentang kondisi lingkungannya. 3. Goal-based agent yaitu tingkatan lanjutan dari reflex agent with state, karena

agen ini juga bertindak dengan tujuan tertentu (tidak hanya digerakkan karena lingkungan yang diinderanya dan pengetahuan internal tentang kondisi lingkungannya).

4. Utility-based agent yaitu goal-based agent yang bisa memberikan derajat atas tujuannya, dan menentukan keputusan atas beberapa pilihan yang ada.

2. Constraint Satisfaction Problem (CSP)

Constraint Satisfaction Problem (CSP) atau Masalah Pemenuhan Batasan

(selanjutnya akan disebut dengan CSP) adalah sebuah persamaan atau formulasi matematis atas suatu sistem. Bedanya dengan formulasi matematis pada umumnya yang menjabarkan suatu sistem dengan membuat rumus eksak dari sistem tersebut, maka CSP tidak demikian. CSP cukup mendefisinikan formulasi matematis suatu sistem, dengan menjabarkan batasan-batasannya saja.

Keuntungan utama dengan adanya formulasi matematis dengan menggunakan CSP, maka sistem tidak perlu didekati dan dimodelkan dengan eksak. Sehingga sistem bisa dijabarkan dengan sederhana, tanpa perlu dicari dengan pasti “bagaimana” dan “cara”, sebagaimana pemodelan pada umumnya (Muhyi, 2008).

CSP (Russel & Norvig, 1995) didefinisikan sebagai satu set peubah X1, X2, ..., Xn

(38)

kemungkinan nilai-nilai dari domain Di yang tidak kosong (nonempty). Setiap batasan

Ci merupakan subset dari beberapa peubah dan memungkinan untuk memiliki

kombinasi nilai dari peubah-peubah tersebut.

Keadaan (state) dari persamaan ini didefinisikan dengan pemberian nilai (assignment) ke semua atau sebagian dari varibel-varibel tersebut. Sebuah pemberian nilai bila tidak menyelisihi semua batasan yang ada, dikatakan sebagai konsiten (consistent) atau pemberian nilai yang benar (valid assignment). Apabila semua peubah tersebut telah memiliki valid assignment, maka CSP ini dikatakan memiliki solusi (solution). Terkadang CSP juga memiliki objective function (fungsi tujuan) yang membutuhkan nilai maksimum, nilai minimum, atau nilai tertentu.

3. Constraint Programming

Constraint Programming atau Pemrograman Batasan (selanjutnya disebut dengan

CP) adalah tataran implementatif atau aplikatif untuk penghitungan atau komputasi dari CSP. Bila CSP merupakan suatu konsep pemodelan sistem, maka CP merupakan mesin pencari solusi dari persamaan CSP yang ada.

Secara definisi, CP merupakan ilmu yang mempelajari tentang komputasi matematis untuk CSP (Barták, 1999). CP menerapkan beberapa teknik dalam pencarian (searching) solusi dari formula CSP, di antaranya yang digunakan adalah:

1. Systematic search. 2. Consistency techniques. 3. Constraint propagation.

4. Stochastic and heuristic algorithm.

Karena CP merupakan studi tentang komputasi matematis, maka sudah tentu di dalamnya terdapat derajat ketelitian dan kesalahan. CP bukan merupakan sebuah jawaban yang mutlak dan pasti atas CSP, karena solusi suatu persamaan CSP yang diperoleh dengan menggunakan sebuah metode CP selalu ada tingkat kesalahan yang diabaikan atau dianggap normal.

(39)

4. Logic Programming

Logic Programming atau Pemrograman Logika (selanjutnya disebut sebagai LP)

berbeda dengan paradigma atau pola pikir pemrograman pada umumnya. LP memiliki akar studi dari pembuktian teori (theorm proving), dimana LP mengambil gagasan dari pembuktian kesimpulan atau logika (deduction) (Apt & Wallace, 2007).

LP sangat erat kaitannya dengan implementasi bahasa pemrograman yang digunakan. Ada beberapa bahasa pemrograman yang muncul, seiring dengan perkembangan studi LP itu sendiri. Bahasa yang paling akhir dan paling banyak digunakan untuk LP adalah Prolog, yang mana Prolog ini sendiri memiliki beberapa varian atau beberapa versi. Versi Prolog yang melandasi semua variannya biasanya disebut dengan Prolog murni atau pure Prolog.

Prolog memiliki beberapa istilah atau terminologi (term) khusus dalam mendeskripsikan LP. Istilah-istilah tersebut dibagi menjadi dua kategori: istilah dasar (base term) dan istilah gabungan (compound term). Yang termasuk dalam istilah dasar adalah:

1. Variable adalah susunan teks alfanumerik (huruf dan angka), yang dimulai dengan huruf kapital (up case) atau garis bawah (underscore).

2. Number adalah susunan angka numerik.

3. Atom adalah susunan teks alfanumerik yang dimulai dengan huruf kecil (low

case) atau susunan karakter yang dilingkupi oleh tanda petik tunggal (').

Istilah gabungan adalah suatu istilah yang terdiri dari nama fungsi (functor) dan parameter-parameter argumennya (arguments). Konstanta (constant) di Prolog dapat berupa number atau atom. Selain itu ada satu istilah (term) lagi yang disebut dengan

ground term, yaitu istilah yang tidak terdapat peubah (variable) di dalamnya.

Kemudian ada beberapa konsep dasar dari Prolog, yang menjadikannya sebuah bahasa pemrograman logika yang sempurna. Konsep-konsep tersebut adalah:

1. Atomic goal atau tujuan atomik, yang berbentuk seperti fungsi yang memiliki predikat (predicate) dan sejumlah argumen, yang jumlahnya disebut dengan

(40)

aritas (arity). Sebagai contoh adalah p(a,b), yang predikatnya adalah p dan memiliki nilai aritas 2, dan biasa ditulis dengan p/2.

2. Fact atau fakta, yang merupakan tujuan atomik yang diakhiri dengan titik (.). Sebagai contoh adalah:

p(a,b).

3. Query yang terdiri dari beberapa tujuan atomik, yang diakhiri dengan titik (.). 4. Rule atau aturan, yang terdiri dari kepala (head) yang berupa tujuan atomik,

diikuti dengan tanda “:-” dan diakhiri dengan tubuh (body) yang berupa query. Sebagai contoh adalah sebagai berikut:

p(a,b) :- q(a), r(b).

5. Clause atau klausa yang dapat berupa fakta atau aturan.

6. Procedure atau prosedur adalah sejumlah klausa yang memiliki predikat sama. Setiap prosedur memiliki definisi (definition) dari predikatnya. Contohnya adalah:

p(a,b).

p(b,Y) :- q(Y), r(Y,c).

7. Program atau program Prolog, adalah kumpulan sejumlah prosedur, yang pada akhirnya dapat dikatakan bahwa sebuah program Prolog adalah sekumpulan klausa.

Prolog menggunakan logika implikasi dalam operasinya, dan hal ini yang membedakan Prolog dengan bahasa pemrograman lainnya. Selebihnya dari itu, Prolog juga seperti bahasa pemrograman lainnya, yang dapat melakukan operasi aritmatika, memiliki perulangan, percabangan, dan sebagainya.

Namun Prolog tetap memiliki ciri tersendiri, karena penerapan logika implikasi tersebut. Untuk dapat memahami dengan baik bagaimana Prolog bekerja, dapat membaca buku “Constraint Logic Programming using ECLiPSe” (Apt & Wallace, 2007) atau “Logic Programming with PROLOG” (Bramer, 2005).

(41)

5. Constraint Logic Programming

Constraint Logic Programming (CLP) atau Pemrograman Logika Batasan (yang

selanjutnya akan disebut sebagai CLP), adalah penggabungan antara CP dengan LP. Hal ini digunakan karena ada beberapa kasus persamaan matematika yang dapat didekati dengan CP, namun masih kurang tepat karena beberapa keterbatasan. Dan keterbatasan tersebut dapat dilengkapi dengan LP, sehingga digabungkan antara CP dengan LP.

Sebagai contoh dapat penulis utarakan sedikit hal ini dengan kasus penjadwalan kereta. Secara sederhana dapat dipahami bahwa masalah penjadwalan suatu kereta untuk berangkat dan tiba di suatu tempat, dapat dipenuhi dengan pemodelan CP. Namun jika keretanya berjumlah lebih dari satu, maka akan sulit menerapkan urutan tersebut dalam CP (meskipun tidak mustahil untuk dilakukan). Sementara untuk masalah urutan, dapat dengan sederhana diterapkan dengan pemodelan LP.

CLP lebih merupakan implementasi dari masalah CP dan LP, sehingga bukan merupakan teori yang baru dalam masalah komputasi. CLP pada umumnya melekat dengan suatu aplikasi (software) komputer tertentu. Dalam tesis ini, penulis menggunakan aplikasi ECLiPSe (Apt & Wallace, 2007) yang dapat menerapkan CLP dengan baik.

6. Sistem Perkeretaapian di Indonesia

Sistem perkeretaapian di Indonesia memiliki sejarah yang panjang, mulai dari masa perjuangan kemerdekaan hingga saat tulisan ini dibuat. Pondasi pertama yang resmi dibuat tentang sistem perkeretaapian adalah dikeluarkannya UU (Undang-Undang) No. 13/1992.

Dari UU No. 13/1992 ini kemudian turun beberapa peraturan perundangan penting lain yang berkaitan dengan sistem perkeretaapian di Indonesia, antara lain adalah:

1. PP (Peraturan Pemerintah) No. 69/1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api.

(42)

3. Keputusan Menteri Perhubungan KM No. 22/2003 tentang Pengoperasian Kereta Api.

Selanjutnya, UU No. 13/1992 digantikan dengan UU No. 23/2007, yang pada dasarnya mengganti beberapa pasal pada UU sebelumnya tentang monopoli kereta api yang dihapuskan, dan beberapa perbaikan definisi tentang kereta api.

Meskipun UU No. 13/1992 ini sudah dihapuskan, namun peraturan dan perundangan di bawahnya (PP dan KM), masih berlaku dan belum ada penggantinya. Bahkan beberapa kebijakan baru dibuat dengan menggunakan PP dan KM lama itu, antara lain adalah:

1. Instruksi Menteri Perhubungan IM No. 2/2007 tentang Peningkatan Pengoperasian Kereta Api.

2. Peraturan Menteri Perhubungan KM No. 7/2009 tentang Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api Kelas Ekonomi.

3. Peraturan Menteri Perhubungan tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Angkutan Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi, yang selalu dibuat untuk tiap tahun anggaran (yang sudah dibuat adalah KM No. 26/2008 untuk Tahun Anggaran 2008 dan KM No. 41/2009 untuk tahun Anggaran 2009).

Semua peraturan dan perundangan inilah yang mendasari sistem perkeretaapian di Indonesia. Dari semua peraturan dan perundangan yang ada ini, ada beberapa yang pokok yang berkaitan dengan tesis ini, yaitu:

1. UU No. 23/2007. 2. PP No. 69/1998. 3. PP No. 81/1998.

4. Keputusan Menteri Perhubungan KM No. 22/2003.

Beberapa kesimpulan dari keempat peraturan dan perundangan yang berkaitan dengan penelitian dalam tesis ini adalah:

(43)

• Pemenuhan persyaratan dan spesifikasi teknis perkeretaapian (PP No. 69/1998). • Kewajiban untuk mengangkut seluruh penumpang (PP No. 81/1998 pasal 12). • Persyaratan kecepatan maksimum 30 km/jam saat memasuki stasiun (dan

beberapa kasus dengan kecepatan maksimum 40 km/jam atau 60 km/jam) dan memulai perjalanan (Keputusan Menteri Perhubungan KM No. 22/2003).

C. Kerangka Pemikiran

Sesuai dengan batasan ruang lingkup penelitian, maka tesis ini hanya membahas masalah schedule generation atau perencanaan jadwal dari kereta, atau satu dari tiga hal yang diteliti oleh Bussieck dan kawan-kawan. Penelitian tesis ini juga memiliki tujuan yang sama dengan Bussieck, namun juga dengan tujuan tambahan bahwa penjadwalan kereta ini juga harus dapat melayani penumpang dengan maksimum, dan menyelesaikannya bersamaan, sebagaimana dimaklumatkan dalam peraturan dan perundangan di Indonesia.

Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemodelan penjadwalan otomatis ini lebih menekankan kepada strategic planning, atau tahapan pertama dari masalah penjadwalan kereta (Bussieck et al., 1997). Sementara untuk model transportasi yang diterapkan dalam pemodelan tesis ini adalah demand model dan traffic model (Tarko, 2004), dimana tujuannya adalah terbuatnya sebuah jadwal lalu-lintas perjalanan kereta (traffic) yang dapat melayani seluruh penumpang (demand) secara maksimum serta sesuai dengan kapasitas perjalanan kereta yang ada dengan semaksimal mungkin.

D. Rumusan Model Job Shop

Pemodelan penjadwalan kereta dengan metode Job Shop sudah dapat dijabarkan dengan baik oleh Oliveira (Oliveira & Smith, 2000). Namun Oliveira dalam desertasi doktoralnya itu belum memasukkan parameter ketersediaan (supply) kapasitas penumpang kereta dan kebutuhan permintaan (demand) penumpang, juga belum memasukkan faktor jalur ganda.

(44)

pemodelan Oliveira tersebut perlu diperbaiki dengan menambahkan parameter ketersediaan dan kebutuhan kapasitas penumpang dari perjalanan KRL. Dengan memperbaiki model Oliveira tersebut, maka pemodelan penjadwalan KRL di Jakarta-Bogor dapat dibuat dan sesuai atau mendekati kondisi nyata.

Selain perbaikan pemodelan, maka model yang baru ini juga bisa diuji dengan menggunakan simulasi komputer, untuk melihat kinerjanya. Pengujian model akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan stokastik atau statistik, yang juga akan memasukkan faktor force majeur atau kondisi-kondisi tidak lazim, seperti kereta tiba-tiba mogok, jalur putus, dan sebagainya.

Dengan adanya model untuk penjadwalan ini (dan sudah teruji secara simulasi), maka hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk penjadwalan otomatis bagi KRL. Meskipun dalam penelitian ini masih dalam tahap model, namun dengan penelitian lebih lanjut (dengan peningkatan paramter-parameter, seperti jalur kereta ditambah, tujuan kereta ditambah, dan sebagainya) dapat dibuat suatu sistem penjadwalan yang terintegrasi untuk seluruh jaringan KRL.

(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Penelitian dan Analisis

1. Bentuk Penelitian

Dalam menulis tesis ini, penulis melakukan dua bentuk penelitian yang ada dan menjadi alat penelitian penulis, yaitu penelitian kepustakaan (normatif) dan penelitian lapangan (empiris). Penelitian kepustakaan penulis lakukan karena penelitian ini menggunakan beberapa penelitian sebelumnya tentang penjadwalan kereta api, yang merupakan sumber data sekunder (kajian kepustakaan). Kemudian penulis juga melakukan penelitian lapangan berupa observasi dan pengalaman sehari-hari, sebagai pengguna komuter KRL PT. KAI dari Bogor ke Jakarta dan sebaliknya.

2. Tipe Penelitian

Dari beberapa tipe penelitian yang ada: Survei, Eksploratif, Deskriptif, Evaluasi, Eksplanasi, Prediksi, Eksperimental; maka tesis penulis masukkan ke dalam tipe penelitian eksploratif dan eksperimental. Penulis masukkan ke dalam eksploratif, karena sifat penelitian tesis ini yang memiliki bidang ilmu yang masih berkembang dan belum banyak dibahas dan belum memiliki kesimpulan baku. Masalah teknik transportasi dan teknik optimasi, sebagaimana yang telah penulis paparkan, adalah dua hal yang masih terus berkembang dan sampai saat ini belum mencapai kesimpulan tertentu yang baku, dan masih terus dilakukan penelitian.

Kemudian tesis ini penulis kategorikan ke dalam tipe eksperimental, karena memang penulis dalam melakukan ini melakukan berbagai analisis dan percobaan model dan komputasinya, dalam menemukan model penjadwalan KRL otomatis. Penulis melakukan berbagai analisis untuk menentukan berbagai variabel yang terlibat dan bagaimana interaksinya ke dalam model yang dibuat. Analisis ini penulis lakukan baik

(46)

berupa desain model penjadwalan hingga komputasinya dan hasil yang didapat dari komputasi tersebut.

3. Metode Analisis Data

Penelitian dalam tesis ini menggunakan kedua model analisis data yang ada atau campuran dari keduanya: kuantitatif dan kualitatif. Penulis masukkan ke dalam kuantitatif, karena penelitian ini menggunakan model-model matematis yang ada dan mengembangkannya menjadi model baru.

Kemudian penulis memasukkan juga analisis kualitatif, karena memang ada unsur subjektif di dalamnya, dimana penulis mengungkapkan bahwa dengan penggunaan model baru atau penerapan komputasi tertentu pada penjadwalan KRL, dapat menyelesaikan masalah-masalah yang sering timbul di PT. KAI. Lalu penulis membuktikan argumen subjektif ini dengan menggunakan model-model matematis.

B. Model Sistem

Sebagaimana penulis telah paparkan dalam bab-bab sebelumnya, bahwa sistem KRL yang akan digunakan merupakan penyederhanaan atas sistem KRL sesungguhnya. Beberapa asumsi juga telah dipaparkan secara deskriptif dalam bab-bab sebelumnya Dalam bagian ini, penulis akan memaparkan secara rinci model sistem yang digunakan dalam penelitian ini, beserta model CSP yang bisa dicari solusinya.

Sebagaimana pemaparan Oliveira (Oliveira & Smith, 2000), maka dalam penelitian ini penulis juga akan melakukan penelitian penjadwalan kereta otomatis dalam satu arah, tidak bolak-balik. Dengan melakukan pemodelan dan perhitungan penjadwalan yang terpisah untuk setiap arah, keseluruhan penjadwalan dapat terselesaikan dengan sempurna, dengan pemodelan yang lebih sederhana.

1. Waktu

Seluruh waktu yang digunakan dalam pemodelan dan perhitungan adalah menit. Sehingga seluruh parameter yang memiliki dimensi waktu dalam perhitungan harus

(47)

dikonversi ke dalam satuan menit (bila dimensi waktunya belum dalam satuan menit), seperti kecepatan kereta (dimensi waktu dalam satuan jam).

Besaran waktu juga dibutuhkan dalam penentuan jadwal keberangkatan kereta, sebagai satuan terkecil dalam penjadwalan. Karena perhitungan penjadwalan dilakukan untuk durasi satu hari penuh (24 jam), maka jumlah menit yang dibutuhkan untuk penjadwalan adalah 1.440 menit (24 jam dikali 60 menit untuk tiap jam). Parameter waktu ini diberi nama minute.

2. Jalur Kereta

Struktur jalur kereta yang digunakan dalam penelitian mengikuti pemodelan yang digunakan Oliveira. Struktur tersebut penulis berikan kembali dalam Gambar 13, dimana terlihat dalam struktur tersebut terdapat beberapa elemen: sinyal, stasiun, dan petak (ruas antara dua sinyal). Elemen stasiun pada dasarnya berupa sinyal juga, namun memiliki sifat khusus, dimana pada stasiun kereta wajib berhenti untuk mengangkut penumpang.

Dalam penelitian ini, sinyal tidak dimasukkan dalam pemodelan, untuk penyederhanaan analisa dan model sistem yang diteliti. Sinyal secara sederhana bisa dipenuhi dengan adanya jarak antar kereta (head away) dengan kereta di depannya.

(Oliveira & Smith, 2000) Gambar 13: Model Jalur Kereta

(48)

Stasiun harus dimasukkan dalam pemodelan secara tersendiri (dan secara terurut), untuk memodelkan penumpang dalam setiap stasiun.

Hal terakhir yang perlu dimodelkan dari jalur kereta adalah panjang setiap ruas yang ada, dimana setiap ruas memiliki panjang yang berbeda-beda. Data panjang ruas diberikan dalam satuan meter. Berikut ini adalah rumusan dari pemodelan jalur kereta.

station list=

{

station3 index , station7 index ... , stationN index

}

track length1,2=...

track length2,3=...

track length3,4=...

track lengthN−1, N=...

Dari rumusan di atas terlihat bahwa stasiun dimodelkan dalam bentuk nomor indeks dari daftar stasiun (station_list). Panjang tiap ruas atau jarak antar stasiun dimodelkan dengan track_lengthx,y, dimana y=x+1. Panjang ruas kereta tidak dimasukkan ke dalam

sebuah daftar, sebagaimana sinyal dan stasiun. Hal ini dibuat demikian agar lebih mudah dalam melakukan proses perhitungan optimasi penjadwalan. Seluruh panjang ruas harus di data untuk memungkinkan dilakukannya perhitungan. Bila jumlah stasiun yang ada pada jalur adalah N, maka jumlah ruas yang harus didata panjangnya adalah

N-1.

3. Kereta

Beberapa parameter dasar dan statis yang harus dimodelkan dari kereta untuk perhitungan adalah:

kapasitas kereta (capacity) dalam satuan unit penumpang,

kecepatan kereta (speed) dalam satuan kilometer per jam (km/jam), dimana untuk penyederhanaan model, di sini hanya dimodelkan kecepatan rata-rata dan tidak memasukkan faktor percepatan dan perlambatan kereta,

waktu bongkar-muat (load time) dalam satuan menit,

jarak minimum antar kereta (minimum distance) dalam satuan kilometer, sebagai batas aman agar kereta tidak terjadi tabrak-belakang,

Gambar

Gambar 2. Grafik Statistik Penumpang  Kereta Hinga Maret 2009
Gambar 3: KRL Kelas Ekonomi di Pagi Hari
Gambar 4: Peta Rute Busway dan KRL
Gambar 5: Persimpangan Rel Tunggal (Kiri) dengan Rel  Ganda (Kanan) di Ashfield Junction, Inggris
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tingkat keluarga atau rumahtangga analisis gender dilakukan untuk mempelajari pembagian kerja dan curahan waktu antara wanita dan pria dalam beragam peranan baik

Hasil belajar merupakan suatu akibat dari proses belajar yang dialami oleh siswa setelah dilakukan penilaian.Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar baik yang datangnya

Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah karakteristik pasien (usia, jenis pekerjaan, lama menjalani terapi), penyakit penyerta, sosial ekonomi,

[r]

Formula Tablet Salut Film Ekstrak Daun Pepaya ( Carica papaya L.) menggunakan Kollicoat Protect sebagai Penyalut.. Denanda Rosita Rizky

Hanya 1 contoh landscape Tidak mempu memberikan contoh Kebenaran Contoh Landscape Diungkapkan dengan benar, sesuai dengan teori dan dilengkapi dengan foto atau

Proses yang sangat penting dalam pelaksanaan logistik adalah perpindahan yang perlu dilakukan di titik-titik simpul, baik antar moda transportasi, maupun dengan moda sejenis yang

Obat Kutil Kelamin Yang Ada Di Apotik ~ Obat kutil kelamin dari denature indonesia merupakan obat herbal alami yang terbukti ampuh dan sangat aman dalam merontokan