• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENETAPAN TERSANGKA SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENETAPAN TERSANGKA SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAM"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN TERSANGKA SEBAGAI OBJEK

PRAPERADILAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF

HAM

OLEH : I WAYAN ARDIKA

NPM : 13 101 21 194

Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa

(2)

1

PENETAPAN TERSANGKA SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN DITINJAU

DARI PERSPEKTIF HAM

ABSTRAC

Pretrial proceedings are established by the Criminal Procedure Code to ensure the protection of human rights and that law enforcement officials carry out their duties on a consistent basis. With the existence of pretrial institutions, the Criminal Procedure Code has created a control mechanism that functions as an authorized institution to supervise how law enforcement officials perform their duties in criminal justice. In the context of law enforcement investigators are law enforcement officers who are authorized by law to establish a person as a suspect. The problems that will be discussed in writing this passage is the inclusion of the determination of the suspect as a pretrial object and reviewed from the aspect of human rights protection. The research method is done normatively with the approach of law and conceptual approach by presented descriptively with systematic description. The result of the research shows that from the point of view of human rights protection, the result of the investigation process, namely the determination of the suspect setatus, can be submitted to the pre-trial request to test the validity of whether the settlement has been in accordance with the procedures regulated by law.

Keywords: Pretrial, Suspect, Human Rights

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagaimana diketahui bahwa sejak proklamasi sebagai Negara merdeka, Indonesia belum pernah melakukan pembaruan secara konseptual system peradilan pidana khususnya pengadilan pidana.1 Ketentuan tentang hukum acara pidana semula diatur dalam HIR, ketentuan yang berasal dari masa kolonial yang berlaku berdasarkan peralihan UUD 1945. Kemudian pada tahun 1981, HIR diganti dengan KUHAP namun sebagaimana diindikasikan oleh beberapa penelitian belum ada

1

Pangaribuan, Luhut M.P., Hukum Acara Pidana dan Hakin Ad Hoc, Papar Sinar Sinanti, Jakarta, Hal 1

(3)

2

perubahan secara konsep-konsep peradilannya kecuali pengakuan terhadap beberapa butir HAM seperti adanya lembaga Praperadilan.

Pada penghujung tahun 2015 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membuat suatu terobosan dengan mengabulkan permohonan praperadilan Komjen Budi Gunawan yang pada saat itu diajukan oleh Presiden Joko Widodo sebagai calon tunggal Kapolri. Namun, sehari setelahnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi atas transaksi mencurigakan saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier (Karobinkar) SSDM Polri (2004-2006) olek KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Komjen Budi Gunawan melakukan perlawanan dengan mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Melalui persidangan yang dipimpin oleh hakim tunggal Hakim Sarpi Rizaldi mengabulkan permohonan Komjen Budi Gunawan. Melalui putusan PN JAKARTA SELATAN Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. Tahun 2015, dalam amar putusanya hakim Sarpi Rizaldi menyatakan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan sebagai tersngka oleh KPK dinyatakan tidak sah. Keputusan hakim Sarpin mengenai objek perkara praperadilan tentang penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan masuk dalam pokok perkara Pasal 77 junto 82 ayat 1 junto 95 ayat 1 dan 2 KUHAP serta Pasal 1 angka 10 KUHAP meskipun disitu tidak secara tertulis disebutkan mengenai objek praperadilan penetapan tersangka namun hakim Sarpin melakukan penemuan hukum (recht vinding) melalui penafsiran Ekstensif yaitu suatu cara menafsirkan Undang-undang yang dinilai kabur dan tidak jelas dengan memperluas makna peraturan perundang-undangan tersebut.Tentunya putusan ini menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Bagi masyarakat yang pro berpendapat bahwa putusan ini merupakan terobosan hukum yang positif dalam hukum pidana Indonesia. Dengan diterimanya penetapan tersangka sebagai objek praperadilan

(4)

3

disini sudah mencerminkan konsep pengawasan (check and balance) dalam bidang penyidikan dan penetapan tersangka. Dimana sebelumnya dua hal ini menjadi ranah yang subyektif dan menjadi hak prerogative penyidik. Sedangkan bagi yang kontra berpendapt bahwa putusan ini bertentangan dengan asas legalitas hukum pidana baik materiil maupun formil.

Secara khusus dalam KUHAP yang diterbitkan pada tahun 1981 sudah terdapat asas-asas tentang ketentuan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun demikian subtansi HAM dalam KUHAP banyak berhenti sampai di tingkat gagasan (legislasi) saja.2 Seperti habeas corpus yang diambil dengan transplantasi menjadi lembaga praperadilan dalam KUHAP, ternyata baik subtansi maupun mekanisme proseduralnya tidak sesuai dengan konsep dasar yakni sebagai konsep HAM yang berlaku pada semua tahapan proses peradilan pidana. Akibatnya hakim dalam lembaga praperadilan tidak efektif dalam mengawasi penggunaan upaya paksa dari kesewenang-wenangan aparatur penegak hukum khususnya pada tahap pemeriksaan pendahuluan.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam skripsi hanya dibatasi pada permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana peranan praperadilan dalam menjamin terlindunginya HAM dalam system peradilan pidana?

2. Apakah penetapan seseorang menjadi tersangka dapat mengurangi hak asasinya sebagai warga Negara?

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan, antara lain:

(5)

4

1. Merupakan suatu syarat wajib dalam menyelesaikan studi di perguruan tinggi khususnya Fakultas Hukum Warmadewa Denpasar. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peranan praperadilan dalam menjamin terlindunginya HAM dalam system peradilan pidana,

2. Untuk mengidentifikasi hak asasi manusia yang dilanggar jika seseorang ditetapkan sebagai tersangka.

METODE PENELITIAN

Sebagai salah satu peneliti hukum maka akan menggunakan metode penelitian yang disebut dengan studi pustaka (normatif). Proses penelitian akan menelusuri data yang sudah tersedia dalam bentuk ketentuan-ketentuan hukum yang sudah pernah ditulis, catatan-catatan pembentukan suatu ketentuan, kamus dan esiklopedia, buku, laporan-laporan dan informasi yang terpublikasi lainya seperti artikel serta putusan pengadilan. Agar dapat dikatakan, bahwa suatu penelitian hukum yang lengkap memang selalu harus dimulai satu inventarisasi tentang peraturan-peraturan hukum positif yang berlaku

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada dasarnya setiap upaya paksa (enforcement) dalam penegakan hukum mengandung nilai hak asasi manusia yang sangat asasi. Oleh karena itu harus dilindungi secara saksama dan hati-hati sehingga perampasan atasnya harus sesuai dengan “acara yang berlaku” (due process of low). Sehingga KUHAP memberikan wewenang pada praperadilan untuk memeriksa keabsahan upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam hal kaitanya dengan Penetapan Tersangka, bahwa keberadaan Lembaga Praperadilan, sebagaimana diatur dalam

(6)

5

Bab X Bagian Kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP, secara jelas dn tegas dimaksudkan sebagai sarana control atau pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum ( Penyelidik/Penyidik maupun Penuntut Umum), sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenangwenang dengan maksud/tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap orang.

Kemudian dalam penelitian yang dilakukan oleh Luhut M Pangaribuan disimpylkan bahwa “Praperadilan sebagai upaya control perlu diperluas ruang lingkupnya, misalnya terhadap indikasi adanya upaya mengulur waktu penyelesaian perkara dapat diajukan praperadilan.3 Jadi adanya himbauan untuk memperluas ruanglingkup lembaga praperadilan karena secara historis, lembaga praperadilan ketika dalam rancangan dimaksudkan sebagai habea corpus yakni berhubungan dengan HAM.4

Menurut ketentuan Umum Pasal 1 angka 14 KUHAP, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Dalam penjelasanya KUHAP tidak memberikan penjelasan yang objektif apa yang dimaksud dengan bukti permulaan, sehingga untuk menafsirkan apa yang dimaksud dengan bukti permulaan merupakan subjektifitas dari penyidik itu sendiri. Oleh karena penetapn tersangka menurut merupakan subjektifitas penyidik maka sesuai dengan tujuan keberadaan lembaga praperadilan sebagai upaya control berwenang untuk memeriksa keabsaan penetapan tersangka tersebut sesuai dengan KUHAP.

3

Pangaribuan, Luhut M.P, Op.Cit. hal 176

(7)

6

Mendefinisikan bukti permulaan untuk menetapkan status hukum seseorang menjadi tersangka adalah hal yang sangat penting, karena tindak lanjut dari penetapan status hukum tersangka adalah upaya paksa (dwang middelen) yang dapat ditindak lanjuti oleh penyidik, misalnya berupa penangkapan, penahanan, pencegahan ke luar negeri, pemblokiran rekening, dan lain sebagainya.

Simpulan Dan Saran

SIMPULAN

Dengan adanya lembaga praperadilan maka pelanggaran HAM itu hanya dapat dilakukan dalam hal dan menurut cara yang ditentukan Undang-Undang, dan ketika dilakukan diluar dari apa yang ditentukan oleh Undang-Undang, atau alasan-alasan diluar dari Undang-Undang, maka dia bisa diujikan ke Pengadilan melalui sidang praperadilan. Dan pada dasarnya setiap upaya paksa dalam penegakan hukum mengandung nilai hak asasi manusia yang sangat asasi. Oleh karena itu harus dilindungi secara saksama dan hati-hati sehingga perampasan atasnya harus sesuai dengan “hukum acara yang berlaku”. Sehingga KUHAP memberikan wewenang pada praperadilan untuk memeriksa keabsahan upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, karena tindak lanjut dari penetapan status hukum tersangka adalah upaya paksa (dwang middelen) yang dapat ditindak lanjuti oleh penyidik, misalnya berupa penangkapan, penahanan, pencegahan ke luar negeri, pemblokiran rekening, dan lain sebagainya yang kesemuanya itu merupakan perampasan terhadap hak asasi seseorang. Namun dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia belum ditemukan definisi yang dapat digunakan sebagai ukuran objektif untuk menetapkan telah terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menentukan seseorang sebagai tersangka.

(8)

7

SARAN

Dan kepada pembuat perundang-undangan di Indonesia agar segera menyelesaikan dan mengesahkan rancangan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana yang baru ( RUUUKUHAP ) dengan materi muatan yang mengakomodasi perkembangan hak asasi manusia sesuai dengan tuntutan Negara demokrasi yang modern. Mengingat bahwa KUHAP yang diberlakukan sekarang terdapat banyak pasal-pasal yang sudah tidak relevan dengan perkembangan hukum. Banyak diantara pasal-pasal yang terdapat didalam KUHAP yang telah mengalami yudisial review di Mahkamah Kostitusi khususnya Pasal 77 KUHAP tentang praperadilan.

DAFTAR BACAAN

Andi, Hamzah, 2013, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Kedua, cet.ketujuh, Sinar Grafika, Jakarta.

Arief, Barda Nawawi,2013, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Cetakan Ketiga Edisi Revisi, Citra Aditya Bhakti, Bandung.

Asshiddiqie, Jimly,2007Pokok-pokok Hukum Tatanegara Pasca Reformasi, Jakarta, Kelompok Gramedia.

Assiddiqie, Jimly dalam Majda El-Muhtaj,2005, Hak Hasasi Mausia dan Kostitisi, Jakarta.

Bangbang, Sugono,2015, Metodologi Penelitian Hukum Rajawali Pers, Jakarta. Eddy O.S.Hieriej,2012, Teori Hukum Pembuktia, Erlangga; Jakarta

Harahap, M. Yahya,2015, Pembahasan Permasalaha dan Penerapan KUHAP, Jakarta, Sinar Grafika.

(9)

8

Harahap, M. Yahya, 2000, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika.

Referensi

Dokumen terkait

+DVLO DQDOLVLV SHWURJUD¿ EDWXDQ VHGLPHQ GDQ RUJDQLN Scanning Electron Microscope (SEM) dan geokimia (TOC, rock-eval pyrolysis, GDQ JDV NURPDWRJUD¿ SDGD EHEHUDSD

Meskipun tidak ada perbedaan pada performa pertumbuhan antara kolam dengan rasio Na/K ideal (kolam B) dengan rasio Na/K tinggi (kolam C), namun secara fisiologis

stok karbon aboveground pool dansoil pool pada studi ini, setidaknya hutan mangrove primer Delta Mahakam menyimpan sekitar 741,9 MgC/hektar atau setara dengan. 2.722,7 MgCO

Sedangkan sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah suatu set peristiwa yang terdiri dari komponen-komponen yang mana komponen tersebut saling berinteraksi dan

Penelitian terhadap komponen ini pula menunjukkan bahawa jangkaan untuk berjaya dalam kursus di UiTM berada pada tahap yang tinggi manakala jangkaan untuk menguasai

Kuku yang relatif melebihi yang normal tumbuh melukai sisi lateral nail groove, kemudian bakteri dan jamur dapat masuk.. Kuku juga dapat dianggap tubuh sebagai benda asing

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan melakukan perancangan suatu program aplikasi yang dapat mengolah data-data percobaan pertanian menggunakan analisis ragam dan

Dalam Pengenalan tulisan tangan, Neural Network banyak diterapkan dan terbukti dapat memberikan akurasi pengenalan yang tinggi [4][5][6][7], dan algoritma yang banyak