• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Martagon L. distichum, hansonii, martagon, medeoloides, tsingtauense 2. American/ Pseudolirium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Martagon L. distichum, hansonii, martagon, medeoloides, tsingtauense 2. American/ Pseudolirium"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Lili

Lili (Lilium L) termasuk dalam kelompok tanaman monokotil, divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Liliales, famili Liliaceae, dan genus Lilium. Genus lili terdiri atas 100 spesies. Spesies asli berasal dari Amerika utara, Eropa, dan Asia (Jepang, Korea dan Cina) (Timmermann 2004). Genus lili diklasifikasikan dalam 7 kelompok/seksi (Tabel 2.1) antara lain kelompok Martagon, Sinomartagon, Archelirion, Leucolirion, Pseudolirion, Lilium dan Oxypetalum (Nadeem Khan 2009, Wang et al. 2009). Lili dalam kelompok tersebut mudah disilangkan dan menghasilkan individu fertil, kecuali tiga kelompok yaitu Sinomartagon, Archelirion dan Leucolirion. Namun, Sinomartagon, Archelirion dan Leucolirion merupakan kelompok penting untuk dibudidayakan karena menghasilkan hibrid unggulan dan paling diminati yaitu hibrid Longiflorum, Asiatik dan Oriental. Hibrid Longiflorum merupakan hasil intra dan interspesifik persilangan dalam seksi Leucolirion, berbentuk terompet, berbunga putih, aroma bunga jelas dan mampu berbunga sepanjang tahun.

Tabel 2.1 Klasifikasi spesies lili

Seksi Spesies

1. Martagon L. distichum, hansonii, martagon, medeoloides, tsingtauense 2. American/

Pseudolirium

a) L. bolander, columbianum, kelloggii, humboldtii, rubescens, washingtonianum

b) L. maritimum, nevadense, occidentale, pardalinum, parryi, parvum, roezlii

c) L. canadense, grayi, iridollae, michauxii, michiganense, superbum

d) L. catesbaei, philadelphicum

3. Candidum L.bulbiferum ,candidum, carniolicum, chalcedonicum, monadelphum, polyphyllum, pomponium, pyrenaicum

4. Oriental/ Archelirion

L.auratum, brownii, japonicum, nobilissimum, rubellum, speciosum

5. Asiatik / Sinomartagon

a) L. davidii, duchartrei, henryi, lancifolium, lankongense, leichtlinii, papilliferum

b) L. amabile, callosum, cernuum, concolor, pumilum c) L. bakerianum, mackliniae, nepalense, ochraceum, sempervivoideum, taliense, wardii

6. Trumpet/ Leucolirion

L. leucanthum, regale, sargentiae, sulphureum 7. Dauricum/

Sinomartagon

L. dauricum, maculatum Sumber : Pekkapelkonen, 2005.

Hibrid Asiatik merupakan hasil persilangan 12 spesies Sinomartagon, memiliki warna bunga yang bervariasi luas yaitu orange, putih, kuning, merah muda, merah dan ungu. Mudah berbunga dan beberapa spesies tahan Fusarium. Hibrid Oriental merupakan hasil persilangan 5 spesies Archelirion, berbunga

(2)

lambat, bunga berukuran besar dan harum serta tahan Botrytis elliptica (Nadeem Khan 2009). Lili Asiatik dan Oriental, memerlukan cahaya matahari sekitar lima sampai enam jam, namun lili Oriental lebih memerlukan lingkungan teduh.

Organ utama tanaman lili terdiri atas akar, umbi, daun dan bunga (Gambar 2.1) dengan ukuran serta bentuk organ bervariasi. Umbi lili memiliki tipe pertumbuhan simpodial.

Gambar 2.1 Struktur bunga lili dan reproduksinya.

(a) Bagian irisan melintang dan longitudinal polong buah yang mengandung biji. (b) Bagian bunga dan tangkai bunga lili, tunas adventif dan axilair/bulbil (tanda panah), (c). Perkecambahan biji epigeal, (d) Perkecambahan umbi hipogeal lili.

Sumber: Pekkapelkonen (2005).

Spesies lili berdasarkan tipe perkecambahannya dikelompokkan menjadi dua yaitu epigeal dan hipogeal. Biji epigeal berkecambah segera setelah di sebar tanpa melalui dormansi. Biji hipogeal, perkecambahannya dikendalikan oleh dormansi, yang hanya dapat dipatahkan dengan perlakuan dingin. Dormansi sering di induksi ulang setelah bulblet utama terbentuk dan periode dingin yang lain diperlukan untuk perkembangan tanaman selanjutnya (Pekkapelkonen 2005). Nilai Ekonomi Lili

Lili memiliki arti penting secara ekonomi, tanaman ini dibudidayakan untuk produksi umbi, bunga potong, tanaman taman dan saat ini dikembangkan dalam industri farmasi dan kosmetik. Dibeberapa negara seperti Belanda, Jepang dan Amerika Serikat, lili menjadi komoditas ekspor yang dapat menyumbang devisa negara. Ketiga negara tersebut menjadi negara produsen umbi lili dunia. Di Belanda, lili menjadi komoditas utama kedua setelah tulip. Negara- negara yang menjadi pengimpor umbi lili antara lain Italia, Perancis dan Inggris, sedangkan negara pengimpor dalam bentuk bunga yaitu Jerman dan Perancis. Indonesia juga menjadi negara pengimpor umbi lili, utamanya dari Jepang dan Belanda.

(3)

Dalam industri farmasi, saponin yang terkandung dalam umbi lili memiliki potensi untuk dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai obat kanker. Di Cina dan beberapa negara Eropa telah memanfaatkan umbi lili sebagai obat. Beberapa jenis lili yang dimanfaatkan dalam industri farmasi antara lain Lilium speciosum var. gloriosoides (Chang et al. 2000), Lilium brownii var.viridulum (Hong et al. 2012), Lilium speciosum x L. nobilissimum ‘Star Gazer” (Nakamura et al. 1994), Lilium longiflorum (Mimaki et al. 1994), candidum (Mimaki et al. 1998), Lilium regale dan L.henryi (Mimaki et al. 1993).

Perbanyakan Lili secara In vitro

Perbanyakan lili umumnya dilakukan secara vegetatif dengan menggunakan umbi. Metode lain yang dilakukan ialah perbanyakan secara in vitro. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan teknik ini antara lain tingkat multiplikasinya lebih banyak, mendapatkan tanaman seragam dan bebas virus (Chang et al. 2000).

Perbanyakan in vitro lili dipengaruhi beberapa faktor diantaranya jenis media, fotoperiode, zat pengatur tumbuh, jenis gula dan jenis eksplan (Rice et al. 2011; Tribulato et al. 1997; Lan et al. 2009; Chang et al. 2000; Tan Nhut et al. 2001). Media yang umum digunakan yaitu media MS yang dikombinasikan dengan beberapa jenis zat pengatur tumbuh. Diantaranya somatik embriogenesis Lilium longiflorum Thunb pada media MS yang mengandung zat pengatur tumbuh dicamba dan picloram (Tribulato et al. 1997) dan lili Drimiopsis kirkii Baker pada media MS yang mengandung kinetin dan 2,4-D (Lan et al. 2009). Perbanyakan lilium speciosum Thunb. var. gloriosoides Baker menggunakan media MS yang dikombinasikan dengan NAA, BA dan 2,4-D (Chang et al. 2000). Modifikasi media ½ MS dengan zat pengatur tumbuh NAA, IBA dan BAP digunakan pada induksi tunas Lilium longiflorum dari jaringan reseptakel (Tan Nhut et al. 2001). Beberapa species lili dengan eksplan biji, sisik umbi, dan daun diregenerasikan pada media MS yang mengandung picloram ( Mori et al. 2005).

Jenis eksplan juga berpengaruh dalam perbanyakan lili secara in vitro. Beberapa jenis eksplan yang digunakan dalam perbanyakan lili diantaranya jaringan reseptakel bunga (Tan Nhut et al. 2001), ovul (Obata et al. 2000), sisik umbi (Han et al. 2004; Chen et al. 2011), anter bunga lili (Tzeng et al. 2009), bulblet (Lian et al. 2003; Tan Nhut et al. 2006), dan umbi (Lian et al. 2002). Perbanyakan melalui somatik embriogenesis juga dilakukan dengan menggunakan eksplan daun (Mori et al. 2005; Lan et al. 2009; Lingfei. 2009).

Perbanyakan lili secara in vitro juga dipengaruhi oleh jenis gula. Kombinasi sukrosa dan manosa memacu pertumbuhan umbi lili (Pekkapelkonen 2005). Sukrosa merupakan gula yang sering digunakan dalam kultur in vitro lili (Tan Nhut et al. 2001; Tribulato et al. 1997; Lan et al. 2009; Chang et al. 2000; Obata et al. 2000). Konsentrasi sukrosa 30 gl-1 diperlukan dalam perbanyakan Lilium longiflorum (Tribulato et al. 1997; Tan Nhut et al. 2001) dan lili Drimiopsis kirkii Baker (Lan et al. 2009). Media yang mengandung sukrosa 50 gl-1 digunakan dalam kultur ovul Lilium nobilissimum dan L.regale (Obata et al. 2000).

Kultur in vitro lili dilakukan dalam kondisi gelap dan ada cahaya, tergantung tujuan kultur. Cahaya berperan penting dalam memacu diferensiasi. Diferensiasi tunas memerlukan cahaya, sedangkan pembentukan akar memerlukan

(4)

kondisi gelap. Kultur in vitro lili pada umumnya memerlukan 16 jam cahaya (Pekkapelkonen 2005).

Pemuliaan Mutasi Lili

Beberapa metode pemuliaan lili yang dilakukan antara lain hibridisasi interspesifik, transformasi genetik melalui particle bombardment, pengembangan metode pemuliaan pada tingkat tetraploid dengan poliploidisasi, hibridisasi somatik serta pemuliaan mutasi. Tujuan pemuliaan lili diantaranya perbaikan sifat/ karakter lili seperti vase life bunga yang lebih lama, bunga dengan kualitas unggul, aroma wangi serta ketahanan terhadap Fusarium oxysporum, pythium dan virus (van Tyul and Holsteijn 1996).

Persilangan interspesifik lili masih memiliki beberapa hambatan diantaranya memerlukan waktu yang cukup lama sekitar 2- 3 tahun dari tebar benih hingga bunga pertama, perbanyakan vegetatif memerlukan waktu sekitar 3-5 tahun. Kelemahan lain ialah adanya hambatan sebelum dan sesudah fertilisasi ( pre and post fertilization barrier). Persilangan antara lili longiflorum x asiatik dan lili oriental x asiatik umumnya steril. Sterilitas ini disebabkan adanya perpasangan kromosom yang tidak teratur selama meiosis (Lim et al. 2000).

Pemuliaan lili untuk sifat ketahanan terhadap penyakit juga masih terbatas. Faktor pembatas tersebut antara lain fase juvenil yang panjang, perbanyakan klonal lambat dan masih kurangnya pengujian screening ketahanan pada fase ini (van Heusden et al. 2002). Pada umumnya screening dilakukan pada fase perkecambahan, namun adanya variasi lingkungan menyebabkan pengujian pada tingkat perkecambahan ini perlu pengujian ulang pada tingkat klonal (Straathof et al. 1994). Hambatan - hambatan dalam pemuliaan lili ini mendorong perlu adanya metode pemuliaan dan seleksi yang tepat untuk menghasilkan lili tahan penyakit dan berkualitas. Salah satu cara yang dapat dilakukan ialah dengan pemuliaan mutasi.

Pemuliaan mutasi dapat dilakukan dengan cara fisik maupun kimia. Induksi keragaman lili dengan mutasi fisik dapat dilakukan dengan iradiasi sinar Gamma, sinar X, Neutron, Proton dan partikel Alfa serta Beta. Induksi mutasi kimia menggunakan mutagen kimia seperti EMS (ethyl methanesulphonate) , dES (diethyl sulphate), EI (ethyleneimine), ENU (ethyl nitroso urethane), ENH (ethyl nitroso urea) dan MNH (methyl nitroso urea) (IAEA 1977).

Iradiasi dan mutagen kimia telah banyak digunakan dalam pemuliaan tanaman, termasuk tanaman hias. Tujuan utama induksi mutasi ini ialah mengubah satu atau beberapa karakter tanaman tanpa mengubah genotipe secara keseluruhan. Melalui perbanyakan klonal, individu mutan dapat membentuk klon komersial. Keberhasilan induksi mutasi dalam kegiatan pemuliaan diantaranya perubahan morfologi dan warna bunga pada Chrysanthemum morifolium (Lamseejan et al. 2000), (Datta et al. 2005, Barakat et al. 2010), tahan cekaman kekeringan pada Vigna radiata L. Wilczek (Dhole dan Reddy 2010), peningkatan hasil dan perbaikan genotipe Dioscorea rotundata (Nwachukwu et al. 2009), peningkatan pertumbuhan dan hasil biji okra (Abelmoschus esculentus L. Monech) (Hegazi and Hamideldin 2010), dan mutan novelty pada petunia (Berenschot et al. 2008). Induksi mutasi juga digunakan untuk mendapatkan tanaman bunga matahari yang tahan terhadap imidazolinone ( Sala et al. 2008), perubahan warna dan ukuran petal pada anyelir (Aisyah et al. 2009), perubahan

(5)

morfologi bunga dan mutasi klorofil pada curcuma alismatifolia ( Abdullah et al. 2009) serta mutasi pada cabe ( Omar et al. 2008).

Iradiasi pada tanaman hias yang diperbanyak secara vegetatif, umumnya menghasilkan kimera. Pada jaringan kimera, sel mutan terdapat diantara sel normal. Selama pembelahan sel, sel mutan berkompetisi dengan sel normal untuk tetap hidup (diplontic selection). Sel mutan yang tetap hidup akan menjadi tanaman mutan dan bila sel mutan tidak mampu bertahan akan menjadi sel normal kembali. Penelitian Datta et al. (2005) berhasil mengembangkan metode isolasi kimera untuk mendapatkan mutan solid pada tanaman krisan. Metode isolasi tersebut menggunakan dua cara yaitu perlakuan mutagen in vivo dan regenerasi tanaman viabel dari bagian yang mengalami mutasi secara in vitro. Fusarium oxysporum

Fusarium oxysporum (Schlecht.) merupakan patogen tanaman yang termasuk dalam kelompok cendawan Deuteromycetes. Berdasarkan specifik inang, species Fusarium oxysporum terdiri atas 120 formae speciales. Pada beberapa formae, untuk inang yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda (Straathof 1994). Patogen ini menyebabkan kerugian dan kehilangan hasil pada tanaman agronomi dan hortikultura diantaranya pisang, barley, tomat, tembakau, gandum, kentang, gladiol (Remotti 1996), crocus, narcisus, freesia, tulip dan lili (Straathof 1994). Pada tanaman berumbi yang termasuk dalam kelompok famili Amarillydaceae, Iridaceae dan Liliaceae, gejala serangan Fusarium berupa busuk pada umbi, akar, corm dan rhizoma. Infeksi patogen ini dapat mempengaruhi produksi umbi lili (Remotti 1996).

Fusarium merupakan patogen utama pada tanaman lili. Cendawan ini menyebabkan klorosis pada daun, nekrotik pada umbi dan akar lili (Prados Ligero et al. 2008), busuk umbi dan akar (Straathof et al. 1994) dan tanaman kerdil serta kematian tanaman lili (van Heusden et al. 2002).

Fusarium termasuk cendawan yang bersifat laten, pada umbi patogen mudah menyebar disekitar pertanaman meskipun telah dilakukan perlindungan dan pengendalian tanaman. Sifat laten ini yang menyebabkan tanaman menjadi sakit, meskipun ditanam pada tanah yang tidak terinfeksi. Penetrasi cendawan ini terbatas pada parenkim umbi seperti basal umbi dan luka pada mata tunas. Gejala ditandai dengan umbi berwarna kecoklatan pada jaringan yang membusuk (Gambar 2A), daun menguning pada tanaman dan umbi yang terinfeksi (Gambar 2B), ukuran tanaman lebih kecil dibandingkan dengan tanaman sehat, daun menggulung pada bagian yang terinfeksi (Remotti 1996).

Gambar 2.2. Penampilan umbi dan tanaman lili yang terinfeksi cendawan Fusarium oxysporum. Umbi lili terinfeksi Fusarium (A), Tanaman lili yang terserang Fusarium (B).

(6)

Penelitian Lim et al. (2003) menyatakan bahwa beberapa tanaman lili memiliki tingkat ketahanan yang berbeda terhadap cendawan Fusarium oxysporum f.sp.lilii. Berdasarkan tingkat ketahanan terhadap Fusarium oxysporum terdapat tiga kelompok utama yaitu sangat tahan, rentan dan sangat rentan (Tabel 2.2).

Tabel 2.2. Tingkat ketahanan species lili terhadap Fol

No. Seksi Spesies Tingkat ketahanan

1 Sinomartagon L. dauricum Sangat tahan

2. Leucolirion L.regale Sangat tahan

3. Archelirion L.speciosum Rentan

4. Martagon L.hansonii Sangat rentan

5. Longiflorum L.longiflorum Rentan

L.henryi Rentan

Sumber : Lim et al. (2003).

Fusaric acid (FA)

Fusaric acid merupakan salah satu senyawa toksin yang dihasilkan cendawan Fusarium oxysporum. Toksin ini dapat menginduksi gejala phytotoksisitas yang bersifat racun pada tanaman lili dan menyebabkan penyakit busuk umbi pada lili. Fusaric acid mampu menghambat aktivitas PPO (plant polyphenol oxidase), enzim yang terlibat dalam pertahanan tanaman. Pada tanaman yang rentan, terjadi akumulasi FA dalam jaringan dengan jumlah FA lebih banyak dibanding pada tanaman tahan. Hal ini disebabkan FA pada tanaman tahan akan didekomposisi oleh jaringan tanaman lebih cepat. Fusaric acid pada dosis rendah menginduksi peningkatan aktivitas PPO pada tanaman rentan, yang merupakan respon pertahanan (Curir et al. 2000).

FA berperan dalam patogenisitas tanaman dengan menurunkan viabilitas sel tanaman. Toksin FA juga berpengaruh terhadap pertumbuhan sel, aktivitas mitokondria, serta permiabilitas membran. FA juga menghasilkan fusarii non patogenik yang berpotensi sebagai agen biokontrol. FA pada konsentrasi non toksik (dibawah 10-6 M) dapat menginduksi respon pertahanan, menginduksi sintesis phytoalexin, serta dapat berperan sebagai elicitor pada konsentrasi nanomolar (Bouizgarne et al. 2006). FA pada konsentrasi tinggi mengurangi pertumbuhan akar dan umbi. Aktivitas FA juga berperan sebagai enzym inhibitor, inhibitor pada sintesis asam nukleat (Bacon et al. 1996).

Saponin

Saponin merupakan salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan beberapa jenis tumbuhan. Tanaman yang termasuk dalam famili Caryophyllaceae diketahui banyak mengandung saponin yang disebut dengan saponaria. Tanaman lain yang memiliki kandungan saponin yaitu bayam, alfalfa, ginseng, kacang- kacangan, bawang merah, bawang putih termasuk juga lili (Fenwick dan Oakenfull 1983).

Saponin bersifat pahit, berbuih, dan bersifat racun. Saponin banyak dimanfaatkan dalam industri pakaian, kosmetik dan obat- obatan. Saponin memiliki fungsi farmakologi yang luas, diantaranya pengatur kekebalan, anti tumor, anti radang, anti virus, anti jamur dan efek hipokolesterol atau mampu

(7)

menurunkan kolesterol darah serta antioksidan. Pada tanaman lili, steroidal saponin merupakan senyawa untuk pertahanan tanaman terhadap cendawan patogen, menghambat pertumbuhan Phytium dan Botrytis cinerea (Munafo dan Gianfagna 2011). Steroidal glycosides Lilium longiflorum berperan dalam proses penyembuhan luka (Esposito et al. 2013) dan glycoalkaloid berperan dalam respon pertahanan tanaman terhadap patogen (Munafo dan Gianfagna 2011).

Saponin terdiri atas sapogenin yaitu bagian yang bebas dari glikosida yang disebut aglycone dan bersifat ampifilik. Sapogenin bersifat lipofilik dan mengikat sakarida (hidrofilik) yang panjangnya dari monosakarida hingga 11 unit monosakarida. Yang paling sering ialah 2-5 unit monosakarida dan berupa D-galaktosa dan D-glukosa. Sapogenin/aglycone dapat berupa triterpenoid atau steroid. Sifat lipofilik sapogenin serta sifat hidrofilik sakarida dan saponin yang bersifat ampifilik menyebabkan saponin dapat membentuk busa dan merusak membran sel karena dapat membentuk ikatan lipida dari membran sel. Kandungan saponin lili dapat diperoleh melalui ekstraksi dengan spektrofotometer (Feng lian et al. 2005), ekstraksi dengan ultrasonik, hidrolisis dan RSM (Response Surface Methodology) (Chun Ling et al. 2009).

Pada tanaman lili, kandungan saponin lili Oriental yang rentan lebih rendah daripada lili Oriental yang tahan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kandungan saponin berkorelasi positif dengan ketahanan terhadap Fusarium (Wu et al. 2009).

Gambar

Gambar 2.1 Struktur bunga lili dan reproduksinya.
Tabel 2.2. Tingkat ketahanan species lili terhadap Fol

Referensi

Dokumen terkait

Rebus beras, air, daging ayam giling dan tempe sampai menjadi bubur, masukkan wortel dan tomat hingga matang.. masukkan mentega

Pasal 76 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (Perkap 14/2012), juga

Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tentu harus diperhatikan segi-segi kemanusiaannya, sehingga tidak hanya berorientasi pada pencapaian hasil yang besar dengan

Alur penelitian yang dilakukan ditunjukkan pada Gambar 4. Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahapan segmentasi, tahapan pengukuran fitur dan

Tahap perkembangan keluarga yang beresiko mengalami masalah thypoid adalah tahap perkembangan keluarga dengan anak usia sekolah, karena pada fase ini umumnya

Atas dasar penelitian dan pemeriksaan lanjutan secara seksama terhadap berkas yang diterima Mahkamah Pelayaran dalam Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan (BAPP)

Dimana apabila menunjukan status tersedia dari sebuah sarana pada suatu tanggal tertentu itu artinya sarana tersebut masih bisa untuk dilakukan pemesanan karena

Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari topik yang dipersoalkan maka perlu adanya pembatasan masalah yang diteliti, maka penulis membatasi masalah